Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

Susp. Erupsi Obat + Dermatitis Seboroik + Ulkus digiti II manus


dextra

Disusun Oleh :
Hanifa Islami
NPM 1102016078

Pembimbing :
dr. Evy Aryanti, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN


KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN
BEKASIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 7 – 26 JUNI 2021

1
Tugas Laporan Kasus Divisi Dermatologi & Venerologi
Nama/ NPM : Hanifa Islami (1102016078)
Judul : Susp. Erupsi Obat + Dermatitis Seboroik +
Ulkus digiti II manus dextra
Tempat : RSUD Kabupaten Bekasi
Pembimbing : dr. Evy Aryanti, Sp.KK

BAB 1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 2020XX
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 51 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Petani
Alamat : Cikarang utara
Tanggal Pemeriksaan : 7 Juni 2021

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan istri pasien dilakukan dengan
pasien pada tanggal 7 Juni 2021 pukul 06.45 WIB
a. Keluhan Utama
Bintik merah seluruh tubuh sejak 7 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan
Kulit terasa gatal dan demam
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diantar oleh istrinya ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi pada

2
6 Juni 2021 pukul 03.45 dengan keluhan timbul bercak kemerahan seluruh
tubuh sejak 7 hari SMRS. Bercak kemerahan timbul bersamaan dengan
demam disertai menggigil yang juga dirasakan 7 hari SMRS. Bercak merah
membuat pasien merasa gatal pada seluruh tubuhnya. Sebelum timbul
bercak kemerahan dan demam, pasien sempat mengonsumsi obat yang biasa
ia minum namun pasien lupa nama obatnya. Pasien sempat berobat ke ke
klinik namun tidak mengalami perbaikan. Pasien mengaku timbul bercak
abu-abu tebal pada daerah muka dan muka menjadi bengkak pada 1 hari
SMRS.
Menurut istri pasien, jari telunjuk kanan pasien terkelupas sejak 3
bulan SMRS. Awalnya pasien menghiraukan dan tidak berobat, namun
perlahan jari pasien menghitam. Setelah itu pasien rutin berobat ke klinik,
pasien mendapatkan 3 macam obat minum dan juga diberikan 1 krim obat
yang pasien lupa namanya. Menurut istri pasien, pasien sering kali berganti
obat merasa tidak kunjung membaik sehingga tidak mengingat obat apa saja
yang telah di konsumsi.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat Alergi : Ada
- Riwayat Penyakit Autoimun : Disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
- Riwayat Hipertensi : Disangkal

e. Riwayat Pengobatan
 Pasien mendapatkan obat 3 macam obat minum dan juga
diberikan 1 krim obat yang pasien lupa namanya
 Pasien juga sering kali mengganti obat apabila merasa tidak
kunjung membaik

f. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang mengalami keluhan serupa.

3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda – Tanda Vital
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Respirasi : 20x/menit
 Suhu :36,7 C
 SpO2 : 98% room air
Status Generalis
Kepala : Normocephal, lihat status dermatologikus
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Tidak dilakukan
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks
 Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris
 Paru : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
 Jantung : BJ I-II reguler, murmur(-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : cembung, tidak terdapat sikatrik
 Palpasi : tidak dilakukan
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : BU normal
Ekstremitas
 Atas : Akral hangat, edema (-/-), CRT<2 detik, lihat status
dermatologis
 Bawah : Akral hangat, edema (-/-), CRT<2 detik, lihat status

4
dermatologis

Status Neurologis
Pemeriksaan Sensorik
Kanan Kiri
Raba Halus
Ekstremitas Atas + +
Ekstremitas Bawah + +
Nyeri
Ekstremitas Atas + +
Ekstremitas Bawah + +
Suhu Panas
Ekstremitas Atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekstremitas Bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Suhu Dingin
Ekstremitas Atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekstremitas Bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Status Dermatologikus
 Status dermatologikus (Gambar 1) : a/r Facialis
ditemukan lesi plak hiperpigmentasi, jumlah multipel,
ukuran lentikular s/d plakat, batas sirkumskripta, konfigurasi
diskret hingga konfluens disertai skuama tebal
 Status dermatologikus (Gambar 2): a/r generalisata
ditemukan lesi papul eritematosa, jumlah multipel, ukuran
milier s/d plakat, batas sirkumskripta, konfigurasi diskret
hingga konfluens
 Status dermatologikus (Gambar 3): a/r pedis ditemukan
lesi plak hiperpigmentasi, jumlah multipel, ukuran lentikular
s/d plakat, batas sirkumskripta, konfigurasi diskret hingga

