Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas pertolongan dan
rahmatNyalah saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan dengan menyoroti
tentang “Hukum Wasiat dan Waris di Syiria”.
Saya menyadari akan kekurangan dari makalah ini, saya adalah manusia biasa
yang tak luput dari kesalahan. Namun, saya berharap makalah ini dapat menjadi
acuan untuk pembuatan makalah berikutnya yang lebih baik lagi.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga tugas ini dapat bermanfaat.
 

Langsa, 1 Juni 2022

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR................................................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................

2.1 Dasar Hukum Wasiat dan Waris dalam Islam....................................................................

2.1 Hukum Wasiat dan Waris di Negara Syria............................................................................

2.1.1 Lahirnya Undang-Undang Tentang Wasiat di Syria...........................................................

2.1.2 Pemberlakuan Hukum Warisan di Negara Syria................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................................

Kesimpulan...............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syria (Suriah) merupakan salah satu negara di Timur Tengah yang mulai
diperhitungkan keberadaannya pada era pasca Perang Teluk. Hal ini bukan tidak
mungkin karena ada anggapan bahwa perdamaian di Timur Tengah jika akan pernah
tercapai tanpa campur tangan Suriah. Jika dilihat ke belakang Suriah dahulu
merupakan negara yang mempunyai banyak wilayah yang mencakup seluruh negara
yang berada di Timur Mediterania antara lain: Yordania, Lebanon, Israel dan
Provinsi Turki Hatay tetapi akibat imperialis Eropa menyebabkan Suriah kehilangan
wilayahnya. Yordania dan Israel dipisahkan dengan berada di bawah mandate
Inggris. Lebanon diambil untuk melindungi minoritas kristennya dan Hatay
dikembalikan kepada Turki demi pertimbangan politik untuk Perancis.
Sebelum islam dating, ia adalah daerah kekuasaan Bangsa Semit sejak 3500
SM sampai 538 SM. Dalam catatan sejarahnya, Syria pernah dijajah Bangsa Yahudi,
Romawi dan Bangsa non-Semit. Kemudian jatuh ke tangan kaum muslimin saat
masa Khalifah Umar bin Khattab pada 635 M. Selain itu, Syria pernah berada di
bawah kekuasaan Turki Ustmani hingga menjadi jajahan Perancis setelah terjadinya
perang dunia 1. Kemudian dapat merdeka pada tahun 1947.1
Sistem pemerintahan Syria secara historis telah berubah dari sistem Monarki
(Kerajaan) ke Republik. Adapun titik awal perubahan itu ketika Suriah mendapatkan
hak kemerdekaan dari penjajahan Perancis. Namun hal tersebut tidak lantas
membuat kondisi Syria membaik. Syria sudah mengalami tujuh kali kudeta
kekuasaan yang berturut-turut. Pasca peristiwa kudeta tersebut, kekuasaan Suriah
dipegang oleh Hafez al Assad (1971-2000) diteruskan oleh putranya Bashar al Assad
(2000-sekarang).
Selama memimpin Syria, Bashar al Assad banyak menerapkan kebijakan
diantaranya adalah di dalam kebijakan luar negeri Bashar al Assad mengupayakan
alasan proses damai negara Arab dengan Israel, kehadiran militer Syria di Lebanon
dan hubungan Syria dengan dunia (sektor regional dan Internasional). Dalam
masalah perekonomian, kepemimpinan Bashar al Assad diharapkan dapat
memberikan perubaha-perubahan pada bidang perbaikan ekonomi, sistem politik
dan birokrasi. Menjelang berlangsungnya kepemimpinan Bashar al Assad, telah
beredar kabar bahwa aka nada perbaikan di bidang ekonomi dan sistem politik. Pada
kedua bidang tersebut, Bashar al Assad mewarisi sistem politik satu partai,
didominasi oleh militer yang beraliran sekte Alawi. Sistem tersebut terdiri dari
pemerintahan resmi dan pemerintahan bayangan. Pada tahun pertama pemerintahan
Bashar al Assad, orang-orang yang bekerja di pemerintahannya tidak akan ditolerir
jika tersangkut kasus korupsi. Bashar juga memperbarui sector-sektor negara namun
1
Neng Eri Sofiana, Kesetaraan Gender Dalam Pembaruan Hukum Keluarga di Syria dan Indonesia,
(IAIN Ponorogo, 2021), hlm. 85

4
tetap mempertahankan struktur politik yang ada. Kepemimpinan Bashar al Assad
menjadi harapan baru bagi rakyat Syria.2
Saat ini, Syria termasuk salah satu negara yang paling awal melakukan
kodifikasi. Syria dapat dikategorikan sebagai negara yang memiliki pembaruan
hukum keluarga yang bersifat responsif, unifikasi madzhab dan intradoktrinal
reform. Negara Syria telah memiliki Syirian Law of personal Status (SLPS) yang
disahkan sejak 17 September 1953 dan diamandemen menjadi UU Syiria No. 34
Tahun 1975.
Syria, sebagai negara yang mengalami konflik berkepanjangan, sekaligus
sebagai salah satu negara yang lebih awal mengkodifikasikan hukum keluarga ini
menarik untuk dibahas. Terlebih pada aspek-aspek hukum wasiat dan warisan sebab
di Negara tersebut telah banyak melakukan reformasi hukum terutama hukum-
hukum keluarga dan keislaman. Reformasi hukum keluarga yang dilakukan di
Negara Syria antara lain terkait dengan syarat usia menikah, pertunangan, poligami,
perceraian, wasiat dan warisan. Namun, pada pembahasan kali ini saya akan
mengedepankan topik tentang hukum yang berlaku untuk wasiat dan warisan di
negara tersebut.
Selama dalam kekuasaan Turki Ustmani, seluruh sistem peradilan dan
perundang-undangan si Syria mengikuti madzhab Hanafi sebagai madzhab resmi
kesultanan Turki Ustmani, seperti adanya UU Sipil 1876 dan hukum keluarga 1917.
Namun setelah Syria merdeka mulai terjadi reformasi hukum, seperti disahkannya
Hukum Pidana, Perdata dan Dagang pada tahun 1949. Adapun untuk personal law
tetap memberlakukan hukum peninggalan Turki yang dimodifikasi dengan Hukum
Waris Mesir tahun 1920-1926 dan Qodi Damaskus Syeikh Ali Tantawi yang diberi
nama Qamn Al-Ahwal Asy-Syahksiyyah atau lebih dikenal Syrian Law of Personal
Status (SLPS). Bisa dikatakan hukum ini mengandung eklektisisme inovatif yang
menyeleksi aturan-aturan bukan hanya dari madzhab Hanafis, melainkan juga dari
opini-opini para faqih madzhab-madzhab kuno dan minoritas yang terisolasi, dengan
tujuan membuat hukum yang diajarkan islam sekaligus selaras dengan kebutuhan
masyarakat kontemporer.3
Hukum keluarga Syria ini terdiri dari 308 Pasal dan enam buku atau enam
bagian yang di amandemen menjadi UU Syria No. 34 Tahun 1975. Pembahasan
tentang warisan terdapat pada buku keenam yang terbagi menjadi delapan bagian,
bagian satu tentang ketentuan umum dari pasal 260-262, bagian dua tentang
penyebab kewarisan dan modalitas dari pasal 263-264, bagian tiga tentang cara
wasiat wajib dari pasal 265-273, bagian empat tentang warisan cara Alabosh relatif
dari pasal 274-280, bagian lima tentang pemblokiran dan pasal yang terbagi menjadi
dua, yakni pemblokiran dari pasal 281-287 dan pasal 288, bagian enam tentang
warisan hak Rahim pasal 289 yang terbagi menjadi dua bab, bab satu tentang
klasisfikasi kandungan pasal 290 dan warisan kekerabatan dari pasal 291-297,
2
Mahadir Muhammad, Kebijakan Politik Pemerintahan Bashar Al-Assad, (IKA-Siyasab Yogyakarta,
2016), hlm. 87
3
Masnun Tahir, Hak-hak Perempuan dalam Hukum Keluarga Syria dan Tunisia, (Yogyakarta, Al
Mawarid, 2008), hlm. 209

5
bagian tujuh tentang proporsi markas pasal 298 dan bagian delapan tentang
ketentuan lain dari pasal 299-308.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar Hukum Wasiat dan Waris dalam Islam


Wasiat
Wasiat merupakan suatu peristiwa (tindakan) hukum dalam bentuk perikatan
sepihak, dimana niat dan hasrat yang tulus menjadi landasan dasar pelaksanaannnya.
Sesuai dengan salah satu tujuan hukum Islam yaitu tercapainya kemaslahatan dan
adanya manfaat serta nilai ibadah yang diperoleh dari suatu perbuatan. Kedudukan
wasiat sendiri dalam system pembagian harta peninggalan menurut hukum Islam
adalah salah satu hal terpenting menyangkut kematian dan pembagian harta
peninggalan kepada para ahli waris. Sesuai Pasal 171 KHI tentang pengertian wasiat
itu sendiri, yaitu pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau
Lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.4
Kedudukan wasiat sebagai realisasi perintah agama wajib bagi setiap muslim
yang memiliki harta banyak sesuai dengan Firman Allah dalam Qur’an suart Al-
Baqarah ayat 180, yang terjemahannya:
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-Bapak
dan Kerabat-kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang
yang bertakwa”.
Terhadap pembuatan wasiat itu pun memerlukan syarat-syarat yang jelas
tertera di dalam Kitab Undang_Undang Hukum Perdata. Syarat yang berlaku dalam
wasiat adalah:
1. Ada orang yang berwasiat. Orang ini hendaklah orang yang sudah cakap di
mata hukum
2. Ada orang yang menerima wasiat, artinya penerima wasiat pada saat ia
ditetapkan dan hendak menerima dalam keadaan hidup
3. Ada harta wasiat, harta wasiat ini berupa benda yang pada saat diwasiatkan
itu ada keberadannya baik itu aktiva atau pasiva. Benda yang dimaksud
dalam konteks ini adalah benda yang dapat dinilai dengan uang.5

Dalam al-Qur’an, wasiat lebih diutamakan dari pada waris, karena ia


berpotensi untuk mewujudkan keadlian yang khusus terkait dengan kepentingan

4
Nurul Adliyah, Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan Menurut Hukum Islam,
(Palopo, Al-Amwal: Journal of Islamic Economic Law)
5
Umar Haris Sanjaya, Kedudukan Surat Wasiat Terhadap Harta Warisan Yang Belum Dibagikan
Kepada Ahli Waris, (Jurnal Yuridis Vol. 5 No. 1, Juni 2018: 67-69), hlm. 74-75.

6
pribadi dan memiliki efektivitas dalam pemanfaatan harta. Dapat dipahami juga
bahwa harta warisan dibagikan setelah seluruh wasiat dilaksanakan dan seluruh
hutang dilunasi. Jadi dalam hal ini wasiat didahulukan dari al-furudh al-
muqaddarah dalam waris. Dalam masalah harta, Islam juga memberikan keleluasan
kepada seseorang untuk mentasharufkan harta sesuai dengan kehendak pemiliknya
selama hal itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.6

