Anda di halaman 1dari 125

HUBUNGAN PENGGUNAAN GADGET DENGAN

PENAMBAHAN NILAI MINUS MATA PADA MAHASISWA


STIKES KARSA HUSADA GARUT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Akhir


Pada Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Karsa Husada Garut

LIA INTAN LESTARI


NIM : KHGC18085

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2022
LEMBAR PERSETUJUAAN

JUDUL : HUBUNGAN PENGGUNAAN GADGET DENGAN


PENAMBAHAN NILAI MINUS MATA PADA MAHASISWA
STIKES KARSA HUSADA GARUT

NAMA : Lia Intan Lestari

NIM : KHGC 18085

SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Pada Program Studi S1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut

Garut, 14 Juli 2022

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Devi Ratnasari, M.Kep) (Andhika Lungguh P, M. Si)

i
LEMBAR PERSETUJUAAN
SIDANG SKRIPSI

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Lia Intan Lestari


NIM : KHGC 18085
Program Studi : S1 Keperawatan STIKes Karsa Husada Garut

Mahasiswa yang bersangkutan telah disetujui untuk melaksanakan


seminar usulan penelitian dengan judul:

HUBUNGAN PENGGUNAAN GADGET DENGAN PENAMBAHAN


NILAI MINUS MATA PADA MAHASISWA STIKES KARSA
HUSADA GARUT

Demikian persetujuan ini kami buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Garut, 14 Juli 2022

Pembimbing Pendamping Pembimbing Utama

(Andhika Lungguh P, M. Si) (Devi Ratnasari, M.Kep)

ii
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1) Skripsi ini asli dan belum diajukan untuk mendapatkan gelar akademik

S.Kep baik dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut

maupun di perguruan tinggi lain.

2) Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya, tanpa

bantuan pihak lain kecuali arahan Tim Pembimbing.

3) Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan

sebagai acuan dalam naskah pengarang dan dicantumkan dalam daftar

pustaka.

4) Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari

terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka

saya bersedia menerima sanksi akademik dan lainya sesuai dengan norma

yang berlaku di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut.

Garut, Juli 2022

Pembuat pernyataan

Lia Intan Lestari

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkat rahmat dan bimbingan-Nya, saya dapat menyelesaikan proposal penelitian

dengan judul “Hubungan Penggunaan Gadget Dengan Penambahan Nilai Minus

Mata Pada Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut” diajukan dalam seminar

usulan penelitian yang akan digunakan dalam penyusunan Skripsi pada program

Studi S1 Keperawatan STIKes Karsa Husada Garut.

Dalam penyusunan proposal penelitian ini penyusun banyak mendapat

bimbingan, nasehat, dukungan dan bantuan yang bersifat moril maupun materil

yang sangat berharga, untuk itu pada kesempatan ini perkenankan penyusun

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak DR. H. Hadiat, MA, selaku Ketua Pembina Yayasan Dharma Husada

Insani Garut.

2. Bapak H.D. Saepudin, S.Sos, M.M.Kes, selaku Ketua Pengurus Yayasan

Dharma Husada Insani Garut.

3. Bapak Drs. H.M. Adjidin, M Si, selaku pengawas Yayasan Dharma Husada

Insani Garut.

4. Bapak H. Engkus Kusnadi S.Kep., M.Kes selaku Ketua STIKes Karsa Husada

Garut.

5. Ibu Iin Patimah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan

STIKes Karsa Husada Garut.

iv
6. Ibu Devi Ratnasari, M.Kep selaku pembimbing utama yang telah

menyediakan waktu, arahan, motivasi dan bimbingan bagi penyusun.

7. Bapak Andhika Lungguh P, M.Si selaku pembimbing pendamping yang telah

memberikan waktu, arahan serta masukan bagi penyusun.

8. Seluruh Staf Dosen dan staf pengajar STIKes Karsa Husada Garut yang telah

membekali penulis dengan berbagai ilmu yang sangat bermanfaat (khususnya

staf dosen prodi S1 Keperawatan).

9. Yang paling berharga kedua orang tua penulis tersayang yaitu Bapak Nana

Juhana dan Ibu Ai Ida serta Nenek Ade Mimin terimakasih untuk do'a,

pengorbanan dan kasih sayangnya yang tidak akan bisa terbalaskan oleh

penulis hingga kapanpun, semoga Allah SWT. Selalu memberikan kesehatan,

perlindungan dan selalu di lancarkan dalam segala urusan.

Penyusun menyadari bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan

proposal penelitian ini sangat diharapkan.

Garut, Juli 2022

Penulis

v
HUBUNGAN PENGGUNAAN GADGET DENGAN PENAMBAHAN NILAI
MINUS MATA PADA MAHASISWA STIKES KARSA HUSADA GARUT

Lia Intan Lestari

ABSTRAK

Penggunaan gadget sudah sangat erat pada kehidupan manusia. Gadget sudah
menjadi salah satu benda yang penting bagi sebagian besar orang, apalagi
setelah pendemi Covid-19 masyarakat diminta untuk menjaga jarak dan
meminimalisir aktivitas di luar rumah. Sebagai bentuk pengalihan dari
pembatasan tersebut, masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu dengan
penggunaan gadget baik untuk bekerja, belajar, berkomunikasi atau untuk
mencari hiburan. Penggunaan gadget yang buruk akan berdampak pada
ketajaman penglihatan dan menyebabkan penambahan pada nilai minus mata.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan penggunaan gadget
dengan penambahan nilai minus mata pada mahasiswa STIKes Karsa Husada
Garut. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan desain penelitian Cross Sectional dengan teknik pengambilan
sampel secara Random Sampling dengan metode Startified Random Sampling
sebanyak 95 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner
pernyataan penggunaan gadget dan pernyataan penambahan nilai minus mata
kemudian data dianalisis menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan
gadget dengan penambahan nilai minus mata pada mahasiswa STIKes Karsa
Husada Garut dengan nilai p-value = 0,000 dimana p<0,05. Dan dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan
gadget dengan penambahan nilai minus mata pada mahasiswa STIKes Karsa
Husada Garut. Saran dari hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
sosialisai kesehatan tentang dampak dari penggunaan gadget yang berlebihan.

Kata kunci: Penamabahan nilai minus mata, penggunaan gadget.

vi
THE RELATION USE OF GADGET WITH ADDED MYOPIA VALUE IN
STUDENTS AT KARSA HUSADA HEALTH SCIENCE INSTITUTE GARUT
Lia Intan Lestari

ABSTRACT

The use of gadgets is very closely related to human life. Gadgets have become one
of the most important things for most people, especially after the Covid-19
pandemic, people are asked to keep their distance and minimize activities outside
the home. As a form of diversion from these restrictions, people spend more time
using gadgets for work, study, communication or for entertainment. Poor use of
gadgets will have an impact on visual acuity and cause an increase in the added
myopia value. The purpose of this research was to determine the relationship
between use of gadget and the added myopia value in students at Karsa Husada
Health Science Institute Garut. The research method used using a cross sectional
research design with random sampling techniques using the Startified Random
Sampling method as many as 95 respondents. The data was collected using a
questionnaire statement on the use of gadgets and a statement of the added
myopia value then the data was analyzed using the Chi Square test. The results of
this research indicate that there is a significant relationship between the use of
gadgets and added myopia value in students at Karsa Husada Health Science
Institute Garut with p-value = 0.000. And it can be concluded that there is a
significant relationship between the use of gadgets and the added myopia value in
students at Karsa Husada Health Science Institute Garut. Suggestions from the
results of this study are expected to increase health socialization about the impact
of excessive use of gadgets.

Keywords: Added myopia value, Use of gadgets.

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAAN................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAAN SIDANG SKRIPSI.............................................ii

LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................iii

KATA PENGANTAR...........................................................................................iv

ABSTRAK.............................................................................................................vi

DAFTAR ISI.......................................................................................................viii

DAFTAR TABEL.................................................................................................xi

DAFTAR BAGAN...............................................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah...............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian.......................................................................6

1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................6

1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN


HIPOTESIS............................................................................................................8

2.1 Tinjauan Pustaka..........................................................................................8

2.1.1 Konsep Mata............................................................................................8

2.1.2 Anatomi Fisiologi Mata...........................................................................8

2.1.3 Fisiologi Penglihatan.............................................................................14

2.1.4 Gangguan Refraksi Mata.......................................................................17

2.1.5 Ketajaman Penglihatan..........................................................................21

viii
2.1.6 Klasifikasi Ketajaman Penglihatan........................................................22

2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penambahan Nilai Minus Mata....24

2.2 Kerangka Pemikiran...................................................................................31

2.3 Hipotesis.....................................................................................................33

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................34

3.1 Rancangan Penelitian.................................................................................34

3.2 Identifikasi Variabel...................................................................................34

3.3 Definisi Operasional Variabel....................................................................35

3.4 Populasi dan Sampel..................................................................................36

3.4.1 Populasi.................................................................................................36

3.4.2 Sampel...................................................................................................37

3.5 Teknik Pengumpulan Data Penelitian........................................................40

3.6 Uji Validitas, Reabilitas dan Normalitas Instrumen Penelitian..................43

3.6.1 Uji Validitas...........................................................................................43

3.6.2 Uji Reabilitas.........................................................................................45

3.6.3 Uji Normalitas.......................................................................................46

3.7 Rancangan Analisis Hasil Data Penelitian.................................................46

3.7.1 Univariat................................................................................................46

3.7.2 Bivariat..................................................................................................48

3.8 Langkah-langkah Penelitian.......................................................................49

3.8.1 Tahap Persiapan.....................................................................................49

3.8.2 Tahap Pelaksanaan................................................................................50

3.8.3 Tahap Akhir...........................................................................................50

3.9 Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................51

3.9.1 Waktu Penelitian.................................................................................51

ix
3.9.2 Tempat Penelitian................................................................................51

3.10 Jadwal Penelitian........................................................................................51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................52

4.1 Hasil Penelitian..........................................................................................52

4.1.1 Karakteristik Responden.......................................................................52

4.1.2 Analisis Univariat..................................................................................55

4.2 Pengujian Hipotesis....................................................................................58

4.2.1 Analisis Bivariat....................................................................................58

4.3 Pembahasan................................................................................................59

4.3.1 Penggunaan Gadget...............................................................................59

4.3.2 Penambahan Nilai Minus Mata.............................................................61

4.3.3 Hubungan Penggunaan Gadget dengan Penambahan Nilai Minus


Mata.......................................................................................................63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................66

5.1 Kesimpulan................................................................................................66

5.2 Saran...........................................................................................................66

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................68

LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penglihatan Normal.........................................................................23


Tabel 2.2 Penglihatan Hampir Normal............................................................23
Tabel 2.3 Penglihatan Low Vision Sedang.......................................................23
Tabel 2.4 Penglihatan Low Vision Berat..........................................................23
Tabel 2.5 Penglihatan Low Vision Nyata.........................................................24
Tabel 2.6 Kriteria Tajam Penglihatan Menurut WHO.....................................24

Tabel 3.1 Definisi Operasional 36


Tabel 3.2 Pengambilan Sampel Berdasarkan Perprodi....................................39
Tabel 3.3 Nilai Gradasi Kuesioner Penggunaan Gadget.................................41
Tabel 3.4 Jadwal Penelitian.............................................................................51

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 52


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden yang Menggunakan Kaca Mata...53
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden yang Mempunyai Kelainan..........53
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Mulai Aktif Menggunakan Gadget................54
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Jenis Gadget Yang Digunakan Mahasiswa
STIKes Karsa Husada Garut............................................................54
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Jenis Gadget Yang Digunakan Mahasiswa
STIKes Karsa Husada Garut............................................................55
Tabel 4.7 Hasil Analisis Berdasarkan Penggunaan Gadget pada Mahasiswa
STIKes Karsa Husada Garut............................................................56
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Jumlah Responden Berdasarkan Penggunaan
Gadget Pada Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut....................56
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Jumlah Responden Berdasarkan Kejadian.....57
Tabel 4.10 Tabulasi Silang dan Uji Statistik Hubungan hubungan penggunaan
gadget dengan penambahan nilai minus mata pada mahasiswa....58

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran.......................................................................32

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Usulan Topik Penelitian


Lampiran 2 Surat Ijin Studi Pendahuluan STIKes Karsa Husada
Lampiran 3 Surat Ijin Studi Pendahuluan BPS Garut
Lampiran 4 Surat Ijin Uji Validitas Instrumen
Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 6 Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 7 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 8 Lembar Kisi-kisi Kuesioner
Lampiran 9 Lembar Kuesioner
Lampiran 10 Lembar Master Tabel Data Penelitian
Lampiran 11 Lembar Hasil Uji Statistik
Lampiran 12 Lembar Bimbingan
Lampiran 13 Lembar Riwayat Hidup Peneliti

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pengguna ponsel di dunia saat ini sudah lebih dari sebagian

penduduk Bumi. Laporan dari Stock Apps (2021), memaparkan jumlah

pengguna gadget di dunia mencapai 5,22 miliar. Jumlah tersebut

merepresentasikan 67%, atau lebih dari total populasi penduduk bumi yaitu

sekitar 7,83 miliar. Indonesia menempati posisi keempat dengan 170,4 juta

pengguna smartphone (Newzoo, 2021). Penggunaan smartphone di Indonesia

telah mencapai 98,2% dari total populasi (Data Reportal, 2021).

Penggunaan gadget sudah sangat erat pada kehidupan manusia.

Gadget sudah menjadi salah satu benda yang penting bagi sebagian besar

orang, apalagi setelah pendemi Covid-19 masyarakat diminta untuk menjaga

jarak dan meminimalisir aktivitas di luar rumah. Sebagai bentuk pengalihan

dari pembatasan tersebut, masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu

dengan penggunaan gadget baik untuk bekerja, belajar, berkomunikasi atau

untuk mencari hiburan.

Lonjakan kasus positif Covid-19 bukan hanya berdampak pada dunia

ekonomi, tetapi berdampak besar pula pada dunia pendidikan (Sobana, 2020).

Kementrian pendidikan dan kebudayaan RI mendorong penyelenggaraan

proses pembelajaran dilakukan dengan daring atau online. Teknologi

1
informasi sebagai pendukung terlaksananya pembelajaran online pada masa

pandemi ini

2
2

diantaranya adalah dengan menggunakan e-learning, Google Classroom, kelas

online Schoology, Zoom dan lainnya. Sistem pembelajaran tersebut

menjadikan mahasiswa harus siap dengan metode pembelajaran yang

dilakukan secara online. Pelaksanaan pembelajaran daring tersebut bisa

sampai berjam – jam lamanya yang mengharuskan pelajar atau mahasiswa

menatap gadget yang digunakan untuk pembelajaran. Selain itu juga, gadget

digunakan sebagai hiburan seperti untuk bermain games, bermaian sosial

media dan menonton video. Hal tersebut berpengaruh terhadap ketajaman

penglihatan dikarenakan sinar radiasi dari gadget.

