Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS II

“Asuhan Keperawatan pada Kala I”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan maternitas II pertemuan 7


tugas 5

Dosen Pengampu : Dr. Ns. Lili Fajria, S.Kep., M. Biomed.

Disusun Oleh:

Kelompok 10

Kelas A3 2020

Amelia Fransisca Yalani 2011313004

Fitri Annisa 2011313033

Muhammad Usamah Prasetyo 2011311027

Reni Wahyuni 2011311033

Salsabila Rahmadani 2011312004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas Keperawatan Maternitas II.

Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan sumbangan
pemikiran dari beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
sampaikan ucapan terima kasih khususnya kepada semua pihak yang tidak dapat kami
sebutkan satu per satu yang telah membantu penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini
disebabkan terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Untuk itu, saran dan kritik
yang bersifat membangun dari para pembaca selalu kami harapkan demi sempurnanya
makalah ini.

Akhirnya, harapan kami mudah-mudahan makalah yang sederhana ini ada


manfaatnya khususnya bagi kami dan umumnya bagi para pembaca Aamiin.

Padang, 31 Maret 2022

Penulis

I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. I
DAFTAR ISI. .............................................................................................................. II
BAB 1 ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................1
B. Tujuan ................................................................................................................ 1
C. Manfaat .............................................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
2.1 Asuhan Keperawatan pada Kala I .................................................................... 3
2.2 Manajemen Nyeri Persalinan ........................................................................... 9
2.3 Partograf ......................................................................................................... 14
2.4 Sistem Rujukan ...............................................................................................23
BAB III ........................................................................................................................30
PENUTUP ...................................................................................................................30
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................30
3.2 Saran ............................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................31

II
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kala I persalinan ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi,


intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi
serviks yang progresif. Kala I persalinan selesai ketika serviks sudah membuka
lengkap (sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena
itu, kala I persalinan disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks.

Proses pembukaan serviks sebagai akibai his dibagi di bagi dalam 2 fase yaitu
fase laten dan fase aktif. Fase laten berlangsung selama 8 jam dan pembukaan
terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3cm. sedangkan fase aktif
dibagi dalam 3 fase lagi yaitu fase akselerasi, fase dilatasi maksimal, dan fase
deselerasi. Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun
terjadi demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih
pendek.

Partograf merupakan pendokumentasian asuhan persalinan pada kala 1 dan


gambaran persalinan yang meliputi semua pencatatan yang berhubungan dengan
penatalaksanaannya. Kemudian pada kala I ini pasti akan dilalui oleh setiap ibu
hamil yang akan mengalami persalinan , sehingga kita sebagai bidan harus
mengetahui perubahan fisiologis dan psikologis yang kemugkinan besar akan
dialami oleh seorang ibu yang akan melahirkan, selain itu pula bidan harus
menentukan manejemen asuhan apa yang pantas diberikan kepada ibu yang akan
melahirkan ketika sedang dalam masa kala I .

B. Tujuan

1. Sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas II tentang asuhan


keperawatan pada kala 1

1
2. Untuk mengetajui tentang manajemen nyeri persalinan.

3. Untuk mengetahui partograf sebagai alat identifikasi persalinan

4. Untuk mengetahui sistem rujukan ke layanan kesehatan.

C. Manfaat

1. Dapat mengetajui tentang manajemen nyeri persalinan.

2. Dapat mengetahui partograf sebagai alat identifikasi persalinan

3. Dapat mengetahui sistem rujukan ke layanan kesehatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Asuhan Keperawatan pada Kala I

A. Pengkajian

a. Pengkajian kala I
1. Integritas Ego
a) Dapat senang atau cemas
b) Nyeri/Ketidak nyamanan
c) Kontraksi reguler, peningkatan frekuensi, durasi dan keparahan.
2. Keamanan
Irama jantung janin paling baik terdengar pada umbilicus (tergantung posisi
janin)
3. Seksualitas
Adanya dilatasi serviks, rabas vagina, mungkin lender merah muda,
kecoklatan, atau terdiri dari plak lendir
4. Prioritas keperawatan
a) Meningkatkan emosi dan fisik klien/pasangan terhadap persalinan.
b) Meningkatkan kemajuan persalinan
c) Mendukung kemampuan koping klien/pasangan
d) Mencegah komplikasi maternal/bayi.
5. Secara Khusus
a) Memeriksa tanda-tanda vital
b) Mengkaji kontraksi tekanan uterus dilatasi cerviks dan penurunan
karakteristik yang mengambarkan kontraksi uterus: Frekwensi,
Interval, Intensitas, Durasi dan Tonus istirahat
c) Penipisan cerviks, evasemen mendahului dilatasi cerviks pada
kehamilan pertama dan seorang diikuti pembukaan dalam kehamilan
berikutnya
d) Pembukaan cerviks adalah sebagian besar tanda-tanda yang
menentukan bahwa kekuatan kontraksi uterus yang efektif dan
kemajuan persalinan:

3
1) Palpasi abdomen (Leopold) untuk memberikan informasi
jumlah fetus,letrak janin,penurunan janin
2) Pemeriksaan Vagina: membran, cerviks, foetus, station.
3) Tes diagnostik dan laboratorium
4) Spesimen urin dan tes darah
5) Ruptur membran
6) Cairan amnion : Warna ,karakter dan jumlah
B. Diagnosa Keperawatan
a. Kala I
1) Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus
2) Risiko tinggi cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan, hiperkapnea
3) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan perubahan hormonal
4) Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
suplai darah
5) Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
aliran darah
C. Intervensi Keperawatan dan Rasional
a. Kala I
1) Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus
Tujuan: nyeri berkurang
Kriteria evaluasi :
a. Pasien melaporkan nyeri berkurang
b. Pasien tampak relaks atau tenang diantara kontraksi

