Anda di halaman 1dari 35

EVALUASI PROSES DAN EVALUASI HASIL BELAJAR SD

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi dan Asesmen Pendidikan Dasar

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ani Rusilowati, M. Pd.
Dr. Wiwi Isnaeni, BA, M. S.

Disusun oleh:
Fauzan Nafis Firdaus (0103521015)
Rodika Adi Lesmana (0103521091)

Rombel 2
PROGAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatulahi Wabarakatuh


Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan nikmat iman dan islam kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam., beserta keluarga, sahabat, dan generasi penerusnya yang kita nantikan syafa’atnya di
hari akhir. Aamiin.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Inovasi Pembelajaran Bahasa Sekolah Dasar kami
menyusun makalah yang berjudul “Evaluasi Proses dan Evaluasi Hasil Belajar SD”.
Dalam proses menyusun makalah ini, tentunya kami tidak melaksanakannya sendiri. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada orang tua kami, dosen pengampu mata kuliah
Evaluasi dan Asesmen Pendidikan Dasar, Prof. Dr. ANI RUSILOWATI, M. Pd. Dan Dr. Wiwi
Isnaeni, BA, M. S, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan kepada kami.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kami menyadari makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
kepada para pembaca demi pembuatan makalah yang lebih baik lagi.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Semarang, 1 September 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sebuah program. Program melibatkan sejumlah komponen yang


bekerja sama dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan yang diprogramkan, untuk mengetahui
apakah penyelengaraan program dapat mencapai tujuanya secara efektif dan efisien, maka perlu
dilakukan evaluasi. Untuk itu evaluasi dilakukan atas komponen-komponen dan proses kerjanya
sehingga apabila terjadi kegagalan dalam mencapai tujuan dapat ditelusuri komponen dan proses
yang menjadi sumber kegagalan.
Mengadakan evaluasi setelah pelaksanaan pembelajaran selesai, merupakan langkah wajib
yang dilakukan oleh guru. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan
pembelajaran yang ditetapkan. Evaluasi merupakan subsistem yang sangat penting dan sangat di
butuhkan dalam setiap sistem pendidikan, karena evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh
perkembangan atau kemajuan hasil pendidikan.
Dengan evaluasi, maka maju dan mundurnya kualitas pendidikan dapat diketahui, dan
dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar
untuk berubah menjadi lebih baik ke depan.Tanpa evaluasi, kita tidak bisa mengetahui seberapa
jauh keberhasilan peserta didik dan prgorman yang ada, dan tanpa evaluasi pula kita tidak akan ada
perubahan menjadi lebih baik, maka dari itu secara umum evaluasi adalah suatu proses sistemik
umtuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program.
Evaluasi adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan standar criteria.
Pengukuran dan evaluasi merupakan dua kegiatan yang berkesinambuangan. Evaluasi dilakukan
setelah dilakukan pengukuran dan keputusan evaluasi dilakukan berdasarkan hasil pengukuran.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan criteria yang
ditetapkan. Oleh karena itu terdapat dua kegiatan dalam melakukan evaluasi yaitu melakukan
pengukuran dan membuat keputusan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan kriterianya.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa konsep dasar evaluasi, penilaian, pengukuran, dan tes?

2. Apa tujuan dan fungsi evaluasi pembelajaran?

3. Apa ruang lingkup evaluasi pembelajaran?

4. Apa prinsip-prinsip umum evaluasi?


1.3 Tujuan

1. Mahasiswa dapat memahami konsep dasar evaluasi, penilaian, pengukuran, dan tes.

2. Mahasiswa dapat memahami tujuan dan fungsi evaluasi pembelajaran.

3. Mahasiswa dapat memahami ruang lingkup evaluasi pembelajaran.

4. Mahasiswa dapat memahami prinsip-prinsip umum evaluasi.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tes, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
2.1.1 Tes
Istilah tes berasal dari bahasa latin “testum” yang berarti sebuah piring atau jambangan dari
tanah liat. Istilah tes ini kemudian dipergunakan dalam lapangan psikologi dan selanjutnya hanya
dibatasi sampai metode psikologi, yaitu suatu cara untuk menyelidiki seseorang. Penyelidikan
tersebut dilakukan mulai dari pemberian suatu tugas kepada seseorang atau untuk menyelesaikan
suatu masalah tertentu. Sebagaimana dikemukakan Sax (1980 : 13) bahwa “a test may be defined as
a task or series of task used to obtain systematic observations presumed to be representative of
educational or psychological traits or attributes”. (tes dapat didefinisikan sebagai tugas atau
serangkaian tugas yang digunakan untuk memperoleh pengamatan-pengamatan sistematis, yang
dianggap mewakili ciri atau aribut pendidikan atau psikologis). Istilah tugas dapat berbentuk soal
atau perintah/suruhan lain yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Hasil kuantitatif ataupun
kualitatif dari pelaksanaan tugas itu digunakan untuk menarik simpulan-simpulan tertentu terhadap
peserta didik. Sementara itu, S. Hamid Hasan (1988 : 7) menjelaskan “tes adalah alat pengumpulan
data yang dirancang secara khusus. Kekhususan tes dapat terlihat dari konstruksi butir (soal) yang
dipergunakan”. Rumusan ini lebih terfokus kepada tes sebagai alat pengumpul data. Memang
pengumpulan data bukan hanya ada dalam prosedur penelitian, tetapi juga ada dalam prosedur
evaluasi. Dengan kata lain, untuk mengumpulkan data evaluasi, guru memerlukan suatu alat, antara
lain tes. Tes dapat berupa pertanyaan. Oleh sebab itu, jenis pertanyaan, rumusan pertanyaan, dan
pola jawaban yang disediakan harus memenuhi suatu perangkat kriteria yang ketat. Demikian pula
waktu yang disediakan untuk menjawab soal-soal serta administrasi penyelenggaraan tes diatur
secara khusus pula. Persyaratan-persyaratan ini berbeda dengan alat pengumpul data lainnya.
Dari pemahaman di atas, pada dasarnya tes adalah sebuah instrumen atau prosedur yang
sistematis untuk mengukur sebuah sampel perilaku dengan mengajukan seperangkat pertanyaan
dalam suatu cara yang seragam.

2.1.2 Pengukuran
Pada dasarnya pengukuran dalam bahasa Inggris disebut measurement. Ahmann dan Glock dalam
S.Hamid Hasan (1988 : 9) menjelaskan ‘in the last analysis measurement is only a part, although a
very substansial part of evaluation. It provides information upon which an evaluation can be
based… Educational measurement is the process that attempt to obtain a quantified representation
of the degree to which a trait is possessed by a pupil’. (dalam analisis terakhir, pengukuran hanya
merupakan bagian, yaitu bagian yang sangat substansial dari evaluasi. Pengukuran menyediakan
informasi, di mana evaluasi dapat didasarkan ... Pengukuran pendidikan adalah proses yang
berusaha untuk mendapatkan representasi secara kuantitatif tentang sejauh mana suatu ciri yang
dimiliki oleh peserta didik). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Wiersma dan Jurs (1985),
bahwa “technically, measurement is the assignment of numerals to objects or events according to
rules that give numeral quantitative meaning”. (secara teknis, pengukuran adalah pengalihan dari
angka ke objek atau peristiwa sesuai dengan aturan yang memberikan makna angka secara
kuantitatif). Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa pengukuran adalah suatu proses atau
kegiatan untuk menentukan kuantitas daripada sesuatu. Kata “sesuatu” bisa berarti peserta didik,
guru, gedung sekolah, meja belajar, white board, dan sebagainya. Dalam proses pengukuran, tentu
guru harus menggunakan alat ukur (tes atau non-tes). Alat ukur tersebut harus standar, yaitu
memiliki derajat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Dalam bidang pendidikan, psikologi, maupun
variabel-variabel sosial lainnya, kegiatan pengukuran biasanya menggunakan tes. Dalam sejarah
perkembangannya, aturan mengenai pemberian angka ini didasarkan pada teori pengukuran
psikologi yang dinamakan psychometric. Namun demikian, boleh saja suatu kegiatan evaluasi
dilakukan tanpa melalui proses pengukuran.
Namun dalam pengertian yang lebih umum, pengukuran (measurement) adalah proses
pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana sesuatu
telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran berkaitan erat dengan proses pencarian atau
penentuan nilai kuantitatif. Pengukuran diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut
atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau objek tertentu menurut aturan atau
formulasi yang jelas. Dalam definisi yang sama, pengukuran adalah sebuah kegiatan atau upaya
yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala, peristiwa atau benda, sehingga
hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
Dari berbagai penjelasan di atas, pada dasarnya pengukuran itu adalah tes yang digunakan
untuk mengumpulkan informasi, dan informasi tersebut dihadirkan dalam bentuk pengukuran.
Selain itu, pengukuran tersebut kemudian digunakan untuk membuat evaluasi. Dengan demikian,
inilah keterkaitan erat antara tes, pengukuran dan juga evaluasi.
Selain itu, dari berbagai pemahaman tentang pengukuran di atas, itu berarti bahwa
pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu. Sesuatu di sini
bisa berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar, dan semacamnya. Dalam proses
pengukuran, guru harus menggunakan alat ukur baik yang tes maupun non-tes. Alat ukur tersebut
harus standar, yaitu memiliki derajat validitas dan reliabilitas tinggi. Dalam bidang pendidikan,
psikologi, maupun variabel sosial lainnya, kegiatan pengukuran biasanya menggunakan tes.
Selain itu, pengukuran dari segi caranya dibedakan menjadi dua, yaitu pengukuran secara
langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung berarti dalam proses pemberian angka atas
suatu hal atau benda tertentu yang dilakukan secara langsung dengan membandingkan sesuatu yang
kita ukur tersebut dengan kriteria atau pembanding tertentu, dan biasanya hasilnya akan mendekati
kevalidan atau mendekati kondisi yang sebenarnya. Sedangkan pengukuran secara tidak langsung
adalah pengukuran yang dilakukan dengan jalan mengukur lewat indikator-indikator atau gejala-
gejala yang menggambarkan sesuatu yang diukur.