Mata merupakan indra penglihatan yang dapat menangkap berkas

cahaya yang dipantulkan dari sebuah benda. Jika lensa yang dilalui cahaya

menjadi sangat kecil sehingga ukurannya mendekati panjang gelombang dari

cahaya tersebut, maka munculah fenomena difraksi. Mata minus atau yang

sering disebut dengan rabun jauh merupakan keadaan dimana seseorang

mengalami kesulitan untuk melihat suatu objek dari jarak jauh. Sinar yang

direfleksikan dari sebuah objek masuk ke mata melalui kornea, kemudian

difokuskan oleh lensa mata ke retina. Pada mata normal, lensa mata dan

kornea membiaskan cahaya yang masuk sehingga bayangan objek difokuskan

tepat di retina. Sedangkan pada mata minus, cahaya yang masuk tidak fokus di

retina, namun jauh di depannya. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kornea

terlalu cembung atau panjang bola mata yang terlalu besar. Sehingga pada

mata minus, saat melihat objek dari jarak jauh, objek akan terlihat tidak fokus

(Panambuhan et al., 2019).


3

Kekhawatiran dalam penggunaan smartphone yaitu efek negatif

radiasi sinar smartphone terhadap kesehatan salah satunya fungsi penglihatan

(Muallima et al., 2019). Suatu sinar yang disebut High Energy Visible (HEV)

atau yang sering dikenal sebagai blue light adalah salah satu bagian dari

spektrum cahaya yang sangat kuat dan dihasilkan oleh peralatan elektronik

modern bahkan pada bohlam flioresens. Cahaya ini menjadi salah satu

penyebab masalah penglihatan, yaitu myopia, katarak dan agerelated macular

deregenration (amd) (Puspa et al., 2018).

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan

adalah lama penggunaan gadget, jarak pandang terhadap gadget, intensitas

pencahayan, posisi saat membaca dan menggunakan gadget, usia dan

keturunan. Penggunaan gadget yang tidak diperhatikan batas lama, jarak yang

dekat dan posisi yang tidak benar dapat mempengaruhi kesehatan mata yaitu

ketajaman penglihatan. Saat penggunaan gadget dalam waktu yang lama akan

memberikan tambahan tekanan pada mata dan susunan sarafnya, disertai

intensitas cahaya yang buruk dan posisi yang tidak menunjang dalam waktu

terus menerus akan merusak mata. Penggunaan gadget dalam jarak yang dekat

akan membuat mata terus berakomodasi sehingga dapat menjadikan mata

lelah yang dapat berakibat ke ketajaman penglihatan. Intensitas yang terlalu

terang pada layar gadget akan menyebabkan kesilauan pada mata, selain itu

posisi menggunakan gadget dalam posisi tidur bisa membuat cahaya yang

datang kurang sehingga otot mata bekerja ekstra untuk akomodasi dan akan
4

menarik otot bola mata sehingga dapat berpengaruh pada ketajaman

penglihatan (Trisna & Suprayitno, 2017).

Hasil penelitian Trisna & Suprayitno (2017), tentang Hubungan

Lama Penggunaan dan Jarak Pandang Gadget dengan Ketajaman Penglihatan

pada Anak Sekolah Dasar Kelas 2 dan 3 di SDN 027 Kota Samarinda,

menunjukkan tidak adanya hubungan antara lama penggunaan gadget dan

jarak pandang gadget dengan ketajaman penglihatan. Penelitian ini diperkuat

dengan penelitian Abdu et al. (2021), tentang Dampak Penggunaan Gadget

Terhadap Penurunan Ketajaman Penglihatan, didapatkan hasil uji statistik chi

square dengan nilai p value untuk mata kanan dan mata kiri masing-masing, p

kanan = 0,647 dan p kiri = 0,462, sehingga p value < 0,05 artinya bahwa

penggunaan gadget tidak berdampak signifikan terhadap penurunan ketajaman

penglihatan baik pada mata kanan maupun mata kiri.

Sedangkan pada penelitian Muallima et al. (2019), tentang

Hubungan Penggunaan Gadget Dengan Penurunan Ketajaman Penglihatan

Pada Siswa SMP Unismuh Makassar menunjukkan bahwa hasil uji Chi

Square di peroleh P=0,000 (P<0,05) yang artinya terdapat hubungan

signifikan antara variabel durasi penggunaan gadget dengan penurunan

ketajaman penglihatan, terdapat hubungan signifikan antara variabel frekuensi

penggunaan gadget dengan penurunan tajam penglihatan dengan nilai

P=0,000 (0,05), dan terdapat hubungan signifikan antara variabel jarak

penggunaan gadget dengan penurunan tajam penglihatan dengan nilai

P=0,001 (0,05). Penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian Tafiyah et al


5

(2021), dalam penelitiannya tentang Hubungan Penggunaan Gadget Dengan

Penurunan Ketajaman Penglihatan Pada Anak Usia Sekolah Di Poliklinik

Mata Rsi Sunan Kudus. Sebagian besar pemakaian gadget responden pada

kategori tinggi sebanyak 23 responden (69.7%) dan gangguan penglihatan

responden dalam kategori Myopia sebanyak 26 responden (78.8%). Dalam

penelitian tersebut didapatkan hasil p- value sebesar 0.008 dan OR = 10.500

yang artinya terdapat hubungan antara tingkat pemakaian gadget dengan

gangguan penglihatan pada anak di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan melakukan

wawancara kepada 10 mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut pada tanggal 3

– 6 Februari 2022, didapatkan ada 7 mahasiswa yang mengeluh mengalami

penambahan nilai minus mata semenjak 1 tahun terakhir ini. Sementara 3

mahasiswa diantaranya tidak mengeluh adanya penambahan nilai minus pada

mata. Selama pandemi Covid – 19, mahasiswa tersebut lebih banyak

menggunakan gadget untuk pembelajaran dan untuk mengisi waktu luang.

Penggunaan gadget tersebut rata – rata lebih dari 4 jam dalam sehari.

Berdasarkan telaah dari beberapa penelitian dan observasi awal di

lapangan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada mahasiswa di

STIKes Karsa Husada Garut. Penulis ingin mengetahui lebih jauh dengan

meneliti hubungan penggunaan gadget dengan penambahan nilai minus mata

pada mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut.


6

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan penggunaan

gadget dengan penambahan nilai minus mata pada mahasiswa STIKes Karsa

Husada Garut?

1.3 Tujuan Penelitian

1) Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan penggunaan

gadget dengan penambahan nilai minus mata pada mahasiswa STIKes

Karsa Husada Garut.

2) Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi penggunaan gadget pada mahasiswa STIKes Karsa

Husada Garut.

b. Mengidentifikasi penambahan nilai minus mata pada mahasiswa

STIKes Karsa Husada Garut.

c. Menganalisis hubungan penggunaan gadget dengan penambahan nilai

minus mata pada mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritik

a. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi sumber infomasi

dan tambahan pengetahuan dalam pengembangan keperawatan mata.


7

b. Dapat menjadi sarana untuk mencegah penambahan nilai minus mata

dan juga sekaligus menambah informasi pada mahasiswa STIKes

Karsa Husada Garut.

2) Manfaat Praktis

a. Bagi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan

dan kesehatan dimasa yang akan datang khususnya pada kesehatan

mata. Penelitian ini diharapkan menjadi sebagai salah satu upaya untuk

mencegah terjadinya gangguan penglihatan pada mata.

b. Bagi Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menambah

bahan bacaan bagi mahasiswa di STIKes Karsa Husada Garut.

c. Bagi Mahasiswa

Meningkatkan ilmu pengetahuan mahasiswa tentang hubungan

penggunaan gadget dengan penambahan nilai minus mata pada

mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut dan juga dapat menjadi dasar

bagi peneliti – peneliti selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Mata

Mata merupakan indra penglihatan. Mata manusia dapat dijelaskan

analog dengan kamera, sinar yang mengenai mata akan diteruskan oleh

lensa dan jatuh tepat pada retina. Mata berbentuk seperti bola, terletak di

dalam rongga mata. Dinding rongga mata dilindungi oleh tulang tengkorak

(Rahmawaty, 2018).

Mata terdiri dari struktur internal dan eksternal, tetapi yang

menjadi dasar dari ketajaman penglihatan adalah anatomi bola mata pada

struktur internal. Proses penglihatan merupakan proses yang rumit yang

dilalui tiga peristiwa yaitu membelokkan cahaya, memfokuskan sinar dan

meneruskan rangsangan sinar untuk dapat membentuk bayangan hingga

dapat dilihat (Ilyas, 2014).

2.1.2 Anatomi Fisiologi Mata

1. Struktur Internal

1) Lapisan Luar

8
a. Sklera, adalah pembungkus yang kuat dan fibrus, membentuk putih

mata dan bersambung pada bagian depan dengan sebuah jendela

membran yang bening, yaitu kornea. Sklera melindungi struktur

9
10

mata yang sangat halus, serta membantu mempertahankan bentuk

biji mata (Pearce, 2014).

b. Kornea, merupakan selaput bening yang bersambungan dengan

sklera bersifat transparan dan menempati 1/6 bagian posterior bola

mata. Karena sifatnya yang transparan sehingga tembusan cahaya

yang masuk 80% atau dengan kekuatan pembiasan sinar terkuat

yang dapat dilakukan kornea dengan kekuatan 40 dioptri dan 50

dioptri (Ilyas, 2014).

c. Lensa, merupakan struktur lunak, sirkuler, bikonveks, avaskular,

tidak berwarna dan hampir transparan dengan ketebalan sekitar 4

mm dan diameter 9 mm. Terletak di belakang dan didepan badan

vitreus serta tertahan oleh ligamen suspensorium atau zonula Zinii.

Lensa terdiri dari 3 lapisan yaitu korteks dan nukleus di bagian

dalam, dan kapsul di bagian luar. Kapsul adalah membran

semipermeabel yang memiliki fungsi mengubah bentuk lensa serta

memiliki peranan penting pada saat melihat dekat atau

berakomodasi. Lensa membiaskan sinar 20% atau 10 dioptri (Ilyas,

2014).

2) Lapisan Tengah

a. Koroid berwarna cokelat kehitaman sampai hitam, berisi banyak

pembuluh darah dan berfungsi untuk memberi nurtisi dan oksigen

terutama pada retina. Warna gelap pada Koroid berfungsi untuk

mencegah refleksi (pemantulan cahaya).


11

b. Korpus siliaris atau badan siliar menghasilkan aqueous humor

pada prosesus siliaris yang ada pada permukaan Korpus siliaris

serta mengandung banyak pembuluh darah dan serabut saraf.

Terletak diantara Koroid dan iris ini memiliki otot siliari yang

tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan radial.

Serat-serat sirkuler ini yang akan mengerutkan dan merelaksasi

serat-serat zonula, dan digunakan untuk akomodasi yang

mempengaruhi kecembungan lensa sehingga lensa focus baik pada

objek dekat maupun jauh (Ilyas, 2014).

c. Iris, merupakan bagian mata yang berwarna dan merupakan

perpanjangan korpus silar ke anterior. Terletaknya di depan lensa

dan dibelakang kornea, serta membentuk lingkaran terbuka yang di

sebut pupil. Dengan adanya sfingter dan otot-otot dilator dalam

stroma iris, ini yang akan menjalankan fungsi dari iris yaitu

mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata

dengan mengecilkan (miosis) dan melebarkan (midriasis) pupil

atau melalui proses kontraksi (akibat aktivitas parasimpatik oleh N.

III) dan dilatasi (dari aktivitas simpatik) (Ilyas, 2014).

d. Pupil, terletak di sentral. Memiliki fungsi mengatur jumlah sinar

yang masuk ke dalam bola mata. Dengan cara sinar yang datang

masuk melalui pupil di serap sempurna oleh jaringan (Ilyas, 2014).


12

3) Lapisan Dalam

a. Retina adalah lapisan saraf pada mata, yang terdiri atas sejumlah

lapisan serabut, yaitu sel-sel saraf, batang-batang, dan kerucut.

Semuanya termasuk dalam konstruksi retina, yang merupakan

jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar

menuju diskus optik, yang merupakan titik tempat saraf optik

meninggalkan biji mata. Titik ini disebut bintik buta karena tidak

mempunyai retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah

makula, yang terletak tepat eksternal terhadap diskus optik, persis

berhadapan dengan pusat pupil. Retina adalah mekanisme

penyarafan untuk penglihatan. Retina memuat ujung-ujung nervus

optikus, serta dapat disamakan dengan lempeng film dalam

fotografi (Pearce, 2014). Retina yang mengandung reseptor cahaya,

akan menerima rangsangan cahaya dan meneruskan yang

diterimanya berupa bayangan objek sebagai rangsangan elektrik ke

otak sebagai bayangan yang dikenal (Ilyas, 2014).

b. Fundus Optik, terdiri dari beberapa bagian yaitu papilla nervi

optici atau diskus optikus (blind spot), macula lutea (yellow spot),

dan fovea sentralis. Terletak di posterior mata. Diskus optikus atau

titik buta (blind spot) hanya mengandung serabut saraf yang

melalui sklera menuju ke otak dan tanpa sel-sel fotoreseptor (sel

kerucut) serta tidak sensitif terhadap sinar. Bagian lateral dan

temporal dari titik buta terdapat makula lutea (bitnik kuning) yang
13

dibentuk oleh sel-sel kerucut dan merupakan titik penglihatan yang

paling tajam. Bagian sentral makula agak ke dalam disebut fovea

sentralis tempat terjadi pandangan akut terbesar. Jika bagian fovea

sentralis rusak, tajam penglihatan (acuity) berkurang dan dapat

terjadi kebutaan sentral (Zain, 2013).

2. Struktur Eksternal

1) Orbita, merupakan struktur tulang yang mengelilingi mata dan

memberikan proteksi paling besar terutama ada segmen posterior.

2) Konjungtiva, merupakan membran mukosa tipis dan transparan yang

melapisi kelopak mata pada bagian posterior dan melipat ke bola mata

untuk melapisi bagian anterior bola mata sampai limbus berbantasan

dengan kornea.

3) Kelopak Mata, merupakan bagian terluar bola mata yang tersusun dari

kulit yang halus, tipis dan mudah digerakkan pada saat menutup mata.

Berfungsi sebagai pelindung mata dari masuknya benda asing, cahaya

selama tidur dan membantu pergerakan air mata untuk menjaga

kelembapan kornea.

4) Bulu Mata adalah rambut tipis yang terdiri dari 2 atau 3 baris rambut

irreguler pada batas kelopak mata, dan bersifat sensitif terhadap

sentuhan dan melindungi dari debu atau partikel kecil.

5) Alis Mata adalah bagian lipatan kulit di atas mata yang ditumbuhi

rambut berbentuk garis untuk melindungi mata dari perspirasi

(keringat) dahi.
14

6) Aparatus lakrimalis atau sistem lakrimal adalah sistem yang

mensekresi air mata, terletak di daerah bagian temporal bola mata.

Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian yaitu system produksi (glandula

lakrimal) dan sistem ekskresi yang terdiri dari pungtum lakrimal,

kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal.

7) Otot mata merupakan otot volunter yang mengkoordinasikan

pergerakan pada mata dan terdiri dari 6 otot ekstraokuler yaitu 4 otot

rektus (lurus) antara lain otot rektus lateral, medial, superior, dan

inferior serta 2 otot oblik antara lain otot oblik superior dan inferior.

