Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

KATEKISMUS-KATEKISMUS GEREJA KATOLIK

Yang melatarbelakangi munculnya katekismus Gereja Katolik adalah bangkitnya gerakan


kontra reformasi yang dipelopori oleh Konsili Trente dan dokumen-dokumen yang
dihasilkannya. Konsili Trente berlangsung dari tahun 1545 (setahun setelah Martin Luther
meninggal) sampai tahun 1563 waktu perang tiga puluh tahun berkecamuk di Eropa yang berakhir
dengan perjanjian damai Westphalia pada tahun 1563. Pendidikan iman dan pelayanan pasatoral
Gereja Katolik ditandai dengan munculnya berbagai katekismus besar: antara lain katekismus
hasil konsili Trente disebut juga Katekismus Romawi, katekismus karangan Petrus Kanisius,
katekismus Edmundus Auger dan katekismus tulisan Robertus Bellarminus. Katekismus-
katekismus tersebut mendasari dan mempengaruhi penyelenggaraan katekese di dalam Gereja
sampai akhir abad XIX. Karena bernapaskan suasana melawan gerakan reformasi, pada masa
tersebut, Gereja Katolik bersikap apologetis dan triumphalis. Sebagai akibatnya karya pastoral
Gereja juga bersifat sentralistis, hirarkis dan klerikalis.

A. Konteks Zaman: Gerakan Reformasi Martin Luther


Gerakan reformasi di benua Eropa yang dipelopori oleh Martin Luther berakibat besar bagi
Gereja dan masyarakat di dalam berbagai bidang kehidupan baik politik, sosial, maupun
keagamaan. Pantas ditegaskan bahwa gerakan reformasi M. Luther mendatangkan banyak
perubahan positif di dalam kehidupan Gereja dan masyarakat. Gereja Katolik sesudah konsili
Vatikan II lebih-lebih sejak dekade tahun 70’an juga menerima dan mengakuinya.
Luther menolak infalibilitas Paus. Yang dimaksud infalibilitas adalah suatu pandangan yang
menyatakan bahwa di dalam bidang pengajaran moral dan penyampaian ajaran Gereja, paus di
dalam kedudukannya sebagai pemimpin tertinggi Gereja tidak dapat bersalah. Menurut Luther
hanya Allah yang tidak dapat bersalah. Sebagai akibatnya pada tahun 1518 Luther dituduh sebagai
bidaah karena menyebarkan ajaran yang sesat. Karena masing-masing pihak yaitu Gereja Katolik
dan Martin Luther semua merasa benar, keduanya tidak dapat didamaikan lagi. Akibatnya pada
tahun 1520 perpecahan antara Luther dengan Gereja Katolik Romawi menjadi definitif, tak
terelakkan lagi.
Luther memperbaharui hidup Gereja tetapi dengan mengambil jalan keluar atau memisahkan
diri dari Gereja. Pada tahun yang sama (1520) ia menulis tiga statemen yang sangat mendasar
sebagai tonggak sikap dan ajaran Luther:
1. Ia menolak kepemimpinan Paus di Roma atas kehidupan Gereja, untuk itu ia mendorong para
pangeran (raja) di Eropa supaya bersedia memperbaharui hidup Gereja secara mandiri tanpa
harus berkonsultasi dengan paus di Roma untuk meminta persetujuan. Ia juga mengusulkan
supaya selibat bagi para religius dan kehidupan monastik dihapuskan. Selain itu, ia
mengusulkan imamat umum untuk semua umat beriman.
2. Ia menyatakan bahwa hanya ada dua sakramen yaitu baptis dan ekaristi. Di dalam ekaristi ia
mengusulkan supaya semua umat beriman menyambut dua rupa (roti dan anggur). Martin
Luther juga menegaskan bahwa setiap umat Kristen mempunyai hak yang sama untuk
membaca dan menafsirkan Kitab Suci.
3. Manusia, menurut pandangannya, dibenarkan hanya semata-mata oleh iman yang merupakan
rahmat Allah, bukan oleh perbuatan baik. Meskipun dibenarkan oleh Allah manusia tetap
berdosa. Manusia serentak dibenarkan Allah tetapi tetap masih berdosa. Karena kedosaannya
yang besar, yang datang dari manusia hanya yang tidak baik. Sebaliknya yang datang dari
Allah semata-mata kebaikan. Oleh karenanya, di dalam keadaan hidup yang bagaimanapun
manusia harus menyerahkan dan mempercayakan diri secara total kepada Allah sebagai
penyelenggara kehidupan.

