Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PRAKTEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Pengembangan Kurikulum PAI

Dosen Pengampu: Puspo Nugroho, M.Pd.I

Disusun oleh:

1. Saudah Lutfiah (2110110080)


2. Misbahul Munir (2110110093)
3. Ninik Nihayati (2110110105)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya kepada kita, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah dengan
tema “Praktek Pengembangan Kurikulum di Indonesia” dengan baik. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita
harapkan syafaat-Nya dihari kiamat kelak.
Adapun maksud penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan Kurikulum PAI. Terima kasih kami ucapkan kepada yang terhormat
Bapak Puspo Nugroho, M.Pd.I. selaku dosen pengampu mata kuliah ini, serta
semua pihak yang telah mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tentang tema tersebut.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dengan
keterbatasan yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran sehingga dapat
membangun makalah ini menjadi lebih baik dikemudian hari.

Kudus, 20 Mei 2022

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................iii

BAB I PEDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ............................................................................1


B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................1
C. TUJUAN PENULISAN..........................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Kurikulum Tahun 1968...........................................................................2


B. Kurikulum Tahun 1975...........................................................................2
C. Kurikulum Tahun 1984...........................................................................4
D. Kurikulum Tahun 1994...........................................................................6
E. Kurikulum Tahun 2004...........................................................................8
F. Kurikulum Tahun 2006...........................................................................10
G. Kurikulum Tahun 2013...........................................................................12
H. Kurikulum Merdeka Belajar ...................................................................14
I. Kurikulum Merdeka Belajar di Perguruan Tinggi ...................................16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa praktek pengembangan kurikulum


di Indonesia sudah banyak mengalami perubahan. Karena tujuan pendidikan
yang berbeda, maka diperlukan beberapa penambahan dan solusi terakhir
adalah menggantinya dengan kurikulum yang baru jika kurikulum yang lama
dirasa sudah tidak sesuai lagi.

Tujuan pendidikan pada masa awal kemerdekaan adalah agar anak-anak


bangsa menjadi anak yang terpelajar, cinta tanah air dan mengerti cara menjaga
persatuan dan kesatuan agar tidak mudah dibodohi oleh bangsa-bangsa yang
berkeinginan untuk menguasai Indonesia. Namun pada masa ini difokuskan
untuk mengembangkan potensi dan mencerdaskan individu dengan lebih baik.
Sehingga diharapkan mereka yang memiliki pendidikan dengan baik dapat
memiliki kreatifitas, pengetahuan, kepribadian, mandiri dan menjadi pribadi
yang lebih bertanggung jawab.

Perubahan tersebut dilakukan karena tidak cukup hanya dengan memiliki


rasa cinta tanah air, melainkan memiliki karakter dan kepribadian yang tangguh
juga dibutuhkan dalam menjaga dan melindungi tanah air ini.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka


dibutuhkan kurikulum yang sesuai dan diharapkan tidak ketinggalan zaman.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana Perkembangan Kurikulum di Indonesia dari Dulu hingga
Sekarang?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Bagaimana Perkembangan Kurikulum di Indonesia
dari dulu hingga sekarang.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kurikulum Tahun 1968


Kurukulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964,
dilakukan perubahan struktur kurikulum pendidikan dari pancawardhana
menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 ialah perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan
UUD 1945 secara murni. Tujuan pendidikan, kurikulum 1968 ditekankan pada
upaya untuk membentuk manusia pancasila sejati, kuat, sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Sedangkan isi pendidikan diarahkan pada kegiatan
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang
sehat dan kuat. Munculnya kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti rencana
pendidikan 1964 yang dicitrakan produk Orde Lama. Pada tujuan pembentukan
manusia pancasila sejati, kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi
materi pelajaran, kelompok pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 disebut kurikulum bulat artinya hanya memuat mata
pelajaran pokok- pokok saja, sebab muatan materi pelajaran bersifat teoritis
dan tidak terkait dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada
materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa disetiap jenjang pendidikan.
Kurikulum 1968 lahir dengan pertimbangan politis-ideologis. Kurikulum 1968
bersifat correlated subject curiculum, artinya materi pelajaran tingkat
bawah dikorelasikan dengan kurikulum sekolah lanjutan. Metode
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan
psikologi.
B. Kurikulum Tahun 1975

Lahirnya kurikulum 1975 dilatar belakangi oleh menteri pendidikan


Republik Indonesia (Syarif Thayeb) yang menjelaskan tentang diterapkannya
kurikulum 1975 sebagai pedoman pelaksanaan pengajaran di sekolah. Sejak
tahun 1968 di negara Indonesia telah banyak mengalami perubahan yang

2
merupakan akibat dari laju pembangunan nasional, yang mempunyai dampak
baru terhadap program pendidikan nasional. Hal-hal yang mempengaruhi
program maupun kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan pembeharuan
itu sebagai berikut:

1. Selama PELITA 1 pada tahun 1969 telah banyak menimbulkan gagasan


baru tentang pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
2. Adanya kebijakan pemerintah dibidang pendidikan nasional yang
digariskan dalam GBHN yakni “mengejar ketinggalan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mempercepat lajunya pembengunan”.
3. Adanya hasil analisis dan penelaian pendidikan nasional oleh
departemen pendidikan dan kebudayaan mendorong pemerintah untuk
meninjau kebijaksanaan pendidikan nasional.
4. Adanya inovasi dalam sistem belajar mengajar yang dianggap lebih
efesien dan efektif yang telah memasuki dunia pendidikan Indonesia.
5. Keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan untuk meninjau
sistem yang sudah berlaku.
6. Pada kurikulum 1968 terdapat hal-hal yang merupakan faktor kebijakan
pemerintah yang berkembang dalam rangka pembangunan nasional
tersebut belum diperhitungkan, sehingga diperlukan peninjauan
terhadap kurikulum 1968 tersebut agar sesuai dengan tuntunan
masyarakat yang sedang membangun.
Atas pertimbangan tersebut maka dibentuklah kurikulum tahun 1975.
Segala upaya untuk mewujudkan strategi pembangunan di bawah pemerintah
Orde Baru dengan program PELITA dan REPELITA.

Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan


prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Berorientasi pada tujuan. Dalam hal ini pemerintah merumuskan
tujuan-tujuan yang harus di kuasai oleh siswa yang lebih dekenal
dengan hirearki tujuan pendidikan yang meliputi: tujuan nasional,
tujuan instutusional, tujuan kurikuler, tujuan intruksional umum,
tujuan intruksional khusus.

3
b) Menganut pendekatan integratif, dalam arti bahwa setiap pelajaran
memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-
tujuan yang lebih integratif.
c) Menekankan kepada efesiensi dan efektivitas dalam hal waktu.
d) Menganut pendekatan sistem intruksioanal yang dikenal dengan
Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI) sistem yang
senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik dapat di
ukur dn dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
e) Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada
stimulus respon (rangsang jawab) dan latihan (drill), Pembelajaran
lebih banyak menggunakan teori Behaviorisme, yakni memandang
keberhasilan dalam belajar ditentukan oleh lingkungan denga stumulus
dari luar, dalam hal ini adalah sekolah dan guru.
C. Kurikulum Tahun 1984

Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntunan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam
GBHN 1983 menyatakan keputusan politik yang menghendaki perubahan
kurikulum dari kurikulum 1975 kepada kurikulum 1984.

1. Ciri-ciri Kurikulum 1984


Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara
kebutuhan dan tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan dan teknologi
terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi.
Oleh karena itu, diperlukan perubahan kurikulum. Berikut tampilan dari
perubahan dan revisi kurikulum 1975:

a) Berorientasi kepada tujuan institusional. Didasari dari pandangan


bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu
belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar
fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah
tujuan apa yang harus dicapai siswa.

4
b) Pendekatan pengajaran berpusat pada anak didik Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang
memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif terlibat secara
fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa
memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam
ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
c) Materi pejaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral,
spiral adalah pendekatan yang di gunakan adalah pengemasan
bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran.
Semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
d) Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan
latihan, konsep-konsep yang dipelajari siswa harus berdasarkan
pengertian. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media
digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang
dipelajari.
e) Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan
mental siswa, dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus
melalui pendekatan kongkrit, semikongkret, semiabstrak dan
abstrak, dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-
contoh ke kesimpulan dari yang mudah menuju ke yang sukar, dari
yang sederhana menuju ke yang kompleks.
f) Menggunakan pendekatan keterampilan proses, keterampilan
proses adalah pendekatan belajar mengajar yang memberi tekanan
kepada proses pembentukan keterampilan memperoleh
pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan
keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan
efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.
2. Kebijakan dalam penyusunan kurikulum 1984
Kebijakan dalam penyusunan kurikulum 1984 adalah sebagai berikut:

a) Adanya perubahan dalam perangkat mata pelajaran inti, kalau pada


kurikulum 1975 terdapat delapan pelajaran inti, pada kurikulum
1984 terdapat enam belasa mata pelajaran inti, Mata pelajaran

5
yang termasuk kelompok inti tersebut adalah: Agama, Pendidikan
Moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa , Bahasa
dan sastra Indonesia, Geografi Indonesia, Geografi Dunia,
Ekonomi, Kimia, Fisika, biolagi, Matematika, Bahas Inggris,
Kesenian, Keterampilan, Pendidikan Jasmani dan olah raga,
Sejarah dunia dan Nasional.
b) Penambahan mata pelajaran pilihan yang sesuai dengan jurusan
dan bakat siswa.
c) Perubahan program jurusan kalau semula pada kurikulum 1975
terdapat 3 jurusan di SMA, yaitu IPA, IPS, Bahasa, maka dalam
kurikulum 1984 jurusan di nyatakan dalam program A dan B.
3. Penetapan waktu pelaksanaan kurikulum
Kurikulum 1984 dilaksanakan secara bertahap dari kelas 1
SMA berturut-turut sampai berikutnya di kelas yang lebih rendah. 1

D. Kurikulum Tahun 1994

Dengan mendasarkan kepada seluruh proses penyusunan kurikulum pada


ketentuan-ketentuan yuridis dan akademis yang ada, maka diharapkan
kurikulum 1994 telah mampu menjembatani semua kesenjangan yang ada
dalam dunia pendidikan di sekolah. Namun, harapan itu sepertinya tidak
terwujud sebagaimana diperlihatkan oleh sedemikian banyak dan gencarnya
keluhan pihak pengelola pendidikan. 2 Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari
pemberlakuan kurikulum 1994, diantaranya sebagai berikut:
1. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan.
2. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang
cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
3. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu
system kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum
ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat

1
Alhamuddin, politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Indonesia Sejak Zaman
Kemerdekaan Hingga Reformasi Tahun 1947-2013, Hal. 51-67
2
Anzar Abdullah, “Kurikulum Pendidikan di Indonesia Sepanjang Sejarah” dalam Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 066. Hal. 348

6
mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan
dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan
menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik
secara mental, fisik, dan sosial.
5. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan
dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir
siswa.
6. Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak.
7. Pengulangan beberapa materi yang dianggap sulit perlu dilakukan
untuk pemantapan pemahaman siswa. 3
Aspek yang paling dikedepankan dalam kurikulum 1994, ialah terlalu
padat, sehingga sangat membebani siswa yang berpengaruh pada merosotnya
semangat belajar siswa, sehingga mutu pendidikan pun semakin terpuruk.
Akibatnya adalah siswa enggan untuk belajar lama di sekolah. Jika awal siswa
sudah dicemaskan dengan beban mata pelajaran yang menjadi momok di
sekolah, maka mereka akan menjadi bosan dan kegiatan belajar mengajar
menjadi menyebalkan.

Kurikulum 1994 yang padat dengan beban telah menghambat


diberlakukannya paradigma baru pendidikan dari siswa kepada guru, yang
menuntut banyak waktu untuk menyampaikan pandangan dalam rangka
pengelolaan pendidikan. Kurikulum yang padat juga melanggengkan konsep
pengajaran satu arah, dari guru ke murid, karena apabila murid diberikan
kebebasan mengajukan pendapat, maka diperlukan banyak waktu, sehingga
target kurikulum sulit untuk tercapai.

Kelemahan lain dari kurikulum 1994 ialah adanya tumpang-tindih antara


isi kurikulum. Tumpang-tindih ini terlihat dalam adanya pengulangan pokok-
pokok bahasan antara bidang studi satu dengan yang lainnya. Contohnya,
dalam mata pelajaran PPKn ada pokok bahasan yang membahas tentang

3
Muhammedi, “Perubahan Kurikulum di Indonesia: Studi Kritis Tentang Upaya
Menemukan Kurikulum Pendidikan Islam yang Ideal” dalam RAUDHAH, 4(1), Hal. 56

7
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, PPKI dan BPUPKI; sementara
dalam mata pelajaran sejarah juga terdapat pokok bahasan yang membahas
tentang Proklamasi 17 Agustus 1945, PPKI dan BPUPKI. Demikian juga
banyak terjadi pengulangan isi di dalam mata pelajaran itu sendiri antar jenjang
pendidikan sehingga terkesan sangat membosankan.

Selain itu bertambahnya jam pelajaran dari 36-38 jam pada kurikulum
1984, menjadi 42 jam pada kurikulum 1994, berakibat pada beban mengajar
guru. Ada guru yang beban mengajarnya bertambah, ada yang berkurang dan
ada yang tetap, bahkan ada yang hilang sama sekali. 4

E. Kurikulum Tahun 2004

Harapan masyarakat terhadap kurikulum pendidikan di Indonesia, pada


hakikatnya adalah adanya komunikasi dua arah yang memungkinkan kegiatan
belajar mengajar menjadi interaktif dan menyenangkan, baik bagi siswa
maupun bagi guru. Belajar menyenangkan itulah sebenarnya konsep
pendidikan yang dapat membawa peserta didik (siswa) untuk menguasai
kompetensi akademik, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian.
Harapan-harapan inilah yang seharusnya diakomodasi di dalam penyusunan
kurikulum. 5

Berikut ini ciri-ciri kurikulum 2004 (KBK):

