Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

“METODE PEMBELAJARAN DIKELAS”

DOSEN PEMBIMBING
HERINAWATI, M.Keb

DiSUSUN OLEH :
1. NURHALIMAH (PO71241220063)
2. DESI TRISMAYENTI (PO71241220064)
3. SRI RAHAYU (PO71241220065)
4. LUSI PUSPAPRIANDINI (PO71241220067)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI
SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobbil’alamin, puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT,


karena berkat rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “METODE
PEMBELAJARAN DIKELAS” dengan tepat waktu. Dimana makalah ini merupakan salah
satu tugas dari mata kuliah. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin

Jambi, Agustus 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Self-Directed Learning (SDL) .............................................................................. 3
B. Cooperative Learning (CL) ................................................................................... 6
C. Collaborative Learning (CBL) ............................................................................ 11
D. Contextual Instruction ........................................................................................ 18
E. Project Based Learning (PJBL) .......................................................................... 21
F. Metode Pembelajaran Jigsaw ............................................................................. 25
G. Metode Peningkatan Kapasitas Berfikir (SPPKB) ............................................. 28
H. Metode Sinnectics ............................................................................................. 32
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 35
B. Saran..................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 36

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses yang komplek dengan tujuan akhir terjadi
perubahan perilaku pada diri seseorang. Sesuai ketentuan yang tercantum dalam
Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN DIKTI) tahun 2014, setiap program studi
wajib dilengkapi dengan target pencapaian pembelajaran sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggaraan program terhadap pemangku kepentingan. Untuk keperluan tersebut,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi c.q. Direktorat Pembelajaran dan
Kemahasiswaan, berdasarkan amanah Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 73 tahun
2013, perlu menyusun Panduan Capaian Pembelajaran (CP) lulusan program studi di
perguruan tinggi. Dalam KKNI, CP didefinisikan sebagai kemampuan yang diperoleh
melalui internalisasi pengetahuan, sikap, ketrampilan, kompetensi, dan akumulasi
pengalaman kerja. CP merupakan penera (alat ukur) dari apa yang diperoleh seseorang
dalam menyelesaikan proses belajar baik terstruktur maupun tidak. Rumusan CP
disusun dalam 4 unsur yaitu sikap dan tata nilai, kemampuan kerja, penguasaan
pengetahuan dan wewenang tanggung jawab.
Komponen capaian pembelajaran yang harus dimiliki lulusan sebuah program
tinggi adalah pengetahuan dan kerjasama tim. Dimana hal ini sebagai dasar dan pondasi
untuk bekerja secara langsung di masyarakat. Penggunaan metode pembelajaran yang
tepat dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bekerja sama dalam tim pada
mahasiswa. Penggunaan metode pembelajaran di perguruan tinggi memerlukan metode
pembelajaran yang relevan dan efektif untuk meningkatkan prestasi belajar yang dalam
hal ini tidak lagi berbentuk teacher centered learning tetapi berganti menggunakan
prinsip student centered learning atau pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa.
Proses pembelajaran ini memberikan ruang kepada peserta didik untuk berpartisispasi
aktif dalam proses belajar mengajar (Dikti, 2014).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja metode-metode pembelajaran dikelas?
2. Apa saja kelebihan dan kekurangan masing-masing metode pembelajaran
tersebut?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa saja metode-metode pembelajaran dikelas
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing metode
pembelajaran tersebut

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Self-Directed Learning (SDL).


1. Pengertian
adalah suatu metode pembelajaran yang dilakukan seseorang untuk
meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan prestasi melalui inisiatif sendiri
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi bergantung pada kemampuan
individu dalam mengelola pembelajaran sesuai dengan otonomi yang
dimiliki, meskipun nantinya membutuhkan bantuan atau nasihat dari orang
lain.
Adapun Menurut Knowles (1975), self-directed learning adalah suatu
proses dimana seseorang memiliki inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang
lain untuk menganalisis kebutuhan belajarnya sendiri, merumuskan tujuan
belajarnya sendiri, mengidentifikasi sumber-sumber belajar, memilih dan
melaksanakan strategi belajar yang sesuai serta mengevaluasi hasil belajarnya
sendiri.
Self-directed learning dikenal juga dengan beberapa istilah, yaitu self-
planned learning, independent learning, self-education, self-instruction, self-
teaching, self-study dan autonomous learning. Semua istilah tersebut merujuk
pada pengertian yang sama terkait kemandirian belajar, yaitu kemampuan
yang dimiliki seseorang untuk melakukan kegiatan belajar secara mandiri
tanpa bergantung pada orang lain guna mencapai tujuan pembelajaran.

2. Langkah-langkah Self-Directed Learning


Menurut Huda (2013), tahapan yang dilakukan dalam proses
pembelajaran menggunakan metode self-directed learning adalah sebagai
berikut:
a. Planning
Yang termasuk dalam tahap ini antara lain: menganalisis kebutuhan
peserta didik, institusi dan persoalan kurikulum, melakukan analisis
3
terhadap skill atau kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik,
merancang tujuan pembelajaran yang continuum, memilih sumber daya
yang tepat untuk pembelajaran, serta membuat rencana mengenai aktivitas
pembelajaran harian.
b. Implementing
Pendidik mempromosikan kemampuan yang dimiliki peserta didik,
menerapkan pembelajaran sesuai dengan hasil adopsi rencana dan setting,
penyesuaian yang telah dilakukan, serta memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk memilih metode yang sesuai dengan keinginannya.
c. Monitoring
Pada tahap ini pendidik melakukan mind-tas monitoring atau melakukan
pengawasan terhadap pengerjaan tugas yang diberikan, study balance
monitoring atau melakukan pengawasan peserta didik selama mengerjakan
aktivitas-aktivitas lain yang berkaitan dengan tugas utama pembelajaran,
serta awareness monitoring atau mengawasi kesadaran dan kepekaan
peserta didik selama pembelajaran.
d. Evaluating
Pendidik membandingkan hasil peserta didik, menyesuaikan dan
melakukan penilaian peserta didik dengan tujuan yang telah dirancang
sebelumnya, serta meminta pernyataan kepada peserta didik, dengan
mengajukan pertanyaan mengenai proses penyelesaian tugas.

