Anda di halaman 1dari 24

Limfoma Non-Hodgkin Primer Tulang

Pada Pasien dengan Manifestasi Menyerupai Artritis Septik

Farah Pratiwi Rischy, Faridin HP1, Tutik Hardjianti2


1
Divisi Rheumatologi
2
Divisi Hemato Onkologi Medik
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

I. PENDAHULUAN

Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening dan

jaringan limfoid. Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma dapat dibagi menjadi dua

kelompok besar yaitu Limfoma Non Hodgkin (LNH) dan Hodgkin.. 1 Limfoma Non-

Hodgkin adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat berasal dari limfosit

B, limfosit T, dan kadang berasal dari sel natural killer (NK) yang berada dalam

sistem limfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis,

respon terhadap pengobatan, maupun prognosis.2

Limfoma tulang merupakan jenis keganasan yang jarang terjadi, hanya

sekitar 7% dari seluruh keganasan tulang, kurang dari 1% dari keganasan limfoma,

dengan kejadian didominasi oleh pria dengan perbandingan 1,5:1.3,4 5 Limfoma primer

tulang sebagian besar merupakan limfoma non hodgkin dengan tipe dominan berupa

Diffuse large B-cell limfoma3,6 Tulang femur merupakan lokasi yang paling sering

terjadinya limfoma tulang sebanyak 27% selain itu juga diikuti tulang pelvis, tibia-

fibula, humerus, spine dan lainnya.3,4

Pasien dengan limfoma tulang biasanya disertai gejala nyeri pada

tulang.3,4,6 Meskipun diketahui presentasi limfoma primer tulang pada umumnya,

namun penyakit ini masih sering misdiagnosa. Seperti pada serial kasus yang

dilaporkan oleh Mika dkk, 3 pasien awalnya ditangani sebagai osteomyelitis yang

kemudian pada akhirnya diagnosa berubah menjadi suatu limfoma primer tulang.7

1
Keganasan pada tulang dan jaringan lunak sering menyerupai proses

penyakit lain utamanya infeksi sehingga merupakan suatu masalah dalam kesulitan

mendiagnosa, baik secara klinis dan histologis. Dianjurkan pada setiap kecurigaan

tumor dilakukan pemeriksaan kultur dan pada setiap kecurigaan abses dilakukan

pemeriksaan biopsi untuk menegakkan diagnosa. Suatu tumor didiagnosa dan diterapi

sebagai suatu infeksi bukan hal yang tidak biasa.8 Oleh karenanya berikut kami

laporkan satu kasus LNH primer tulang dengan manifestasi menyerupai arthtitis

septik pada seorang laki-laki usia 39 tahun.

II. LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki, Tn.S, umur 39 tahun, pekerjaan pegawai swasta, datang ke

RS dengan keluhan nyeri pada lutut kiri sejak 4 bulan sebelum masuk RS, nyeri

dirasakan terus menerus dan terutama saat digerakkan, tidak menjalar, serta dirasakan

semakin memberat dalam 1 minggu terakhir hingga pasien sulit berjalan. Riwayat

trauma tidak ada.

Selain nyeri juga disertai dengan keluhan bengkak pada lutut kiri. Pasien juga

pernah mengalami hal yang serupa yaitu bengkak pada lutut kiri dan pernah dilakukan

evakuasi cairan sendi sebanyak 2 kali pertama pada bulan Juli 2019, saat itu

dilakukan aspirasi cairan sendi sebanyak 20cc warna kuning kemudian keluhan

muncul kembali pada Agustus 2019 dan dilakukan aspirasi cairan sendi sebanyak

20cc warna kuning kemudian dilanjutkan injeksi steroid intraartikular.

Demam tidak ada, riwayat batuk dan sesak napas tidak ada, tidak didapatkan

penurunan berat badan drastis, keringat malam disangkal. Riwayat luka pada lutut

sebelumnya tidak ada, serta tidak ada riwayat tumor dalam keluarga.

2
Dari pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran

komposmentis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 97 kali/menit, pernapasan 20

kali/menit, suhu 370C, berat badan 65 kg, tinggi badan 172 cm, indeks massa tubuh

22.03 kg/m2 (normoweight), dan VAS 6/10 jika digerakkan.