Saraf pada mata yang mempersarafi otot-otot ekstraokuler yaitu saraf

okulomotorius (N. III), troklearis (N. IV) dan abdusen (N. VI). Saraf

penglihatan (N. II) yang menghubungkan diskus optikus ke otak. Saraf

trigeminus (N. V) untuk reflek berkedip dan saraf fasialis (N. VII)

yang mempersarafi kelenjar lakrimal dan otot dalam penutupan

kelopak mata.

8) Pembuluh terdiri dari arteri oftalmikus (cabang arteri karotis interna)

yang merupakan arteri utama yang menyuplai struktur dalam orbit.

Arteri sentral retina bertanggung jawab menyuplai darah ke retina,

sedangkan arteri siliaris menyuplai sklera, kroid, badan siliaris dan iri

(Ilyas, 2014).
15

2.1.3 Fisiologi Penglihatan

Proses penglihatan pada mata terdiri dari 4 media refraksi. Media

refraksi atau media yang dapat membiaskan cahaya yang masuk ke mata,

yaitu lensa, kornea, aqueous humor, dan vitreous humor. Proses

penglihatan terdiri dari empat tahap, yaitu:

1. Tahap pembiasan, terjadi di kornea, lensa, dan corpus vitreum. Cahaya

yang masuk melewati kornea diteruskan ke pupil, kemudia di fokuskan

ke retina oleh lensa. Kelengkungan lensa mempengaruhi hasil

pembiasan.

2. Tahap sintesa fotokimia, terjadi di fovea dimana proses kimia yang

terjadi akan merangsang dan menimbulkan impuls listrik.

3. Tahap pengiriman sinyal sensoris, yaitu impuls listrik oleh serabut

saraf mata akan dihantarkan ke pusat penglihatan di otak.

4. Tahap persepsi di pusat penglihatan, pada tahap ini sebelum mencapai

fotoreseptor di retina, cahaya harus melewati lapisan ganglion dan

bipolar. Fotoreseptor ini nantinya yang akan mengumpulan informasi

yang ditangkap mata untuk kemudian sinyal tersebut diteruskan ke

otak melalui saraf optik. Saraf optik di retina yaitu sel batang dan sel

kerucut (Sherwood, 2018).

Jumlah cahaya yang masuk ke mata dikontrol oleh iris. Iris

berperan sebagai fotoreseptor yang peka terhadap cahaya yang merupakan

otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur mirip cincin di dalam
16

cairan aqueous humor. Lubang bundar di bagian tengah tempat masuknya

cahaya ke interior mata adalah pupil. Ukuran dari lubang ini disesuaikan

oleh kontraksi otot-otot untuk menerima sinar lebih banyak atau sedikit

(Sherwood, 2018).

Setelah memasuki mata, cahaya difokuskan ke retina untuk

menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Pembentukan

bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata. Media

refrakta yang berperan dalam pembentukan bayangan adalah kornea,

aqueous humor, lensa, dan vitreus humor (Ilyas, 2014).

Kornea memiliki daya refraksi lebih besar dari kensa karena

permukaan kornea yang melengkung sehingga mengakibatkan adanya

perbedaan densitas di pertemuan udara-kornea yang tinggi. Kemampuan

refraktif kornea tidak berubah karena kelengkungan kornea tidak pernah

berubah, namun, kemampuan refraktif lensa dapat diubah-ubah dengan

mengubah kelengkungannya (Sherwood, 2018).

Selain merefraksi, lensa juga berperan untuk menajamkan

bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat

ataupun jauh dengan daya akomodasinya. Akomodasi lensa dipengaruhi

oleh persarafan simpatis, yang menyebabkan otot polos pada badan siliar

yang merupakan perlekatan ligamen penggantung lensa (zonula Zinii)

berkontraksi. Kontraksi dari badan siliar yang berbentuk melingkar seperti

sfingter menyebabkan jarak antara pangkal kedua ligamen tersebut

mendekat. Hal ini akan menyebabkan ketegangan dari ligamen tersebut


17

berkurang sehingga regangan ligament terhadap lensa pun juga berkurang.

Bentuk lensa kemudian akan menjadi lebih cembung. Sumber cahaya jauh

difokuskan tanpa akomodasi, adapun sumber cahaya dekat dengan

akomodasi (Sherwood, 2018).

Setelah itu cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan

mencapai retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan

energi cahaya mejadi potensial aksi pada lapisan sensori retina. Pada retina

cahaya akan melewati sel-sel ganglion, lapisan pleksiform, dan lapisan

nukleus sebelum akhirnya mencapai lapisan fotoreseptor. Secara struktur

fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) memiliki tiga bagian, yaitu :

segmen luar, segmen dalam dan terminal sinaps. Segmen luar terdiri dari

susunan lempeng membran yang mengandung fotopigmen untuk

mendeteksi rangsangan cahaya. Fotopigmen mengalami perubahan

kimiawi saat diaktifkan oleh sinar. Teraktivasinya fotopigmen oleh cahaya

memicu potensial resseptor yang akhirnya menghasilkan potensial aksi

(Sherwood, 2018).

Setelah cahaya ditangkap oleh fotoreseptor maka potensial aksi

diubah menjadi sinyal listrik yang dinamakan proses fototransduksi.

Fotoreseptor mengalami hiperpolarisasi ketika menyerap cahaya.

Hiperpolarisasi tersebut secara pasif menyebar dari segmen luar menuju

ujung sinaps fotoreseptor. Hal ini menyebabkan penurunan pelepasan

neurotransmiter inhibitorik sehingga terjadi potensial aksi menuju pusat

persepsi penglihatan (Sherwood, 2018).


18

Potensial aksi meninggalkan retina menuju nervus optikus, chiasma

optikum, tractus opticus, geniculatum lateral, colliculus superior, dan

menuju korteks serebri. Kemudian, sinyal tersebut menuju korteks

penglihatan primer (area 17) yang terletak di fisura kalkarina lobus

oksipitalis. Semua bagian tersebut harus bekerja stimulan agar dapat

melihat suatu objek dengan baik (Sherwood, 2018).

2.1.4 Gangguan Refraksi Mata

Refraksi mata merupakan proses masuknya cahaya dari bagian

depan mata (kornea, pupil, retina) untuk dibiaskan tepat pada retina

(bagian belakang mata). Masalah penglihatan yang paling sering

terjadi adalah kelainan refraksi mata. Orang yang memiliki masalah pada

refraksi mata akan mengeluh pandangannya buram saat melihat benda

yang letaknya jauh, dekat, atau keduanya (Sudarti, 2021). Jenis-jenis

kelainan refraksi mata yaitu:

1. Miopia

Miopia merupakan kondisi tidak dapat melihat objek jarak jauh

dengan baik. Miopia sering disebut juga sebagai mata minus atau

rabun jauh. Miopia terjadi karena cahaya yang masuk mata jatuh di

depan retina (Prieharti & Mumpuni, 2016). Gejala yang timbul akibat

miopia yaitu:

a. Mata terasa tegang karena mencoba fokus

b. Mata sering menyerngit

c. Sakit kepala, terutama daerah tengkuk dan dahi


19

d. Cepat mengantuk

e. Penglihatan kabur bila melihat objek jauh

f. Pegal pada bola mata

Menurut Ilyas (2014), derajat beratnya miopia dibagi dalam:

a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri

b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri

c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri

2. Hipermiopia

Hipermiopia atau rabun jauh adalah keadaan kekuatan

pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiakan

sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pada saat terjadi

perubahan usia, lensa akan berangsur tidak dapat memfokuskan

bayangan pada retina sehingga akan terletak di belakang retina (Ilyas,

2014). Hipermetropia merupakan kondisi dimana tidak dapat melihat

objek jarak yang dekat dengan baik dan sering disebut juga dengan

mata plus (Prieharti & Mumpuni, 2016).

Penderita hipermiopia biasanya menunjukan gejala seperti berikut:

a. Buram ketika melihat objek dalam jarak dekat

b. Sakit kepala jika melihat objek dalam jarak dekat terlalu lama

c. Penglihatan tidak nyaman ketika pandangan terfokus ke jarak

tertentu pada waktu yang lama

d. Ketika melihat objek dalam jarak yang dekat, mata cepat lelah,

perih dan tertekan


20

3. Astigmatisma

Mata astigmatisma atau mata silindris merupakan kondisi

kelainan lengkung kornea. Kelainan tersebut menyebabkan cahaya

yang masuk mata sedikit menyebar atau tidak focus pada retina

(sebagian di depan retina dan sebagian di belakang retina). Penglihatan

pada penderita astigmatis seperti melihat benda melalui gelass yang

berisi air jernih. Bayangan yang terlihat bengkok, kabur, terlalu lebar

atau terlalu besar (Prieharti & Mumpuni, 2016).

Pada astigmatisma berkas cahaya tidak difokuskan pada satu

titik dengan tajam pada retina, akan tetapi pada 2 garis api yang saling

tegak lurus yang terjadi akibat kelainan lengkungan permukaan kornea.

Alat bantu koreksi yang digunakan adalah lensa torik (silinder), bedah

atau laser korneal. Astigmatisma bersifat diturunkan dan biasanga

berjalan bersama dengan miopia dan hipermiopia dan tidak banyak

terjadi perubahan selama hidup (Ilyas, 2014).

Gejala yang timbul pada penderita astigmatisma yaitu:

a. Sering pusing

b. Mata terasa tegang, pegal dan mudah lelah

c. Pandangan terlihat ganda saat menggunakan satu mata maupun

kedua mata

d. Pandangan kabur saat melihat objek berjarak jauh maupun dekat


21

4. Presbiopi

Mata tua atau presbiopi adalah kondisi yang terjadi karena lensa

mata menjadi kaku, sehingga sulit untuk membiaskan dan

memfokuskan cahaya pada retina mata. Kekakuan lensa mata ini

terjadi karena proses penuaan. Kondisi ini wajar dialami oleh lansia

atau orang dewasa berusia di atas 45 tahun.(Sudarti, 2021). Gejala

biasanya baru muncul setelah melakukan aktivitas membaca, yaitu

(Prieharti & Mumpuni, 2016):

a. Mata terasa lelah

b. Mata berair

c. Mata terasa pedas

d. Sakit kepala

5. Ametropia

Ametropia adalah merupakan keadaan pembiasan mata dengan

panjang bola mata yang tidak seimbang. Dalam keadaan tanpa

akomodasi atau dalam keadaan istirahat memberikan bayangan sinar

sejajar pada fokus yang tidak terletak pada retina. Pada keadaan ini

bayangan pada selaput jala tidak sempurna terbentuk. Ametropia dapat

ditemukan dalam bentuk-bentuk kelainan seperti myopia (rabun jauh),

hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisma (silinder) (Ilyas, 2014).


22

2.1.5 Ketajaman Penglihatan

Ketajaman penglihatan diartikan sebagai kemampuan mata

manusia melihat dengan jelas pada jarak dekat atau jauh menggunakan

mata normal atau biasanya 6 meter. Beberapa faktor seperti penerangan,

kontras cahaya, perpaduan warna, waktu papar ataupun kelainan refraksi

dapat menyebabkan menurunnya ketajaman penglihatan pada manusia

(Ilyas, 2014).

Penurunan ketajaman penglihatan adalah kelainan pembiasan sinar

oleh media penglihatan yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan

kaca atau panjang bola mata sehingga bayangan benda dibiaskan tidak

tepat di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Keadaan ini

disebut ametropia yang dapat berupa miopia, hipermiopia dan

astigmatisma. Sebaliknya emetropia adalah keadaan sinar yang sejajar atau

jauh dibiaskan atau difokuskan oleh sistem optik yang tepat pada daerah

makula lutea tanpa mata melakukan akomodasi (Ilyas, 2014).

Secara garis besar terdapat tiga penyebab utama berkurangnya

ketajaman penglihatan yaitu kelainan refraksi (misal miopia, hipermiopia),

kelainan media refrakta (misal katarak), dan kelainan saraf (missal

glaukoma, neuritis) (Nithasari, 2014). Salah satu masalah yang paling

sering terjadi akibat adanya kelainanan ketajaman penglihatan adalah


23

kelainan refraksi (ametropia) seperti miopia, hipermetropia, dan

astigmatisma (Ilyas, 2014).

Kelainan refraksi adalah kondisi gangguan pada proses akomodasi

(pembiasan) yang dapat diakibatkan dari bentuk kelengkungan kornea

(mendatar atau mencembung) dan perubahan panjang bola mata (lebih

panjang atau lebih pendek) sehingga cahaya yang masuk tidak jatuh fokus

pada retina. Bentuk-bentuk kelainan refraksi yaitu miopia, hipermetropia

dan astigmatisma. Miopia atau rabun jauh adalah kondisi menurunnya

kemampuan mata melihat objek dengan jarak jauh yang disebabkan

pembiasan cahaya jatuh di depan retina. Sedangkan kondisi hipermetropi

berbanding terbalik dengan miopi. Astigmatisma adalah kondisi sinar yang

masuk tidak difokuskan pada satu titik pada retina tetapi pada dua garis

titik yang saling tegak lurus (Ilyas,2014).

2.1.6 Klasifikasi Ketajaman Penglihatan

Tajam penglihataaan rata-rata bervariasi antar 6/4 hingga 6/6 (atau

20/15 atau 20/20 kaki). Tajam penglihatan maksimum berada didaerah

fovea. Berdasarkan hasil pemeriksaan Snellen, tajam penglihatan di

kategorikan yaitu 6/3 - 6/7.5 normal, 6/9 – 6/21 hampir normal, dan 6/24 –

5/30 rendah. Kriteria tajam penglihatan menurut WHO dengan

menggunakan kartu Snellen yaitu 6/6-6/18 tajam penglihatan baik, <6/18-

6/60 tajam penglihatan sedang, dan <6/60 tajam penglihatan buruk (Ilyas,

2014).
24

Tabel 2.1 Penglihatan Normal


Snellen Jarak 6 Snellen Jarak Efisiensi
Sistem Desimal
Meter 20 Kaki Penglihatan
2.0 6/3 20/10
1.33 6/5 20/15 100%
1.0 6/6 20/20 100%
0.8 6/7.5 20/25 95%
Sumber : Ilyas, (2014)

Tabel 2.2 Penglihatan Hampir Normal


Snellen Jarak 6 Snellen Jarak 20 Efisiensi
Sistem Desimal
Meter Kaki Penglihatan
0.7 6/9 20/30 90%
0.6 5/9 15/25
0.5 6/12 20/40 85%
0.4 6/15 20/50 75%
0.33 6/18 20/60
0.285 6/21 20/70
Sumber : Ilyas, (2014)

Tabel 2.3 Penglihatan Low Vision Sedang


Snellen Jarak 6 Snellen Jarak 20 Efisiensi
Sistem Desimal
Meter Kaki Penglihatan
0.25 6/24 20/80 60%
0.2 6/30 20/100 50%
6/38 20/125 40%
Sumber : Ilyas, (2014)

Tabel 2.4 Penglihatan Low Vision Berat

Snellen Jarak Snellen Jarak Efisiensi


Sistem Desimal
6 Meter 20 Kaki Penglihatan
0.1 6/60 20/200 20%
0.066 6/90 20/300 15%
0.05 6/12 20/400 10%
25

Sumber : Ilyas, (2014)

Tabel 2.5 Penglihatan Low Vision Nyata


Snellen Jarak 6 Snellen Jarak Efisiensi
Sistem Desimal
Meter 20 Kaki Penglihatan
0.025 6/240 20/800 5%
Sumber : Ilyas, (2014)

Tabel 2.6 Kriteria Tajam Penglihatan Menurut WHO


Kriteria Tajam penglihatan (snellen)
Tajam penglihatan baik 6/6 - 6/18
Tajam penglihatan sedang <6/18 - 6/60
Tajam penglihatan buruk <6/60
Sumber : Effendi, (2017)

2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penambahan Nilai Minus Mata

Menurut Trisna & Suprayitno (2017), dalam penelitiannya

menjabarkan faktor-faktor ketajaman penglihatan yaitu faktor perilaku,

faktor lingkungan serta faktor keturunan. Faktor perilaku diantaranya

dipengaruhi lama penggunaan gadget, jarak pandang dan posisi saat

membaca dan menggunakan gadget. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh

intensitas pencahayaan. Sedangkan, faktor keturunan dipengaruhi usia.