1. Sifat kurikulum Competency Based Curriculum,

2. Penyebutan SLTP menjadi SMP,

3. Penyebutan SMU menjadi SMA,

4. Program peng ajaran di SD disusun dalam 7 mata pelajaran,

5. Program pengajaran di SMP disusun dalam 11 mata pelajaran,

4
Anzar Abdullah, “Kurikulum Pendidikan di Indonesia Sepanjang Sejarah” dalam Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 066. Hal. 348-349
5
Ibid, hal. 350

8
6. Program pengajaran di SMA disusun dalam 17 mata pelajaran,

7. Penjurusan di SMA dilakukan di kelas II,

8. Penjurusan dibagi atas 3 jurusan, yaitu: Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan
Bahasa, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 6

Dikarenakan kurikulum 2004 yang fokus pada aspek kompetensi siswa,


maka prinsip pembelajaran berpusat pada siswa dan menggunakan pendekatan
menyeluruh dan kemitraan, serta mengutamakan proses pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning atau CTL).

Dalam pelaksanaan kurikulum, yang memegang peranan penting adalah


guru. Guru diibaratkan sebagai manusia dibalik senjata kosong yang tidak
berpeluru. Oleh karena itu, diperlukan kreativitas guru untuk mengisi senjata
itu dan membidikkannya dengan cermat dan tepat sasaran. Keberhasilan
kurikulum lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kompetensi guru.

Dalam pelaksanaan KBK dibutuhkan model pengajaran yang lebih


interaktif dengan peran yang lebih besar diberikan kepada siswa. Guru hanya
berperan sebagai fasilitator dan bukan sebagai penceramah.

Sebagai seorang fasilitator, guru harus kreatif mengelola proses belajar


mengajar di kelas dengan menciptakan kondisi kelas yang hidup dan menarik,
menciptakan suasana belajar yang rileks, bervariasi, dan membangkitkan rasa
keingintahuan yang tinggi, mengoptimalkan daya pikir siswa melalui dengar,
lihat dan rasakan, serta mengembangkan daya nalar kritis siswa, sehingga
mampu menemukan pemecahan masalah di dalam proses pembelajaran.

Inti dari KBK atau kurikulum 2004 adalah terletak pada empat aspek
utama, yaitu:

1. Kurikulum dan hasil belajar

6
Muhammedi, “Perubahan Kurikulum di Indonesia: Studi Kritis Tentang Upaya
Menemukan Kurikulum Pendidikan Islam yang Ideal” dalam RAUDHAH, 4(1), Hal. 58

9
2. Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah

3. Kegiatan belajar mengajar

4. Evaluasi dengan penilaian berbasis kelas

Peran dan tanggung jawab dalam pengelolaan Kurikulum Berbasis


Kompetensi diberikan kepada sekolah, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota,
Dinas Pendidikan Propinsi dan Tingkat Pusat.

Beberapa Keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 adalah:


1. KBK yang dikedepankan Penguasaan materi Hasil dan kompetenasi
Paradigma pembelajaran versi UNESCO: learning to know, learning
to do, learning to live together, dan learning to be.
2. Silabus ditentukan secara seragam, peran serta guru dan siswa dalam
proses pembelajaran, silabus menjadi kewenangan guru.
3. Jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu, tetapi jumlah mata
pelajaran belum bisa dikurangi.
4. Metode pembelajaran Keterampilan proses dengan melahirkan
metode pembelajaran PAKEM dan CTL.
5. Sistem penilaian Lebih menitik beratkan pada aspek kognitif,
penilaian memadukan keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan
afektif, dengan penekanan penilaian berbasis kelas.
6. KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar
(KHB), penilaian berbasis kelas (PBK), kegiatan belajar mengajar
(KBM), dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS).7
F. Kurikulum Tahun 2006
Latar belakang kebijakan yang mendasari munculnya kebijakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) antara lain:
1. Kurikulum-kurikulum yang disusun secara nasional selama ini ternyata
mengalami banyak kendala di sekolah-sekolah dan dirasakan kurang

7
Anzar Abdullah, “Kurikulum Pendidikan di Indonesia Sepanjang Sejarah” dalam Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor 066, Hal. 350-353

