Anda di halaman 1dari 45

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Sejarah Pendidikan Islam M. Miftah Arief, M. Pd

MASA KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM: SETELAH


JATUHNYA BAGHDAD

Disusun Oleh:

KELOMPOK 4.7

Ahmad Gajali 20.12.5313

Bahruni 20.12.5026

Mahmud Lutfi 20.12.5036

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wa syukurillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan kemampuan serta keberkahannya atas waktu, tenaga, maupun pikiran
kepada kita, dengan berkahnya jua lah kami dapat menyelesaikan amanat yang
telah diberikan oleh bapak M. Miftah Arief, M. Pd untuk membuat makalah yang
berjudul “Masa Kemunduran Pendidikan Islam: Setelah Jatuhnya Baghdad”,
sungguh rahmat Allah SWT yang telah membantu kami menemukan jalan
sehingga kami dapat menyelesaikannya.

Makalah kami tentu sangat jauh dari kesempurnaan, tetapi mudah-mudahan


sekiranya dapat memberikan sedikit ilmu pengetahuan kepada teman-teman
sekalian, agar dapat menambah wawasan ilmu kita.

Kami menyadari bahwasanya dalam penyusunan makalah ini tentu terdapat


begitu banyak kekurangan, dikarenakan manusia masih mempunyai batasan
kemampuan, jadi sekiranya kami harap teman-teman sekalian bisa
memakluminya.

Kami berharap pula makalah ini dapat dibaca sesuai tujuan pembuatannya.
Atas partisipasi dalam penyusunan makalah serta perhatian pembaca materi
makalah ini, kami ucapkan terima kasih.

Banjarbaru, 17 Desember 2021

Kelompok 4.7

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
C. Tujuan Masalah ......................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 5
A. Kejatuhan Baghdad ................................................................................... 5
B. Kemunduran Pendidikan Islam Pasca Kejatuhan Baghdad .................... 11
C. Kehancuran Dinasti Abbasiyah dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan di
Dunia Islam .............................................................................................. 14
D. Dinamika Pendidikan Islam Pasca Kejatuhan Baghdad .......................... 20
E. Kerajaan Mamluk di Mesir...................................................................... 22
F. Kerajaan Turki Usmani ........................................................................... 25
G. Kerajaan Safawiah di Iran ....................................................................... 28
H. Kerajaan Mughal di India ........................................................................ 30
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 35
A. Kesimpulan .............................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 41

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama yang sempurna, agama yang diridhai oleh Allah Swt
yang memiliki suatu landasan Al-Qur’an dan hadist sebagai pedoman hidup
manusia. Maka sesungguhnya kehidupan manusia telah digarisi oleh Allah Swt,
dalam Al-Quran tentang aturan kehidupan-Nya. Oleh karenanya islam memiliki
sejarah tentang masa kemajuan dan masa kemundurannya. Dikatakan sebagai era
kemajuan islam tersebut, yaitu di saat umat islam telah berhasil menegakkan hak-
hak Allah diatas muka bumi dalam menerapkan hukum-hukum syariat Allah Swt
sebagai hukum yang berlaku dalam kehidupan manusia, baik dalam aturan
kepemerintahan, undang-undang, maupun dalam kemasyarakatan. Pada masa ini
Islam mampu mempertahankan kekuasaannya dan berjaya. Sementara di era
kemunduran Islam ditandai dengan diambil alih oleh pihak luar islam dengan
serangan, serbuan dan penghancuran kepada kerajaan islam yang telah berkuasa.
Dan mengambil alih kekuasaan dari kerajaan islam sebelumnya.
Sejarah Islam dapat dibagi ke dalam periode klasik, pertengahan, dan
Modern. Pada periode klasik (650-1250 M) dibagi menjadi masa kemajuan islam
dan masa didisintegrasi. Menurut Harun Nasution pada abad pertengahan adalah
era kemunduran Islam. Sejarah mengenai kemunduran Islam ini banyak
masyarakat yang tidak mengetahuinya. Kemunduran islam pada saat itu, yang
membuat umat islam semakin terpuruk. Dengan runtuhnya sistem Khilafah, salah
satu yang sangat mengharukan bagi umat islam seakan mereka adalah ayam
kehilangan induknya. Umat Islam telah kocar kacir tidak ada yang mengurus, lain
dengan sebelum mundurnya dunia Islam. Ketika Islam berjaya umat Islam telah
diatur sedemikian rupa.
Masyarakat harus mengetahui tentang sejarah kemunduran islam tersebut,
sebagai pelajaran bahwa yang membuat Islam runtuh dan mundur disebabkan
oleh beberapa faktor yang dijelaskan dalam sejarah islam. Seperti krisisnya
politik, krisis intelektual, dan krisis bidang keagamaan menjadi faktor
kemunduran dunia Islam pada saat abad pertengahan. Dengan melihat kondisi

1
islam hari ini semakin terpuruk maka menjadi suatu rujukan untuk mempelajari
hal-hal yang mempengaruhi kemunduran islam. Maka, umat islam harus
menengoknya pada sejarah agar bisa memajukan dan menjaga islam ini.
Periode kemunduran biasanya dikaitkan dengan jatuhnya kota Baghdad dan
jatuhnya Andalusia ke tangan kaum Kristen. Pasca jatuhnya dua kekuatan penting
Islam tersebut selanjutnya umat Islam mengalami kemunduran baik di Timur
maupum di Barat.1
Kemunduran umat Islam dalam peradabannya terjadi pada sekitar tahun
1250 M. s/d tahun 1500 M. Kemunduran itu terjadi pada semua bidang terutama
dalam bidang Pendidikan Islam. Di dalam Pendidikan Islam kemunduran itu
sebagian diyakini karena berasal dari berkembangnya secara meluas pola
pemikiran tradisional. Adanya pola itu menyebabkan hilangnya kebebasan
berpikir, tertutupnya pintu ijtihad, dan berakibat langsung kepada menjadikan
fatwa ulama masa lalu sebagai dogma yang harus diterima secara mutlak (taken
for garanted). Saat umat Islam mengalami kemunduran, di dunia Eropa malah
sebaliknya mengalami kebangkitan mengejar ketertinggalan mereka, bahkan
mampu menyalib akar kemajuan-kemajuan Islam. Ilmu Pengetahuan dan filsafat
tumbuh dengan subur di tempat-tempat orang Eropa. Akibatnya bila pola pikir
tradisional yang berkembang di dunia Islam terus tertanam dan tumbuh subur,
maka di tempat mereka di Eropa pola pemikiran rasionallah yang didasarkan pada
filsafat Rasionalnya Ibnu Rusyd yang memacu kebangkitan mereka melalui
gerakan-gerakan kebangkitan. Hal ini merupakan penyebab beralihnya secara
drastis pusat pendidikan dari dunia Islam ke Eropa.
Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar
200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Mu'tashim betul-
betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung "topan" tentara Hulagu Khan.
Kota Baghdad dihancurkan rata dengan tanah, dan Hulagu Khan menancapkan

1
Kota Baghdad dijatuhkan oleh bangsa Mongol d bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258.
Kejatuhan Baghdad ini sekaligus menandai masa berakhirnya kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang
berpusat di kota tersebut. Sementara itu di Eropa, orang-orang Kristen berhasil menguasai kembali
wilayah Spanyol pada pertengahan abad ke-13. Sejak sekitar pertengahan abad-13 tersebut umat
Islam mengalami masa-masa kemunduran baik di Timur maupun di Barat.

2
kekuasaan di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syiria
dan Mesir.
Beberapa wilayah diperintah oleh Dinasti-dinasti yang lebih kecil dari
Dinasti Abbasiyah. Di Mesir dan Syam misalnya dikuasai oleh Sultan Mamluk,
Asia Kecil berada di bawah kekuasaan dinasti Usmani, Irak dan Persia berada di
bawah Daulat Ilkhaniyah, Turkistan dan Afghanistan berada dibawah Daulat
Syagtaniyah, yang akhirnya kedua daulat itu dikuasai oleh Daulat Timuriyah,
keturunan bangsa Mongol. Di Yaman berdiri kerajaan-kerajaan kecil di Zebeb,
San’a, dan Aden. Di Maghribi dikuasai oleh keturunan Arab, dan Barbar yang
membentuk kerajaan-kerajaan kecil pula di Tunisia, Maroko, Al Jazair, dan
Granada.2 Sementara di Timur ada dua kerajaan Islam, yaitu Mughal di India dan
Safawiyah di Iran.3 Pendek kata, dunia Islam pada waktu itu tidak hanya dikuasai
oleh bangsa Arab saja, namun juga dikuasai oleh bangsa non Arab, seperti: Turki,
Mughal, dan Barbar. Wilayah umat Islam terpecah menjadi banyak kekuasaan.
Beberapa kerajaan yang disebutkan di atas akan dijelaskan pada bagian
berikut, meliputi kerajaan Mamluk, dan tiga imperium Islam yaitu Turki Usmani,
Dinasti Safawiyah, dan Mughal di India.
B. Rumusan Masalah
Melihat dari latar belakang di atas, Maka rumusan masalah dalam makalah
ini meliputi beberapa pembahasan:
1. Bagaimana penyebab jatunya Baghdad?
2. Bagaimana terjadinya kemunduran Pendidikan Islam pasca jatuhnya
Bagdad?
3. Bagaimana Kehancuran Dinasti Abbasiyah dan Pengaruhnya
Terhadap Pendidikan di Dunia Islam?
4. Bagaimana Dinamika Pendidikan Islam pasca jatuhnya Bagdad?
5. Bagaimana masa kemunduran Pendidikan islam di kerajaan kerajaan
Mamluk?
6. Bagaimana masa kemunduran Pendidikan islam di Turki Usmani?
2
Fakhururozy Dalimunte, sejarah pendidikan Islam, Medan, Rainbow, 1987, hlm. 140-141.
3
Abdul Hasan Ali Nadwi, Islam dan Dunia, Penerjemah Adang Affandi, Bandung, Angkasa,
1987, hlm. 99-100.

