Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AYAT HUKUM TENTANG SUMPAH LI’AN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Ahkam

Dosen Pengampu: Muhammad Syarif Hidayat Lc, M.A.

Disusun Oleh:

1. Muhammad Ihsan Shultanika (2102016082)


2. Vivi Dania Ismillah (2102016057)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta
salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan pengikut beliau sampai
akhir zaman. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Ahkam,
selain itu makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai tujuan tentang
ayat hukum tentang sumpah li’an dan serba-serbinya.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Muhammad Syarif


Hidayat Lc, M.A. dan semua pihak yang telah membantu atas terbentuknya makalah
ini. Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat berguna bagi kami semua dan yang
tertuang dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun pembaca dalam
rangka khasanah keilmuan, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih kurang sempurna. Kami berharap kritik dan saran yang bersifat membangun
guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya. Hanya kepada Allah SWT kita serahkan
semua karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata.

Semarang, 12 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Sumpah Li’an


B. Ayat Hukum Tentang Sumpah Li’an Q.S. An-Nur: 6-10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya sampai matinya
salah seorang suami istri. Inilah sebenarnya yang dikehendaki Islam. Namun dalam
keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putusnya perkawinan itu dalam arti
bila hubungan perkawinan tetap dilanjutkan, maka kemudaratan akan terjadi. Dalam hal
ini Islam membenarkan putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha
melanjutkan rumah tangga. Putusnya perkawinan dengan begitu adalah suatu jalan keluar
yang baik.

Al-qur’an menggambarkan beberapa situasi dalam kehidupan suami istri yang


menunjukkan adanya keretakan dalam rumah tangga yang dapat berujung pada
perceraian. Keretakan dan kemelut rumah tangga itu bermula dari tidak berjalannya
aturan yang ditetapkan Allah bagi kehidupan suami istri dalam bentuk hak dan kewajiban
yang mesti dipenuhi kedua belah pihak. Allah menjelaskan beberapa usaha yang harus
dilakukan menghadapi permasalahan tersebut agar perceraian tidak sampai terjadi.
Dengan begitu Allah mengantisipasi kemungkinan terjadinya perceraian dan
menempatkan perceraian itu sebagai alternatif terakhir yang tidak mungkin dihindarkan.

Adapun salah satu faktor terjadinya perselisihan antara suami isteri adalah suami
telah bersumpah bahwa istrinya telah melakukan perbuatan serong atau berzina dengan
laki-laki lain yang disebut li'an. Dengan terjadinya sumpah li’an ini maka terjadilah
perceraian antara suami istri tersebut dan antara keduanya tidak boleh terjadi perkawinan
kembali untuk selamanya.
B. Rumusan Masalah
A. Pengertian Sumpah Li’an?
B. Bagaimana Tafsir Ayat-ayat Hukum Tentang Sumpah Li’an Q.S. An-Nur ayat 6-10?
C. Tujuan Penulisan
A. Mengetahui pengertian sumpah li’an dan serba-serbi tentang li’an.
B. Mengetahui dengan jelastafsir ayat-ayat hukum tentang sumpah li’an Q.S. An-Nur
ayat 6-10.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sumpah Li’an

Secara etimologis, kata li’an berasal dari bahasa Arab, dari susunan fi’il (kata

kerja) ‫ لعن‬-‫ یلعن‬-‫ لعن‬yang berarti laknat, kutukan atau saling melaknat.1 Ada juga
yang mengatakan li’an berarti ‫الطرد واإلبعاد من رحمة هللا تعالى‬ yaitu meny
ingkar dan menjauh dari rahmat Allah. Dinamakan demikian, karena masing-masing
suami istri bersumpah bersedia mendapatkan laknat Allah jika masing-masing
berbohong. 2