1. Lama penggunaan gadget

Penggunaan gadget dengan menatap layar dalam waktu yang

lama dapat memberikan tekanan tambahan pada mata dan susunan

sarafnya. Pada saat melihat gadget dalam waktu lama dan terus

menerus dengan frekuensi mengedip yang rendah dapat menyebabkan

mata mengalami penguapan berlebihan sehingga mata menjadi kering.

Apabila mata kekurangan air mata maka dapat menyebabkan mata


26

kekurangan nutrisi dan oksigen. Kondisi seperti ini nantinya dapat

menyebabkan gangguan penglihatan menetap. Selain itu terdapat

radiasi yang dikeluarkan gadget, paparan radiasi ini akan menyinari

tubuh khususnya mata walaupun dengan intensitas yang rendah akan

tetapi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan

fisiologis. Radiasi merupakan energi yang ditransmisikan, dikeluarkan

atau diabsorbsi dalam bentuk partikel energi atau gelombang

elektromagnetik (Trisna & Suprayitno, 2017).

Screen time sebagai durasi waktu yang digunakan untuk

melakukan screen based activity atau aktifitas di depan layar kaca

media elektronik tanpa melakukan aktifitas olahraga misalnya duduk

menonton televisi atau video, bermain komputer, maupun bermain

permainan video. Menurut hasil penelitan dari University Of Oxford,

durasi maksimal penggunaan gadget yaitu 257 menit atau sekitar 4 jam

17 menit (Dikdok, 2018).

Penelitian yang dilakukan Khalid (2019), tentang Pengaruh

Penggunaan Gadget dengan Kejadian Miopia pada Siswa SMP Negeri

12 Makassar, menggunakan jenis penelitian analitik dengan desain

cross sectional dan sampel sebanyak 79 responden. Cara pengumpulan

data dilakukan menggunakan instrumen kuesioner dan dianalisis

dengan uji chi square (p<0.1). Hasil analisis bivariat menunjukan

adanya pengaruh antara durasi bermain gadget dengan kejadian

myopia yaitu dengan (p=0,079). Sedangkan menurut Pitriani et al.


27

(2021), tentang Hubungan Durasi Penggunaan Gadget Untuk Sosial

Media Dan Game Online Terhadap Miopia Pada Siswa SMA Negeri 1

Kota Cirebon, dengan metode observasional analitik dan desain cross

sectional pada 114 responden. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak

terdapat hubungan antara durasi penggunaan gadget dengan kejadian

miopia pada siswa SMA N 1 Kota Cirebon dengan nilai (p = 0,233).

2. Jarak pandang terhadap gadget

Saat mata melihat objek maka mata melakukan kegiatan

akomodasi. Hal ini bertujuan agar mata dapat melihat objek dengan

jelas. Ketika melihat objek dengan jarak yang jauh maupun dengan

jarak yang dekat mata akan berakomodasi. Kegiatan akomodasi yang

dilakukan oleh otot mata ini dapat menyebabkan kelelahan mata.

Kejadian ini dapat terjadi sebagai akibat dari akomodasi yang tidak

efektif hasil dari otot mata yang lemah dan tidak stabil (Trisna &

Suprayitno, 2017). Dalam penelitian Hidayanti dkk. (2020), jarak

pandang gadget yang digunakannya yaitu 30 cm ke mata.

Penelitian yang dilakukan Khalid (2019), tentang Pengaruh

Penggunaan Gadget dengan Kejadian Miopia pada Siswa SMP Negeri

12 Makassar, menggunakan jenis penelitian analitik dengan desain

cross sectional dan sampel sebanyak 79 responden. Cara pengumpulan

data yang dilakukan menggunakan instrumen kuesioner dan dianalisis

dengan uji chi square (p<0.1). Hasil analisis bivariat menunjukan juga

adanya pengaruh antara jarak pandang dengan kejadian myopia


28

(p=0,052) pada siswa SMP Negeri 12 Makassar. Sedangkan penelitian

Hidayanti et al. (2020), tentang Hubungan Antara Lama Penggunaan,

Jarak Pandang dan Posisi Tubuh saat Menggunakan Gagdet dengan

Ketajaman Penglihatan dengan menggunakan rancangan penelitian

cross sectional pada sampel sebanyak 110 responden. Hasil dari

penelitian tersebut yaitu tidak ada hubungan antara jarak pandang

dengan ketajaman penglihatan pada anak kelas 5 dan 6 di SDK Citra

Bangsa Kupang dengan nilai p = 0,071.

3. Intensitas pencahayaan

Penerangan merupakan jumlah cahaya yang jatuh pada

permukaan kerja. Desain penerangan yang tidak baik akan

menyebabkan gangguan atau kelelahan penglihatan. Intensitas

penerangan atau cahaya menentukan jangkauan akomodasi.

Penerangan yang baik adalah penerangan yang cukup dan memadai

sehingga dapat mencegah terjadinya ketegangan mata. Pencahayaan

yang intensitasnya rendah (poorlighting) akan menimbulkan kelelahan,

ketegangan mata, dan keluhan pegal disekitar mata. Sedangkan

pencahayaan yang intensitasnya kuat akan menimbulkan silau (Wuny,

2016).

Efek dari penerangan yang kurang akan mempengaruhi

terjadinya kelelahan mata dengan gejala berupa kemampuan daya

akomodasi berkurang dan menurunkan ketajaman penglihatan.

Akomodasi berkurang disebabkan oleh intensitas cahaya yang rendah


29

titik jauh bergerak menjauh maka kecepatan dan ketepatan akomodasi

bisa berkurang. Sehingga apabila intensitas cahaya makin rendah maka

kecepatan dan ketepatan akomodasi juga akan berkurang. Bahwa

penggunaan cahaya layar gadget yang terlalu terang dapat

menyebabkan kesilauan dan juga radiasi yang dipancarkan lebih besar

(Handriani, 2016).

Penelitan Wea et al. (2018), tentang Hubungan Tingkat

Penggunaan Smartphone dengan Kejadian Miopia pada Mahasiswa

Keperawatan Angkatan VII STIKES Citra Husada yang merupakan

penelitian adalah korelasional dan desain pendekatan cross sectional

pada 53 responden. Berdasarkan hasil uji Lambda Crosstabs terdapat

hubungan yang signifikan antara tingkat intensitas cahaya smartphone

dengan kejadian rabun jauh (miopia) pada mahasiswa keperawatan

angkatan VII di STIKES Citra Husada Kupang dengan p value 0,023

(p value < 0,05). Sedangkan menurut Noviyanti & Andarini (2019),

tentang Hubungan Unsafe Action dalam Penggunaan Smartphone

Terhadap Ketajaman Penglihatan pada Siswa Di SMA Pembina

Palembang Tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif

dengan desain cross sectional dan dianalisis data menggunakan

analisis univariat dan bivariat (uji Chi-square). Hasil analisis bivariat

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kecerahan

(pencahayaan pada layar smartphone) dengan katajaman mata pada

Siswa Di SMA Pembina Palembang dengan nilai p = 1,000. 


30

4. Posisi saat membaca dan menggunakan gadget

Posisi membaca saat duduk menyebabkan lampu yang

menerangi biasanya datang dari atas sehingga posisi membaca

demikian dinilai paling baik. Sedangkan membaca atau melihat objek

dengan posisi tiduran menyebabkan kurangnya pencahayaan yang

diterima oleh mata. Posisi membaca dengan tiduran cukup berisiko,

posisi ini akan menyebabkan mata mudah lelah. Saat berbaring, tubuh

tidak bisa rileks karena otot mata akan menarik bola mata ke arah

bawah, mengikuti letak objek yang sedang dilihat. Mata yang sering

terakomodasi dalam waktu lama akan cepat menurunkan kemampuan

melihat jauh (Trisna & Suprayitno, 2017).

Penelitian Permana et al. (2020), tentang Hubungan Perilaku

Penggunaan Gadget Terhadap Miopia pada Anak Sekolah Dasar Kelas

6 di Kota Denpasar, dilakukan dengan metode analitik menggunakan

desain potong-lintang dengan sampel penelitian adalah 100 responden.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

antara posisi penggunaan gadget terhadap miopia pada Anak Sekolah

Dasar Kelas 6 di Kota Denpasar dengan nilai p = 0,059.

Diperkuat dengan penelitian Yulianti et al. (2022), tentang

Pengaruh Screen Time, Ergonomic Position dan Jarak Pandang dengan

Media Pembelajaran Daring Terhadap Ketajaman Penglihatan Anak.


31

Dengan jenis penelitian yang digunakan cross-sectional dan tehnik

pengambilan sampel menggunakan purposive sampling

yang didapatkan sejumlah 17 orang. Hasil analisis bivariat didapatkan

tidak ada pengaruh yang signifikan Ergonomic Position dengan

ketajaman penglihatan pada Anak Sekolah Dasar Kelas 6 di Kota

Denpasar dengan nilai p value=0,498.

5. Genetik

Gangguan atau penurunan ketajaman penglihatan dapat

disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan. Diketahui bahwa orang

tua yang memiliki sumbu bola mata panjang dari ukuran normal,

kemungkinan besar akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu

bola mata yang lebih panjang pula. Bayangan dari benda yang terletak

jauh akan berfokus di depan retina karena sumbu bola mata lebih

panjang. Untuk setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata lebih

miopik sebesar 3 D (Prieharti & Mumpuni, 2016).

Ketajaman penglihatan berhubungan erat dengan faktor genetik.

Astigmatisma biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir,

biasanya berjalan bersama miopia dan hipermetropia dan tidak banyak

terjadi perubahan selama hidup. Pada anak berubah dengan cepat dan

bila terdapat pada usia 6 bulan akan hilang sama sekali (Ilyas, 2014).

Penelitian Ariaty et al. (2019), tentang Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Terjadinya Miopia pada Siswa SD Katolik Kota

Parepare, dengan metode penelitian yang digunakan adalah metode


32

analitik dengan pendekatan Cross sectional Study. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada pengruh faktor genetik/keturunan dengan

terjadinya myopia pada Siswa SD Katolik Kota Parepare dengan nilai

p = 0,000.

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir merupakan alur-alur pikiran yang logis dalam

membangun suatu kerangka berpikir yang menghasilkan kesimpulan berupa

hipotesis. Sehingga kerangka pemikiran disebut juga sebagai sintesa tentang

hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah

dideskripsikan (Sugiyono, 2019).

Berdasarkan judul penelitian ini yaitu Hubungan Penggunaan Gadget

dengan Penambahan Nilai Minus Mata pada Mahasiswa STIKes Karsa

Husada Garut. Mata minus atau miopia merupakan kondisi tidak dapat melihat

objek jarak jauh dengan baik ditandai dengan penambahan nilai nimus mata.

Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya mata minus diantaranya adalah

genetik, etnis, perilaku tidak sehat/kebiasaan buruk, penggunaan gadget, dan

kekurangan makanan bergizi saat masa pertumbuhan (Prieharti & Mumpuni,

2016). Salah satu faktor risiko yaitu penggunaan gadget yang dapat

menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan dan penambahan nilai minus

pada mata. faktor risiko yang ditimbulkan oleh penggunaan gadget

diantaranya adalah lama penggunaan gadget, jarak pandang terhadap gadget,

intensitas pencahayaan, dan posisi saat membaca dan menggunakan gadget

(Trisna & Suprayitno, 2017).


33

Hubungan antar kedua variabel yaitu variabel independen dan variabel

dependen akan dibuktikan dalam peneliatian ini. Penelitian ini akan

menganalisis Hubungan Penggunaan Gadget dengan Penambahan Nilai Minus

Mata pada Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut.

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran


Hubungan Penggunaan Gadget dengan Penambahan Nilai Minus Mata pada
Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut

Faktor Risiko Yang


Mempengaruhi
Terjadinya Mata Minus
1.Genetik
2.Etnis
3.Perilaku tidak
sehat/kebiasaan buruk

4.Penggunaan gadget
1.Lama
5.Kekurangan makanan penggunaan Penambahan nilai
bergizi saat masa gadget minus mata
pertumbuhan 2.Jarak pandang
terhadap
gadget Tidak terjadi
3.Intensitas penambahan nilai
pencahayaan minus mata

4.Posisi saat
membaca dan
menggunakan
gadget

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak Diteliti
34

: Alur Penelitian

Sumber: Modifikasi Prieharti & Mumpuni (2016), dan Trisna & Suprayitno

(2017)

2.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang

diperoleh melalui pengumpulan data. Sehingga hipotesis juga dapat

dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian,

belum sebagai jawaban yang empirik (Sugiyono, 2019).

Pengujian hipotesis yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai

berikut :

Ho : Tidak ada hubungan penggunaan gadget dengan penambahan nilai

minus mata pada mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut.

H1 : Ada hubungan penggunaan gadget dengan penambahan nilai minus

mata pada mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam

mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data

(Nursalam, 2020). Penelitian analitik adalah survei atau penelitian yang

mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.

Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena atau antara

faktor resiko dengan faktor efek. Faktor efek merupakan suatu akibat dari

faktor resiko sedangkan faktor resiko adalah suatu fenomena yang

mengakibatkan terjadinya efek (pengaruh) (Notoatmodjo, 2018).

Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kuantitatif dengan

rancangan penelitian cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi antara penggunaan gadget dengan penambahan nilai minus

mata.

3.2 Identifikasi Variabel

Variabel adalah suatu atribut, sifat atau nilai dari orang, objek atau

kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2019). Adapun

variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:

35
36
37

1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel

bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel dependen. Variabel ini sering disebut

sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent (Sugiyono, 2019). Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan gadget.

2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat karena adanya variabel bebas. Variabel dependen sering disebut

sebagai variabel output, kriteria, konsekuen dan variabel terikat (Sugiyono,

2019). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penambahan nilai minus

mata.

3.3 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah untuk membatasi ruang lingkup atau

pengertian variable-variabel yang diamati atau diteliti. Definisi operasional

bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap

variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat

ukur) (Notoatmodjo, 2018).


