Pengaturan dibidang obat dan makanan pada dasarnya meliputi empat
substansi pokok yaitu komoditi, tenaga, sarana dan berbagai upaya. Eksistensi penanganan masalah komoditi, tenaga dan sarana dilakukan melalui berbagai kegiatan dalam upaya untuk melindungi masyarakat serta menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya secara berdaya guna dan berhasil guna. Di era globalisasi dan pasar bebas dengan semakin mudahnya transportasi antar negara, wilayah dan antara kota dan desa, menyebabkan hilangnya entry barier semua komoditi termasuk obat dan makanan, sehingga baik jumlah maupun jenis obat dan makanan yang beredar sedemikian meningkat. Pada saat yang sama permasalahan pemalsuan dan peredaran, produk substandard serta kesalahgunaan dan penyalahgunaan obat dan makanan masih menjadi tugas berat. Sementara itu perkembangan tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat dirasakan masih belum dapat secara mandiri mengantisipasi membanjirnya komoditi obat dan makanan. Di negara-negara maju, untuk efisiensi dan efektivitas pelayanan, maka pelayanan kesehatan mencakup tiga hal yakni pelayanan medik, pelayanan kefarmasian dan pelayanan keperawatan yang bekerja sama untuk kepentingan pasien. Keterpaduan ketiga pelayanan tersebut diatas dalam arti kemitraan akan memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada pasien. Departemen Kesehatan dibawah pimpinan Menteri Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah dibidang kesehatan yang mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan tugas pemerintah dibidang kesehatan. Visi Departemen Kesehatan RI yang ditetapkan pada tahun 1999 merupakan gambaran masyarakat Indonesia tahun 2010 dengan penduduk yang hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai visi tersebut, maka salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah peningkatan profesionalisme. Peningkatan profesionalisme
1 2
dalam pelayanan kesehatan memerlukan peningkatan dalam sistem pelayanan,
termasuk pelayanan kefarmasiaan. Sejak 2 dekade yang lalu, pelayanan kefarmasian telah berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan pergeseran paradigma profesi farmasi yaitu perubahan orientasi dari drug oriented menjadi patient oriented. Dengan adanya perubahan tersebut, maka para apoteker dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan, keahlian, serta keterampilannya agar dapat mewujudkan pelayanan kefarmasian yang optimal bagi masyarakat. Apoteker merupakan salah satu praktisi kesehatan yang mengerti dan memahami tentang pelayanan kefarmasian yang ideal sehingga perumusan kebijakan dan kegiatan lainnya dapat dilaksanakan sesuai dengan seharusnya. Menyadari akan pentingnya hal tersebut, maka perlu diadakannya kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sehingga para calon apoteker dapat memahami sejauh mana keterlibatan atau peran serta apoteker di dalam struktur birokrasi pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasiaan dan Alat Kesehatan. Apoteker memiliki peranan penting dalam kegiatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, baik sebagai tenaga fungsional maupun sebagai tenaga struktural.
B. TUJUAN PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
1. Mengetahui struktur organisasi, tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2. Memahami ruang lingkup tugas dan program kerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 3. Mengetahui peran Apoteker di Sekretariat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.