Secara terminologi, banyak ahli fiqh yang mendefinisikan li’an sebagai


berikut:3

● Ḥanafīyah dan Ḥanābilah mendefinisikan li’ān dengan ‘persaksian yang dikuatkan


dengan sumpah yang disertai dengan kesediaan mendapat laknat dari pihak suami dan
kesediaan mendapat murka dari pihak isteri sebagai bentuk hukuman atas tuduhan
berbuat zina dari pihak suami dan berposisi sebagai hukuman zina atas istri.
● Mālikīyah mendefinisikan li’an dengan ‘sumpah seorang suami muslim yang
mukallaf karena melihat isterinya berzina atau tidak mengakui kehamilan isterinya;
serta sumpah dari pihak isteri yang menolak tuduhan suami dan dihadiri oleh hakim,
baik pernikahan itu sah maupun fasid.
● Syafi’iyah mendefinisikannya dengan ‘kalimat (sumpah) yang sudah diketahui, yang
dijadikan bukti bagi orang yang menuduh zina orang yang telah menodai tempat
tidurnya sehingga mengakibatkan dia mendapat aib karenanya, atau karena tidak
mengakui anaknya.
Maka dapat disimpulkan bahwasanya li’an adalah sumpah yang diucapkan
suami ketika menuduh istrinya telah berzina atau penolakannya terhadap kehamilan
istrinya darinya, sedangkan ia tidak mempunyai empat orang saksi yang melihat
sendiri perbuatan itu dengan empat kali kesaksian bahwa ia termasuk orang yang

1
Dr. Moh Ali Wafa. Hukum Perkawinan di Indonesia Sebuah Kajian dalam Hukum Islam dan Hukum Materil.
(Tangerang: YASMI, 2018). Hlm. 129.
2
Dr. Iffah Muzammil. Fiqh Munakahat. (Tangerang: Tira Smart, 2019). Hlm. 169.
3
Ibid. hlm. 170.
benar dalam tuduhannya, kemudian pada sumpah kesaksian yang ke lima ia meminta
kutukan Allah SWT seandainya ia berdusta.

➢ Syarat dan Rukun Li’an:

Di syariatkannya li’an adalah untuk menjaga hubungan suci antara anak


dengan bapaknya (nasab) sehingga keturunannya menjadi jelas dan tidak kacau serta
tidak ada ke ragu-raguan. Dalam melakukan li’an suami tidak boleh hanya
berdasarkan desas-desus, fitnahan, atau tuduhan dari orang lain. Rukun li’an yaitu:

1. Suami: tidak akan jatuh li’an apabila yang menuduh zina atau yang
mengingkari anak itu laki-laki lain yang tidak mempunyai ikatan pernikahan
(bukan suaminya).
2. Istri: tidak akan jatuh li’an apabila yang dituduh tersebut bukan istrinya.
3. Shighat atau lafadz: yaitu lafadz yang menunjukkan tuduhan zina atau
pengingkaran kandungan kepada istrinya.

Sedangkan untuk syarat-syarat li’an yaitu:4

1. Pasangan tersebut masih berstatus suami isteri, sekalipun isteri belum digauli
atau isteri masih dalam masa iddah thalaq raj’i. Akan tetapi, jumhur ulama
menyatakan bahwa li’an tetap sah terhadap isteri yang dalam thalaq ba’in.
2. Status perkawinan mereka adalah nikah yang sah. Tetapi menurut pendapat
beberapa kalangan jumhur ulama, li’an juga sah dilakukan dalam nikah fasid
karena adanya masalah nasab (keturunan) dalam nikah fasid tersebut.
3. Adanya tuduhan zina dari suami kepada isterinya.
4. Suami tidak dapat mendatangkan bukti, buktinya adalah dengan
mendatangkan empat orang saksi yang benar-benar menyaksikan perzinaan
tersebut.
5. Isteri mengingkari tuduhan suaminya dan tetap teguh pada pendiriannya
sampai selesainya li’an.
6. Dilakukan di hadapan hakim. Jika seorang suami menuduh isterinya
melakukan zina, namun mereka berdua tidak mengadukan permasalahan
tersebut kepada hakim, maka isteri tersebut tetap menjadi isterinya.