38

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Hubungan Penggunaan Gadget dengan Penambahan Nilai Minus Mata pada
Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur


Operasional

Variabel independen
(bebas)
Penggunaan gadget
Penggunaan gadget pada mahasiswa Kuesioner Ordinal
STIKes Karsa 1. Baik <
Husada Garut median/mean
meliputi lama 2. Buruk ≥
penggunaan median/mean
gadget, jarak
pandang terhadap
gadget dan
intensitas cahaya
pada saat
menggunakan
gadget
Variabel dependen
(terikat)
Membandingkan
Penambahan nilai nilai minus mata Kuesioner Nominal
minus mata pada mahasiswa 1. Tidak
STIKes Karsa bertambah
Husada Garut 2. Bertambah
sebelum
pembelajaran
daring dengan saat
ini

3.4 Populasi dan Sampel

3.1

3.4.1 Populasi

Populasi didefinisikan sebagai keseluruhan dari objek yang akan

diukur, yang merupakan unit yang akan diteliti (Sugiyono, 2019). Populasi
39

yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa STIKes Karsa

Husada Garut yang berjumlah 1.672 mahasiswa (BAAK STIKes KHG,

2022).

3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi (Sugiyono, 2019). Sampel merupakan suatu prosedur

pengambilan data, di mana hanya sebagian populasi saja yang diambil dan

dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari

suatu populasi (Siregar, 2015).

Teknik menentukan ukuran sampel yang dapat digunakan untuk mengukur

sampel dari suatu populasi, antara lain:

a. Teknik Slovin

Rumus:

N
n= 2
1+ Ne

Keterangan:

n = sampel

N = populasi

e = error estimasi

Cara pengambilan sampel yaitu:

N 1.672
n= 2
n= 2
1+ Ne 1+1.672 ×(0,10)

1.672
n=
1+1.672 ×0,01
40

1.672
n=
1+16,72

1.672
n=
17,72

n=94,35

n=95 (dibulatkan)

Teknik pengambilan sampel dipilih secara Random Sampling

dengan metode Startified Random Sampling, artinya populasi dibagi

menjadi beberapa strata dan selanjutnya pengambilan sampel

dilakukan dalam setiap strata (prodi). Dengan demikian jumlah sampel

sebanyak 95 responden dibagi 6 prodi. Untuk menentukan besaran

sampel pada setiap strata dapat menggunakan perhitungan dengan

rumus sebagai berikut (Riduwan, 2018):

Ni
ni = ×n
N

Keterangan:

Ni = Jumlah populasi dari masing-masing kelompok

N = Jumlah populasi keseluruhan

n = Jumlah sampel yang diambil

Berdasarkan rumus pengambilan sampel di atas, maka sampel

perprodi dalam penelitian ini adalah:


41

Tabel 3.2 Pengambilan Sampel Berdasarkan Per Prodi TA. 2012/2022

No Nama Prodi Uraian Hasil


1 D3 Keperawatan 396 23 mahasiswa
ni = × 95
1.672

2 S1 Keperawatan 540 29 mahasiswa


ni = × 95
1.672

3 Profesi Ners 103 6 mahasiswa


ni = × 95
1.672

4 D3 Kebidanan 250 14 mahasiswa


ni = × 95
1.672

5 D3 Analis Kesehatan 220 13 mahasiswa


ni = × 95
1.672

6 D3 Farmasi 163 10 mahasiswa


ni = × 95
1.672

Total 1.672 mahasiswa 95 mahasiswa

Adapun penentuan sampel didasarkan atas kriteria sampel atau

subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kriteria

inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri

yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil

sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018). Adapun kriteria inklusi dalam

penelitian ini adalah:

1. Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut

2. Mahasiswa yang aktif mengikuti perkuliahan

3. Mahasiswa yang bersedia menjadi responden

4. Mahasiswa yang aktif dalam menggunakan gadget


42

5. Mahasiswa yang melakukan pemeriksaan mata dalam kurun waktu 6

bulan terakhir

Sedangkan kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang

tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018). Adapun kriteria

eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut yang sedang cuti

3.5 Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Pengumpulan data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data

primer adalah data yang langsung didapatkan dari sumber data atau responden,

sedangkan data sekunder merupakan data yang tidak langsung didapatkan dari

sumber data melainkan lewat perantara, misalnya lewat orang lain atau lewat

dokumen (Sugiyono, 2019).

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan teknik pengumpulan jawaban dari lembar kuesioner. Peneliti

memberikan informed consent kepada responden sebagai tanda persetujuan

bahwa responden bersedia menjadi responden penelitian. Penelitian yang

dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada responden. Kemudian

lembar kuesioner diisi responden.

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data

yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu

apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu, kuesioner juga cocok
43

digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang

luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka,

dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui

internet (Sugiyono, 2019).

Jenis pertanyaan pada penelitian ini berupa kuesioner tentang data

demografi meliputi: identitas responden dan riwayat kesehatan mata.

Sedangkan kuesioner tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

minus mata yaitu terdiri dari sikap responden dalam penggunaan gadget.

Pengisian pada kuesioner menggunakan pengisian ceklist dengan

menggunakan Skala Likert. Penentuan skala dilakukan supaya nilai variabel

dapat diukur dengan menggunakan angka. Skala yang digunakan pada

kuesioner ini adalah Skala Likert yang terdiri dari 4 gradasi jawaban yakni

Selalu (SL), Sering (S), Kadang-Kadang (KK) dan Tidak Pernah (TP).

Rentang angka setiap gradasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.3 Nilai Gradasi Kuesioner Penggunaan Gadget


Nilai Gradasi
Gradasi Jawaban
Positif Negatif
Selalu 4 1
Sering 3 2
Kadang-kadang 2 3
Tidak pernah 1 4

Sedangkan skala untuk kuesioner penambahan nilai minus mata

menggunakan Skala Guttman dengan dua gradasi jawaban yakni ”Iya” dan
44

“Tidak”. Penggunaan Skala Guttman diharapkan untuk mendapatkan

jawaban yang lebih jelas.

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh melalui wawancara, dan menggunakan kuesioner yang

telah disediakan, sedangkan data sekunder diambil melalui dokumentasi

yang ada di STIKes Karsa Husada Garut.

Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, maka

dilakukan tahap pengolahan data. Pengolahan data untuk penelitian dengan

pendekatan kuantitatif adalah suatu proses dalam memperoleh data

ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumusan tertentu (Siregar,

2015). Pengolahan data meliputi kegiatan sebagai berikut:

1. Editing

Editing adalah proses pengecekan atau pemeriksaan data yang

telah berhasil dikumpulkan dari lapangan, karena ada kemungkinan data

yang telah masuk tidak memenuhi syarat atau tidak dibutuhkan. Tujuan

dilakukan editing adalah untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan dan

kekurangan data yang terdapat pada catatan lapangan. Pada kesempatan

ini, kesalahan data dapat diperbaiki dan kekurangan data dilengkapi

dengan mengulangi pengumpulan data, atau dengan cara penyisipan data

(interpolasi).

2. Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode tertentu pada tiap-tiap data

yang termasuk kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat
45

dalam bentuk angka-angka atau huruf untuk membedakan antara data

atau identitas data yang akan dianalisis.

3. Processing

Merupakan tahap pemasukan data ke dalam program komputer.

Pada penelitian ini peneliti memasukan data yaitu jawaban dari masing-

masing responden dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan

kedalam program atau software komputer.

4. Cleaning

Pada penelitian ini data yang telah ada diperiksa kembali oleh

peneliti untuk menghindari adanya kesalahan data.

3.6 Uji Validitas, Reabilitas dan Normalitas Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam atau sosial yang diamati, secara spesifik semua

fenomena tersebut disebut sebagai variabel penelitian (Sugiyono, 2019).

Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini yaitu kuesioner mengenai

penggunaan gadget dan penambahan nilai minus mata. Sebelum dibagikan

kepada responden terlebih dulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

3.2

3.3

3.4

3.5

3.6
46

3.7

3.6.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah

kuesioner yang penulis susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak

diukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara skor tiap-tiap item

dengan skor total kuesioner tersebut. Bila semua pertanyaan itu

mempunyai korelasi yang bermakna (construct validity). Apabila

kuesioner tersebut telah memiliki validitas konstruk, berarti semua item

pertanyaan yang ada dalam kuesioner itu mengukur konsep yang diukur

(Notoatmodjo, 2018).

Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik korelasi Product

Moment dengan Pearson, yaitu dengan terlebih dahulu menetapkan skor

untuk setiap item pertanyaan, kemudian skor masing-masing item

dikorelasikan dengan skor total (Arikunto, 2013). Uji validitaas bertujuan

untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan

tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur

korelasi antara variabel pada analisis validitas dengan melihat nilai

corrected item total correlation > r tabel (pada taraf signifikasi 5%) maka

dinyatakan valid atau tidak valid. Sebelum instrument digunakan

dilakukan uji coba terlebih dahulu kepada para mahasiswa di STIKes

Widya Dharma Husada Tangerang dengan jumlah 20 mahasiswa.

Kuesioner yang disusun secara terstruktur dan dibuat sendiri oleh peneliti
47

berdasarkan konsep teoritisnya dengan jumlah 25 pernyataan untuk

variabel penggunaan gadget.

Rumus :

n ∑ x i y i (∑ x i )(∑ y i)
n=
√[n∑ x i ²(∑ x i) ² ]n ∑ y i ²(∑ y i) ²
Keterangan :

Rxy = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y dua variabel

yang dikorelasikan.

X = Skor pada item yang dikorelasikan.

Y = Skor total pada item yang dikorelasikan.

Keputusan Uji :

Dengan kesimpulan apabila t hitung lebih dari sama dengan t tabel

dengan derajat signifikan 5% artinya item soal dikatakan valid, sedangkan

t hitung lebih kecil dari t tabel dengan derajat signifikan 5% artinya item

pertanyaan dikatakan tidak valid (Hidayat, 2013). Uji validitas telah

dilakukan pada mahasiswa di STIKes Widya Dharma Husada Tanggerang

dengan jumlah 20 responden dan didapatkan hasil uji validitas dari 25 item

pernyataan, 22 pernyataan dinyatakan valid dengan nilai t hitung > 0,4438.

3.6.2 Uji Reabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunujukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap
48

bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,

dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2018). Dalam

penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah kuesioner bertingkat

dengan menggunakan skala likert. Sehingga uji reabilitasnya

menggunakan Alpha Cronbach, dengan rumus sebagai berikut:

k
[ ][
∑ σ n2
r11 = k 1 1 2
σt ]
Keterangan :

r11 : koefisien reabilitas alat ukur (Alpha Cronbach)

k : banyak butir pertanyaan

∑σ n 2 : total varian butir


2
σt : total varian

Keputusan Uji:

Uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama-sama terhadap

seluruh item pertanyaan. Jika nilai Alpha Cronbach > 0,6 maka dinyatakan

reliabel, sedangkan jika nilai Alpha Cronbach < 0,6 maka dinyatakan tidak

reliabel (Rasyidah, 2017). Uji reliabilitas telah dilakukan dengan hasil nilai

Alpha Cronbach 0,905 > 0,6 sehingga dinyatakan reliabel.

3.6.3 Uji Normalitas


Pada uji normalitas, peneliti menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov

sebab jumlah responden melebihi 50 orang yaitu sebanyak 95 responden

dan berdasarkan perhitungan pada uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan

hasil bahwa variabel penggunaan gadget dengan nilai p-value 0,200 > 0,05
49

yang berarti bahwa variabel tersebut memiliki data yang terdistribusi

normal. Sehingga analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi Square.

3.7 Rancangan Analisis Hasil Data Penelitian

3.7.1 Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian yang tergantung

dari jenis datanya (Notoatmodjo, 2018). Masing-masing variabel dianalisis

secara deskriptif menggunakan distribusi frekuensi.

Skor dari data penggunaan gadget yang diperoleh diurut dari skor

yang terendah sampai tertinggi. Nilai yang diperoleh berdasarkan jawaban

responden di mana nilai yang terendah adalah 1 dan yang tertinggi adalah

4. Dengan demikian, nilai terendah yang mungkin dicapai oleh responden

adalah 1 x banyaknya pertanyaan, sedangkan nilai tertinggi yang mungkin

dicapai oleh responden adalah 4 x banyaknya pertanyaan. Setelah

diketahui nilai tertinggi maka tentukan nilai mean/mediannya.

Nilai yang diperoleh berdasarkan jawaban responden pada variabel

penambahan nilai minus mata yaitu diperoleh jawaban berupa “Iya” atau

“Tidak”, dengan nilai 2 untuk jawaban “Iya” (penambahan nilai minus

mata) dan nilai 1 untuk jawaban “Tidak” (tidak terjadi penambahan nilai

minus mata).

Hasil dari masing-masing variabel disajikan dalam bentuk

distribusi frekuensi (f) dan persentase (%) dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:
50

F
P= × 100 %
n

Keterangan :

P = Presentase kategori

F = Frekuensi kategori

N = Jumlah responden

(Arikunto, 2013)

Untuk variabel penggunaan gadget dilihat dengan hasil ukur:

1. Baik < median/mean

2. Buruk ≥ median/mean

Sedangkan untuk variabel penambahan nilai minus mata dilihat dengan

hasil ukur:

1. Tidak bertambah

2. Bertambah

Selanjutnya data yang dihasilkan dari presentase disajikan dengan

interpestasi menurut Arikunto (2013), sebagai berikut:

1) 0% : tidak seorangpun responden

2) 1% - 19% : sangat sedikit dari responden

3) 20% - 39% : sebagian kecil dari responden

4) 40% - 59% : sebagian responden

5) 60% - 79% : sebagian besar responden

6) 80% - 99% : hampir seluruh dari responden

7) 100% : seluruh responden


51

3.7.2 Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi antara variabel independen dan variabel

dependen. Dalam penelitian ini digunakan teknik uji Chi-square, yaitu uji

statistik yang digunakan untuk menguji signifikasi dua variabel

(Notoatmodjo, 2018). Analisa ini bertujuan untuk melihat hubungan antara

2 variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent yaitu antara

hubungan penggunaan gadget dengan penambahan nilai minus mata pada

mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut. Dihitung menggunakan program

SPSS. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut:

Rumus Chi square:

(fo−fh)
X ²=Σ
fh

Keterangan:
2
X =Chi square

fo = frekuensi observasi

fh = frekuensi harapan

Untuk melihat hasil perhitungan statistik digunakan batas

kemaknaan sebesar 0,05. Jika p-value < 0,05 berarti menunjukan ada

hubungan bermakna antara dua variabel yang diuji. Sedangkan jika p value

> 0,05 berarti menunjukan tidak ada hubungan bermakna antara dua

variabel yang diuji.


52

3.8 Langkah-langkah Penelitian

Pengumpulan data merupakan tahap proses pendekatan pada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang dibutuhkan dalam penelitian.

Tahapan penelitian data tergantung dari teknik yang digunakan dan desain

penelitiannya (Nursalam, 2020). Tahapan yang dilakukan dalam pengumpulan

data sebagai berikut.

3.9

3.8.1 Tahap Persiapan

1. Memilih lahan penelitian, dalam hal ini peneliti memilih STIKes Karsa

Husada Garut.

2. Melakukan permohonan ijin studi pendahuluan ke STIKes Karsa

Husada Garut untuk mendapatkan bahan penelitian.

3. Melakukan studi pendahuluan untuk menentukan masalah penelitian dan

diperoleh tema penelitian yaitu tentang penggunaan gadget dan

penambahan nilai minus mata.