3
7. Bagaimana masa kemunduran Pendidikan islam di Dinasti Safawiyah?
8. Bagaimana masa kemunduran Pendidikan islam di Mughal India?
C. Tujuan Masalah
Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Juga bertujuan untuk memberikan wawasan
intelektual bagi para pembaca dan juga penulis tentang materi Masa Kemunduran
Pendidikan Islam: Setelah Jatuhnya Baghdad.
1. Untuk mengetahui penyebab jatuhnya Baghdad.
2. Untuk mengetahui terjadinya kemunduran Pendidikan islam pasca
jatuhnya Bagdad.
3. Untuk mengetahui kehancuran Dinasti Abbasiyah dan pengaruhnya
terhadap Pendidikan di dunia Islam.
4. Untuk mengetahui dan memahami Dinamika Pendidikan Islam pasca
jatuhnya Bagdad.
5. Untuk mengetahui terjadinya masa kemunduran pendidikan islam di
kerajaan Mamluk.
6. Untuk mengetahui terjadinya masa kemunduran Pendidikan islam di
Turki Usmani.
7. Untuk mengetahui terjadinya masa kemunduran Pendidikan islam di
Dinasti Safawiyah.
8. Untuk mengetahui terjadinya masa kemunduran Pendidikan islam di
Mughal India.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kejatuhan Baghdad
Sejak tahun 132 H/750 M Daulah Abbasiyah dinyatakan berdiri dengan
khalifah pertamanya Abu Abbas as-Shafah. Daulah ini berlangsung sampai tahun
656 H/1258 M. Masa yang panjang itu dilaluinya dengan pola pemerintahan yang
berubah-ubah sesuai dengan perubahan politik, budaya, sosial, dan penguasa.
Walaupun Abu Abbas adalah pendiri daulah ini, namun pembinaan sebenarnya
adalah Abu Ja`far Al-Mansur. Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari
bani umayyah, khawarij, dan juga syi`ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan.4
Baghdad yang terkenal sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan
Islam, pada tahun 1258 mendapat serbuan Mongol. Tentara mongol menyembelih
seluruh penduduk dan menyapu baghdad bersih dari permukaan bumi.
Dihancurkanlah segala macam peradaban dan pusaka yang telah dibuat beratus-
ratus lamanya. Diangkut kitab-kitab yang telah dikarang oleh ahli ilmu
pengetahuan bertahun-tahun lalu dihanyutkan kedalam sungai Dajlah sehingga
berubah warna airnya lantaran tinta yang larut. Khalifah sendiri beserta
keluarganya dimusnahkan sehingga putuslah Bani Abbas dan hancurlah kerajaan
yang telah bertahta dengan kebesarannya selama 500 tahun itu.5
Untuk itu menetapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu,
pada tahun 767 M Abu Ja’far kemudian memindahkan ibu kota dari Al-
Hasyimiyah, dekat kuffah ke kota yang baru dibangunnya, baghdad, merupakan
kota yang indah permai, istana, dan bangunan dibentuk menurut seni bangunan
Arab Persia dan termasyhur pada masa khalifah Harun ar-Rasyid dan Al-Ma’mun.
Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan,
serta kesusastran berada pada zaman keemasannya. Al-ma’mun menonjol dalam
hal gerakan intelektual dan ilmu pengetahuan dengan menerjemahkan buku-buku
dari Yunani dan mengembangkan ilmu-ilmu dengan mendapatkan temuan-temuan
ilmiah yang baru. Filsafat Yunani yang rasional menjadikan khalifah terpengaruh
4
Hasan Muarif Ambari, Dkk, Ensiklopedi Islam I, (Jakarta: Ikhtiar Baru Fan Hoven, 2001), hal.5
5
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Islam, (Jakarta: Prenada Media
Grup, 2007), hal. 179.

5
dan mengambil teologi rasional mu’tazilah menjadi teologi negara. Pada masa
inilah negara Islam menepatkan dirinya sebagai negara terkuat tak tertandingi dan
letak sumbangan Islam terhadap ilmu dan peradaban Barat atau dunia.
Masa imperium Abbasiyah dikenal sebagai kurun keemasan. Namun
selanjutnya juga mengalami kemunduran dan pada umumnya para sejarawan
menetapkan bahwa kejatuhan baghdad di Timur (1258 M) sebagai awal periode
kemunduran pendidikan yang ditandai kemunduran intelektual. Tepat juga
dikatakan periode ini merupakan awal kejatuhan dan keruntuhan baghdad sebagai
pusat ibu kota dan kebanggaan umat Islam di dunia akan kemajuan peradabannya.
Sepanjang Imperium Abbasiyah yang sebagian dibangun berdasarkan upaya
identifikasi Islam dan sebagian berdasarkan identifikasi khalifah, maka hilangnya
para pendukung merupakan sebuah bencana politik yang sangat besar. Meskipun
khalifah tetap sebagai pemimpin umat dan simbol bagi kesatuan muslim, tetaplah
terbuka sebuah jurang pemisah antara negara dan pemerintahan Islam, sementara
para ulama dan sufi merumuskan prinsip-prinsip keyakinan Islam.
Pergolakan akibat doktrin “kemakhlukan al-Quran” mempertegah
terpisahnya dua sisi dari kultur dan komunitas Islam masa awal, pemisahan antara
negara dan institusi keagamaan, pemisahan kalangan istana dan ulama, antara
peradaban kosmopolitan dan bentuk peradaban muslim. Selanjutnya, evolusi
institusi kenegaraan dan bentuk-bentuk kultur kosmopolitan, dan evolusi
keagamaan, berbagai nilai, dan amalan umat muslim pastilah akan terus
berlangsung dalam jalur yang terpisah.
Faktor-faktor yang membuat Baghdad menjadi lemah dan kemudian hancur
dapat dikelompokan menjadi faktor intrenal dan faktor eksternal.6
a. Faktor Internal
1) Perpecahan, perebutan kekuasaan dan pengaruh dalam keluarga
Abbasiyah sendiri. Walaupun hal tersebut terjadi di dalam
lingkungan keluarga sendiri, namun mempunyai pengaruh yang

6
Samsul Nizar, Sejarah Pendidkan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah
Sampai Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), hal. 172-174.

6
dalam dan luas, termasuk pengaruhnya terhadap pendidikan
Islam.
2) Gaya hidup yang berlebih-lebihan.
Gaya hidup berlebih-lebihan, oleh sebagian khalifah
bahkan diikuti oleh keluarga, mereka dapat mendatangkan
malapetaka. Sebagaimana yang terjadi pada diri khalifah al-
Mu’taz. Al-Mu’taz adalah khalifah pertama yang mengadakan
kendaraan dengan memakai hiasan emas. Adapun para khalifah
sebelumnya, mereka mengendarai kendaraan dengan hiasan
ringan dan perak. Bukan hanya khalifah memiliki gaya hidup
yang demikian, tetapi para pengawalnya demikian pula sehingga
mereka menghabiskan uang di Bait al-Mal.
3) Kelemahan sebagai khalifah.
Khalifah merupakan pusat dari struktur kekuasaan
pemerintah, seharusnya dipegang oleh orang-orang yang kuat
dipandang dari berbagai segi. Nampaknya hal ini hanya terdapat
pada para khalifah Daulah Abbasiyah pada masa kejayaannya.
Namun pada masa kemunduran kelemahan-kelemahan khalifah
merupakan sebab diantara sekian banyak sebab-sebab yang
membawa kemunduran dan kehancuran di bidang pemerintahan.
4) Pada masa tertentu khalifah hanya sebagai lambang.
Apabila khalifah hanya sebagai lambang saja, maka ketika
itu khalifah yang bersangkutan tidak mempunya peran
sebagaimana khalifah yang sesungguhnya. Hal seperti ini
terdapat pada diri sekian banyak khalifah. Para sultan atau para
wazir memegang kekuasaan pemerintahan. Khalifah tunduk di
bawah kekuasaan orang-orang yang berkuasa di bawahnya.
Khalifah sewaktu-waktu dapat diturunkan bahkan kalau perlu
dapat dibunuh.
5) Persaingan dan pertentangan antara unsur Arab, Persia dan
Turki.

