Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut ahli taksonomi, ikan adalah binatang bertulang belakang (vertebrata)
yang bersirip, bernafas dengan insang dan hidup di air. Definisi ini digunakan
untuk mempermudah dalam membuat klasifikasi atau membedakan antara ikan
dengan kelompok organisme lainnya.
Kata tulang belakang (vertebrata) digunakan untuk membedakan ikan dengan
kelompok binatang invertebrata lainnya, seperti udang atau siput yang sama-sama
hidup di air. Kata sirip digunakan untuk membedakan ikan dari binatang tidak
bersirip, seperti lingsang, katak atau buaya yang sebagian besar hidupnya di air.
Kata kunci bernafas dengan insang ialah juga kata kunci yang sangat khas
membedakan kelompok ini dengan binatang lainnya. Sedangkan kata hidup di air
digunakan untuk membedakannya dengan binatang vertebrata yang hidup di
darat.
Menurut UU NO. 31/2004, Pasal 1 angka 4, ikan adalah segala organisme
yang seluruh atau sebagian siklus hidupnya (Utami., dkk, 2018). Ikan dapat
ditemukan di air tawar (danau dan sungai) maupun air asin (laut dan samudra).
Ikan binatang berdarah dingin, artinya suhu tubuhnya berubah-ubah sesuai
dengan suhu air tempatnya hidup (Becker, 2007).
Ikan memiliki keragaman spesies dengan jumlah 50.000 spesies di seluruh
dunia dan baru sekitar 50% yang telah diidentifikasi. Ikan dibagi menjadi
kelompok tanpa rahang: kelas Agnatha terbagi dengan dua ordo yaitu Lamprey
(38 spesies) dan Hagfish (76 spesies), ikan bertulang rawan atau Chondrichthyes,
memiliki 500 spesies hiu dan 600 spesies pari dan 30.000 spesies tergolong ikan
bertulang keras (Osteichthyes) (Nur., dkk, 2019).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana identitas kelas Chondrichthyes?
1.2.2 Bagaimana identitas kelas Osteichtyes?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengidentifikasi kelas Chondrichthyes.
1.3.2 Mengidentifikasi kelas Osteichtyes.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1 Pisces
Pisces merupakan hewan akuatik yang berdarah dingin (poikiloterm) dan
bernafas dengan insang. Insang dilindungi oleh tutupbernama Operkulum. Pada
beberapa jenis ikan, rongga insangnya meluas membentuk lipatan tidak teratur
yang disebut labirin, yang berguna untukmenyimpan udara sehingga ikan tersebut
dapat hidup di lingkungan yang kurang oksigen (Sannin, 2001).
Tubuh ikan ditutupi sisik yang sekaligus berfungsi sebagai rangka luar
(eksoskeleton) dengan berbagai tipe sisik, yaitu plakoid, sikloid, stenoid, dan
ganoid. Sisik tersebut licin dan berlendir,sehingga dapat mempermudah ketika
bergerak di dalam air. Tubuh ikan juga dilengkapi dengan sirip-sirip yang
membantu berenang dan menjaga keseimbangan tubuh. Sirip ikan dibedakan atas
sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal, sirip ekor.Ikan mempunyai gurat
sisi (Linea Lateralis) yang berfungsi untuk mengetahui tekanan air.Tipe aliran
darahnya adalah peredaran darah tunggal, yaitu darah mengalir dari jantung
melalui insang menuju ke seluruh jaringan tubuh dan kembali lagi ke jantung.
Ikan berkembangbiak dengan bertelur (ovipar), ada yang melalui fertilisasi
internal dan beberapa ada yang melalui fertilisasi eksternal. Kelas Pisces terbagi
menjadi tiga sub Kelas, yaitu Agnatha (Cyclostoma),Chondrichthyes, dan
Osteichthyes (Sannin, 2001).
2.1.1 Karakteristik umum pisces
1. Umumnya bernapas menggunakan insang.
2. Telinga hanya di dalam. Tidak ada telinga tengah dan telinga luar.
3. Pada umumnya memiliki kulit bersisik dan licin karena terdapat