2.1.3 Penilaian (assesment)


Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah assessment, bukan dari istilah evaluation.
Dalam proses pembelajaran, penilaian sering dilakukan guru untuk memberikan berbagai informasi
secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil yang telah dicapai peserta didik.
Artinya, penilaian tidak hanya ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, tetapi
bersifat menyeluruh yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai.
Sementara itu, Anthony J.Nitko (1996 : 4) menjelaskan “assessment is a broad term defined as a
process for obtaining information that is used for making decisions about students, curricula and
programs, and educational policy”. (penilaian adalah suatu proses untuk memperoleh informasi
yang digunakan untuk membuat keputusan tentang peserta didik, kurikulum, program, dan
kebijakan pendidikan).
Dalam kaitan ini, menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007
tentang Standar Penilaian Pendidikan dan juga Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, penilaian adalah proses pengumpulan
dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Hal ini
dinyatakan secara lebih tegas lagi dalam Rancangan Penilaian Hasil Belajar yang menyatakan
bahwa penilaian adalah rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data
tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Dari sinilah kemudian akan terlihat bahwa penilaian yang ideal adalah penilaian yang menyangkut
proses maupun hasil belajar.
Dengan demikian, penilaian adalah koleksi data sistematif untuk mengawasi keberhasilan
sebuah program atau pelajaran dalam mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan bagi siswa.
Penilaian digunakan untuk menentukan: (1) apa yang siswa pelajari (hasil); (2) cara mereka
mempelajari materi (proses); (3) pendekatan pembelajaran yang mereka gunakan sebelum, selama,
atau setelah program atau pembelajaran.
2.1.4 Evaluasi
Guba dan Lincoln (1985 : 35), mendefinisikan evaluasi sebagai “a process for describing an
evaluand and judging its merit and worth”. (suatu proses untuk menggambarkan evaluan (orang
yang dievaluasi) dan menimbang makna dan nilainya). Sax (1980 : 18) juga berpendapat
“evaluation is a process through which a value judgement or decision is made from a variety of
observations and from the background and training of the evaluator”. (evaluasi adalah suatu proses
dimana pertimbangan atau keputusan suatu nilai dibuat dari berbagai pengamatan, latar belakang
serta pelatihan dari evaluator). Dari dua rumusan tentang evaluasi ini, dapat kita peroleh gambaran
bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas
(nilai dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat
suatu keputusan.
Berdasarkan pengertian ini, ada beberapa hal yang perlu kita pahami lebih lanjut, yaitu :
1. Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk). Hasil yang diperoleh dari kegiatan
evaluasi adalah kualitas daripada sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai maupun arti.
Sedangkan kegiatan untuk sampai kepada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi.
2. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas daripada sesuatu, terutama yang
berkenaan dengan nilai dan arti. S. Hamid Hasan (1988 : 14-15) secara tegas membedakan
kedua istilah tersebut sebagai berikut :
Pemberian nilai dilakukan apabila seorang evaluator memberikan pertimbangannya mengenai
evaluan tanpa menghubungkannya dengan sesuatu yang bersifat dari luar. Jadi pertimbangan yang
diberikan sepenuhnya berdasarkan apa evaluan itu sendiri. Sedangkan arti, berhubungan dengan
posisi dan peranan evaluan dalam suatu konteks tertentu. Tentu saja kegiatan evaluasi yang
komprehensif adalah yang meliputi baik proses pemberian keputusan tentang nilai dan proses
keputusan tentang arti, tetapi hal ini tidak berarti bahwa suatu kegiatan evaluasi harus selalu
meliputi keduanya. Pemberian nilai dan arti ini dalam bahasa yang dipergunakan Scriven (1967)
adalah formatif dan sumatif. Jika formatif dan sumatif merupakan fungsi evaluasi, maka nilai dan
arti adalah hasil kegiatan yang dilakukan oleh evaluasi.
3. Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan (judgement). Pemberian
pertimbangan ini pada dasarnya merupakan konsep dasar evaluasi. Melalui pertimbangan
inilah ditentukan nilai dan arti (worth and merit) dari sesuatu yang sedang dievaluasi. Tanpa
pemberian pertimbangan, suatu kegiatan bukanlah termasuk kategori kegiatan evaluasi.
4. Pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan kriteria tertentu.
Persamaan dan Perbedaan Evaluasi dengan Penilaian. Persamaannya adalah keduanya
mempunyai pengertian menilai atau menentukan nilai sesuatu. Di samping itu, alat yang
digunakan untuk mengumpulkan datanya juga sama. Sedangkan perbedaannya terletak
padaruang lingkup (scope) dan pelaksanaannya. Ruang lingkup penilaian lebih sempit dan
biasanya hanya terbatas pada salah satu komponen atau aspek saja, seperti prestasi belajar
peserta didik. Pelaksanaan penilaian biasanya dilakukan dalam konteks internal, yakni
orang-orang yang menjadi bagian atau terlibat dalam sistem pembelajaran yang
bersangkutan. Misalnya, guru menilai prestasi belajar peserta didik, supervisor menilai
kinerjaguru, dan sebagainya.
Evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan,
mendeskripsikan, menginterprestasikan dan menyajikan informasi tentang suatu program untuk
dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, maupun menyusun program selanjutnya.
Adapun tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif tentang suatu
program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program, dampak/hasil yang dicapai,
efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk
mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga digunakan
untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang terkait
dengan program (Eko, 2014:6).
Wujud dari hasil evaluasi adalah adanya rekomendasi dari evaluator untuk pengambil
keputusan (decision maker). Menurut Anas (2011:22), ada empat kemungkinan kebijakan yang
dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program, yaitu:
a. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, atau
tidak dapat dilaksanakan sebagaimana diharapkan.
b. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat
kesalahan tetapi sedikit).
c. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah
berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.
d. Menyebarkan program (melaksanakan program di tempat lain atau mengulangi lagi di lain
waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik, maka sangaat baik jika dilaksanakan lagi
ditempat dan waktu lain.
Dalam bidang pendidikan ditinjau dari sasarannya, evaluasi ada yang bersifat makro dan
ada yang mikro. Evaluasi yang bersifat makro sasarannya adalah program pendidikan, yaitu
program yang direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Evaluasi mikro sering
digunakan ditingkat kelas. Jadi sasaran evaluasi mikro adalah program pembelajaran di kelas dan
yang menjadi penanggung jawabnya adalah guru untuk sekolah atau dosen untuk perguruan tinggi
(Daryanto, 2008:2). Guru mempunyai tanggungjawab menyusun dan melaksanakan program
pembelajaran di kelas, sedangkan pimpinan sekolah bertanggung untuk mengevaluasi program
pembelajaran yang disusun dan dilaksanakan oleh guru.
2.1.5 Perbedaan Tes, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
Perbedaan antara evalusia dan penilaian adalah terletak pada scope (ruang lingkup) dan
pelaksanaanya. Ruang lingkup penilaian lebih sempit dan biasanya hanya terbatas pada salah satu
komponen atau aspek saja, seperti prestasi belajar peserta didik. Pelaksanaan penilaian biasanya
dilaksanakan pada konteks internal, yakni orang-orang yang menjadi bagian atau terlibat dalam
sistem pembelajaran yang bersangkutan. Misalnya, guru menilai prestasi belajar peserta didik,
supervisor menilai kinerja guru dan sebagainya. Ruang lingkup evalusi lebih luas mencakup semua
komponen dalam suatu (sistem pendidikan, sistem pembelajaran) dan dapat dilakukan tidak hanya
pihak internal (evaluasi internal) tetapi juga pihak eksternal (evaluasi eksternal), seperti konsultan
mengevaluasi suatu program.
Evaluasi dan penilaian lebih berisifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes
merupakan salah satu alat (instrumen) pengukuran. Pengukuran lebih membatasi kepada gambaran
yang bersifat kuantitatif (angka-angka) tentang kemajuan belajar peserta diidk (learning progres),
sedangkan evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Di samping itu, evaluasi dan penilaian
pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek. Keputusan
penilaian (value judgement) tidak hanya didasarkan kepada hasil pengukuran (quatitative
description), tetapi dapat pula didasarkan kepada hasil pengamatan dan wawancara (qualitative
description).