7
Persaingan dan pertentangan antar unsur Arab, Persia, dan
Turki pada masa Daulah Abbasiyah itu erat sekali kaitannya
dengan perpecahan dan perebutan kekuasaan serta pengaruh
dalam keluarga khalifah. Masing-masing unsur itu berusaha
sedemikian rupa melakukan dominasi terhadap pemerintahan
bahkan terhadap khalifah itu sendiri.
6) Perpecahan yang disebabkan perbedaan mazhab.
Perbedaan mazhab, menyebabkan terjadi pertentangan dan
perpecahan, karena masing-masing mazhab mengaku bahwa
mazhabnya yang benar dan mazhabnya yang lain adalah salah.
b. Faktor Eksternal
1) Berkembangnya ajaran theologi Asy’ari dan tasawwuf Al-
Ghazali, yang mengajarkan tawakkal dan fatalisme.
Aliran Asy’ariyah berlainan dengan Mu’utazilah
samarkand, memberikan kedudukan lemah pada akal. Aliran
Asy’ariyah inilah yang dikembangkan oleh Madrasah an-
Nizamiyah. Sebagaimana diketahui Al-Ghazali banyak menulis
tulisan-tulisan mengenai tasawwuf, di antaranya adalah kitab
ihya ‘Illim al-Din yang sangat besar pengaruhnya di dunia
Islam.
2) Dominannya pengaruh turki di dunia Islam.
Bangsa Turki tidak memiliki intelektual yang tinggi,
walaupun bangsa Turki merupakan basis umat Islam terbesar,
akan tetapi karena keterputusan rangkaian kegiatan intelektual
berlanjut terus di masa-masa mereka berkuasa akibat dari
kebutaan mereka terhadap bahasa Arab. Padahal bahasa Arab
merupakan bahasa ilmiah yang menjadi kunci kemajuan
intelektual. Sementara itu, penguasa Turki Usmani menjadi kota
kostatinopel (sekarang Istanbul) menjadi pusat pemerintahan,
suatu negeri yang jauh dari pusat peradaban Islam.
3) Serangan Mongol ke Baghdad.

8
Tatkala tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan
menyerbu Baghdad maka pusat-pusat ilmu pengetahuan, baik
yang berupa perpustakaan maupun lembaga-lembaga pendidikan
mereka porak-porandakan dan mereka bakar sampai punah tak
berbekas. Dalam konteks seperti ini sudah tentu dunia
pendidikan tidak mendapatkan ruang gerak yang memadai,
segala aspek yang menunjang perkembangan lembaga-lembaga
pendidikan serba terbatas. Kebebasan mimbar dan akademik
yang menjadi roh atau jantung pengembangan Islam satu persatu
surut dan sirna.
4) Perang Salib.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa Dinasti Buwaihi
yang telah menguasai ibu kota Daulah Abbasiyah, Baghdad.
Dikalahkan oleh Dinasti Saljuk dinasti ini memperluas
kekuasaannya. Dengan dikuasai Asia Kecil oleh Dinasti Saljuk
itu maka orang-orang kristen merasa terhalang untuk
melaksanakan ziarah ke Palestina. Untuk membuka jalan
kembali Paus Urbanus II berseru kepada umat-umat Kristen
Eropa di tahun 1205 M supaya mengadakan perang suci
terhadap Islam.7
Pada masa jayanya kota Baghdad dikenal secara luas sebagai pusat
kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu
pengetahuan dan telah berhasil mengungguli kota-kota lain yang dikenal sebagai
pusat peradaban manusia.
Namun hal itu berubah drastis sejak penyerangan yang dilakukan tentara
Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1250
M. Dengan hadirnya Hulagu Khan, maka pusat-pusat ilmu pengetahuan, baik
yang berupa perpustakaan maupun lembaga-lembaga pendidikan semuanya
mereka porak-porandakan dan mereka bakar sampai punah tak berbekas.

7
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam: Perubahan Konsep, Filsafat dan Metodologi dan Era
Nabi SAW Sampai Ulama Nusantara, (Jakarta: Radar Jaya Ofset, 2012), hal. 151-154.

9
Dengan dibumihanguskannya kota Baghdad berikut kekayaan intelektual
yang ada didalamnya, maka berakhirlah kebesaran pemerintahan Islam masa lalu,
baik dalam wilayah kekuasaan maupun intelektual.
Penghancuran pusat kebudayaan Islam itu juga berakibat hilangnya dan
putusnya akar sejarah intelektual yang telah dengan susah payah dibangun pada
masa awal-awal Islam. Adanya kekalahan politik itu berpengaruh besar pada cara
pandang dan berpikirnya umat Islam yang telah mulai mengalihkan pandangan
dan pemikiran umat Islam yang semula berpaham dinamis berubah menjadi
berpaham fatalis.8
Jatuhnya kota Baghdad di tangan Hulagu Khan pada tahun 1250 M. bukan
saja pertanda yang awal dari berakhirnya supremasi Khilafah Abbasyiyah dalam
dominasi politiknya, tetapi berdampak sangat luas bagi perjalanan sejarah umat
Islam. Karena ini merupakan titik awal kemunduran umat Islam di bidang politik
dan peradaban Islam yang selama berabad-abad lamanya menjadi kebanggaan
umat.9
Namun selain penyerangan itu, ada faktor-faktor lain juga yang
menyebabkan jatuhnya Baghdad, di antaranya:
1. Adanya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang
terhimpun dalam Daulah Abbasyiah, terutama Arab, Persia dan Turki.
2. Adanya konflik aliran pemikiran dalam Islam yang sering
menyebabkan timbulnya konflik berdarah.
3. Munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari
kekuasaan pusat di Baghdad.
4. Kemerosotan ekonomi.
Umat islam agar selalu dapat berpacu dan mengembangkan diri harus selalu
melakukan inovasi serta berkreativitas supaya dapat mencapai keutuhan dan
kesempurnaan hidup. Hal ini setidaknya telah menjadi perhatian para penguasa
atau khalifah pada masa-masa jayanya Islam yang terletak pada kekuasaan Daulah

8
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah
Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 176.
9
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1999),
hal. 5.

10
Abbasiyah, segenap kemampuan dan perhatian dicurahkan untuk membangun
sebuah peradaban, dengan dijadikannya Baghdad sebagai pusat ibu kota
pemerintahan yang didalamnya berdiri istana dan bangunan yang megah dengan
seni bangunan arab Persia pada masa itu.
B. Kemunduran Pendidikan Islam Pasca Kejatuhan Baghdad
Kehancuran total yang dialami oleh Baghdad sebagai pusat-pusat
pendidikan dan kebudayaan Islam, menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan
dan kebudayaan Islam. Dunia Islam benar-benar mengalami suasana kegelapan.
Daya intelektual umat Islam tidak mampu untuk mengatasi persoalan-persoalan
baru yang dihadapi sebagai akibat perubahan dan perkembangan Zaman.
Sebagian besar kaum muslimin tenggelam dengan ajaran tasawwuf yang sudah
jauh menyimpang dari roh Islam. Sebaliknya, bangsa Eropa yang saat itu sedang
sibuk melepaskan armada-armadanya untuk mengarungi berbagai lautan untuk
menjarah kekayaan negeri-negeri Islam sambil menyebarluaskan ajaran Kristen
ke negeri-negeri Islam yang mereka kuasai.
Kalau pada masa kejayaan Islam semboyan: “al-Islam ya’lu wa-la
yula’alaih” benar-benar terelealisasi, sedangkan pada masa kemunduran umat
Islam berada pada anak tangga terbawa. Sebagian besar negeri islam dijajah oleh
bangsa Barat.
Corak kemunduran pendidikan Islam dapat dilihat dari berbagai aspek:
a. Dalam Bidang Itelektual.
Kemunduran dalam bidang intelektual ditandai dengan
ketidakmampuan umat Islam untuk mempergunakan akalnya dalam
mengembangkan ilmu-ilmu keIslaman. Ketidakmampuan intelektual
tersebut, terlihat dari pernyataan, bahwa “pintu ijtihad telah tertutup”,
dan muncul semboyan dari ajaran thariqat yang menyatakan sebagai
berikut: “al-dunya syijr li-al-mukmmin wa al-jannah li-al kafirin”
yang artinya dunia adalah penjara bagi kaum muslimin dan surga bagi
kaum kafir” semboyan tersebut sangat populer di tengah-tengah
masyarakat Islam. Akibatnya terjadilah kebekuan intelektual secara
total.

11
Menurut Fazlal Rahman gejala kemunduran intelektual ditandai
dengan penutupan pintu ijtihad (yakni, pemikiran yang original dan
bebas) selama abad ke-4 H/10 M dan 5 H/11 M telah membawa
kepada kemacetan umum dalam ilmu hukum, ilmu intelektual,
theologi dan pemikiran Keagamaan.
b. Dalam Bidang Akidah Ibadah.
Dalam bidang akidah, perbuatan syirik dan khurofat sudah
membudaya, sedangkan dalam bidang ibadah adalah dengan
masuknya hal-hal yang bersifat bid’ah ke dalam pengalaman ibadah.
Menurut M. Natsir, akibat perbuatan syirik, bid’ah dan khurofat,
maka kemurnian tauhid terancam. Guru-guru, pemimpin-pemimpin
rohani, di kultuskan dan dijadikan perantara antara hamba dengan
Allah. Dengan rusaknya kemurnian tauhid, hubungan antara hamba
dengan Tuhan menjadi kabur, hubungan manusia dengan sesama
manusia dan alam sekitarnya menjadi tidak karuan. Amalan yang
tadinya murni, dimasuki oleh bid’ah dan khurafat. Ruh ijtihad,
kemerdekaan berfikir, semangat untuk mengembangakan dan
memperluas daerah Islam dan mencari kebenaran-kebenaran menjadi
merosot, yang tumbuh bahkan jiwa serba turut (taqlid), daya cipta
menjadi lumpuh.
c. Dalam Bidang Hukum.
Kemunduran dalam bidang hukum disebabkan tertutupnya
ijtihad, maka dalam bidang hukum (fiqh), yang terjadi adalah
berkembangnya taklid buta di kalangan umat Islam. Dengan sikap
yang fatalitis tersebut, kehidupan mereka sangat statis, tidak ada
problem-problem baru dalam bidang Fiqh yang menyelesaikan. Apa
yang sudah ada dalam kitab-kitab Fiqh lama dianggapnya sebagai
suatu ajaran yang benar dan harus diikuti serta dilaksanakan
sebagaimana adanya.
d. Dalam Bidang Kurikulum.

12
Kemunduran dalam bidang kurukulum terlihat dari setidaknya
mata pelajaran di lembaga pendidikan Islam di seluruh dunia Islam.
Mata pelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan islam lebih
banyak mata pelajaran agama yang berorientasi kepada kehidupan
akhirat seperti fiqh, akhlak, tasawwuf.
Fazl al-Rahman melukiskan kondisi umat Islam, sebagai
berikut:
Kebiasaan menulis komentar yang sistematis, pada mulanya,
selalu disertai dengan penulisan karya-karya asli. Pada abad ke 6 H/12
M, misalnya Fakhrudin al-Razi menulis sebuah komentar atas Ibnu
Sina, tetapi juga mengarang beberapa karya yang independen. Tetapi
berkembanglah kebiasaan untuk menulis komentar atas komentar,
hingga karya yang asli menjadi subjek komentar tersebut hampir sama
sekali terlupakan.
e. Dalam Bidang Karya Ilmiah
Pada masa kejayaan Islam, umat Islam mempelopori
perkembangan ilmu dalam berbagai bidang ilmu keislaman, bahkan
kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak
berutang kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang
di periode Klasik, yang masuk ke Eropa melalui tiga saluran
(transmisi) yaitu: (1) Andalusia (Spanyol), (2) Sisilia (Asia Kecil), dan
(3) Perang Salib.
Namun pada masa kemunduran tidak ada lagi buku-buku ilmu
keIslaman yang dihasilkan oleh para sarjana muslim. Pembelajaran
tidak menghasilkan ilmu yang baru tetapi hanya menghasilkan syarah
(komentar) bahkan syarah dari syarah (komentar dari komentar).
f. Dalam Bidang Kehidupan dan Tradisi Kelembagaan.
Pada masa kemunduran ini kehidupan di lembaga pendidikan
dan di tengah-tengah masyarakat adalah kehidupan zuhud.
Akibat dari kehancuran dan kemunduran yang dialami oleh
umat Islam, terutama dalam bidang kehidupan intelektual dan materi,

13
adalah beralihnya secara drastis pusat-pusat budaya dari dunia Islam
ke Eropa. Dalam kondisi seperti ini menyebabkan umat Islam mencari
pegangan dan sandaran hidup-hidup yang bisa mengarahkan
kehidupan mereka.10
Di madrasah-madrasah yang tergabung dalam khalaqah-khalaqah dan
zawiyah-zawiyah sufi, karya-karya sufi dimasukan kedalam kurikulum yang
formal, khususnya di India di mana sejak abad ke 8 H/14 M karya-karya al-
Suhrawardi (pendiri suhrawardiyah), dan Ibn al-Arabi, diajarkan dimadrasah. Di
Turki waktu itu terdapat beberapa tempat khusus, yang disebut methnevikhana, di
mana Masnawiyah Jalaluddin al-Rumi merupakan satu-satunya buku yang
diajarkan.
Selanjutnya ilmu-ilmu yang berorientasi kepada kehidupan dunia, seperti
filsafat, ilmu fisika, matematika, biologi, dihilangkan dari kurikulum lembaga
pendidikan Islam. Bahkan ada lembaga pendidikan Islam yang mengharamkan
mempelajari mata pelajaran filsafat.
C. Kehancuran Dinasti Abbasiyah dan Pengaruhnya Terhadap
Pendidikan di Dunia Islam
1. Kehancuran Dinasti Abbasiyah
Dalam sejarah Islam, jatuhnya Daulah Abbasiyah pada tahun 1256 M
dianggap berakhirnya zaman keemasan Islam. Serangan militer
Hulagu Khan, penguasa Kerajaan Mongol dan Asia Tengah, menjadi
peristiwa sejarah yang dianggap sebagai sebagai berakhirnya masa
kejayaan kaum muslim. Pada fase kehancuran Daulah Abbasiyah
tidaklah semata-mata disebabkan oleh serangan bangsa Mongol saja,
akan tetapi terdapat beberapa faktor yang menjadi akar kemunduran
dinasti ini. Dan di antara faktor tersebut adalah:
a. Faktor Intenal
1) Konflik Internal Keluarga Istana

10
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam: Perubahan Konsep, Filsafat dan Metodologi dan Era
Nabi SAW Sampai Ulama Nusantara, (Jakarta: Radar Jaya Ofset, 2012), hlm 156-160.

14
Perebutan kekuasaan di kalangan anak-anak khalifah
sering membawa kemunduran dan kehancuran pemerintah
mereka sendiri, bahkan menjurus pada persaingan bangsa.
Ketika Harun al Rasyid wafat, sebetulnya sudah ada konflik
antara anaknya yaitu Al-Amin yang didukung oleh orang Arab
dan Al-Makmun yang didukung oleh orang Persia, yang
menjurus pada perang saudara, akan tetapi konflik itu bisa
diatasi dan Al-Makmun mampu membawa kemajuan bagi Islam,
akan tetapi konflik keluarga yang terjadi antar anak khalifah
pada masa Bani Buwaihi membawa kehancuran dan
kemunduran mereka.
2) Tampilnya Dominasi Militer
Pada masa khalifah Al-Mu’tasim banyak direktur jajaran
militer dari budak-budak Turki. Hal ini menjadikan dominasi
militer semakin kuat sehingga khalifah Al-Mu’tasim
memindahkan pusat pemerintahan dari baghdad ke Samarkandi
80 mil sebelah utara kota Baghdad.
Dalam perkembangannya kemudian, militer ini secara perlahan
membangun kekuatan dalam daulah. Usaha mereka berhasil
sehingga kekuasaan sesungguhnya berada ditangan mereka,
sementara kekuasaan Bani Abbasiyah mulai pudar dan
menyebabkan kemunduran. Sekitar tahun 935 H khalifah
Abbasiyah kehilangan kekuasaan atas seluruh wilayah provinsi,
kecuali beberapa daerah di sekitar Baghdad.
3) Permasalahan Keuangan
Dalam bidang keuangan Dinasti Abbasiyah juga
mengalami kemunduran yang bersamaan dengan bidang politik.
Dana yang diperoleh dari Al-Kharaj (pajak hasil bumi).
Perkembangan peradaban dan kebudayaan yang besar dari
periode pertama yang mendorong penguasa untuk bermewah-
mewah. Sampai pada tahun 919 H uang dalam jumlah yang

15
besar masih dikirim ke pemerintahan pusat di Baghdad. Ketika
militer tidak lagi mau membantu khalifah dalam pemungutan
pajak, maka akan menyebabkan pajak yang masuk ke
pemerintahan akan berkurang dan akan menyebabkan kesulitan
ekonomi bagi khalifah. Banyaknya pajak yang macet, makin
menyempitnya wilayah kekuasaan dan terjadinya
pemberontakan-pemberontakan yang sangat mengganggu
perokonomian.
4) Berdirinya Dinasti-dinasti Kecil
Berbagai hal yang terjadi di pusat pemerintahan Bani
Abbasiyah memberikan pengaruh yang besar terhadap daerah-
daerah kekuasaan daulah ini. Ketika munculnya dinasti
Tahiriyah di Khurasan yang didirikan oleh Tahir bin Husain
yang daulahnya merupakan gubernur yang ditunjuk Al-Ma’mun
yang ingin memerdekakan diri, kemudian sesudah itu muncul
dinasti Safawiyah di wilayah Persia dengan pusat kekuasaan di
Sijistan, dan muncul dinasti Idrisiyah di Afrika Utara, sampai
kepada dinasti Tulun, Ikhsid, dan Hamdaniyah yang semua
ingin memerdekakan diri dari Daulah Abbasiyah.
5) Luasnya Wilayah
Luasnya wilayah yang harus dikendalikan, merupakan
suatu penyebab lambatnya pemerintah menyampaikan informasi
dan komunikasi. Kekuasaan dinasti Abbasiyah tidak pernah
diakui di Spayol dan seluruh Afrika Utara, kecuali militer yang
bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan nominal. Secara rill
daerah-daerah itu berada dalam kekuasaan gubernur-gubernur
provinsi yang bersangkutan, hubungan dengan khalifah ditandai
dengan pembayaran upeti.
6) Fanatisme Keagamaan
Fanastisme keagamaan berkaitan persoalan kebangsaan.
Konflik yang dilatar belakangi agama tidak terbatas antar

