Anda di halaman 1dari 22

KAUSA FORMALIS PANCASILA

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


“Pancasila”
Dosen Pengampu :
Nashrul Wahyu Suryawan, S.Pd., M.Pd.

Oleh :
Khuwais Al Qurni Nusak N.R 207220046
Labiibah Nasywa Oktari 207220048
Lusi Yuliana Putri 207220053

JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga
saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga penulis diberi untuk
menyelesaikan makalah tentang “Kausa Formalis Pancasila”. Makalah ini ditulis untuk
memenuhi syarat nilai mata kuliah Pancasila yang diampu oleh Bapak Nashrul Wahyu
Suryawan, S.Pd., M.Pd.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai kausa formalis pancasila. Pancasila
merupakan ideologi Negara Indonesia yang memiliki asal mula hingga berjalan sampai saat
ini. Makalah ini berisi paparan asal mula terbentuknya Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari sempurna
serta kesalahan yang penulis yakini diluar batas kemampuan penulis. Maka dari itu penulis
dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Penulis
berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Ponorogo, 24 Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2

DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3

BAB I ...................................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4

A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 4

B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................................ 5

C. TUJUAN MAKALAH................................................................................................................ 5

BAB II..................................................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6

D. LANDASAN PANCASILA ....................................................................................................... 6

1. Landasan Formal ..................................................................................................................... 6

2. Landasan Historis.................................................................................................................... 8

3. Landasan Kultural ................................................................................................................... 9

4. Landasan Konseptual .............................................................................................................. 9

E. Pengertian Pancasila ................................................................................................................... 9

F. Kausa Formalis Pancasila ......................................................................................................... 13

G. Sejarah Perumusan Pancasila .................................................................................................... 14

1. Proses Perumusan Pancasila ................................................................................................. 14

2. Proses Perumusan Pancasila Setelah Pidato Soekarno ........................................................ 16

3. Pengesahan Rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara ....................................................... 18

BAB 3 ................................................................................................................................................... 21

PENUTUP ............................................................................................................................................ 21

H. Kesimpulan ............................................................................................................................... 21

I. Saran ......................................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 22


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap bangsa dan negara yang ingin berdiri kokoh kuat, tidak mudah
terombang-ambing oleh kerasnya persoalan hidup berbangsa dan bernegara, sudah
tentu perlu memiliki dasar negara dan ideologi negara yang kokoh dan kuat pula.
Tanpa itu, maka bangsa dan negara akan rapuh, maka dari itu peran ideologi sangat
penting untuk sebuah negara.
Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa
Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwujudkan dalam pergaulan hidup sehari-
hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermartabat dan berbudaya
tinggi. Untuk itulah diharapkan dapat menjelaskan Pancasila sebagai ideologi
nasional, menguraikan pengertian dari ideologi, menunjukkan sikap positif terhadap
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta menampilkan sikap positif
terhadap Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Pengetahuan yang diperoleh
dalam makalah ini juga dapat dijadikan bekal keterampilan menganalisis dan bersikap
kritis terhadap sikap para penyelenggara negara yang menyimpang dari cita-cita dan
tujuan negara.
Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945, ditetapkan oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945 bersamaan dengan UUD NRI Tahun 1945 yang
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun II Nomor 7. Seluruh warga
negara kesatuan Republik Indonesia sudah seharusnya mempelajari, mendalami dan
mengembangkannya serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dalam
setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendalaman,
penghayatan, pengembangan terhadap Pancasila tentulah disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing orang dengan memperhatikan potensi yang ada padanya.
Tingkat-tingkat pembelajaran mengenai Pancasila karena itu dapat dihubungkan
dengan tingkat-tingkat pengetahuan ilmiah. Kaelan (1999: 15) membagi tingkatan
pengetahuan ilmiah menjadi empat yakni pengetahuan deskriptif, pengetahuan kausal,
pengetahuan normatif, dan pengetahuan esensial. Pengetahuan deskriptif menjawab
pertanyaan bagaimana, yakni memberikan keterangan, penjelasan yang objektif tanpa
adanya unsur subjektivitas. Pancasila dapat diuraikan secara objektif misalnya dalam
perspektif kajian sejarah perumusannya, kedudukan dan fungsinya, dan sebagai dasar,
ideologi bangsa dan negara Indonesia. Pengetahuan kausal memberikan jawaban
terhadap pertanyaan ilmiah mengapa, sehingga sifat jawabannya adalah tentang sebab
akibat. Pengetahuan kausal ini dalam kaitannya dengan Pancasila berhubungan
dengan kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi empat kausa: kausa materialis
(asal mula bahan dari Pancasila), kausa formalis (asal mula bentuk), kausa efisien
(asal mula karya), dan kausa finalis (asal mula tujuan). Tingkatan pengetahuan
normatif merupakan hasil dari pertanyaan ilmiah ke mana, yang berkaitan dengan
ukuran-ukuran, parameter, norma-norma. Tingkatan normatif ini membedakan apa
yang senyatanya (das sein) dan apa yang seharusnya (das sollen).
Jadi das sollen bagaimana seharusnya Pancasila itu direalisasikan, sehingga
diperlukan norma, ukuran yang jelas seperti misalnya norma hukum, norma
kenegaraan dan norma moral, sedangkan das sein adalah Pancasila dalam kenyataan
faktual yang senantiasa mengikuti dinamika kehidupan serta perkembangan zaman.
Tingkat pengetahuan esensial mengajukan pemecahan terhadap pertanyaan apa, (apa
sebenarnya), merupakan persoalan terdalam karena diharapkan dapat mengetahui
hakikat. Pengetahuan esensial/hakikat tentang Pancasila adalah untuk mendapatkan
pengetahuan tentang inti sari atau makna terdalam dalam sila-sila Pancasila atau
secara filsafati untuk mengkaji hakikatnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja yang menjadi landasan Pancasila?
2. Apa yang dimaksud Pancasila?
3. Apa yang dimaksud Kausa Formalis Pancasila?
4. Bagaimana asal mula bentuk atau sejarah perumusan Pancasila?