Gambar 1. Hubungan Evaluasi-Penilaian-Pengukuran dan Tes

Untuk memahami lebih jauh tentang istilah-istilah dalam evaluasi, dapat diperhatikan dalam
ilustrasi berikut ini:
Ibu Euis ingin mengetahui apakah peserta didiknya sudah menguasai kompetensi dasar dalam mata
pelajaran Aqidah-Akhlak. Untuk itu, Ibu Euis memberikan tes tertulis dalam bentuk objektif
pilihan-ganda sebanyak 50 soal kepada peserta didiknya (artinya Bu Euis sudah menggunaka tes).
Selanjutnya, Ibu Euis memeriksa lembar jawaban peserta didik sesuai dengan kunci jawaban,
kemudian sesuai dengan rumus tertentu dihitung skor mentahnya. Ternyata, skor mentah yang
diperoleh peserta didik sangat bervariasi, ada yang memperoleh skor 25, 36, 44, 47, dan seterusnya
(sampai disini sudah terjadi pengukuran). Angka atau skor-skor tersebut tentu belum mempunyai
nilai/makna dan arti. Untuk memperoleh nilai dan arti dari setiap skor tersebut, Ibu Euis melakukan
pengolahan skor dengan pendekatan PAP. Hasil pengolahan dan penafsiran dalam skala 0 – 10
menunjukkan bahwa skor 25 memperoleh nilai 5 (berarti tidak menguasai), skor 36 memperoleh
nilai 6 (berarti cukup menguasai), skor 44 memperoleh nilai 8 (berarti menguasai), dan skor 47
memperoleh nilai 9 (berarti sangat menguasai). Sampai disini sudah terjadi proses penilaian. Ini
contoh dalam ruang lingkup hasil belajar. Jika Ibu Euis ingin menilai seluruh komponen
pembelajaran (ketercapaian tujuan, keefektifan metode dan media, kinerja guru, dan lain-lain),
barulah terjadi kegiatan evaluasi pembelajaran.
Dengan demikian, pengertian evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang
sistematis, berkelanjutan dan menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan dan penetapan
kualitas (nilai dan arti) pembelajaran terhadap berbagai komponen pembelajaran, berdasarkan
pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Sedangkan penilaian hasil belajar adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis,
berkelanjutan dan menyeluruh dalam rangka pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menilai
pencapaian proses dan hasil belajar peserta didik.
Tebel 1. Keterkaitan Evaluasi-Penilaian-Pengukuran dan Tes

2.2 Jenis-Jenis Evaluasi


Dalam perspektif kurikulum, evaluasi dibagi menjadi 4 jenis, yaitu reflektif, evaluasi
rencana, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Dalam bab ini akan kita bahas mengenai evaluasi
proses dan evaluasi hasil.
2.2.1 Evaluasi Proses
Evaluasi proses sering disebut dengan evaluasi implementasi kurikulum. Istilah proses
digunakan untuk memperkuat pengaruh kurikulum sebagai suatu proses. Sesuatu yang terjadi di
sekolah. Asumsi evaluasi proses merupakan suatu proses banyak menentukan keberhasilan
kurikulum. Jenis evaluasi ini lebih banyak mencurahkan perhatiannya terhadap dimensi kurikulum
sebagai kegiatan termasuk faktor-faktor yang memengarruhinya, seperti kepala sekolah, guru,
peserta didik, sarana dan prasarana, sistem supervisi dan monitoring, lingkungan, orang tua, dsb.
1) Tujuan dan Dimensi Evaluasi Proses Pembelajaran
Penilaian terhadap proses belajar mengajar bertujuan agak berbeda dengan tujuan penilaian hasil
belajar. Apabila penilaian hasil belajar lebih ditekankan pada penguasaan tujuan pengajaran
(instruksional) oleh para peserta didik, maka tujuan evaluasi proses pembelajaran lebih ditekankan
pada perbaikan dan pengoptimalan kegiatan belajar mengajar itu sendiri, terutama efisiensi,
keefektifan dan produktivitasnya.
Sejalan dengan tujuan tersebut, dimensi penilaian proses belajar mengajar berkenaan dengan
komponen-komponen yang membentuk proses belajar mengajar dan keterkaitan diantara
komponen-komponen tersebut. Komponen pengajaran sebagai dimensi penilaian proses belajar
mengajar setidaknya mencakup:
a) Tujuan pengajaran atau tujuan instruksional
Komponen tujuan instruksional yang meliputi aspek-aspek ruang lingkup tujuan, abilitas yang
terkandung didalamnya, rumusan tujuan, tingkat kesulitan pencapaian tujuan, kesesuaian dengan
kemampuan peserta didik, jumlah dan waktu yang tersedia untuk mencapainya, kesesuaiannya
dengan kurikulum yang berlaku, keterlaksanaannya dalam pengajaran.
b) Bahan pengajaran
Komponen bahan pengajaran yang meliputi ruang lingkupnya, kesesuaian dengan tujuan, tingkat
kesulitan bahan, kemudahan memperoleh dan mempelajarinya, daya gunanya bagi peserta didik,
keterlaksanaan sesuai dengan waktu yang tersedia, sumber-sumber untuk mempelajarinya, cara
mempelajarinya, kesinambungan bahan, relevansi bahan dengan kebutuhan peserta didik, prasyarat
mempelajarinya.
c) Kondisi peserta didik dan kegiatan belajarnya
Komponen peserta didik yang meliputi kemampuan prasyarat, minat dan perhatian, motivasi, sikap,
cara belajar, kebiasaan belajar, kesulitan belajar, fasilitas belajar yang dimiliki, hubungan sosial
dengan teman sekelas, masalah belajar yang dihadapi, karakteristik dan kepribadian, kebutuhan
belajar, identitas peserta didik dan keluarganya yang erat kaitannya dengan pendidikan di sekolah.
d) Kondisi guru dan kegiatan mengajarnya
Komponen guru yang meliputi penguasaan mata pelajaran, keterampilan mengajar, sikap keguruan,
pengalaman mengajar, cara mengajar, cara menilai, kemauan mengembangkan profesinya,
keterampilan berkomunikasi, kepribadian, kemauan dan kemampuan memberikan bantuan dan
bimbingan kepada peserta didik, hubungan dengan peserta didik dan dengan rekan sejawatnya,
penampilan dirinya, keterampilan lain yang diperlukan.
e) Alat dan sumber belajar yang digunakan
Komponen alat dan sumber belajar yang meliputi jenis alat dan jumlahnya, daya guna, kemudahan
pengadaannya, kelengkapannya, manfaatnya bagi peserta didik dan guru, cara menggunakannya.
Dalam alat dan sumber belajar ini termasuk alat peraga, buku sumber, laboratorium, dan
perlengkapan belajar lainnya.
f) Teknik dan cara pelaksanaan penilaian.
Komponen penilaian yang meliputi jenis alat penilaian yang digunakan, isi dan rumusan
pertanyaan, pemeriksaan dan interpretasinya, sistem penilaian yang digunakan, pelaksanaan
penilaian, tindak lanjut hasil penilaian, pemanfaatan hasil penilaian, administrasi penilaian, tingkat
kesulitan soal, validitas dan reliabilitas soal penilaian, daya pembeda, frekuensi penilaian dan
perencanaan penilaian.
Komponen-komponen diatas saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu sistem.
Tujuan pengajaran berfungsi dalam menentukan arah kegiatan pengajaran sehingga dapat dijadikan
patokan atau kriteria dalam menentukan keberhasilan pengajaran. Bahan pengajaran berfungsi
memberi isi dan warna terhadap tujuan pengajaran serta memberi petunjuk apa yang harus
dilakukan oleh guru dan peserta didik. Peserta didik dan kegiatannya merupakan subjek sekaligus
objek dalam pengajaran. Guru dan kegiatannya sebagai arsitek dan sutradara sekaligus pelaku
dalam pengajaran. Dengan demikian, peserta didik dan guru menjadi prasyarat terjadinya proses
pengajaran. Alat dan sumber pengajaran berfungsi sebagai penunjang dan daya dukung terjadinya
keefektifan proses pengajaran sehingga dapat mempermudah peserta didik belajar dan guru
mengajar. Penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui efektif tidaknya pengajaran dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sekaligus berfungsi sebagai bahan dalam memperbaiki
tindakan pengajaran selanjutnya.
2) Fungsi Evaluasi Proses Pembelajaran
Hasil yang didapatkan dari evaluasi proses pembelajaran difungsikan dan ditujukan untuk beberapa
keperluan, yaitu sebagai berikut:
a) Pengembangan
Dalam hal ini, maka evaluasi pembelajaran sedang menjalankan fungsi formatif. Hal ini bertitik
tolak dari pandangan bahwa fungsi formatif evaluasi dilaksanakan apabila hasil yang diperoleh dari
kegiatan evaluasi diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu atau sebagian besar bagian
kurikulum (pembelajaran yang sedang dikembangkan). Memperbaiki bagian tertentu atau sebagian
besar aspek pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan pengembangan pembelajaran. Dengan
kata lain, fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran untuk pengembangan pembelajaran dilaksanakan
apabila hasil kegiatan evaluasi pembelajaran digunakan sebagai dasar pengembangan
pembelajaran.
b) Akreditasi
Akreditasi dapat diartikan sebagai suatu penilaian yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sekolah
swasta untuk menentukan peringkat pengakuan pemerintah terhadap sekolah tersebut. Akreditasi
juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang mana suatu program atau institusi (lembaga) diakui
sebagai badan yang sesuai dengan beberapa standar yang telah disetujui. Berdasarkan pengertian
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa akreditasi ditetapkan atau diputuskan setelah pelaksanaan
evaluasi terhadap lembaga pendidikan, baik TK, SD, SMP dan SMA maupun Perguruan Tinggi.
Ada berbagai aspek yang dinilai dalam menentukan akreditasi suatu lembaga pendidikan, salah satu
aspek atau komponen yang dinilai adalah pembelajaran. Dengan demikian fungsi dan tujuan
evaluasi hasil belajar untuk akreditasi dilaksanakan apabil hasil kegiatan evaluasi pembelajaran
digunakan sebagai dasar akreditasi lembaga pendidikan.