16
muslim dan Zindig atau Ahlusunnah dengan Syi’ah tetapi juga
aliran-aliran dalam Islam, sehingga mu’tazilah yang cenderung
rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf.
Perselisihan ini dipertajam oleh Al-Makmun khalifah yang
ketujuh dari dinasti Abbasiyah.11
Aliran Mu’tazilah bengkit kembali pada masa dinasti
Buwaihi. Namun, pada masa dinasti Saljuk yang menganut
aliran Asy’ariyah, penyingkiran golongan Mu’tazilah mulai
dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa aliran
Asy’ariyah tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran Al-
Ghazali yang mendukung aliran ini menjadi ciri utama
Ahlussunnah. Pemikiran-pemikiran tersebut memiliki efek yang
tidak menguntungkan bagi perkembangan Islam ke aktivitas
intelektual Islam, konon sampai sekarang.12
b. Faktor Eksternal
1) Perang Salib
Terjadinya perang salib yang berlangsung beberapa
gelombang atau periode yang menelan banyak korban. Perang
salib merupakan simbol perang agama yang timbul atas ketidak
senangan komunitas Kristen terhadap perkembangan Islam di
Eropa. Orang-orang Kristen Eropa terpanggil untuk berperang
setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya.
2) Serangan Tentara Mongol
Serangan tentara Mongol ke wilayah Kekuasaan Islam
adalah peristiwa yang banyak menelan waktu dan pengorbanan.
Setelah Perang Salib, tentara mongol juga melakukan
penyerangan ke wilayah kekuasaan Islam, gereja-gereja Kristen
berasosiasi dengan orang Mongol yang sangat anti dengan orang
Islam sehigga Mongol memporak-porandakan kota-kota yang

11
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah
Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 184-188.
12
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perseda, 2008), hal. 84.

17
menjadi pusat pendidikan Islam. Al-mu’tashim (640-666 H)
adalah khalifah Abbasiyah yang terakhir dan telah dibunuh oleh
kaum mongol. Serangan inilah yang mengakhiri zaman
keemasan Islam.
Dari berbagai permasalahan internal yang dihadapi Daulah Abbasiyah
yang diiringi dengan serangan dari luar, mengakibatkan kehancuran-
kehancuran yang berdampak pada terhentinya kegiatan pengembangan ilmu
pengetahuan Islam.13
2. Kehancuran Dinasti Abbasiyah dan Pengaruhnya Terhadap
Pendidikan Dunia Islam
Pada umumnya para sejarawan menetapkan bahwa kejatuhan Baghdad
di Timur (1258 M) sebagai awal periode kemunduran itu. Dengan
kehancuran dinasti Abbasiyah yang disebabkan oleh berbagai faktor, telah
menunjukan bahwa dalam dunia Islam telah terjadi zaman kemunduran.
Dari pola pikir yang bersifat tradisional yang selalu mendasarkan dari pada
wahyu yang kemudian berkembang menjadi pola pemikiran sufistik dan
mengembangkan pola pendidikan sufi. Pola pendidikan ini sangat
memperhatikan aspek-aspek batiniah dan akhlak atau budi pekerti manusia.
Sedangkan pola pemikiran rasional mementingkan akal pikiran yang
menimbulkan pola pendidikan empiris rasional. Pola pemikiran yang kedua
ini sangat memperhatikan intelektual dan materi.
Dalam sejarah kehancuran total yang dihadapi kota-kota pendidikan
dan kebudayaan islam yang mengakibatkan runtuhnya sendi-sendi
pendidikan Islam dan melemahnya pemikiran Islam yang disebabkan antara
lain:
a. Telah Berlebihannya Filsafat Islam (yang bersifat sufistik)
Kehidupan sufi berkembang dengan cepat. Keadaan
frustasi yang merata dikalangan umat Islam yang menyebabkan
manusia yang kembali pada Tuhan (bukan sekedar dalam hidup

13
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah
Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 188-189.

18
yang fatalistik) dalam arti yang sebenarnya, bersatu dengan
Tuhan, sebagaimana yang diajarkan para sufi. Berkembanglah
berbagai sistem variabel dan jalan-jalan atau cara-cara tertentu
yang dikembangkan untuk menuntut para murid yang dikenal
dengan istilah tarekat.
b. Sedikitnya Kurikulum Islam
Kemunduran dan kemerosotan mutu pendidikan dan
pengajaran pada masa ini tampak jelas dengan sedikitnya materi
kurikulum dan mata pelajaran umumnya pada madrasah-
madrasah yang ada dengan menyempitnya bidang pengetahuan
umum, dengan tiada perhatian kepada ilmu-ilmu kealaman,
maka kurikulum madrasah-madrasah pada umumnya terbatas
pada ilmu-ilmu keagamaan, ditambah dengan sedikit gramatika
dan bahasa sebagai alat yang diperlukan. Ilmu-ilmu keagamaan
yang murni (tafsir, hadis, fikih, dan ushul fikih, ilmu kalam, dan
teologi Islam) sudah mulai tertinggal karena penyempitan
kurikulum pada masa itu.
c. Tertutupnya Pintu Ijtihad
Pada masa kemunduran ini, pintu ijtihad sudah mulai
dianggap tertutup yang disebabkan keruntuhan kota-kota
pendidikan Islam yang banyak dilaksanakan di rumah-rumah
para ulama yang berakibatkan madrasah-madrasah kurang
berfungsi. Kehancuran di bidang pendidikan berdampak
semakin ditinggalkannya pendidikan intelektual, maka semakin
statis kebudayaan Islam karena daya intelektual generasi
penerus tidak mampu mengadakan kreasi-kreasi budaya baru,
bahkan ketidak mampuan untuk mengatasi persoalan-persoalan
baru yang dihadapi sebagai akibat perubahan dan perkembangan
zaman.
Kehancuran imperium Abbasiyah pada satu sisi
merupakan sebuah perubahan politik, sosial, dan ekonomi.

19
Kemerosotan ekonomi secara total juga turut andil dalam
memperlemah imperium bahkan kondisi itu memutus harapan
untuk menciptakan kembali sebuah rezim imperial Timur
Tengah yang tunggal. Perubahan ini sejalan dengan berbagai
kebijakan-kebijakan kultural yang menyediakan jalan bagi
kehancuran imperium Abbasiyah sendiri, dan pada akhirnya
menyediakan jalan bagi terbentuknya sebuah model negara dan
masyarakat Timur Tengah yang baru.14
D. Dinamika Pendidikan Islam Pasca Kejatuhan Baghdad
Kehancuran total yang dialami oleh Bagdad sebagai pusat-pusat pendidikan
dan kebudayaan islam, menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan
kebudayaan islam. Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan dan semua buku-
buku ilmu pengetahuan dari kedua pusat pendidikan di timur dan barat dunia
islam tersebut, menyebabkan pula kemunduran pendidikan diseluruh dunia Islam,
terutama dalam bidang intelektual dan material, tetapi tidak demikian halnya
dalam bidang kehidupan batin dan spiritual.15
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan
saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari
masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat
kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu
pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang
dipimpin Hulagu Khan tersebut.16
Hanya Madrasah Nizamiyah yang bertahan melewati malapetaka ketika
Hulagu Khan menyerang Baghdad pada tahun 1258 M. Madrasah ini pun tetap
bertahan ketika bangsa Tartar menyerang Baghdad. Madrasah ini merupakan satu-
satunya lembaga pendidikan theologi yang diakui oleh Negara.17

14
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah
Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 190-192.
15
Zuhairi, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 110.
16
Zuhairi, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 111.
17
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, Cet. 2006), hal. 516.