Intervensi Rasional

1. Kaji derajat nyeri secara 1. Mengetahui skala nyeri pasien


verbal dan non verbal. sehingga dapat ditentukan
intervensi yang tepat
2. Anjurkan berkemih 1-2 jam, 2. Mempertahankan kandung
palpitasi di atas simpisis kemih bebas distensi yang
pubis. dapat menyebabkan
ketidaknyamanan.
3. Ajarkan pasien untuk 3. Mengejan yang efektif

4
mengedan yang efektif dan meminimalkan nyeri dan
relaksasi saat tidak ada his. tenaga yang dikeluarkan
sehingga pasien tidak
kelelahan.
4. Berikan analgetik/alfafrodin
hidroklorida atau meperidin 4. Membantu meringankan rasa
hidroklorida per IV/IM nyeri
diantara kontraksi.

2) Risiko tinggi cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan, hiperkapnea


Tujuan: tidak terjadi cerera janin
Kriteria evaluasi:
1. DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit)
2. Tidak ada perubahan periodik yang berbahaya

Intervensi Rasional

1. Pantau DJJ 1. DJJ harus di rentang 120-160


x/menit dengan variasi rata-rata
percepatan dalam respon terhadap
aktivitas maternal, gerak janin dan
kontraksi uterus
2. Persalinan lama dengan
perpanjangan fase laten dapat
2. Catat kemajuan persalinan menimbulkan masalah kelelahan
ibu, stres berat, infeksi dan
hemorargi karena ruptur uteri
menempatkan janin pada resiko
tinggi terhadap hipoksia dan
cedera
3. Abnormalitas seperti presentasi
wajah, dagu dan posterior
memerlukan intervensi khusus

5
untuk mencegah persalinan lama.
4. Meningkatkan perfusi plasenta,
3. Lakukan pemeriksaan leophod
mencegah sindrome hipotensi
terlentang.
5. Menambah O2 ibu untuk ambilan
fekal

4. Posisikan janin miring

5. Kolaborasi dalam pemberian O2


eliminasi urine berhubungan dengan perubahan hormonal
Tujuan: perubahan eliminasi urine teratasi sehingga memudahkan
kemajuan dalam persalinan
Kriteria evaluasi:
1. Pasien mengosongkan kandung kemih dengan cepat
2. Pasien bebas dari cedera kandung kemih

Intervensi Rasional

1. Catat dan bandingkan 1. Keseimbangan intake dan


masukan dan haluaran urine output cairan sehingga tidak
terjadi dehidrasi
2. Anjurkan untuk sering 2. Tekanan dari bagian presentasi
berkemih 1-2 jam dari kandung kemih sering
menurunkan sensasi dan
mengganggu pengosongan
komplit.
3. Palpasi di atas simpisis pubis 3. Mendeteksi adanya urine
dalam kandung kemih dan
derajat kepenuhan.
4. Distensi kandung kemih dapat
4. Kolaborasi dalam melakukan menyebabkan atoni,

6
kateterisasi menghalangi turunnya janin,
menimbulkan trauma pada
presentasi janin.

4) Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


suplai darah
Tujuan: tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
Kriteria evaluasi:
1. DJJ dan variabilitas denyut dalam batas normal (120-160x/menit)
2. TTV dalam batas normal terutama respirasi normal (16-20x/menit)

Intervensi Rasional

1. Kaji adanya faktor 1. Situasi resiko tinggi


maternal/kondisi yang mempengaruhi sirkulasi,
menurunkan uteroplasenta. kemungkinan
dimanifestasikan dengan
hipoksia.
2. Pantau DJJ setiap 15-30
2. Bradikardi atau takikardi
menit
merupakan indikasi dari
kemungkinan penurunan yang
memerlukan intervensi
khusus.
3. Mendeteksi distres janin
3. Periksa DJJ segera setelah karena prolaps tali pusat.
ketuban pecah (periksa setiap
15 menit). 4. Pada presentasi vertex,
4. Pertahankan dan catat warna, hipoksia lama menyebabkan
jumlah amnion saat ketuban cairan amnion berwarna
pecah. mekonium karena vagal yang
merilekskan spingter anal.
5. Menurunkan resiko hipoksia
5. Anjurkan pasien miring kiri.
pada janin dan resiko prolaps
plasenta.

7
6. Ajarkan pasien menarik 6. Napas dalam merilekskan
napas dalam. otot-otot sehingga tidak
terjadi kelelahan.

5) Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan


aliran darah
Tujuan: tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria evaluasi:
1. TTV dalam batas normal
- TD : 100-120/60-80 mmHg
- RR : 16-20x/menit
- N : 60-80x/menit
- S : 36,5-37,4oC
2. DJJ dalam batas normal (120-160x/menit)

Intervensi Rasional

1. Kaji TTV diantara kontraksi. 1. Selama kontraksi TD biasanya


meningkat 5-10mmHg, kecuali
selama fase transisi.
Peningkatan tahanan curah
jantung dapat terjadi bila ada
hipertensi intrapartal yang
selanjutnya meningkatkan
tekanan darah.
2. Kelebihan retensi cairan
menempatkan klien pada
2. Pantau adanya edema dan resiko terhadap perubahan
luasnya, pantau DJJ. sirkulasi, dengan kemungkinan
insufisiensi uteroplasenta
dimanifestasikan sebagai
deselerasi lanjut.
3. Tirah baring meningkatkan
curah jantung dan haluaran