1. Ajaran pokok Luther:


a. Kedosaan manusia yang sangat mendalam mengakibatkan manusia tidak mampu memilih
dan melakukan yang baik. Yang datang dari manusia hanyalah yang jelek.
b. Rahmat semata-mata (gratia sola). Karena kedosaan manusia pembenaran dan
keselamatan mereka semata-mata bergantung kepada rahmat kebaikan Tuhan. Tidak ada
jasa atau perbuatan baik yang dilakukan manusia untuk mendatangkan rahmat Tuhan.
c. Iman semata-mata (fide sola). Manusia dibenarkan hanya oleh iman bukan oleh perbuatan
baik.
d. Kitab Suci saja (Scriptura sola). Akal hanya membingungkan, Kitab Suci menjadi hukum
utama, paus juga dikebawahkan oleh Kitab Suci.
e. Imamat untuk semua umat beriman, sebagai radikalisasi dan tanggungjawab sakramen
baptis dan dimaksud untuk menolak cara hidup Gereja yang terlalu klerikalis.

43
f. Hanya dua sakramen yang diterima dan diakui yaitu baptis dan ekaristi.

2. Luther sebagai pendidik iman

Luther melihat pendidikan iman mempunyai dua tujuan; yang satu bersifat sekular dan
lainnya bersifat religius. Tujuan yang sekular berarti mempersiapkan peserta supaya dapat hidup
bermasyarakat secara baik dan efektif. Sedang tujuan yang bersifat religius pendidikan iman
dimaksudkan untuk mengarahkan peserta pada pembinaan spiritual dengan cara membantu peserta
agar imannya semakin dewasa dengan ditandai oleh kesediaan mereka untuk dengan tulus hati dan
total menyerahkan hidupnya ke dalam penyelenggaraan ilahi. Ia menolak pendidikan yang
diselenggarakan oleh biara-biara. Sebagai gantinya ia mengarahkan diri pada kepemimpinan para
raja dan juga memelopori pendidikan yang diselenggarakan oleh negara. Pendidikan baginya
merupakan kewajiban bagi setiap orang. Pendidikan tidak terbatas hanya untuk mereka yang
berasal dari keluarga bangsawan yang kaya atau hanya untuk mereka yang mencalonkan diri
sebagai imam atau petugas gereja lainnya.
Pada tahun 1529 Luther adalah orang pertama kali yang menyusun katekismus di dalam
bentuk pertanyaan dan jawaban dengan maksud membantu umat beriman agar dengan lebih
mudah memahami apa yang disampaikan oleh pengajarnya. Ia memilih bentuk tanya jawab karena
berdasar pengamatannya banyak umat tidak menangkap dengan baik isi kotbah yang diberikan
oleh para pastor paroki dan juga oleh para biarawan yang berkeliling. Ia menulis dua katekismus
yang satu kecil untuk anak-anak dan umat sederhana dan yang satunya adalah katekismus besar
untuk para klerus dan guru agama. Dua katekismus tersebut merupakan buah-buah permenungan
terhadap pengalaman karya pastoral Luther pada anggota klerus dan umat (dewasa dan anak-
anak) sebelum memisahkan diri dari Gereja Katolik. Untuk menggunakan katekismus diberikan
beberapa petunjuk yang sederhana.
 Ajarilah umat dengan satu kutipan saja dan ajak mereka untuk menghapal.
 Setelah dihapal kemudian baru dijelaskan agar isi dimengerti dengan lebih baik. Luther sendiri
merasa tidak puas dengan cara hapalan yang tanpa dicerna di dalam hati dan dilaksanakan di
dalam hidup sehari-hari.
 Gunakan poster yang berisi ringkasan ajaran Gereja kemudian ditempel di tempat-tempat
umum agar umat dapat membaca, menghapal, meresapkan dan melaksanakannya.
 Bila katekismus kecil sudah diselesaikan dapat berpindah pada katekismus yang besar.

44
 Katekis utama untuk pendidikan iman anak adalah orang tua di rumah

Katekismus Luther karena menggunakan bahasa yang sederhana dan isinya sangat jelas menjadi
laku keras. Di dalam waktu singkat sesudah dicetak telah terjual sebanyak 100.000 eksemplar.
Dengan itu, Luther berhasil memperluas cakupan orang-orang yang mengalami dan diuntungkan
oleh pendidikan. Hal ini cocok dengan idenya tentang pendidikan untuk semua orang dan juga
sesuai dengan pahamnya tentang imamat umum untuk semua umat beriman. Apalagi ia juga
mendorong supaya semua umat membaca Kitab Suci. Selain itu, Martin Luther juga mendorong
supaya semua orang Kristen terlibat di dalam hidup bergereja dan dalam hidup bernegara.
Sebelum Luther pendidikan pada umumnya diselenggarakan oleh para religius untuk para calon
biarawan atau anak-anak keluarga bangsawan di biara-biara. Penyebaran katekismus dan ajaran
Luther lainnya kepada umat nya dipermudah dan didukung oleh penemuan mesin cetak.
Penemuan mesin tersebut membuat semakin banyak orang mempunyai peluang untuk membaca
dan memahami isinya.

B. Konsili Trente (1545-1563)


Menghadapi derasnya arus gerakan reformasi yang dipimpin oleh Luther dan tokoh-tokoh
reformasi lainnya, khusunya Calvin, Gereja Katolik menanggapinya bukan hanya dengan
membuat gerakan kontra reformasi melainkan juga dengan menekankan pentingnya mengadakan
pembaharuan di dalam tubuh Gereja secara internal dengan tujuan untuk:
1. Memperjelas, mempertegas, dan mempertahankan kebenaran ajaran Katolik
2. Menjalankan pembaruan dalam segi moral, administrasi, dan pendidikan khususnya
pendidikan bagi para religius (calon imam)
3. Menyembuhkan perpecahan yang terjadi di dalam tubuh Gereja
Tujuan pertama dan kedua dapat dirumuskan dengan jelas serta dijalankan dengan baik, tetapi
tujuan ketiga soal perpecahan di dalam Gereja tidak dapat dihindari, bahkan menjadi lebih parah
karena antara Gereja Katolik dan Gereja Reformasi tidak ada yang bersedia “mengalah”. Gereja
mengalami perpecahan yang sangat besar. Kedua belah pihak baik pengikut Luther maupun
Gereja Katolik menyatakan diri sebagai pihak yang paling benar dan paling katolik.
Para peserta konsili juga menyadari bahwa kebanyakan umat termasuk para anggota klerus
tidak tahu menahu tentang Kitab Suci dan ajaran iman lainnya. Pada tahun 1546, suatu komisi
dibentuk untuk meningkatkan pendidikan hidup beriman baik bagi para anggota klerus maupun

45
umat pada umumnya. Komisi mengusulkan disusunnya suatu kompilasi (kumpulan) ajaran yang
ditujukan kepada para klerus yang berisi bagaimana cara mempelajari Kitab Suci agar mereka
dapat berkotbah dengan benar sehingga pengetahuan iman umat dapat lebih maju. Kecuali itu,
komisi juga mengusulkan suatu katekismus yang bersumber pada Kitab Suci dan tulisan para
Bapa Gereja untuk anak-anak dan umat yang kurang terdidik. Katekismus ditulis di dalam bahasa
Latin dan dapat diterjemahkan ke dalam bahasa umat setempat.
Kecuali membicarakan katekismus konsili Trente juga menegaskan sikap dan ajaran
Gereja Katolik bahwa baik Kitab Suci maupun Tradisi keduanya merupakan sumber pewahyuan.
Untuk itu keduanya harus digunakan secara serentak, tidak boleh dipisah-pisahkan apalagi
dipertentangkan. Gereja Katolik juga menyatakan perlunya otoritas hirarki (magisterium) untuk
menafsirkan Kitab Suci dan merumuskan ajaran Gereja yang benar. Gereja merasa yakin diserahi
mandat oleh Tuhan Yesus Kristus untuk menjaga kebenaran dan keotentikan ajaran-Nya dan
sekaligus meneruskannya dari masa ke masa kepada generasi berikutnya.
Konsili juga berpandangan bahwa manusia di dalam hidupnya diundang dan dirahmati
oleh Allah untuk menanggapi karya kebaikan dan belaskasih-Nya di tengah-tengah kenyataan
hidup sehari-hari. Maka dari itu, Gereja Katolik berpendapat yang terjadi di dalam hidup manusia
bukan semata-mata rahmat ilahi melainkan juga tanggapan manusia kepadanya. Manusia dapat
jatuh ke dalam dosa tetapi tidak menjadi rusak segalanya, tetap masih ada kebaikan di dalam diri
manusia, misalnya kebebasan kehendak. Manusia dibenarkan di dalam iman tetapi pembenaran
tersebut perlu diwujudkan di dalam tindakan sebagai tangapan terhadap rahmat-Nya.
Pada tahun 1547 di Bologna Gereja menegaskan keyakinan imannya terhadap tujuh
sakramen yang didirikan oleh Yesus Kristus dan semuanya diperlukan Gereja untuk sampai pada
keselamatan yang dijanjikan oleh Allah. Sakramen menjadi topik yang paling hangat di dalam
perdebatan antara Gereja Katolik dan Protestan. Gereja Katolik memandang sakramen ekaristi
sebagai korban dan menegaskan kehadiran real Yesus Kristus di dalamnya. Trente juga
menyatakan bahwa tahbisan suci sangat dihormati. Yang ditahbiskan mendapatkan rahmat
langsung dari Tuhan. Yang ditahbiskan adalah manusia yang dikhususkan dan dikuduskan oleh
Allah untuk mengabdi Tuhan-Nya dan melayani hidup rohani umat-Nya. Ditegaskan pula bahwa
seminari-seminari perlu didirikan untuk memperbarui mutu pendidikan bagi para calon imam
sekaligus untuk meningkatkan kualitas hidup beriman umat. Meskipun demikian, Gereja tidak
menutup mata terhadap penyimpangan dari makna sakramen yang sesungguhnya. Karena alasan
itulah suatu katekismus yang mendidik para imam, klerus dan umat terhadap hakikat setiap