3. Tingkatan Self-Directed Learning


Menurut Holstein (1986), self-directed learning dapat dibagi menjadi tiga
tingkatan berdasarkan karakteristik yang mengacu pada intensitasnya, yaitu
sebagai berikut:
a. Tingkat rendah
Pada tingkatan rendah, siswa masih banyak bergantung kepada guru dan
teman dalam melakukan tindakan dalam belajarnya. Siswa tidak paham
maksud eksplisit dari sebuah instruksi. Siswa yang berada pada tahap rendah

4
ini kurang terampil dalam menambah referensi-referensi ilmu yang relevan,
kurang motivasi, dan kepercayaan diri untuk mencapai sebuah tujuan.
b. Tingkat sedang
Pada tahap sedang, siswa sudah dapat menyadari bahwa siswa adalah bagian
dari sebuah proses belajar. Siswa siap dalam mengembangkan konsep-
konsep dalam belajar tetapi pengembangan ini harus dilakukan secara lebih
mendalam pada suatu konsep, harus lebih percaya diri, dan lebih peka
terhadap petunjuk. Siswa pada tahap sedang bisa memahami bagaimana
siswa seharusnya belajar, seperti siswa dapat menetapkan sebuah strategi
dalam belajar. Siswa sudah bisa berorientasi pada masa depan tetapi masih
kurang dalam pengalaman dan motivasinya, serta masih adanya keinginan
akan keterlibatan orang dewasa dalam proses belajar siswa.
c. Tingkat tinggi
Pada tingkatan tinggi, siswa mampu melakukan kemandirian dalam
belajarnya dengan menetapkan tujuan belajar tanpa bantuan dari pihak
manapun. Siswa akan memanfaatkan berbagai sumber belajar untuk dipakai
dalam mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan. Siswa dengan
kemandirian pada tahap tinggi mampu bertanggung jawab, memiliki
manajemen waktu yang teratur, dan banyak mengumpulkan informasi dari
referensi manapun. Siswa dengan kemandirian belajar yang tinggi akan tahu
apa yang harus siswa lakukan, bagaimana siswa harus melakukan, dan
kapan siswa melakukannya. Kesadaran akan pemenuhan kebutuhan belajar
tersebut didasari oleh inisiatif yang dimiliki oleh siswa.

4. Kelebihan dan Kekurangan Self-Directed Learning


Menurut Huriah (2018), Kelebihan dan kekurangan self-directed learning
adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan metode self-directed learning
1) Siswa bebas untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka sendiri,
sesuai dengan kecepatan belajar mereka dan sesuai dengan arah minat

5
dan bakat mereka dalam menggunakan kecerdasan majemuk yang
mereka miliki.
2) Menekankan sumber belajar secara lebih luas baik dari guru maupun
sumber belajar lain yang memenuhi unsur edukasi
3) Mahasiswa dapat mengembangkan pengetahuan, keahlian dan
kemampuan yang dimiliki secara menyeluruh.
4) Pembelajaran mandiri memberikan siswa kesempatan yang luar biasa
untuk mempertajam kesadaran mereka akan lingkungan mereka dan
memungkinkan siswa untuk membuat pilihan-pilihan positif tentang
bagaimana mereka akan memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari.
5) Mahasiswa memiliki kebebasan untuk memilih materi yang sesuai
dengan minat dan kebutuhan. Di samping itu, cara belajar yang dilakukan
sendiri juga lebih menyenangkan.
b. Kekurangan metode self-directed learning yaitu:
1) Siswa bodoh akan semakin bodoh dan siswa pintar akan semakin pintar
karena jarang terjadi interaksi satu sama lainnya.
2) Bagi siswa yang malas, maka siswa tersebut untuk mengembangkan
kemampuannya atau pengetahuannya.
3) Ada beberapa siswa yang membutuhkan saran dari seseorang untuk
memilih materi cocok untuknya atau karena siswa yang bersangkutan
tidak mengetahui sampai seberapa kemampuannya

B. Cooperative Learning (CL)


1. Pengertian
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama sama dengan saling membantu satu sama
lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin mengemukakan, In
cooperative learning methods, student work together in four member teams to
master material initially presented by the teacher”.Dari uraian tersebut
menguraikan metode pembelajaran. kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja pada kelompok kelompok

6
kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang
siswa lebih bergairah dalam bekerja.
Cooperative learning di definisikan sederhana sebagai sekelompok kecil
pembelajaran yang bekerja sama menyelesaikan masalah merampungkan tugas
atau menyelesaikan tugas bersama.Dengan catatan mengharuskan siswa
bekerja sama dan saling bergantung secara positif antar satu sama lain dalam
konteks struktur tugas, struktur tujuan dan struktur reward.
Jadi pembelajaran cooperative merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara 4 sampai 6 orang
yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau
suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap
kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika
kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan
demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.
Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan
tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal
dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka
akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap
individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi
demi keberhasilan kelompok.

2. Unsur-Unsur Metode Cooperative Learning


Menurut Johnson dan johnson (1994) dan sutton (1992), terdapat lima
unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu
a. Saling Ketergantungan Positif (Positif Interdependence)
b. Interaksi Tatap Muka (Face to Face Interaction)
c. Tanggung Jawab Individual (Individual Accountability)
d. Ketrampilan Sosial (Sosial skill), dan
e. Evaluasi Proses Kelompok (Group debrieving).

7
3. Ciri - Ciri Metode Cooperative Learning
Menurut Stahl (dalam Tukiran Taniredja, dkk, 2011:55) ciri – ciri model
pembelajaran kooperatif adalah:
1) Belajar bersama dengan teman
2) Selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman
3) Saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok
4) Belajar dari teman sendiri dalam berkelompok
5) Belajar dalam kelompok kecil
6) Produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat
7) Keputusan tergantung pada siswa sendiri
8) Siswa aktif

4. Tujuan Metode Cooperative Learning


Menurut Slavin tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan
situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh
keberhasilan kelompoknya. Sedangkan menurut Ibrahim model pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak tidaknya tiga tujuan
pembelajaran, yaitu:
1) Hasil belajar akademik
dalam model kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu
siswa memahami konsep konsep sulit. Para pengembang model ini telah
menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa dalam belajar akademik dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil belajar.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang orang
yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi

8
siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk saling menghargai
satu sama lain.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan
bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting
dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam
keterampilan sosial.

5. Langkah-langkah Metode Cooperative Learning

1) Menyampaikan tujuan serta memotivasi siswa.


Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan
kompetensi dasar yang ingin dicapai dan memotivasi siswa.
2) Penyajian informasi.
Guru memberikan informasi kepada siswa.
3) Atur siswa menjadi kelompok belajar.
Guru memberi tahu pengelompokan siswa.
4) Membimbing kelompok belajar.
Guru memotivasi dan memfasilitasi pekerjaan siswa dalam kelompok
belajar kelompok.
5) Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah
diterapkan.
6) Berikan penghargaan.
Guru menghargai hasil belajar individu dan kelompok

6. Kelebihan dan Kekurangan Cooperative Learning


a. Kelebihan metode Cooperative Learning
1) Melalui cooperative learning siswa tidak telalu menggantungkan pada
guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir
sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari
siswa yang lain.

9
2) Cooperative learning dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain
3) Cooperative learning dapat membantu anak untuk respek pada orang lain
dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala
perbedaan.
4) Cooperative learning dapat membantu memberdayakan setiap siswa
untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
5) Cooperative learning merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk
mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif
dengan yang lain, mengembangkan keterampilan memanage waktu, dan
sikap positif terhadap sekolah.
6) cooperative learning dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa
dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat masalah,
karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
7) Cooperative learning dapat meningkatkan kemampuan siswa
menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.
8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi
dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

b. Kekurangan metode Cooperative Learning


1) Bagi siswa yang pandai, mereka akan merasa terhambat oleh siswa

yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan yang

seperti ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.

2) Penilaian dalam pembelajaran kooperatif didasarkan pada hasil

kelompok. Namun yang demikian, guru perlu menyadari bahwa

10
sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap

individu siswa.

3) Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan

kesadaran kelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang,

dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau

sekali-kali penerapan strategi ini.

4) Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang

sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam

kehidupan yang didasarkan kepada kemampuan secara individu. Oleh

karena itu idealnya pembelajaran kooperatif selain siswa belajar bekerja

sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan

C. Collaborative Learning (CBL)


1. Pengertian
Menurut pendapat Keohane kolaborasi yaitu bekerja bersama dengan yang
lain, kerja sama, bekerja dalam begian satu team, dan di dalamnya bercampur
didalam satu kelompok menuju keberhasilan bersama. Sedangkan Gokhale
mendefinisikan bahwa “collaborative learning” mengacu pada metode
pengajaran di mana siswa dalam satu kelompok yang bervariasi tingkat
kecakapannya bekerjasama dalam kelompok kecil yang mengarah pada tujuan
bersama.
Dari pengertian kolaborasi yang diungkapkan oleh berbagai ahli tersebut,
dapat disimpulkan bahwa pengertian Collaborative Learning (belajar
kolaborasi) adalah suatu strategi pembelajaran di mana para siswa dengan
variasi yang bertingkat bekerjasama dalam kelompok kecil kearah satu tujuan.
Dalam kelompok ini para siswa saling membantu antara satu dengan yang lain.
Jadi situasi belajar kolaboratif ada unsur ketergantungan yang positif untuk
mencapai kesuksesan. Belajar kolaboratif menuntut adanya modifikasi tujuan

11
pembelajaran dari yang semula sekedar penyampaian informasi menjadi
konstruksi pengetahuan oleh individu melalui belajar kelompok. Dalam belajar
kolaboratif, tidak ada perbedaan tugas untuk masing-masing individu,
melainkan tugas itu milik bersama dan diselesikan secara bersama tanpa
membedakan percakapan belajar siswa.
Dari uraian diatas, kita bisa mengetahui hal yang ditekankan dalam belajar
kolaboratif yaitu bagaimana “cara agar siswa dalam aktivitas belajar kelompok
terjadi adanya kerjasama, interaksi, dan pertukaran informasi”.

2. Langkah-langkah metode Collaborative Learning

a. Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas

sendiri-sendiri.

b. Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis..

c. Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi,

mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan

jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang

ditemukan sendiri.

d. Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah,

masing-masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.

e. Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan

agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi

hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok

lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan

menanggapi. Kegiatan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.

12
f. Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi,

inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan

dikumpulan.

g. Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah

dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.

h. Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada

pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.

Tiga bentuk pola pengelompokkan Collaborative Learning Di Dalam Kelas

yaitu:

1) The two-person group (tutoring)

Yaitu satu orang ditugasi mengajar yang lain. Jadi, siswa dapat berperan

sebagai pengajar yang disebut tutor, sedangkan siswa yang lain disebut

tutee.

2) The small group (interactive recitation; discussion)

Adalah cara penyampaian bahan pelajaran di mana guru memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan pendapat, membuat

kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan masalah.

3) Small or large group (recitation)

Yaitu suatu metode mengajar dan pengajar memberikan tugas untuk

mempelajari sesuatu kepada pembelajar, kemudian melaporkan hasilnya.

Tugas-tugas yang diberikan oleh pengajar dapat dilaksanakan di rumah,

sekolah, perpustakaan, laboratorium, atau di tempat lain.

Ada lima elemen dasar yang dibutuhkan agar kerjasama dalam proses

pembelajaran dapat sukses, yaitu :


13
1) Possitive interdependence (saling ketergantungan positif) yaitu siswa harus
percaya bahwa mereka adalah proses belajar bersama dan mereka peduli pada
belajar siswa yang lain. Dalam pembelajaran ini setiap siswa harus merasa
bahwa ia bergantung secara positif dan terikat dengan antarsesama anggota
kelompoknya dengan tanggung jawab menguasai bahan pelajaran dan
memastikan bahwa semua anggota kelompoknya pun menguasainya. Mereka
merasa tidak akan sukses bila siswa lain juga tidak sukses.
2) Verbal, face to face interaction (interaksi langsung antarsiswa) yaitu hasil
belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan adanya komunikasi verbal
antarsiswa yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa harus
saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar.
Siswa juga harus menjelaskan, berargumen, elaborasi, dan terikat terhadap apa
yang mereka pelajari sekarang untuk mengikat apa yang mereka pelajari
sebelumnya.
3) Individual accountability (pertanggungjawaban individu) yaitu setiap
kelompok harus realis bahwa mereka harus belajar. Agar dalam suatu
kelompok siswa dapat menyumbang, mendukung dan membantu satu sama
lain, setiap siswa dituntut harus menguasai materi yang dijadikan pokok
bahasan. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk
mempelajari pokok bahasan dan bertanggung jawab pula terhadap hasil belajar
kelompok.
4) Social skills (keterampilan berkolaborasi) yaitu keterampilan sosial siswa
sangat penting dalam pembelajaran. Siswa dituntut mempunyai keterampilan
berkolaborasi, sehingga dalam kelompok tercipta interaksi yang dinamis untuk
saling belajar dan membelajarkan sebagai bagian dari proses belajar
kolaboratif. Siswa harus belajar dan diajar kepemimpian, komunikasi,
kepercayaan, membangun dan keterampilan dalam memecahkan konflik.
5) Group processing (keefektifan proses kelompok) yaitu kelompok harus mampu
menilai kebaikan apa yang mereka kerjakan secara bersama dan bagaimana
mereka dapat melakukan secara lebih baik. Siswa memproses keefektifan
kelompok belajarnya dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat

14
menyumbang belajar dan mana yang tidak serta membuat keputusan-keputusan
tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu diubah.
3. Macam-macam bentuk pembelajaran Collaborative Learning
1) Learning Together

Dalam metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan siswa-siswa

yang beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk

menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya

menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian didasarkan pada

hasil kerja kelompok.

2) Teams-Games-Tournament (TGT)

Setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok

akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat

kemampuan masing-masing. Penilaian didasarkan pada jumlah nilai yang

diperoleh kelompok.

3) Group Investigation (GI)

Semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian

beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok

menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan

melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan

forum kelas. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.

4) Academic-Constructive Controversy (AC)

Setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam

situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar

masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota

15
kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan

pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis,

pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan.

Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok

mempertahankan posisi yang dipilihnya.

5) Jigsaw Proscedure (JP)

Dalam bentuk pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi tugas yang

berbeda-beda tentang suatu pokok bahasan. Agar setiap anggota dapat

memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang

menyeluruh. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes kelompok.

6) Student Team Achievement Divisions (STAD)

Para siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil.

Anggota-anggota dalam setiap kelompok saling belajar dan membelajarkan

sesamanya. Fokusnya adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh

terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan kelompok

akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu siswa. Penilaian

didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok.

7) Complex Instruction (CI)

Metode pembelajaran ini menekankan pelaksanaan suatu proyek yang

berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika

dan pengetahuan sosial. Fokusnya adalah menumbuhkembangkan

ketertarikan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini

umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual

16
(menggunakan dua bahasa) dan di antara para siswa yang sangat heterogen.

Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.

8) Team Accelerated Instruction (TAI)

Bentuk pembelajaran ini merupakan kombinasi antara pembelajaran

kooperatif/ kolaboratif dengan pembelajaran individual. Secara bertahap,

setiap anggota kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan

sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama

dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar,

setiap siswa mengerjakan soal-soal tahap berikutnya. Namun jika seorang

siswa belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar, ia harus

menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun

berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasarkan pada hasil belajar

individual maupun kelompok.

9) Cooperative Learning Stuctures (CLS)

Dalam pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua

siswa (berpasangan). Seorang siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain

menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee.

Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah

ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan

sebelumnya, kedua siswa yang saling berpasangan itu berganti peran.

10) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

Model pembelajaran ini mirip dengan TAI. Sesuai namanya, model

pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata

bahasa. Dalam pembelajaran ini, para siswa saling menilai kemampuan


17
membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun lisan di

dalam kelompoknya.

4. Kelebihan dan Kekurangan metode Collaborative Learning


a. Kelebihan metode Collaborative Learning
Di bawah ini akan diuraikan mengenai kelebihan Collaborative Learning
menurut Barkley dalam Morgi Dayana sebagai berikut :
1. Siswa belajar bermusyawarah
2. Siswa belajar menghargai pendapat orang lain
3. Dapat mengembangkan cara berpikir kritis dan rasional
4. Dapat memupuk rasa kerja sama
5. Adanya persaingan yang sehat
b. Kekurangan metode Collaborative Learning
1. Pendapat serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok
persoalan.
2. Membutuhkan waktu cukup banyak.
3. Adanya sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri atau sebaliknya
yang lemah merasa rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain.
4. Kebulatan atau kesimpulan bahan kadang sukar dicapai

D. Contextual Instruction
1. Pengertian
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti
hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks). Secara umum
contextual mengandung arti: relevan, ada hubungan atau kaitan langsung,
mengikuti konteks; Yang membawa maksud, makna, dan kepentingan.
Adapun Menurut Wina Sanjaya (2006: 109): Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan
kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan
materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka.

18
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Contextual
Teaching and Learning (pembelajaran kontekstual) adalah konsep
pembelajaran yang membantu pendidik mengaitkan setiap materi yang
dipelajari oleh peserta didik dengan kehidupan sehari-hari atau bidang-bidang
tertentu, sehingga peserta didik dapat merasakan makna dari setiap materi
pelajaran yang diterimanya dan mengimplementasikannya dalam berbagai
aspek kehidupan. Peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan
dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengonstruksi
sendiri, sehingga belajar akan bermakna.

2. Karakteristik Pembelajaran Contextual


Menurut Johnson dalam Nurhadi (2002:13) ada 8 komponen yang menjadi
karakteristik dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut :
1) Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningfull connection)
2) Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work)
3) Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning)
4) Bekerja sama (collaborating)
5) Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking)
6) Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing theindividual)
7) Mencapai standar yang tinggi (reaching high standard ).
8) Menggunakan penilain autentik (using authenticassessment )

3. Komponen Pembelajaran Kontekstual


Terdapat 7 (tujuh) komponen pembelajaran kontekstual yaitu:
1) Konstruktivisme (Constructivism)
2) Menemukan (Inquiry)
3) Bertanya(questioning)
4) Komunitas Belajar(learning community)
5) Pemodelan(modeling)
6) Refleksi(reflection)
7) Penilaian Otentik (authentic assessment)

19
4. Prinsip-Prinsip Dalam Pembelajaran Kontekstual
1) Keterkaitan, relevansi (relation)
2) Pengalaman langsung (experiencing)
3) Aplikasi (applying)
4) Alih pengetahuan (transferring)
5) Kerja sama (cooperating)
6) Pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang telahdimiliki pada
situasi lain.
5. Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual
a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajarlebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri,menemukansendiri ,dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuandanketrampilan barunya.
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuksemua topik.
c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Menciptakan masyarakat belajar.
e. Menghadirkan model sebagia contoh belajar.
f. Melakukan refleksi diakhir pertemuan.
g. Melakukan penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara.

6. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kontekstual


a. Kelebihan
1) Pemahaman siswa terhadap konsep ditemukan sendiri oleh siswa
karena siswa menerapkan apa yang dipelajari dikehidupan sehari-hari\
2) Pengetahuan tentang materi pembelajaran tertanam berdasarkan skema
yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran akan lebih bermakna
3) Siswa dapat merasakan dengan masalah yang konteks bagi siswa hal
ini dapat mengakibatkan motivasi kesukaran siswa terhadap belajar
matematika semakin tinggi
4) Siswa menjadi mandiri
5) Pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan

20
b. Kekurangan
1) Waktu yang digunakan dalam pembuatan amat banyak karena siswa
ditentukan menemukan sendiri suatu konsep sedangkan guru hanya
berperan sebagai fasilitator, hal ini dapat berakibat pada tahap awal
materi kadang-kadang tidak tuntas
2) Tidak semua komponen pembelajaran konteks dapat diterapkan pada
seluruh materi pembelajaran

E. Project Based Learning (PJBL)


1. Pengertian
Menurut Mulyasa (2014: 145) mengatakan Project Based Learning, atau

PJBL adalah model pembelajaran yang bertujuan untuk memfokuskan pserta

didik pada permasalahan kompleks yang diperlukan dalam melakukan

investigasi dan memahami pelajaran melalui investigasi. Model ini juga

bertujuan untuk membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif

yang mengintegrasikan serbagai subyek (materi) kurikulum, memberikan

kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan

menggunakan berbagai cara bermakna bagi dirinya, dan melakukan

eksperimen secara kolaboratif. Menurut Daryanto dan Raharjo (2012: 162)

Project Based Learning, atau PJBL adalah model pembelajaran yang yang

menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan

menintegrasikan pengetahuan beru berdasarkan pengalamannya dan beraktifitas

secara nyata. PJBL dirancang untuk digunakan pada permasalahan yang

kompleks yang diperlukan peserta didik dalam melakukan investigasi dan

memahaminya.

21
Kemudian Sugihartono, DKK (2015: 84) mengungkapkan metode proyek

adalah metode pembelajaran berupa penyajian kepada peserta didik materi

pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah yang selanjutnya dibahas dari

berbagai sisi yang relevan sehingga diperolah pemecahan secara menyeluruh

dan bermakna.metode ini memberi kesempatan siswa untuk menganalis suatu

masalah dari sudut pandang peserta didik sesuai dengan minat dan bakatnya

2. Langkah-langkah metode Project Based Learning


menurut Mulyasa (2014: 145-146) adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek. Tahap ini sebagai langkah
awal agar peserta didik mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang
muncul dari fenomena yang ada
b. Mendesain perencanaan proyek. Sebagai langkah nyata menjawab
pertanyaan yang ada disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui
percobaan
c. Menyusun jadwal sebagai langkah nyatadari sebuah proyek. Penjadwalan
sangat penting agar proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu yang
tersedia dan sesuai dengan target
d. Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Peserta didik mengevaluasi
proyek yang sedang dikerjakan

3. Prinsip-Prinsip metode Project Based Learning


Menurut Fathurrohman (2016: 121-122) prinsip yang mendasari adalah
sebagai berikut:
a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas tugas pada
kehidupan nyata untuk memperkaya pelajaran
b. Tugas proyek menakankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema
atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
c. Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara autentik dengan
menghasilkan produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan
22
berdasarkan tema atatu topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan
tatu hasil karya)
d. Kurikulum. PJBL tidak seperti pada kurikulum tradisional karena
memerlukan strategi sasaran dimana proyek sebagai pusat
e. Responbility. PJBL menekankan responbility dan answerbility para peserta
didik ke diri panutannya
f. Realisme. Kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa
dengan situasi yang sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrasikan tugas
autentik dan menghasilkan sikap profesional
g. Active learning. Menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan
keinginan peserta didik untuk menentukan jawaban yang relevan sehingga
terjadi proses pembelajaran yang mandiri
h. Umpan balik. Diskusi. Presentasi dan evaluasi terhadap peserta didik
menghasilkan umpan balik yang berharga. Hal ini mendorong ke arah
pembelajaran berdasarkan pengalaman.
i. Keterampilan umum. PJBL dilkembangkan tidak hanya pada keterampilan
pokok dan pengerahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar terhadap
keterampilan mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self
menegement
j. Driving question. PJBL difokuskan pada pertanyaan atau permsalahan yang
memicu peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan dengan konsep,
prinsip, dan ilmu pengetahuan yang sesuai.

4. Kelebihan dan Kekurangan metode Project Based Learning


Menurut Daryanto dan Raharjo (2012: 162), Model pembelajaran Project
Based Learning mempunyai kelebihan sebagai berikut:
a. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong
kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu
untuk dihargai.
b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

23
c. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan
problem-problem kompleks.
d. Meningkatkan kolaborasi.
e. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi.
f. Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
g. Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik
dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-
sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
h. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara
kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dengan dunia nyata.
i. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik
maupun pendidik menikmati proses pembelajaran
Namun model pembelajaran ini juga memiliki kekurangan yang dijelaskan
Daryanto dan Raharjo (2012: 162), yaitu:
a) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
b) Membutuhkan biaya yang cukup banyak
c) Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas
tradisional, dimana instruktur memegang peran utama
dikelas.
d) Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
e) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan
dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
f) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam
bekerja kelompok
g) Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing
kelompok berbeda dikhawatirkan peserta didik tidak bisa
memahami topik secara keseluruhan

24
h) Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, dimana
instruktur memegang peran utama dikelas.
i) Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
j) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan
pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
k) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam bekerja kelompok
l) Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda
m) dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan

F. Metode Pembelajaran Jigsaw


1. Pengertian
Model pembelajaran jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif
yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung
jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi
tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997)
Model pembelajaran jigsaw merupakan tipe model pembelajaran
kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4–6
orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif
dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus
dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kapada kelompok yang lain.
(Arends, 1997)
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa
tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga siap
memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang
lain.
2. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Jigsaw
Adapun ciri-ciri pada model pembelajaran jigsaw yaitu:
1. Setiap anggota tim terdiri dari 4-6 orang yang disebut kelompok asal
2. Kelompok asal tersebut dibagi lagi menjadi kelompok ahli
3. Kelompok ahli dari masing-masing kelompok asal berdiskusi
sesuai keahliannya
4. Kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk saling bertukar informasi
25
3. Langkah-Langkah Metode Pembelajaran Jigsaw
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran tipe
jigsaw adalah sebagai berikut:
1. Pengenalan topik. Guru menuliskan topik tersebut di papan tulis dan
menanyakan kepada peserta didik apa yg mereka ketahui mengenai topik
tersebut.
2. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, kelompok ini dinamakan
kelompok asal.
3. Ketika peserta didik telah berkumpul pada kelompok asal, guru bisa
menginstruksikan ketua kelompok untuk membagi tugas anggotanya sesuai
dengan subtopik yg telah ditentukan.
4. Selanjutnya masing2 anggota pada kelompok asal memisahkan diri &
berkumpul dengan anggota kelompok asal yg lain yg memiliki subtopik yg
sama (kelompok ahli).
5. Pada kelompok ahli setiap anggota kelompok akan turut serta
mendiskusikan 1 subtopik yg sama.
6. Pada tahap ini guru dapat berkeliling ke masing2 kelompok ahli untuk
memantau jalannya diskusi.
7. Ketika diskusi pada kelompok ahli telah selesai, setiap anggota kelompok
ahli kembali ke kelompok asal.
8. Ketika semua anggota kelompok asal telah kembali maka masing2 anggota
ahli bergiliran menyampaikan ilmu yg didapat saat diskusi pada kelompok
ahli.
9. Pada tahap selanjutnya, guru bisa menginstruksikan kelompok asal untuk
merangkum hasil diskusi dan menuliskannya pada kertas.
10. Sebelum pembelajaran diakhiri, diadakan diskusi dengan seluruh kelas,
masing2 anggota kelompok asal akan bergiliran mempresentasikan didepan
kelas mengenai hasil rangkuman dari keseluruhan subtopik yg telah mereka
diskusikan. Selanjutnya, guru menutup pembelajaran dengan memberikan
review terhadap topik yang telah dipelajari. (Nurhadi, Agus Gerrard. 2003)

26
4. Kelebihan Metode Pembelajaran Jigsaw
Model pembelajaran jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok
ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya.
2. Mengembangkan kemampuan siswa mengungkapkan ide atau gagasan
dalam memecahkan masalah tanpa takut membuat salah.
3. Dapat meningkatkan kemampuan sosial: mengembangkan rasa percaya diri
dan hubungan interpersonal yang positif.
4. Siswa lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat karena siswa diberikan
kesempatan untuk berdiskusi dan menjelaskan materi pada masing-masing
kelompok.
5. Siswa lebih memahami materi yang diberikan karena dipelajari lebih dalam
dan sederhana dengan anggota kelompoknya.
6. Siswa lebih menguasai materi karena mampu mengajarkan materi tersebut
kepada teman kelompok belajarnya.
7. Siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam kelompok.
8. Materi yang diberikan kepada siswa dapat merata. (Ibrahim, Muhsin dkk.
2000)

5. Kekurangan Metode Pembelajaran Jigsaw


Model pembelajaran jigsaw memiliki beberapa kekurangan yaitu:
1. Siswa yang tidak memiliki rasa percaya diri dalam berdiskusi maka akan
sulit dalam menyampaikan materi pada teman.
2. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung
mengontrol jalannya diskusi.
3. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan
mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai
tenaga ahli.
4. Penugasan anggota kelompok untuk menjadi tim ahli sering tidak sesuai antara
kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajari.
5. Keadaan kondisi kelas yang ramai, sehingga membuat siswa kurang bisa
berkonsentrasi dalam menyampaikan pembelajaran yang dikuasainya.

27
6. Jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah, misal
jika ada anggota yang hanya membonceng dalam menyelesaikan tugas-
tugas dan pasif dalam diskusi.
7. Jika tidak didukung dengan kondisi kelas yang mumpuni (luas) metode sulit
dijalankan mengingat siswa harus beberapa kali berpindah dan berganti
kelompok.
8. Membutuhkan waktu yang lebih lama apalagi bila penataan ruang belum
terkondisi dengan baik, sehingga perlu waktu merubah posisi yang dapat
juga menimbulkan gaduh serta butuh waktu dan persiapan yang matang
sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.

G. Metode Peningkatan Kapasitas Berfikir (SPPKB)


1. Pengertian
Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)
merupakan strategi pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan
kemampuan berpikir siswa melalui telaah fakta – fakta atau pengalaman anak
sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan. Dalam SPPKB, materi
pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada peserta didik. Akan tetapi, peserta
didik dibimbing untuk menemukan sendiri melalui proses dialog dengan
memanfaatkan pengalaman peserta didik.
Menurut Zubaidah (2007:35) dengan memberdayakan kemampuan berpikir
melalui pertanyaan, di samping siswa aktif menjawab pertanyaan ternyata hal
tersebut memicu timbulnya pertanyaan – pertanyaan baru. Pertanyaan –
pertanyaan yang timbul dalam pikiran siswa tersebut menunjukkan bahwa
semakin berkembangnya penalaran siswa.
Sedangkan menurut Wahyana (1986:62) salah satu bentuk komunikasi
adalah bentuk verbal, memberi informasi, bertanya dan mendengar. Dengan suatu
pertanyaan guru, siswa dapat belajar berpikir dengan cara berpikir, memperoleh
kesempatan untuk belajar kreatif supaya menjadi kreatif, dan menjadi sensitif
karena kemampuannya.