4
Dr. Hidayatullah M.H. Fiqh Ibadah Muamalah Munakahat Mawaris Jinayat dan Siyasah. (Banjarmasin:
Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari. 2019). Hlm. 171.
➢ Tata Cara Pelaksanaan Li’an:

Tata cara pelaksanaan li’an menurut Pasal 127 Kompilasi Hukum Islam menjelaskan
tentang tata cara li’an yaitu:5

a. Suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina atau pengingkaran
anak tersebut diikuti sumpah kelima dengan kata-kata “Laknat Allah atas
dirinya apabila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dusta”.
b. Istri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dengan sumpah empat
kali dengan kata “tuduhan dan atau pengingkaran tersebut tidak benar, diikuti
sumpah kelima dengan kata-kata murka Allah atas dirinya tuduhan dan atau
pengingkaran tersebut benar”.
c. Tata cara pada huruf a dan huruf b tersebut merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan.
d. Apabila tata cara huruf a tidak diikuti dengan tata cara huruf b, maka dianggap
tidak terjadi li’an.
e. Li’an hanya sah apabila dilakukan dihadapan sidang pengadilan agama.6

➢ Akibat Li’an dalam Perkawinan

Adapun akibat dari li’an, maka terjadilah perceraian antara keduanya (suami-istri)
untuk selama-lamanya. Akibat li’an diantaranya: 7

1. Suami yang mengucapkan li’an bebas dari ancaman had qadzaf, dalam arti
tuduhan yang dilemparkan itu dinyatakan benar.
2. Pernyataan yang dituduhkan suami berarti betul terjadi atau ternyata secara
hukum istri telah berzina.
3. Istri yang di-li’an bebas dari had zina, dengan begitu secara hukum dia tidak
berbuat zina.

5
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 127.
6
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 128.
7
Dr. Moh Ali Wafa. Hukum Perkawinan di Indonesia Sebuah Kajian dalam Hukum Islam dan Hukum Materil.
(Tangerang: YASMI, 2018). Hlm. 137.
4. Hubungan nasab antara suami yang me-li’an dengan anak yang dikandung
istrinya itu terputus dan untuk selanjutnya nasab anak dihubungkan kepada
ibunya.
5. Wanita yang pernikahannya dibatalkan karena li’an, maka dalam masa
iddahnya ia tidak berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal.
6. Wanita yang telah melakukan li’an tidak boleh dituduh melakukan zina
Barangsiapa yang menuduh wanita telah melakukan li’an dengan tuduhan
bahwa ia melakukan zina, maka orang yang menuduh ditetapkan hadd qadzaf.

B. Tafsir Ayat-ayat Hukum Tentang Sumpah Li’an Q.S. An-Nur ayat 6-10
Ayat tentang hukum li’an yaitu:

ٍ ‫ون َأ ْز َوا َجهُ ْم َولَ ْم يَ ُك ْن لَهُ ْم ُشهَ َدا ُء ِإاَّل َأ ْنفُ ُسهُ ْم فَ َشهَا َدةُ َأ َح ِد ِه ْم َأرْ بَ ُع َشهَا َدا‬
‫ت‬ َ ‫ين يَرْ ُم‬ َ ‫َوالَّ ِذ‬
َ ِ‫بِاهَّلل ِ ِإنَّهُ لَ ِم َن الصَّا ِدق‬
‫ين‬
Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), namun mereka tidak
memiliki saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah
bersumpah empat kali dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya ia benar (dalam
tuduhan nya). Q.S. An-Nur ayat 6

‫ان ِم َن ْال َكا ِذبِين‬ َ َ‫َو ْال َخا ِم َسةُ َأ َّن لَ ْعن‬
َ ‫ت هَّللا ِ َعلَ ْي ِه ِإ ْن َك‬
Dan sumpah yang kelima, yaitu laknat Allah atasnya, jika ia termasuk
orang-orang yang berdusta. (Q.S. An-Nur ayat 7)

َ ِ‫ت بِاهَّلل ِ ِإنَّهُ لَ ِم َن ْال َكا ِذب‬


‫ين‬ َ ‫َويَ ْد َرُأ َع ْنهَا ْال َع َذ‬
ٍ ‫اب َأ ْن تَ ْشهَ َد َأرْ بَ َع َشهَا َدا‬
Dan istri itu terhindar dari hukuman apabila dia bersumpah empat kali atas
nama Allah bahwa dia (suaminya) benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta.
(Q.S. An-Nur ayat 8)

‫ين‬ َ ‫ب هَّللا ِ َعلَ ْيهَا ِإ ْن َك‬


َ ِ‫ان ِم َن الصَّا ِدق‬ َ ‫َو ْال َخا ِم َسةَ َأ َّن َغ‬
َ ‫ض‬
Dan (sumpah) yang kelima bahwa kemurkaan Allah akan menimpanya (istri),
jika dia (suaminya) itu termasuk orang yang berkata benar. (Q.S. An-Nur ayat 9)