10
mampu menyentuh permasalahan dan kenyataan pendidikan yang
berada di sekolah dan masyarakat kalangan bawah (grassroot) karena
apa yang dipikirkan oleh pemerintah pusat belum sepe nuhnya sesuai
dengan karak teristik, kondisi dan potensi daerah, sekolah, masyarakat
dan peserta didik sehingga apa yang ada dalam kurikulum sering kali
tidak dapat dilaksanakan dengan baik di sekolah.
2. Keinginan masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders) pendidikan untuk mendekatkan penyusunan dan
pengembangan kurikulum ke pada satuan pendidikan yang merupakan
centre of teaching learning process dengan harapan yang disusun,
dikem bangkan, dan dirumuskan merupakan pencerminan dari
permasalahan dan kebutuhan sesuai dengan karakteristik, kondisi, dan
potensi setempat. Dengan demikian kurikulum yang disusun dan
dikembangkan oleh satuan pendidikan dapat diimplementasikan secara
maksimal.
3. Keinginan untuk memberdaya kan sumberdaya dan potensi yang ada
untuk berperan serta lebih aktif, kreatif, dan inovatif dalam penyusunan
kurikulum.
4. Sejalan dengan otonomi daerah bidang pendidikan, pemerintah pusat
lebih banyak berperan dan berkewajiban menyusun standar standar
pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam Undang undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP).8
Kurikulum KTSP yang disusun dan dikembangkan oleh masing-masing
satuan pendidikan bisa beragam antara satu sekolah dengan sekolah yang
lainnya karena disesuaikan dengan karakteristik, dan potensi sekolah, serta
peserta didik masing-masing. Namun demikian, bukan berarti satuan
pendidikan dapat menyusun dan mengembangkan kurikulum tanpa
menggunakan acuan. Untuk menjamin kurikulum yang disusun dan

8
Baedhowi, “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP): Kebijakan dan Harapan”
dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor 065, Hal. 172-173

11
dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan harus tetap memenuhi
standar nasional, maka penyusunan dan pengembangan kurikulum perlu
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan yang meliputi (1) Standar Isi, (2)
Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar Tenaga Pendidik
dan Tenaga Kependidikan, (5) Standar Sarana dan Prasarana, (6) Standar
Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian Pendidikan.
Dari delapan standar tersebut ada dua standar yang berkaitan langsung dengan
penyusunan dan pengembangan kurikulum, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) yang disusun dan dikembangkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) serta ditetapkan melalui Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional. 9

Adapun prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut Permendiknas


nomor 22 tahun 2006 adalah sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik
dan lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni.
4. Relevan dengan kebutuhan.
5. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan relevansi
pendidikan tersebut dengan kebutuhan hidup dan dunia kerja.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan.
7. Belajar sepanjang hayat.
8. Seimbang antara kepentingan global, nasional, dan lokal. 10
G. Kurikulum Tahun 2013

Kurikulum KTSP dianggap belum sempurna dan masih banyak


kekurangan, apalagi saat ini adalah era digital yang apa-apa bisa dilakukan

9
Baedhowi, “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP): Kebijakan dan Harapan”
dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor 065, Hal. 174-175
10
Muhammedi, “Perubahan Kurikulum di Indonesia: Studi Kritis Tentang Upaya
Menemukan Kurikulum Pendidikan Islam yang Ideal” dalam RAUDHAH, 4(1), Hal. 58-59

12
dengan teknologi maka KTSP harus segera dirubah menjadi kurikulum 2013.
Berkembangnya teknologi adalah salah satu alasan yang relevan untuk
menyempurnakan sebuah kurikulum. Sejarah pergantian dan perubahan
kurikulum tidak terlepas dari sejarah yang menaunginya. Sejarah yang
melatarbelakangi lahirnya kurikulum KTSP merupakan bentuk implementasi
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Substansi kurikulum ini adalah Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tapi isi
dan arah pengembangan pembelajaran masih memiliki keberhasilan,
karakteristik dalam paket kompetensi yang ada pada KTSP yang memiliki
kesamaan juga dengan karakteristik kurikulum KBK.
Berkaitan dengan pengembangan kurikulum, kurikulum 2013 lebih
menekankan pada pendidikan karakter, dengan harapan melahirkan insan yang
produktif, kreatif, inovatif dan berkarakter. Meningkatkan proses dan hasil
belajar yang diarahkan kepada pembentukan budi pekerti dan peserta didik
yang berakhlak mulia sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap
satuan pendidikan adalah tujuan pendidikan karakter pada kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 menekankan pengembangan kompetensi pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap anak didik secara holostik. Kompetensi pengahuan,
ketrampilan dan sikap ditentukan oleh rapor dan merupakan penentuan
kenaikan kelas dan kelulusan anak didik.
1. Karakteristik kurikulum 2013
Masing-masing kurikulum memiliki karakteristik tersendiri, demikian
halnya dengan kurikulum 2013 yang dirancang oleh pemerintah. Adapun
kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Mengembangkan secara seimbang antara kognitif, afektif dan
psikomotor.
b. Siswa menerapkan apa yang sudah di dapat disekolah dalam
kehidupanya sehari-hari.
c. Mengembangkan afekti, kognitif dan psikomotorik serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat.
d. Memberi kesempatan yang banyak kepada siswa untuk
mengembangkan aspek afekti, kognitif dan psikomotorik.