28
2. Karakteristik SPPKB.
Sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mengembangkan
kemampuan berpikir, SPPKB pada dasarnya memiliki tiga karakteristik utama,
yaitu sebagai berikut:
a. Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan kepada proses kekuatan
mental siswa secara maksimal. SPPKB bukan model pembelajaran yang
membiarkan siswa untuk pasip atau sekedar mendengar dan mencatat apa yang
disampaikan oleh guru, tetapi menginginkan agar siswa aktif dalam
aktivitas proses berpikir. Setiap kegiatan belajar yang berlangsung disebabkan
dorongan mental yang diatur oleh otak. Karena Pembelajaran disini adalah
peristiwa mental bukan peristiwa behavioral yang lebih menekankan aktivitas
fisik.
Berkaitan dengan karakteristik tersebut, maka dalam proses implementasi
SPPKB perlu diperhatikan hal-hal :
a) Jika belajar tergantung pada bagaimana informasi diproses secara mental,
maka proses kognitif siswa harus menjadi kepedulian pertama para guru.
b) Guru harus mempertimbangkan tingkat perkembangan kognitif siswa ketika
merencanakan topik yang harus dipelajari serta metode apa yang digunakan.
c) Siswa harus mengorganisasi yang mereka pelajari. Dalam hal ini guru harus
membantu agar siswa belajar untuk melihat hubungan antarbagian yang
dipelajari.
d) Guru harus dapat membantu siswa belajar dengan memperlihatkan
bagaimana gagasan baru berhubungan dengan pengetahuan yang telah
mereka miliki.
e) Siswa harus secara aktif merespons apa yang mereka pelajari.
b. SPPKB dilaksanakan dalam situasi dialogis dan proses tanya jawab secara terus-
menerus. Proses pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab itu diarahkan untuk
mengembangkan daya pikir siswa akan masalah yang diajukan, sehingga siswa
menjadi memiliki pandangan tersendiri atas solusi atau cara pemecahan masalah
yang telah diberikan, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat
membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruks sendiri.
c. SPPKB menyandarkan akan dua masalah pokok, yaitu sisi proses dan hasil
belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir,
29
sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan atau
penguasaan materi pembelajaran baru.

3. TAHAP PELAKSANAAN SPPKB


a. Kegiatan awal
a) Tahap orientasi
Pada tahap ini guru mengondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan
pembelajaran Tahap orientasi dilakukan dengan, pertama penjelasan tujuan
yang harus dicapai, baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan
materi pelajaran, maupun tujuan yang berhubungan dengan proses
pembelajaran atau kemampuan berpikir yang harus dimiliki oleh siswa.
Kedua, penjelasan proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa dalam
setiap tahapan proses pembelajaran.
b) Tahap Pelacakan
Tahap pelacakan adalah tahapan penjajakan untuk memahami pengalaman
dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang
akan dibicarakan. Melalui tahapan inilah guru mengembangkan dialog dan
tanya jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah dimiliki
siswa yang dianggap relevan dengan tema yang akan dikaji. Dengan
berbekal pemahaman itulah selanjutnya guru menentukan bagaimana ia
harus mengembangkan dialog dan tanya jawab pada tahapan-tahapan
selanjutnya.
b. Kegiatan Inti
a) Tahap Konfrontasi
Tahap konfrontasi adalah tahapan penyajian persoalan yang harus
dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa.
Untuk merangsang peningkatan kemampuan siswa pada tahapan ini, guru
dapat memberikan persoalan-persoalan yang dilematis yang memerlukan
jawaban atau jalan keluar. Persoalan yang diberikan sesuai dengan tema
atau topic itu tentu saja persoalan yang sesuai dengan kemampuan dasar
atau pengalaman siswa.Pada tahap ini guru harus dapat mengembangkan
dialog agar siswa benar-benar memahami persoalan yang harus dipecahkan.

30
b) Tahap inkuiri
Tahap inkuiri adalah tahapan terpenting dalam Strategi pembelajaran
peningkatan kemampuan berpikir. Pada tahap inilah siswa belajar berpikir
yang sesungguhnya. Melalui tahapan inkuiri siswa diajak untuk
memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh sebab itu guru harus
memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
gagasan dalam upaya penecahan persoalan.
c. Kegiatan akhir
a) Tahap Akomodasi
Tahap akomodasi adalah tahapan pembentukan pengetahuan baru melalui
proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan
kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema pembelajaran. Pada tahap ini
melalui dialog guru membimbing agar siswa dapat menyimpulkan apa yang
mereka temukan dan mereka pahami sekitar topik yang dipermasalahkan.
b) Tahap Treatment
Tahapan dimana guru mengadakan perbaikan pada siswa yang belum bisa
menyimpulkan hasil kegiatan inkuiri.
c) Tahap Transfer
Tahap transfer adalah tahapan penyajian masalah baru yang sepadan dengan
masalah yang disajikan. Tahap transfer dimaksudkan agar agar siswa mampu
menstransfer kemampuan berpikir setiap siswa, untuk memecahkan masalah-
masalah baru. Pada tahap ini guru memberikan tugas-tugas yang sesuai
dengan topic pembahasan.

4. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SPPKB


Adapun kelebihan dan kekurangan dalam SPPKB adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan SPPKB
a) Melatih daya pikir siswa dalam penyelesaiaan masalah yang ditemukan dalam
kehidupannya.
b) Siswa lebih siap menghadapi setiap persoalan yang disajikan oleh guru.
c) Siswa diprioritaskan lebih aktif dalam proses pembelajaran
d) Memberikan kebebasan untuk mengeksplor kemampuan siswa dengan berbagai
media yang ada.
31
b. Kekurangan SPPKB
a) SPPKB yang membutuhkan waktu yang relatif banyak, sehingga jika waktu
pelajaran singkat maka tidak akan berjalan dengan lancar.
b) Siswa yang memiliki kemampuan berpikir rendah akan kesulitan untuk
mengikuti pelajaran, karena siswa selalu akan diarahkan untuk memecahkan
masalah-masalah yang diajukan.
c) Guru atau siswa yang tidak memiliki kesiapan akan SPPKB, akan membuat
proses pembelajaran tidak dapat dilaksanakan sebagai mana seharusnya,
sehingga tujuan yang ingin dicapai tidak dapat terpenuhi.
d) SPPKB hanya dapat diterapkan dengan baik pada sekolah yang sesuai dengan
karakteristik SPPKB itu sendiri.