2.2.2 Evaluasi Hasil


Evaluasi hasil merupakan evaluasi kurikulum yang paling tua. Dalam buku ini evaluasi
hasil disebut penilaian hasil belajar. Sekalipun pengertiannya sama, tetapi cakupannya berbeda,
karena hasil yang dimaksudkan dalam evaluasi hasil adalah hasil belajar dalam pengertian
pengetahuan, sedangkan penilaian hasil belajar bukan hanya berkenaan dengan domain
pengetahuan tetapi juga domain keterampilan dan sikap.
1) Tujuan dan Fungsi Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar peserta didik melalui
kegiatan penilaian dan atau pengukuran hasil belajar. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui
tingkat keberhasilan yang dicapai oleh peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dimana
tingkat keberhasilan tersebut ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol.
Apabila tujuan utama kegiatan evaluasi hasil belajar ini sudah terealisasi, maka hasilnya dapat
difungsikan dan ditujukan untuk berbagai keperluan, yaitu sebagai berikut:
a) Diagnostik dan pengembangan
Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar digunakan sebagai dasar pendiagnosisan kelemahan dan
keunggulan peserta didik beserta sebab-sebabnya, berdasarkan pendiagnosisan inilah guru
mengadakan pengembangan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
b) Seleksi
Hasil dari evaluasi hasil belajar seringkali digunakan sebagai dasar untuk menentukan peserta didik
yang paling cocok untuk jenis jabatan atau jenis pendidikan tertentu.
c) Kenaikan kelas
Berdasarkan hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar peserta didik mengenai sejumlah isi pelajaran
yang telah disajikan dalam pembelajaran, maka guru dapat dengan mudah membuat keputusan
kenaikan kelas bagi peserta didik berdasarkan ketentuan yang berlaku.
d) Penempatan
Agar peserta dapat berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan dan potensi yang mereka miliki,
maka perlu dipikirkan ketepatan penempatan pada kelompok yang sesuai. Untuk menempatkan
penempatan peserta didik pada kelompok, guru dapat menggunakan hasil dari kegiatan evaluasi
hasil belajar sebagai dasar petimbangan.

2.3 Penilaian Proses dan Hasil Belajar


Penilaian proses dan hasil belajar dibagi menjadi 4 jenis, yaitu formatif, sumatif, diagnostik,
dan penilaian penempatan.
2.3.1 Penilaian formatif
Penilaian formatif dimaksudkan untuk memantau kemajuan belajar peserta didik selama
proses belajar berlangsung, untuk memberikan balikan (feed back) bagi penyempurnaan program
pembelajaran serta untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang memerlukan perbaikan, sehingga
hasil belajar peserta didik dan proses pembelajaran guru menjadi lebih baik.
Tujuan utama penilaian formatif adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran, bukan untuk
menentukan tingkat kemampuan peserta didik. Penilaian formatif sesungguhnya merupakan
penilaian acuan patokan. Apa yang dimaksudkan dengan penilaian formatif seperti yang diberikan
pada akhir satuan pelajaran sesungguhnya bukan sebagai penilaian formatif lagi, sebab data-data
yang diperoleh akhirnya digunakan untuk menentukan tingkat hasil belajar peserta didik. Kiranya
lebih tepat jika penilaian pada akhir satuan pelajaran itu dipandang sebagai penilaian sub-sumatif.
2.3.2 Penilaian sumatif
Penilaian sumatif berarti penilaian yang dilakukan jika satuan pengalaman belajar atau
seluruh materi pelajaran dianggap telah selesai. Dengan demikian, ujian akhir semester dan ujian
nasional termasuk penilaian sumatif. Penilaian sumatif diberikan dengan maksud untuk mengetahui
apakah peserta didik sudah dapat menguasai standar kompetensi yang sudah ditetapkan atau belum.
Tujuan penilaian sumatif adalah untuk menentukan nilai berdasarkan tingkatan hasil belajar peserta
didik yang selanjutnya dipakai sebagai angka raport. Hasil penilaian sumatif juga dapat
dimanfaatkan untuk perbaikan proses pembelajaran secara keseluruhan. Penilaian sumatif termasuk
penilain ynag menggunakan pendekatan acuan norma, kemampuan peserta didik dibandingkan
dengan teman sekelompoknya. Cakupan materinya lebih luas dan soal-soalnya melingkupi tingkat
mudah, sedang, dan sulit.
2.3.3 Penilaian penempatan
Pada umumnya penilaian penempatan dibuat sebagai pretest. Tujuan utamanya adalah untuk
mengetahui apakah peserta didik telah memiliki keterampilan-keterampoilan yang diperlukan untuk
mengikuti satuan program pembelajaran dan sejauh mana peserta didik telah menguasai
kompetenmsi dasar sebagaimana yang tercantum dalam silabus dan RPP.
Luas bahan pretest lebih terbatas dan tingkat kesukaran soal relatif rendah. Hal ini berdasarkan
kenyataan bahwa pretest digunakan untuk menentukan apakah peserta didik telah memiliki
kemampuan-kemampuan minimal untuk mempelajari suatu unit materi pelajaran atau belum sama
sekali. Pretest seperti ini adalah criterion-referenced assessment yang fungsi utamanya adalah untuk
mengidentifikasi ada tidaknya prerequisite skills. Pretest dibuat untuk menentukan sejauh mana
peserta didik dalam menguasai materi pembelajaran atau memperoleh pengalaman belajar seperti
tercantum dalam program pembelajaran, dan sebenarnya bisa berbeda dengan tes hasil belajar.
Dalam hal seperti itu pretest dibuat sebagai norm-reference assessment.
2.3.4 Penilaian diagnostik
Penilaian diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik berdasarkan
hasil penilain formatif sebelumnya. Penilaian diagnostik memerlukan sejumlah soal untuk satu
bidang yang diperkirakan merupakan kesulitan bagi peserta didik. Soal-soal tersebut bervariasi dan
difokuskan pada kesulitan. Penilaian diagnostik biasanya dilaksanakan sebelum suatu pelajaran
dimulai. Tujuannya adalah untuk menjajagi pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai oleh
peserta didik. Dengan kata lain, apakah peserta didik sudah mempunyai pengetahuan dan
keterampilan tertentu untuk dapat mengikuti materi pelajaran lain. Penilaian doagnostik semacam
ini disebut juga test of entering behavior.
2.4 Tujuan Evaluasi Pembelajaran
Dalam penggunaannya, sering terjadi kerancuan antara istilah tujuan dan fungsi. Memang
dalam kenyataannya, fungsi evaluasi berkaitan erat dengan tujuan dilakukannya evaluasi, namun
hal ini bukan berarti bahwa antara keduanya tidak dapat dibedakan. Perbedaan definisi antara
keduanya sebenarnya sudah cukup memberikan alasan mengenai adanya perbedaan tersebut.
Tujuan berhubungan dengan sesuatu yang ingin dicapai, sedangkan fungsi merupakan kedudukan
dinamis yang dimiliki oleh evaluasi dalam usaha mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan,
khususnya pembelajaran, evaluasi memiliki makna yang dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu
sebagai berikut:
Makna bagi siswa: (a) dengan diadakannya evaluasi, maka dapat diketahui tingkat kesiapan
siswa, apakah ia sudah sanggup menduduki jenjang pendidikan tertentu atau belum; dan (b) dengan
evaluasi ini pula siswa dapat mengetahui sejauh mana hasil yang telah dicapainya dalam mengikuti
pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Hasil yang diperolehnya ini bisa memuaskan atau tidak
memuaskan. Bila siswa memperoleh hasil yang memuaskan, ia akan memiliki motivasi yang cukup
besar untuk belajar lebih giat agar bisa mencapai hasil yang lebih baik lagi. Sebaliknya, bila
hasilnya tidak memuaskan, ia tentunya akan berusaha agar lain kali hal itu tidak terulang lagi.
Makna bagi guru: (a) dengan hasil evaluasi yang diperoleh, guru dapat mengetahui siswa-
siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil menguasai bahan
maupun siswa-siswa yang belum berhasil menguasai bahan; (b) guru dapat mengetahui apakah
materi yang diajarkannya sudah tepat bagi siswa, sehingga ia tidak perlu mengadakan perubahan
terhadap pengajaran yang akan datang; dan (c) guru akan mengetahui apakah metode yang
digunakan sudah tepat atau belum, sehingga ia dapat mempersiapkan metode yang lebih mapan
untuk proses pengajaran selanjutnya.
Makna bagi sekolah: (a) hasil evaluasi belajar ini akan merupakan cermin dari kualitas suatu
sekolah, dengan mengetahui apakah kondisi belajar yang diciptakan oleh sekolah sudah sesuai
dengan harapan atau belum; (b) informasi yang diperoleh dari guru berdasarkan hasil evaluasi
mengenai tepat atau tidaknya kurikulum untuk sekolah ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk masa yang akan datang; dan (c) informasi hasil
evaluasi ini juga dapat dijadikan sebagai pedoman bagi sekolah mengenai aktivitas yang
dilaksanakannya, apakah sudah memenuhi standar atau belum.

2.5 Fungsi Evaluasi Pembelajaran


Tujuan utama dari suatu kegiatan evaluasi adalah untuk membuat keputusan, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Tylor bahwa tujuan evaluasi ialah untuk “mengembangkan suatu kebijakan
yang bertanggung jawab mengenai pendidikan”. Pophan menyatakan bahwa tujuan evaluasi ialah
untuk “membuat keputusan lebih baik”. Mehrens dan Lehmann (2003) mengemukakan
pendapatnya bahwa tujuan evaluasi ialah untuk “membantu kita membuat keputusan”. Bahkan jauh
sebelumnya, Cronbach sudah secara tegas menyebutkan bawa tujuan evaluasi ialah untuk
“membuat keputusan”.
Dalam evaluasi hasil belajar pun menurut Ghani (2006), kita membuat keputusan-keputusan
yang merupakan tujuan dari evaluasi itu sendiri. Bila seorang guru mempunyai dua orang siswa
pada tingkat yang sama yang memperoleh angka sama pada tes yang sama, maka keputusan yang
dapat diambil mengenai kedua hal tersebut belum tentu sama. Di samping keputusan mengenai
kemajuan belajar yang bersifat intern, yaitu yang masih erat hubungannya dengan proses
pembelajaran, evaluasi juga membuat keputusan-keputusan lainnya mengenai kemajuan siswa. Dari
hasil evaluasi ini, guru juga membuat keputusan mengenai kelayakan seorang siswa untuk naik
kelas atau tidak.
Berdasarkan nilai yang diperoleh seorang siswa, guru juga dapat memberikan keputusan
yang bersifat prediksi. Untuk memutuskan hal ini, seorang guru harus mempertimbangkan secara
cermat mengenai hasil belajar yang telah dicapai siswa dalam setiap mata pelajaran. Keputusan lain
yang juga tidak kalah penting adalah keputusan yang diambil oleh guru dalam menetapkan bagian
mana dari proses pembelajaran yang harus diperbaikinya. Dalam membuat keputusan ini seorang
guru harus betul-betul cermat dalam menentukan apakah tujuan pelajaran harus diperbaiki, apakah
materi pelajaran harus disederhanakan, apakah proses belajar harus diubah, apakah alat evaluasi
yang dipergunakan harus ditulis kembali, dan sebagainya.
Karena setiap keputusan yang diambil mempunyai implikasi tertentu, maka dalam
mengambil keputusan tersebut kita harus hati-hati dan akurat. Seorang guru yang akan membuat
keputusan harus menyadari:
1) Mengenai semua alternatif dari keputusan yang ada, artinya seorang guru harus mengetahui
berbagai kemungkinan keputusan yang dapat diambil. Semakin banyak kemungkinan, maka
keputusan yang diambil semakin baik, walaupun kita menyadari bahwa kita sering tidak
mempunyai alternatif lain yang dapat digunakan.
2) Kemungkinan hasil dari keputusan-keputusan yang ada, artinya kita harus mengkaji
keuntungan-keuntungan tertentu yang dapat diambil dari setiap keputusan yang dibuat.
3) Kemungkinan-kemungkinan kegunaan dari keputusan tersebut, artinya apabila makna dari
keputusan yang kita buat itu tidak menguntungkan, maka sebaiknya kita mencari keputusan lain
yang lebih bermakna.
Dengan demikian, tujuan utama dari kegiatan evaluasi adalah untuk membuat keputusan.
Dalam hal ini, ada beberapa jenis keputusan, yaitu:
1) Keputusan mengenai kelayakan seorang siswa, yaitu keputusan yang berhubungan dengan
siswa, seperti mengenai lulus atau tidaknya, naik kelas atau tidak, harus mengulang pelajaran atau
tidak.
2) Keputusan yang bersifat prediksi, yaitu apabila seorang guru memberikan nasihat-nasihat
setelah seorang siswa memperoleh kedudukan tertentu dari hasil evaluasi yang dilakukan. Biasanya
laporan yang diberikan kepada orang tua siswa dalam bentuk buku rapor merupakan nilai-nilai
yang diperoleh seorang siswa dan di dalamnya ada catatan dari guru bahwa siswa tersebut harus
belajar lebih giat agar dapat naik kelas atau lulus dalam ujian.
3) Keputusan mengenai penempatan, yaitu apabila guru harus menentukan jurusan studi yang
akan dimasuki oleh seorang siswa, apakah ia akan masuk ke jurusan IPA, IPS, atau jurusan yang
lainnya.
4) Keputusan untuk menetapkan bagian-bagian mana dari proses pembelajaran yang perlu
diperbaiki, yang dalam hal ini seorang guru harus betul-betul cermat dalam menentukan apakah
tujuan pelajaran harus diperbaiki, apakah materi pelajaran harus disederhanakan, apakah proses
belajar harus diubah, apakah alat evaluasi yang digunakan harus diubah pula, dan sebagainya.
Evaluasi dalam bidang pendidikan pada umumnya dan pembelajaran pada khususnya dapat
dilihat dari dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum, tujuan evaluasi adalah:
(a) untuk mengumpulkan data yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan
atau kemajuan yang dialami siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan setelah mereka
mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu; (b) untuk memungkinkan para guru
menilai aktivitas atau pengalaman mengajar yang telah dilaksanakan; dan (c) untuk mengetahui
tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses
pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi adalah: (a) untuk merangsang
kegiatan siswa dalam menempuh program pendidikan. Artinya, tanpa adanya evaluasi, maka tidak
akan mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada diri siswa untuk memperbaiki dan
meningkatkan prestasinya; (b) untuk mencari dan menentukan faktor-faktor penyebab keberhasilan
atau kegagalan siswa dalam mengikuti program pendidikan pada umumnya dan program
pembelajaran pada khususnya; (c) untuk memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan,
perkembangan, dan bakat siswa yang bersangkutan; (d) untuk memperoleh bahan laporan tentang
perkembangan siswa yang diperlukan oleh orang tua siswa dan lembaga pendidikan; dan (e) untuk
memperbaiki mutu proses pembelajaran, baik cara belajar siswa maupun metode yang digunakan
guru dalam mengajar.
Dengan demikian, tujuan utama melakukan evaluasi dalam proses pembelajaran adalah
untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran pada
siswa sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya. Menurut Suharsimi (2004) dan Mukhtar (2003)
tindak lanjut dari kegiatan evaluasi sebagai suatu aktivitas untuk memperoleh informasi yang
akurat (cermat) mengenai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran pada siswa merupakan fungsi
evaluasi yang masing-masing dapat dilakukan melalui pengadaan tes sebagai berikut:
a. Evaluasi berfungsi sebagai penempatan (placement test)
Evaluasi jenis ini sebaiknya dilaksanakan sebelum siswa mengikuti proses pembelajaran
yang permulaan, atau siswa tersebut baru akan mengikuti pendidikan di suatu tingkat tertentu, yaitu
pada awal tahun ajaran, untuk mengetahui keadaan siswa tersebut dan mengukur kesiapannya serta
tingkat pengetahuan yang telah dicapai sehubungan dengan pelajaran yang akan diikutinya. Dengan
tes ini siswa dapat ditempatkan pada posisi yang tepat, berdasarkan bakat, minat, kesanggupan, dan
kejadian lainnya, agar ia tidak mengalami hambatan dalam mengikuti setiap program atau bahan
yang disajikan. Tes semacam ini dibuat dengan mengacu pada norma, yaitu disebut dengan Tes
Acuan Norma atau Norm Reference Test (NRT), yang aspek penilaiannya meliput keadaan fisik,
psikis, bakat, kemampuan atau pengetahuan, keterampilan, sikap, dan aspek lain yang dianggap
perlu bagi kepentingan pendidikan anak ke depan.

b. Evaluasi berfungsi formatif (formative test)


Evaluasi ini dilakukan di tengah-tengah program pembelajaran, yang bermaksud untuk
memantau atau memonitor kemajuan belajar siswa guna memberikan umpan balik (feed back), baik
kepada siswa maupun kepada guru. Berdasarkan hasil tes ini, guru dan siswa dapat mengetahui apa
yang masih perlu dijelaskan kembali agar materi pelajaran dapat dikuasai dengan baik. Siswa dapat
mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang masih belum dikuasainya agar dapat
mengupayakan perbaikannya, sementara guru dapat melihat bagian-bagian mana yang umumnya
belum dikuasai siswa sehingga dapat mengupayakan penjelasan yang lebih baik dan luas agar
bahan tersebut dapat dikuasai oleh siswa. Tes formati ini pada umumnya mengacu pada kriteria,
sehingga disebut Tes Acuan Kriteria atau Criterion Referenced Test (CRT).

c. Evaluasi berfungsi diagnostik (diagnostic test)


Evaluasi jenis ini berfungsi untuk mengetahui masalah-masalah apa yang dialami siswa
sehingga ia mendapat kesulitan dalam belajar. Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup
memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya guru akan mengetahui kelemahan siswa dan
faktor-faktor penyebab terjadinya hal tersebut. Dengan demikian, guru dapat membantu mengatasi
kesulitan atau hambatan yang dialami oleh siswa ketika mengikuti kegiatan pembelajaran pada
suatu bidang studi atau keseluruhan program pengajaran.
d. Evaluasi berfungsi sumatif (sumative test)
Evaluasi ini biasanya diberikan pada akhir tahun ajaran atau akhir suatu jenjang pendidikan,
yang dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Hal ini
tentunya tergantung pada berbagai faktor, yaitu faktor guru, siswa, kurikulum, metode mengajar,
sarana, dan lain sebagainya. Hal ini dapat diketahui dengan mengadakan evaluasi sumatif (sumative
test).

e. Evaluasi berfungsi selektif


Dengan cara mengadakan evaluasi guru mempunya cara untuk mengadakan seleksi atau
penempatan terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain: (a)
untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu; (b) untuk memilih siswa yang dapat
naik kelas atau tingkat berikutnya; (c) untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa;
dan (d) untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah dan lain sebagainya.

f. Evaluasi berfungsi sebagai pengukur keberhasilan


Fungsi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor
guru, metode pembelajaran, kurikulum, sarana, dan sistem administrasi yang berlangsung dalam
proses pembelajaran.

