Anda di halaman 1dari 13

Pathway OMK

Trauma, benda asing

Ruptur gendang telinga

Invasi bakteri

Otitis media kronik

Infeksi/inflamasi pada
telinga tengah

Proses inflamasi (telinga Pengobatan tidak tuntas, Tekanan udara pada


bengkak dan kemerahan) episode berulang telinga tengah

Infeksi berlanjut sampai Retruksi membran


MK : Nyeri Kronis
ke telinga timpani

Erosi pada kanalis Hantaran suara/udara


semiserkularis yang diterima menurun

vertigo MK : Gangguan
Komunikasi Verbal

Pusing, mual, lemah,


telinga berdenging

MK : Risiko Jatuh
BAB III

ANALISA KASUS

3.1 PWNGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tn. T
Umur : 28
Jenis kelamin : Laki-laki

2. Status Kesehatan
A. Keluhan utama
- Nyeri telinga kanan sejak 6 bulan yang lalu
- Klien mengalami pusing, pendengaran berkurang kalau telinga kiri ditutup
- Telinga berdenging, terasa penuh ditelinga, badan lemah
- Nyeri semakin lama terus menerus serta kehilangan pendengaran
- Nyeri skala 5 pada telinga kanan dan kalau nyeri terasa pusing dan kadang
mual

B. Alasan Masuk Rumah Sakit


Klien mengeluhkan nyeri telinga kanan sejak 6 bulan yang lalu

C. Riwayat kesehatan masa lalu


 Penyakit yang pernah dialami :-
 Pengobatan / tindakan yang dilakukan : Klien terpasang
tamponade
 Pernah dirawat / dioprasi :-
 Lama dirawat : tidak ada di dalam kasus
 Alergi : tidak ada
 Imunisasi : tidak ada
D. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit di dalam keluarga tidak ditemukan dalam kasus
E. Diagnosa Medis
Otitis media kronik

F. Pola kesehatan fungsional (data fokus)menggunakan pola 11 gordon


a. Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Klien melakukan pengobatan ke Rumah Sakit dengan keluhan yang
dialaminya
- Klien mengorek telinga dengan bulu ayam

b. Pola nutrisi dan metabolisme


- Tidak dikaji didalam kasus
- Asupan nutrisi melalui oral

c. Pola eliminasi
Sebelum sakit : -
Setelah sakit : -

d. Pola aktifitas dan latihan


- Aktivitas
-
Kemampuan 0 1 2 3 4

PerawatanDiri

Makan dan minum  

Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Berpindah 

- 0:mandiri,1:Alat bantu,2:dibantu orang lain,3:dibantu orang lain


dan alat, 4: tergantung total
- Latihan
Sebelum sakit : -
Setelah sakit : -

e. Pola istirahat dan tidur


- Klien tidur di tempat tidur dengan posisi tidur terlentang mengarah
ke sisi yang tidak sakit sambal memegang telinganya yang sakit

f. Pola presepsi sensori dan kognitif


- Keadaan composmentis
- Adanya penurunan pendengaran
- Klien merasa nyeri
- P : Peradangan/infalamasi telinga tengah
- Q : Nyeri terus menerus
- R:
- S:5
- T : 6 bulan yang lalu

g. Pola hubungan dengan orang lain


- Klien mempunyai hubungan yang baik dengan anggota keluarga
dan teman-temannya baik di RS maupun dimasyarakat, dengan
perawat juga baik.

h. Pola reproduksi dan seksual


- Pasien berjenis kelamin laki-laki

i. Presepsi diri sendiri dan konsepsi diri


 Identitas diri : klien adalah seorang laki-laki
 Peran diri :-
 Ideal diri : klien berharap segera sembuh dari
penyakitnya
 Gambaran diri :-
 Harga diri : klien di RS merasa dirinya sebagai
seseorang yang memerlukan pengobatan dan perawatan yang
tepat sebagai layaknya manusia dan berkeyakinan akan
sembuh

j. Pola mekanisme koping


- Pasien datang kerumah sakit untuk mendapatkan pengobatan terha
dap penyakitnya
- Klien terpasang tamponade

k. Pola nilai kepercayaan / keyakinan


- Klien melakukan pengobatan ke RS adalah bentuk kepercayaan
klien bahwa penyakitnya akan sembuh

G. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan head to toe :
1. Pemeriksaan Kepala-Leher
- Telinga kanan : tampak kelelahan karena nyeri telinga, penurunan
pendengaran, nyeri telinga skala 5
- Telinga tampak bengkak dan kemerahan
- Telinga kiri normal

2. Pemeriksaan Mata
Tidak tersaji dalam kasus

3. Ekstermitas Bagian Atas


Tidak tersaji dalam kasus

4. Abdomen
Tidak tersaji dalam kasus

5. Pemeriksaan thorax

6. Ektremitas bagian bawah


b. Pemeriksaan fisik
- TD 110/80 mmHg,
- N 92x/ menit,
- S 36,5ºC,
- RR 20x/ menit,
Kesadaran klien compos mentis