selaput lender (glandula mukosa), tetapi ada juga yang tidak memiliki
sisik. Contoh: ikan lele.
4. Merupakan hewan berdarah dingin.
5. Suhu tubuhnya dapat berubah-ubah sesuai dengan suhu lingkungan.
6. Penapasan umumnya dilakukan dengan menggunakan insan.
7. Umumnya ovipar dan fertilisasi eksternal (di luar tubuh induk).
8. Cor (jantung) terdiri dari dua ruang yaitu atrium dan ventrikel (Sannin,
2001).
2.1.2 Karakteristik khusus pisces
1. Hidup di perairan baik di sungai maupun di laut.
2. Tubuhnya dilengkapi dengan sirip-sirip yang berfungsi untuk
membantu berenang dan menjaga
3. Keseimbangan tubuh. Sirip ikan dibedakan atas sirip punggung, sirip
dada, sirip perut, sirip anal, sirip ekor.
4. Ikan mempunyai gurat sisi yang berfungsi untuk mengetahui tekanan
air.
5. Tubuh ikan ditutupi oleh sisik yang licin dan berlendir, sehingga dapat
bergerak dengan cepat di dalam air.
6. Ikan berkembangbiak dengan cara bertelur (ovipar), namun ada juga
yang melalui fertilisasi internal dan fertilisasi eksternal
7. Memiliki ekor dan sirip yang memudahkannya untuk berenang dan
menjaga keseimbangan
8. Memiliki gelembung renang yang memudahkannya untuk naik turun
di dalam air (Sannin, 2001).
2.2 Kelas Chondrichthyes
Meliputi ikan yang bertulang rawan sepanjang hidupnya. Memiliki rahang,
mulut di bagian ventral. Kulitnya tertutup sisik placoid (berasal dari kombinasi
mesoderm dan ectoderm). Sirip dua pasang, serta sirip ekor heterocercal (tidak
seimbang). Sebagian notokordnya diganti oleh vertebrae yang lengkap. Ginjalnya
bertipemesonefros. Jenis kelamin terpisah dan fertilisasi eksternal atau internal,
ovipar atau ovovivipar. Habitat Agnatha di laut, memiliki insang tanpa
operculum. Contoh: Squalus sp (ikan hiu), Raja sp (ikan pari) (Burhanuddin,
2018).
2.2.1 Adapun ciri-ciri dari Chondrichthyes
1. Kulit tubuhnya tertutup oleh sisik-sisik plakoid yang kasar berisi
dentin (mesodermal) dan dilapisi dengan email (ektodermal).
2. Chondrichthyes memiliki mulut yang terletakk di bagian bawah
dengan lidah dan rahang.
3. Alat kelamin terpisah dan fertilisasi terjadi secara eksternal atau
internal.Contoh : ikan hiu (Squalussp.), ikan pari (Makarajasp.)
(Astuti, 2007).
2.3 Klasifikasi ikan hiu
Ikan hiu termasuk ke dalam kelas Chondrichthyes. Berdasarkan FAO
(Compagno, 1984), ikan hiu merupakan ikan bertulang rawan yang terdiri dari
sekitar 500 jenis, dan diklasifikasikan dalam 7 ordo serta 30 famili. Adapun
klasifikasi ikan hiu menurut Last et al., (2010) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Vertebrata
Kelas : Chondrichthyes
Sub Kelas : Elasmobranchii
Ordo 1 : Hexanchiformes
Famili : 1.1 Hexanchidae (Hiu Kucing)
Ordo 2 : Squaliformes
Famili : 2.1 Centrophoridae (Hiu Botol)
2.2 Dalatiidae (Hiu Tikus)
2.3 Etmopteriidae
2.4 Somniosidae (Hiu Tikus)
2.5 Squalidae (Hiu Botol)
Ordo 3 : Squantiniformes
Famili : 3.1 Squantinidae (Hiu Kodok)
Ordo 4 : Lamniformes
Famili : 4.1 Pseudocarcharinidae (Hiu Buaya)
4.2 Mitsukurinidae
4.3 Megachasmidae
4.4 Lamnidae (Hiu Tengiri)
4.5 Alopiidae (Hiu Monyet)
Ordo 5 : Heterodontiformes
Famili : 5.1 Heterodontidae
Ordo 6 : Orectolobiformes
Famili : 6.1 Orectolobidae
6.2 Ginglymostomatidae
6.3 Hemiscyllidae
6.4 Stegostomatidae
6.5 Rhincodontidae (Hiu Paus)
Ordo 7 : Carcharhiniformes
Famili : 7.1 Scyliorhinidae (Hiu Tokek)
7.2 Pseudotriakidae (Hiu Tahu)
7.3 Triakidae (Hiu Karang)
7.4 Hemigaleidae (Hiu Kacang)
7.5 Carcharhinidae (Hiu Buas)
7.6 Sphyrnidae (Hiu Martil)

