PROPOSAL
Disusun Oleh :
Robiatul
NIM.
PROPOSAL
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan
Robiatul
NIM.
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan institusi bidang kesehatan lebih lengkap dari
puskesmas yang memberikan pelayanan profesional kepada masyarakat
secara komprehensif untuk mencegah penyakit dan menyembuhkan
penyakit. Tenaga kesehatan sering melakukan kontak langsung dengan
pasien penderita penyakit yang berpotensi menularkan virus atau bakteri
penyebab penyakit dan infeksi.
3
nosokomial setiap tahun, ini mewakili prevalensi 4,5% untuk 99.000
kematian (WHO, 2016).
Hand hygiene adalah suatu upaya mencegah infeksi yang ditularkan melalui
tangan dengan menghilangkan kotoran dan debris serta menghambat atau
membunuh mikroorganisme pada kulit yang dapat diperoleh dari kontak
antara pasien dengan lingkungan (Depkes, 2008). Tangan yang
terkontaminasi merupakan penyebab utama perpindahan infeksi (Perry &
Potter 2005 yang dikutip Rodyah, 2015). Kegagalan untuk melakukan
4
kebersihan tangan dengan baik dan benar merupakan penyebab utama
Infeksi nosokomial dan penyebaran mikroorganisme multiresisten di
fasilitas pelayanan kesehatan (Perry & Potter, 2002 dalam Depkes RI,
2008).
Kepatuhan dalam hand hygiene sangat penting dilakukan oleh perawat. Hal
ini disebabkan karena kurangnya kepatuhan perawat dapat menimbulkan
beberapa dampak. RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang menetapkan
target 100% pencapaian kepatuhan kepatuhan hand hygiene (RSUD Ade
Muhammad Djoen Sintang, 2016).
5
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ria Anugrahwati at al,.
(2019) menunjukan bahwa faktor faktor yang berpengaruh terhadap
kepatuhan dalam hand hygiene adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, lama
kerja, pengetahuan, ketersediaan fasilitas, aturan sosial rumah sakit dan
lingkungan, yang artinya, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna dari factor-faktor tersebut diatas terhadap kepatuhan terutama
faktor pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
Perawat memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap terjadinya infeksi
nosokomial karena perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling
banyak melakukan kontak dengan pasien dan berinteraksi secara langsung
dengan pasien selama 24 jam. Upaya pencegahan infeksi nosokomial yang
6
dapat dilakukan perawat adalah dengan meningkatkan kemampuan dalam
menerapkan kewaspadaan standar (standar precaution) dengan komponen
utamanya yang merupakan salah satu metode paling efektif untuk mencegah
penularan patogen berkaitan dengan pelayanan kesehatan adalah dengan
melakukan praktek kebersihan tangan (hand hygiene). Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang berhubungan dengan status
kepatuhan perawat terhadap hand hygiene. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 22 Agustus 2022 di di
ruang perawatan dalam RS. Islam Karawang, dengan melakukan observasi
terhadap 10 orang perawat pelaksana saat melakukan hand hygiene, didapat
75% perawat belum melakukan hand hygiene dengan baik dan benar sesuai
prosedur yang ditetapkan dan 25% perawat melakukan hand hygiene dengan
baik dan benar sesuai prosedur yang ditetapkan.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan perawat terhadap hand hygiene di Rumah Sakit Islam
Karawang Tahun 2022.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:
a. Mengetahui gambaran kepatuhan perawat terhadap hand hygiene di
Rumah Sakit Islam Karawang Tahun 2022.
7
b. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan
perawat dalam melakukan hand hygiene di Rumah Sakit Islam
Karawang Tahun 2022.
c. Mengetahui hubungan antara sikap dengan kepatuhan perawat
dalam melakukan hand hygiene di Rumah Sakit Islam Karawang
Tahun 2022.
d. Mengetahui hubungan antara motivasi dengan kepatuhan perawat
dalam melakukan hand hygiene di Rumah Sakit Islam Karawang
Tahun 2022.
e. Mengetahui hubungan antara fasilitas dengan kepatuhan perawat
dalam melakukan hand hygiene di Rumah Sakit Islam Karawang
Tahun 2022.
f. Mengetahui hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan
kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene di Rumah Sakit
Islam Karawang Tahun 2022.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
2. Bagi Masyarakat
8
3. Bagi Profesi Perawat
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nosokomial
1. Definisi infeksi Nosokomial
Menurut Darmadi (2008), nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari
kata “nosos” yang artinya penyakit, dan “komeo” yang artinya merawat.