Pada pemeriksaan kepala konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil

isokor, refleks cahaya kesan normal. Pada pemeriksaan leher tidak didapatkan

pembesaran kelenjar limfe daerah preaurikular, postaurikular, oksipital, tonsilar,

submandibular, submental, servikal dan supraklavikular, serta tidak ada pembesaran

kelenjar limfe aksial. Tidak didapatkan pembesaran tiroid, tidak ada deviasi trakea

dan desakan vena sentral R+0 cmH2O.

Pada pemeriksaan thorax tampak simetris kiri dan kanan, taktil fremitus kiri

sama dengan kanan, perkusi sonor, batas paru-hepar ICS V kanan depan, bunyi

pernapasan vesikular, tidak didapatkan ronkhi dan wheezing pada kedua paru. Pada

pemeriksaan jantung iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba, batas jantung kanan

pada linea parasternalis dextra, batas jantung kiri linea midclavicularis ICS V. Bunyi

jantung I/II murni regular, tidak didapatkan bunyi tambahan.

Pada pemeriksaan abdomen, perut tampak datar, ikut gerak napas, peristaltik

kesan normal, tidak ditemukan massa tumor dan pembesaran hepar/limpa.

Pada pemeriksaan ekstremitas inferior tidak didapatkan pembesaran kelenjar

limfe daerah inguinal, pada pemeriksaan genu sinistra didapatkan adanya efusi,

dolor, kalor, efusi, nyeri tekan, ROM terbatas karena nyeri, dan krepitasi sulit dinilai.

3
Gambar 1. Foto klinis pasien saat masuk rumah sakit

Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan hasil laboratorium :

Tabel 1. Hasil laboratorium RS Wahidin Sudirohusodo (11/10/2019)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
WBC 16.7 4.0-11.0 10^3/μl
HGB 15 13.0-16.0 g/dL
PLT 321 150-450 10^3/μL
MCV 84 80-100 um3
MCH 28 27.0-34.0 pg
MCHC 34 31.0-36.0 g/dl
HCT 44 40.0-50.0 %
NEUT 70.9 50.0-70.0 %
Ureum 14 0-53 mg/Dl
Kreatinin 0.9 0.6-1.3 mg/dL
SGOT 38 < 35 U/L
SGPT 44 < 45 U/L
LED I/II 62/85 <10 mm
LDH 377 210-425 U/L

4
Pada pemeriksaan foto genu sinistra AP/lateral 15/06/2019 (Klinik Radiologi

dr.Sjahril Ilyas, Sp.Rad):

- Distal femur, os patella dan proximal tibia-fibula kiri intak, tidak ada dislokasi

- Spur kecil pada tepi condylus lateral femur

- Celah sendi baik, tidak menyempit

- Mineralisasi tulang dalam batas normal

- Jaringan lunak sekitar normal

Kesan: OA genu sinistra, grade I

Pada pemeriksaan foto genu sinistra AP/lateral 8/10/2019:

- Allignment tulang baik

- Tampak lesi porotik disertai lesi litik pada metaphysia anterolateral bagian

distal os femur. Ada periosteal reaction.

- Densitas patella heterogen

- Celah sendi genu melebar

- Soft tissue swelling

5
Kesan: sesuai gambaran osteomielitis pada os femur distal

Pasien kemudian didiagnosa dengan efusi genu sinistra ec susp.arthtritis

septik dan pasien diberikan antibiotik serta analgetik. Pasien juga dilakukan aspirasi

cairan sendi sebanyak 20 cc warna kuning dan diperiksaan sitologi, analisa cairan

sendi, serta kultur dan tes sensitivitas antibiotik. Pasien kemudian dikonsulkan ke TS

Orthopedi dan rencana dilakukan pemeriksaan MRI serta menunggu hasil analisa dan

sitologi dari cairan efusi genu sebelumnya.

Tabel 2. Hasil analisa cairan efusi genu RS Wahidin Sudirohusodo (14/10/2019)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Volume 10 cc
Warna Kuning keruh Jernih/tidak berwarna
BJ 1.015 <11.018
PH 8.0 -
Bekuan Tidak ada Baik
Viscositas 1 cm <6
Tes Mucin sedang Baik
Hitung jumlah 325 <200
leukosit

6
Hitung jenis leukosit PMN 20%, 60-70% mononukleus
MN80%
RF 15.6 <20 IU/ml
Glukosa 139 <10
Total Protein 4.4 < 6.8-8.7

Pada pemeriksaan Foto Thoraks AP (tanggal 15/10/2019) didapatkan gambaran :