C. TUJUAN MAKALAH
1. Menjelaskan apa saja landasan Pancasila.
2. Menjelaskan pengertian dari Pancasila.
3. Menjelaskan pengertian dari Kausa Formalis Pancasila.
4. Menjelaskan bagaimana asal mula Pancasila terbentuk dan sejarah perumusannya.
BAB II

PEMBAHASAN

D. LANDASAN PANCASILA

1. Landasan Formal
Proses pelaksanaan Pembelajaran Pancasila didukung oleh
peraturanperaturan formal yang juga memiliki kekuatan material secara
historis, yakni teruji dalam hal isinya. Peraturan perundang-undangan yang
terkait dan memiliki kekuatan formal untuk mengatur diadakannya
pembelajaran Pancasila adalah sebagai berikut:

a. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945 (UUD NRI Tahun 1945)
Pancasila dasar filsafat negara secara formal terdapat di
dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dengan sendirinya mempunyai
pengaruh terhadap Pancasila, yaitu sebagai pokok kaidah negara
yang fundamental, dan merupakan peraturan hukum yang tertinggi di
Indonesia. Pancasila sebagai dasar filsafat Negara merupakan
ketentuan hukum yang tertinggi. Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukum, termasuk penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dan Pancasila
merupakan rangka, suasana, dasar, dan tujuan pendidikan ilmu
pengetahuan di Indonesia. Penyelenggaraan pembelajaran Pancasila
dilaksanakan dengan undang-undang yang dijiwai, didasari, dan
bersumber dari Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, sedangkan
Pembukaan memuat tujuan nasional, yang antara lain berbunyi
mencerdaskan kehidupan bangsa.

b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


(UUD NRI Tahun 1945)
Catatan perlu diberikan bahwa untuk pasal-pasal UUD NRI
Tahun 1945 sekalipun dimungkinkan terjadi perubahan dengan
amandemen, tetapi nilainilainya nanti tidak boleh bertentangan
dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang berjiwakan
Pancasila. Pancasila dengan demikian ditempatkan sebagai suatu
kesepakatan bersama bagi kokohnya eksistensi bangsa dan negara
Indonesia. Rapat-rapat ad hoc Dewan Perwakilan Rakyat member
penafsiran bahwa amandemen memiliki makna tidak mengubah teks-
nya. Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 yang
menyebutkan bahwa Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran setidaktidaknya nilai-nilainya akan tetap berlaku. Berlaku
juga ayat 2 pada pasal ini yang berbunyi Pemerintah mengusahakan
danm menyelenggarakan pendidikan nasional dalam suatu sistem
pengajaran nasional yang diatur dalam undang- undang. Selain itu
yang terpenting lagi adalah berkaitan dengan tujuan Negara secara
khusus yakni Pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan
bangsa. Bangsa yang cerdas bukan hanya menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi yang bersifat pragmatis, tetapi juga
memiliki moralitas yang tangguh sehingga Indonesia sebagai bangsa
akan tetap memiliki eksistensi yang kuat dan terhormat di dalam
percaturan global.

c. Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)


Ketetapan-ketetapan MPR sejak awal terbentuk dan dalam
persidangannya MPR selalu menetapkan Pancasila dalam sistem
pendidikan nasional sebagai suatu materi yang terus-menerus perlu
ditingkatkan di berbagai jenjang dan jenis pendidikan. Pembelajaran
Pancasila dan unsurunsur yang dapat meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai 1945 kepada generasi muda harus
ditingkatkan dalam kurikulum dalam semua jenjang pendidikan.

d. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional.
Dalam Bab I pasal 1 ditegaskan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatas spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara. Bab II pasal 3 Undang-undang tentang Sistem Pendidikan
Nasional menetapkan tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

e. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Kurikulum Pendidikan


Tinggi.
Pasal 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 menentukan,
bahwa sistem pendidikan tinggi di Indonesia harus berdasarkan
Pancasila. Pasal 35 ayat (5) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012
menentukan, bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata
kuliah pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.

2. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui satu proses sejarah yang panjang,
yaitu sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit, sampai datangnya
bangsa Barat yang menjajah Indonesia. Bangsa Indonesia melalui perjalanan
sejarah yang panjang telah menemukan kepribadiannya sendiri, yang di
dalamnya tersimpul sifat, karakter, dan ciri khas bangsa Indonesia. Para
pendiri negara merumuskannya menjadi lima sila yang diberi nama Pancasila.
3. Landasan Kultural
Setiap bangsa memiliki ciri khas yang berbeda dengan bangsa-bangsa
lain. Bangsa Indonesia memiliki pandangan hidup yang berdasar pada asas
kultural yang bersumber dari kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai
kebangsaan dan kenegaraan yang terkandung di dalam Pancasila diangkat dari
nilai-nilai kulturalnya sendiri, sehingga generasi penerus bangsa perlu
mendalaminya secara dinamis sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.

4. Landasan Konseptual
Pengertian Filsafat Pancasila dan isi arti sila-sila Pancasila yang umum
universal telah dirumuskan oleh Notonegoro. Konsep Notonegoro tentang
Filsafat Pancasila yang masih perlu dikembangkan adalah kejelasan
pelaksanaannya atau aktualisasinya dalam kehidupan nyata. Permasalahan
pelaksanaan/aktualisasi Pancasila yang penting diperhatikan adalah masalah
konsep pengembangannya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di masa
sekarang dan yang akan datang. Konsep Notonegoro tentang Filsafat Pancasila
merupakan hasil penelitian dan pemikiran yang berkesinambungan.
Notonegoro terutama meneliti sejarah perkembangan kebangsaan Indonesia
serta notulen rapat-rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan
Indonesia BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

E. Pengertian Pancasila
Istilah “Pancasila” yang sekarang telah menjadi nama resmi dasar Negara
mempunyai proses perkembangan, baik ditinjau dari segi sejarahnya, dari segi
penulisan maupun penggunaannya. Istilah Pancasila ini akan dibicarakan secara
etimologis, historis, dan terminologis. Perkataan majemuk Pancasila secara etimologis
atau menurut logatnya berasal dari bahasa India yakni bahasa Sanskerta, bahasa kasta
Brahmana, sedangkan bahasa rakyat jelata ialah Prakerta. Muhammad Yamin
menjelaskan, di dalam bahasa Sanskerta perkataan Pancasila memiliki dua macam arti
yaitu “Panca” artinya lima, “syila” dengan huruf “i” pendek berarti “batu sendi”,
“alas”, atau “dasar”. “Syiila” dengan huruf “i” ganda berarti peraturan tingkah laku
yang “penting”, “baik”, “senonoh”. Kata syiila dengan huruf biasa berarti “berbatu
sendi yang lima” atau dengan istilah lain “lima batu karang” atau “lima prinsip moral”
(Yamin, tt, Pembahasan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia (Prapanca,
tt: 437.)
Perkataan majemuk tersebut ditulis oleh Empu Prapanca, seorang penyair dan
penulis istana kerajaan Majapahit (1296-1478 M), dalam buku Negarakertagama.
Istilah Pancasila dalam perjalanan sejarah Indonesia berikutnya menjadi populer di
kalangan tokoh-tokoh pendiri negara Indonesia (Indonesian founding fathers) setelah
istilah tersebut pertama kali dilontarkan oleh Soekarno dalam sidang BPUPKI ke-1
hari ke-3 tanggal 1 Juni 1945. Muhammad Yamin menjelaskan, Soekarno mengambil
alih istilah Pancasila tetapi dengan memberikan padanya inti dan makna baru (Syafi’i-
Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, 1985). Lima sila dalam Pancasila
menunjukkan ide-ide fundamental tentang manusia dan seluruh realitas, yang diyakini
kebenarannya oleh bangsa Indonesia dan bersumber pada watak dan kebudayaan
Indonesia dan melandasi berdirinya negara Indonesia (Kaelan, 1996: 92). Berikut ini
selanjutnya akan diuraikan tentang pengertian dari masing-masing sila Pancasila.
1) Sila Pertama: Ketuhanan yang Maha Esa
Makna inti yang terkandung dalam sila pertama Pancasila adalah pada
kata ketuhanan. Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, pencipta seluruh alam
semesta. Yang Maha Esa berarti yang maha tunggal, tiada sekutu dalam
sifatNya, dalam dzat-Nya, dalam perbuatanNya. Dzat Tuhan tidak terdiri atas
halhal yang banyak lalu menjadi satu, tetapi sifat-Nya adalah sempurna dan
perbuatan-Nya tidak dapat disamai oleh siapa pun. Ketuhanan Yang Maha Esa
itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan kepercayaan yang berakar pada
pengetahuan yang benar dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah
logika. Karena keyakinan yang demikianlah, maka negara Indonesia
berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara memberikan jaminan
sesuai dengan keyakinan dan untuk beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu. Kehidupan para warganegara di negara Indonesia tidak
boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak boleh ada
sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti keagamaan.
Dengan kata lain di dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang
meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan atau ateisme.

2) Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Inti pokok sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab adalah manusia
yang merupakan bentuk kata dasar dari kemanusiaan. Manusia adalah
makhluk yang berbudaya dengan memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta.
Penjelasan Notonegoro (1975: 87-88), manusia memiliki unsur-unsur susunan
kodrat yakni jiwa dan raga, sifat kodrat yakni makhluk individu dan makhluk
sosial, dan kedudukan kodrat yaitu makhluk mandiri dan makhluk Tuhan. Adil
berarti wajar yakni sepadan dan seimbang antara hak dan kewajiban.
Keputusan dan tindakan didasarkan pada suatu objektivitas tidak subjektivitas
lebih-lebih emosionalitas semata. Pengertian itulah yang dimaksud dengan
sepadan atau wajar. Beradab artinya berbudi luhur yang berkesopanan dan
susila. Maksudnya sikap hidup, keputusan dan tindakan selalu berdasarkan
pada nilainilai keluhuran budi, kesopanan dan kesusilaan. Adab terutama
mengandung tata kesopanan, kesusilaan atau moral, sehingga beradab berarti
berdasarkan nilai-nilai kesusilaan sebagai bagian dari kebudayaan.
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab adalah kesadaran dan perbuatan
manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani dalam hubungannya
dengan norma-norma dan kesusilaan umum, baik terhadap diri pribadi, sesama
manusia maupun terhadap alam dan hewan. Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradab adalah sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat
hakikat manusia yang sopan dan susila.

3) Sila Ketiga : Persatuan Indonesia


Persatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh, tidak terpecah-
pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam corak yang
beraneka ragam menjadi satu kebulatan, yang dalam dinamika Indonesia
bermakna persatuan wilayah, bangsa dan negara Indonesia. Persatuan
Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi,
politik, sosial, dan budaya serta keamanan. Persatuan Indonesia adalah
persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia yang bersatu karena
didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah
negara yang merdeka dan berdaulat.