Nosokomial berarti tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi
nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi
di rumah sakit. Dapat juga diartikan bahwa infeksi nosokomial adalah
infeksi yang didapat oleh penderita, ketika penderita dalam proses
asuhan keperawatan di rumah sakit. Menurut Kozier (2010) dalam
Sulastri, S (2017), infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan
saat pasien berada di rumah sakit.
10
1) Petugas pelayanan medis meliputi dokter, perawat, bidan,
tenaga laboratorium dan sebagainya. Menurut Potter & Perry
(2005) dalam Sulastri, S (2017), sebagian besar infeksi
nosokomial ditularkan oleh pemberi pelayanan kesehatan.
2) Peralatan atau material medis, meliputi jarum, kateter,
instrumen, respirator, kain atau dock, kassa dan lain-lain.
3) Lingkungan meliputi lingkungan internal seperti ruangan atau
bangsal perawatan, kamar bersalin, dan kamar bedah,
sedangkan lingkungan eksternal adalah halaman rumah sakit
dan tempat pembuangan sampah atau pengolahan limbah.
4) Pasien lain atau keberadaan penderita lain dalam satu kamar
atau ruangan atau bangsal perawatan dapat merupakan sumber
penularan.
5) Pengunjung atau keluarga, keberadaan tamu atau keluaga
dapat merupakan sumber penularan.
11
b. Reservoir
Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang
paling umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah,
air dan bahan- bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan
kulit, selaput lendir saluran napas atas, usus dan vagina merupakan
reservoir yang umum.
12
adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka
bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan dengan
imunosupresan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah jenis
kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup,
pekerjaan dan herediter.
13
a. Menjaga kebersihan, konsisten dengan kebijakan rumah sakit dan
praktek keperawatan;
b. Pemantauan teknik aseptik, termasuk mencuci tangan dan
penggunakan isolasi;
c. Melaporkan kepada dokter dengan segera apabila terdapat gejala
infeksi pada pasien saat pemberian pelayanan keperawatan;
d. Melakukan isolasi pada pasien apabila menunjukkan tanda-tanda
penyakit menular ketika dokter tidak segera menanganinya;
e. Membatasi paparan pasien terhadap infeksi dari pengunjung, staf
rumah sakit, pasien lain atau peralatan yang digunakan untuk
diagnosis atau asuhan keperawatan;
f. Mempertahankan pasokan peralatan, obat-obatan dan perlengkapan
perawatan pasien yang aman dan memadai di ruangan.
14
(Potter A.P, Perry A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Jakarta:
EGC; 2005.).
15
Hand hygiene atau membersihkan dillakukan pada saat : (Potter A.P,
Perry A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Jakarta: EGC;
2005).
a. Setelah menangani darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan
benda-benda yang tekontaminasi dan Setiap kontak dengan pasien
yang berbeda.
b. Setiap tugas dan tindakan pada pasien yang sama untuk mencegah
kontaminasi silang pada tempat yang berbeda dan segera setelah
melepas sarung tangan.
c. Menggunakan sabun biasa, sabun antimikroba atau cairan
antiseptic. Jika tangan tidak terlihat kotor gunakan agen antiseptik
yang mengandung sedikit air dan alkohol untuk menghilangkan
kontaminasi pada tangan secara rutin pada semua situasi klinis
yaitu :
1) Setelah kontak dengan kulit klien (ketika sedang memeriksa
frekwensi nadi, tekanan darah, mengangkat klien, injeksi, atau
menganti infus).
2) Sebelum makan.
3) Setelah kontak dengan cairan tubuh atau sekret, membran
mokosa, kulit yang tidak utuh atau perban luka selama tangan
tidak kotor.
4) Ketika berpindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke
bagian tubuh yang bersih saat merawat klien.
5) Setelah kontak dengan objek benda mata di daerah sekitar
klien.
6) Sebelum merawat klien dengan netropeni berat atau bentuk
supresi imun berat lain.
7) Sebelum memasang kateter urine atau alat invasif lainnya.
16
WHO (2009) mengindikasikan hand hygiene sebagai berikut:
a. Hand hygiene dengan air dan sabun ketika terlihat kotor atau
terpapar dengan darah atau cairan tubuh lainnya atau setelah
menggunakan toilet.
b. Sebelum dan sesudah menyentuh pasien
c. Setelah melakukan prosedur invasif dengan atau tanpa mengunakan
sarung tangan.
d. Setelah bersentuhan dengan kulit yang tidak intact, membrane
mukosa, atau balutan luka.
e. Bila berpindah dari satu bagian tubuh yang terkontaminasu ke
bagian tubuh yang lainnya dalam satu perawatan pada pasien yang
sama.
f. Setelah kontak dengan peralatan medis.
g. Setelah melepaskan sarung tangan steril dan non steril
h. Sebelum pemberian medikasi atau mempersiapkan makanan hand
hygiene menggunakan alkohol, handrub atau hand hygiene dengan
sabun anti bakterial dengan air mengalir.