2.3.1 Morfologi ikan hiu


Ikan hiu merupakan jenis ikan vertebrata, memiliki tulang
belakang, sirip yang berpasangan, sisik di kulit, rahang yang dapat
digerakkan, ekor berujung runcing dan pada umumnya berbentuk
heterocercal, dan memiliki celah insang yang terletak di sisi kepala
yang berjumlah 5-7 celah (gambar 2.1). Ikan hiu termasuk kedalam
kelas Chondrichthyes, memiliki tulang rawan karena ikan hiu
memiliki endoskeleton yang relatif lentur dan kulit tertutupi struktur
sisik yang berbentuk seperti gigi-gigi kecil (denticle), sisik ini disebut
sisik placoid. Ikan hiu memiliki kelenjar pada kulit yang
mensekresikan mucus, sehingga ikan hiu memiliki kulit yang licin dan
khas. Ikan hiu pada umumnya bersifat predator. Habitat ikan hiu di air
yang dingin dengan kedalaman yang tinggi (Awanis, 2015).
Ikan hiu harus terus menerus berenang agar tidak tenggelam
karena tidak memiliki gelembung renang. Hal ini menyebabkan badan
ikan hiu menjadi langsing dan sisik dadanya besar yang berfungsi
sebagai hidrofoil, sehingga memberi daya apung yang besar. Ikan hiu
berenang dengan gerakan berkelok-kelok dari badannya dan siripnya
yang tidak lentur berfungsi sebagai pengendali arah. Tubuh ikan hiu
ditutupi oleh sisik plakoid yang berupa duri halus dan tajam dengan
posisi yang condong ke belakang. Bentuk gigi ikan hiu mirip dengan
gigi biasa dengan struktur yang sama dalam beberapa deret. Gigi ikan

hiu berganti secara terus menerus selama hidupnya (Raharjo, 2009).


Gambar 2.1 Morfologi Hiu (Sumber: White Et Al., 2006).

2.3.2 Habitat dan Penyebaran Ikan Hiu


Beberapa spesies elasmobranch diketahui hidup di habitat tertentu dan
wilayah terbatas, namun ada pula yang tersebar luas dan mendiami
berbagai tipe habitat (Dharmadi, 2012).
Secara umum terdapat 10 tipe habitat hiu (Camhi et al., 1998).
Beberapa tipe diantaranya terdapat di perairan Laut Jawa yaitu di perairan
payau dan di sekitar muara sungai (Euryhaline freshwater/shelves), serta
perairan dangkal sampai daerah pasang surutt hingga kedalaman 200 m
(Continental/shallow waters). Di Laut Jawa, perairan dengan tipe habitat
tersebut merupakan daerah penangkapan ikan. Sebagian besar dari nelayan
menggunakan jaring dengan mesh size relatif kecil sehingga berpeluang
besar menangkap juvenil atau anakan hiu yang hidup di perairan tersebut.
Keberadaan kelompok hiu di suatu perairan juga dipengaruhi oleh
faktor kondisi oseanografi/ekologi perairan. Faktor oseanografis ini dapat
mempengaruhi penyebaran ikan, pola migrasi, agregrasi
(penggerombolan), pemijahan, persediaan makanan, tingkah laku ikan,
dan variabilitas hasil tangkapan ikan (Cahya et al., 2016; Setyohadi,
2011).
2.4 Klasifikasi Ikan Pari

Menurut Nelson (1976), ikan pari termasuk dalam:

Filum : Chordata
Kelas : Chondrichthyes
Subkelas : Elasmobranchii
Superordo : Batoidea
Ordo : Rajiformes
2.4.1 Morfologi Ikan Pari
Bentuk tubuh ikan pari pada umunya seperti cakram dengan bentuk
ekor tidak bercagak. Ikan pari mempunyai 1 atau 2 sirip punggung dan
satu sirip ekor, tetapi pada beberapa jenis tertentu tidak mempunyai sirip
punggung dan ekor. Sirip dada hampir selalu sangat melebar menyerupai
sayap, yang sisi depannya bergabung secara mulus di kepalanya (Nelson,
1976).
Sirip perut dan dua claspers di bawahnya terletak di ujung belakang
sirip dada. Sirip dubur tidak ada. Ekor ikan pari umumnya panjang mirip
cambuk, lebih panjang dari tubuhnya dan terdapat sebuah duri tajam atau
lebih yang menjadi senjata berbisa (Halsiead, 1959; Nelson, 1976;
Djamali Et Al. 1994). Celah insang terletak di sisi bawah kepala, bukan di
sepanjang sisi-sisi kepala seperti pada ikan hiu. Mulut berada di bawah
kepala sehingga pasir dan lumpur biasanya tersedot ke dalam bersama-
sama dengan arus pernapasan, tetapi masalah ini dapat dipecahkan dengan
menarik air masuk melalui 2 lubang besar dibelakang matanya (Gambar
2.4).
Gambar 2.4 Morfologi Ikan Pari

sedangkan pada beberapa jenis ikan pari yang berukuran besar, yang
hidup di lautan terbuka, bernapas normal, yaitu dengan menarik air
masuk melalui mulutnya. Gigi-gigi di sepanjang rahang biasanya pipih
dan tumpul. Umumnya berwarna cokelat tua dan abu-abu dengan pola
bervariasi. Pada ikan pari jantan mempunyai "mixopterygia" atau
penjepit, yaitu suatu tonjolan sirip pinggul yang telah mengalami
perubahan, digunakan untuk memasukkan sperma ke dalam kloaka betina
sewaktu kawin (Van Hoeve, 1992).

2.4.2 Habitat dan Penyebaran Ikan Pari


Ikan pari terdapat di seluruh perairan tropis, subtropis dan daerah
iklim sedang, dan dari 315 - 340 jenis yang telah diketahui, 10 jenis
diantaranya adalah penghuni air tawar (Nelson, 1976; Halstead, 1959).
Penyebarannya di laut mulai dari daerah bentik perairan pantai sampai
lepas pantai pada kedalaman lebih dari 2000 m (Mansor Et Al, 1998;
Jones & Larson, 1974). Perairan pantai berpasir, Lumpur, laguna, teluk,
reef flat (rataan terumbu karang) dan muara sungai merupakan habitat
yang disenangi oleh ikan pari. Menurut Van Hoeve (1992), karena
tubuhnya yang sangat pipih dan sirip dadanya yang besar memungkinkan
ikan pari hidup di dasar air, diam tak bergerak tanpa diketahui atau
menjelajah hingga dekat permukaan air. Jenis ikan pari terbesar yang
banyak tersebar di Samudera Pasifik, Hindia dan Atlantik adalah Ikan pari
hantu atau ikan pari manta (Manta birostris), lebar tubuhnya sekitar 6,1
dengan berat lebih dari 1360 kg (Nelson, 1976). Semua jenis ikan pari
manta (diperkirakan ada 10 jenis) merupakan ikan pari berukuran besar,
hidup di dekat permukaan lautan terbuka. Sedangkan diseluruh perairan
pantai yang beriklim sedang dan panas tersebar 45 jenis ikan pari gitar,
diantaranya Rhina ancylostoma. Demikian pula ikan pari sangat,
merupakan jenis yang ditakuti, karena
Pada pangkal ekornya mempunyai duri yang berbisa; tersebar luas
diseluruh dunia. Jumlahnya telah diketahui yakni sekitar 90 jenis,
diantaranya Dasyatis brevicaudata yang banyak terdapat di perairan
Australia dan Indonesia. Di Samudera Atlantik dan Laut Tengah
umumnya adalah jenis Dasyatis pastinaca. Sedangkan ikan pari air tawar
yang sangat ditakuti dan tersebar banyak di Amerika Selatan, Nigeria dan
Laos, yaitu jenis-jenis ikan pari dari genus Potamotrygon (Van Hoeve,
1992).
2.5 Kelas Osteichtyes
Meliputi ikan yang bertulang keras, otak dilindungi oleh tulang rawan.
Mulutnya memiliki rahang. Sisik bertipe ganoid, sikloid, atau stenoid, yang
semuanya berasal dari mesodermal. Insang dilengkapi operkulum (tutup insang).
Jantung beruang dua, yaitu atrium dan ventrikel. Notokordanya ditempati
vertebrae yang menulang, memiliki gelembung renang yang berhubungan dengan
faring. Tipe ginjalnya mesonepros. Contoh: Ameiurus melas (ikan lele), Anquilla
sp (belut), Scombers combrus (ikan tuna), Onchorhynchus sp (ikan salmon),
Sardinops coerulea (ikan sarden). Secara umum, golongan ikan yang masih ada
(masih hidup) hingga sekarang ini dapat dibagi atas tiga golongan besar (kelas)
yaitu: Kelas Cephalaspidomorphi (Lamprey dan Hagfishes), Kelas
Chondrichthyes (Sharks, Rays, Skates dan Chimaeras), dan Kelas Osteichthyes
( Bony Fishes) (Burhanuddin, 2018).
2.5.1 Adapun ciri-cirinya adalah
1. Ukuran tubuhnya bervariasi antara 1 – 6 m.
2. Osteichthyes merupakan ikan bertulang sejati dengan endoskeleton
yang mengandung matriks kalsium fosfat yang keras.
3. Osteichthyes bernapas dengan insang yang ditutupi oleh operkulum
(tutup insang). Contoh : ikan mas koki (Carrasius auratus) , ikan
terbang (Cypselurus sp.) (Burhanuddin, 2018).
2.6 Klasifikasi Ikan Kakap
Klasifikasi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Saanin, 1968) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus sp.