5
konfluens disertai skuama

Gambar 1. Lesi pada regio Facialis

6
Gambar 2. Lesi generalisata

7
Gambar 3. Lesi pada pedis

IV. DIAGNOSIS BANDING


Susp. Mobus Hansen – reaksi ENL
Susp. Drug Eruption
Dermatitis seboroik
Ulkus digiti II manus dextra

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium 06 Juni 2021 pukul 05:10
HASIL SATUAN NILAI NORMAL

HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.5 (L) g/dL 15 – 24,6
Hematokrit 35 (L) % 50,0 – 82,0
Eritrosit 3,99 (L) 10^6/nL 4,00 – 6, 80
MCV 88 fL 80 – 96

8
MCH 31 pg/mL 28 – 33
MCHC 36 g/dL 33 – 36
Trombosit 425 10^3/nL 150 – 450
Leukosit 16.7 (H) 10^3/nL 9,1 – 34,0
Laju Endap Darah 100 (H) mm/jam <10
KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 21 U/L <38

SGPT (ALT) 47 (H) mg/dL <41


Glukosa Sewaktu 120 mg/dL 80 – 170
UREUM KREATININ
Ureum 22 mg/dL 13 – 43
Kreatinin 0.9 mg/dL 0.67 – 1.17
eGFR 98.5 ml/min/1.73 >60 mL/min/1.73 m^2
m^2
PAKET ELEKTROLIT
Natrium 133 (L) mmol/L 136 – 146
Kalium 3.5 mmol/L 3.5 – 5.0
Klorida 97 (L) mmol/L 98 – 106

Slit skin smear dan pemeriksaan BTA Kulit pada 7 Juni 2021 pukul 15:44
Hasil Pemeriksaan:
Telinga kanan BTA (-) -
Telinga kiri BTA (-) Jamur (+)
Pipi kanan BTA (-) Jamur (+)
Tangan kanan 1 (bahu) BTA (-) -
Tangan kanan 2 (lengan) BTA (-) -
Tangan kiri BTA (-) -

9
VI. RESUME
Tn. M, 51 tahun ruang rawat Gardenia kamar 01
Didapatkan keluhan:
 Eritem generalisata yang timbul bersamaan dengan demam
 Disertai pruritus
 Plak hiperpigmentasi dan wajah bengkak
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologis:
 a/r Facialis ditemukan lesi plak hiperpigmentasi, jumlah multipel, ukuran
lentikular s/d plakat, batas sirkumskripta, konfigurasi diskret hingga
konfluens disertai skuama tebal
 a/r generalisata ditemukan lesi papul eritematosa, jumlah multipel, ukuran
milier s/d plakat, batas sirkumskripta, konfigurasi diskret hingga konfluens
 a/r pedis ditemukan lesi plak hiperpigmentasi, jumlah multipel, ukuran
lentikular s/d plakat, batas sirkumskripta, konfigurasi diskret hingga
konfluens disertai skuama
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan:
 BTA (-) pada 6 lokasi dan Jamur (+) pada telinga kanan dan pipi kanan
 Darah rutin: Hemoglobin ↓, Hematokrit ↓, Eritrosit ↓, Leukositosis , LED
↑, SGPT ↑, Hiponatrium dan Hipoklorida

VII. DIAGNOSA KERJA


Susp. Erupsi Obat
Dermatitis Seboroik
Ulkus digiti II manus dextra

VIII. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana Umum
Non Medikamentosa
1. Hindari garukan yang membuat lesi iritasi
2. Mencari faktor predisposisi yang diduga sebagai penyebab keluhan

10
3. Edukasi untuk hentikan obat yang menyebabkan keluhan
4. Edukasi untuk menghindari pengobatan diluar yang diresepkan
5. Pro ORIF