17
guyuran air mengalir tesebut maka mikroorganisme yang terlepas
karena gesekan mekanis atau kimiawi saat hand hygiene akan
terhalau dan tidak menempel lagi dipermukaan kulit.
b. Sabun dan deterjen
Bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tertapi
menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan
mengurangi tegangan permukaan sehingga mikroogarnisme
terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air. Jumlah
mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkat frekuensi
hand hygiene, namun di lain pihak dengan seringnya menggunakan
sabun dan deterjen maka lapisan lemak kulit akan hilang dan
membuat kulit terjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan
lemak akan memberikan peluang untuk tumbuhnya kembali
mikrooganisme.
c. Larutan antiseptic
Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topical, dipakai
pada kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas
atau membunuh mikrooganisme pada kulit. Antiseptik memiliki
bahan kimia yang memungkinkan untuk mengunakan pada kulit
dan selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam
efektivitas, aktivitas, akibat dan rasa pada kulit setelah dipakai
sesuai dengan keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit
masing-masing individu.
18
dilakukan pada saat tangan dan setelah melakukan 5 kali
melakukan handrub
c. Hand Hygiene bedah; suatu upaya membersihkan tangan dari
benda asing dan mikrooganisme dengan menggunkan metode yang
paling maksimal sebelum melakukan prosedur bedah. Upaya
mengurangi mikrooganisme potoge pada area tangan, hand hygiene
metode bedah dilakukan dengan sangat hati-hati dan dalam waktu
relatif lama. Pelaksanaan tangan dengan hand hygiene efektif
membutuhkan waktu sekitar 2-4 menit.
19
f) Gosok kuku jari-jari kiri memutar pada telapak tangan
kanan dan sebaliknya.
4) Bilas tangan dengan air mengalir
5) Keringkan tangan sekering mungkin dengan tisu.
6) Gunakan tisu untuk mematikan kran.
20
2) Teknik hand hygiene menggunakan handrub
Pelaksanaan membersihkan tangan dengan menggunakan
alkohol based handrub efektif membutuhkan waktu sekitar 20-
30 detik melalui 6 langkah kebersihan tangan. Prosedur ini
dimulai dengan menuangkan 3-5 ml handrub kedalam telapak
tangan :
a) Menggosok bagia dalam telapka tangan
b) Menggosok punggung tangan bergantian
c) Menggosok sela-sela jari tangan
d) Menggosok ruas jari tangan dengan mengaitkan kedua
tangan
e) Menggosok ibu jari tangan bergantian
f) Menggosok ujung jari tangan.
21
4) Ratakan dengan kedua telapak tangan dilanjutkan dengan
menggosok pungung, sela-sela jari tangan kiri dan kanan dan
sebaliknya.
5) Kedua telapak tangan, jari-jari sisi dalam dari kedua tangan
saling menggosok dan mengait dilanjutkan dengan
membersihkan kedua inu jari dan ujung kuku jari bergantian.
6) Mengambil pembersih kuku dan bersihkan dalam air mengalir
7) Mengambil sikat steril yang sudah berisi cairan handrub
8) Menyikat tangan kanan dan tangan kiri bergantian
9) Kuku dengan gerakan searah dari atas kebawah pada kedua
tangan.
10) Jari-jari seakan mempunyai empat sisi, sela jari, secara urut
mulai dari ibu jari sampai dengan kelingking.
11) Telapak tangan, punggung melalui gerakan menglingkar
12) Daerah pergelangan tangan atas siku dengan gerakan
melingkar.
13) Ulangi cara ini pada tangan selama 2 menit.
14) Membilas tangan dengan air mengalir dari arah ujung jari ke
siku dengan memposisikan tangan tegak.
15) Lakukan sekali lagi menyikat tangan kanan dan tangan kiri
16) Kuku dengan gerakan tegak searah dari atas kebawah pada
kedua tangan
17) Jari-jari seakan mempunyai empat sisi, sela-sela jari, secara
urut mulai dari ibu jari sampai dengan kelingking.
18) Telapak tangan dan punggung dengan gerakan melingkar.
19) Daerah pergelangan tangan atas sampai dengan siku dengan
gerakan melingkar dilakukan selama 2 menit.