2.6.1 Morfologi ikan kakap


Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai ciri tubuh yang
memanjang dan melebar, gepeng atau lonjong, kepala cembung atau
sedikit cekung. Jenis ikan ini umumnya bermulut lebar dan agak menjorok
ke muka, gigi konikel pada taring- taringnya tersusun dalam satu atau dua
baris dengan serangkaian gigi canin-nya yang berada pada bagian depan.
Ikan ini mengalami pembesaran dengan bentuk segitiga maupun bentuk
“V” dengan atau tanpa penambahan pada bagian ujung maupun
penajaman. Bagian bawah pra penutup insang bergerigi dengan ujung
berbentuk tonjolan yang tajam. Sirip punggung dan sirip duburnya terdiri
dari jari jari keras dan jari-jari lunak. Sirip punggung umumnya ada yang
berkesinambungan dan berlekuk pada bagian antara yang berduri keras
dan bagian yang berduri lunak. Batas belakang ekornya agak cekung
dengan kedua ujung sedikit tumpul. Ikan kakap merah mempunyai bagian
bawah penutup insang yang berduri kuat dan bagian atas penutup insang
terdapat cuping bergerigi (Ditjen Perikanan, 1990).
Warna ikan kakap merah sangat bervariasi, mulai dari yang
kemerahan, kekuningan, kelabu hingga kecoklatan. Mempunyai garis-
garis berwarna gelap dan terkadang dijumpai adanya bercak kehitaman
pada sisi tubuh sebelah atas tepat di bawah awal sirip punggung berjari
lunak. Umumnya 6 berukuran panjang antara 25 – 50 cm, walaupun tidak
jarang mencapai 90 cm (Gunarso, 1995).