4) Sila Keempat : Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan


Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yaitu sekelompok manusia yang
berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Rakyat meliputi seluruh manusia
itu, tidak dibedakan oleh tugas (fungsi) dan profesi (jabatan). Kerakyatan
adalah asas yang baik serta tepat jika dihubungkan dengan maksud rakyat
hidup dalam ikatan negara. Sila keempat yang berbunyi kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
berarti bahwa Indonesia menganut demokrasi. Demokrasi yang dianut, baik
demokrasi langsung maupun demokrasi tidak langsung atau dengan
perwakilan. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
Dalam Permusyawaratan/Perwakilan berarti bahwa kekuasaan yang tertinggi
berada di tangan rakyat. Kerakyatan disebut pula kedaulatan rakyat (rakyatlah
yang berdaulat/berkuasa) atau demokrasi. Hikmat kebijaksanaan berarti
penggunaan akal pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan
dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong oleh
itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara
khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan suatu hal
menurut kehendak rakyat, hingga tercapai suatu keputusan yang berdasarkan
kebulatan pendapat atau mufakat. Perwakilan adalah suatu system dalam arti
tata cara mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam
kehidupan bernegara, antara lain dilakukan dengan melalui badanbadan
perwakilan.

5) Sila kelima : Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Sila kelima Pancasila memiliki kekhususan karena dalam
perumusannya pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 didahului dengan kata-kata: “serta dengan mewujudkan
suatu...”, sehingga untuk mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Ini berarti bahwa keempat sila lainnya bertujuan untuk
mewujudkan cita-cita sebagaimana tercantum dalam sila kelima tersebut.
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala
bidang kehidupan, baik material maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia
maupun warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri. Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia berarti bahwa setiap orang Indonesia mendapat
perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan. Sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945, maka keadilan sosial
mencakup pengertian adil dan makmur. Keadilan sosial yang dimaksud tidak
sama dengan pengertian sosialisme atau komunisme, karena yang dimaksud
dengan keadilan social dalam sila kelima tersebut bertolak dari pengertian
bahwa antara pribadi dan masyarakat satu sama lain tidak dapat dipisahkan.

F. Kausa Formalis Pancasila


Kausa Formalis (asal mula bentuk atau bangun) dimaksudkan bagaimana
Pancasila itu dibentuk rumusannya sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-
Undang Dasar NRI Tahun 1945. Pengusul dan pendukung asal mula bentuk dari
Pancasila adalah Soekarno dan Hatta ditambah dengan anggota BPUPKI. Soekarno
dan Hatta ditambah dengan anggota BPUPKI sebagai Pembentuk Negara
mengatasnamakan wakil bangsa Indonesia, juga telah merumuskan dan membahas
Pancasila yang berkaitan bentuk rumusan dan nama Pancasila sebagai kesatuan.
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Pancasila merupakan pedoman
kehidupan bernegara dan berbangsa. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
bersumber dari nilai bangsa Indonesia, seperti kebudayaan, sosial, dan religius.
Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia, pertama kali termuat dalam Piagam
Jakarta, yang dihasilkan oleh Panitia Sembilan. Setelah melalui proses panjang,
akhirnya Pancasila disahkan pada 18 Agustus 1945, dalam sidang PPKI.
Bangsa Indonesia yang menjadi asal mula atau sebab bahan dari Pancasila
sebagai dasar filsafat Negara merupakan suatu hal yang sangat penting dan perlu
dipahami kembali.
Serta terhadap asal mula segala sesuatu, yaitu Tuhan. Tiga persoalan pokok
dalam hidup ini yang terhadap diri sendiri, termasuk hubungannya dengan benda,
tersimpul dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab, yang terhadap sesama
manusia, yang mengenai benda pula terutama dalam lingkungan kenegaraan
tercantum dalam sila-sila persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial, serta terhadap
asal mula segala sesuatu ialah terkandung dalam sila ketuhanan yang Maha Esa. Soal-
soal hidup yang pokok ini bersifat universal, berlaku untuk semua orang. Meskipun
tiga persoalannya sama, tetapi lain perwujudan dalam jawaban atas soal-soalnya, dan
lain pula dalam hal pelaksanaan atau penjelmaan dari jawaban dan penyelesaian
persoalannya.
Keputusan PPKI secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik
Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, sudah tepat, yakni hanya lima sila itu yang
dimasukkan dalam dasar filsafat Negara sebagai inti kesamaan dari segala keadaan
yang beraneka warna, dan juga telah mencukupi, dalam arti tidak ada lainnya yang
tidak dapat dikembalikan kepada salah satu sila dari Pancasila.
Karena dalam hal ini Pancasila menjadi sebuah ideologi negara yang dimana
akan melakukan rujukan kepada sebuah proses Pancasila itu sendiri dan dilakukan
perumusan untuk menjadi Pancasila yang nantinya akan termasuk ke dalam UUD
1945.