‫َولَ ْواَل فَضْ ُل هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمتُهُ َوَأ َّن هَّللا َ تَ َّوابٌ َح ِكي ٌم‬
Dan sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu
(niscaya kamu akan menemui kesulitan). Dan sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat, lagi Maha Bijaksana. (Q.S. An-Nur ayat 10)
➢ Asbabun Nuzul
Imam Bukhari, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas
“Bahwasanya Hilal bin Umayyah melakukan qadzaf (melakukan tuduhan zina)
terhadap istrinya di hadapan Rasulullah bahwa istrinya itu telah berzina dengan
Syarik bin Sahma Lalu Rasulullah berkata kepada Hilal, Ajukanlah bayyinah (empat
orang saksi), atau jika tidak, maka hukuman had (cambuk) pada punggungmu.’ Lalu
Hilal bin Umayyah berkata, ‘Ya Rasulullah, jika salah seorang dari kami melihat
seorang laki-laki asing bersama dengan istrinya, maka apakah ia harus pergi mencari
saksi-saksi!’

Lalu Rasulullah kembali bersabda, Ajukanlah bayyinah (empat orang saksi), atau
jika tidak, maka hukuman had pada punggungmu.’ Lalu Hilal bin Umayyah berkata,
‘Demi Zat Yang telah mengutus anda dengan haq sesungguhnya aku adalah orang
yang berkata benar dan jujur dan sungguh Allah akan menurunkan apa yang
membebaskan punggungku dari hukuman had.’ Lalu Jibril turun dengan membawa
wahyu berupa ayat-ayat ini. Lalu Rasulullah membacakannya hingga ayat, ‘in kaana
minashiqiina.” (HR Bukhari, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)