H. Pemeriksaan penunjang (laboratrium)


Hb : 12 gr%
LED : 48
Trombo : 45
Leukosit : 8500
PPT : 12
SGOT : 18

I. Terapi pengobatan yang dilakukan pasien


- Klien terpasang temponade

3.2 ANALISA DATA

DATA FOKUS MASALAH


ETIOLOGI
Subjektif Objektif KEPERAWATAN
− Pasien − Nyeri Infeksi Nyeri Kronis
mengatakan dirasakan virus/jamur/bakteri
senakin lama sejak 6 bulan
telinga nyeri yang lalu
− Pasien − Skala nyeri 5
mengatakan − Telinga
merasakan bengkak dan
nyeri terus kemerahan
menerus
− Pasien − Hb 12gr/dl Gangguan Risiko Jatuh
mengeluh − Tampak pendengaran
pusing kelelahan
− Badan lemah
− Pasien − Pemeriksaan Gangguan Gangguan
mengatakan pendengaran : pendengaran Komunikasi Verbal
pendengaran Kiri : normal
berkurang Kanan : penurunan
− Pasien pendengaran
mengatakan − Klien
telinga terpasang
berdenging tamponade
dan penuh di
telinga

3.3 SDKI, SLKI, SIKI

SDKI SLKI SILI

Nyeri kronis b.d Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri


infeksi virus, jamur Setelah dilakukan tindakan
dan bakteri keperawatan selama 2x24 jam
Observasi
diharapkan tingkat nyeri pada
klien menurun  lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
Kriteria Hasil :
intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun ke
 Identifikasi skala nyeri
4
 Identifikasi respon nyeri
2. Pola nafas membaik ke 4
non verbal
3. Tekanan darah membaik k
 Identifikasi faktor yang
e5
memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik

 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Risiko Jatuh Tingkat Jatuh Pencegahan Jatuh


Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 2x24 jam  Identifikasi gangguan kognitif dan
diharapkan tingkat jatuh pada fisik yang memungkinkan jatuh
klien menurun  Periksa kesiapan, kemampuan
menerima informasi dan persepsi
Kriteria Hasil : terhadap risiko jatuh Terapeutik
1. Jatuh dari tempat tidur  Siapkan materi, media tentang
menurun ke 4 faktor-faktor penyebab, cara
2. Jatuh saat berdiri menurun identifikasi dan pencegahan risiko
ke 4 jatuh di rumah sakit maupun di
3. Jatuh saat duduk menurun rumah
ke 4  Jadwalkan waktu yang tepat untuk
4. Jatuh saat berjalan memberikan pendidikan kesehatan
menurun ke 4 sesuai kesepakatan dengan pasien
dan keluarga
 Berikan kesempatan untuk
bertanya Edukasi
 Ajarkan mengidentifikasi perilaku
dan faktor yang berkontribusi
terhadap risiko jatuh dan cara
mengurangi semua faktor risiko
 Ajarkan mengidentifikasi tingkat
kelemahan, cara berjalan dan
keseimbangan – Anjurkan
meminta bantuan saat ingin
menggapai sesuatu yang sulit
 Jelaskan pentingnya alat bantu
jalan untuk mencegah jatuh seperti
tongkat, walker ataupun kruk –
Jelaskan pentingnya handrail pada
tangga, kamar mandi dan area
jalan di rumah
 Anjurkan menghindari objek yang
membuat anak-anak dapat
memanjat (mis, lemari, tangga,
kursi tinggi) – Ajarkan
memodifikasi area-area yang
membahayakan di rumah

Gangguan Komunikasi Verbal Promosi komunikasi: defisit


Komunikasi Verbal Definisi : Kemampuan pendengaran
menerima, memproses,
Observasi
mengirim, dan/atau
menggunakan sistem simbil.
 Periksa kemampuan pendengaran
 Monitor akumulasi serumen berleb

Ekspektasi : Meningkat ihan


 Identifikasi metode komunikasi ya
Kriteria Hasil : ng disukai psien (misal lisan, tulisa
1. Kemampuan mendengar n, gerakan bibir, bahasa isyarat
meningkat ke 4
Terapeutik
2. Respon perilaku meningka
t ke 5
3. Pemahaman komunikasi
meningkat ke 4  Gunakan bahasa sederhana
 Gunakan bahasa istarata jika perlu
 Verifikasi apa yang dikatakan dan
diisyaratkan klien
 Fasilitasi alat bantu pendengaran
 Berhadapan dengan psien secara la
ngsung selama berkomunikasi
 Pertahankan kontak mata selama be
rkomunikasi
 Lakukan irigasi telinga
 Pertahankan kebersihan telinga