20
Secara garis besar, akan diuraikan kondisi pendidikan Islam pada masa
setelah kemunduran bagdad, antara lain:
1. Kurangnya perhatian para pemimpin (Khalifah) terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan ulama Sehingga
perkembangan intelektual agak tersendat-sendat, Para pemimpin
terlalu sibuk memikirkan pemerintahan.
2. Terbakarnya perpustakaan serta lembaga pendidikan yang ada,
menyebabkan banyaknya khazanah intelektual Islam yang hilang dan
hangus terbakar.18
3. Suasana gelap dan mencekam yang dialami oleh dunia Islam benar-
benar memprihatinkan dan pada saat yang bersamaan, bangsa Eropa
justru sedang mencapai kejayaan sebagai pengaruh dari
berkembangnya paham Renaissance, dan sibuk melakukan misi
penjajahan ke negara-negara Islam. Oleh karena itu, banyak umat
Islam yang frustasi dan akhirnya berusaha menjauhi kehidupan
duniawi, termasuk meninggalkan kehidupan intelektual. Mereka lebih
memilih menutup diri dan menjalani kehidupan sebagai seorang sufi.
Akhirnya perkembangan ilmu pendidikan menjadi mandeg.
4. Kehidupan sufi berkembang pesat. Madrasah-madrasah yang ada
berkembang menjadi Zawiyah-zawiyah untuk mengadakan riyadhah
di bawah bimbingan dan otoritas seorang Syaikh yang akhirnya
berkembang menjadi lembaga tarekat dan di madrasah-madrasah yang
masih tersisa itu, hampir seluruh kurikulum di isi dengan karya-karya
sufistik.
5. Berkembangnya praktek bid’ah dan khurafat. hal itu ditandai dengan
banyaknya umat Islam yang mengkultuskan posisi seorang Syaikh
dalam suatu tarekat. sampai ada yang berdo’a minta di kuburan
seorang syaikh.

18
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam-Periode Klasik & Pertengahan, (Jakarta: Rajawali
Press, 2004), hal. 156.

21
6. Dalam bidang fikih, yang terjadi adalah berkembangnya taklid buta di
kalangan umat. Melalui sikap hidup yang statis itu, tidak ada
penemuan-penemuan baru dalam bidang fikih. Apa yang sudah ada
dalam kitab-kitab lama dianggap sebagai sesuatu yang baku, mantap,
benar, dan harus di ikuti serta dilaksanakan sebagaimana adanya
Sehingga memunculkan pendapat bahwa “pintu ijtihad sudah tertutup.
7. Pendapat yang sama juga dikemukakan bahwa keadaan Pendidikan
Islam di Baghdad mengalami kemerosotan disebabkan karena
berlebihannya filsafat Islam (yang bersifat sufistik) dan Sedikitnya
kurikulum Islam.19
Hal ini tampak jelas dengan menyempitnya bidang pengetahuan umum
dengan tiada perhatian kepada ilmu-ilmu alam, maka kurikulum Madrasah-
madrasah pada umumnya terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan, ditambah dengan
sedikit gramatika dan bahasa sebagai alat yang diperlukan. Ilmu-ilmu keagamaan
yang murni (tafsir, hadist, fiqih dan ushul fiqih, ilmu kalam dan teologi Islam)
sudah mulai tertinggal karena penyempitan kurikulum tersebut. Sedangkan waktu
yang diperlukan untuk menyelesaikan study relatif singkat, sistem pelajaran pun
sangat minim karena sistem pelajaran masa itu berorientasi pada buku pelajaran
dengan kurikulum yang sangat sempit.
E. Kerajaan Mamluk di Mesir
Kerajaan Mamluk merupakan kelanjutan dari pemerintahan dinasti
Ayyubiyah yang ada di Mesir. Kerajaan ini dikatakan mamluk karena didirikan
oleh orang-orang budak yang dulu mengabdi di kerajaan Ayyubiyah. Sejak
berdirinya kerajaan Mamluk, Mesir menjadi kota terkenal di dunia Islam. 20
Meskipun kerajaan ini dipimpin para budak tetapi Mamluk mencatat sejumlah
prestasi yang membanggakan. Di samping itu, Dinasti ini telah berjasa dalam
mengembangkan dan mempertahankan dunia islam. Wilayah kekuasaannya

19
http://iseng-isengyuk.blogspot.com/2012/11/masa-kemunduran-pendidikan-islam.html (Diakses
pada Tanggal 17 Desember 2021).
20
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Jilid I, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Heeve, 1994, hal. 146.
Lihat pula Nasir Al-Anshori, Mujmal Fi Tarikh Mishr al-Nazhm al-Siyasiyah wa al-Idariyah,
Kairo: Dar-al-Syuruq, 1993, hlm. 153.

22
meliputi Mesir, Suriah, Hejaz, Yaman, dan daerah Sungai Eufrat. Ia juga berhasil
dalam membersihkan sisa-sisa tentara salib dari Mesir dan Suriah serta
membendung desakan gerombolan bangsa Mongol yang menyerang kerajaan
Mamluk.21
Salah satu sultan Mamluk yang terkenal dan berprestasi adalah Sultan
Baybars (1260-1277 M), di zamannya Al-Azhar meningkat kemajuannya dan
menjadi pusat ilmu pengetahuan, terutama ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Ia
dikunjungi oleh ulama-ulama dan pelajar dari seluruh pelosok dunia, sebagaimana
halnya kota Baghdad dahulu.22 Apabila di saat terjadinya serbuan besar-besar dari
Mongol di Timur dan jatuhnya Islam di Barat, maka Al Azhar justru menjadi
lebih penting karena tindakannya memberikan perlindungan kepada orang-orang
besar. Hal ini meningkatkan nama baiknya.23 Pada saat Baghdad dan Andalusia
jatuh ke tangan bangsa lain, maka para ulama dan pelajar menjadikan Mesir
sebagai tempat pengembangan intelektualnya.
Al-Azhar kala itu tentu tidak sekedar hanya sebagai masjid Jami’ yang
memiliki peranan penting dan pusat pendidikan, tetapi juga merupakan tempat
berkumpulnya orang-orang shaleh, penginapan jama’ah haji, pengungsi, dan juga
tempat berkumpulnya tokoh-tokoh sufi.24 Namun demikian yang paling menonjol
fungsi al-Azhar selain sebagai tempat ibadah ia juga tempat pendidikan.
Para penguasa Mamluk juga mendirikan rumah sakit, madrasah, dan
perpustakaan, serta melengkapinya dengan sarana praktikum, alat-alatnya untuk
praktik kedokteran, serta melengkapi pustaka dengan berbagai jenis ilmu
pengetahuan. Dan suasana yang masih dipertahankan oleh sultan Mamluk dari
sikap dinasti sebelumnya adalah dukungan mereka terhadap para sufi dan
lembaga-lembaga, seperti khanqah, zawiyah, dan sejenisnya. Tercatat ada 21
khanqah pada dinasti ini.25 Nama-nama lembaga yang disebut belakangan adalah
tempat-tempat pendidikan kaum sufi.

21
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Jilid I, hlm. 146.
22
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Hidakarya Agung, Jakarta, 1989, hlm.173.
23
Hamid Hasan Bilgrami, Sayid Ali Asyraf, Konsep Universitas Islam, Yogyakarta, PT. Tiara
Wacana Yogya, 1889, hlm. 41.
24
Ibid.
25
Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, Bandung, Mizan, 1994, hlm. 101.

23
Pada saat kepemimpinan Mesir dipegang oleh sultan Al-Nashir (693-741 H
/ 1293-1341 M) kebudayaan Islam di Mesir mencapai tingkat yang tinggi. Ia
bukan saja melakukan perbaikan bidang perekonomian tapi juga melakukan
penyebaran ilmu pengetahuan dan pengembangannya. Ia membangun gedung-
gedung yang tak terhitung banyaknya. Kesenian dan tehnik pembangunan Islam
telah mencapai puncaknya. Sejumlah literatur menyebutkan bahwa jumlah
madrasah di Mesir dan Syam tidak kurang dari 75 madrasah saat itu.26 Namun
pendidikan Islam lewat madrasah sangat terbatas dalam bidang pendidikan ilmu
aqliyah dan Lisaniyah. Walaupun demikian, masih ada madrasah yang
mempelajari kedokteran, filsafat, ilmu musik, tapi jumlahnya sedikit, dan bersifat
27
individual dan khusus. Sedikitnya jumlah madarasah yang mempelajari
keilmuan aqliyah ini disebabkan karena memang pendirian madrasah awalnya
justru untuk membendung derasnya filsafat yang waktu itu dianggap meracuni
pemikiran masyarakat awam.
Model pembelajaran yang dilakukan di zaman ini kebanyakan adalah
menghapal matan. Metode ini cukup melembaga, seperti menghapal matan Al-
Jurumiyah, matan Taqrib, dan matan Alfiah. Sistem diskusi, symposium yang
pernah terdengar berkembang pada masa kejayaan tidak terdengar lagi.28 Agaknya
metode ini kurang mengembangkan daya penalaran.
Beberapa nama ulama terkemuka yang lahir pada periode ini adalah ulama-
ulama yang berkaitan dengan keilmuan agama. Diantara mereka ini adalah An-
Nawawi, ahli hadits dan fiqh dan mengarang kitab Al-Minaj dan Hadits Arbain,
Ibnu Hajar Al-Asqalani As-Safi’iy, ahli hadits fiqh dan ahli sejarah, yang telah
mengarang lebih 150 buah buku, diantaranya: Fath-Bari fi Syarhil-Bukhory, Al-
Ishabah fi tamyis Shahabah, Jalaluddin As-Suyuti, ahli tafsir, hadits, nahwu, Fiqh
dan Balaghoh. Karangannya lebih 300 buah. Diantaranya: Thabaqatul-Mufassirin,
Al-Itqan fi Ulumil Quran, dan lain-lain. Juga Ibnu Taimiyah (1263-1328 M),
seorang ulama yang menganjurkan pemurnian ajaran Islam untuk kembali kepada

26
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan, hlm. 173.
27
Ibid.
28
Ibid.