Gambar 2.6 Morfologi Ikan Kakap Merah

2.6.2 Habitat dan Penyebaran ikan kakap


Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) umumnya menghuni daerah perairan
karang ke daerah pasang surut di muara, bahkan beberapa spesies
cenderung menembus sampai ke perairan tawar. Jenis kakap merah
berukuran besar umumnya membentuk gerombolan yang tidak begitu
besar dan beruaya ke dasar perairan menempati bagian yang lebih dalam
dari pada jenis yang berukuran kecil. Selain itu biasanya kakap merah
tertangkap pada kedalaman dasar antara 40–50 meter dengan substrat
sedikit karang dan salinitas 30–33 ppt serta suhu antara 5-32ºC. Jenis yang
berukuran kecil seringkali dijumpai beragregasi di dekat permukaan
perairan karang pada waktu siang hari. Pada malam hari umumnya
menyebar guna mencari makanannya baik berupa jenis ikan maupun
crustacea. Ikan-ikan berukuran kecil untuk beberapa jenis ikan kakap
biasanya menempati daerah bakau yang dangkal atau daerah-daerah yang
ditumbuhi rumput laut. Potensi ikan kakap merah jarang ditemukan dalam
gerombolan besar dan cenderung hidup soliter dengan lingkungan yang
beragam mulai dari perairan dangkal, muara sungai, hutan bakau, daerah
pantai sampai daerah berkarang atau batu karang (Gunarso, 1995).
Famili Lutjanidae utamanya menghuni perairan tropis maupun sub
tropis, walau tiga dari genus Lutjanus ada yang hidup di air tawar.
Penyebaran kakap merah di Indonesia sangat luas dan hampir menghuni
seluruh perairan pantai Indonesia. Penyebaran kakap merah arah ke utara
mencapai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina
Selatan serta Filipina. Penyebaran arah ke selatan mencapai perairan tropis
Australia, arah ke barat hingga Arfika Selatan dan perairan tropis Atlantik
Amerika, sedangkan arah keTimur mencapai pulau-pulau di Samudera
Pasifik (Baskoro dkk. 2004).
Menurut Djamal dan Marzuki (1992) Daerah penyebaran kakap merah
hampir di seluruh Perairan Laut Jawa, mulai dari Perairan Bawean,
Kepulauan Karimun Jawa, Selat Sunda, Selatan Jawa, Timur dan Barat
Kalimantan, Perairan Sulawesi, serta Kepulauan Riau. Secara umum ikan
kakap memiliki laju tumbuh relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ikan
laut lainnya dan merupakan komoditas perikanan yang mempunyai
prospek mendukung pengembangan budidaya di masa datang. Kelompok
ikan dari Famili Lutjanidae pada umumnya menempati wilayah perairan
dengan substrat sedikit berkarang dan banyak tertangkap pada ke dalaman
antara 40-70 m terutama untuk yang berukuran besar, ikan muda yang
masih berukuran kecil biasa menempati daerah hutan bakau yang dangkal
atau daerah-daerah yang banyak ditumbuhi oleh rumput laut (Herianti dan
Djamal, 1993).
Grimes (1987) menyatakan kelompok ikan kakap umumnya hidup di
perairan dengan substrat dasar sedikit berkarang, pada kedalaman antara
40-100 m, sedangkan ikan-ikan muda didapatkan di daerah hutan bakau,
rumput laut, dan karang-karang dangkal

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Baki putih/meja alas
2. Pinset
3. Jarum pentul
4. Penggaris
5. Pensil berwarna
6. Pensil 2B
7. Penghapus
8. Buku gambar
9. Loupe atau kaca pembesar
3.1.2 Bahan
1. Ikan hiu
2. Ikan pari
3. Ikan kakap
4. Ikan lele
3.2 Prosedur kerja
3.2.1 Kelas Chondrichthyes
1. Menjajarkan ikan hiu dan ikan pari diatas meja bedah atau baki putih.
2. Menggambar morfologi ikan hiu dan ikan pari secara lengkap.
3.2.2 Kelas Osteichthyes
1. Menjajarkan ikan kakap dan ikan lele diatas meja bedah atau baki putih.
2. Menggambar morfologi ikan kakap dan ikan lele secara lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Lilis Sri . 2007. Klasifikasi hewan , penamaan,ciri dan pengelompokkannya.


Jakarta :Kawan Pustaka

Awanis, H. 2015. Status Konservasi Jenis Ikan Hiu Yang di Perjualbelikan di TPI
Lampulo dan Pasar Peunayong Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh.
Universitas Syiah Kuala: Banda Aceh.

Baskoro, M.S., R.I Wahyu, dan A. Effendy. 2004. Migrasi dan Distribusi Ikan.
Institut Pertanian Bogor. Departemen Pendidikan Nasional dan Sekolah
Tinggi Perikanan. Jakarta.
Becker, GenevieveDe. 2007. Atlas binatang: Pisces, Reptilia, Amfibi. Solo: Tiga
Serangkai.