8
urine dengan penurunan berat
jenis urine. Peningkatan berat
3. Catat masukan parenteral
jenis dan/atau reduksi dalam
dan oral dan haluaran secara
haluaran urine menandakan
akurat. Ukur berat jenin bila
dehidrasi atau kemungkinan
fungsi ginjal menurun.
terjadinya hipertensi.
4. Menandakan spasme
glomerulus, yang menurunkan
reabsorpsi albumin. Kadar
lebih dari +2 menandakan
gangguan ginjal, kadar +1 atau
lebih rendah mungkin terjadi
4. Tes urin terhadap albumin
karena katabolisme otot yang
terjadi pada latihan atau
peningkatan metabolisme pada
periode intrapartal.
D. Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana
asuhan keperawatan yang telah disusun atau ditentukan sebelumnya berdasarkan
rencana tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencakup
tindakan mandiri dan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2003)..
E. Evaluasi
a. Kala I
1) Nyeri berkurang dan terkontrol
2) Tidak terjadi cedera janin
3) Perubahan eliminasi urine teratasi
4) Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
5) Tidak terjadi penurunan curah jantung

2.2 Manajemen Nyeri Persalinan

Teori yang mendasari penurunan nyeri persalinan :

1. Teori gate control

9
Teori ini mendasari banyak teknik untuk manajemen nyeri , terutama pada
nyeri persalinan. Berdasarkan teori ini pengiriman nyeri dapat dimodifikasi
atau di blok dengan stimulasi pusat. Selama persalinan, perjalanan impuls
nyeri dari uterus sepanjang serabut neutral kecil (serabut C) pada bagian
ascending ke substansia gelatinosa pada bagian columna spinal. Sel kemudian
menghantarkan rangsang nyeri ke otak. Stimulasi taktil seperti masase dapat
menghasilkan pesan yang berlawanan yang menghantarkan sepanjang serabut
neutral terbesar dan tercepat (serabut delta A). Pesan yang berlawanan ini
menutup gerbang masuk ‘gate’ di substansia gelatinosa sehingga dapat
memblok pesan nyeri.
2. Teori endogen opiat
Pada awal tahun 1970, para peneliti mengidentifikasi reseptor opiate pada otak
dan spinalcord. Mereka menemukan bahwa system saraf pusat melepas
substansi seperti morphin yang dinamakan endorphin dan enkepalin ketika
terjadi nyeri. Opiate endorphin ini mengikat bagian reseptor yang peka dan
mengubah persepsi nyeri dengan cara yang tidak pernah dimengerti. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh kimbals tahun 1979 menunjukkan pada wanita
saat persalinan mengalami peningkatan jumlah endorphin. Salah satu cara
yang dilakukan untuk memicu timbulnya endorphin ini adalah dengan teknik
akupuntur dan acupressure (Cohey, S. 1998).

A. Tindakan medis
1. Analgesic : obat yang dapat menghilangkan atau mengurangi rasa sakit
tanpa mengganggu kesadaran ibu yang mendapatkannya.
2. Suntikan epidural : suntikan epidural ini disebut juga pembiusan.
Pembiusan ini memblok rasa sakit di Rahim, dan bagian atas vagina.
Meskipun demikian otot panggul tetap dapat melakuka rotasi kepala bayi
untuk keluar melalui jalan lahir. Ibu tetap sadar dan dapat mengejan
meskipun dibius.
3. Spinal : merupakan suntikan bius local dipunggung ibu dengan
menggunakan jarum yang sangat kecil. Suntikan diarahkan ke area
epidural.

10
4. Intracthecal labor analgesia (ILA) : teknik ILA dilakukan dengan cara
menyuntikan obat penghilang rasa sakit kepada ibu yang akan bersalin
normal.
5. Paracervical blok : metide ini digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
pada persalinan tahap pertama.
6. Blok syaraf perineal dan pudendal : blok syaraf perineal adalah pemberian
suntikan ke jaringan yang terobek yaitu antara jalan masuk ke vagina dan
anus. Blok syaraf pudendal adalah suntikan untuk mengebakan saraf yang
mengirim informasi sakit kepada area vulva ketika bayi melewati pinggul.
7. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) : mesin TENS
merangsang tubuh untuk memproduksi senyawa penghilang rasa sakit
alamiah.
B. Tindakan non medis
1. Homeopathy : metode penyembuhan menggunakan bahan alami yang
dikemas dalam bentuk obat farmasi.
2. Masase :
a. Pengertian : masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan
lunak, biasanya otot, tendon, atau ligamentum tanpa menyebabkan
gerakan atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri,
menghasilkan relaksasi atau memperbaiki sirkulasi (Mander, R. 2004)
b. Teknik
 Effleurage
Teknik pemijatan usapan lembut, lambat, dan panjang, tidak
putus-putus, dilakukan dengan ujung jari yang ditekan lembut
dan ringan dan diusahakan ujung jari tidak lepas dari
permukaan kulit.
 Conterpressure
Teknik pijatan kuat dengan cara letakkan tumit tangan atau
juga menggunakan bola tenis, tekanan dapat diberikan dalam
gerakan lurus atau lingkaran kecil. (Danuatmaja, B. 2004)
 Masase yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri
persalinan :
- Masase kaki