4. Studi kepustakaan melalui buku literature dan jurnal.

5. Menyusun proposal penelitian.

6. Menyusun instrumen dan perbaikan instrumen.

7. Seminar proposal penelitian mengenai hubungan penggunaan gadget

dengan penambahan nilai minus mata.

3.8.2 Tahap Pelaksanaan

1. Melakukan uji coba instrumen yaitu uji validitas dan uji reabilitas

2. Melakukan observasi menggunakan lembar kuesioner


53

3. Pengecekan hasil penelitian

4. Pengolahan data menggunakan SPSS

5. Pembahasan hasil penelitian

3.8.3 Tahap Akhir

1. Penyusunan laporan penelitian

2. Penyajian hasil penelitian

3.9 Tempat dan Waktu Penelitian

3.8

3.9.1 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan memulai penyusunan proposal pada bulan

Februari sampai dengan bulan Juli 2022.

3.9.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di STIKes Karsa Husada Garut.

3.10 Jadwal Penelitian

Tabel 3.4 Jadwal Penelitian


Uraian Kegiatan Bulan
Februari Maret April Mei Juni Juli
Penyusunan dan pengajuan
judul penelitian
Pengambilan data dan
sumber
Penyusunan proposal
54

Bimbingan proposal
penelitian
Sidang proposal penelitian
Pelaksanaan penelitian
Penyusunan laporan hasil
penelitian
Sidang akhir skripsi
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian hubungan

penggunaan gadget dengan penambahan nilai minus mata pada mahasiswa

STIKes Karsa Husada Garut yang telah dilakukan. Pembahasan pada bagian awal

meliputi karakteristik responden dan hasil penelitian. Bagian selanjutnya akan

membahas mengenai pengujian hipotesis penelitian. Pada bagian terakhir

membahas mengenai pembahasan Hubungan penggunaan gadget dengan

penambahan nilai minus mata pada mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Responden

Distribusi frekuensi dan rata-rata responden berdasarkan

karakteristik demografi, riwayat kesehatan mata, dan karakteristik

penggunaan gadget dapat dilihat pada tabel berikut:

1. Jenis Kelamin

Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Kelamin Frekuensi Persentase %
Laki-laki 15 15,8
Perempuan 80 84,2

55
56

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, diketahui bahwa hampir seluruh

responden berjenis kelamin perempuan dengan persentase 84,2%.

2. Menggunakan Kaca Mata

Distribusi frekuensi responden yang telah menggunakan kaca

mata pada mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden yang Menggunakan Kaca Mata


Menggunakan Kaca Frekuensi Persentase %
Mata
Tidak 20 21,1
Iya 75 78,9

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, diketahui bahwa sebagian besar

dari responden menggunakan kaca mata dengan persentase 78,9%.

3. Mempunyai Kelainan Refraksi

Distribusi frekuensi responden yang mempunyai kelainan

refraksi mata pada mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden yang Mempunyai Kelainan


Refraksi Mata
Mempunyai Kelainan Frekuensi Persentase %
Refraksi Mata
Tidak 7 7,3
Iya 88 92,7

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, diketahui bahwa hampir seluruh

responden mempunyai kelainan refraksi pada mata dengan persentase

92,7%.
57

4. Aktif Menggunakan Gadget

Distribusi frekuensi responden yang mulai aktif menggunakan

gadget pada mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Mulai Aktif Menggunakan Gadget


Aktif Menggunakan Frekuensi Persentase %
Gadget
1-2 tahun 7 7,4
3-4 tahun 12 12,6
>5 tahun 76
80,0

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, diketahui bahwa hampir seluruh

responden telah aktif menggunakan gadget selama >5 tahun terakhir

dengan persentase 80,0%.

5. Jenis Gadget yang Digunakan

Distribusi frekuensi berdasarkan jenis gadget yang digunakan

oleh mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Jenis Gadget Yang Digunakan Mahasiswa STIKes Karsa
Husada Garut
Jenis Gadget Frekuensi Persentase %
Handphone 95 100
Laptop/Komputer 69 72,6
Tablet/iPad 10 10,5

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa seluruh

responden (100%) aktif dalam penggunaan jenis gadget yaitu

handphone, sebagian besar responden (72%) juga aktif dalam


58

menggunakan laptop/komputer dan sangat sedikit dari responden

(10,5%) aktif dalam penggunaan tablet/iPad.

6. Menonton TV dalam Sehari Secara Terus-menerus

Distribusi frekuensi responden berdasarkan durasi menonton TV

secara terus-menerus dalam sehari pada mahasiswa STIKes Karsa

Husada Garut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Jenis Gadget Yang Digunakan Mahasiswa STIKes Karsa
Husada Garut
Waktu Menonton TV Frekuensi Persentase %
<2 jam 73 76,8
2-3 jam 18 18,9
>4 jam 4 4,2

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa sebagian besar

responden (76,8%) menonton TV selama <2 jam, sangat sedikit dari

responden (18,9%) menonton TV selama 2-3 jam dan sangat sedikit

dari responden (4,2%) menonton TV selama >4 jam.

4.1.2 Analisis Univariat

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah penggunaan

gadget pada mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut. Data yang

didapatkan terbagi dalam 2 kelompok berdasarkan kategori penggunaan

gadget yang baik dan penggunaan gadget yang buruk dengan mengacu

pada nilai mean yang dihasilkan. Adapun distribusi frekuensi jumlah

responden berdasarkan penggunaan gadget pada Mahasiswa STIKes

Karsa Husada Garut sebagai berikut.


59

Tabel 4.7 Hasil Analisis Berdasarkan Penggunaan Gadget pada Mahasiswa


STIKes Karsa Husada Garut
Std.
N Minimum Maximum Mean
Deviation
X1 95 33,00 80,00 58,1263 8,67651

Valid N 95
(listwise)

Berdasarkan tabel 4.7 di atas, variabel penggunaan gadget

memiliki jumlah responden 95 dimana pada data ini memiliki sebaran nilai

minimum 33, nilai maksimum 80 dan rata-rata 58, sehingga dibuatlah 2

kelompok berdasarkan tingkat penggunaan gadget dimana nilai diatas 58

akan dikatakan sebagai pengguna gadget yang dengan kategori buruk dan

nilai dibawah 58 akan dikatakan sebagai pengguna gadget dengan kategori

baik.

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Jumlah Responden Berdasarkan Penggunaan


Gadget Pada Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut
Penggunaan Gadget Frekuensi Persentase %
Baik 38 40,0
Buruk 57 60,0
Total 95 100,0

Berdasarkan tabel 4.8 di atas, diketahui dari total responden 95

sebanyak 57 (60%) atau sebagian besar dari responden dikatakan sebagai

pengguna gadget dengan kategori yang buruk, sedangkan sebanyak 38

(40%) atau sebagian dari responden dikatakan sebagai pengguna gadget

dengan kategori yang baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas

responden memiliki kecenderungan penggunaan gadget dengan kategori

yang buruk.
60

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah penambahan nilai

minus mata pada mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut. Data yang

didapatkan terbagi dalam 2 kelompok berdasarkan kejadian penambahan

nilai minus mata dan tidak terjadi penambahan nilai minus mata. Adapun

distribusi frekuensi jumlah responden berdasarkan kejadian penambahan

nilai minus mata pada Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut sebagai

berikut.

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Jumlah Responden Berdasarkan Kejadian


Penambahan Nilai Minus Mata Pada Mahasiswa STIKes
Karsa Husada Garut
Penambahan Nilai Frekuensi Persentase %
Minus Mata
Tidak terjadi
penambahan nilai minus 18 18,9
mata
Terjadi penambahan nilai 77 81,1
minus mata
Total 95 100,0

Berdasarkan tabel 4.9 di atas, diketahui bahwa dari 95 responden

yang mengalami penambahan nilai minus mata yaitu sebanyak 77

responden (81,1%) atau sebagian besar dari responden sedangkan

sebanyak memiliki 18 responden (18,9%) atau sangat sedikit dari

responden tidak mengalami penambahan minus mata.


61

4.2 Pengujian Hipotesis

4.2.1 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen (penggunaan gadget) dengan variabel dependen

(penambahan nilai minus mata) pada mahasiswa STIKes Karsa Husada

Garut dengan menggunakan uji Chi-Square yang merupakan uji

komparatif non parametrik pada dua variabel dengan skala data berbentuk

nominal dan ordinal.

Tabel 4.10 Tabulasi Silang dan Uji Statistik Hubungan hubungan penggunaan
gadget dengan penambahan nilai minus mata pada mahasiswa
STIKes Karsa Husada Garut

Penambahan Nilai
Minus Mata
Penggunaan p-
Gadget Tidak Terjadi Terjadi Total
value
Penambahan Penambahan
Minus Minus
N % N % N %
Baik 13 72,23 25 32,47 38 40,00
,000
Buruk 5 27,77 52 67,53 57 60,00

Berdasarkan tabel 4.10 di atas, menunjukan bahwa responden yang

tidak mengalami penambahan nilai minus mata dengan kategori

penggunaan gadget yang baik yaitu sebanyak 13 responden atau 72,23%

dan sebanyak 5 responden atau 27,77% adalah pengguna gadget dengan

kategori yang buruk. Sedangkan responden yang mengalami penambahan

nilai minus mata dengan kategori penggunaan gadget yang baik yaitu
62

sebanyak 25 responden atau 32,47% dan sebanyak 52 responden atau

67,53% adalah pengguna gadget dengan kategori yang buruk.

Hasil uji Chi Square menunjukan tingkat signifikasi (p-value )

sebesar 0.000 dimana nilai signifikasi tersebut < 0.05, maka H0 ditolak dan

H1 diterima. Hal tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan antara

penggunaan gadget dengan penambahan minus mata pada mahasiswa

STIKes Karsa Husada Garut.

5.1 Pembahasan

5.1.1 Penggunaan Gadget

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang aktif

menggunakan gadget dengan kategori baik yaitu sebanyak 38 (40%) atau

sebagian dari responden, sedangkan sebanyak 57 (60%) atau sebagian

besar dari responden dikatakan sebagai pengguna gadget dengan kategori

yang buruk. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Wandini et al. (2020), yang juga menunjukan bahwa terdapat sebagian

besar dari responden dikatakan dalam pengguna gadget yang tidak

baik/buruk sebesar 55.8%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menurut

Wandini et al. semakin buruk frekuensi penggunaan gadget maka semakin

tinggi juga angka kejadian terganggunya kesehatan mata, hal ini

dikarenakan suatu sinar yang disebut high energy visible atau dikenal

sebagai blue light adalah salah satu bagian dari spektrum cahaya yang

berada di antara biru dan violet adalah cahaya yang sangat kuat dan
63

dihasilkan oleh peralatan elektronik modern bahkan bohlam fluoresens.

Cahaya ini menjadi salah satu penyebab terjadinya masalah penglihatan.

Marpaung (2018), menunjukkan bahwa kehadiran gadget telah

banyak memberikan kontribusi dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut

tidak hanya mempunyai dampak positif saja melainkan terdapat dampak

negatif dalam penggunaan gadget bila digunakan dengan cara yang salah

ataupun berlebihan (penggunaan yang buruk) yang berdampak baik pada

segi berkomunikasi, segi kesehatan, segi budaya, segi sosial, dan segi

ekonomi. Maka dari itu perlunya batasan-batasan penggunaan gadget

tersebut. American Optometric Association (AOA) menyebutkan salah

satu dampak dari penggunaan gadget yang buruk yaitu terjadi masalah

pada kesehatan mata dan mendefinisikan Computer Vision Syndrome

(CVS) sebagai masalah mata majemuk yang berkaitan dengan jarak

pandang dengan layar monitor, lama penggunaan gadget secara terus-

menerus dengan kategori buruk dalam penggunaan gadget.

Trisna & Suprayitno (2017), dalam penelitiannya menyebutkan

beberapa faktor perilaku penggunaan gadget, yang meliputi lama dalam

penggunaan gadget yang menurut hasil penelitan dari University Of

Oxford, durasi maksimal penggunaan gadget yaitu 257 menit atau sekitar

4 jam 17 menit (Dikdok, 2018). Kemudian jarak pandang dan posisi saat

membaca dan menggunakan gadget yang disebutkan dalam penelitian

Hidayanti dkk. (2020), jarak pandang gadget yang digunakannya yaitu 30

cm ke mata. Dan intensitas cahaya saat menggunakan gadget yang


64

disebutkan bahwa penggunaan cahaya layar gadget yang terlalu terang

dapat menyebabkan kesilauan dan juga radiasi yang dipancarkan lebih

besar (Handriani, 2016).

Dari uraian di atas dan berdasarkan penelitian yang dilakukan, hal

ini terjadi karena sebagian besar mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut

menggunakan gadget untuk mengakses informasi online, pembelajaran

dan menjadikannya sebagai media hiburan seperti membuka media sosial,

mendengarkan musik dan menonton video.

5.1.2 Penambahan Nilai Minus Mata

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 95 responden yang

mengalami penambahan nilai minus mata yaitu sebanyak 77 (81,1%) atau

sebagian besar dari responden, sedangkan sebanyak 18 responden (18,9%)

atau sangat sedikit dari responden tidak mengalami penambahan minus

mata. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Wea et al. (2018),

menunjukan bahwa dari 53 responden terdapat lebih dari sebagian

responden yang mengalami mata minus (miopia) yaitu berjumlah 33

responden (62%) dan sebagian kecil responden tidak mengalami rabun

jauh (miopia) berjumlah 20 responden (38%), penelitian ini menyatakan

penyebab dari masalah tersebut yaitu penggunaan gadget yang tidak

diperhatikan batas lama, jarak yang dekat dan posisi yang tidak benar

dapat mempengaruhi kesehatan mata yaitu ketajaman penglihatan.

Saat penggunaan gadget dalam waktu yang lama akan memberikan

tambahan tekanan pada mata dan susunan sarafnya, disertai intensitas


65

cahaya yang buruk dan posisi yang tidak menunjang dalam waktu terus

menerus akan merusak mata. Penggunaan gadget dalam jarak yang dekat

akan membuat mata terus berakomodasi sehingga dapat menjadikan mata

lelah yang dapat berakibat ke ketajaman penglihatan. Intensitas yang

terlalu terang pada layar gadget akan menyebabkan kesilauan pada mata,

selain itu posisi menggunakan gadget dalam posisi tidur bisa membuat

cahaya yang datang kurang sehingga otot mata bekerja ekstra untuk

akomodasi dan akan menarik otot bola mata sehingga dapat berpengaruh

pada ketajaman penglihatan (Trisna & Suprayitno, 2017).

Mata minus merupakan keadaan dimana bayangan dari obyek yang

jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi. Hal

ini disebabkan mata memiliki kekuatan optik yang terlalu tinggi karena

kornea yang terlalu cembung atau panjang aksial bola mata yang terlalu

besar. Mata minus (miopia) disebut juga mata terang dekat, memiliki titik

dekat kurang dari 25 cm (< 25 cm) dan titik jauh pada jarak tertentu.

