Anda di halaman 1dari 1

Kemarau Penghujan

Besok hari yang ku benci, tapi sangat ku nikmati. Aku kurang paham entah ini insomnia atau hal yang
sudah menjadi kebiasaan. Setiap malam berusaha untuk tidur, hanya menutup mata, apa susahnya?
Tapi kenapa aku selalu memulai mimpiku bahkan sebelum terlelap. Hal yang selalu tidak bisa ku
pahami, karena memikirkannya saja sudah mengurangi waktu tidurku. Hampir disetiap harinya, tapi
terkadang kebiasaan itu hilang, bukan karena suntuk ataupun lelah. Oh iya, ini musim kemarau.
Hanya saja, hujan menunjukan egonya untuk tampil kepada semesta.

Suara syahdu dari rintik yang jatuh di atap sebuah kanopi. Sangat berisik, namun lebih menenangkan
dari pada dongeng guru Bahasa Indonesia yang selalu memberi ulangan diakhir pelajaran. Sudah
larut, tetapi waktu yang cukup untuk memulai mimpi yang sewajarnya.

Alarm berbunyi berseruan dengan Tarhim yang berkumandang di masjid belakang rumah. Sudah dua
jam, dan ku berlari ke kamar mandi, agar bisa shubuh sebelum ku berangkat. Hari ini aku dapat
mapel yang membosankan, tapi selalu membuatku bersemangat di perjalanan, hanya di perjalanan.

Mengendarai motor melintasi jalan sepi, mungkin hanya berpapasan dengan seorang ayah dengan
anaknya yang pulang seusai menunaikan sholat shubuh di masjid. Atau sepasang suami istri yang
mengangkut sayuran untuk dijual di pasar. Temaram yang sesekali diterangi lampu jalanan yang
masih menyala dan aroma uapan air hujan dari aspal yang sangat khas tercium karena polusi dari
kendaraan yang ramai belum mengganggu penciumanku pagi itu. Sangat menenangkan seakan aku
ingin melanjutkan mimpiku setelah perjalanan ini. Mungkin mimpi itu akan sangat lama karena ku
akan enggan untuk terbangun.

Sialnya, itu semua hanya angan-angan. Aku harus sampai di lapangan sebelum pukul lima tiga puluh.
Guru sudah menyuruh muridnya untuk mengabsen. Tepat waktu, tidak… karena waktu yang tepat
untuk saat ini yaitu aku tetap dikasur ku. Gerimis… tapi pelajaran tetap berlanjut, cukup dingin. Guru
itu mengajar dua kelas dan salah satunya kelas ku. Entah apa yang beliau terangkan kepada
muridnya, karena teman-temanku sibuk menyembunyikan tangannya ke saku, mulai kedinginan. Aku
melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan teman ku. Tidak, bukan hanya tangan… tetapi
perasaan yang ku yakini tidak akan ku rasakan lagi. Dia duduk menghadap ku sambil mendengarkan
guru. Aku lega, karena ada teman yang aku kenal duduk di barisanya.

Anda mungkin juga menyukai