46
sakramen dan maknanya sungguh diperlukan. Gereja menyadari betul perlunya katekese tentang
sakramen baik bagi para imam maupun bagi umat pada umumnya.
Katekismus ini diharapkan menjadi penjaga dan penjamin kebenaran dan keotentikan
ajaran iman Gereja Katolik. Pada abad ini, perlu dicatat bahwa vitalitas kehidupan Gereja Katolik
dimanifestasikan dengan kuat di dalam gerakan pewartaan Injil kepada bangsa-bangsa di benua
Amerika Latin, Asia, Afrika dan Oceania yang dilakukan oleh para misionaris. Dengan semangat
tinggi dan cintanya kepada Yesus Kristus para misionaris berhasil mendorong Gereja untuk
bertobat dan menghayati imannya secara baru. Pembaharuan Gereja juga ditunjang oleh
kehidupan para mistikus besar, para anggota komunitas religius dan para tokoh pimpinan Gereja
serta tokoh awam yang dengan giat tanpa kenal lelah mempunyai perhatian besar pada
peningkatan kualitas hidup Gereja.

C. Katekismus Konsili Trente


Untuk menjaga kesatuan Gereja, konsili menegaskan pentingnya disusun satu katekismus
universal untuk seluruh Gereja Katolik. Pada akhir sesi ketiga, 4 Desember 1563 konsili
menyerahkan proyek penyusunan katekismus kepada paus Pius IV. Carolus Borromeus keponakan
paus Pius IV dipilih sebagai koordinatornya, sedang draf penulisannya dikerjakan oleh beberapa
uskup dan tim ahlinya yakni Muzio Calini, uskup Zara, Egedius Foscarari, uskup Modena dan
Leonardus de Marini, uskup Lanciano, serta seorang teolog berkebangsaan Portugis yang
bernama Fransiscus Foreiro. Mereka semua penganut teologi Tomas Aquinas (teologi tomistik
yang dikenal bercorak spekulatif). Pada tahun 1565 Paus Pius IV wafat, yang berakibat publikasi
pertamanya ditunda. Pada bulan September 1566 Paus Pius V menetapkan publiksi awal dengan
judul resmi Katekismus Konsili Trente bagi Imam-imam Paroki, sering juga disebut
Katekismus Romawi.
Katekismus Romawi memiliki empat pilar: (1) iman dan sahadat para Rasul, (2) sakra-
men, (3) Sepuluh Perintah Allah dan hukum Tuhan, serta (4) hakikat dan pentingnya doa. Para
penulis katekismus ini tidak bermaksud mencakup dan meringkas seluruh ajaran Gereja Katolik,
karena hal itu tidak mungkin. Yang ditekankan bagaimana membantu para pastor dan kelompok
pimpinan umat lainnya yang bertugas di dalam memelihara jiwa-jiwa (care of the soul) supaya
dapat menjalankan tugasnya mendidik umat beriman menurut kemampuan mereka. Katekismus
ini lebih diperuntukkan bagi para pastor dan petugas pastoral lainnya. Isinya adalah pokok-pokok
ajaran Gereja menurut 4 pilar, seperti telah disebut di atas, yang harus disampaikan kepada umat

