Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1
Page
A. LATAR BELAKANG

Pengaturan dibidang obat dan makanan pada dasarnya meliputi empat


substansi pokok yaitu komoditi, tenaga, sarana dan berbagai upaya. Eksistensi
penanganan masalah komoditi, tenaga dan sarana dilakukan melalui berbagai
kegiatan dalam upaya untuk melindungi masyarakat serta menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya secara berdaya guna dan berhasil guna.
Di era globalisasi dan pasar bebas dengan semakin mudahnya
transportasi antar negara, wilayah dan antara kota dan desa, menyebabkan
hilangnya entry barier semua komoditi termasuk obat dan makanan, sehingga
baik jumlah maupun jenis obat dan makanan yang beredar sedemikian
meningkat. Pada saat yang sama permasalahan pemalsuan dan peredaran,
produk substandard serta kesalahgunaan dan penyalahgunaan obat dan
makanan masih menjadi tugas berat. Sementara itu perkembangan tingkat
pendidikan dan pengetahuan masyarakat dirasakan masih belum dapat secara
mandiri mengantisipasi membanjirnya komoditi obat dan makanan.
Di negara-negara maju, untuk efisiensi dan efektivitas pelayanan, maka
pelayanan kesehatan mencakup tiga hal yakni pelayanan medik, pelayanan
kefarmasian dan pelayanan keperawatan yang bekerja sama untuk kepentingan
pasien. Keterpaduan ketiga pelayanan tersebut diatas dalam arti kemitraan akan
memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada pasien.
Departemen Kesehatan dibawah pimpinan Menteri Kesehatan
merupakan unsur pelaksana pemerintah dibidang kesehatan yang mempunyai
tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan tugas pemerintah dibidang
kesehatan. Visi Departemen Kesehatan RI yang ditetapkan pada tahun 1999
merupakan gambaran masyarakat Indonesia tahun 2010 dengan penduduk yang
hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu, adil, dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Untuk mencapai visi tersebut, maka salah satu hal yang perlu
diperhatikan adalah peningkatan profesionalisme. Peningkatan profesionalisme

1
2

dalam pelayanan kesehatan memerlukan peningkatan dalam sistem pelayanan,


termasuk pelayanan kefarmasiaan.
Sejak 2 dekade yang lalu, pelayanan kefarmasian telah berkembang
sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan pergeseran paradigma profesi
farmasi yaitu perubahan orientasi dari drug oriented menjadi patient oriented.
Dengan adanya perubahan tersebut, maka para apoteker dituntut untuk selalu
meningkatkan pengetahuan, keahlian, serta keterampilannya agar dapat
mewujudkan pelayanan kefarmasian yang optimal bagi masyarakat.
Apoteker merupakan salah satu praktisi kesehatan yang mengerti dan
memahami tentang pelayanan kefarmasian yang ideal sehingga perumusan
kebijakan dan kegiatan lainnya dapat dilaksanakan sesuai dengan seharusnya.
Menyadari akan pentingnya hal tersebut, maka perlu diadakannya kegiatan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di lingkungan Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan sehingga para calon apoteker dapat memahami
sejauh mana keterlibatan atau peran serta apoteker di dalam struktur birokrasi
pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasiaan dan Alat
Kesehatan. Apoteker memiliki peranan penting dalam kegiatan Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, baik sebagai tenaga fungsional
maupun sebagai tenaga struktural.

B. TUJUAN PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


1. Mengetahui struktur organisasi, tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
2. Memahami ruang lingkup tugas dan program kerja Sekretariat Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
3. Mengetahui peran Apoteker di Sekretariat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai