DOSEN PEMBIMBING
HERINAWATI, M.Keb
DiSUSUN OLEH :
1. NURHALIMAH (PO71241220063)
2. DESI TRISMAYENTI (PO71241220064)
3. SRI RAHAYU (PO71241220065)
4. LUSI PUSPAPRIANDINI (PO71241220067)
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses yang komplek dengan tujuan akhir terjadi
perubahan perilaku pada diri seseorang. Sesuai ketentuan yang tercantum dalam
Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN DIKTI) tahun 2014, setiap program studi
wajib dilengkapi dengan target pencapaian pembelajaran sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggaraan program terhadap pemangku kepentingan. Untuk keperluan tersebut,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi c.q. Direktorat Pembelajaran dan
Kemahasiswaan, berdasarkan amanah Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 73 tahun
2013, perlu menyusun Panduan Capaian Pembelajaran (CP) lulusan program studi di
perguruan tinggi. Dalam KKNI, CP didefinisikan sebagai kemampuan yang diperoleh
melalui internalisasi pengetahuan, sikap, ketrampilan, kompetensi, dan akumulasi
pengalaman kerja. CP merupakan penera (alat ukur) dari apa yang diperoleh seseorang
dalam menyelesaikan proses belajar baik terstruktur maupun tidak. Rumusan CP
disusun dalam 4 unsur yaitu sikap dan tata nilai, kemampuan kerja, penguasaan
pengetahuan dan wewenang tanggung jawab.
Komponen capaian pembelajaran yang harus dimiliki lulusan sebuah program
tinggi adalah pengetahuan dan kerjasama tim. Dimana hal ini sebagai dasar dan pondasi
untuk bekerja secara langsung di masyarakat. Penggunaan metode pembelajaran yang
tepat dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bekerja sama dalam tim pada
mahasiswa. Penggunaan metode pembelajaran di perguruan tinggi memerlukan metode
pembelajaran yang relevan dan efektif untuk meningkatkan prestasi belajar yang dalam
hal ini tidak lagi berbentuk teacher centered learning tetapi berganti menggunakan
prinsip student centered learning atau pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa.
Proses pembelajaran ini memberikan ruang kepada peserta didik untuk berpartisispasi
aktif dalam proses belajar mengajar (Dikti, 2014).
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja metode-metode pembelajaran dikelas?
2. Apa saja kelebihan dan kekurangan masing-masing metode pembelajaran
tersebut?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa saja metode-metode pembelajaran dikelas
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing metode
pembelajaran tersebut
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
ini kurang terampil dalam menambah referensi-referensi ilmu yang relevan,
kurang motivasi, dan kepercayaan diri untuk mencapai sebuah tujuan.
b. Tingkat sedang
Pada tahap sedang, siswa sudah dapat menyadari bahwa siswa adalah bagian
dari sebuah proses belajar. Siswa siap dalam mengembangkan konsep-
konsep dalam belajar tetapi pengembangan ini harus dilakukan secara lebih
mendalam pada suatu konsep, harus lebih percaya diri, dan lebih peka
terhadap petunjuk. Siswa pada tahap sedang bisa memahami bagaimana
siswa seharusnya belajar, seperti siswa dapat menetapkan sebuah strategi
dalam belajar. Siswa sudah bisa berorientasi pada masa depan tetapi masih
kurang dalam pengalaman dan motivasinya, serta masih adanya keinginan
akan keterlibatan orang dewasa dalam proses belajar siswa.
c. Tingkat tinggi
Pada tingkatan tinggi, siswa mampu melakukan kemandirian dalam
belajarnya dengan menetapkan tujuan belajar tanpa bantuan dari pihak
manapun. Siswa akan memanfaatkan berbagai sumber belajar untuk dipakai
dalam mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan. Siswa dengan
kemandirian pada tahap tinggi mampu bertanggung jawab, memiliki
manajemen waktu yang teratur, dan banyak mengumpulkan informasi dari
referensi manapun. Siswa dengan kemandirian belajar yang tinggi akan tahu
apa yang harus siswa lakukan, bagaimana siswa harus melakukan, dan
kapan siswa melakukannya. Kesadaran akan pemenuhan kebutuhan belajar
tersebut didasari oleh inisiatif yang dimiliki oleh siswa.
5
dan bakat mereka dalam menggunakan kecerdasan majemuk yang
mereka miliki.
2) Menekankan sumber belajar secara lebih luas baik dari guru maupun
sumber belajar lain yang memenuhi unsur edukasi
3) Mahasiswa dapat mengembangkan pengetahuan, keahlian dan
kemampuan yang dimiliki secara menyeluruh.