Medikamentosa
1. Inj. Dexametasone 4x1 IV
2. Inj.Ceftriakson 2x1 IV
3. Inj. PCT drip 3x1
4. Inj. Ondansentron 3x1
5. Cetirizine tab 10 mg 2x1
6. Ketokonazole tab 100mg 2x1
7. Seloxy tab 2x1
8. Vit D 5000 IU 1x1
9. Kompres NaCl 0,9% 2 x 30 menit
10. Carned + Hidrocortisone pada bagian yang tidak luka
11. Miconazole 10 gr + Deksametasone 30 gr 2x1

IX. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : ad bonam

Quo ad Functionam : dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam

11
BAB II
PEMBAHASAN

ERUPSI OBAT
Definisi2
Merupakan reaksi alergi pada kulit atau mukokutan yang terjadi akibat
pemberian obat sistemik, baik yang masuk secara oral, pervaginam, per-
rektal maupun parenteral.
Epidemiologi1
Dapat mengenai berbagi usia. Pada suatu penelitian di Prancis
mengungkapkan bahwa lesi paling banyak berupa makulopapular sekitar
56% kasus dengan tingkat derajat berat sekitar 34% kasus. Populasi berisiko
tinggi pada pasien HIV, kelainan jaringan ikat (termasuk SLE), limfoma
non Hodgkin dan hepatitis
Klasifikasi1
1. Exantematous Eruption
Dikenal juga sebagai morbiliform atau makulopapular dan
merupakan bentuk paling sering dari erupsi obat. Lesi awal mula
berasal dari trunkus dan menyebar ke perifer secara simetris.
Pruritus merupakan gejala paling sering. Gejala lain berupa
demam dan malaise. Erupsi terjadi pada 1 minggu dari inisiasi
terapi dan bertahan 1 atau 2 hari setelah terapi obat dihentikan.
Resolusi biasanya dalam 7 sampai 14 hari, terjadi dengan
perubahan warna dari merah terang menjadi kecoklatan dan
diikuti dengan deskuamasi.
Dapat disebebakan oleh berbagai obat, termasuk betalaktam
(golongan penisilin), antibiotik sulfonamid, NNRTI (seperti
neverapine), dan anti epilepsi.
2. Urticarial Eruption
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe cepat dengan melibatkan
IgE. Mekanisme ini umumnya rekasi terhadap penisilin dan

12
antibiotik lainnya. Gejala berupa pruritus, urticaria, flushing,
angioedema, mual, muntah, diarrhea, nyeri perut, bronkospasme
dan hipotensi. Drug induced non IgE urtikaria dan angioedema
umumnya berhubungan dengan NSAID dan ACE inhibitor.
3. Pustular dan Acneiform Eruption
Acute generalized exanthematous pustolosis (AGEP)
merupakan erupsi dengan demam akut dan adanya leukositosis.
Lesi kulit timbul setelah 1-3 minggu setelah konsumsi obat,
sedangkan pasien yang sudah terpapar dapat timbul dalam 2
sampai 3 hari. Onset akut dan infeksi virus dapat menyebabkan
erupsi. Lesi berupa pustul nonfolikuler, batas difus dan edema
eritem, dapat sendiri atau bergabung menjadi satu.
Acneiform Eruption disebabkan oleh iodida, bromida,
adrenocorticotropic hormon (ACTH), glucocorticoid, isoniazid,
androgen, lithium dan fenitoin. Umumnya predilesi pada lengan
dan kaki.
4. Fixed Drug Eruption
Umumnya timbul bulat atau oval, soliter, eritematosus, makula
yang dapat berubah menjadi edematous plak; lesi seperti bula
juga dapat muncul. Penyebaran luas atau generalisata FDE dapat
menyerupai TEN namun tidak melibatkan reaksi sistemik dan
lebih hiperpigmentasi. Paling sering muncul pada daerah
genitalia dan perianal area, meskipun dapat muncul
dipermukaan kulit lainnya. Ciri khas FDE adalah berulang pada
predilesi yang sama setelah paparan obat penyebab. Obat-obat
yang dapat menimbulkan fixed drug eruption antara lain NSAID
(acetaminofen), antibiotik (tetrasiklin dan golongan sulfa),
metronidazole, nystatin, salisilat, barbiturat, kontrasepsi oral,
dsb.

13
Kriteria Diagnosis2,4
Anamnesis
1. Riwayat menggunakan obat sistemik atau kontak obat pada kulit yang
terbuka
2. Riwayat timbulnya kelainan kulit dengan jarak waktu pemberian obat,
apakah timbul segera, beberapa saat atau jam atau hari. Jenis kelainan
kulit yang terjadi antara lain pruritus, eritem, skuama, urtikaria,erosi,
eskoriasi, ulkus maupun nodus
3. Paparan lingkungan / pekerjaan terhadap zat lain yang mungkin menjadi
agen etiologi (mis., Sinar matahari, perangkat penyamakan buatan)
4. Perbaikan setelah dosis diturunkan atau obat dihentikan
5. Kelainan sistemik
6. Riwayat atopi pada diri dan keluarga, alergi terhadap alergen lain

Pemeriksaan fisik
Kelainan kulit umumya generalisata atau universal ataupun dapat lokalisata

Pemeriksaan penunjang
Dilakukan setelah tidak ada erupsi kulit (minimal 6 minggu setelah
lesi kulit hilang) dan memenuhi syarat uji kulit. Uji yang dapat dilakukan
berupa uji tempel, uji tusuk dan uji provokasi obat.

Tatalaksana2
 Hentikan obat yang diduga sebagai penyebab
 Pada gejala ringan dapat diberikan prednison 0,5 – 1 mg/kgBB/hari
 Diberikan anti histamin sedatif maupun non sedatif

Dari anamnesis didapatkan pasien ini mengonsumsi obat sebelum


timbulnya gejala namun pasien tidak mengingat nama obat yang dikonsumsi.
Pasien juga memiliki riwayat penggantian obat jika merasa tidak ada kunjung
perubahan. Pasien juga memiliki riwayat alergi. Onset terjadinya keluhan

14
berlangsung cepat. Lesi yang ditemukan pada pasien ini merupakan papul eritem
yang tersebar secara generalisata sehingga diagnosis mengarah ke Suspek Erupsi
Obat tipe Exanthematous Eruption. Untuk menegakan diagnosis lebih lanjut dapat
dilakukan uji kulit setelah tidak ada erupsi kulit minimal 6 minggu setelah lesi
hilang. Pada pasien ini telah dilakukan terapi yang adekuat dengan pemberian
deksamethasone secara IV yang memberikan adanya perbaikan pada pasien. Pasien
dan keluarga juga di edukasi untuk mencari tau obat yang menyebabkan keluhan
pada pasien dan tidak mengganti obat yang di konsumsi apabila belum merasakan
perubahan.
Diagnosis banding suspek Mobus Hansen reaksi ENL dapat disingkirkan
dikarenakan pada hasil pemeriksaan BTA 6 tempat negatif, pada pemeriksaan
neurologis juga tidak ditemukan adanya kelainan.

ERYTHRODERMA5
Definisi
Merupakan suatu kondisi di mana eritema melibatkan lebih dari 90% permukaan
tubuh, seringkali sebagai akibat dari kondisi peradangan kulit yang mendasarinya,
yang dapat mengakibatkan berbagai manifestasi sistemik dan berpotensi
menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa. Ini adalah manifestasi dari
berbagai penyakit kulit dan sistemik termasuk infeksi, keganasan, dan reaksi
hipersensitivitas obat.
Etiologi
Pemicu eritroderma yang paling umum adalah eksaserbasi dari dermatitis yang
mendasari, paling sering psoriasis (23%), dermatitis atopik, dan dermatitis kontak.
Reaksi obat merupakan penyebab penting lain dari eritroderma, terlibat dalam 20%
kasus, dengan setidaknya 135 obat diduga sebagai agen penyebab potensial.
Keganasan umum yang terkait dengan eritroderma adalah limfoma sel T kulit
(CTCL) Eritroderma idiopatik, di mana tidak ada penyebab yang dapat dijelaskan
meskipun penyelidikan serial menyeluruh, terjadi pada sekitar 30% kasus. "Red
man syndrome" yang terkait dengan infus vankomisin cepat dianggap sebagai
contoh eritroderma idiopatik.

15
Manifestasi Klinis
Presentasi khas eritroderma ditandai dengan bercak eritematosa yang semakin
meningkat dalam ukuran dan menyatu untuk menutupi sebagian besar permukaan
tubuh dengan gambaran seperti pulau-pulau kecil. Scaling dapat terjadi sebagai
lembaran besar atau serpihan kecil dan umumnya meletus 2-6 hari setelah
timbulnya eritema. Pruritus sering terjadi dan paling parah pada pasien dengan
dermatitis atopik. Kulit mungkin terasa kasar akibat garukan berlebihan dan
mungkin ada keterlibatan kelopak mata dan periorbital. Dalam kondisi kronis,
bercak hipopigmentasi dapat diamati, dan rambut dan kuku dapat rontok. Kuku juga
bisa menjadi bergerigi, menebal, dan rapuh. Individu dengan eritroderma lama
dapat hadir dengan cachexia, vitiligo, alopecia difus serta telapak tangan dan kaki
menebal.

Eritroderma juga disebabkan oleh adanya erupsi obat, namun pada pasien ini lesi
eritema tidak sampai 90% dari permukaan tubuh. sehingga diagnosis mengarah ke
eritroderma belum dapat ditegakkan.

DERMATITIS SEBOROIK
Definisi6
Merupakan kelainan kulit papuloskuamosa kronis yang umum dijumpai pada anak
dan dewasa. Penyakit ini ditemukan pada area kulit yang memiliki banyak kelenjar
sebasea seperti wajah, kulit kepala, telinga, tubuh bagian atas dan fleksura
(inguinal, inframmmae dan aksilla)
Epidemiologi3
Dapat mengenai berbagai usia, paling banyak pada usia 20 sampai dengan 50 tahun
dan lebih banyak pada laki-laki. Insiden derajat berat banyak ditemukan pada
pasien AIDS dan pasien dengan kondisi neurologis seperti parkinson disease.
Dermatitis seboroik umumnya berlangsung kronis dan berulang pada remaja dan
dewasa muda dimana adanya peningkatan aktivitas glandula sebacea dari efek
hormonal. Dermatitis seboroik juga dapat terjadi pada bayi dari mulai usia 2

16
minggu sampai usia 3 bulan yaang dimana disebut dengan infantile seborrheic
dermatitis. DS dipengaruhi oleh iklim, dimana akan menjadi lebih sering dan lebih
berat pada cuaca dingin dan kering, dan dapat berkurang dengan paparan sinar
matahari.
Manifestasi klinis3
Berlangsung secara kronis, persisten dan berulang. Lesi merah, mengelupas dan
berminyak pada kulit kepala dan wajah terutama pada lipatan nasolabial; alis,
kelopak mata atas, dahi, area postauricular, dan daun telinga. Distribusi umumnya
simetris. SD juga dapat m ringan dan pruritus, berminyak, sensasi terbakar atau
kesemutan.
Infantile seborrheic dermatitis (ISD) berbeda dengan DS. Biasanya lesi non
pruritus pada area frontal atau vertex pada kulit kepala dan sentral area wajah
dengan sisik kering, tebal, melekat dan mengelupas dan dapat disertai ruam
eritematoda pada lipatan intertriginosa badan ekstremitas
Kriteria Diagnosis2,6
Anamnesis
 Pada bayi biasanya terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan. Sering disebut
cradle cap. Keluhan utama biasanya berupa sisik kekuningan yang
berminyak dan umumnya tidak gatal
 Pada anak dan dewasa, biasanya yang menjadi keluhan utama adalah
kemerahan dan sisik di kulit kepala, lipatan nasolabial, alis mata, area post
aurikula, dahi dan dada. Lesi lebih jarang ditemukan di area umbilikus,
interskapula, perineum dan anogenital. Area kulit yang kemerahan biasanya
gatal. Pasien juga dapat mengeluhkan ketombe (Pitiriasis sika). Keluhan
dapat memburuk jika terdapat stressor atau cuaca dingin.
 Pada bayi umumnya bersifat swasirna sementara cenderung menjadi kronis
pada dewasa.