2.6 Prinsip-prinsip Umum Evaluasi


Untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, Anda harus memperhatikan prinsip-prinsip
umum evaluasi sebagai berikut :
1. Kontinuitas
Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental, karena pembelajaran itu sendiri adalah suatu
proses yang kontinu. Oleh sebab itu, Anda harus melakukan evaluasi secara kontinu. Hasil evaluasi
yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu
sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti tentang perkembangan
peserta didik. Perkembangan belajar peserta didik tidak dapat dilihat dari dimensi produk saja tetapi
juga dimensi proses bahkan dari dimensi input.
2. Komprehensif
Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, Anda harus mengambil seluruh objek itu
sebagai bahan evaluasi. Misalnya, jika objek evaluasi itu adalah peserta didik, maka seluruh aspek
kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif, afektif maupun
psikomotor. Begitu juga dengan objek-objek evaluasi yang lain.
3. Adil dan objektif
Dalam melaksanakan evaluasi, Anda harus berlaku adil tanpa pilih kasih. Semua peserta didik
harus diperlakukan sama tanpa “pandang bulu”. Anda juga hendaknya bertindak secara objektif,
apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta didik. Sikap like and dislike, perasaan, keinginan,
dan prasangka yang bersifat negatif harus dijauhkan. Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan
(data dan fakta) yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi atau rekayasa.
4. Kooperatif
Dalam kegiatan evaluasi, Anda hendaknya bekerjasama dengan semua pihak, seperti orang tua
peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri. Hal ini
dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi, dan pihak-pihak tersebut merasa
dihargai.
5. Praktis
Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik bagi Anda sendiri yang menyusun alat evaluasi
maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut. Untuk itu, Anda harus memperhatikan
bahasa dan petunjuk mengerjakan soal. Dalam konteks hasil belajar, Depdiknas (2003 : 7)
mengemukakan prinsip-prinsip umum penilaian adalah mengukur hasil-hasil belajar yang telah
ditentukan dengan jelas dan sesuai dengan kompetensi serta tujuan pembelajaran; mengukur sampel
tingkah laku yang representatif dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran;
mencakup jenis-jenis instrumen penilaian yang paling sesuai untuk mengukur hasil belajar yang
diinginkan; direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang digunakan secara
khusus; dibuat dengan reliabilitas yang sebesar-besarnya dan harus ditafsirkan secara hati-hati; dan
dipakai untuk memperbaiki proses dan hasil belajar.
Ruang lingkup evaluasi berkaitan dengan cakupan objek evaluasi itu sendiri. Jika objek evaluasi
itu tentang pembelajaran, maka semua hal yang berkaitan dengan pembelajaran menjadi ruang
lingkup evaluasi pembelajaran, seperti tujuan pembelajaran/kompetensi, program pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran, dan hasil pembelajaran. Dalam praktiknya, Anda tentu banyak
menggunakan penilaian hasil belajar, maka dalam modul ini akan dikemukakan juga ruang lingkup
penilaian hasil belajar. Hal ini dimaksudkan agar Anda betul-betul dapat membedakan antara
evaluasi pembelajaran dengan penilaian hasil belajar, sehingga tidak terjadi kekeliruan atau
tumpang tindih dalam penggunaannya.
Di samping itu, guru harus memperhatikan pula hal-hal teknis, antara lain: (1) penilaian
hendaknya dirancang sedemikian rupa, sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi yang akan
dinilai, alat penilaian dan interpretasi hasil penilaian, (2) penilaian harus menjadi bagian integral
dalam proses pembelajaran, (3) untuk memperoleh hasil yang objektif penilaian harus
menggunakan berbagai alat (instrumen), baik yang berbentuk tes maupun non-tes, (4) pemilihan
alat penilaian harus sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan, (5) alat penilaian harus mendorong
kemampuan penalaran dan kreativitas peserta didik, seperti: tes tertulis esai, tes kinerja, hasil karya
peserta didik, proyek, dan portofolio, (6) objek penilaian harus mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai, (7) penilaian harus mengacu kepada prinsip diferensiasi, yaitu
memberikan peluang kepada peserta didik untuk menunjukkan apa yang diketahui, apa yang
dipahami dan apa yang dapat dilakukan, (8) penilaian tidak bersifat diskriminatif. Artinya, guru
harus berlaku adil dan bersikap jujur kepada semua peserta didik, serta bertanggung jawab kepada
semua pihak, (9) penilaian harus diikuti dengan tindak lanjut (follow-up), dan (10) penilaian harus
berorientasi pada kecakapan hidup dan bersifat mendidik.

2.7 Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran


Ruang lingkup evaluasi berkaitan dengan cakupan objek evaluasi itu sendiri. Jika objek evaluasi
itu tentang pembelajaran, maka semua hal yang berkaitan dengan pembelajaran menjadi ruang
lingkup evaluasi pembelajaran. Dalam tulisan ini, ruang lingkup evaluasi pembelajaran akan
ditinjau dari berbagai perspektif, yaitu domain hasil belajar, sistem pembelajaran, proses dan hasil
belajar. Hal ini dimaksudkan agar guru betul-betul dapat membedakan antara evaluasi
pembelajaran dengan penilaian hasil belajar sehingga tidak terjadi kekeliruan atau tumpang tindih
dalam penggunaannya.
2.7.1 Ruang Lingkup Evaluasi PembelajaranDalam Perspektif Domain Hasil Belajar.
Menurut Benyamin S.Bloom, dkk (1956) hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga domain,
yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Setiap domain disusun menjadi beberapa jenjang
kemampuan, mulai dari hal yang sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai dari hal yang
mudah sampai dengan hal yang sukar, dan mulai dari hal yang konkrit sampai dengan hal yang
abstrak. Adapun rincian domain tersebut adalah sebagai berikut :
1. Domain kognitif (cognitive domain). Domain ini memiliki enam jenjang kemampuan, yaitu:
a. Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus
mengerti atau dapat menggunakannya. Kata kerja operasional yang dapat digunakan
diantaranya : mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi nama, menyusun
daftar, mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar, menyatakan, dan memilih.
b. Pemahaman (comprehension), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat
memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini
dijabarkan lagi menjadi tiga, yakni menterjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi.
Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : mengubah, mempertahankan,
membedakan, memprakirakan, menjelaskan, menyimpulkan, memberi contoh, meramalkan,
dan meningkatkan.
c. Penerapan (application), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip dan teori-teori dalam situasi
baru dan konkrit. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : mengubah,
menghitung, mendemonstrasikan, mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti,
menjalankan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan,
menggunakan.
d. Analisis (analysis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen
pembentuknya. Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga, yaitu analisis unsur,
analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata kerja operasional
yang dapat digunakan diantaranya : mengurai, membuat diagram, memisah-misahkan,
menggambarkan kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan, merinci.
e. Sintesis (synthesis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang
diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme. Kata kerja operasional yang dapat
digunakan diantaranya: menggolongkan, menggabungkan, memodifikasi,
menghimpun,menciptakan, merencanakan, merekonstruksikan, menyusun, membangkitkan,
mengorganisir, merevisi, menyimpulkan, menceritakan.
f. Evaluasi (evaluation), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat
mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria tertentu.
Hal penting dalam evaluasi ini adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga
peserta didik mampu mengembangkan kriteria atau patokan untuk mengevaluasi sesuatu.
Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : menilai, membandingkan,
mempertentangkan, mengeritik, membeda-bedakan, mempertimbangkan kebenaran, menyokong,
menafsirkan, menduga.
Dalam Taksonomi Bloom yang direvisi oleh David R. Krathwohl di jurnal Theory into Practice,
aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang yang diurutkan sebagai berikut:
a) Mengingat (remembering)
Mengingat merupakan proses kognitif paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar
“mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan
dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi.
Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu mengenali (recognizing) dan mengingat.
Kata operasional mengetahui yaitu mengutip, menjelaskan, menggambar, menyebutkan,
membilang, mengidentifikasi, memasangkan, menandai, dan menamai.
b) Memahami (understanding)
Pertanyaan pemahaman menuntut siswa menunjukkan bahwa mereka telah mempunyai pengertian
yang memadai untuk mengorganisasikan dan menyusun materi-materi yang telah diketahui. Siswa
harus memilih fakta-fakta yang cocok untuk menjawab pertanyaan. Jawaban siswa tidak sekedar
mengingat kembali informasi, namun harus menunjukkan pengertian terhadap materi yang
diketahuinya. Kata operasional memahami yaitu menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan,
membandingkan, menjelaskan, dan membeberkan.
c) Menerapkan (applying).
Pertanyaan penerapan mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau
mengerjakan tugas. Oleh karena itu, mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan
prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural
saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu menjalankan dan
mengimplementasikan. Kata kerjanya melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan,
mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, dan mendeteksi.
d) Menganalisis (analyzing)
Pertanyaan analisis menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan
menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut. Kata kerjanya yaitu
menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur,
mengerangkakan, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, dan membandingkan.
e) Mengevaluasi (evaluating)
Mengevaluasi membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua
macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini adalah memeriksa dan mengkritik. Kata
kerjanya yaitu menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan, dan
menyalahkan.
f) Mencipta (creating)
Membuat adalah menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam
proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini yaitu membuat, merencanakan, dan
memproduksi. Kata oprasionalnya yaitu merancang, membangun, merencanakan, memproduksi,
menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, dan menggubah.