47
beriman dari anak-anak sampai orang dewasa. Tujuan utama katekese adalah membantu umat agar
menghidupi keutamaan Kristiani, mencintai Allah, dan akhirnya dapat meneladani Yesus Krisuts
(imitatio Christi). Bentuknya adalah pengajaran, tetapi caranya harus memperhatikan keadaan dan
kemampuan umat. Keadaan dan kebutuhan hidup peserta katekese atau umat harus secara
sungguh-sungguh diperhatikan. Para gembala harus tahu, apakah umat masih membutuhkan susu
atau sudah dapat menyantap makanan yang keras.
Bagian I berisi Iman dan Sahadat Rasuli yang mempunyai arah membantu para pastor
bagaimana mengajar umat beriman sehingga mereka memiliki landasan iman yang kokoh.
Sahadat merupakan pernyataan pengakuan iman Gereja terhadap misteri Allah Tritunggal. Bagian
sahadat ini dibagi ke dalam 12 artikel mengikuti kebiasaan Abad Pertengahan. Kelebihan
Katekismus Romawi adalah perhatiannya yang serius pada keadaan konkret dan kebutuhan
beriman umat . Di dalam bagian ini juga diberi petunjuk bagian mana yang perlu ditekankan agar
umat sungguh dibantu untuk menjadi sungguh beriman kristiani.
Bagian kedua yang membicarakan sakramen merupakan bagian yang paling panjang dan
paling penting untuk Gereja Katolik. Bab pertama membahas hakikat, tujuan dan bagian-bagian
pokok sakramen pada umumnya serta menegaskan bahwa Gereja Katolik mengakui 7 sakramen.
Bab kedua membicarakan masing-masing sakramen. Ditegaskan supaya para pastor betul-betul
memahami pokok-pokok sakramen dan menjelaskan maknanya bagi umat agar mereka sungguh
menghormati semua sakramen, menyadari maknanya, serta sungguh hidup darinya. Yang menjadi
prioritas untuk dijelaskan adalah sakramen baptis, ekaristi dan pertobatan. Katekese tentang
sakramen dipandang amat penting oleh para peserta konsili.
Bagian ketiga yang berisi 10 perintah Allah dibagi ke dalam dua bab. Bab pertama
menanggapi pandangan Gereja Protestan tentang hakikat dan tujuan 10 Perintah Allah. Gereja
Katolik menegaskan Dekalog merupakan ringkasan seluruh hukum Allah. Sepuluh perintah Allah
dapat dipadatkan menjadi dua bagian besar yaitu hukum cinta pada Allah dan cinta pada sesama.
Bab kedua membahas masing-masing kesepuluh perintah Allah, pentingnya, isi pokoknya, apa
yang diharuskan dan apa pula yang dilarang dilaksanakan. Katekismus juga memberi pengarahan
pada para pastor pokok mana yang harus ditekankan, motivasi macam apa yang harus
dikembangkan, dll.
Bagian keempat yang membahas doa juga dibagi ke dalam dua bab. Bab pertama
membicarakan hakikat dan pentingnya doa. Para pastor dianjurkan supaya setiap umat diajak

48
untuk betul-betul berdoa. Bagian kedua menjelaskan secara panjang lebar 7 permohonan di dalam
doa Tuhan.
Katekismus merupakan salah satu bentuk hasil konsili lebih-lebih yang berkaitan dengan
pengembangan pendidikan para religius dan umat beriman pada umumnya. Konsili Trente
berhasil memperbaiki kurikulum pendidikan seminari, khususnya yang berhubungan dengan studi
Kitab Suci. Trente juga berhasil mendorong pembaruan liturgi, terutama menciptakan
keseragaman dalam ekaristi, misal dalam penggunaan Missale Romanum dan Bahasa Latin.
Meskikipun dinilai rumusannya abstrak sampai 400 tahun berikutnya Katekismus Romawi
menjadi sumber utama bagi kotbah para pastor dan bagi pendidikan iman umat serta bagi
pembentukan identitas kekatolikan seluruh warga Gereja.

D. Katekismus-katekismus Kontra Reformasi


Meskipun Katekismus Romawi telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, sasaran
utamanya terbatas pada para pastor. Itu berarti katekismus untuk umat beriman pada umumnya
masih amat dibutuhkan. Karena belum tersedianya katekismus universal umat menggunakan
katekismus kecil karangan uskup setempat atau pengarang lain yang tidak disebut namanya.
Kebutuhan akan katekismus untuk umat semakin dirasakan ketika gerakan reformasi semakin
berkembang di berbagai negara seperti Jerman, Swiss, Belanda, Skotlandia. Kebutuhan ini
ditanggapi oleh para Jesuit yang usia ordonya pada saat itu masih sangat muda. Ada tiga Jesuit
yang berhasil menyusun katekismus yaitu Petrus Kanisius, Edmundus Auger dan Robertus
Bellarminus.

1. Kateksimus St. Petrus Kanisius


Raja Ferdinand I dari Austria meminta Claudius Lejay, salah seorang pastor primi sahabat
Ignatius, datang bekerja di universitas di Viena untuk menyusun suatu kumpulan ajaran Gereja
Katolik yang akan digunakan untuk mendidik agama para siswa sekolah, anak-anak dan umat
yang kurang terdidik. Buku kumpulan ajaran Gereja Katolik ini akan ditetapkan oleh raja dan
diberlakukan di seluruh wilayah kekuasaannya. Lejay merasa bukan orangnya, ia mengusulkan
pada raja Ferdinand untuk menggunakan kumpulan ajaran Katolik karangan orang-orang Jerman
sendiri seperti Johannes Gropper dan Peter Soto. Tetapi raja Ferdinand tidak menyetujui, karena
ia menghendaki karya baru yang ditulis oleh seorang teolog agar dapat digunakan untuk
menghadapi laju perkembangan gerakan reformasi. Karena itu, Petrus Kanisius diutus oleh