Pemeriksaan Fisik
 Pada bayi, dapat ditemukan skuama kekuningan atau putih yang berminyak
dan tidak gatal. Skuama biasanya terbatas pada batas kulit kepala (skalp)

17
dan dapat pula ditemukan di belakang telinga dan area alis mata. Lesi lebih
jarang ditemukan di lipatan fleksura, area popok dan wajah.
 Pada anak dan dewasa dapat bervariasi mulai dari:
 Ketombe dengan skuama halus atau difus, tebal dan menempel pada
kulit kepala
 Lesi eksematoid berupa plak eritematosa superfisial dengan skuama
terutama di kulit kepala, wajah dan tubuh
 Di dada dapat pula menunjukkan lesi petaloid atau pitiriasiformis.
 Apabila terdapat di kelopak mata, dapat disertai dengan blefaritis
 Dapat meluas hingga menjadi eritroderma

Pemeriksaan Penunjang6
Pemeriksaan lab pada dermatitis seboroik tidak harus dilakukan, namun dapat
dilakukan pemeriksaan serologi HIV jika timbul dermatitis seboroik berat dengan
onset mendadak. Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan untuk menegakkan
diagnosis dari diagnosis banding, seperti pemeriksaan KOH.

Tatalaksana3

Dewasa
Pilihan pengobatan dapat berupa salah satu atau gabungan dari terapi sebagai
berikut (lihat bagan alur):
1. Daerah non skalp
 Ringan
 Antijamur topikal: krim ciclopirox 1%, krim ketokonazol 2% 2 kali sehari
selama 4 minggu.
 AIAFp: krim piroctone olamine/alglycera/bisabolol 2 kali sehari selama 4
minggu
 Kortikosteroid topikal kelas I: krim atau salep hidrokortison 1% 2 kali
sehari selama 4 minggu
 Inhibitor kalsineurin topikal: krim pimekrolimus 1% takrolimus 0,1% 2 kali
sehari selama 4 minggu

18
 Sedang/berat
 Kortikosteroid topikal kelas II: krim desonide 0,05%, salep aclometasone
0,05% 2 kali sehari selama 4 minggu
 Antijamur sistemik:
 Itrakonazol 200 mg/hari selama 1 minggu kemudian 200 mg/hari selama
2 hari/bulan selama 11 bulan
 Terbinafin 250 mg/hari selama 4-6 minggu (regimen kontinu) atau 250
mg/hari selama 12 hari/bulan untuk 3 bulan (regimen intermiten)

Urutan pilihan terapi


 Lini pertama
 Ketokonazol topikal
 Kortikosteroid topikal potensi ringan-sedang
 AIAFp topikal
 Lini kedua
 Lithium succinate/lithium gluconate topikal
 Krim ciclopirox
 Inhibitor kalsineurin topikal
 Lini ketiga
 Terbinafin oral
 Itrakonazol oral
 Gel metronidazol
 Krim non steroid
 Terbinafin topikal
 Benzoil peroksida
 Fototerapi

2. Daerah skalp
 Ringan
 Antijamur topikal: sampo ciclopirox 1-5%, ketokonazol sampo 1-2%,
foaming gel 2%, hydrogel 20 mg/gel 2-3 kali/minggu

19
 AIAFp: sampo piroctone olamine/bisabolol/glychirretic acid/lactoferrin 2-
3 kali/minggu
 Keratolitik
 Sampo asam salisilat 3% 2-3 kali/minggu , sampo tar 1-2% 1-2
kali/minggu
 Bahan lainnya:
- Sampo selenium sulfida 2,5% 2-3 kali/minggu
- Sampo zinc pyrithione 1-2% 2-3 kali/minggu
 Kortikosteroid topikal kelas I: linimentum dan solusio hidrokortison 1%,
losion hidrokortison 0,1% 1 kali sehari selama 4 minggu minggu
 Kortikosteroid topikal kelas II: salep aclometasone 0,05%5-6, krim
desonide 0,05% 1 kali sehari selama 4 minggu
 Sedang/berat
 Kortikosteroid topikal kelas III: sampo fluocinolon acetonide 0,01% 2 kali
seminggu, didiamkan selama 5 menit selama 2 minggu
 Kortikosteroid topikal kelas IV: sampo klobetasol propionat 0,05% 2 kali
seminggu, didiamkan selama 5 menit selama 2 minggu
 Antijamur sistemik:
 Itrakonazol 200 mg/hari selama 1 minggu kemudian 200 mg/hari
selama 2 hari/bulan selama 11 bulan
 Terbinafin 250 mg/hari selama 4-6 minggu (regimen kontinu) atau
250 mg/hari selama 12 hari/bulan untuk 3 bulan (regimen
intermiten)
 Flukonazol 50 mg/hari selama 2 minggu atau 200-300 mg/minggu
selama 2-4 minggu

Urutan pilihan terapi


 Lini pertama
 Sampo ketokonazole
 Sampo ciclopirox
 Sampo zinc pyrithione

20
 Lini kedua
 Propylene glycol lotion
 Kortikosteroid topikal potensi kuat-sangat kuat
 Salep tacrolimus
 Mikonazol
 Sampo selenium sulfida

Pada pasein ini di adanya riwayat alergi. Lesi yang ditemukan pasien berupa plak
hiperpigmentasi disertai dengan skuama di area wajah. Pada pemeriksaan skin slit
smear di dapatkan adanya jamur (+), dimana dermatitis seboroik dapat disebabkan
oleh berbagai faktor dan infeksi dari Malasezzia dapat menjadi salah satu
penyebabnya. Pada pasien ini telah diberikan terapi yang adekuat yaitu pemberian
ketokonazole per oral serta juga diberikan krim berupa miconazole dan
dexamethasone.

Pada pasien ini didapatkan ulkus pada jari telunjuk kanan yang berwarna
kehitaman. Diduga diakibatkan oleh pekerjaan sebagai petani adanya alat kerja
yang melukai jari pasien sehingga menyebabkan kulitnya terkelupas. Lalu terjadi
infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob yang mengakibatkan jarinya
menghitam. Telah dilakukan terapi adekuat berupa Open Reduction Internal
Fixation dan pemberian antibiotik serta analgetik pada pasien.

21
BAB III

KESIMPULAN

Telah diperiksa laki-laki usia 51 tahun dengan status pada regio facialis ditemukan lesi
plak hiperpigmentasi, jumlah multipel, ukuran lentikular s/d plakat, batas
sirkumskripta, konfigurasi diskret hingga konfluens disertai skuama tebal. Regio
generalisata ditemukan lesi papul eritematosa, jumlah multipel, ukuran milier s/d
plakat, batas sirkumskripta, konfigurasi diskret hingga konfluens. Regio pedis
ditemukan lesi plak hiperpigmentasi, jumlah multipel, ukuran lentikular s/d plakat,
batas sirkumskripta, konfigurasi diskret hingga konfluens disertai skuama. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan BTA (-). Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang, diagnosis mengarah kearah Susp. Erupsi Obat dengan
Dermatitis Seboroik dan ulkus digiti II manus dextra. Tatalaksana nonmedikamentosa
meliputi edukasi. Untuk terapi medikamentsa diberikan kortikosteroid, anti histamin, serta
anti fungal. Prognosis Quo ad Vitam Ad bonam, Quo ad Functionam dan Quo ad
Sanactionam Dubia ad bonam

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Heelan K, Sibbaid C, Shear NH. Cutaneous Reaction to Drugs in


Fitzpatrick’s Dermatology, 9th Edition. Volume 1. McGraw-Hill
Education. 2019: 749-762.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia


[PERDOSKI]. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia. 2017:

3. Suh DH. Seborrheic Dermatitis in Fitzpatricks Dermatology, 9th Edition.


Volume 1. McGraw-Hill Education. 2019: 428-436

4. Aboud MD, Trevor A, Hafsi. 2021. Cutaneous Adverse Drug Eruptionon


NCBI https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK533000/ diakses pada 12 Juni
pukul 09:45

5. Rose E. 2018. Erythroderma on NCBI


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7139437/ diakses pada
12 Juni 10:10

6. Tucker D, Masood S. 2020. Seborrheic Dermatitis on NCBI


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551707/ diakses pada 12 Juni
2021 pukul 10:20

23

Anda mungkin juga menyukai