13
e. Kompetensi inti dijabarkan menjadi kompetensi dasar.
f. Kompetensi dasar yang diturunkan dari kompetensi inti harus sesuai
Dan sinkron.
g. Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif,
saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran dan jenjang
pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
2. Landasan pengembangan kurikulum 2013
Landasan filosofis, yuridis dan konseptual pengembangan kurikulum 2013
sebagai berikut:
1) Landasan filosofis
a) Berbagai Etika dasar dalam pembangunan pendidikan adalah
filosofis pancasila
b) Filosofis pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai fundamental,
nilai akademik, kebutuhan peserta didik, dan masyarakat
2) Landasan yuridis
a) RPJMM 2010-2014 Sektor Pendidikan, tentang Perubahan
Metodologi pembelajaran dan Penataan Kurikulum
b) PPNo.19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
c) INPRES No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan
Prioritas Pembangunan Nasional, penyempurnaan kurikulum dan
metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa
untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa
3) Landasan konseptual
a) Pendidikan sesuai dengan kehidupan di masyarakat.
b) Kurikulum berasaskan kompetensi dan karakter.
c) Pembelajaran disesuaikan dengan kondisinya.
d) Pembelajaran aktif (student active learning).
e) Penilaian yang valid, utuh, dan menyeluruh.
H. Kurikulum Merdeka Belajar

Apa itu Kurikulum Merdeka? Esensi dari Kurikulum Merdeka ini adalah
Merdeka Belajar. Nadiem mengatakan Merdeka Belajar merupakan konsep
yang dibuat agar siswa bisa mendalami minat dan bakatnya masing-masing.

14
Misalnya, kata Nadiem, jika dua anak dalam satu keluarga memiliki minat yang
berbeda, maka tolok ukur yang dipakai untuk menilai tidak sama. Implementasi
Merdeka Belajar Merdeka Belajar merupakan terobosan Kemendikbud-ristek
untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul melalui kebijakan
yang menguatkan peran seluruh insan pendidikan. Kebijakan ini
diimplementasikan melalui empat upaya perbaikan.

Merdeka Belajar dibagi dalam beberapa episode. Dimulai dari episode


pertama, yaitu menghadirkan empat pokok kebijakan agar paradigma tentang
cara lama dalam belajar dan mengajar dapat diubah menuju kemajuan.
Beberapa wujud dari empat pokok kebijakan itu adalah penghapusan Ujian
Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan mengganti Ujian Nasional (UN)
menjadi Asesmen Nasional. Kemudian, ada juga kebijakan penyederhanaan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) serta kebijakan penerimaan peserta
didik baru (PPDB) yang lebih fleksibel. Kurikulum Merdeka dirancang sebagai
bagian dari upaya Kemendikbudristek untuk mengatasi krisis belajar yang telah
lama kita hadapi, dan menjadi semakin parah karena pandemi. Krisis ini
ditandai oleh rendahnya hasil belajar peserta didik, bahkan dalam hal yang
mendasar seperti literasi membaca. Krisis belajar juga ditandai oleh
ketimpangan kualitas belajar yang lebar antar wilayah dan antar kelompok
sosial-ekonomi.

Selama dua tahun ke depan, Kurikulum Merdeka akan terus


disempurnakan berdasarkan evaluasi dan umpan balik dari berbagai pihak.
Sejalan dengan proses evaluasi tersebut, naskah ini juga akan mengalami revisi
dan pembaruan secara berkala. Sebagaimana akan diulas berbagai pengukuran
hasil belajar siswa menunjukkan masih relatif rendahnya kualitas hasil belajar
di Indonesia. Pun demikian, tidak terjadi peningkatan kualitas pembelajaran
yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada konteks inilah pendidikan
di Indonesia tengah mengalami krisis pembelajaran, yang apabila tidak segera
ditangani akan menguatkan apa yang disampaikan Pritchett (2012) sebagai
schooling ain’t learning: bersekolah namun tidak belajar. Krisis pembelajaran

15
yang telah terjadi sekian lama tersebut, diperburuk dengan Pandemi Covid-19
yang seketika membawa perubahan pada wajah pendidikan di Indonesia.
Perubahan yang paling nyata tampak pada proses pembelajaran yang awalnya
bertumpu pada metode tatap muka beralih menjadi pembelajaran jarak jauh
(PJJ). Intensitas belajar mengajar juga mengalami penurunan yang signifikan,
baik jumlah hari belajar dalam seminggu maupun rata-rata jumlah jam belajar
dalam sehari. Selama PJJ, umumnya siswa belajar 2-4 hari dalam seminggu
terutama siswa pada tingkat SMP, SMA, dan SMK .11

I. Kurikulum Merdeka Belajar di Perguruan Tinggi

Tantangan Merdeka Belajar Kampus Merdeka di Perguruan Tinggi.