49
Ignatius ke Austria untuk membantu Lejay. Ketika Lejay meninggal dunia pada bulan Agustus
1552, Kanisius bekerja sendirian. Petrus Kanisius dihormati sebagai katekis agung pada masa
Trente. Ia menulis tiga katekismus yang populer.
1) Katekismus utama (Maior Catechismus), selesai ditulis tahun 1555, disebut juga
Ajaran Kristiani yang utuh (Summa Theologica), diperuntukkan bagi para pastor, guru,
dan mahasiswa universitas. Katekismus ini disusun dalam bentuk tanya jawab,
jumlahnya 222 buah (pertanyaan singkat, tetapi jawaban panjangnya 3-4 halaman)
dengan 2000 kutipan dari Kitab Suci dan 1200 referensi dari tulisan para Bapa Gereja.
Isinya juga dimaksud menanggapi debat antara Gereja Katolik dan Protestan.
2) Katekismus Terkecil atau Singkat (Minimus Catechismus), diterbitkan tahun 1556,
disebut juga Katekismus yang lebih pendek dan diperuntukkan bagi anak-anak serta
mereka yang tidak terpelajar. Katekismus ini merupakan singkatan atau versi
sederhana dari Summa, terdiri dari 59 pertanyaan dan jawaban dengan maksud untuk
dihapalkan dan di dalamnya juga dimuat doa-doa pendek, misal doa pagi, siang, sore,
doa sebelum dan sesudah misa, dan dimuat juga daftar keutamaan kristiani seperti
cinta, pengharapan, iman.
3) Katekismus tengahan (Minor Catechismus), diterbitkan tahun 1559 terdiri dari 120
pertanyaan dan jawaban yang lebih dikenal dengan Katekismus Katolik ditujukan
terutama bagi kaum muda atau para siswa sekolah sebagai kelanjutan dari Katekismus
Singkat. Di dalamnya juga disampaikan daftar keutamaan Kristiani dan bagaimana
mencapainya, saat-saat Suci untuk menghormati Sakaremen Maha Kudus, Bunda
Maria, dll. Doa-doa dan adorasi inspirasinya diambil dari Yohanes Chrisostomus,
Agustinus, Fransiskus Asisi, dll.

Katekismus St. Petrus Kanisius (seperti katekismus Luther) menggunakan bentuk tanya-
jawab yang disusun menjadi lima bagian: iman, harapan (termasuk doa Bapa Kami), cinta
(termasuk sepuluh Perintah Allah), sakramen, dan keadilan (termasuk tindakan amal, anugerah
Roh, sabda bahagia). Sebelum Kanisius meninggal pada tahun 1597 katekismusnya telah dicetak
ulang berpuluh kali dan diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa termasuk bahasa Jepang,
Hindustan dan bahasa asli Amerika Latin. Salah satu pelopor penggunaan katekismus Kanisius
adalah Antonio Possevino, seorang Jesuit Italia yang menjadi utusan Paus.

50
2. Edmundus Auger (1530-1591)
Setelah ditahbiskan sebagai imam Jesuit, tahun 1559 ia dikirim oleh Jendral Jesuit untuk
berkarya di Perancis di mana Gereja Calvinisme sudah berkembang pesat. Auger dikenal secara
gigih menghadapi gerakan Calvinisme. Pada saat itu Gereja di Eropa sedang dilanda perpecahan
yang hebat bahkan sampai menjurus pada perang agama. Untuk menghadapi perkembangan
Calvinisme, Auger menulis katekismus di dalam bahasa Perancis dan ditujukan lebih-lebih untuk
orang muda. Katekimus Auger segera disetujui oleh staf universitas Paris dan diterbitkan pada
tahun 1563. Bentuknya tanya jawab, isinya kecuali ajaran Gereja juga panduan untuk menjadi
orang Katolik sejati serta panduan untuk merayakan sakramen pengakuan dosa.
Seperti Katekismus Romawi, katekismus Auger juga disusun menurut 4 pilar, meskipun
urutannya tidak sama: iman, Dekalog, doa dan sakramen. Ia menguraikan secara pannjang lebar
masing-masing sakramen, khususnya sakramen ekaristi. Kecuali itu, ia juga sangat menghormati
doa melalui perantaraan para kudus. Dalam rangka menghadapi ajaran Calvin ia berusaha
merumuskan kebenaran dan keotentikan ajaran Katolik yang berbeda dengan ajaran Calvin.
Dalam waktu singkat, katekismus Auger sukses. Antara tahun 1563-1582 katekismusnya telah
dicetak ulang sebanyak 20 kali dan diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol, Italia dan Belanda.
Kekurangannya, Auger tidak membedakan mana yang esensial dan mana yang merupakan
tambahan penjelasan; semua diperlakukan secara sama penting. Akibatnya, di Perancis katekismus
Kanisius lebih banyak diterima, karena kecuali lebih jelas, juga lebih baik.