G. Sejarah Perumusan Pancasila


Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit
dimana sila-sila terdapat dalam Pancasila itu sudah diterapkan dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari maupun dalam kehidupan kerajaan meskipun Pancasila itu
sendiri belum disahkan atau dirumuskan secara konkret.
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr.
Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah khususnya akan dibahas pada
sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan
Soekarno. Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato
secara lisan mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk
memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas
saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan
namanya.
Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus disahkannya
Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana di dalamnya
termuat isi rumusan lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama
Pancasila. Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indoneisia dan
merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945
dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia disebut dengan istilah “Pancasila”.

1. Proses Perumusan Pancasila


Proses Perumusan dasar negara berlangsung dalam sidang-sidang
Dokuritzu Junbi Cosakai, Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) yang kemudian dilanjutkan oleh sidang-sidang dari
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Cita-cita untuk mewujudkan negara komunis secara formal padam
pada tahun 1927 seiring di berangsurnya PKI oleh pemerintahan penjajah
Belanda, setelah partai itu melakukan pemberontakan. Oleh karena itu, ketika
BPUPKI dibentuk pada tahun 1945 hanya kaum nasional dan Islamlah yang
menduduki kursi keanggotaan bandan yang bertugas menyelidiki Persiapan
bangsa Indonesia untuk merdeka.
Anggota BPUPKI semula berjumlah 63 orang (termasuk seorang
Wakil ketua dari bangsa jepang), namun kemudian menjadi 68 orang
menjelang sidang tanggal 10 Juli 1945 (karena ditambah dengan enam orang
anggota baru dan dikurangi satu orang yaitu wakil ketua dari bangsa Jepang).
Secara sosiologis komposisi anggota BPUPKI itu terdiri atas 23 orang dari
kalangan birokrat fungsional, 17 orang dari golongan pergerakan kebangsaan,
11 orang dari golongan “independen” atau swasta, dan 7 orang dari kalangan
utama (guru dan mubalig).
a. Sidang BPUPKI dan Usulan Rumusan Pancasila
Sidang pertama BPUPKI diadakan 28 Mei – 1 Juni 1945. Tanggal
28 Mei sidang dibuka dengan sambutan dari wakil tentara Dai Nippon.
Dalam sambutannya wakil Dai Nippon tersebut memberi nasihat agar
BPUPKI mengadakan penyelidikan secara cermat terhadap dasar-dasar
yang akan digunakan sebagai landasan negara Indonesia Merdeka.
Tanggal 29 Mei 1945 dimulai sidang perumusan dasar-dasar Indonesia
merdeka oleh pidato-pidatonya tampil. Merdeka mengemukakan berbagai
usulan mengenai dasar negara Indonesia. Pidato-pidato yang diucapkan
para anggota BPUPKI dalam sidang itu selengkapnya tidak diketahui yang
tampak hanya 3 teks pidato yaitu teks pidato yang dikemukakan oleh
Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.
Setelah tampilnya Muh. Yamin, Soepomo dan Soekarno barulah
Ketua BPUPKI menghentikan sidang. Penghentian sidang tersebut
dilanjutkan dengan pembentukan Panitia Kecil yang bertugas untuk
merumuskan dasar negara. Di antara Soepomo, Muh. Yamin, dan
Soekarno memiliki usulan Rumusan Pancasila yang berbeda-beda, ketiga
usulan tersebut antara lain :
 Usulan Muh. Yamin (29 Mei 1945)
1) Peri Kebangsaan
2) Peri Kemanusiaan
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
5) Kesejahteraan rakyat
 Usulan Soepomo (31 Mei 1945)
1) Persatuan
2) Kekeluargaan
3) Keseimbangan lahir dan batin
4) Musyawarah
5) Keadilan rakyat
 Usulan Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
1) Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme
2) Peri Kemanusiaan (Internasionalisme)
3) Mufakat atau demokrasi
4) Kesejahteraan Sosial
5) Ketuhanan yang Maha Esa
Dari lima usulan rumusan yang dikemukakan Ir. Soekarno tersebut
kemudian ia menyebutnya dengan istilah “Pancasila”.