Tantangan yang dihadapi perguruan tinggi dalam pengembangan kurikulum di
era Industri 4.0 adalah menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan
literasi baru, yakni literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia yang
menuju kepada penanaman karakter berakhlak mulia. Salah satu upaya untuk
menjawab tantangan tersebut adalah lahirnya kebijakan hak belajar bagi
mahasiswa di luar program studi (Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020
tentang Standar Pendidikan Tinggi). Kebijakan yang populer dengan nama
Merdeka Belajar Kampus Merdeka dimaksudkan untuk mewujudkan proses
pembelajaran di perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel sehingga
tercipta kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, sesuai dengan
kebutuhan mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk menguasai
berbagai keilmuan yang berguna untuk memasuki dunia kerja, serta
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menentukan mata kuliah
yang akan diambil. Kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan link
and match dengan industri dan dunia kerja (IDUKA), serta untuk
mempersiapkan mahasiswa dalam dunia kerja sejak awal. Kebijakan tersebut
berimplikasi kepada munculnya tuntutan kepada perguruan tinggi (PT) untuk
merancang kurikulum dan melaksanakan proses pembelajaran yang inovatif
agar mahasiswa dapat meraih capaian pembelajaran secara optimal. Mahasiswa

11
Suryaman, M., Orientasi Pengembangan Kurikulum Merdeka Belajar. Seminar Nasional
Pendidikan Bahasa Dan Sastra,1(1)

16
diberikan kebebasan untuk mengambil beban belajar (SKS) di luar program
studi, baik dalam satu perguruan tinggi (PT), di luar PT, dan/atau non-PT.
Artinya, mahasiswa difasilitasi untuk menguasai berbagai keilmuan yang
berguna dalam dunia kerja. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana
mengembangkan kurikulum berbasis merdeka belajar? Pengembangan
Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka di PerguruanTinggi Program
Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) merupakan kebijakan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan yang bertujuan mendorong mahasiswa untuk
menguasai berbagai keilmuan yang berguna untuk memasuki dunia kerja.
Program ini relevan dan sejalan dengan laju pesat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saat ini, yang kita sadari telah membawa
dampak dalam berbagai ranah kehidupan. Salah satu dampak perkembangan
IPTEK adalah berubahnya banyak jenis pekerjaan; banyak lapangan pekerjaan
hilang, tapi sebaliknya berbagai jenis pekerjaan baru bermunculan. Fenomena
ini menuntut dunia pendidikan tinggi melakukan transformasi dalam praktik
pendidikan dan pembelajaran agar dapat menghasilkan lulusan yang dan
renponsif terhadap tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Program
MBKM memberi kebebasan dan otonomi kepada lembaga pendidikan,
merdekadari birokratisasi, dosen dibebaskan dari birokrasi yang berbelit, serta
mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih bidang yang mereka minati.
Kampus merdeka merupakan wujud pembelajaran di perguruan tinggi yang
otonom dan fleksibel sehingga tercipta kultur belajar yang inovatif, tidak
mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Perguruan Tinggi
diharapkan berkomitmen menyediakan dan menfasilitasi Program MBKM
sebagaimana yang diamanatkan Permendikbud RI No. 3 Tahun 2020 maupun
yang dijelaskan dalam Buku Panduan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka yang
diterbitkan Kemendikbud. Dengan demikian ada Sembilan Program MBKM,
yaitu:

 Pertukaran Mahasiswa,
 Praktik Kerja Profesi
 Asistensi Mengajar diSatuan Pendidikan,

17
 Penelitian / Riset,
 Proyek Kemanusiaan
 KegiatanWirausaha,
 Studi / Proyek Independen,
 Proyek / Membangun Desa
 Pelatihan Bela Negara.

Pengembangan KPT dalam kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka


bertujuan untuk pemenuhan masa dan beban belajar didalam dan atau diluar
program studi. Fasilitasi perguruan tinggi untuk pemenuhan masa dan beban
belajar dilakukan dengan cara:

1. Paling sedikit 4 (empat) semester dan paling lama 11 (sebelas) semester


merupakan pembelajaran di dalam program studi.
2. Satu semester atau setara dengan 20 (dua puluh) SKS merupakan
pembelajaran di luar program studi pada perguruan tinggi yang sama.
3. Paling lama 2 (dua) semester atau setara dengan 40 (empat puluh) SKS
merupakan pembelajaran pada program studi yang sama diperguruan
tinggi yang berbeda, pembelajaran pada program studi yang berbeda
diperguruan tinggi yang berbeda dan atau pembelajaran di luar perguruan
tinggi.