2. Domain afektif (affective domain), yaitu internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan
batiniah dan terjadi bila peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian
mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan
tingkah laku.
Domain afektif terdiri atas beberapa jenjang kemampuan, yaitu :
a. Kemauan menerima (receiving), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik
untuk peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali
dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. Kata kerja
operasional yang dapat digunakan diantaranya : menanyakan, memilih, menggambarkan,
mengikuti, memberikan, berpegang teguh, menjawab, menggunakan.
b. Kemauan menanggapi/menjawab (responding), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk tidak hanya peka pada suatu fenomena tetapi juga bereaksi terhadap
salah satu cara. Penekanannya pada kemauan peserta didik untuk menjawab secara sukarela,
membaca tanpa ditugaskan. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya :
menjawab, membantu, memperbincangkan, memberi nama, menunjukkan,mempraktikkan,
mengemukakan, membaca, melaporkan, menuliskan, memberitahu, mendiskusikan.
c. Menilai (valuing), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menilai
suatu objek, fenomena atau tingkah laku tertentu secara konsisten. Kata kerja operasional
yang digunakan diantaranya: melengkapi, menerangkan, membentuk, mengusulkan,
mengambil bagian, dan memilih.
d. Organisasi (organization), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai.
Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : mengubah, mengatur,
menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, menggeneralisasikan, memodifikasi.

3. Domain psikomotor (psychomotor domain), yaitu kemampuan peserta didik yang berkaitan
dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya, mulai dari gerakan yang sederhana sampai dengan
gerakan yang kompleks. Perubahan pola gerakan memakan waktu sekurang-kurangnya 30 menit.
Kata kerja operasional yang digunakan harus sesuai dengan kelompok keterampilan masing-
masing, yaitu :
a. Muscular or motor skill, yang meliputi : mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil,
melompat, menggerakkan, menampilkan.
b. Manipulations of materials or objects, yang meliputi : mereparasi, menyusun,
membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk.
c. Neuromuscular coordination, yang meliputi : mengamati, menerapkan, menghubungkan,
menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik dan menggunakan.
Kata kerja yang digunakan harus sesuai dengan kelompok keterampilan masing-masing, yaitu:
a) Meniru merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan contoh yang
diamatinya walaupun belum mengerti makna atau hakikat dari keterampilan itu. Contoh kata kerja
operasional yang biasa digunakan untuk mengukur aspek ini adalah mengkonstruksi,
menggabungkan, mengatur, mnyesuaikan, dan sebagainya.
b) Memanipulasi merupakan kemampuan dalam melakukan suatu tindakan seperti yang
diajarkan, dalam arti mampu memilih yang diperlukan. Kata kerja yang sering digunakan dalam
mengukur aspek ini adalah menempatkan, membuat, memanipulasi, merancang, dan sebagainya.
c) Pengalamiahan merupakan suatu penampilan tindakan dimana hal-hal yang diajarkan
(sebagai contoh) telah menjadi suatu kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan lebih
meyakinkan. Contoh kata kerja operasional yang biasa digunakan untuk mengukur aspek ini
diantaranya adalah memutar, memindahkan, menarik, mendorong, dan sebagainya.
d) Artikulasi merupakan suatu tahap dimana seseorang dapat melakukan suatu keterampilan
yang lebih komplek terutama yang berhubungan dengan gerakan interpretatif. Contoh kata kerja
operasional yang biasa digunakan untuk mengukur aspek ini adalah menggunakan, mensketsa,
menimbang, menjeniskan, dan sebagainya.
Berdasarkan taksonomi Bloom di atas, maka kemampuan peserta didik dibagi menjadi dua, yaitu
tingkat tinggi dan tingkat rendah. kemampuan tingkat rendah terdiri atas pengetahuan, pemahaman,
dan aplikasi, sedangkan kemampuan tingkat tinggi meliputi analisis, sintesis, evaluasi dan
kreatifitas.
2.7.2 Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Perspektif Sistem Pembelajaran.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa ruang lingkup evaluasi pembelajaran hendaknya
bertitik tolak dari tujuan evaluasi pembelajaran itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar apa yang
dievaluasi relevan dengan apa yang diharapkan. Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk
mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem pembelajaran, baik yang menyangkut tentang tujuan,
materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan, guru dan peserta didik serta sistem penilaian itu
sendiri. Secara keseluruhan, ruang lingkup
evaluasi pembelajaran adalah :
1. Program pembelajaran, yang meliputi :
a. Tujuan pembelajaran umum atau kompetensi dasar, yaitu target yang harus dikuasai peserta didik
dalam setiap pokok bahasan/topik. Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi tujuan
pembelajaran umum atau kompetensi dasar ini adalah keterkaitannya dengan tujuan kurikuler atau
standar kompetensi dari setiap bidang studi/mata pelajaran dan tujuan
kelembagaan, kejelasan rumusan kompetensi dasar, kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan
peserta didik, pengembangannya dalam bentuk hasil belajar dan indikator, penggunaan kata kerja
operasional dalam indikator, dan unsur-unsur penting dalam kompetensi dasar, hasil belajar dan
indikator.
b. Isi/materi pembelajaran, yaitu isi kurikulum yang berupa topik/pokok bahasan dan sub topik/sub
pokok bahasan beserta rinciannya dalam setiap bidang studi atau mata pelajaran. Isi kurikulum
tersebut memiliki tiga unsur, yaitu logika (pengetahuan benar salah, berdasarkan prosedur
keilmuan), etika (baik-buruk), dan estetika (keindahan). Materi pembelajaran dapat
dikelompokkan menjadi enam jenis, yaitu fakta, konsep/teori, prinsip, proses, nilai dan
keterampilan. Kriteria yang digunakan, antara lain : kesesuaiannya dengan kompetensi dasar dan
hasil belajar, ruang lingkup materi, urutan logis materi, kesesuaiannya dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik, waktu yang tersedia dan sebagainya.
c. Metode pembelajaran, yaitu cara guru menyampaikan materi pelajaran, seperti metode ceramah,
tanya jawab, diskusi, pemecahan masalah, dan sebagainya. Kriteria yang digunakan, antara lain :
kesesuaiannya dengan kompetensi dasar dan hasil belajar, kesesuaiannya dengan kondisi kelas/
sekolah, kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan peserta didik, kemampuan guru dalam
menggunakan metode, waktu, dan sebagainya.
d. Media pembelajaran, yaitu alat-alat yang membantu untuk mempermudah guru dalam
menyampaikan isi/materi pelajaran. Media dapat dibagi tiga kelompok, yaitu media audio, media
visual, dan media audio-visual. Kriteria yang digunakan sama seperti komponen metode.
e. Sumber belajar, yang meliputi : pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar. Sumber belajar dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sumber belajar yang dirancang (resources by design) dan
sumber belajar yang digunakan (resources by utilization). Kriteria yang digunakan sama seperti
komponen metode.
f. Lingkungan, terutama lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga. Kriteria yang digunakan,
antara lain : hubungan antara peserta didik dengan teman sekelas/sekolah maupun di luar sekolah,
guru dan orang tua; kondisi keluarga dan sebagainya.
g. Penilaian proses dan hasil belajar, baik yang menggunakan tes maupun non-tes. Kriteria yang
digunakan, antara lain : kesesuaiannya dengan kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator;
kesesuaiannya dengan tujuan dan fungsi penilaian, unsur-unusr penting dalam penilaian,
aspekaspek yang dinilai, kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan peserta
didik, jenis dan alat penilaian.

2.7.3 Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Perspektif Penilaian Proses dan Hasil
Belajar
1. Sikap
Sikap dan kebiasaan, motivasi, minat, bakat, yang meliputi:
a. Apakah sikap peserta didik sudah sesuai dengan apa yang diharapkan ?
b. Bagaimanakah sikap peserta didik terhadap guru, mata pelajaran, orang tua, suasana
madrasah, lingkungan, metoda dan media pembelajaran ?
c. Bagaimana sikap dan tanggung jawab peserta didik terhadap tugas-tugas yang diberikan
oleh guru di madrasah ?
d. Bagaimana sikap peserta didik terhadap tata tertib madrasah dan kepemimpinan kepala
madrasah ?
2. Pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap bahan pelajaran :
a. Apakah peserta didik sudah mengetahui dan memahami tugas-tugasnya sebagai warga
negara, warga masyarakat, warga madrasah, dan sebagainya?
b. Apakah peserta didik sudah mengetahui dan memahami tentang materi yang telah diajarkan
?
c. Apakah peserta didik telah mengetahui dan mengerti hukum-hukum atau dalil-dalil dalam
Al-Alquran dan Hadits ?
3. Kecerdasan peserta didik :
a. Apakah peserta didik sampai taraf tertentu sudah dapat memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi, khususnya dalam pelajaran ?
b. Bagaimana upaya guru meningkatkan kecerdasan peserta didik ?
4. Perkembangan jasmani/kesehatan :
a. Apakah jasmani peserta didik sudah berkembang secara harmonis ?
b. Apakah peserta didik sudah mampu menggunakan anggota-anggota badannya dengan
cekatan ?
c. Apakah peserta didik sudah memiliki kecakapan dasar dalam olahraga ?
d. Apakah prestasi peserta didik dalam olahraga sudah memenuhi syaratsyarat yang ditentukan
?
e. Apakah peserta didik sudah dapat membiasakan diri hidup sehat ?
5. Keterampilan :
a. Apakah peserta didik sudah terampil membaca Al-Quran, menulis dengan huruf Arab, dan
berhitung ?
b. Apakah peserta didik sudah terampil menggunakan tangannya untuk menggambar, olah
raga, dan sebagainya ?
Dengan demikian, hasil belajar merupakan gambaran tentang apa yang harus digali, dipahami,
dan dikerjakan peserta didik. hasil belajar ini merefleksikan keluasan, kedalaman, kerumitan dan
harus digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu.
Ruang lingkup evaluasi pembelajaran dan penilaian hasil belajar diatas merupakan aspek-aspek
minimal yang harus dievaluasi oleh guru dalam pembelajaran. Aspek-aspek tersebut masih bersifat
umum dan global. Oleh karena itu, perlu diperinci lagi sampai pada tingkat operasional dan spesifik
sehingga aspek-aspek itu betul-betul dapar diukur dan dapat diamati. Untuk mengukur aspek-aspek
tersebut, guru harus membuat instrumen evaluasi atau penilaian secara bervariasi, baik tes maupun
non-tes.