4) Pembelajaran mandiri memberikan siswa kesempatan yang luar biasa
untuk mempertajam kesadaran mereka akan lingkungan mereka dan
memungkinkan siswa untuk membuat pilihan-pilihan positif tentang
bagaimana mereka akan memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari.
5) Mahasiswa memiliki kebebasan untuk memilih materi yang sesuai
dengan minat dan kebutuhan. Di samping itu, cara belajar yang dilakukan
sendiri juga lebih menyenangkan.
b. Kekurangan metode self-directed learning yaitu:
1) Siswa bodoh akan semakin bodoh dan siswa pintar akan semakin pintar
karena jarang terjadi interaksi satu sama lainnya.
2) Bagi siswa yang malas, maka siswa tersebut untuk mengembangkan
kemampuannya atau pengetahuannya.
3) Ada beberapa siswa yang membutuhkan saran dari seseorang untuk
memilih materi cocok untuknya atau karena siswa yang bersangkutan
tidak mengetahui sampai seberapa kemampuannya
6
kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang
siswa lebih bergairah dalam bekerja.
Cooperative learning di definisikan sederhana sebagai sekelompok kecil
pembelajaran yang bekerja sama menyelesaikan masalah merampungkan tugas
atau menyelesaikan tugas bersama.Dengan catatan mengharuskan siswa
bekerja sama dan saling bergantung secara positif antar satu sama lain dalam
konteks struktur tugas, struktur tujuan dan struktur reward.
Jadi pembelajaran cooperative merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara 4 sampai 6 orang
yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau
suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap
kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika
kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan
demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.
Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan
tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal
dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka
akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap
individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi
demi keberhasilan kelompok.
7
3. Ciri - Ciri Metode Cooperative Learning
Menurut Stahl (dalam Tukiran Taniredja, dkk, 2011:55) ciri – ciri model
pembelajaran kooperatif adalah:
1) Belajar bersama dengan teman
2) Selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman
3) Saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok
4) Belajar dari teman sendiri dalam berkelompok
5) Belajar dalam kelompok kecil
6) Produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat
7) Keputusan tergantung pada siswa sendiri
8) Siswa aktif
8
siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk saling menghargai
satu sama lain.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan
bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting
dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam
keterampilan sosial.
9
2) Cooperative learning dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain
3) Cooperative learning dapat membantu anak untuk respek pada orang lain
dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala
perbedaan.
4) Cooperative learning dapat membantu memberdayakan setiap siswa
untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
5) Cooperative learning merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk
mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif
dengan yang lain, mengembangkan keterampilan memanage waktu, dan
sikap positif terhadap sekolah.
6) cooperative learning dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa
dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat masalah,
karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
7) Cooperative learning dapat meningkatkan kemampuan siswa
menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.
8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi
dan memberikan rangsangan untuk berpikir.
10
sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap
individu siswa.
dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau
11
pembelajaran dari yang semula sekedar penyampaian informasi menjadi
konstruksi pengetahuan oleh individu melalui belajar kelompok. Dalam belajar
kolaboratif, tidak ada perbedaan tugas untuk masing-masing individu,
melainkan tugas itu milik bersama dan diselesikan secara bersama tanpa
membedakan percakapan belajar siswa.
Dari uraian diatas, kita bisa mengetahui hal yang ditekankan dalam belajar
kolaboratif yaitu bagaimana “cara agar siswa dalam aktivitas belajar kelompok
terjadi adanya kerjasama, interaksi, dan pertukaran informasi”.
a. Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas
sendiri-sendiri.
ditemukan sendiri.
12
f. Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi,
dikumpulan.
yaitu:
Yaitu satu orang ditugasi mengajar yang lain. Jadi, siswa dapat berperan
sebagai pengajar yang disebut tutor, sedangkan siswa yang lain disebut
tutee.
Ada lima elemen dasar yang dibutuhkan agar kerjasama dalam proses
14
menyumbang belajar dan mana yang tidak serta membuat keputusan-keputusan
tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu diubah.
3. Macam-macam bentuk pembelajaran Collaborative Learning
1) Learning Together
menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian didasarkan pada
2) Teams-Games-Tournament (TGT)
diperoleh kelompok.
menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan
forum kelas. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.
15
kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan
Dalam bentuk pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi tugas yang
Para siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil.
16
(menggunakan dua bahasa) dan di antara para siswa yang sangat heterogen.
dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar,
siswa belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar, ia harus
menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun
siswa (berpasangan). Seorang siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain
menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee.
Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah
ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan
dalam kelompoknya.