H. Metode Sinnectics
1. Pengertian
Model sinektik merupakan suatu pendekatan yang menarik dalam upaya
meningkatkan kreatifitas. Model sinektik ini, berorientasi pada peningkatan
kemampuan pemecahan masalah dan pengembangan kreatifitas siswa. Dengan
demikian, para siswa akan tersadar bahwa terdapat beragam persepsi dari masing-
masing individu sehingga dapat saling menghargai satu sama lain dan dapat
menyelesaikan suatu permasalahan atau gagasan

2. Tahapan-Tahapan dalam Metode Sinektik


Tahapan dalam model sinektik ini guna untuk membangun pemikiran pemikiran
siswa yang lebih kreatif menuju kesadaran dan mengembangkan secara nyata baik
individu maupun kelompok. selain itu juga penerapan model pembelajaran sinektik
pada mata pelajaran bertujuan untuk meningkatkan kemapuan berpikir kreatif siswa
tentang mata pelajaran tersebut. Gordon (1961) menggagas sinektik dalam empat
gagasan yang menantang pandangan konvensional tentang kreativitas. Pertama,
kreativitas penting dalam kegiatan sehari-hari. Kedua, proses kreatif sama sekali
tidak misterius. Proses kreatif dapat dideskripsikan dan ditingkatkan melalui
pelatihan. Ketiga, penemuan kreatif serupa pada semua bidang seni, ilmu
pengetahuan, rekayasa dan dicirikan oleh proses-proses intelektual. Ke empat,
bahwa penemuan individu dan kelompok (pemikiran kreatif) adalah sangat mirip.
32
Individu dan kelompok menghasilkan gagasan dan produk dengan gaya yang sangat
mirip.
Lima tahapan model pembelajaran sinektik yang dapat dijadikan acuan guru dan
siswa saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas yaitu input,
penggabungan, analogi personal, ekplorasi, dan analogi baru:
1. Tahap input yakni mengkomunikasikan topik atau materi pembelajaran.
Tahap ini sangat menunjang pada keberhasilan siswa terutama saat memperoleh
materi.
2. Tahap penggabungan proses analogi langsung, perbandingan dan penjelasan
perbedaan. Tahap ini diawali dengan meminta siswa mengajukan pendapat
tentang materi yang sedang dibahas.
3. Tahap analogi personal. Pada tahap ini siswa diminta berperan diri menjadi suatu
objek sesuai dengan materi yang dibahas.
4. Tahap eksplorasi. Dalam tahap ini guru meminta siswa untuk menjelajahi
kembali atau menjelaskan kembali topic atau materi yang dibahas sebelumnya
dengan menggunakan bahasa sendiri.
5. Tahap kelima adalah memunculkan analogi baru. Tahap ini siswa diharapkan
dapat mengajukan analogi langsung yang telah dikuasainya dan mampu
menjelaskan persamaan dan perbedaannya. Tujuan dari kegiatan ini untuk
mengetahui kemampuan berfikir kreatif siswa.

3. Teknik dalam Metode Sinektik


Teknik sinektik merupakan cara yang menyenangkan untuk melibatkan siswa
dalam diskusi yang imajinatif dan menghasilkan strategi pemecahan masalah yang
tidak lazim tetapi dapat dilaksanakan.
Setiap topik dari bidang studi dapat dibahas dalam kelompok diskusi kecil atau
besar, melalui sinektik siswa dapat belajar strategi yang memaksa untuk
memecahkan masalah. Teknik Sinektik dikembangkan oleh William J.J. Gordon,
merupakan teknik berpikir kreatif yag menggunakan analogi dan kiasan untuk
membantu pemikir menganalisis masalah dan mengembangkan berbagai sudut
tinjau. Ada tiga jenis analogi yang digunakan dalam sinektik yaitu analogi fantasi,
analogi langsung dan analogi pribadi. Biasanya yang paling umum digunakan yaitu
analogi fantasi:
33
a. Analogi fantasi yaitu siswa mencari pemecahan yang ideal untuk suatu masalah,
termasuk solusi yang aneh atau tidak lazim.
b. Analogi langsung yaitu siswa diminta untuk menemukan situasi masalah sejajar
dalam situasi kehidupan nyata. Pembeda dari analogi fantasi dan analogi
langsung yaitu bahwa analogi fantasi dapat seluruhnya bersifat fiktif, sedangkan
pada analogi langsung masalahnya dikaitkan dengan kehidupan nyata.
c. Analogi pribadi yaitu siswa menempatkan dirinya dalam peran masalah itu
sendiri.

4. Kelebihan dan Kekurangan Model Sinektik Kelebihan-


kelebihan model sinektik dalam pembelajaran yaitu diantaranya:
1. Model ini bermanfaat untuk mengembangkan pengertian baru pada diri
siswa tentang suatu masalah, sehingga dia sadar bagaimana bertingkah laku
dalam situasi tertentu.
2. Dapat mengembangkan kejelasan pengertian dan internalisasi pada diri
siswa tentang materi baru.
3. Dapat mengembangkan berpikir kreatif, baik pada diri siswa maupun guru.
4. Model ini dilaksanakan dalam suasana kebebasan intelektual dan kesamaan
martabat antara siswa.
5. Model ini meembantu siswa menemukan cara berfikir baru dalam
memecahkan suatu masalah.
Kekurangan model sinektik dalam pembelajaran diantaranya yaitu:
1. Sulit dilakukan oleh guru dan siswa yang sudah terbasa menggunakan cara
lama yang menekankan pada penyampaian informasi.
2. Model ini menitikberatkan pada berpikir reflektif dan imajinatif dalam
situasi tertentu, maka kemungkinan besar siswa kurang menguasai fakta-
fakta dan prosedur pelaksanaan atau keterampilan.
3. Kurang memadainya sarana dan prasarana pendidikan

34
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap pembelajaran yang berhasil tentu saja smembutuhkan sebuah proses yang tidak
mudah. Penggunaan metode-metode pembelajaran juga perlu disesuaikan dengan
situasi dan kondisi siswa yang bersangkutan hal ini dikarenakan setiap siswa memiliki
karakter yang berbeda-beda sehingga seorang guru harus pintar dalam menarik
perhatian siswa saat proses belajar mengajar berlangsung.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya berbagai metode pembelajaran yang ada dapat
meningkatkan minat belajar siwa sechingga siswa terlibat secara aktif.

35
DAFTAR PUSTAKA

B Santos, Cooperative Learning: Penerapan Tekhnik Jigsaw Dalam Pembelajaran Bahasa


Indonesia di SLTP. Buletin Pelangi Pendidikan. Vol. 1. No. 1. 1999.
Lie, Anita. Cooperative Learning. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana. 2002
Sobroto, Suryo. 2009. Prooses Belajar Mengajar DI Sekolah. Jakarta: Rnika Cipta al
Astawan I Gede. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:
Prestasi Pustaka Publishe

36

Anda mungkin juga menyukai