3. Katekismus Robertus Bellarminus


Seperti Petrus Kanisius, Robertus Bellarminus termasuk salah seorang teolog Yesuit yang
dikenal sangat pandai di dalam alam pemikiran teologi St. Thomas Aquinas. Keprihatinan
dasarnya adalah mempertahankan kebenaran dan otentisitas ajaran Katolik dengan menekankan
argumen yang rasional. Ia memperkembangkan eklesiologi yang defensif dan melihat Gereja
sebagai “masyarakat sempurna.” Ia juga mengambilbagian di dalam persoalan Galileo, seorang
astronom besar yang menerima teori Kopernikus yang menyatakan bahwa mataharilah yang
menjadi pusat alam semesta bukan bumi. Galileo menemukan teleskope yang membenarkan teori
Copernikus tersebut. Katekismus Kanisius dan Auger banyak dipakai di Eropa Utara dan Barat,
tetapi di sekitar daerah Mediteranian seperti Italia, umat juga membutuhkan katekismus untuk
pendidikan iman mereka.

51
Menanggapi kebutuhan ini, Bellarminus menulis dua katekismus: yang pertama diterbitkan
tahun 1597 berupa rangkuman Ajaran Katolik yang lebih sederhana dan pendek untuk anak-anak
dan umat yang kurang terdidik. Ia mengambil inspirasi dari Katekismus Romawi. Di dalam
menyampaikan kebenaran ajaran Katolik, Bellarminus menganjurkan dengan sangat supaya
memperhatikan kemampuan pendengarnya. Bentuknya tanya jawab dan isinya berfokus pada
Credo, doa Bapa Kami, Salam Maria, Dekalog dan lima peraturan Gereja. Sakramen, khususnya
pengampunan dosa juga amat ia perhatikan. Daftar keutamaan yaitu iman, harapan dan cinta serta
cara mewujudkannya juga ia tekankan.
Satu tahun berikutnya Bellarminus menerbitkan katekismus yang lebih besar, yang
ditujukan untuk para guru. Katekismus ini terdiri dari 273 pertanyaan dan jawaban. Seperti
katekismus lainnya, bentuknya murid bertanya dan guru menjawab. Paus Klemen setelah
mendapat laporan hasil penelitian oleh para kardinal dengan senang hati menganjurkan supaya
umat secara serius menggunakan katekismus Robertus Bellarminus. Paus Urbanus VIII, pada
tahun 1633, menganjurkan supaya Gereja-gereja di tanah misi menggunakan katekismus
Bellarminus ini. Paus Benidiktus XIV menyetujui adaptasi katekismus Bellarminus menurut
keadaan umat setempat. Katekismus Bellarminus diakui oleh Gereja Roma sebagai model
katekismus untuk menghadapi gerakan reformasi. Ketaatan kepada Paus di Roma dan kesetujuan
kepada seluruh ajaran Gereja Katolik Roma amat ditekankan di dalam katekismus ini. Sebagai
seorang teolog yang genius, Bellarminus di dalam katekismusnya amat memperhatikan ketepatan
dan kejelasan rumusan ajaran iman Katolik. Ini disengaja untuk membantu umat memperoleh
pijakan yang kuat. Katekismus Bellarminus kecuali sukses di Italia, juga amat berpengaruh di
dalam Gereja di tanah-tanah misi. Katekismus ini diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa di
negara-negara benua Asia dan Afrika. Katekismus Romawi, katekismus Petrus Kanisius dan
katekismus Edmundus Auger serta katekismus Robertus Bellarminus menjadi acuan pokok bagi
pendidikan iman di dalam Gereja katolik sampai akhir abad XIX.

E. Rangkuman Katekismus-katekismus Gereja Katolik

1. Segi-segi Positif Martin Luther sebagai Pendidik Iman


a. Memelopori pendidikan untuk siapa saja, jadi tidak terbatas hanya pada anak-anak
keturunan kelurga bangsawan, penguasa, atau hanya untuk anak laki-laki. Tujuannya
bukan hanya untuk menjadi imam, tetapi demi perkembangan iman pribadi yang

52
bersangkutan dan keterlibatan mereka di dalam membangun hidup bersama secara gerejani
dan kemasyarakatan.
b. Memelopori diwujudkannya imamat umum: semua umat diharapkan mengambil bagian
secara aktif di dalam hidup menggereja. Untuk mengembangkan imannya pada Tuhan
Yesus Kristus, semua umat dianjurkan dengan tekun membaca Kitab Suci sehingga dapat
menjadikan sabda Allah sebagai makanan rohani yang membuat mereka semakin beriman.
Luther menegaskan bahwa imamat bukan hanya milik para klerus.
c. Orang pertama kali yang berhasil menyusun katekismus dalam bentuk tanya jawab, dengan
menggunakan bahasa setempat yang sederhana sehingga isinya secara mudah dapat
dihapal, dipahami dan diwujudkan di dalam hidup sehari-hari.