11
- Masase tangan
- Masase punggung : masase effleurage dapat dilakukan
dipunggung yang tujuan utamanya adalah relaksasi. Sebuah
penelitian tahun 1997 menyebutkan, 3-10 menit effleurage
punggung dapat menurunkan tekanan darah, memperlambat
denyut jantung, meningkatkan pernapasan, dan merangsang
produksi hormone endorphin yang menghilangkan rasa
sakit secara alamiah. Waktu dilakukan masase punggung
adalah pada saat kontraksi Rahim pada kala pembukaan
karena syaraf penghantar nyeri saat itu berada dibagian
punggung dan penyebaran nyeri pada kala 1 atau kala
pembukaan yang dominan adalah dibagian punggung
bawah.
- Masase bahu
- Masase perineum
3. Hypnosis : upaya membawa pasien dalam keadaan rileks sehingga otak
bekerja di gelombang alfa. Gelombang alfa memberikan kemampuan
kepada pasien untuk menghilangkan rasa sakit. Hal itu dikarenakan sensor
penghantar rasa sakit ke otak terhalang oleh gelombang alfa sehingga ibu
yang hipnosisnya berhasil dapat melahirkan tanpa rasa sakit.
4. Visualisasi persalinan : pemberdayaan otak kanan untuk persalinan yang
bebas sakit pada dasarnya menanamkan keyakinan bahwa melahirkan itu
tidak sakit.
5. Teknik auditori dan imej visual persalinan : menggunakan sensasi
kelahiran untuk menciptakan imej atau khayalan yang terjadi didalam
tubuhnya.
6. Relaksasi : menarik nafas dalam dan menghembuskan dengan rileks dapat
mengurasi stress melahirkan.
7. Posisi melahirkan : lithotomi bukan satu-satunya posisi melahirkan
8. Terapi bola-bola persalinan : bola-bola persalinan membantu bayi bergerak
menuju mulut Rahim.
9. Persalinan dalam air : persalinan dalam air membantu bayi beradaptasi
dengan lingkungan baru

12
10. Gerakan dan teknik pernapasan zilgrei : terapi zilgrei terdiri dari latihan
pernafasan dan gerakan dimana zilgrei berefek meringankan ibu hamil dan
memperbaiki asimetri tubuh sehingga ibu dapat ‘bebas seperti burung’
11. Metode hypobirthing : memasukkan pikiran-pikiran positif Kediri ibu
dengan membayangkan dan mengucapkan hal-hal positif dan
menyenangkan
12. Terapi akupuntur : akupuntur dapat mengatasi persalinan yang panjang,
sulit, dan sakit karena sejumlah faktor.
13. Metode alif atau zikir : ibu duduk dan berbaring dengan menutup aurat dan
dalam keadaan berwudhu, ibu membaca doa sesuai dengan agama dan
keyakinan masing-masing.
14. Yoga dan peregangan : saat melakukan peregangan didalam yoga, otot-
otot menjadi lembit dan lentur. Selain itu juga membantu ibu bernapas dan
rileks, yaitu dua hal yang membantu meredakan sakit.
15. Metode pernapasan : pernapasan yang benar saat persalinan adalah dengan
tidak menghabiskan tenaga, ibu juga harus mensuplai banyak oksigen pada
bayi untuk mengatasi depresi persalinan.
16. Pemanasan : metode pemanasan adalah dengan memberikan rangsang
hangat dipunggung ibu.
17. Metode persalinan aktif : persalinan aktif dengan mengikuti insting dan
panggilan psikologis tubuhnya untuk melalui persalinan dan mengurangi
rasa sakit
18. Metode reiki : salah satu teknik eksotik (mengambil energy dari luar
tubuh), mengakses energy alam semesta dan memanfaatkannya untuk
berbagai keperluan. (danuatmaja, B. 2004).

13
2.3 Partograf

A. Pengertian

Partograf adalah alat bantu unuk memantau kemajuan Kala I persalinan


fase aktif dan sebagai informasi untuk membuat keputusan klinik. (Depkes RI
2008). Penggunaan partograf dalam setiap persalinan dapar memastikan ibu dan
bayi mendapat asuhan yang aman, adekuat dan tepat serta mencegah terjadi
penyulit yang dapat membahayakan keselamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir,
(Depkes, 2007).

Partograf atau partogram adalah metode grafik untuk merekam


kejadian-kejadian pada perjalanan persalinan (Farrer, 2011). Partograf adalah alat
bantu yang digunakan selama fase aktif persalinan(Siswonosudarmo, 2008).

Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu


petugas kesehatan dalam menentukan keputusan dalam pematalaksanaan
(Saifuddin, 2006).

Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala I persalinandan


informasi untuk membuat keputusan klinik. (Wiknjosastro, 2008).Partograf
adalah alat bantu unuk memantau kemajuan Kala I persalinan fase aktif dan
sebagai informasi untuk membuat keputusan klinik. (Depkes RI 2008).
Penggunaan partograf dalam setiap persalinan dapar memastikan ibu dan bayi
mendapat asuhan yang aman, adekuat dan tepat serta mencegah terjadi penyulit
yang dapat membahayakan keselamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir. (Depkes,
2007).

B. Tujuan utama penggunaan partograf:

a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai


pembukaan serviks melalui periksa dalam.

b) Mendeteksi apakah proses normal. Dengan demikian juga dapat


mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.

14
c) Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi
bayi,grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosayang
diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan
asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara
rinci pada status atau rekam medik ibu persalinan dan bayi baru lahir.

C. Waktu pengisian partograf.

Waktu yang tepat untuk pengisian partograf adalah saat proses


persalinan telah berada dalam kala I fase aktif yaitu saat pembukaan serviks
dari 4 sampai 10 cm dan berakhir pada pemantauan kala IV29.

D. Isi partograf

Partograf dikatakan sebagai data yang lengkap bila seluruh informasi


ibu, kondisi janin, kemajuan persalinan, waktu dan jam, kontraksi uterus,
kondisi ibu, obat-obatan yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, keputusan
klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dicatat secara rinci sesuai cara
pencatatan partograf28.

Isi partograf antara lain:

1) Informasi tentang ibu

a) Nama dan umur;

b) Gravida, para, abortus.;

c) Nomorcatatan medik/nomor puskesmas;

d) Tanggal dan waktu mulai dirawat;

e) Waktu pecahnya selaput ketuban.