➢ Makna Kata Penting


● ‫ =فشهادة أحدهم‬bersaksi untuk menghapus had qadzaf dengan empat kali sumpah atas
nama Allah bahwa sesungguhnya Ia jujur dan benar tentang apa yang dia tuduhkan
kepada tertuduh zina.
● ‫ =لعنة هللا‬murka-Nya dan amarah-Nya, bila dikembalikan pada asal kata berarti kutukan
atau jauh dari rahmat Allah. Oleh karena itu, dikatakan Li’an yakni karena ada
perbuatan laknat di dalam sumpah tersebut.
● ‫ = َويَ ْد َرُأ‬mendorong atau menangkis, disini diartikan sebagai membantah perkara
yang terjadi dan menjadikan sebagian mendorong sebagian yang lain.
● ‫ =العذاب‬yang dimaksud adalah adzab duniawi yaitu had dera (cambuk/rajam)
yang diterapkan akibat dari zina di ayat yang lalu.
● ٌ‫ = تَ َّواب‬sangat banyak taubat yang kembali pada orang yang kembali dari kemasiatan.
Taubat itu berupa rahmat dan maghfiroh.
● ‫ =حكيم‬meletakkan sesuatu pada tempatnya dan mensyariatkan hukum-hukum
yang di dalamnya ada kemaslahatan para hamba.
➢ Tafsir Kemenag
Ayat ini menerangkan bahwa suami yang menuduh istrinya berzina, dan ia
tidak dapat mendatangkan empat orang saksi yang melihat sendiri perbuatan zina
yang dituduhkan itu, maka ia diminta untuk bersumpah demi Allah sebanyak empat
kali bahwa istrinya itu benar-benar telah berzina. Sumpah empat kali itu untuk
pengganti empat orang saksi yang diperlukan bagi setiap orang yang menuduh
perempuan berzina.
Seorang suami menuduh istrinya berzina adakalanya karena ia melihat sendiri
istrinya berbuat mesum dengan laki-laki lain atau karena istrinya hamil, atau
melahirkan, padahal ia yakin bahwa janin yang ada di dalam kandungan istrinya atau
anak yang dilahirkan istrinya itu bukanlah dari hasil hubungan dengan istrinya itu.
Untuk menyelesaikan kasus semacam ini, suami membawa istrinya ke
hadapan yang berwenang dan di sanalah dinyatakan tuduhan kepada istrinya. Maka
yang berwenang menyuruh suaminya bersumpah empat kali, sebagai pengganti atas
empat orang saksi yang diperlukan bagi setiap menuduh perempuan berzina, bahwa ia
adalah benar dengan tuduhannya. Kata-kata sumpah itu atau terjemahannya adalah:
(Demi Allah Yang Maha Agung, saya bersaksi bahwa sesungguhnya saya benar di
dalam tuduhanku terhadap istriku "si Fulan" bahwa dia berzina) Sumpah ini diulang
empat kali.
Setelah menjelaskan ketentuan hukum terhadap penuduh zina secara umum,
Allah lalu menguraikan hukum apabila seorang suami menuduh istrinya berzina. Dan
orang-orang yang menuduh istrinya berzina, padahal mereka tidak mempunyai
saksi-saksi yang menguatkan tuduhan itu selain diri mereka sendiri, maka kesaksian
masing-masing orang itu, yaitu suami, ialah empat kali bersumpah dengan nama
Allah, bahwa sesungguhnya dia termasuk orang yang berkata benar. Dan sumpah
yang kelima adalah bahwa laknat Allah akan menimpanya jika dia termasuk orang
yang berdusta dalam tuduhan yang dialamatkan kepada istrinya.
Usai menjelaskan langkah yang harus ditempuh oleh suami jika menuduh
istrinya berzina, Allah lalu memberi kesempatan bagi istri untuk menunjukkan
kesuciannya dan kedustaan tuduhan sang suami. Bila istri tidak membantah tuduhan
suami maka ia dianggap bersalah dan berhak dijatuhi hukuman zina. Dan istri itu
terhindar dari hukuman zina apabila dia bersumpah empat kali atas nama Allah dalam
sumpahnya bahwa dia, yaitu suaminya, benar-benar termasuk orang-orang yang
berdusta dalam tuduhannya, dan sumpah yang kelima bahwa kemurkaan Allah akan
menimpanya, yaitu istri, jika dia, yaitu suami, itu termasuk orang yang berkata benar.
Dan seandainya bukan karena karunia Allah yang menurunkan Al-Qur'an dan
rahmat-Nya dalam menerima tobat hamba-Nya dan menetapkan hukum yang
bijaksana kepadamu, niscaya kamu akan menemui kesulitan. Dan sesungguhnya
Allah Maha Penerima Tobat, Maha Bijaksana.

