Jumlah peserta tarian likurai tidak dibatasi. Para wanita maupun laki – laki , tua-muda,
besar-kecil, entah berpendidikan tinggi atau pun buta aksara, baik orang berada maupun
kaum sederhana, semua berpadu mengapit tambur di bawah ketiaknya, lalu membentuk
barisan atau lingkaran di antara mereka kadang belasan wanita, kadang puluhan, kadang
malah bisa ratusan wanita, memukul atau membunyikannya secara dinamis, ritmik,
dengan beraneka ragam bunyi atau warna pukulan, namun tetap menjaga kekompakan,
tempo, juga dipadukan dengan gerakan tubuh, badan meliuk secara beraturan kesana-
kemari seiring bunyi-bunyian yang dihasilkan dari pukulan gendang tersebut.
Di samping para wanita--yang menabuh gendang apitan bawah ketiak dengan penuh
ritmik-dinamis gerakan tubuhnya, ditambah lengkingan gong--para lelaki pun, karena
dibakar semangat oleh keramaian bunyi-bunyian Tihar, Tala dan gerak lincah-gemulai
para wanita itu, masuk meronggeng dalam lingkaran. Kadang, para lelaki tampil lebih
heboh daripada para wanita. Sering mereka membawa selendang kecil berukuran
panjang dua meter dan mereka akan berperangai seperti elang mengepakkan sayap
mencari mangsa. Kadang malah mereka membawa kelewang adat, di mana di pangkal
kelewang itu diikat rambut dari kepala musuh yang pernah ditebas dengan kelewang
sakti itu untuk menunjukkan sifat kepahlawanan leluhur Timor.
Kesimpulan
Likurai berasal dari dua kata yaitu Haliku dan Rai. Haliku berarti mengawasi, menjaga,
melindungi, memelihara, mengambil, menguasai. Rai berarti Tanah, Bumi, Negeri atau
Pulau. Haliku Rai atau kelak disingkatpadukan menjadi Likurai, boleh diartikan sebagai
sebuah aksi atau tindakan mengawasi, menjaga, melindungi, memelihara dan
mengambil tanah atau bumi, entah tanah itu pada dasarnya milik kita, maupun milik
orang lain.
Pada masa kini, tarian tersebut hanya dipentaskan saat menerima tamu-tamu agung
atau pada upacara besar atau acara-acara tertentu. Sebelum tarian ini dipentaskan,
maka terlebih dahulu diadakan suatu upacara adat untuk menurunkan Likurai atau
tambur-tambur itu dari tempat penyimpanannya yaitu Rumah Adat ( uma lulik.) Oleh
karana tetua adat kemudian digunakan para penari untuk pentas.
DAFTAR PUSTAKA