Orang yang menderita mata minus dapat melihat dengan jelas benda pada

jarak 25 cm, tetapi tidak dapat melihat benda jauh dengan jelas. Hal ini

terjadi karena lensa mata tidak dapat menjadi pipih sebagaimana mestinya

sehingga bayangan benda jatuh di depan retina, disebabkan karena mata

dibiasakan melihat benda dengan jarak dekat atau kurang dari 25 cm

(Tanto dkk, 2014).

Untuk melihat suatu obyek yang jelas, mata perlu berakomodasi.

Akomodasi berlaku apabila mata melihat objek dalam jarak jauh atau
66

terlalu dekat selain itu akan berakibat kelelahan mata yang mengakibatkan

kelelahan pada otot mata. Kejadian ini adalah akibat akomodasi yang tidak

efektif hasil dari otot mata yang lemah dan tidak stabil. Pada mata minus,

bola mata terfiksasi pada posisi memanjang menyulitkan untuk melihat

obyek jauh. Faktor lingkungan yang paling berperan pada penambahan

nilai minus mata adalah adanya aktivitas pekerjaan yang terus-menerus

seperti membaca buku dalam keadaan dekat serta posisi berbaring,

menonton televisi dan penggunaan gadget (Wea et al., 2018).

5.1.3 Hubungan Penggunaan Gadget dengan Penambahan Nilai Minus

Mata

Pada penelitian yang telah dilakukan tentang Hubungan

Penggunaan Gadget dengan Penambahan Nilai Minus Mata pada STIKes

Karsa Husada Garut, menunjukan bahwa responden yang tidak mengalami

penambahan nilai minus mata dengan kategori penggunaan gadget yang

baik yaitu sebanyak 13 responden atau 72,23% dan sebanyak 5 responden

atau 27,77% adalah pengguna gadget dengan kategori yang buruk.

Sedangkan responden yang mengalami penambahan nilai minus mata

dengan kategori penggunaan gadget yang baik yaitu sebanyak 25

responden atau 32,47% dan sebanyak 52 responden atau 67,53% adalah

pengguna gadget dengan kategori yang buruk.

Hasil uji Chi Square didapatkan p-value = 0,000 dimana p < 0,05,

artinya dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara penggunaan gadget dengan penambahan nilai minus


67

mata. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wea et al.

(2018), pada mahasiswa keperawatan angkatan VII STKes Citra Husada

Mandiri Kupang yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara

tingkat penggunaan smartphone dengan kejadian rabun jauh (miopia)

dengan nilai p-value = 0,023, hal ini dikarenakan peneliti menemukan

lebih dari sebagian responden yang memiliki tingkat penggunaan

smartphone dalam kategori buruk.

Hal ini sejalan dengan teori menurut Trisna & Suprayitno (2017),

yang menyebutkan bahwa penggunaan gadget yang tidak diperhatikan

batas lama, jarak yang dekat dan posisi yang tidak benar dapat

mempengaruhi kesehatan mata yaitu ketajaman penglihatan. Saat

penggunaan gadget dalam waktu yang lama akan memberikan tambahan

tekanan pada mata dan susunan sarafnya, disertai intensitas cahaya yang

buruk dan posisi yang tidak menunjang dalam waktu terus menerus akan

merusak mata. Penggunaan gadget dalam jarak yang dekat akan membuat

mata terus berakomodasi sehingga dapat menjadikan mata lelah yang

dapat berakibat ke ketajaman penglihatan. Intensitas yang terlalu terang

pada layar gadget akan menyebabkan kesilauan pada mata, selain itu

posisi menggunakan gadget dalam posisi tidur bisa membuat cahaya yang

datang kurang sehingga otot mata bekerja ekstra untuk akomodasi dan

akan menarik otot bola mata sehingga dapat berpengaruh pada ketajaman

penglihatan.
68

Teori tersebut juga sejalan dengan teori menurut Wea et al. (2018),

mengenai akomodasi yang merupakan suatu mekanisme dimana mata

dapat merubah kekuatan refraksi dengan cara merubah bentuk lensa

sehingga obyek pada jarak yang dikehendaki dapat difokuskan di retina.

Semakin lama seseorang memfokuskan penglihatannya untuk melihat

dekat semakin lama pula mata seseorang melakukan akomodasi, sehingga

lama kelamaan mata akan lelah dan kondisi ini akan memicu pengaburan

di retina dan mata menjadi tidak fokus. Penggunaan gadget pada jarak

dekat dan pengaturan intensitas cahaya yang tidak normal misalnya terlalu

redup atau terlalu terang dan dilihat secara terus-menerus dapat

menimbulkan akomodasi lensa mata yang berkelanjutan yang dapat

menyebabkan mata lelah. Bagian mata yang lelah adalah otot yang

berperan dalam konstriksi pupil. Ketika otot ini lelah maka bayangan tidak

dapat difokuskan secara tepat pada retina, sehinggan beresiko terhadap

terjadinya kelainan refraksi pada mata dan penambahan nilai minus mata

(miopia).

Berdasarkan uraian di atas, menurut peneliti terdapat hubungan

signifikan antara penggunaan gadget dengan penambahan nilai minus

mata pada STIKes Karsa Husada Garut tahun 2022 yang berdasarkan hasil

dari pengisian kuisioner, dengan mahasiswa yang telah melakukan

pemeriksaan mata dalam kurun waktu 6 bulan terakhir, secara garis besar

penyebab terjadinya penambahan nilai minus mata dapat terjadi akibat

beberapa faktor resiko yaitu dalam penggunaan gadget yang buruk. Seperti
69

yang telah dijelaskan bahwa dalam penggunaan gadget yang meliputi lama

penggunaan, jarak pandang pada gadget dan intensitas cahaya dapat

menambah nilai minus mata.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada mahasiswa di STIKes Karsa

Husada Garut, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Distribusi penggunaan gadget pada mahasiswa di STIKes Karsa Husada

Garut, sebagian besar dari responden dikatakan sebagai pengguna gadget

dalam kategori yang buruk.

2. Distribusi penambahan nilai minus mata pada mahasiswa STIKes Karsa

Husada Garut, sebagian besar dari responden mengalami penambahan nilai

minus mata.

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan gadget dengan

penambahan nilai minus mata pada mahasiswa STIKes Karsa Husada

Garut.

5.2 Saran

Adapun saran yang peneliti berikan sebagai berikut:

1. Bagi Responden

Berdasarkan hasil penelitian ini, meskipun penggunaan gadget

sudah menjadi kebutuhan baik itu untuk berkomunikasi, belajar,

bekerja dan sebagai media hiburan, responden harus mencari tahu apa

saja

70
71

dampak yang dapat ditimbulkan dari penggunaan gadget yang

berlebihan dalam kategori penggunaan yang buruk. Responden

diharapkan mampu meningkatkan, merubah dan memperbaiki perilaku

dalam menggunakan gadget agar kesehatan matanya tetap terjaga.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitiaan ini diharapkan kepada pihak

institusi pendidikan agar dapat menyediakan media pendidikan

kesehatan berupa brosur atau spanduk yang berisi tentang bahayanya

penggunaan gadget dalam kategori yang buruk untuk membahas

tentang kesehatan mata.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan untuk melakukan

penelitian yang lebih kompleks terhadap dampak dari penggunaan

gadget di masyarakat maupun kalangan civitas akademika.


DAFTAR PUSTAKA

Abdu, S., Saranga’, J. L., Sulu, V., & Wahyuni, R. (2021). Dampak Penggunaan
Gadget Terhadap Penurunan Ketajaman Penglihatan. Jurnal Keperawatan
Florence Nightingale, 4(1), 24–30. https://doi.org/10.52774/jkfn.v4i1.59

Ariaty, Y., Henni Kumaladewi Hengky, & Afrianty. (2019). Faktor - Faktor Yang
Mempengaruhi Terjadinya Miopia Pada Siswa/I Sd Katolik Kota Parepare.
Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 2(3), 377–387.
https://doi.org/10.31850/makes.v2i3.182

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Cetakan 15).


Jakarta. Rineka Cipta.

Data Reportal. (n.d.). Digital 2021 : Indonesia. 2021. Melalui


https://datareportal.com/digital-in indonesia?
utm_source=Reports&utm_medium=PDF&utm_campaign=Digital_2021&ut
m_content=Country_Link_Slide, Diakses Tanggal 25 Februari.

Dikdok. (2018). Berapa Lama Waktu Ideal Untuk Menggunakan Gadget.


https://jurnalapps.co.id/berapa-lama-waktu-yang-ideal-untuk-menggunakan-
gadget-13046

Handriani, R. (2016). Pengaruh Unsafe Action Penggunaan Gadget Terhadap


Ketajaman Penglihatan Siswa Sekolah Dasar Islam Tunas Harapan
Semarang.

Hidayanti, N. P., Florentianus, T., & A, D. H. M. (2020). Hubungan Antara Lama


Penggunaan , Jarak Pandang Dan Posisi Tubuh Saat Menggunakan Gagdet
Dengan Ketajaman Penglihatan. CHM-K Applied Scientifics Journal, 3(1),
28.

Hidayat, A. A. A. (2013). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa


Data. Jakarta. Salemba Medika.

Ilyas, S. & S. R. Y. (2014). Ilmu Penyakit Mata (5th ed.). Jakarta. Badan Penerbit
FKUI.

Khalid, N. (2019). Pengaruh Penggunaan Gadget Dengan Kejadian Miopia Pada


Siswa SMP Negeri 12 Makassar Nur Khalid. Ilmiah Kesehatan Diagnosis,
14(3), 325–331.

Marpaung, J. (2018). Pengaruh Penggunaan Gadget Dalam Kehidupan.


KOPASTA: Jurnal Program Studi Bimbingan Konseling, 5(2), 55–64.
https://doi.org/10.33373/kop.v5i2.1521

72
Muallima, N., Febriza, A., & Putri, R. K. (2019). Hubungan Penggunaan Gadget
Dengan Penurunan Tajam Penglihatan Pada Siswa Smp Unismuh Makassar.
JIKI Jurnal Ilmiah Kesehatan IQRA, 7(02), 79–85. https://stikesmu-sidrap.e-
journal.id/JIKI/article/view/156

Nithasari, A. (2014). Perbedaan Tajam Penglihatan Pascaoperasi Fakoemulsifikasi


Antara Pasien Katarak Senilis Tanpa Miopia Dengan Miopia Derajat Tinggi.
Oftalmologi Umum.

Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan (Cetakan 3). Jakarta.


Rineka Cipta.

Noviyanti, A., & Andarini, D. (2019). Hubungan Unsafe Action Dalam


Penggunaan Smartphone Terhadap Ketajaman Penglihatan Pada Siswa Di
SMA Pembina Palembang Tahun 2019.

Nursalam. (2020). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (5th ed.). Jakarta.


Salemba Medika.

Panambuhan, J., Rumampuk, J., & Moningka, M. E. W. (2019). Hubungan


Penggunaan Smartphone dengan Ketajaman Penglihatan Pada Mahasiswa
Laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Angkatan 2015.
Jurnal Medik Dan Rehabilitasi, 1(3), 1–6.

Pearce, E. C. (2014). Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta.


Grammedia Pustaka Utama.

Permana, G. A. R., Sari, K. A. K., & Aryani, P. (2020). Hubungan perilaku


penggunaan gadget terhadap miopia pada anak sekolah dasar kelas 6 di
Kota Denpasar.

Pitriani, A. C., Primanagara, R., & Pratiwi, W. (2021). Hubungan Durasi


Penggunaan Gadget Untuk Sosial Media Dan Game Online Terhadap Miopia
Pada Siswa Sma Negeri 1 Kota Cirebon. Tunas Medika Jurnal Kedokteran &
Kesehatan, 7(1), 1–6.

Prieharti, & Mumpuni, Y. (2016). 45 Penyakit Mata. Yogyakarta. Rapha


Publishing.

Puspa, A. K., Loebis, R., & Nuswantoro, D. (2018). Pengaruh Penggunaan


Gadget terhadap Penurunan Kualitas Penglihatan Siswa Sekolah Dasar.
Global Medical and Health Communication, 6(1), 28–33.
http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/gmhc

Rahmawaty, D. R. I. (2018). Hubungan Penggunaan Gadget Dengan Ketajaman


Pengelihatan Pada Siswa Kelas VII dan VIII. The Relation With the Use of

73
Gadgets Acuteness of Sight To Students, 68–70. 143210009 Devy Ristiya
Irawan Rahmawaty Skripsi.pdf

Riduwan. (2018). Metode Dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian (Cetakan 7).
Bandung. Alfabeta.

Sherwood, L. (2018). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem (N. Yesdelita (ed.);
9th ed.). Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.

Siregar, S. (2015). Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta. PT


Bumi Aksara.

Sobana. (2020). Dampak Pandemi Covid 19 Terhadap Pendidikan dan Pelatihan


Aparatur. Jurnal Pendidikan Indonesia, 1(2), 166–175.
https://doi.org/10.36418/japendi.v1i2.18

Sudarti. (2021). Kelainan Refraksi Mata dan Cara Pencegahannya. 2021.


https://herminahospitals.com/id/articles/ketahui-kelainan-refraksi-mata-dan-
cara-pencegahannya.html

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D (Sutopo


(ed.); 2nd ed.). Bandung. Alfabeta.

Tafiyah et al. (2021). Hubungan Penggunaan Gadget Dengan Penurunan


Ketajaman Penglihatan Pada Anak Usia Sekolah Di Poliklinik Mata Rsi
Sunan Kudus. Jurnal Profesi Keperawatan (JPK), 8(2), 127–142.
http://jurnal.akperkridahusada.ac.id/index.php/jpk/article/view/101

Tanto. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aescupapius. Jakarta:Media


Aescupapius

Trisna, fitri ika, & Suprayitno. (2017). the Association Between Duration of Use
and Gadget Distance Toward the Visual Acuity Among Second.

Wandini, R., Novikasari, L., & Kurnia, M. (2020). Hubungan Penggunaan Gadget
Terhadap Kesehatan Mata Anak Di Sekolah Dasar Al Azhar I Bandar
Lampung. Malahayati Nursing Journal, 2(4), 810–819.
https://doi.org/10.33024/manuju.v2i4.3049

Wea, M. H., Batubara, S. O., & Yudowaluyo, A. (2018). Hubungan Tingkat


Penggunaan Smartphone dengan Kejadian Miopia pada Mahasiswa
Keperawatan Angkatan VII STIKes Citra Husada. CHMK Applied Scientific
Journal, 1(1), 11–17.

Yulianti, I., Prameswari Eka, V., & Prihartini, S. D. (2022). Pengaruh Screen
Time, Ergonomic Position dan Jarak Pandang dengan Media Pembelajaran
Daring Terhadap Ketajaman Penglihatan Anak.

74
Zain, S. B. (2013). Anatomi Sistem Regional & Perkembangan. Jakarta. BP FKUI.

75
76

LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Perihal : Permohonan Ijin Studi Pendahuluan

Kepada Yth.