24
Al-Qur’an dan Hadits. Karyanya As-Siyasah Syar’iyah dan Majmuah Fatawa.29
Bila dilihat dari karya-karya yang dihasilkan oleh ulama-ulama zaman tersebut
lebih dominan kepada bidang-bidang keagamaan.
Meskipun kelahiran para ulama di atas kebanyakan di wilayah bidang
keagamaan, tetapi tidak berarti bidang non agama tidak ada sama sekali, buktinya
kala itu muncul sebuah ilmu baru yaitu sosiologi dan Falsafah sejarah dari buah
pemikiran Ibnu Khaldun dengan bukunya Muqaddimah. 30 Dan masih dalam
zaman Mamluk ini juga di dalam bidang kedokteran muncul nama Abu Hasan Ali
Nafis dan Abdul Ma’min Dimyati (wafat 1306 M) serta Al Juma’I dengan
bukunya yang berjudul Al Irsyad li Masalih al-Anfas wa Al-jasad.31 Tapi memang
bidang filsafat tetap termarjinalkan.
Walaupun masa-masa ini adalah masa-masa kemunduran peradaban Islam
namun munculnya karya-karya ulama tetap ada. Hal ini terbukti dari karya-karya
yang disebutkan di atas. Namun dengan sedikit perbedaan, karya-karya tersebut
yang berupa ringakasan-ringkasan dari kitab aslinya. Ringkasan ini disebut
dengan matan. Adapun maksud ulama menyusun matan ini adalah untuk
memudahkan dalam menghafal. Banyak contoh yang dapat dikemukakan,
misalnya, Imam An-Nawawi As-Syafi’iy meringkas kitab Al-Muharrar, karangan
Imam Ar-Rafi’I sehingga menjadi separoh dari kitab aslinya dan bernama Minhaj
al-Thalibin. Kemudian datang Syekh Zakaria Al-Anshary, lalu meringkaskan
kitab Minhaj karya Nawawi sehingga menjadi matan yang berjudul Manhaj at
Thullab. Maka karya-karya ini sebelumnya yang merupakan kelahiran karya-
karya aslinya, bukan syarah atau ringkasan.
F. Kerajaan Turki Usmani
Kerajaan yang lain lahir pasca jatuhnya Baghdad selain kerajaan Mamluk
adalah kerajaan Turki Usmani. ini merupakan kerajaan Islam yang memiliki
peranan penting terutama dalam pengembangan wilayah Islam dan pernah
menjadi negara adi kuasa di abad pertengahan. 32 sumbangan terbesar kerajaan

29
Ibid.
30
Fakrurozy Dalimunte, Sejarah Pendidikan, hlm. 140.
31
Tim Penysusun, Ensiklopedi Islam Jilid I, hlm. 148.
32
Bernard Lewis, Muslim menemukan Eropa, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1988, hlm. 14.

25
Turki Usmani dalam penakluk wilayah lain adalah menaklukan konstantinopel,
ibu kota Romawi Timur, pada tahun 1453 M dan mengakhiri kekuasaan Romawi
Timur sekaligus membawa islam ke Eropa. nama konstantinopel tersebut
kemudian diganti oleh penguasa Turki menjadi Istambul sampai saat ini.
Sejarah kerajaan Turki Usmani ini cukup panjang, yaitu berdiri pada tahun
1300 M dan jatuh pada tahun 1924 M dengan diperintah oleh 36 Sultan. puncak
keemasannya terjadi pada masa Sultan Sulaiman (1520-1566 M) yang dikenal
sebagai Sulaiman Agung atau Sulaiman Al-Qonuni. Di masa pemerintahannya ia
berhasil mempersatukan wilayah yang meliputi Afrika Utara, Mesir, Hejaz, Irak,
Armenia, Asia Kecil, Krimea, Balkan, Yunani, Bulgaria, Bosnia, Hongaria,
Rumania, sampai kebatas sungai Danube, dengan tiga lautan yaitu Laut Merah,
Laut Tengah, dan Laut Hitam. 33 Dan suatu hal berbeda dengan kerajaan islam
lainnya saat itu yaitu bagi Sultan dalam urusan duniawi dan kekuasaan sebagai
khalifah yang mengatur urusan agama. Hal ini merupakan penyebab lamanya
kerajaan ini bertahan bila dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan islam sebelum
dan seangkatannya, meskipun ini di masa-masa kemunduran Islam, tetapi
kerajaan Turki Usmani tetap kuat.34
Di bidang pendidikan, pemerintah Turki Usmani termasuk tidak sesukses
kemajuan pasukannya. sejarah pendidikan Turki Usmani terbilang tidak sehebat
sejarah pendidikan di Abbasiyah dan Andalusia. pendidikan pada Turki Usmani
ini seperti diungkapkan oleh beberapa literatur menunjukan bahwa pengajaran dan
pendidikan islam mengalami kemunduran. sekalipun sudah dilakukan berbagai
tindakan oleh para sultan Turki. misalnya, pembangunan madrasah-madrasah
yang dimulai oleh Sultan Urkhan (wafat tahun 1539 M) Kemudian dilanjutkan
oleh sultan-sultan berikutnya, namun tingkat pendidikan dan pengajarannya tidak
mengalami perbaikan Kemajuan yang cukup berarti.
Pada saat Turki Usmani menaklukan Mesir pada tahun 1517 M, Sultan
Salim memerintahkan supaya kitab-kitab diperpustakaan dan barang-barang yang
berharga di Mesir dipindahkan ke Istambul. bahkan anak-anak Sultan Mamluk,
33
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Jilid I, hlm. 115.
34
Jurji Zaydan’s, History of Islamic Civilazation, translate by D.S. Morgoliouth, New Delhi, Kitab
Bhavan, 1981, hlm. 295-296.

26
ulama-ulama, pembesar-pembesar yang berpengaruh di Mesir, semuanya dibuang
ke Istambul. Namun tindakan itu tidak membawa perubahan kualitas dari
sebelumnya bahkan lebih buruk lagi. Hampir-hampir tidak ada ulama yang lahir
dan tidak ada pemikir yang menemukan buah pikirannya yang original. yang
muncul hanyalah pengarang syarah, dan hasyiah bahkan pengarang Taqrir
(hamisy),35 seperti Syekh Hasan bin Ali Ahmad As-Syafi'iy dengan hasyiahnya
yang berjudul Jami'ul Jawami dan syarah Ajrumiyah, dan Ibnu Hajar Al-
haitsamy, pengarang syarah Tuhfah. pendidikan Turki Usmani tidak menunjukan
geliat kemajuannya, kecuali awal abad ke 19, tetapi kebangkitan pendidikan di
waktu itu tidak bisa mengimbangi kemajuan Barat.
Kalau di Mesir terkenal di masa Fatimiah atau di masa kerajaan Mamluk,
maka masa Turki Usmani selama kurun waktu 1517-1798 M pembenahan-
pembenahan bangunan sebenarnya sudah dilakukan. Banyak bangunan bagus dan
kebun yang menarik dibangun untuk memperluas Al Azhar dan menambah
36
keindahannya, tetapi ia merupakan lembaga pendidikan yang tidak
diperhitungkan lagi. Ilmu-ilmu yang diajarkan disini hanya ilmu Agama dan
bahasa saja. Sedangkan Ilmu-ilmu Aqliyah seperti filsafat, ilmu pasti, ilmu bumi,
dan sebagainya dianggap haram hukumnya. Ulama yang mengajar disini bukan
ulama yang terkenal karena sudah ditarik ke Istambul. Adapun kitab-kitab yang
dipakai dalam pelajaran terbatas pada kitab Al-Asymuny, Ibnu Aqil, Syekh Khald
dan syarahnya, Al-Azhariyah dan syarahnya, As-Syukur, Syuruh Al-Jauharah, Al-
Hudhadi, Kitab Mantiq, dan lain lain. 37 Adapun sistem pendidikan dan sistem
pengajaran yang diterapkan dilembaga pendidikan umumnya, adalah sistem
hafalan, dan sistem khalaqah, pengembangan daya pikir kurang mendapat
perhatian.
Disisi lain, tasawuf berkembang dengan pesat. Aliran-aliran sufi dengan
berbagai tarekat berkembang subur. Fazlur Rahman sebagaimana dikutib oleh

35
Yang dimaksud hasyiah di sini adalah kitab syarah yang diperluas lagi menjadi lebih panjang
dari kitab aslinya. Hamisy adalah pengarang yang memperluas hasyiah. Lihat: Fakhrurozi
Dalimunte, Sejarah Pendidikan, hlm. 146.
36
Ibid.
37
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan, hlm. 182.