➢ Kandungan Ayat
1. Ayat-ayat di atas menunjukkan tentang pensyari’atan hukum li’an di antara suami
istri dan tata caranya. Di sini harus dijelaskan sejumlah hukum yang telah
dijelaskan landasan-landasannya oleh fuqaha secara jelas. Li‘an adalah sumpah
seorang suami untuk meneguhkan tuduhannya bahwa istrinya telah berzina
dengan laki-laki lain. Sumpah itu dilakukan suami karena istrinya telah
menyanggah tuduhan suaminya itu, sementara suami sendiri tidak memiliki
saksi-saksi atas tuduhan zina-nya.
2. Ayat-ayat li'an dan ayat qadzaf, ayat-ayat li’an posisinya adalah membatasi
keumuman ayat qadzaf. Oleh karena itu, ayat qadzaf khusus untuk kasus qadzaf
terhadap kaum perempuan muhshonat selain istri, sedangkan ayat ayat li’an
khusus untuk kasus qadzaf terhadap istri. Implikasi hukum perbuatan qadzaf
adalah hukuman had saja. Sehingga implikasi tindakan qadzaf terhadap istri
adalah hukuman had atau li’an.
3. Hikmah li’an adalah memberikan keringanan bagi para suami. Sebab terlalu sulit
dan sangat dilematis jika mereka harus melakukan pembuktian terhadap perbuatan
zina zina istri mereka dengan empat orang saksi.
4. Jumhur ulama berpendapat bahwa redaksi li’an dalam bentuk sumpah, bukan
syahadat. Berdasarkan Pandangan ini, jumhur tidak mensyaratkan untuk kedua
belah pihak yang melakukan li’aan mensyaratkan kedua belah pihak yang
melakukan li’aan harus memiliki ahliyyah, kelayakan, kepatutan, kapasitas untuk
menjadi saksi. Sehingga li’aan bisa dilakukan di antara pasangan suami istri yang
beragama Islam, di antara pasangan suami istri non-Muslim, di antara pasangan
suami istri yang adil, di antara pasangan suami istri yang fasik, baik apakah
mereka berdua berstatus merdeka maupun budak.
5. Hikmah di balik pengucapan sumpah dalam li’an secara berulang-ulang adalah
sebagai bentuk sikap keras dan tegas menyangkut suatu urusan krusial yang
berkonsekuensi hukuman had, celaan, terputusnya ikatan pernikahan, penafian
nasab anak jika ada, dan diharamkannya kedua belah pihak untuk bersatu kembali
selamanya.
6. Apabila ada seorang suami menyangkal atau ia ingin menyatakan kalau kehamilan
itu bukanlah dari dirinya, ia bisa melakukan li’an. jika istri hamil, suami
melakukan li’an sebelum istri melahirkan. Karena tidak ada li’an antara suami dan
istri setelah habis masa iddah.
7. Suami melakukan li’an untuk menghalau hukuman hadd qadzaf dari dirinya,
sedangkan istri melakukan li’an untuk menghalau hukuman hadd zina dari
dirinya.
8. Jika ada seorang suami melakukan qadzaf namun ia tidak melakukan li’an, ia
dikenai hukuman had qadzaf. Demikian pula Apabila istri tidak mau melakukan
li’an, ia dihukum rajam menurut pendapat jumhur.
9. Dari ayat dan kisah di atas bisa dipahami tentang mekanisme dan tata cara lian.
Yaitu, hakim berkata kepada suami, “Ucapkanlan sebanyak empat kali, ‘Aku
bersaksi demi Allah, bahwa sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang benar
dan jujur.” Sedangkan pada sumpah yang kelima, si hakim berkata kepadanya,
“Ucapkanlah, “Laknat Allah atas dirinya (si suami) jika ia ternyata termasuk
orang-orang yang berbohong.” Sedangkan, untuk si istri, ia bersaksi sebanyak
empat kali, ‘Aku bersaksi demi Allah, sesungguhnya ia adalah termasuk
orang-orang yang berbohong.” Sedangkan pada kali yang kelima, ia berkata,
“Murka Allah SWT atas dirinya (si istri) jika ternyata ia termasuk orang-orang
yang benar dan jujur.” Dalam li’aan, kedua belah pihak yang melakukan li’an,
masing-masing harus mengucapkan sumpah sebanyak lima kali. Suami tidak
boleh mengganti kata-kata laknat dengan kata-kata murka. Begitu pula sebaliknya,
istri tidak boleh mengganti kata-kata murka dengan katakata laknat.
10. Apabila istri hamil, lalu suami ingin menyatakan kalau kehamilan istri itu
bukanlah dari dirinya, dalam li’annya, ia berkata, “Dan sesungguhnya kehamilan
itu bukanlah dari diriku.” Ini adalah pendapat jumhur ulama. Proses li’aan
dilakukan dengan dihadiri oleh sejumlah orang Islam yang adil.
11. Sejumlah konsekuensi dan dampak li’aan. Pertama, gugurnya had qadzaf dari diri
suami, dan ditetapkannya ancaman hukuman hadd zina atas istri. Kedua, li an
juga berimplikasi penafian anak sebagaimana yang ditetapkan dalam kasus Hilal
bin Umayyah di atas. Ketiga, li an juga berkonsekuensi terjadinya furqah
(diharamkannya kedua belah pihak untuk bersatu kembali selamanya).
12. Ulama mengatakan, haram bagi seseorang melakukan qadzaf terhadap istrinya,
kecuali jika ia memang benar-benar mengetahui perzinahan yang dilakukannya
atau memiliki dugaan yang sangat kuat terhadapnya. Yang lebih utama bagi suami
adalah lebih baik mentalaknya saja, demi menutupi aib istri, selama memang
melakukan furqah terhadap istri tidak memunculkan dampak buruk. Jika istri
melahirkan seorang anak yang diketahui suami dengan yakin bahwa anak itu
bukanlah dari dirinya, ia wajib untuk menafikan dan menyangkal nasab anak itu,
dalam arti ia harus menyatakan bahwa anak itu bukanlah anaknya. Jika ia tidak
melakukannya, berarti ia adalah orang yang menasabkan kepada dirinya seorang
anak yang sebenarnya bukanlah anaknya. Itu adalah haram, sebagaimana haram
baginya tidak mengakui nasab seorang anak yang sebenarnya anak itu adalah
memang anaknya.