2) Kondisi janin:

a) Denyut jantung janin;

b) Warna dan adanya air ketuban;

c) Penyusupan(molase) kepala janin.

15
3) Kemajuan persalinan
a) Pembukaan serviks;
b) Penurunan bagian terbawah ataupresentasi janin;
c) Garis waspada dan garis bertindak.
4) Waktu dan jam
a) Waktu mulainya fase aktif persalinan.
b) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
5) Kontraksi uterus
a) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit.
b) Lama kontraksi (dalam detik).
6) Obat-obatan yang diberikan
a) Oksitosin.
b) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
7) Kondisi ibu
a) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh.
b) Urin (volume, aseton atau protein).

E. Cara pengisian partograf.

Pencatatan dimulai saat fase aktif yaitu pembukaan serviks 4 cm dan


berakhir titik dimana pembukaan lengkap. Pembukaan lengkap diharapkan
terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif
persalinan harus dimulai di garis waspada. Kondisi ibu dan janin dinilai dan
dicatat dengan cara:

1. Denyut jantung janin : setiap 30 menit.

2. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap 30 menit.

3. Nadi : setiap 30 menit.

4. Pembukaan serviks : setiap 4 jam.

5. Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.

6. Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam30.

7. Produksi urin (2 – 4 Jam), aseton dan protein : sekali

16
a. Cara pengisian partograf adalah sebagai berikut:

1) Lembar depan partograf.

Informasi ibu ditulis sesuai identitas ibu. Waktu kedatangan ditulis sebagai
jam. Catat waktu pecahnya selaput ketuban, dan catat waktu merasakan mules27.

2) Kondisi janin.

 Denyut Jantung Janin.

Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit(lebih sering
jika terdapat tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak menunjukkan waktu 30
menit. Kisaran normal DJJ tertera diantara garis tebal angka 180 dan 100.
Bidan harus waspada jika DJJ mengarah di bawah 120 per menit(bradicardi)
atau diatas 160 permenit (tachikardi). Beri tanda ‘•’ (tanda titik) pada kisaran
angka 180 dan 100. Hubungkan satu titik dengan titik yang lainnya30.

 Warna dan adanya air ketuban.

Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina,


menggunakan lambang-lambang berikut:

U : Selaput ketuban Utuh.

J : Selaput ketuban pecah, dan air ketuban Jernih

M : Air ketuban bercampur Mekonium.

D : Air ketuban bernoda Darah.

K : Tidak ada cairan ketuban/Kering.

 Penyusupan/molase tulang kepala janin.

Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang


(molase) kepala janin. Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai di bawah
lajur air ketuban. Gunakan lambang-lambang berikut:

0 : Sutura terpisah.

1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.

17
2 : Sutura tumpang tindih tetapi masih dapat diperbaiki.

3 : Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.

Sutura/tulang kepala saling tumpang tindih menandakan kemungkinan


adanya CPD ( cephalo pelvic disproportion).

 Kemajuan persalinan.

Angka 0-10 di kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks.

 Pembukaan serviks.

Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap
temuan dari setiap pemeriksaan. Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4
jam. Menyantumkan tanda ‘X’ di garis waktu yang sesuai dengan lajur
besarnya pembukaan serviks.

 Penurunan bagian terbawah janin.

Untuk menentukan penurunan kepala janin tercantum angka 1-5 yang


sesuai dengan metode perlimaan. Menuliskan turunnya kepala janin dengan
garis tidak terputusdari 0-5. Berikan tanda ‘0’ pada garis waktu yang sesuai.

 Garis waspada dan garis bertindak.

- Garis waspada, dimulai pada pembukaan serviks 4 cm (jam ke 0), dan


berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap (6 jam). Pencatatan dimulai
pada garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis
waspada, maka harus dipertimbangkan adanya penyulit.

- Garis bertindak, tertera sejajar dan disebelah kanan (berjarak 4 jam) pada
garis waspada. Jika pembukaanserviks telah melampaui dan berada di sebelah
kanan garis bertindak maka menunjukkan perlu dilakukantindakan untuk
menyelasaikan persalinan. Sebaiknya ibu harus berada di tempat rujukan
sebelum garis bertindak terlampaui.

 Jam dan waktu.

1) Waktu mulainya fase aktif persalinan.

18
Setiap kotak menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktifpersalinan.

2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau persalinan.

Menyantumkan tanda ‘x’ di garis waspada, saat ibu masuk dalam fase
aktif persalinan.

3) Kontraksi uterus.

Terdapat lima kotak kontraksi per 10 menit. Nyatakan lama kontraksi


dengan:

(1) ░ :titik-titik di kotak yang sesuai untuk


menyatakan

kontraksi yang lamanya < 20 detik.

(2) / : garis-garis di kotak yang


sesuai untuk menyatakankontraksi yang
lamanya 20-40 detik.
(3) :Arsir penuh kotak yang sesuai
untuk menyatakan kontraksi yang
lamanya > 40 detik.

 Obat-obatan dan cairan yang diberikan.

a) Oksitosin. Jika tetesan drip sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit


jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan dan dalam satuan
tetes per menit.

b) Obat lain dan caira IV. Mencatat semua dalam kotak yang sesuai dengan
kolom waktunya.

 Kondisi ibu.

1) Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh.

a) Nadi, dicatat setiap 30 menit. Beri tanda titik (•) pada kolom yang sesuai.

19
b) Tekanan darah, dicatat setiap 4 jam atau lebih sering jika diduga ada
penyulit. Memberi tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang
sesuai.

c) Suhu tubuh, diukur dan dicatat setiap 2 jam atau lebih sering jika terjadi
peningkatan mendadak atau diduga adainfeksi. Mencatat suhu tubuh pada
kotak yang sesuai.