20) Membiarkan air menetes dari tangan sampai dengan siku.
21) Mengeringkan menggunakan handuk steril yang dibagi dua
bagian, satu bagian untuk tangan kiri dan bagian yang lain
untuk tangan kanan.
22) Memutar dari jari-jari tangan ke arah siku
22
23) Meletakan handuk pada tempat yang disediakan,.
23
keterbatasan sumber daya manusia yang terampil dibidanng HAIs
(Healthcare Associated Infections). Untuk itu, perlu pelatihan-pelatihan
agar didapat tenaga kesehatan yang professional dan terampil
(Khoirulanisa, 2012 dalam Waney, 2016).
C. Konsep Kepatuhan
1. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan merupakan perubahan perilaku atau kepercayaan seseorang
sebagai dari akibat adanya tekanan kelompok yang terdiri dari
pemenuhan dan penerimaan, serta mengikuti peraturan atau perintah
langsung yang diberikan kepada suatu kelompok maupun individu
(Hasibuan R H., 2013 dalam Waney, 2016).
24
2. Strategi Meningkatkan Kepatuhan Hand Hygiene
Strategi untuk meningkatkan kepatuhan, terutama dalam melakukan
hand hygiene, yaitu :
a. Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk
meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal
dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi.
Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang
baik diberikan oleh profesional kesehatan baik dokter/perawat
dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.
b. Dukungan sosial/keluarga yang dimaksud adalah keluarga. Para
profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien
untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka
ketidakpatuhan dapat dikurangi.
c. Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai
penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya.
25
bahwa para pasien lebih jujur saat mereka menyatakan bahwa
mereka tidak mengkonsumsi obat.
c. Menanyakan pada individu lain yang selalu memonitor keadaan
pasien. Metode ini juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama,
observasi tidak mungkin dapat selalu dilakukan secara konstan,
terutama pada hal-hal tertentu seperti diet makanan dan konsumsi
alkohol. Kedua, pengamatan yang terus menerus menciptakan
situasi buatan dan seringkali menjadikan tingkat kepatuhan yang
lebih besar dari pengukuran kepatuhan yang lainnya. Tingkat
kepatuhan yang lebih besar ini memang sesuatu yang diinginkan,
tetapi hal ini tidak sesuai dengan tujuan pengukuran kepatuhan itu
sendiri dan menyebabkan observasi yang dilakukan menjadi tidak
akurat.
d. Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan kuesioner
yaitu dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk
mengukur indikator-indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut
sangat diperlukan sebagai ukuran tidak langsung mengenai standar
dan penyimpangan yang diukur melalui sejumlah tolok ukur atau
ambang batas yang digunakan oleh organisasi merupakan penunjuk
derajat kepatuhan terhadap standar tersebut. Suatu indikator
merupakan suatu variabel (karakteristik) terukur yang dapat
digunakan untuk menentukan derajat kepatuhan terhadap standar
atau pencapaian tujuan mutu, di samping itu indikator juga
memiliki karakteristik yang sama dengan standar, misalnya
karakteristik itu harus reliabel, valid, jelas, mudah diterapkan,
sesuai dengan kenyataan, dan juga dapat diukur (Al-Assaf, 2010
dalam Waney, 2016).
26
(predisposing factors), yaitu terwujud dalan pengetahuan, sikap, dan
sebagainya; (2) faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang
terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya
ketersediaan fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
ketersediaan fasilitas untuk hand hygiene ; dan (3) faktor-faktor
pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
27
dan dapat menginterpretasikan ke kondisi sebenarnya.
Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan terhadap obyek
yang dipelajari.
(3) Aplikasi (application)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dengan
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-
perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip
prinsip siklus pemecahan masalah dari kasus kesehatan
kesehatan yang diberikan.
(4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen,
tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
(5) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria
yang sudah ada.
(6) Mencipta (creat)
Mencipta yaitu menempatkan beberapa elemen atau
mengambil semua unsur pokok secara bersama-sama
membangun suatu keseluruhan yang logis dan fungsional
serta membuat sesuatu yang memiliki fungsi atau
mengorganisasikan kembali elemen-elemen tersebut ke
dalam pola atau struktur yang baru.
28
c) Cara mengukur pengetahuan Hand Hygiene
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo,
2010).
2) Sikap
Sikap merupakan proses yang dinamik, sehingga media dan
kehidupan seseorang akan memengaruhinya. Sikap dapat
membantu personal karena adanya intensitas perasaan gagal.
Sikap berada disetiap orang sepanjang waktu dan secara spontan.