Ketua STIKes Karsa Husada Garut

Di

Tempat

Dengan Hormat,

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya Tugas Akhir Skripsi Program Studi S1


Keperawatan STIKes Karsa Husada Garut, maka dengan ini saya memohon ijin untuk
melaksanakan studi pendahuluan dan pengumpulan data di instansi STIKes Karsa Husada
Garut. Dengan sampel mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut dengan sampel dari setiap
kelas prodi masimh-masing Adapun mahasiswa yang akan melaksanakan kegiatan tersebut
adalah:

Nama Mahasiswa : Lia Intan Lestari

NIM : KHGC18085

Program Studi : SI Keperawatan

Topik/Judul Penelitian : Hubungan Penggunaan Gadget Dengan Penambahan Nilai

Minus Mata Pada Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut

Data Yang dibutuhkan : Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut

Demikianlah permohonan ini saya sampaikan dengan harap agar Bapak/ibu dapat
mengabulkannya. Atas perhatian dan kerjasama yang baik saya ucapkan terimakasih.

Garut, 5 April 2022

Hormat saya,

Lia Intan Lestari


NIM KHGC18085
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Perihal : Permohonan Ijin Penelitian

Kepada Yth.

Ketua STIKes Karsa Husada Garut

Di

Tempat

Dengan Hormat,

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya Tugas Akhir Skripsi Program Studi S1


Keperawatan STIKes Karsa Husada Garut, maka dengan ini saya memohon ijin untuk
melaksanakan penelitian dan pengumpulan data di instansi STIKes Karsa Husada Garut.
Dengan sampel mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut dari setiap prodi masing-masing.
Adapun mahasiswa yang akan melaksanakan kegiatan tersebut adalah:

Nama Mahasiswa : Lia Intan Lestari

NIM : KHGC18085

Program Studi : SI Keperawatan

Topik/Judul Penelitian : Hubungan Penggunaan Gadget Dengan Penambahan Nilai

Minus Mata Pada Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut

Data Yang dibutuhkan : Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut

Demikianlah permohonan ini saya sampaikan dengan harap agar Bapak/ibu dapat
mengabulkannya. Atas perhatian dan kerjasama yang baik saya ucapkan terimakasih.

Garut, 2 Juni 2022

Hormat saya,

Lia Intan Lestari


NIM KHGC18085
Lampiran 6
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lia Intan Lestari

NIM : KHGC18085

Saya adalah mahasiswa S1 Keperawatan STIKes Karsa Husada Garut


yang bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Penggunaan
Gadget Dengan Penambahan Nilai Minus Mata Pada Mahasiswa STIKes
Karsa Husada Garut”.

Dalam penelitian ini, saya mohon bantuan mahasiswa/mahasiswi STIKes


Karsa Husada untuk dapat menjadi responden penelitian dengan memberikan
keterangan sejujur-jujurnya sesuai dengan panduan kuesioner penelitian yang
telah disesuaikan. Kerahasiaan keterangan yang mahasiswa mahasiswi STIKes
Karsa Husada berikan akan saya jaga dengan sebaik-baiknya dan hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian.

Saya sangat menghargai kesediaan mahasiswa/mahasiswi STIKes Karsa


Husada untuk meluangkan waktu dalam menjawab beberapa pertanyaan
penelitian yang telah disesuaikan. Apabila mahasisiwa/mahasiswi STIKes Karsa
Husada bersedia menjadi responden penelitian ini, mohon ketersediaannya untuk
menandatangani lembar persetujuan (informed consent) yang telah disediakan.

Ketersediaan mahasiswa/mahasiswi STIKes Karsa Husada sangat saya


hargai. Atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan terima kasih.

Garut, Mei 2022

Lia Intan Lestari


Lampiran 7
LEMBAR RESPONDEN

(Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Dengan ini saya menyatakan bersedia dan setuju menjadi responden dalam
pelaksanaan penelitian mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKes Karsa
Husada Garut, atas nama Lia Intan Lestari NIM: KHGC18085 dengan judul
“Hubungan Penggunaan Gadget Dengan Penambahan Nilai Minus Mata
Pada Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut”.

Demikian persetujuan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan tidak


ada unsur paksaan dari pihak manapun. Atas perhatian dan kepercayaannya saya
ucapkan terima kasih.

Garut, Mei 2022

(……………………….)
Lampiran 8
KISI-KISI KUESIONER PENGGUNAAN GADGET

Variabel No Aspek Indikator Pertanyaan Pertanyaan


Positif Negatif
Penggunaan 1 Durasi Seberapa lama 1,2,3,4,7,8,15 5,6,9,10,11,12,
gadget penggunaa mengoperasikan 13,14,16,17,18
n gadget gadget
2 Jarak Jarak ketika 19 20
pandang penggunaan
gadget dengan
mata
3 Intensitas Seberapa terang 21,24,25 22,23
cahaya aturan cahaya
gadget ketika
sedang
digunakan
Lampiran 9

KUESIONER

Penggunaan Gadget Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut

A. Demografi
1. Identitas
Nama :
Jenis Kelamin :
Kelas :
Prodi :
2. Riwayat Kesehatan Mata
Menggunakan kacamata : Ya Tidak
Memiliki kelainan refraksi : Ya Tidak
Keluarga ada yang mempunyai kelainan refraksi : Ya Tidak
Suka mengkonsumsi sayur yang mengandung vitamin A : Ya Tidak

B. Kuesioner Penggunaan Gadget


Petunjuk Pengisian Kuesioner:
1) Dalam mengerjakan kuesioner berikut ini tidak ada jawaban benar atau
salah. Yang dibutuhkan adalah jawaban jujur dan apa adanya, sehingga
semua jawaban dianggap benar.
2) Setiap jawaban anda adalah sangat berharga dan penting, sehinga anda
dimohon tidak melewatkan satupun pertanyaan yang diajukan.
3) Pilih salah satujawaban yang sesuai dengan pilihan anda. Berilah tanda
cheklis (√) pada kolom jawaban yang telah disediakan. Jawaban artinya
sebagai berikut:
4) Skala: TP = Tidak Pernah, KK = Kadang-kadang, S = Sering, SL = Selalu
5) Peneliti sangat menghargai kerjasama anda dan mengucapkan terima kasih.
No Pertanyaan TP KK S SL
1 Saya menggunakan gadget setiap hari
2 Membawa gadget kemanapun saya pergi
3 Saya memainkan gadget ketika pagi hari
4 Saya memainkan gadget ketika sore hari
5 Saya memainkan gadget ketika mau tidur
6 Saya memainkan gadget seharian penuh
7 Saya membatasi waktu untuk bermain gadget
8 Membatasi diri saya untuk bermain gadget hanya < 4 jam dalam sehari
9 Menggunakan gadget lebih dari 4 jam dalam sehari
10 Saya bermain gadget pada saat berkumpul dengan teman atau keluarga

11 Saya bisa menghabiskan waktu lebih dari 4 jam untuk bermain games
yang ada di gadget

12 Saya menghabiskan waktu lebih dari 6 jam dalam sehari untuk


bermain gadget

13 Saya menggunakan gadget lebih melebihi waktu yang ditentukan


14 Saat jam pelajaran kosong, saya selalu memainkan gadget sebelum
pembelajaran dimulai kembali
15 Saya menggunakan gadget hanya untuk belajar dan mengerjakan tugas
16 Saat sedang mencharger gadget saya tetap menggunakannya
17 Saya menggunakan gadget secara terus-menerus tanpa istirahat
18 Saya menggunakan gadget secara berlebihan
19 Saya memainkan gadget dengan jarak 30 cm
20 Saya memainkan gadget dengan jarak <30 cm
21 Saya menggunakan kontras cahaya latar gadget dengan redup
22 Saya menggunakan kontras cahaya latar gadget dengan terang
23 Saya suka menggunakan gadget ditempat yang gelap
24 Saya suka menggunakan gadget ditempat yang terang
25 Saya mengaktifkan fitur pelindung mata dari blue light pada gadget
KUESIONER

Penambahan Nilai Minus Mata pada Mahasiswa STIKes Karsa Husada


Garut

Petunjuk Pengisian :

Beri tanda (√) pada kolom berdasarkan jawaban yang menurut anda benar.

Nilai minus mata bertambah : Ya Tidak

Jika “Ya”, berapa nilai penambahan :…………………………


Lampiran 10

1. Uji Validitas dan Reliabilitas


Tabel Distribusi Frekuensi Uji Validitas Dan Realiabilitas
Penggunaan Gadget
Nilai
No Soal r hitung r tabel Keputusan Keputusan
alpa
1 -0,228 0,4438 Tidak valid
2 0, 536 0,4438 Valid
3 -0,058 0,4438 Tidak valid
4 -0,164 0,4438 Tidak valid
5 0, 449 0,4438 Valid
6 0, 569 0,4438 Valid
7 0, 499 0,4438 Valid
8 0, 509 0,4438 Valid
9 0, 509 0,4438 Valid
10 0, 617 0,4438 Valid
11 0, 611 0,4438 Valid
12 0, 780 0,4438 Valid
13 0, 906 0,4438 Valid 0,905 Reliabel
14 0, 668 0,4438 Valid
15 0, 446 0,4438 Valid
16 0, 799 0,4438 Valid
17 0, 660 0,4438 Valid
18 0, 815 0,4438 Valid
19 0, 447 0,4438 Valid
20 0, 535 0,4438 Valid
21 0, 460 0,4438 Valid
22 0, ,648 0,4438 Valid
23 0, 502 0,4438 Valid
24 0, 474 0,4438 Valid
25 0, 481 0,4438 Valid

Tabel Distribusi Frekuensi Uji Validitas Dan Realiabilitas


Penanbahan Nilai Minus Mata
Nilai
No Soal r hitung r tabel Keputusan Keputusan
alpa
1 0,670 0,4438 Valid
0,803 Reliabel
2 0,858 0,4438 Valid
Lampiran 11
Master Tabel Data Penggunaan Gadget

Menggunak
Jenis
NO Nama Umur Prodi Tingkat an
Kelamin
kacamata
26 S 20 L S1 Keperawatan 2c Ya

27 M D 20 L S1 Keperawatan 1A Tidak

28 M 18 L S1 Keperawatan 1 Ya
52 E 19 P D3 Keperawatan 1A Ya

53 A 19 P D3 Kebidanan 1B Tidak

54 L 20 P D3 Kebidanan 2B Ya
55 S 19 P D3 Kebidanan 2B Tidak
D3 Analis
76 N 21 P 1A Ya Ya
Kesehatan
D3 Analis
77 Y 22 P 1A Ya Ya
Kesehatan
D3 Analis
78 DK 22 P 1A Ya Ya
Kesehatan
Master Tabel Data Penambahan Nilai Minus Mata

Periksa
Mata Dalam
Nilai Minus
Kurun Jika “Ya”, Tuliskan
No Nama Mata
Waktu 6 Hasil Pemeriksaan
Bertambah
Bulan
Terakhir
19 E Ya -1 Ya
20 H Ya 2.5 Ya
21 A Ya Kanan kiri 0,50 Tidak
22 M A Ya minus 0,75 Tidak
Moh
23 Ya Ya Tidak
R
Hasilnya min 1 tpi kadang
52 E Ya pemeriksa n tidak pas dalam 6 Tidak
bulan

53 A Ya Normal Tidak
54 L Ya hasil 2,50 Ya
80 N Ya Minus 0,75 Ya

81 I Ya kanan -1 kiri -0,75 Ya

82 L Ya Kiri -0,5 Ya
83 JH Ya R 0,5 L 1,00 Ya
Lampiran 12
HASIL UJI STATISTIK

Uji Reliabelitas

Variabel 1
Reliability Statistics
Cronbach's N of Items
Alpha
,905 22

Variabel 2

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,807 2

2. Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

RESID

N 95
Normal Parameters a,b
Mean -,0377
Std. Deviation 1,15357
Most Extreme Absolute ,054
Differences Positive ,053
Negative -,054
Test Statistic ,054
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.

3. Distribusi Frekuensi Data


Frequencies
Statistics
Kacamata refraksi
N Valid 95 95
Missing 0 0
Frequency Table
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki-laki 15 15,8 15,8 15,8
perempuan 80 84,2 84,2 100,0
Total 95 100,0 100,0

Menggunakan Kaca Mata


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 20 21,1 21,1 21,1
iya 75 78,9 78,9 100,0
Total 95 100,0 100,0

Mempunyai Kelainan Refraksi Mata


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 7 7,3 7,3 7,3
iya 88 92,7 92,7 100,0
Total 95 100,0 100,0

Waktu Aktif Menggunakan Gadget


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1-2 tahun 7 7,4 7,4 7,4

3-4 tahun 12 12,6 12,6 20,0

>5 tahun 76 80,0 80,0 100,0


Total 95 100,0 100,0
MenontonTV
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <2 jam 73 76,8 76,8 76,8
2-3 jam 18 18,9 18,9 95,8
>4 jam 4 4,2 4,2 100,0
Total 95 100,0 100,0

Analisis Univariat Penggunaan Gadget

Frequencies

Statistics
X1

N Valid 95

Missing 0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Buruk * Baik 95 100,0% 0 0,0% 95 100,0%

Descriptives
Descriptive Statistics

Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation

X1 95 33,00 80,00 58,1263 8,67651


Valid N (listwise) 95
X1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 38 40,0 40,0 40,0

Buruk 57 60,0 60,0 100,0

Total 95 100,0 100,0

Analisis Univariat Penambahan Nilai Minus Mata

Frequencies

Statistics
Y

N Valid 95

Missing 0

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid Terjadi Penambahan


77 81,1 81,1 81,1
Minus

Tidak Terjadi
18 18,9 18,9 100,0
Penambahan Minus

Total 95 100,0 100,0

Analisis Chi Square

Scale: ALL VARIABLES


Case Processing Summary

N %

Cases Valid 95 100,0

Excluded a
0 ,0

Total 95 100,0

a. Listwise deletion based on all variables


in the procedure.
Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)

Pearson Chi-Square 548,044a 396 ,000


Likelihood Ratio 254,074 396 1,000
Linear-by-Linear
2,422 1 ,120
Association
N of Valid Cases 95

a. 437 cells (100,0%) have expected count less than 5.


The minimum expected count is ,01.

X1 * Y Crosstabulation
Count

Tidak
Terjadi Terjadi
Penambaha Penambaha
n Minus n Minus Total

X1 Buruk 5 52 56

Baik 13 25 39
Total 18 77 95

Penggunaan Gadget * Penambahan Minus Crosstabulation


Count
Penambahan Minus
Tidak Terjadi Terjadi
Total p-value
Penggunaan Gadget Penambahan Penambahan
Minus Minus
N % N % N %
Buruk 5 27.37 52 67.53 57 60.00
,000
Baik 13 72.23 25 32.47 38 40.00

Lampiran 10 ditambah yang baru


RIWAYAT HIDUP

 Identitas Diri

Nama Lengkap : Lia Intan Lestari

Tempat Tanggal Lahir : Garut, 15 Desember 1999

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Kp.Cijeruk, RT/RW 01/06

Desa Putrajawa, Kecamatan Selaawi

Kabupaten Garut, Kode Pos 44187

 Riwayat Pendidikan

2007 – 2012 : SDN 2 Putrajawa

2012 – 2015 : SMPN 1 Selaawi

2015 – 2018 : SMK Bhakti Kencana Limbangan

2018 – 2022 : STIKes Karsa Husada Garut Prodi S1Keperawatan

 Riwayat Penelitian

Hubungan Penggunaan Gadget Dengan Penambahan Nilai Minus Mata Pada

Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut Tahun 2022

Anda mungkin juga menyukai