Waris
Warisan atau harta peninggalan menurut hukum Islam adalah sejumlah harta
benda serta segala hak dari seseorang yang meninggal dunia dalam keadaan bersih.
Artinya, harta peninggalan yang diwarisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta
benda serta segala hak setelah dikurangi dengan pembayaran hutang-hutang pewaris
dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si pewaris dan
harta peninggalan harus dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Pembagian harta peninggalan dalam Islam telah diatur dalam ilmu mawaris.
Menurut para fuqaha, ilmu mawaris adalah ilmu untuk mengetahui tentang orang
yang berhak menerima pusaka orang yang tidak dapat menerima pusaka, kadar yang
diterima oleh tiap-tiap ahli waris dan cara pembagiannya. Hukum Kewarisan Islam
atau yang lazimnya disebut Faraid dalam literatur Hukum islam adalah salah satu
bagian dari keseluruhan Hukum Islam yang mengatur peralihan harta dari orang
yang sudah meninggal kepada orang yang masih hidup.
Hukum waris dalam islam tidak begitu saja muncul, tetapi merupakan respon
terhadap tradisi dan persoalan masyarakat Arab Jahiliyah yang muncul waktu itu.
Hal ini sekaligus membuktikan, bahwa ayayt-ayat al-Qur’an yang turun bersifat
praktis-temporal dan kasuistik, karena turun untuk menjawab persoalan yang
muncul saat itu.7
Bidang hukum kewarisan mengalami perkembangan yang sangat signifikan,
disebabkan oleh kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dan pemikirannya
bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman.8 Istilah ahli waris pengganti
dalam al-Qur’an memang tidak dikenal, namun kedudukan mereka sebagai ahli
waris dapat diketahui melalui perluasan pengertian ahli waris langsung yang
dijelaskan dalam al-Qur’an (QS. AN-Nisaa’ ayat 33). Tentang sejauh mana
kedudukan mereka sebagai ahli waris dalam hubungannya dengan ahli waris
langsung yang digantikannya, baik dari segi bagian yang mereka terima maupun dari
segi kekuatan kedudukannya, tidak ada petunjuk yang pasti dalam al-Qur’an
maupun Hadits. Dalam hal ini Allah menyerahkan kepada manusia untuk
menentukan hukumnya.

6
Arip Purkon, Pembagian Harta Waris Dengan Wasiat, (Bogor, Mizan: Jurnal Ilmu Syariah. Vol II
No. 1, 2014), hlm.54
7
Lilik Andaryuni, Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam di Turki dan Somalia, (Samarinda,
HIKMAH, XIV, No. 1, 2018), hlm. 153
8
Wa Dazriani*, Akhmad Khisni**, Hukum Kewarisan Cucu Di Negara Mayoritas Islam Dan
Analisis Pasal 185 KHI Di Indonesia, (Semarang, Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12 No. 1,
2017), hlm. 119

7
“Dan untuk masing-masing (laki-laki dan perempuan) kami telah menetapkan
para ahli waris atas apa yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan karib
kerabatnya. Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka,
maka berikanlah kepada mereka bagiannya. Sungguh, Allah menyaksikan segala
sesuatu.”

2.1 Hukum Wasiat dan Waris di Negara Syria


2.1.1 Lahirnya Undang-Undang Tentang Wasiat di Syria
Penduduk Muslim Syria terdiri atas mayoritas Sunni dan empat sekte Syi’ah
minoritas. Angka yang pasti tidak tersedia tetapi perkiraan-perkiraan yang diperoleh
menempatkan penduduk Sunni tersebar di seluruh negeri secara kasar mencapai
angka 70%. Posisi Islam dalam masyarakat Syria telah berubah secara mendasar
pada masa-masa modern. Pada awal abad ke 19, kaum elit politik dan social di
Kesultanan Usmaniah mempersatukan institusi-institusi, symbol-simbol kaum ulama
Islam. Pada paro kedua abad ke 20, kecenderungan sekuler mendominasi Syria dan
Gerakan-gerakan pemulihan kedudukan tertinggi Islam menjadi alasan
pembangkangan politik. Selama era Usmaniyah (1517-1918), para sultan
melegetimasi otoritas mereka dengan mengklaim menjalankan pemerintahan sesuai
dengan islam.
Pada 1841 Kesultanan Usmani cenderung sekuker dan mendukung Eropa
sehingga Syria tidak lagi takluk pada hukum islam, sampai akhir perang dunia I
Kesultanan Usmani hancur dan di Syria muncul nasionalisme Arab yang dipimpin
oleh Amir Faisal untuk mengusir kekuasaan asing terutama Perancis. Sehingga
semua penduduk Syria yang terdiri atas bermacam-macam agama Bersatu.9
Pada saat kemerdekaan 1946-1963 politik di Syria mengalami serangkaian
kudeta militer, cabinet-kabinet yang berumur singkat dan kekuatan politik yang
dinamis yaitu munculnya partai sosialis Arab Ba’ath, persatuan sosialis arab Syria,
unionis sosialis, partai sosialis Arab dan partai komunis Syria.
Selama dalam kekuasaan Usmani, di Syria berlaku sistem peradilan dan sistem
hukum Usmani. Disamping itu berlaku juga code civil 1876 dan hukum hak-hak
keluarga 1917 (Law on Family Right). Setelah Usmani hancur, Syria berada dalam
kekuasaan bangsa Eropa (Perancis dan Inggris), sehingga secara perlahan-lahan
sistem hukum dan peradilan Syria menjadi sekuler dan hukum Anglo Perancis telah
memberi pengaruh yang besar terhadap hukum perdata dan pidana. Meskipun
demikian Hukum Islam (Islam Personal Law) tetap dijaga dan dipertahankan.
Setelah merdeka Syria mulai memperlakukan nasionalisasi dan reformasi
sistem hukum. Sejumlah UU diberlakukan baik dalam perdata tahun 1953 (UU
Status Personal), hukum pidana tahun 1950 dan hukum dagang tahun 1949.10