 Volume urine, protein dan aseton.

Mengukur dan mencatat jumlah produksi urine setiap 2 jam (setiap ibu berkemih).
Jika memungkinkan, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam urine.

2) Lembar belakang partograf.

Lembar belakang partograf merupakan catatan persalinan yang berguna


untuk mencatat proses persalinan yaitu data dasar, kala I, kala II, kala III, kala IV,
bayi baru lahir.

a) Data dasar.

Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat tempat
persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat merujuk, pendamping saat merujuk
dan masalah dalam kehamilan/ persalinan.

b) Kala I.

Terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis waspada,


masalah lain yang timbul, penatalaksanaan, dan hasil penatalaksanaannya.

c) Kala II.

Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu
dan masalah dan penatalaksanaannya.

d) Kala III.

Kala III berisi informasi tentang inisiasi menyusu dini, lama kala III, pemberian
oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri, kelengkapan

20
plasenta, retensio plasenta > 30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan,
masalah lain,penatalaksanaan dan hasilnya.

e) Kala IV.

Kala IV berisi tentang data tekanan darah, nadi, suhu tubuh, tinggi fundus uteri,
kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan.

f) Bayi baru lahir.

Bayi baru lahir berisi tentang berat badan, panjang badan, jenis kelamin,
penilaian bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan hasilnya.

F. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengisian Partograf

Menurut Yisma (2013) hal – hal yang mempengaruhi penggunaan


partograf antara lain adalah pengetahuan dan pengalaman kerja11. Menurut
Fahdhy (2005) hal yang mempengaruhi antara lain adalah sikap, lama
bekerja ,pendidikan dan pengetahuan19.Menurut Khonje (2012) hal – hal yang
mempengaruhi penggunaan partograf adalah pengetahuan, sarana prasarana,
supervisi dan evaluasi32. Berikut faktor – faktor yang mempengaruhi penggunaan
partograf sesuai survey penelitian yang telah terbukti:

1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi
melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat pentinguntuk
terbentuknya perilaku seseorang33.

Pengetahuan secara rinci tentang penggunaan partograf merupakan syarat


mutlak bagi penolong persalinan5,35. Seperti hasil – hasil penelitian yang pernah
dilakukan menyatakan bahwa pengetahuan provider kesehatan tentang partograf
berhubungan dalam proses pncatatan dan kepatuhan mengisi partograf11.

2) Pendidikan

21
Perbedaan pendidikan tenaga kesehatan mempengaruhi proses pengisian
partograf serta outcomes dari persalinan19. Semakin tinggi pendidikan seseorang
maka semakin dalam pemahaman serta pengetahuan yang diperoleh33.

3) Kompetensi dan Ketrampilan

Perilaku dalam bentuk praktik yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap
situasi atau rangsangan dari luar33. Kompetnsi dan ketrampilan bidan terbukti
berpengaruh terhadap proses pengisian partograf19.

4) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan segala sesuatu yang dapat di pakai sebagai
alat dan bahan untuk mencapai maksud dan tujuan dari suatu proses. Sedangkan
prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya proses28. Sumber daya yang dimaksud adalah termasuk
ketersediaan kertas grafik partograf, peralatan untuk melaksanakan observasi
tanda-tanda vital alat tulis12,13.

5) Sikap

Perilaku dalam bentuk sikap / tanggapan atau rangsangan dari luar diri
seseorang untuk melakukan pencatatan dengan baik13.

6) Dukungan sosial dan pujian

Peran serta pemimpin (stakeholder) sangat berpengaruh dalam hal ini.


Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkanpegawai (provider
kesehatan) , akan memotivasi pegawai untuk melakukan apa yang diinginkan
oleh pemimpin21.

7) Pengawasan

Supervisi dan evaluasi penting dilakukan untuk memutuskan tindakan apa


yang seharusnya dilakukan serta perencanaan menejemen apa yang akan
dilakukan setelah dievaluasi. Ketika seorang tenaga kesehatan dilatih kemudian
dilakukan pencatatan pelaporan partograf ternyata masih banyak yeng belum
lengkap terutama pada alur pelaporan ke tingkatan pelayanan kesehatan yang

22
lebih tinggi19. Petugas kesehatan tidak melakukan pengawasan dan tindak lanjut
padaranah yang lebih tinggi12,25.

G. Alur Pelaporan Catatan persalinan

Alur pencatatan persalinan yang selama ini dilaksanakan umumnya melalui


pihak – pihak terkait mulai rumah sakit swasta dan bidan desa ke puskesmas
PONED, kemudian dinas kabupaten setempat , dinas kesehatan propinsi hingga
di direktorat kesehatan keluarga. Berikubagan alur pelaksanaan pelaporan
persalinan yang telah dilakukan:

2.4 Sistem Rujukan

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan kesehatan yang


melaksanakan pelimpahan tanggung jawab yang timbal balik terhadap satu kasus
penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam
arti unit-unit yang setingkat kemampuannya.

Sistem rujukan mengatur alur dari mana dan harus ke mana seseorang yang
mempunyai masalah kesehatan tertentu untuk memeriksakan masalah kesehatannya.
Sistem ini diharapkan semua memperoleh keuntungan. Misalnya:

Pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat


yang akan diperoleh di antaranya, membantu penghematan dana dan memperjelas
sistem pelayanan kesehatan. Masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan akan
meringankan biaya pengobatan karena pelayanan yang diperoleh sangat mudah.

Pelayanan kesehatan (health provider), mendorong jenjang karier tenaga


kesehatan, selain meningkatkan pengetahuan maupun keterampilan, serta
meringankan beban tugas. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara
berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis.

Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, peserta dapat berobat ke fasilitas


kesehatan primer seperti puskesmas, klinik, atau dokter keluarga/praktek mandiri
yang tercantum pada kartu peserta BPJS Kesehatan.

23
Apabila peserta memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis, maka
peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua atau fasilitas kesehatan
sekunder, dalam hal ini FKTL.

Pelayanan kesehatan di tingkat ini hanya bisa diberikan jika peserta mendapat
rujukan dari fasilitas primer/FKTP. Rujukan ini hanya diberikan jika pasien
membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik dan fasilitas kesehatan primer yang
ditunjuk untuk melayani peserta, tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan peserta karena keterbatasan fasilitas, pelayanan, dan atau
ketenagaan. Jika penyakit peserta masih belum dapat tertangani di fasilitas kesehatan
sekunder, maka peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tersier. Di sini, peserta
akan mendapatkan penanganan dari dokter sub-spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan sub- spesialiastik.

Peserta BPJS harus mengikuti sistem rujukan yang ada. Sakit apapun, kecuali
dalam keadaan darurat, harus berobat ke fasilitas kesehatan primer, tidak boleh
langsung ke rumah sakit atau dokter spesialis. Jika ini dilanggar peserta harus
membayar sendiri. Khusus mengenai keadaan gawat darurat ini diperlukan kesamaan
pandang antara BPJS dengan FKTP dan FKTL.

Namun realitas di lapangan tak semudah membalikkan telapak tangan.


Perpindahan jaminan kesehatan ini banyak mengalami kendala. Sistem rujukan pasien
dirasakan masih tidak efektif dan efisien, masih banyak masyarakat belum dapat
menjangkau pelayanan kesehatan, akibatnya terjadi penumpukan pasien yang luar
biasa di rumah sakit besar tertentu. Pemahaman masyarakat tentang alur rujukan
sangat rendah sehingga mereka tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya.
Pasien menganggap sistem rujukan birokrasinya cukup rumit, sehingga pasien
langsung merujuk dirinya sendiri untuk mendapatkan kesehatan tingkat kedua atau
ketiga.

Keluhan lain terkait sistem rujukan BPJS yang dirasakan adalah ketidaksiapan
tenaga kesehatan dan kurangnya fasilitas di layanan kesehatan primer, kasus yang
seharusnya dapat ditangani di layanan primer/sekunder tetapi langsung dirujuk ke
rumah sakit tersier.

24
Idealnya rujukan tidak hanya berasal dari Puskesmas, namun juga layanan
primer lain, misalnya klinik tempat pekerja tersebut. Kasus lain yang menuai protes
program JKN adalah mutasi peserta Jamsostek ke BPJS, seorang manula gagal
mendapat pelayanan perawatan kesehatannya karena salah satu rumah sakit swasta
yang sebelumnya merupakan rujukan Jamsostek menolaknya.

Seharusnya dalam masa dua tahun ini ada peluang penerapan sistem tidak
secara kaku. Masyarakat yang tinggal di kepulauan juga menjadi korban kurangnya
sosialisasi mengenai sistem rujukan pada BPJS. Perjalanan jauh yang telah ditempuh
dengan menyeberangi pulau dan biaya tidak sedikit menjadi sia-sia karena rumah
sakit terpaksa menolak pasien. Pelayanan rujukan juga menjadi sesuatu yang rumit di
daerah seperti Papua. Banyak daerah yang tidak bisa dijangkau oleh kendaraan darat,
sehingga diperlukan heli-ambulans untuk mengangkut pasien gawat atau pasien
rujukan. Namun fasilitas ini tidak tersedia di BPJS. Tidak jarang juga penolakan oleh
rumah sakit dilakukan karena ruangan benar-benar penuh. Ini tentu saja menyebabkan
mutu pelayanan rumah sakit jadi menurun. Seharusnya pasien tersebut dapat dirujuk
ke rumah sakit lain yang setingkat. Namun ada banyak rumah sakit yang menolak
(swasta) atau belum siap (swasta dan pemerintah) untuk bekerjasama dengan BPJS.
Sebaiknya dalam masa transisi ini kasus yang ditemukan merupakan masukan dari
seluruh stakeholders terkait pelayanan kesehatan ini untuk perbaikan-perbaikan baik
dalam hal operasionalnya maupun dalam hal penyusunan regulasi- regulasi yang
mendukung operasionalisasi tersebut. Untuk menjamin berjalannya sistem rujukan
berjenjang BPJS maka perlu dilakukan langkah-langkah yaitu : sosialisasi yang terus-
menerus, proses pertemuan lintas sector secara proaktif serta monitoring dan evaluasi
yang juga terus menerus harus dilakukan antar seluruh stakeholders, guna
menanamkan kesadaran masyarakat tentang sistem rujukan berjenjang. Masyarakat
menilai sistem rujukan terkesan berbelit-belit ini dipicu oleh keengganan masyarakat
untuk antre di layanan primer seperti Puskesmas. Pembenahan sarana dan prasarana
yang memadai di setiap tingkat pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan. Kompetensi
petugas kesehatan/dokter perlu disiapkan dan ditingkatkan sehingga mampu
menangani kasus sesuai tingkat layanannya. Kebijakan sistem rujukan yang
ditetapkan harus lebih komprehensif mencakup jejaring yang melibatkan swasta, dan
membuka seluas- luasnya kesempatan bagi klinik yang mau bergabung dengan BPJS
sehingga tidak terjadi antrean di Puskesmas.

25
Peran dokter dalam sistem rujukan berjenjang adalah memahami secara jelas
mengenai sistem rujukan karena dokter adalah petugas garda depan yang selalu
menjadi tempat bertanya pasien atau masyarakat yang membutuhkan dan dokter harus
selalu meningkatkan kompetensi agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara
professional yang dibutuhkan pasien.