➢ Makna Ayat Secara Global


Dan suami-suami yang melontarkan tuduhan zina kepada istri-istri mereka,
akan tetapi mereka tidak memiliki saksi-saksi yang mendukung tuduhan mereka,
kecuali mereka sendiri, maka suami harus bersaksi di hadapan hakim sebanyak
empat kali dengan mengatakan, “Saya bersaksi dengan Nama Allah bahwa
sesungguhnya saya benar dalam tuduhan zina yang saya alamatkan kepadanya.”
Dan pada persaksian kelima, dia menambahkan doa keburukan atas dirinya untuk
mendapatkan laknat Allah, jika dia dusta dalam ucapannya itu.

Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas
nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang
dusta. Dan andaikata tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan
(andaikata) Allah bukan Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana, (niscaya kamu
akan mengalami kesulitan-kesulitan).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Li’an adalah sumpah yang diucapkan suami ketika menuduh istrinya telah
berzina atau penolakannya terhadap kehamilan istrinya darinya, sedangkan ia tidak
mempunyai empat orang saksi yang melihat sendiri perbuatan itu dengan empat kali
kesaksian bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya, kemudian pada
sumpah kesaksian yang ke lima ia meminta kutukan Allah SWT seandainya ia
berdusta.

Dalam melakukan li’an suami tidak boleh hanya berdasarkan desas-desus,


fitnahan, atau tuduhan dari orang lain. Rukun li’an yaitu: Suami, Istri, Shighat atau
lafadz yaitu lafadz yang menunjukkan tuduhan zina. Sedangkan untuk syarat-syarat
li’an yaitu: Pasangan tersebut masih berstatus suami isteri, Status perkawinan mereka
adalah nikah yang sah, Adanya tuduhan zina dari suami kepada isterinya, Suami tidak
dapat mendatangkan bukti, Isteri mengingkari tuduhan suaminya dan tetap teguh pada
pendiriannya sampai selesainya li’an, dan dilakukan di hadapan hakim.

Adapun akibat dari li’an, maka terjadilah perceraian antara keduanya


(suami-istri) untuk selama-lanamya. Akibat li’an diantaranya: Suami yang
mengucapkan li’an bebas dari ancaman had qadzaf, Pernyataan yang dituduhkan
suami berarti betul terjadi atau ternyata secara hukum istri telah berzina, Istri yang
di-li’an bebas dari had zina, Hubungan nasab antara suami yang me-li’an dengan anak
yang dikandung istrinya itu terputus dan untuk selanjutnya nasab anak dihubungkan
kepada ibunya, Wanita yang pernikahannya dibatalkan karena li’an, maka dalam masa
iddahnya ia tidak berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal, dan Wanita yang
telah melakukan li’an tidak boleh dituduh melakukan zina

B. Saran
Demikian makalah ini dibuat, penulis menyadari masih banyak kesalahan dan
kekeliruan yang terdapat dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi penulisan
maupun segi pembahasan. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan kritikan yang
bersifat membangun sehingga dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya dapat
lebih sempurna. Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Ad Dailami, Abu Usamah. 2020. Tafsir Surat an-Nur Ayat 6-1, Li’an, bila Suami mendapati
Istrinya Selingkuh. Artikel Islami.
Aufal Marom, Ahmad. 2013. Tafsir Ahkam Tentang Had Qadzaf dan Sumpah Li;an”. IAIN
Walisongo. Makalah.
Hidayatullah. Fiqh Ibadah Muamalah Munakahat Mawaris Jinayat dan Siyasah.
(Banjarmasin: Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari. 2019).

Kompilasi Hukum Islam

Muzammil, Iffah. Fiqh Munakahat. (Tangerang: Tira Smart, 2019).

Wafa, Moh Ali. Hukum Perkawinan di Indonesia Sebuah Kajian dalam Hukum Islam dan
Hukum Materil. (Tangerang: YASMI, 2018).

Anda mungkin juga menyukai