9
Fatum Abubakar, Pembaruan Hukum Keluarga: Wasiat Untuk Ahli Waris; Studi Komparatif
Tunisia, Syria, Mesir dan Indonesia, (Ternate, Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol.8, No.2, 2011),
hlm.249
10
Ibid, hlm. 250

8
Sejumlah pasal undang-undang 1953, secara signifikan diganti dengan UU
1975. Amandemen tersebut ditambah menjadi 22 pasal yang telah disetujui oleh
Parlemen Syria. Adapun tambahan pasal yang dimaksud, antara lain tentang wasiat
yang terdapat pada:
 Pasal 232: tidak ada wasiat yang dibolehkan bagi keturunan kecuali hanya
pada golongan pertama, dimana golongan ini adalah golongan yang
terhalang mendapat harta warisan.
 Pasal 238: (1) wasiat kepada bukan ahli waris seharusnya tidak boleh lebih
dari sepertiga harta peninggalan, setelah pembayaran hutang jika ada.
Meskipun tanpa persetujuan dari ahli waris. (2) Wasiat tidak boleh melebihi
batas maksimal dari sepertiga. (3) Yang didahulukan adalah pembayaran
hutang baru kemudian wasiat. (4) Wasiat untuk semua harta yang ada
dibolehkan jika memang tidak ada ahli waris yang lain.
 Pasal 257: Jika seorang meninggal, meninggalkan seorang putra dan punya
anak (cucu pewaris) maka cucu tersebut berhak mengambil bagian dari ayah
mereka dan memungkinkan mendapat sepertiga, asalkan sesuai dengan
kondisi sebagai berikut:
a. Wasiat wajibah bagi cucu seharusnya sama seperti bagian dari bapaknya,
yang penting tidak lebih dari sepertiga harta yang lazim terjadi.
b. Cucu seharusnya tidak diberikan harta melalui wasiat wajibah jika
mereka dapat mewarisi kekuasaan orang tuanya (ayahnya).
c. Wasiat wajibah diberikan kepada cucu dan anak dari cucu satu orang
dengan sistem 2:1.

Dengan demikian dalam perurndang-undangan Syria, cucu yang berhak


menerima wasiat wajib hanyalah melalui garis laki-laki. Jadi cucu melalui anak
perempuan tidak mendapatkan apa-apa. Dan jumlah harta yang diwasiatkan tidak
lebih dari sepertiga.