Proses pembelajaran diluar program studi dilaksanakan berdasarkan


perjanjian Kerjasama antara perguruan tinggi dengan perguruan tinggi atau
lembaga lain yang terkait dan hasil proses pembelajaran diakui melalui
mekanisme transfer SKS/rekognisi capaian pembelajaran (Permendikbud
Nomor 3 Tahun 2020, Pasal 15 Ayat 3). Redistribusi sebaran mata kuliah
dalam semester dan pengembangan instrumen rekognisi capaian pembelajaran
mahasiswa mutlak dilakukan. Rekonstruksi dengan tujuan membuat
fleksibilitas KPT dalam menunjang proses pembelajaran di luar program studi,
menjadi syarat wajib implementasi kebijakan Merdeka Belajar Kampus
Merdeka. (Tohir, 2020). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi, dinyatakan bahwa penyusunan kurikulum adalah
hak perguruan tinggi, tetapi selanjutnya dinyatakan harus mengacu kepada

18
standar nasional (Pasal 35 ayat (1)). Secara garis besar kurikulum, sebagai
sebuah rancangan, terdiri atas empat unsur, yakni capaian pembelajaran lulusan
(CPL), bahan kajian, proses pembelajaran untuk mencapai capaian
pembelajaran berdasarkan capaian pembelajaran mata kuliah (CPMK),
Kompetensi (K) Sikap (S), Penguasaan Pengetahuan (PP), Keterampilan
Khusus (KKh), dan Keterampilan Umum (KU), dan Model Pembelajaran (MP)
pada kurikulum program studi serta penilaian. Perumusan CPL mengacu pada
deskriptor KKNI khususnya pada bagian pengetahuan dan keterampilan
khusus, sedangkan pada bagian sikap dan keterampilan umum dapat diadopsi
dari SN-Dikti. Untuk penyusunan kurikulum lengkapnya sebaiknya mengacu
pada delapan (8) Standar Nasional Pendidikan, ditambah dengan 8 Standar
Nasional Penelitian dan delapan (8) Standar Nasional Pengabdian kepada
Masyarakat. Untuk mengembangkan kurikulum, diperlukan kebijakan
pengembangan kurikulum yang mempertimbangkan keterkaitan dengan visi
dan misi perguruan tinggi, pengembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan
stakeholders. Disamping itu, perguruan tinggi harus menyiapkan pedoman
pengembangan kurikulum dan pedoman pelaksanaan kurikulum yang
mencakup pemantauan dan peninjauan kurikulum yang mempertimbangkan
umpan balik dari para pemangku kepentingan serta hasil pencapaian isu-isu
strategis untuk menjamin kesesuaian dan kemutakhirannya.12 (Baharuddin,
2021).

M.R, Baharuddin, “Adaptasi Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (Fokus : Model
12

MBKM Program Studi)” dalam Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran

19
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kurikulum merupakan inti dari proses pendidikan di sekolah.


Pelaksanaan kurikulum langsung berpengaruh terhadap hasil
pendidikan. Kurikulum sangat menentukan proses dan hasil suatu
sistem pendidikan. Kurikulum juga bisa berfungsi sebagai media untuk
mencapai tujuan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan
pengajaran pada semua jenis dan semua tingkat pendidikan.
Kurikulum pendidikan Islam harus memenuhi unsur-unsur
ketauhidan, keagamaan, pengembangan potensi manusia sebagai
khalifah Allah, pengembangan hubungan antar manusia, dan
pengembangan diri sebagai individu. Serta prinsip-prinsip dalam
merumuskan kurikulum Pendidikan Islam, yakni prinsip pertautan yang
sempurna dengan agama, termasuk ajarannya dan nilai-nilainya,
menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan
kurikulum, keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan
kandungan kurikulum, pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual
diantara para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya, menerima
perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman
dan tempat, dan keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan
pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam
kurikulum. Dengan demikian tujuan dari Pendidikan Islam dapat
tercapai.

20
DAFTAR PUSTAKA

Alhamuddin. 2019. “Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum di


Indonesia Sejak Zaman Kemerdekaan Hingga Reformasi Tahun 1947-2013”.
Jakarta. Kencana.

Abdullah, Anzar. 2007. “Kurikulum Pendidikan di Indonesia


Sepanjang Sejarah” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Nomor 066.

Muhammedi. 2016. “Perubahan Kurikulum di Indonesia: Studi Kritis


Tentang Upaya Menemukan Kurikulum Pendidikan Islam yang Ideal” dalam
RAUDHAH. Vol. 4 No. 1.

Baedhowi. 2007. “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP):


Kebijakan dan Harapan” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 065.

Suryaman, M. “Orientasi Pengembangan Kurikulum Merdeka Belajar”


dalam Seminar Nasional Pendidikan Bahasa Dan Sastra. Volume 1. No. 1

Baharuddin, M.R. 2021. “Adaptasi Kurikulum Merdeka Belajar Kampus


Merdeka (Fokus : Model MBKM Program Studi)” dalam Jurnal Studi Guru
Dan Pembelajaran.

21

Anda mungkin juga menyukai