Monitoring dan evaluasi pelaksanaan sistem rujukan perlu dilakukan secara terus-
menerus oleh pemerintah dan organisasi profesi sebagai organ Pembina, agar
menjamin setiap masyarakat mendapatkan layanan kesehatan yang sesuai dengan
haknya. Diketahui bahwa dalam era JKN ini, BPJS telah membagi fasilitas pelayanan
kesehatan atas :

Pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama/FKTP merupakan pelayanan kesehatan


dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua/FKRTLsekunder merupakan pelayanan


kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
spesialistik.

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga/FKRTL tersier merupakan pelayanan


kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau
dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi
kesehatan sub spesialistik.

Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, FKTP dan FKTL wajib melakukan


sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila ada peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan
sistem rujukan maka tidak dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Bagi peserta BPJS
Kesehatan, pelayanan rujukan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan


dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.

26
Rujukan vertical adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan vertikal dari tingkatan
pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan
apabila : pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan. Rujukan vertikal dari
tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah
dilakukan apabila:

 permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan


kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya;

 kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih


baik dalam menangani pasien tersebut;

 pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh


tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau

 perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan


kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan
dan/atau ketenagaan.

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang


sesuai kebutuhan medis, yaitu:

 Dimulai dari pelayanan di FKTP, Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh


spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke FKRTL

 Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas
rujukandari faskes primer.

 Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.

27
Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan apabila peserta BPJS
Kesehatan dalam kondisi :

 Terjadi gawat darurat. Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang


berlaku

 Bencana, Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah

 Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan


rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan

- pertimbangan geografis; dan

- pertimbangan ketersediaan fasilitas

Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan


kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut. Rujukan parsial dapat
berupa: pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan
pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang. Apabila pasien tersebut adalah
pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan
perujuk. Dari berbagai survey diketahui sejak berlangsungnya pemberlakuan
pelayanan melalui BPJS didapati adanya kasus-kasus rujukan yang terlalu besar
diperkirakan sekitar 80 % daripada kasus di rujuk ke Fasilitas Pelayanan Tingkat
Lanjut / FKTL , dan sekitar 20 % daripada kasus dapat diselesaikan di Fasilitas
Pelayanan Tingkat Pertama / FKTP. Harus di upayakan agar 80 % dari kasus dapat
diselesaikan di FKTP, dan hanya 20 % kasus yang di rujuk ke FKTL. Hal ini bisa
terlaksana dengan baik apabila di FKTP juga di laksanakan upaya – upaya pola hidup
sehat sehingga orang tidak sakit artinya Upaya Kesehatan Masyarakat berupa upaya
promotif dan preventif harus dilaksanakan, tentunya juga dengan pembiayaan dari
pihak Pemerintah.

Bila di review permasalahan dalam dua tahun penyelenggaraan JKN ini maka
masalah yang dapat dilihat sebagai berikut: sosialisasi yang perlu di tingkatkan lagi
system BPJS yang belum siap benar

28
masih perlu ditingkatkan kualitas pelayanan medik dan penunjang lainnya layanan
rujukan yang belum sesuai harapan infrastruktur layanan yang belum sesuai harapan
tarif INA CBG’s yang masih belum sesuai dengan pembiayaan

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kala satu persalinan didefinisikan sebagai permulaan kontraksi persalinan


sejati, yang ditandai oleh perubahan serviks yang progresif dan diakhiri dengan
pembukaan lengkap (10cm). hal ini dikenal sebagai tahap pembukaan. Ada
sejumlah tanda dan gejala peringatan yang akan meningkatkan kesiagaan anda
bahwa seorang wanita sedang mendekati waktu bersalin. Wanita tersebut akan
mengalami berbagai kondisi berikut, mungkin semua atau malah tidak sama sekali.
Perubahan – perubahan fisiologis yang terjadi pada uterus dan jalan lahir antara
lain keadaan segmen atas dan segmen bawah pada persalinan, kontraksi otot
rahim , perubahan bentuk rahim , faal ligamentum rotondum ,perubahan pada
serviks, pendataran dari serviks ,bloody show, pembukaan dari serviks, perubahan
dari vagina dan dasar panggul . selain terjadi pada uterus dan jalan lahir , terjadi
juga perubahan fisiologis maternal pada persalinan.

Partograf merupakan pendokumentasian asuhan persalinan pada kala 1 dan


gambaran persalinan yang meliputi semua pencatatan yang berhubungan dengan
penatalaksanaannya. Hasil rekaman ini lebih efisien daripada catatan panjang dan
memberikan gambaran pictogram terhadap hal-hal yang penting dari persalinan
serta tindakan yang segera harus dilakukan terhadap perkembangan persalinan
yang abnormal.

3.2 Saran

Di sini penulis menydari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mem

30
DAFTAR PUSTAKA

Manurung, Suryani. 2011. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Asuhan

Keperawatan INTRANATAL. Jakarta: Trans Info Media

Martin, Reeder dkk. 2011. Keperawatan Maternal Kesehatan Wanita, Bayi dan

Keluarga. Vol I. Edisi 18. EGC: Jakarta

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Prawirohardjo, S. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka FKUI

https://laboratorium.umkt.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/MODUL-

PARTOGRAF.pdf. diakses 31 Maret 2022

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=r

ja&uact=8&ved=2ahUKEwjj4dLYy_D2AhU8T2wGHTC_B0QQFnoE

CB0QAQ&url=https%3A%2F%2Fstikesmajapahit.ac.id%2Fpublic%2

Fdownload%2Fforce_download%2F36&usg=AOvVaw3z2s4uZ5qLea

TSRp1w5yys diakses 31 Maret 2022

31

Anda mungkin juga menyukai