- Corakan bronkovaskuler dalam batas normal

- Tidak tampak proses spesifik pada kedua lapangan paru

- Cor : kesan normal, aorta normal

- Kedua sinus costophrenicus dan diafragma baik

- Tulang-tulang yang tervisualisasi intak

- Jaringan lunak sekitar kesan baik

Kesan : Tidak ditemukan kelainan radiologik pada foto thorax ini

Pada pemeriksaan Foto MRI Genu sinistra (17/10/2019) didapatkan :

- Allignment sendi femorotibial dan femoropatellar sinistra baik

- Tampak massa heterogen dominan isointens pada T1W1, light intensity pada

T2W1, hiperintens di FatSep dan hipointens di Watersep menyangat heterogen

7
post kontras kesan berasal dari soft tissue ekstraskeletal rego distal os femur

sinistra yang meluas hingga +/- 9,5 cm ke cranial dari condylus lateralis os

femur sinistra dan menutupi ligamentum collateral medial disertai multiple

lesi litik pada distal epifisis bone marrow os femur sinistra dan mendestruksi

sis lareal dari epimetafisis os femur sinistra

- Lesi hiperintens di T1W1, T2W1, fatsep dan hipointens di Watersep pada

regio suprapatella dan poplitea sinsitra

- Intensitas marrow tulang os femur, patella, proximal tibia lainnya masoh

tampak normal

- PCL: Bentuk, letk, ukuran, sudut dan intensitas dalam batas normal. Tidak

tampak intensitas cairan di sekitarnya

- ACL: Bentuk, letak, ukuran dan intensitas dalam batas normal. Tidak tampak

intensitas cairan di sekitar

- Meniscus medial: bentuk, letak, dan ukuran serta intensitas dalam batas

normal

- Meniscus lateral: bentuk, letak, dan ukuran serta intensitas dalam batas normal

Kesan :

- Soft tissue mass ekstraskeletal regio lateral distal femur sinistra yang meluas

hingga +/- 9.5cm ke cranial dari condylum lateralis os femur sinistra dan

mendestruksi sisi lateral dari epimetafisis os femur sinistra sugestif suatu

sarcoma

- Joint effusion rego suprapatellar et poplitea sinistra

8
Pada tanggal 17 Oktober 2019 keluar hasil sitologi dari cairan efusi genu yakni:

Sediaan apusan terdiri dari sebaran sel-sel neutrofil sangat padat, beberapa makrofag,

dan eritrosit

Pembesaran objektif 4x

9
Pembesaran objektif 10x

Pembesaran objektif 40x

Kesan: radang suppuratif

Kemudian keluar hasil pewarnaan BTA cairan efusi genu negatif serta hasil kultur

tidak ada pertumbuhan bakteri

Dari TS Orthopedi kemudian melakukan open biopsy pada tanggal 21/10/2019


dengan hasil sitologi sebagai berikut:

Pembesaran objektif 4x

10
Pembesaran objektif 10x

Pembesaran objektif 40x

Mikroskopik : I. (berasal dari jaringan tulang) : sediaan jaringan intrabone terdiri

dari trabekel-trabekel tulang, jaringan lemak, jaringan ikat,

pembuluh darah dengan sel-sel radang limfosit, sel plasma, dan

histiosit yang sangat padat.

II. (berasal dari soft tissue) : sediaan jaringan soft tissue terdiri dari

jaringan ikat, jaringan lemak, pembuluh darah, dengan sel-sel

radang.

Kesimpulan: peradangan kronik non spesifik

11
TS Orthopedi kemudian merencanakan untuk melakukan debridement dan open

biopsy kembali pada tanggal 7 November 2019. Dengan hasil sitologi:

Pembesaran objektif 10x

Pembesaran objektif 40x

Mikroskopik : A (lesi bone superfisial) dan B (lesi bone deep). Jaringan terdiri dari

jaringan ikat, jaringan nekrotik, proliferasi kapiler dengan sebukan

sel-sel radang limfosit, histiosit dan sel plasma dan netrofil cukup

padat, diantaranya tampak trabekel tulang. Tidak ditemukan

gambaramn malignitas pada sediaan yang diperiksa

Kesimpulan:osteomyelitis kronik non spesifik

12
Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan imunohistokimia

IHC Vimentin objektif 10x IHC Vimentin objektif 40x

IHC review Vimentin

IHC LCA objektif 10x IHC LCA objektif 40x

IHC review LCA/CD45

13
IHC review Citokeratin

IHC review Chromogranin

IHC review CD20

14
IHC review CD3

IHC review CD30


Kesimpulan:

- CD45 (LCA) positif

- Vimentin positif

- CD20 positif

Catatan: dari hasil pemeriksaan imunohistokimia di atas mengarahkan ke

diagnosa Diffuse Large B Cell Lymphoma

Setelah didapatkan hasil pemeriksaan imunohistokimia ini pasien

kemudian dikonsul ke divisi Hematoonkologi medik kemudian dilakukan

pemeriksaan USG abdomen untuk melihat apakah ada limfadenopati intraabdomen

dan didapatkan hasil usg abdomen dalam batas normal, kemudian pasien didiagnosa

15
dengan Lymphoma Non Hodgkin CD20 positif (Diffus Large B Cell Lymphoma)

primer tulang (os femur). Pasien kemudian diberikan regimen kemoterapi berupa R-

CHOP (rituximab, cyclophosphamide, doxorubicin hydrochloride, vincristin,

prednison). Pasien saat ini telah menjalani kemoterapi siklus 5, perbaikan klinis mulai

terlihat setelah kemoterapi siklus pertama dimana sejak saat itu lutut kiri pasien sudah

tidak pernah bengkak ataupun nyeri.

III. DISKUSI

Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah

bening dan jaringan limfoid. Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma dapat dibagi

menjadi dua kelompok besar yaitu Limfoma Non Hodgkin (LNH) dan Hodgkin. 1

Limfoma Non-Hodgkin adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat

berasal dari limfosit B, limfosit T, dan kadang berasal dari sel natiral killer (NK)

yang berada dalam sistem limfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala,

perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. Pada LNH sebuah

sel limfosit berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya

tumor.2

Limfoma Non Hodgkin merupakan keadaan klinis yang kompleks dan

bervariasi dalam hal patobiologi maupun perjalanan penyakit. Insidensnya berkisar

63.910 kasus pada tahun 2007 di Amerika Serikat dan merupkaan penyebab kematian

utama pada kanker pada pria usia 20-39 tahun. Di Indonesia, LNH bersama-sama

dengan limfoma Hodgkin dan leukemia menduduki urutan peringkat keganasan ke-
1
6. Limfoma tulang merupakan jenis keganasan yang jarang terjadi, hanya sekitar 7%

dari seluruh keganasan tulang, kurang dari 1% dari keganasan limfoma, dengan

kejadian didominasi oleh pria dengan perbandingan 1,5:1.3,4 Limfoma primer tulang

16
ini biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun dan setengahnya di atas 60 tahun. 6 Pada

kasus ini didapatkan pada seorang pria dengan usia di atas 30 tahun.

Limfoma tulang dapat merupakan keganasan primer tulang ataupun

sekunder dari sistemik.3 Limfoma primer tulang merupakan penyakit yang jarang dan

ditemukan pertama kali oleh Oberling pada tahun 1928.6 Penyebab dari limfoma

primer tulang ini belum diketahui.5 Limfoma primer tulang sebagian besar merupakan

limfoma non hodgkin dengan tipe dominan berupa Diffuse large B-cell limfoma3,6

Tulang femur merupakan lokasi yang paling sering terjadinya limfoma

tulang sebanyak 27% selain itu juga diikuti tulang pelvis, tibia-fibula, humerus, spine

dan lainnya.3,4 Dikatakan limfoma primer pada tulang jika: 1) terjadi pada satu lokasi

tulang tanpa adanya keterlibatan kelenjar limfe regional; atau 2) terjadi pada beberapa

lokasi tulang tanpa disertai keterlibatan kelenjar limfe.3

Pasien dengan limfoma tulang biasanya disertai gejala nyeri pada

tulang.3,4,6 Penyakit limfoma primer tulang ini biasanya dirujuk ke rheumatologist dan

misdiagnosa dengan penyakit rematik. Osteomyelitis kronik, tumor metastasis tulang

dan tumor primer tulang lainnya seperti osteosarcoma harus dieksklusi untuk

menentukan diagnosa.5 Beberapa pasien biasanya datang dengan adanya massa yang

teraba. Pasien dengan keganasan limfoma primer tulang jarang disertai dengan gejala

sistemik atau B symptoms seperti demam atau keringat malam. Selain itu pasien

dengan limfoma primer tulang juga biasanya disertai fraktur patologis.3,4,6

Meskipun diketahui presentasi klinis limfoma primer tulang pada

umumnya, namun penyakit ini masih sering misdiagnosa. Seperti pada serial kasus

yang dilaporkan oleh Mika dkk, 3 pasien awalnya ditangani sebagai osteomyelitis

yang kemudian pada akhirnya diagnosa berubah menjadi suatu limfoma primer

tulang.7 Keganasan pada tulang dan jaringan lunak sering menyerupai proses penyakit