2.1.2 Pemberlakuan Hukum Warisan di Negara Syria


Kewarisan Islam adalah salah satu aspek bahasan dalam hukum Islam, namun
semakin hari semakin banyak yang meninggalkan praktik pembagian waris
sebagaimana yang diatur dalam hukum Islam. Hal ini terjadi karena masyarakat
lebih senang menggunakan praktik hibah sebelum harta tersebut menjadi harta
waris, karena adanya anggapan pembagian harta setelah pewaris meninggal akan
rentan menimbulkan konflik keluarga. Pada sisi lain, masyarakat juga lebih senang
menggunakan dasar adat kebiasaan yang ada di daerah sebagai dasar untuk membagi
warisan.11
Hukum kewarisan di Syiria mengalami perubahan diantara pembaharuan
dalam pemberian hak waris kepada cucu jika orang tuanya telah meninggal dunia.

11
Niswatul Hidayati, Rekontruksi Hukum Waris Islam: Makna Kalalah David S.Power, (Ponorogo,
Muslim heritage, Vol.2, No.1, 2017), hlm. 178

9
Dalam konsep hukum waris Islam klasik, cucu sepenuhnya tidak mendapatkan hak
waris, karena kedudukannya yang lebih jauh. Namun, di beberapa Negara muslim,
telah memberikan hak waris kepada cucu jika orang tuanya yang seharusnya
menjadi ahli waris telah meninggal dunia. Hal ini dikenal dengan konsep wasiat
wajibah. Selanjutnya mengenai warisan kepada pasangan yang masih hidup. Dalam
hukum waris Islam tradisional, pasangan yang masih hidup hanya mendapatkan
bagian sesuai dengan yang ditentukan dalam al-Qur’an (furudhul muqaddarah).
Dalam kasus jika ahli waris yang ada hanya pasangan yang masih hidup, maka sisa
harta warisan dikembalikan ke baitul mal atau Negara. Adapun pasangan, hanya
mendapatkan bagiannya sesuai dengaan furudhul muqaddarahnya, yaitu suami
setengah dan istri seperempat dari harta warisan.
Di Negara-negara muslim saat ini dalam hukum waris Islamnya, memberikan
seluruh harta warisan kepada pasangan yang masih hidup, dalam kasus jika hanya
dia satu-satunya ahli waris yang ada. Selain di Syiria hukum waris ini juga berlaku
di Negara Muslim lainnya, yakni di Mesir, Sudan, Tunisia, India dan Pakistan.
Dalam hal pembagian harta waris Syiria mengatur hal ini dalam Undang-
undang keluarganya. Dikatakan bahwasannya undang-undang Syiria/Suriah
mengikuti undang-undang keluarga Mesir, namun pada dasarnya dapat dikatakan
memang syiria mengadopsi undang-undang keluarga mesir secara subtansi, namun
mengalami perbedaan dalam draf-drafnya. Secara umum adopsi pandangan hukum
dikaitkan dengan Abu Yusuf dan disokong Muhammad al-Shaybani.12
Dalam undang-undang Syiria dalam masalah warisan ini terbagi dalam delapan
bagian namun dari delapan bagian tersebut hanya dua bagian yang bisa dikatakan
membahas masalah harta warisan lebih mendalam. Dalam undang-undang
waris Syiria tidak dikatakan tentang status tuan dan budak (‘agnates by law/’asaba
sababiyun). Yang mana ini sangat berlawanan dengan apa yang ada di undang-
undang keluarga mesir. Dari sini dapat dikatakan bahwasanya Syiria mengatakan
bahwasannya zaman perbudakan tidak relevant lagi dengan Syiria.
Dalam pembagian warisan untuk saudara sekandung baik laki-laki maupun
perempuan Syria mengikuti aturan yang dibuat mesir yaitu: 
 Saudara-saudari seibu mendapat bagian 1/6 ketika sendirian dan 1/3
ketika lebih dari seorang
 Antara saudara seibu dan saudari seibu dibagi sama rata
 Pada keadaan, jika harta warisan habis dibagi melalui furudl, saudara-
saudari seibu bersama-sama saudara kandung atau saudara-saudara
kandung, sendirian maupun bersama saudari kandung satu atau lebih,
berbagi bagian 1/3 sama rata.