Burhanuddin, Andi Iqbal. 2018. Vertebrata Laut. Yogyakarta: Deepublish

Camhi, M., Fowler, S., Musick, J., Bräutigam, A., & Fordham, S. (1998). Sharks and
Their Relatives: Ecology and Conservation. IUCN/SSC Shark Specialist
Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK, 39 pp

Cahya, C. N., Setyohadi, D., & Surinati, D. (2016). Pengaruh parameter oseanografi
terhadap distribusi ikan. Oseana, XLI (4): 1-14. ISSN 0216- 1877

Compagno, L. J. V. (1984). Sharks of the world. An annotated and illustrated


catalogue of shark species known to date. Food and Agricultural
Organization.pp.470- 472. (125)Vol.4. Pt.250-655.

Djamal R. dan S. Marzuki. 1992. Analisis Usaha Penangkapan Kakap Merah dan
Kerapu dengan Pancing Prawe, Jaring Nylon, Pancing Ulur dan Bubu.
Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut. Balitbang
Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Dharmadi, Fahmi., & Setiya Triharyuni. (2012). Aspek Biologi Dan Fluktuasi Hasil
Tangkapan Cucut Tikusan (Alopias Pelagicus), Di Samudera Hindia.
Jakarta. Bawal, 4(3): 131-139. DOI: http://dx.doi.org/
10.15578/bawal.4.3.2012.131-139

Gunarso W. 1995. Mengenal Kakap Merah, Komoditi Ekspor Baru Indonesia. Bogor:
Diktat Kuliah Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Grimes CB, 1987. Reroductive Biology of The Lutjanidae: A review dalam Polovina
JJ dan Ralston S (Ed.): Tropical Snappers and Groupers: Biologi and
Fisheries Management. Westview Press, Inc., United States of America, 239–
294.
Halstead, B.W, 1959. Dangerous Marine Animals, Cornell Maritime Press.
Cambridge Maryland : 146 Pp.

Herianti erianti I dan Djamal R, 1993. Dinamika Populasi Kakap Merah, I dan
Djamal R, 1993. Dinamika Populasi Kakap Merah, Lutjanus malabaricus
(Bloch and Schnaeider) di Perairan Utara Laut Jawa. Jurnal Perikanan Laut
78: 18–25.

Jones, R.S And H.K. Larson, 1974. A Key To The Families Of Fishes As Recorded
From Guam. Technical Report 10: 54 - 6

Last, P. R & J.D. Stevens. 2009. Sharks and Rays of Australia Second Edition.
CSIRO. Victoria Asutralia

Mansor, M.I., H. Kohno, H. Ida, H.T. Nakamura, Z. Azanan Dan S. Abdullah. 1998.
Field Guiede To Important Commercial Marine Fishes Of The South China
Sea. Seafdec Mfrdmd/Sp/2:287 Pp

Nelson, J.S. 1976. Fishes Of The World. John Wiley & Sons. Inc. Canada: 416 Pp.

Nur Firman M., dkk. 2019. Jenis-jenis Ikan di Kawasan PT. Mifa Bersaudara
Kabupaten Aceh Barat. Aceh : Syiah Kuala University Press.

Raharjo, P. 2009. Hiu dan Pari Indonesia. Balai Riset Kelautan dan Perikanan:
Jakarta.

Sannin, Hasanuddin. 2001. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bandung:Bina


Cipta.

Saanin, H. 1968. Buku Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Penerbit Bima Cipta
Bandung.

Setyohadi, D. 2011. Pola distribusi suhu permukaan laut dihubungkan dengan


kepadatan dan sebaran ikan lemuru (Sardinella lemuru) hasil tangkapan purse
seine di Selat Bali. J-PAL, 1(2): 72 – 78.
Utami, Tiwi Nurjannati dan Erlinda Indrayani. 2018. Komoditas Perikanan. Malang :
UB Press

Van Hoeve, W. 1992. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna Ikan. Pt. Ichtiar Baru Van
Hoeve Jakarta: 256 Pp. 23 Sumber:

White, W. T., P. R. Last, J. D. Stevens, G. K. Yearsley, Fahmi and Dharmadi. 2006.


Economically Important Sharks and Rays of Indonesia. Australian Centre for
International Agricultural Research (ACIAR).

Anda mungkin juga menyukai