17
lain utamanya infeksi sehingga merupakan suatu masalah dalam kesulitan

mendiagnosa, baik secara klinis dan histologis. Dianjurkan pada setiap kecurigaan

tumor dilakukan pemeriksaan kultur dan pada setiap kecurigaan abses dilakukan

pemeriksaan biopsi untuk menegakkan diagnosa. Suatu tumor didiagnosa dan diterapi

sebagai suatu infeksi bukan hal yang tidak biasa.8

Seperti halnya pada pasien ini, pasien awalnya datang dengan keluhan

bengkak pada lutut kiri yang awalnya didiagnosa dengan osteoarthtritis kemudian

efusi genu kembali berulang dan dicurigai suatu arthtritis septik dengan osteomyelitis.

Namun setelah dilakukan pemeriksaan analisa dan kultur cairan efusi genu, diagnosa

arthtritis septik tidak dapat ditegakkan. Artritis septik adalah infeksi pada sinovium

yang disebabkan oleh bakteri. Infeksi pada sinovium mengakibatkan terbentuknya pus

pada rongga sinovial. Artritis septik lebih sering mengenai satu sendi/ monoartritis

daripada poliartritis. Sendi besar lebih sering dikenai daripada sendi kecil, dimana

terutama mengenai sendi lutut9. Dimana pada pasien ini terjadi pada satu

sendi/monoartritis yaitu pada sendi besar dalam hal ini sendi lutut. Masuknya kuman

kedalam sendi dapat terjadi secara hematogen ataupun secara langsung, misalnya

akibat trauma ataupun iatrogenik pada sendi yang bersangkutan.9 Pada pasien ini

tidak ada riwayat trauma sebelumnya namun saat pasien masuk rumah sakit untuk

keluhan bengkak pada lutut yang terakhir kalinya, sebelumnya pasien ada keluhan

yang sama dan telah dilakukan aspirasi cairan sendi. Untuk memastikan diagnosis

perlu dilakukan analisa cairan sendi. Pada saat dilakukan aspirasi cairan, akan tampak

cairan berwarna keruh. Dari analisis cairan sinovial didapatkan jumlah leukosit

>50.000/mm3, sebagian besar terdiri dari PMN. Bila pada hitung leukosit darah

ditemukan jumlahnya >11.000/mm3, LED >20mm/1jam dan leukosit pada cairan

sendi >50.000/mm3, mempunyai sensitivitas secara berturut-turut sebesar 75%, 75%

18
dan 50% serta spesifisitas sebesar 55%, 11% dan 88%. Secara keseluruhan bila ketiga

pemeriksaan tersebut dikombinasikan, mempunyai sensitivitas 100%, akan tetapi

spesifitasnya hanya 24%.9 Pada pasien ini didapatkan leukosit darah >11.000/mm3

yakni 16.700/mm3, LED >20 mm yakni 62mm/jam, namun pada analisa cairan

jumlah leukosit <50.000 dan didominasi oleh monosit bukan PMN.

Gambaran radiologi pada limfoma primer tulang sangat beragam dan non

spesifik. Umumnya didapatkan gambaran destruksi hampir pada keseluruhan tulang

(lebih dari setengah tulangnya), selain itu terkadang juga didapatkan variasi berupa

gambaran sklerotik ataupun campuran keduanya antara lesi litik dan sklerotik yang

membuat gambaran moth-eaten.3,4 Biasanya terdapat destruksi dari korteks dan

massa jaringan lunak yang besar. 3 Beberapa literatur menyebutkan bahwa gambaran

radiologi konvensional pada LNH primer tulang secara tipikal berupa gambaran

osteolitik atau campuran litik dan sklerotik pada tulang yang destruksi dengan batas

yang tidak jelas, juga biasanya disertai dengan massa soft tissue10,11

Limfoma primer tulang terdiri dari 92% merupakan large B cell type dan

hanya 3% diffuse follicle centre cell, 3% anaplastic large cell dan 2% immunocytoma.