Berdasarkan uraian diatas, maka sikap memiliki tiga komponen
yaitu : (Dewi, 2011 dalam Waney, 2016).
a) Komponen kognisi yang berhubungan dengan beliefs, ide dan
konsep
b) Komponen afeksi yang berhubungan kehidupan emosional
seseorang
c) Komponen konasi yang merupakan kecenderungan yang
bertingkah laku.
29
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap, adalah :
a) Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalamam
pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat.
b) Pengaruh orang lain dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap
yang konformis atau searah dengan sikap orang yang
dianggap penting.
c) Faktor emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang
didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran
frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahan ego.
d) Cara mengukur sikap
Cara mengukur sikap terdapat beberapa metode diantaranya :
(Azwar, 2005 dalam Sulastri, 2017).
(1) Observasi perilaku
Untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu dapat
diperhatikan melalui perilakunya, sebab perilaku
merupakan salah satu indikator sikap individu.
(2) Pertanyaan langsung
Ada dua asumsi yang mendasari penggunaan metode
pertanyaan langsung guna mengungkapkan sikap.
Pertama, asumsi bahwa individu merupakan orang yang
paling tau mengenai dirinya. Kedua, asumsi
keterusterangan bahwa manusia mansia akan
mengemukakan secara terbuka apa yang di rasakannya.
(3) Pengungkapan langsung
Skala sikap (attitude scales) berupa kumpulan
pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. Salah
satu sifat skala sikap adalah isi pernyataanya yang dapat
berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan
pengukurannya akan tetapi dapat pula berupa pernyataan
30
tidak langsung yang tampak kurang jelas tujuan
pengukurannya bagi responden.
31
alkohol jell adalah sangat penting untuk membuat kepatuhan
menjadi optimal sesuai standar (Damanik SM, 2010 dalam
Utami, dkk., 2016).
3) Media
Adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan suatu
kelompok yang dapat dipergunakan untuk berbagai kegiatan
pembelajaran. Dalam pengertian ini media dipandang sebagai
komponen yang ada dalam lingkungan kelompok orang baik
lingkungan fisik, social, dan psikososial yang dapat
menimbulkan minat seseorang. Media juga didefinisikan sebagai
segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang
seseorang untuk bekerja. Jadi media dilihat sebagai alat fisik
dengan wujud tertentu yang digunakan untuk menyajikan suatu
pesan, sehingga dalam proses pembelajaran mampu
meningkatkan perhatian seseorang dalam proses bekerja atau
sebagai suatu saran untuk menimbulkan minat/rangsangan dalam
pekerjaannya (Kemenkes RI, 2011).
32
1) Motivasi
a) Pengertian motivasi
Menurut Walgito (2004) dalam Utami, dkk. (2016),
mendefinisikan motivasi merupakan keadaan dalam diri
individu atau organisme yang mendorong kepatuhan kearah
tujuan. Menurut Notoadmodjo (2018) motivasi, yaitu
dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan
seseorang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu
guna mencapai suatu tujuan. Yang dapat diamati adalah
kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan tersebut.
c) Sumber motivasi
Menurut Widayatun (2008) yang dikutip Utami, dkk. (2016),
sumber motivasi dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
(1) Motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari
dalam diri individu itu sendiri. Misalnya perasaan
nyaman pada pasien ketika berada di rumah bersalin.
33
(2) Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari
luar individu, misalnya saja dukungan verbal dan non
verbal yang diberikan oleh teman dekat atau keakraban
sosial.
(3) Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam
kondisi terjepit dan munculnya serentak serta
menghentak dan cepat sekali. Komponen Motivasi
b) Tujuan Supervisi
Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada
bawahan secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut
bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk dapat
34
melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik
(Suarli, 2009 dalam Sinaga, 2017).
c) Manfaat Supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan
diperoleh banyak manfaat, diantaranya adalah sebagai
berikut:
(1) Dapat lebih meningkatkan efektifitas kerja, peningkatan
ini erat kaitannya dengan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan
dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan
bawahan.
(2) Dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja, peningkatan
ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan
yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber
daya (tenaga, harta, dan sarana) yang sia-sia akan dapat
dicegah (Azwar 1996, dalam Nursalam, 2014).
35
D. Kerangka Teori
- Pengetahuan
- sikap
Ketersediaan fasilitas :
Gambar 2.2. Kerangka Teori Menurut Teori Lawrence Green (1980): Faktor
Predisposing, Enabling dan Reinforcing yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Perawat dalam Melakukan Hand Hygiene
Sumber : Notoatmodjo (2010) dan WHO (2009)
36