D. Contextual Instruction
1. Pengertian
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti
hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks). Secara umum
contextual mengandung arti: relevan, ada hubungan atau kaitan langsung,
mengikuti konteks; Yang membawa maksud, makna, dan kepentingan.
Adapun Menurut Wina Sanjaya (2006: 109): Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan
kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan
materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka.
18
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Contextual
Teaching and Learning (pembelajaran kontekstual) adalah konsep
pembelajaran yang membantu pendidik mengaitkan setiap materi yang
dipelajari oleh peserta didik dengan kehidupan sehari-hari atau bidang-bidang
tertentu, sehingga peserta didik dapat merasakan makna dari setiap materi
pelajaran yang diterimanya dan mengimplementasikannya dalam berbagai
aspek kehidupan. Peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan
dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengonstruksi
sendiri, sehingga belajar akan bermakna.
19
4. Prinsip-Prinsip Dalam Pembelajaran Kontekstual
1) Keterkaitan, relevansi (relation)
2) Pengalaman langsung (experiencing)
3) Aplikasi (applying)
4) Alih pengetahuan (transferring)
5) Kerja sama (cooperating)
6) Pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang telahdimiliki pada
situasi lain.
5. Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual
a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajarlebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri,menemukansendiri ,dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuandanketrampilan barunya.
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuksemua topik.
c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Menciptakan masyarakat belajar.
e. Menghadirkan model sebagia contoh belajar.
f. Melakukan refleksi diakhir pertemuan.
g. Melakukan penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara.
20
b. Kekurangan
1) Waktu yang digunakan dalam pembuatan amat banyak karena siswa
ditentukan menemukan sendiri suatu konsep sedangkan guru hanya
berperan sebagai fasilitator, hal ini dapat berakibat pada tahap awal
materi kadang-kadang tidak tuntas
2) Tidak semua komponen pembelajaran konteks dapat diterapkan pada
seluruh materi pembelajaran
kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan
Project Based Learning, atau PJBL adalah model pembelajaran yang yang
memahaminya.
21
Kemudian Sugihartono, DKK (2015: 84) mengungkapkan metode proyek
pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah yang selanjutnya dibahas dari
masalah dari sudut pandang peserta didik sesuai dengan minat dan bakatnya
23
c. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan
problem-problem kompleks.
d. Meningkatkan kolaborasi.
e. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi.
f. Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
g. Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik
dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-
sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
h. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara
kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dengan dunia nyata.
i. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik
maupun pendidik menikmati proses pembelajaran
Namun model pembelajaran ini juga memiliki kekurangan yang dijelaskan
Daryanto dan Raharjo (2012: 162), yaitu:
a) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
b) Membutuhkan biaya yang cukup banyak
c) Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas
tradisional, dimana instruktur memegang peran utama
dikelas.
d) Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
e) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan
dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
f) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam
bekerja kelompok
g) Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing
kelompok berbeda dikhawatirkan peserta didik tidak bisa
memahami topik secara keseluruhan
24
h) Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, dimana
instruktur memegang peran utama dikelas.
i) Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
j) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan
pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
k) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam bekerja kelompok
l) Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda
m) dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
26
4. Kelebihan Metode Pembelajaran Jigsaw
Model pembelajaran jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok
ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya.
2. Mengembangkan kemampuan siswa mengungkapkan ide atau gagasan
dalam memecahkan masalah tanpa takut membuat salah.
3. Dapat meningkatkan kemampuan sosial: mengembangkan rasa percaya diri
dan hubungan interpersonal yang positif.
4. Siswa lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat karena siswa diberikan
kesempatan untuk berdiskusi dan menjelaskan materi pada masing-masing
kelompok.
5. Siswa lebih memahami materi yang diberikan karena dipelajari lebih dalam
dan sederhana dengan anggota kelompoknya.
6. Siswa lebih menguasai materi karena mampu mengajarkan materi tersebut
kepada teman kelompok belajarnya.
7. Siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam kelompok.
8. Materi yang diberikan kepada siswa dapat merata. (Ibrahim, Muhsin dkk.
2000)
27
6. Jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah, misal
jika ada anggota yang hanya membonceng dalam menyelesaikan tugas-
tugas dan pasif dalam diskusi.
7. Jika tidak didukung dengan kondisi kelas yang mumpuni (luas) metode sulit
dijalankan mengingat siswa harus beberapa kali berpindah dan berganti
kelompok.
8. Membutuhkan waktu yang lebih lama apalagi bila penataan ruang belum
terkondisi dengan baik, sehingga perlu waktu merubah posisi yang dapat
juga menimbulkan gaduh serta butuh waktu dan persiapan yang matang
sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
28
2. Karakteristik SPPKB.
Sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mengembangkan
kemampuan berpikir, SPPKB pada dasarnya memiliki tiga karakteristik utama,
yaitu sebagai berikut:
a. Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan kepada proses kekuatan
mental siswa secara maksimal. SPPKB bukan model pembelajaran yang
membiarkan siswa untuk pasip atau sekedar mendengar dan mencatat apa yang
disampaikan oleh guru, tetapi menginginkan agar siswa aktif dalam
aktivitas proses berpikir. Setiap kegiatan belajar yang berlangsung disebabkan
dorongan mental yang diatur oleh otak. Karena Pembelajaran disini adalah
peristiwa mental bukan peristiwa behavioral yang lebih menekankan aktivitas
fisik.
Berkaitan dengan karakteristik tersebut, maka dalam proses implementasi
SPPKB perlu diperhatikan hal-hal :
a) Jika belajar tergantung pada bagaimana informasi diproses secara mental,
maka proses kognitif siswa harus menjadi kepedulian pertama para guru.
b) Guru harus mempertimbangkan tingkat perkembangan kognitif siswa ketika
merencanakan topik yang harus dipelajari serta metode apa yang digunakan.
c) Siswa harus mengorganisasi yang mereka pelajari. Dalam hal ini guru harus
membantu agar siswa belajar untuk melihat hubungan antarbagian yang
dipelajari.
d) Guru harus dapat membantu siswa belajar dengan memperlihatkan
bagaimana gagasan baru berhubungan dengan pengetahuan yang telah
mereka miliki.
e) Siswa harus secara aktif merespons apa yang mereka pelajari.
b. SPPKB dilaksanakan dalam situasi dialogis dan proses tanya jawab secara terus-
menerus. Proses pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab itu diarahkan untuk
mengembangkan daya pikir siswa akan masalah yang diajukan, sehingga siswa
menjadi memiliki pandangan tersendiri atas solusi atau cara pemecahan masalah
yang telah diberikan, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat
membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruks sendiri.
c. SPPKB menyandarkan akan dua masalah pokok, yaitu sisi proses dan hasil
belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir,
29
sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan atau
penguasaan materi pembelajaran baru.
30
b) Tahap inkuiri
Tahap inkuiri adalah tahapan terpenting dalam Strategi pembelajaran
peningkatan kemampuan berpikir. Pada tahap inilah siswa belajar berpikir
yang sesungguhnya. Melalui tahapan inkuiri siswa diajak untuk
memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh sebab itu guru harus
memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
gagasan dalam upaya penecahan persoalan.
c. Kegiatan akhir
a) Tahap Akomodasi
Tahap akomodasi adalah tahapan pembentukan pengetahuan baru melalui
proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan
kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema pembelajaran. Pada tahap ini
melalui dialog guru membimbing agar siswa dapat menyimpulkan apa yang
mereka temukan dan mereka pahami sekitar topik yang dipermasalahkan.
b) Tahap Treatment
Tahapan dimana guru mengadakan perbaikan pada siswa yang belum bisa
menyimpulkan hasil kegiatan inkuiri.
c) Tahap Transfer
Tahap transfer adalah tahapan penyajian masalah baru yang sepadan dengan
masalah yang disajikan. Tahap transfer dimaksudkan agar agar siswa mampu
menstransfer kemampuan berpikir setiap siswa, untuk memecahkan masalah-
masalah baru. Pada tahap ini guru memberikan tugas-tugas yang sesuai
dengan topic pembahasan.
H. Metode Sinnectics
1. Pengertian
Model sinektik merupakan suatu pendekatan yang menarik dalam upaya
meningkatkan kreatifitas. Model sinektik ini, berorientasi pada peningkatan
kemampuan pemecahan masalah dan pengembangan kreatifitas siswa. Dengan
demikian, para siswa akan tersadar bahwa terdapat beragam persepsi dari masing-
masing individu sehingga dapat saling menghargai satu sama lain dan dapat
menyelesaikan suatu permasalahan atau gagasan
34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap pembelajaran yang berhasil tentu saja smembutuhkan sebuah proses yang tidak
mudah. Penggunaan metode-metode pembelajaran juga perlu disesuaikan dengan
situasi dan kondisi siswa yang bersangkutan hal ini dikarenakan setiap siswa memiliki
karakter yang berbeda-beda sehingga seorang guru harus pintar dalam menarik
perhatian siswa saat proses belajar mengajar berlangsung.
B. Saran
Diharapkan dengan adanya berbagai metode pembelajaran yang ada dapat
meningkatkan minat belajar siwa sechingga siswa terlibat secara aktif.
35
DAFTAR PUSTAKA
36