Pada pemeriksaan imunofenotipe, kebanyakan limfoma primer tulang merupakan

neoplasma sel B sehingga ditandai dengan didapatkannya pewarnaan dengan CD20

positif.3 sama halnya yang didapatkan pada pasien ini.

Klasifikasi limfoma tulang berdasarkan sistem Ann Arbor dibagi menjadi 4

stadium, yaitu12 :

- Stadium IE : lesi tunggal pada tulang

- Stadium IIE : lesi tunggal pada tulang dengan keterlibatan kelenjar limfe

regional

19
- Stadium IVE : penyakit multifokal pada satu tulang tanpa keterlibatan

kelenjar limfe atau penyakit viseral; keterlibatan beberapa tulang tanpa

keterlibatan kelenjar limfe atau penyakit viseral (polyostotic lymphoma).

- Stadium IV : limfoma diseminata dengan setidaknya satu lesi pada tulang.

Pada pasien termasuk dalam stadium IE yatu lesi tunggal pada tulang

femur sinistra, belum ada keterlibatan kelenjar limfe. Diagnosa banding dari limfoma

primer tulang mencakup osteomyelitis kronik, sarcoma primer tulang, infiltrasi

leukemia, Ewing sarcoma, dan metastasis sarkoma.4 Seperti halnya pada pasien yang

awalnya diperkirakan suatua osteomyelitis yang dapat dipikirkan akibat dari artritis

septik dan juga dari hasil MRI yang menyebutkan adanya suatu sarcoma.

Limfoma primer tulang dengan tipe DLBCL diterapi dengan radioterapi

dan kemoterapi. Dosis radioterapi dengan kisaran 2000-6150 centigrays (cGy) dengan

dosis rerata 4400 cGy. Regimen kemoterapi terdiri dari cyclophosphamide,

doxorubicin, vincristine dan prednison dengan atau tanpa rituximab.4 Telah

dilaporkan bahwa kombinasi kemoterapi dan radioterapi dapat memperpanjang

kesintasan pasien dibandingkan dengan pemberian radioterapi saja.13 Angka

kesintasan meningkat pada pasien dengan CD20 positif yang diberikan tambahan

regiemen rituximab pada regimen kemoterapi CHOP.4,14 Studi Ramadan dkk

menunjukkan angka progression-free survival 3 tahun pasien yang mendapatkan

regimen R-CHOP sebesar 88% dibandingkan 52% pada pasien yang hanya

mendapatkan regimen CHOP.14 Pada pasien ini diberikan kemoterapi R-CHOP yang

dilanjutkan dengan radioterapi. Setelah kemoterapi siklus ke-2, klinis pasien mulai

membaik, efusi genu dan rasa nyeri tulang sudah tidak ada.

Limfoma primer tulang memimiliki prognosis yang lebih baik

dibandingkan keganasan tulang lainnya seperti osteosarcoma atau limfoma sekunder

20
dari tulang5. Data menunjukkan kesintasan 5 tahun sebanyak 61% dan angka bebas

progresi penyakit pada 5 tahun sebesar 46%. Usia juga mempengaruhi kesintasan

dimana pasien dengan usia >60 tahun memiliki kesaintasan yang lebih rendah.

Berdasarkan klasifikasi Ann Arbor, tidak ada perbedaan kesintasan atara pasien

stadium I dan II, selanjutnya kecenderungan prognosis lebih buruk didapatkan pada

pasien dengan stadium IV.3. Dengan penangaan yang tepat, angka kesembuhan dalam

5 tahun pada pasien di bawah 60 tahun dapat mencapai hingga 90%. Namun, adanya

keterlambatan diagnosa dapat mempengaruhi prognosis dimana melibatkan stadium

dari penyakit. Oleh karenanya, pasien dengan nyeri tulang yang persisten tanpa

penyebab yang jelas harus dievaluasi lebih baik. Jika ditemukan keraguan akan suatu

lesi pada radiografi maka dianjurkan untuk melakukan biopsi untuk menegakkan

diagnosa definitif.6

Untuk menilai prognosis pada pasien limfoma non-hodgkin digunakan

International Prognostic Index.15

International Prognostic Index. 15

Satu poin pada setiap faktor risiko yang ada pada pasien :

- Usia > 60 tahun

- Stadium III atau IV

- Peningkatan serum LDH

- ECOG performance status 2, 3, atau 4

- Lebih dari 1 ekstranodal

Interpretasi :

- Risiko rendah (0-1 poin) - 5-year survival 73%

- Risiko rendah-sedang (2 poin) - 5-year survival 51%

- Risiko sedang-tinggi (3 poin) - 5-year survival 43%

21
- Risiko tinggi (4-5 poin) - 5-year survival 26%

Pada pasien ini didapatkan skor IPI 1, pasien merupakan risiko sedang-tinggi dengan

5-year survival sebesar 73%.

IV. RINGKASAN

Telah dilaporkan satu kasus LNH primer pada tulang stadium IE pada seorang

pria usia 39 tahun yang didiagnosis awal dengan kecurigaan artritis septik, namun dari

hasil analisa cairan sendi tidak sesuai dengan suatu arthtritis septik serta dari hasil

pemeriksaan sitologi biopsi yang diambil pada os femur, diperoleh hasil suatu

limfoma non-hodgkin denga tipe diffuse large B cell lymphoma yang didukung oleh

hasil profil imunohistokimia LCA (CD45), vimentin, dan CD20 postif. Saat ini pasien

telah menjalani imunokemoterapi regimen RCHOP 5 siklus dan direncanakan akan

diberikan hingga 6 siklus. Secara klinis, kondisi pasien semakin membaik dimana

nyeri dan bengkak pada lutut sudah tidak ada. Dengan pengobatan tersebut

diharapkan dapat memberikan outcome yang lebih baik pada pasien.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan Limfoma

Non-Hodgkin. Jakarta; 2016. hal.1-9

2. Reksodiputro AH. Limfoma Non Hodgkin (LNH). Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi VI, Jilid II. 2014. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; hal. 2980

3. Unni KK, Hogendoorn PCW. Malignant Lymphoma. In: Fletcher CDM, Unni

KK, Mertems F. Eds. Pathology and Genetics of Tumours of Soft Tissue and

Bone. Lyon, Frabce: IARC Press; 2002. World Helath Organization

Classification of Tumours.

4. Bhagavathu S,MD and Fu K,MD. Primary Bone Lymphoma. Arch Patho Lab

Med. 2009;133: 1868-71

5. Zhou HY, Gao F, Bu B, et al. Primary bone lymphoma: A case report and review

of the literature. Oncol Lett. 2014;8(4):1551-6.

6. Jawad MU, Schneiderbauer MM, Min ES, Cheung MC, Koniaris LG, Scully SP.

Primary lymphoma of bone in adult patients. Cancer 2010;116:871.

7. Joerg Mika, Iris S, Ulrike G, Claus-Peter A, Markus UHL, Stefan MK. Primary

bone lymphomas thought to be osteomyelitis urgently remand a rapid diagnosis

in bone pathology. Anticancer Research 2012;32:4905–12

8. Blum YC, Esterhai JL, Esmail AN, et al. Lymphoma masquerading as infection.

Clin Orthop Relat Res. 2005 Mar;(432):267-71

9. Najirman. Artritis Septik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI, Jilid II.

2014. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; hal. 3233-42

10. Ruzek KA, Wenger DE. The multiple faces of lymphoma of the musculoskeletal

system. Skeletal Radiol. 2004 Jan; 33(1): 1-8.

23
11. Desmukh C, Bkashi A, Parikh P, et al. Primary Non-Hodgkin’s Lymphoma of the

Bone. Medical Oncology. 2004; 21(3):263-267.

12. Vannata B and Zucca E. Primary extranodal B-cell lymphoma: current concepts

and treatment strategies. Chin Clin Oncol. 2015 Mar;4(1)

13. Beal K, Allen L, Yahalom J. Primary bone lymphoma: treatment results and

prognostic factors with long-term follow-up of 82 patients. Cancer. 2006 Jun

15;106(12):2652-6.

14. Ramadan KM, Shenkier T, Sehn LH, Gascoyne RD, Connores JM. A

clinicopathological retrospective study of 131 patients with primary bone

lymphoma:a population-based study of successively treated cohorts from the

British Columbia Cancer Agency. Ann Oncol. 2007;18(1):129–35.

15. Shipp M, Harrington D, Anderson T. A predictive model for aggresive NHL; the

international non-Hodgkin’s lymphoma prognostic factor project. N Eng J Med.

1993; 329: 987

24

Anda mungkin juga menyukai