Edukasi

 Anjurkan menyampaikan pesan den


gan isyrat
 Anjurkan cara membersihkan seru
men dengan tepat

EBNP PADA PASIEN OTITIS MEDIA KRONIK


JUDUL :SYSTEMATIC REVIEW: EFEKTIVITAS SIPROFLOKSASIN
TOPIKAL PADA PENGOBATAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

HASIL PENELITIAN

Terdapat empat artikel penelitian yang telah di- review sebagai


berikut.Comparison between the efficacy of topical ciprofloxacin with neomycin in
the management of chronic suppurative otitis media. (Siddique et al. 2020). Tujuan
penelitian ini membandingkan efektivitas topikal siprofloksasin dengan neomisin
pada pengobatan otitis media supuratif kronik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian siprofloksasin topikal lebih efektif dibanding dengan topikal neomisin
untuk mengontrol discharge dan kongesti pada otitis media supuratif kronik.
Siprofloksasin dapat ditoleransi dengan baik dengan efek samping minimal sehingga
hal tersebut menujukkan bahwa siprofloksasin dapat dianggap sebagai pilihan awal
topikal antibiotik karena mempunyai spektrum yang luas dan profil efek samping
rendah dengan toksisitas minimal
Effectiveness of ototopical antibiotics for chronic supurative otitis media in
Abroiginal children: a community-based, multicentre, double-blind randomised
controlled trial (Couzos et al. 2020). Tujuan penelitian ini adalah membandingkan
efektivitas siprofloksasin ototopikal (0,3%;siprofloksasin) dengan framisetin (0,5%),
gramisidin, deksametason tetes telinga (5 tetes 2 kali sehari untuk 9 hari) bersamaan
dengan povidone- iodine (0,5%) untuk membersihkan telinga sebagai pengobatan
untuk otitis media supuratif kronik pada anak Aborigin. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penyembuhan OMSK terjadi pada 64% (siprofloksasin, 76,4% ;framisetin
gramisidi-deksametason, 51,8%), dengan peningkatan yang signifikan pada kelompok
siprofloksasin (P = 0,009, perbedaan absolut 24,6% [95% CI, 15,8–33,4%]).
Pembersihan telinga sebanyak 2 kali sehari dan pengobatan siprofloksasin topikal
lebih efektif pada penyembuhan otitis media supuratif kronik Topical ciprofloxin
versus topical framycetin- gramicidin-dexamethasone in Australian Aboriginal
children with recently treated chronic suppurative otitis media (Leach et al. 2018).
Penelitian ini bertujuan membandingkan siprofloksasin topikal dengan framycetin-
gramicidin-dexamethasone (FGD) topikal pada pengobatan otitis media supuratif
kronik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyembuhan membran timpani terjadi
pada satu dari 50 anak di kelompok siprofloksasin dan tidak satupun dari 47 anak
dalam kelompok FGD mengalami penyembuhan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
penggunaan siprofloksasin topikal lebih efektif dibanding dengan topikal framycetin
gramicidin-dexamethasone (FGD) dalam proses penyembuhan otitis media supuratif
kronik.
Topical quinolone vs. antiseptic for treating chronic suppurative otitis media: a
randomized controlled trial (Macfadyen et al. 2016). Penelitian ini bertujuan
membandingkan antibiotik kuinolon topikal (siprofloksasin) dengan antiseptik topikal
(asam borik) untuk pengobatan otitis media supuratif kronik pada anak. Hasil
penelitian menunjukkan selama 2 minggu, discharge dapat dihilangkan pada anak
yang diberi siprofloksasin dan anak yang diberikan asam borik. Efek ini juga
signifikan pada waktu 4 minggu dan siprofloksasin dikaitkan dengan tanda
pendengaran yang lebih baik pada kunjungan kedua.
Berdasar atas 4 artikel yang telah di-review menunjukkan bahwa penggunaan
siprofloksasin topikal lebih efektif dibanding dengan antibiotik topikal lain pada
pengobatan otitis media supuratif kronik. Pasien otitis media supuratif kronik sering
kali lebih merespons terhadap antibiotik yang bersifat topikal dibandingdengan
sistemik. Antibiotik topikal menggunakan konsentrasi yang lebih besar pada jaringan
yang ditargetkan dibanding dengan antibiotik sistemik.20 Siprofloksasin merupakan
generasi kedua kunionolon FDA yang disetujui untuk pengobatan OMSK pada orang
dewasa. Siprofloksasin ototopikal memiliki keunggulan dibanding dengan
neomisinkarena memiliki pH 6,5 sehingga tidak mengganggu administrasi serta
penyerapan sistemik. Siprofloksasin topikal menunjukkan kemungkinan induksi
toksisitas sistemik rendah sehingga efek samping siprofloksasin topikal ringan. Pada
penelitian Siddique et al. pada tahun 2016 juga menunjukkan bahwa tidak ada satu
pasien pun yang mengeluh gangguan pendengaran yang berat, pusing, vertigo, mual,
dan muntah selama atau setelah masa pengobatan

Anda mungkin juga menyukai