2.7.4 Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Perspektif Penilaian Berbasis Kelas
Sesuai Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, maka ruang lingkup penilaian berbasis kelas adalah
sebagai berikut:
1) Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Kompetensi ini pada hakikatnya ialah pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan suatu
aspek atau subjek mata pelajaran tertentu.
2) Kompetensi Rumpun Pelajaran
Rumpun pelajaran merupakan kumpulan dari mata pelajaran yang lebih spesifik.
3) Kompetensi Lintas Kurikulum
Kompetensi ini merupakan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik melalui seluruh rumpun
pelajaran dalam kurikulum.
4) Kompetensi Tamatan
Kompetensi ini merupakan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan jenjang pendidikan
tertentu.
5) Pencapaian Keterampilan Hidup
Penguasaan berbagai kompetensi dasar, kompetensi lintas kurikulum, kompetensi rumpun
pelajaran, dan kompetensi tamatan melalui berbagai pengalaman belajar dapat memberikan efek
posistif dalam bentu kecakapan hidup (life skills).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada hakikatnya tes adalah serangkaian tugas yang harus dilakukan atau soal-soal yang
harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Pengukuran adalah
suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas daripada sesuatu. Dalam proses pengukuran
tentu harus menggunakan alat ukur. Alat ukur tersebut harus standar, yaitu memiliki derajat
validitas dan reliabilitas yang tinggi. Penilaian adalah suatu proses atau kegiatan yang
berkesinambungan untuk pengumpulan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik
dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu.
Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai
dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka mengambil
suatu keputusan.
Tujuan utama melakukan evaluasi dalam proses pembelajaran adalah untuk mendapatkan
informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran pada siswa sehingga dapat
diupayakan tindak lanjutnya. Adapun evaluasi memiliki beberapa fungsi diantaranya evaluasi
berfungsi sebagai penempatan, evaluasi berfungsi formatif, evaluasi berfungsi diagnostic, evaluasi
berfungsi sumatif, evaluasi berfungsi selektif, dan evaluasi berfungsi sebagai pengukur
keberhasilan.
Ruang lingkup evaluasi pembelajaran dalam perspektif domain hasil belajar dapat
mengikuti pengelompokkan dari Benyamin S.Bloom, dkk (1956) yang membagi hasil belajar
menjadi tiga domain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Setiap domain dibagi lagi menjadi
beberapa jenjang kemampuan. Ruang lingkup evaluasi pembelajaran dalam perspektif sistem
pembelajaran terdiri atas (1) program pembelajaran, (2) proses pelaksanaan pembelajaran, (3) hasil
pembelajaran. Ruang lingkup evaluasi pembelajaran dalam perspektif penilaian proses dan hasil
belajar terdiri atas sikap, pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap bahan pelajaran,
kecerdasan peserta didik, perkembangan jasmani/kesehatan, dan keterampilan. Selain itu terdapat
juga prinsip-prinsip umum evaluasi, diantaranya kontinuitas, komprehensif, adil dan objektif, dan
kooperatif.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan yaitu agar pemahaman dalam pembuatan makalah yang baik
diterapkan pada penulisan sehingga pembaca menjadi paham, dan makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca, dan memahamkan penulis lebih mendalam pada perkuliahan teori
psikolinguistik ini.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal (2011) Evaluasi Pembelajaran: Prinsip-Teknik-Prosedur, Bandung : PT.Remaja


Rosdakarya.
Arifin, Zainal (2011) Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung : PT.Remaja
Rosdakarya.
Arikunto, S., dan Jabar, C.S.A, (2007) Evaluasi Program Pendidikan, Cetakan ke-2, Jakarta : Bumi
Aksara.
Hasan, S.H., (2009) Evaluasi Kurikulum, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.
Mursell, J., dan Nasution, S., (tanpa tahun) Mengajar dengan Sukses, Bandung : Jemmars.
Sudjana, N., dan Ibrahim, R., (2007) Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Cetakan ke-4, Bandung
: Sinar Baru Algensindo.
Diskusi Pertanyaan :
Jawaban Saya
1. Almira

Apa perbedaaan PAP dan PAK ? Kapan masing masing penilaian digunakan ?

PAP

a. PAP cenderung menekankan pada hal apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik, bukan
membandingkan peserta didik dengan teman-temannya yang lain.

b. Kriteria dalam penilaian ini adalah tingkat pengalaman belajar yang telah dicapai oleh
peserta didik setelah kegiatan pembelajaran ataupun berkaitan dengan Kompetensi Dasar yang
sudah ditentukan sebelum memulai kegiatan pembelajaran.

c. Tujuannya adalah untuk mengukur ketercapaian tujuan atau kompetensi yang telah
ditetapkan sebagai Kriteria keberhasilan dalam proses pembelajaran.

d. Digunakan untuk menjelaskan hasil Tes Formatif

e. Mengukur sejumlah besar kompetensi dengan sedikit butir tes.

f. Penafsiran hasil tes membutuhkan pendefisian kelompok secara jelas

g. Menekan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat pencapaian belajar secara relatif

PAN
a. PAN lebih terfokus dalam membandingkan hasil belajar peserta didik dengan teman-
temannya yang lain.

b. Penilaian ini biasanya digunakan untuk seleksi atau penilaian akhir belajar, sehingga guru
dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik.

c. Tujuannya adalah untuk mengklasifikasikan peserta didik sesuai dengan tinggi rendahnya
tingkat kemampuan yang dimiliki oleh mereka.

d. Digunakan untuk menjelaskan hasil Tes Sumatif

e. Mengukur sejumlah terbatas kompetensi dengan banyak butir tes.

f. Penafsiran hasil tes membutuhkan pendefisian perilaku yang diukur secara jelas dan terbatas

g. Menekan penjelasan tentang perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap
peserta tes

2. Alifia
Kapan penilaian acuan norma digunakan ? Dan contoh pelaksanaan nya PAN digunakan 1
semester atau 1 tahun dengan penilaian rapor seperti UTS/ UAS dan dibandingkan kelompok

Penilaian acuan norma digunakan untuk menentukan rangking siswa dalam kelompoknya,
bukan digunakan untuk menentukan kelulusan seseorang.
Penilaian acuan norma hanya mengandalkan perangkat dan nilai tunggal.
Penilaian acuan norma menggarisbawahi perbedaan prestasi yang ada pada sisiwa.

Penilaian acuan norma dalam menentukan nilai siswa:

Dalam satu kelas, peserta ujian terdiri dari 9 orang dengan skor mentah 50, 45, 45, 40, 40, 40,
35, 35, dan 30. Jika menggunakan pendekatan penilaian acuan normal (PAN), maka peserta tes
yang mendapat skor tertinggi (50) akan mendapat nilai tertinggi, misalnya 10. sedangkan
mereka yang mendapat skor di bawahnya akan mendapat nilai secara proporsional, yaitu 9, 9,
8, 8, 8, 7, 7, 6.

Penentuan nilai dengan skor di atas dapat juga dihitung terlebih dahulu persentase jawaban
benar. Kemudian, yang memperoleh persentase tertinggi diberikan nilai tertinggi.

PAK
apabila ujian yang diterima siswa mudah maka para siswa akan mendapat nilai A atau B, dan
sebaliknya apabila ujian tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan maka kemungkinan untuk
mendapatkan nilai A atau B akan sangat kecil.
[5/9 06.03] Belita Yoan Intania: Nilai 85 ke atas = A

Nilai 75-84 = B

Nilai 65-74 =C

Nilai 55-64 = D

Mba Esty
Penilaian mana yang lebih efektif digunakan oleh guru PAK / PAN ?
PAP karena penilaian ini cenderung mengukur tingkat penguasaan materi setiap peserta didik,
namun PAN digunakan untuk menentukan kedudukan atau posisi seorang peserta didik di
antara kelompoknya.
PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang
terkontrolnya penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak
dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal. PAP ini menggunakan prinsip belajar
tuntas
Namun sebenarnya tidak dapat ditentukan mana yang lebih efektif karena mempunyai tujuan
yang berbeda
PAK sistem yang digunakan secara umum, standarnya sama
Misalnya ada siswa yang mendapatkan 86 maka nilai yang diperoleh A dan yang kurang dari
86 misalnya nilai 81-85 mendapatkan AB
PAN tidak bisa menentukan lulus dan tidak lulus, digunakan dalam kelompok tertentu,
misalnya ada siswa yang mencapai nilai 70 dari 100 maka jika dikonversi kan akan dianggap
paling tinggi dalam memperoleh nilai namun tidak terstandarisasi

Anda mungkin juga menyukai