2. Hasil-hasil Konsili Trente


a. Menekankan pembaharuan Gereja secara internal, yang mencakup pembaruan bidang
moral dan iman baik bagi umat maupun para pemimpin, serta pembaruan di bidang
administrasi Gereja.
b. Mendorong dilaksanakannya pembaharuan di dalam bidang liturgi, antara lain dengan
dipakaianya buku Missale Romanum dan bahasa Latin untuk liturgi Misa di semua Gereja-
gereja Katolik (semua seragam).
c. Menegaskan pentingnya memperbarui dan memperbaiki kualitas pendidikan di seminari,
antara lain mencakup kurikulumnya lebih-lebih yang berhubungan dengan studi Kitab Suci
agar para imam betul-betul memahami secara baik harta kekayaan iman Gereja dan dengan
trampil menyampaikannya kepada umat.
d. Menegaskan bahwa ajaran Gereja Katolik sungguh sejati dan benar. Ajaran iman itu antara
lain seperti:
1) Kitab Suci dan tradisi Gereja keduanya diyakini sebagai sumber wahyu maka di dalam
hidup Gereja harus digunakan secara serentak.
2) Ada 7 sakramen yang semuanya diberikan oleh Yesus Kristus pada Gereja demi
keselamatan umat dan semuanya sangat penting untuk hidup Gereja
3) Disetujui manusia dibenarkan oleh iman, tetapi pembenaran oleh Allah harus terwujud
di dalam hidup sehari-hari.
4) Manusia tetap memiliki kebebasan meskipun jatuh di dalam dosa.

53
5) Pentingnya otoritas hirarki (kuasa mengajar atau magisterium) untuk memelihara,
menjaga, menafsirkan dan mengajarakan harta kekayaan iman pada umat
e. Mengusulkan dibentuknya komisi untuk menyusun katekismus universal bagi Gereja.

3. Empat Pilar dan Segi-segi Positif Katekismus Romawi


a. Katekismus Romawi memiliki empat pilar: 1) iman atau credo, 2) sakramen, 3) sepuluh
perintah Allah dan hukum cinta, dan 4) doa. Empat pilar ini diharapkan sungguh-sungguh
membantu para imam dan umat untuk memahami pokok-pokok ajaran Gereja. Katekese
tentang sakramen dipandang sangat penting oleh Gereja Katolik.
Sedang segi-segi positif Katekismus Romawi adalah sebagai berikut:
b. Membantu mempermudah para imam di dalam tugasnya memelihara jiwa-jiwa (cura
animarum), misalnya dalam mengajar umat dan berkotbah.
c. Melalui konsili Trente dan Katekismus Romawi para piminan Gereja menegaskan kembali
tujuan katekese yang utama yaitu mengajak umat untuk mengikuti jejak Kristus (imitatio
Christi)
d. Merumuskan dengan tegas dan jelas pengeritan katekese sebagai pengajaran Gereja pada
umatnya. Isi katekismus dipahami sebagai ajaran yang berasal dari cinta Tuhan.
e. Katekismus ini sungguh memperhatikan kebutuhan iman umat
f. Katekismus Romawi berhasil mendorong pembaruan pelaksanaan katekese yang dengan
sungguh-sungguh memperhatikan keadaan umat, yang mencakup usia, latarbelakang
hidup, kemendalaman penguasaan ajaran iman Gereja, dll. Di dalam berkatekese para
imam dianjurkan supaya sungguh-sungguh mengenal keadaan umat dan menggunakan
bahasa setempat. Metode pengajaran harus jelas, ringkas, dan secara benar menekankan
intinya.

4. Kekhasan Katekismus-katekismus Zaman Kontra Reformasi


a. Keempatnya berbentuk tanya jawab (Kanisius, Auger, Katekismus Romawi, Bellarminus).
b. Karena dimaksud untuk membendung pengaruh gerakan reformasi pada hidup umat,
katekismus zaman itu amat menekankan kebenaran ajaran Gereja Katolik sedang ajaran
Gereja yang lain salah. Karena itu, nadanya defensif, memandang ajarannya yang paling
benar dan menyerang kelemahan ajaran lain.

54
c. Katekismus Kanisius, Auger dan Bellarminus merupakan tanggapan terhadap keadaan umat
yang pada umumnya tidak cukup mengetahui ajaran Gereja Katolik. Maka disusun
katekismus untuk orang-orang sederhana dan para siswa di sekolah. Kecuali itu, Kanisius
dan Bellarminus juga menyusun katekismus bagi kelompok terpelajar yang secara luas
telah mengetahui ajaran Katolik seperti para imam dan tokoh-tokoh Gereja..
d. Betul-betul memperhatikan keadaan pendengar atau umat.

55

Anda mungkin juga menyukai