Proses perhitungan ini diadopsi dari mahzab Syafii dan Maliki dan ini terdapat
dalam Hukum Mahzab Hanafi.Undang-undang keluarga Syiria membatasi kasus
anak yang belum lahir untuk menjadi ahli waris atau bisa dikatakan belum pantas
untuk menjadi ahli waris, ini berbeda dengan apa yang ditetapkan Mesir yang
12
Ibid.

10
mengatakan bahwasannya anak yang belum lahir akan menjadi pewaris.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Negara Syiria, yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, telah
mengadakan pembaruan hukum keluarga yang masih berdasar pada citra Islam,
walaupun negara tersebut telah dipengaruhi dengan berbagai sistem hukum, baik
hukum Barat maupun hukum Adat yang hidup dalam masyarakat.
Dalam undang-undang Syiria dalam masalah warisan ini terbagi menjadi
delapan bagian namun dari delapan bagian tersebut hanya dua bagian yang bisa
dikatakan membahas masalah warisan dan wasiat lebih mendalam.
Dalam perundang-undangan Syria, cucu yang berhak menerima wasiat
wajib hanyalah melalui garis laki- laki. Jadi cucu melalui anak perampuan tidak
mendapat apa-apa. Dan jumlah harta yang diwasiatkan tidak lebih dari sepertiga.
Dalam pembagian warisan di Negara Syria untuk saudara sekandung baik laki-
laki maupun perempuan Syria mengikuti aturan yang dibuat mesir yaitu Saudara-
saudari seibu mendapat bagian 1/6 ketika sendirian dan 1/3 ketika lebih dari seorang.
Antara saudara seibu dan saudari seibu dibagi sama rata. Pada keadaan, jika harta
warisan habis dibagi melalui furudl, saudara-saudari seibu bersama-sama saudara
kandung atau saudara-saudara kandung, sendirian maupun bersama saudari kandung
satu atau lebih, berbagi bagian 1/3 sama rata.
Undang-undang keluarga Syiria membatasi kasus anak yang belum lahir untuk
menjadi ahli waris atau bisa dikatakan belum pantas untuk menjadi ahli waris, ini
berbeda dengan apa yang ditetapkan Mesir yang mengatakan bahwasannya anak
yang belum lahir akan menjadi pewaris.

11
DAFTAR PUSTAKA

Sofiana, Neng Eri, Kesetaraan Gender Dalam Pembaruan Hukum Keluarga di Syria dan Indonesia,
IAIN Ponorogo, 2021.
Muhammad, Mahadir, Kebijakan Politik Pemerintahan Bashar Al-Assad, IKA-Siyasab Yogyakarta,
2016.
Tahir, Masnun, Hak-hak Perempuan dalam Hukum Keluarga Syria dan Tunisia, Yogyakarta, Al
Mawarid, 2008.
Adliyah, Nurul, Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan Menurut Hukum Islam, Palopo,
Al-Amwal: Journal of Islamic Economic Law
Sanjaya, Umar Haris, Kedudukan Surat Wasiat Terhadap Harta Warisan Yang Belum Dibagikan
Kepada Ahli Waris, Jurnal Yuridis Vol. 5 No. 67-69.1, Juni 2018.
Purkon, Arip, Pembagian Harta Waris Dengan Wasiat, Bogor, Mizan: Jurnal Ilmu Syariah. Vol II No.
1, 2014
Andaryuni, Lilik, Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam di Turki dan Somalia, Samarinda,
HIKMAH, XIV, No. 1, 2018.
Dazriani, Wa*, Khisni, Akhmad** Hukum Kewarisan Cucu Di Negara Mayoritas Islam Dan Analisis
Pasal 185 KHI Di Indonesia, Semarang, Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12 No. 1, 2017.
Abubakar, Fatum, Pembaruan Hukum Keluarga: Wasiat Untuk Ahli Waris; Studi Komparatif Tunisia,
Syria, Mesir dan Indonesia, Ternate, Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol.8, No.2, 2011.
Hidayati, Niswatul, Rekontruksi Hukum Waris Islam: Makna Kalalah David S.Power, Ponorogo,
Muslim heritage, Vol.2, No.1, 2017.

12

Anda mungkin juga menyukai