2. Proses Perumusan Pancasila Setelah Pidato Soekarno


Setelah Soekarno selesai berpidato dan mengajukan usulannya tentang
rumusan dasar Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945, sidang BPUPKI yang
pertama telah berakhir. Kemudian setelah berakhirnya sidang pertama
tersebut, ketua BPUPKI membentuk panitia kecil yang bertujuan untuk
melanjutkan perumusan usulan yang disampaikan Soekarno dalam pidatonya
yang kemudian diberi nama Pancasila.
Dalam keanggotaan panitia kecil, ada dua golongan penting yang
berbeda pandangan dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara.
Golongan pertama menghendaki agar Islam menjadi dasar negara, sedangkan
golongan yang kedua menghendaki paham kebangsaan sebagai inti dasar
negara. Karena perbedaan pandangan oleh dua golongan inilah panitia kecil
yang berjumlah kan 8 orang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
masalah rumusan dasar negara. Oleh karena itu, panitia kecil ini kemudian
menunjuk sembilan orang perumus yang selanjutnya dikenal dengan sebutan
“Panitia Sembilan”, dengan anggota antara lain :
1) Ir. Soekarno, sebagai ketua
2) Mohammad Hatta sebagai wakil ketua
3) Achmad Soebardjo
4) Mohammad Yamin
5) K.H. Wahid Hasyim
6) Abdul Kahar Muzakir
7) Abikoesno Tjokrosoejoso
8) Agus Salim, dan
9) A.A. Maramis.

Dalam sidang BPUPKI kedua tanggal 10 Juli 1945, Soekarno


melaporkan bahwa sidang Panitia Sembilan (tanggal 22 Juni 1945) telah
berhasil merumuskan Pancasila yang merupakan persetujuan antara pihak
Islam dan pihak nasionalis. Rumusan Pancasila dari Panitia sembilan
itu dikenal sebagai Piagam Jakarta (Jakarta Charter), adapun isi dari Piagam
Jakarta, yaitu :
1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tentang Piagam Jakarta ini Soekarno sebagai ketua Panitia Sembilan


mengatakan, bahwa “ Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi para
pemeluk-pemeluknya” merupakan jalan tengah yang diambil akibat perbedaan
pendapat antara golongan Islam dan nasionalis. Sebenarnya banyak mucul
keberatan terhadap Piagam Jakarta. Sebagai contoh, keberatan yang
disampaikan oleh Latuharhary yang didukung oleh Wongsonegoro dan Husin
Joyodiningrat dalam sidang panitia perancang UUD tanggal 11 Juli 1945.
Keberatan yang sama juga diajukan oleh Ki Bagus Hadikusumo dalam sidang
kedua BPUPKI tanggal 14 Juli 1945.

Ketika para pemimpin Indonesia sedang sibuk mempersiapkan


kemerdekaan menurut skenario jepang, secara tiba-tiba terjadi perubahan peta
politik dunia. Salah satu penyebab terjadinya perubahan peta politik dunia itu
ialah takluknya Jepang terhadap sekutu. Peristiwa itu ditandai dengan jatuhnya
bom atom di kota Hirosima pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa iyu,
7 agustus 1945, Pemerintah Penduduk Jepang di Jakarta mengerluarkan
maklumat yang berisi:

1) Pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan


Kemerdekaan bagi Indonesia (PPKI).
2) Panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai
bersidang 19 Agustus 1945.
3) Direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.

3. Pengesahan Rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara


Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang. Untuk
menindaklanjuti hasil kerja BPUPKI, Jepang membentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Lembaga tersebut dalam bahasa Jepang
disebut Dokuritsu Junbi Inkai. PPKI beranggotakan 21 orang yang mewakili
seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Mereka terdiri atas 12 orang wakil dari
Jawa, 3 orang wakil dari Sumatera, 2 orang wakil dari Sulawesi, dan seorang
wakil dari Sunda Kecil, Maluku serta penduduk Cina. Ketua PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945, menambah anggota PPKI enam orang lagi sehingga
semua anggota PPKI berjumlah 27 orang.
PPKI dipimpin oleh Ir. Soekarno, wakilnya Drs. Moh. Hatta, dan
penasihatnya Ahmad Soebarjo. Adapun anggotanya adalah Mr. Supomo, dr.
Rajiman Wedyodiningrat, R.P. Suroso, Sutardjo, K.H. Abdul Wachid Hasyim,
Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Suryohamijoyo, Abdul Kadir,
Puruboyo, Yap Tjwan Bing, Latuharhary, Dr. Amir, Abdul Abbas, Teuku
Moh. Hasan, Hamdani, Sam Ratulangi, Andi Pangeran, I Gusti Ktut Pudja,
Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo, Sayuti Melik,
dan Iwa Kusumasumantri.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang


pertama. Pada sidang ini PPKI membahas konstitusi negara Indonesia,
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang membantu tugas
Presiden Indonesia. PPKI membahas konstitusi negara Indonesia dengan
menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan BPUPKI.

Namun, sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam
mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian terkait masalah
kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah
Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim,
dan Teuku Moh. Hassan. Mereka perlu membahas hal tersebut karena pesan
dari pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian
timur yang merasa keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka mengancam
akan mendirikan negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk


menghilangkan kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang para tokoh-
tokoh yang sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Para tokoh PPKI
berjiwa besar dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi
dan golongan. Adapun tujuan diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum
sidang agar permasalahan cepat selesai. Dengan disetujuinya perubahan itu
maka segera saja sidang pertama PPKI dibuka dengan keputusan:

1) Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 dan


UUD 1945.
2) Memilih presiden dan wakil presiden (Sukarno dan Moh.
Hatta).
3) Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai badan
musyawarah darurat.
4) Fungsi pokok Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi
Negara.
BAB 3

PENUTUP

H. Kesimpulan
Pancasila memiliki landasan yang dibagi menjadi 4, yaitu landasan formal
yang terdiri dari peraturan perundang-undangan seperti alenia UUD NRI 1945, pasal-
pasal dalam UUD NRI 1945, Tap MPR, UU No. 20 Tahun 2003 dan UU No. 12
Tahun 2012. Landasan historis yaitu proses bagaimana sejarah bangsa Indonesia
melalui perjuangan panjang untuk merumuskan lima sila yang diberi nama Pancasila,
landasan kultural yang berdasarkan nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan yang
terkandung dalam Pancasila sesuai nilai kultural bangsa Indonesia. Yang terakhir
yaitu landasan konseptual yang dikembangkan dari arti sila Pancasila yang umum
berdasarkan aktualisasi dalam kehidupan nyata. Kausa Formalis (asal mula bentuk
atau bangun) dimaksudkan bagaimana Pancasila itu dibentuk rumusannya
sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945.

I. Saran
Demikian makalah ini kami buat, tentu tidak terlepas dari kekurangan baik
dari segi penulisan maupun isi dan pembahasan, sehingga besar harapan kami dapat
menerima masukan dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Hanief Shidiq. (2012). Klausal Pancasila.


I Made Adi Widnyana. (2020). Buku Ajar Pendidikan Pancasila Berbasis Implementasi Nilai
dan Konsep Local Genius. Bali: Scopindo Media Pustaka.
Karlina, R. (2015). Pancasila Sebagai Ideologi Nasional.
Triwahyuni. (2011). Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
https://repository.unikom.ac.id/36755/
Universitas Negeri Gorontalo. (2014). Proses Perumusan dan Pengesahan Pancasila Sebagai
Dasar Negara. https://mahasiswa.ung.ac.id/613413023/home/2014/3/26/proses-perumusan-
dan-pengesahan-pancasila-sebagai-dasar-negara.html
YP Samadi. (2019). Filsafat Pancasila Dalam Pendidikan Di Indonesia Menuju Bangsa
Berkarakter.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JFI/article/view/21286

Anda mungkin juga menyukai