27
Zuhairini, menyatakan bahwa di sebagian besar pusat-pusat sufi, terutama di
lembaga-lembaga pendidikan di Turki, kurikulum akademis terdiri dari hampir
seluruhnya buku sufi. Terdapat tempat khusus yang disebut Methnevikhana, di
mana Masnawi Rumi merupakan satu-satunya buku yang di ajarkan. Agaknya,
patronase dari penguasa Turki mempunyai andil yang besar dalam mendorong
perkembangan tasawuf beserta lembaga-lembaganya. 38 Kemungkinan besar ini
juga disebabkan karena kekalahan Turki Usmani diwilayah politik. Dimana
dipaksa Sultan Sulaiman Al-Qanuni berkuasa, sedikit demi sedikit Turki Usmani
mengalami kemunduran politik.
Demikian juga keberadaan perpustakaan di masa Turki Usmani ini.
Perpustakaan di masa Turki ini sangatlah berkurang. Tercatat, hanya terdapat 22
pustaka di Istambul, dan empat lagi terdapat di Mesir, Halab, Damsyiq dan
Qudus. 39 Artinya adalah bahwa bidang intelektual kemajuannya tidak sehebat
kemajuan tentara Usmani.
Zaman Turki Usmani ini dapat dikatakan merupakan zaman yang paling
suram dalam sejarah pendidikan islam. tetapi mulai abad ke-18 telah muncul
berbagai usaha untuk mengembangkan lembaga pendidikan seperti didirikannya
Sekolah Tehnik Militer (1734 M) dengan bantuan orang Eropa dan timbulnya
pemikiran dan usaha pembaharuan dari Ibrahim Mustafarika (1670-1727 M)
dengan membuka percetakan di Istambul dan mendirikan Badan Penterjemah
buku Barat ke bahasa Turki. 40 Pembaharuan ini tampak sekali ketika Sultan
Mahmud II (1808-1830 M) dengan mendirikan sekolah Modern yaitu Makteb-i
Ma'arif (Sekolah Pengetahuan Umum ), Sekolah Sastra, Sekolah Kedokteran,
Sekolah Tehnik dan sebagainya. Disamping itu, ia juga berupaya memasukan
ilmu umum pada sekolah tradisional yang ada, usaha pengiriman siswa ke Eropa.
Ia juga membentuk lembaga hukum.41 Ada kemajuan pendidikan tetapi kemajuan
ini sudah hasil dari pengaruh Eropa karena Eropa sudah mengalami kebangkitan.
G. Kerajaan Safawiah di Iran

38
Hasan Asari, Menyingkap Zaman, hlm. 101.
39
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan, h. 184.
40
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1975, hlm. 14.
41
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Jilid I, hlm. 59.

28
Kalau banyak kekuasaan ditempat lain berangkatnya dari gerakan politik,
maka tidak demikian yang terjadi di Kerajaan Safawiyah. Kerajaan Safawiyah
bermula dari gerakan sufi yang dibentuk oleh Safi al-Din (1252-1334 M). pada
abad ke-15 gerakan ini beralih menjadi gerakan Revulosioner dengan hukum dan
wawasannya yang berdasarkan pada Syiahisme. Pada perkembangan selanjutnya,
Safawiah berusaha untuk menerapkan ajaran dua belas Imam Syiah dan
memaksakannya pada rakyat yang menganut Aliran Sunni. Keadaan ini
berlangsung terus sampai berahir Kerajaan ini. Padahal awal mula gerakan sufi ini
beraliran Sunni.
Puncak Kejayaan kerajaan ini saat dipimpin oleh Syah Abbas, Isfahan
sebagai ibu kotanya mencerminkan kekayaan dan puncak pencapaian artistik
orang Safawiyah. Keamanan dan kedamaian dapat tercipta. Kesenian dan industri
terutama yang memproduksi permadani dan sutra berkembang pesat. perdagangan
dengan negara Eropa dan Islam berjalan lancar dan maju. Ia sangat memberikan
patronase kepada seniman dan seni lukis. Sehingga dengan bantuan Syekh Baha
al-Din Muhammad Amali, mereka menyulap Isfahan menjadi kota terindah di
dunia pada zamannya dengan jumlah penduduk sekitar 1 juta jiwa. Sebanyak 162
masjid, 48 madrasah, 1801 penginapan kafilah, 273 tempat pemandian,
menjadikan kota Isfahan menjadi kota kebanggaan Iran. Isfahan menjadi kota
yang terlihat cantik dan indah kala itu.
Dan sebagaimana karakter dari kerajaan ini seolah senang akan keindahan,
maka kesenian dan seni lukis mendapat perhatian khusus dari para para Sultan dan
Pangeran Safawiyah. Diperkirakan sekitar 250 lukisan muncul pada masa
kejayaan. Dunia seni lebih menonjol dari era- era sebelumnya.
Pendidikan di zaman ini kurang diulas oleh para sejarawan. Tetapi kalau
kembali pada gambaran di atas, maka secara sedarhana dapat dinyatakan bahwa
proses pendidikan pada kerajaan ini tetap berjalan. Hal ini dibuktikan dengan
adanya 48 madrasah, 162 Masjid, dan lain lain. Artinya bahwa lembaga
pendidikan yang berkembang di sana adalah madrasah dan masjid itu. Sedangkan
lembaga sufi yang berkembang di Mesir dan Turki bukan merupakan lembaga

29
yang penting dalam sejarah kerajaan Safawiyah. Padahal justru cikal bakal
kerajaan ini berawal dari gerakan kaum sufi.42
Oleh karena para pemimpin gerakan ini bergeser ke syiah dan kemudian
menjadi kerajaan Safawiyah, maka kurikulum pendidikan lebih ditujukan kepada
ilmu-ilmu agama yang sesuai dengan paham syiah, di samping itu juga mencakup
ilmu-ilmu lainnya, seperti: filsafat, astronomi, teologi, khususnya seni lukis dan
arsitektur. Dalam hal ini ilmu Aqliah seperti filsafat dan sejenisnya ada
kesempatan berkembang. Di samping itu, juga terlihat aktifitas utama dalam
menulis dengan menghasilkan karya, seperti Bihar al-Anwar, sebuah Ensiklopedi
Hadits, dan Syah Nama, sebuah naskah yang sangat terkenal pada kerajaan ini.
dan memang secara umum, keadaan pendidikan masa kerajaan Safawiyah ini,
sangat dipengaruhi oleh paham syiah yang mereka anut sedangkan sistem
pengajarannya tidak akan jauh berbeda dengan sistem yang berkembang pada
dunia Islam pada saat itu. yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Kerajaan
Safawiah juga ikut memainkan peran penting baik kemajuan peradaban dan
pendidikan di zaman pasca kejatuhan Baghdad.
H. Kerajaan Mughal di India
Pendiri kerajaan Mughal di India adalah Zahiruddin Muhammad Babur,
salah seorang keturunan Timur Lenk (771-807 H/1370-1405 M) dari etnis
Mongol, keturunan Jengis Khan yang telah masuk Islam. kerajaan ini berdiri
antara tahun 1526-1858 M. ketika kerajaan ini lahir justru di saat tegaknya
kerajaan Turki Usmani dan Safawiyah di Persia. ketiga kerajaan ini menjadi
adikuasa di dunia. mereka menguasai perekonomian, politik, serta militer dan
43
mengembangkan kebudayaan yang monumental. Dan sejak kerajaan ini
berkuasa, expansi dilakukan kembali, sehingga pada tahun 1512 M berhasil
menaklukan Delhi di bawah pemerintah Babur dan wilayah kerajaan ini di Timur
dari kerajaan Islam yang lain.
Puncak kemajuan kerajaan ini saat pemerintahan dipegang oleh Akbar I hal
ini berlangsung terus sampai pemerintahan tiga sultan setelahnya yaitu Jahangir

42
Hasan Asari, Menyingkap Zaman, hlm. 102.
43
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Jilid I, hlm. 239.

30
(1605-1627 M), Syah Jihan (1627-1658 M) dan Aurangzep (1658-1707 M). pada
masa pemerintahan tiga sultan ini, Orientasi politik lebih banyak difokuskan pada
upaya mempertahankan wilayah kekuasaan, pembangunan ekonomi melalui
pertanian, perdagangan dan pengembangan budaya, seni dan arsitektur. tidak
hanya itu saja, selama satu setengah abad, India di bawah Dinasti Mughal ini
menjadi kerajaan adikuasa yang menguasai perekonomian dunia dengan jaringan
pemasaran barang-barang yang mencapai Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara,
dan Cina. Orang-orang islam dibawah kekuasaan para penguasa Mughal ikut
memainkan peranan penting di bidang perekonomian.
Kelemahan mulai tampak dikerajaan ini pada sekitar abad ke-18, karena
tidak adanya sultan yang mampu untuk mempertahankan kekuasaannya.
Sementara itu dipihak lain, Inggris mulai menancapkan kukunya di India yang
ikut dengan penaklukan sebagian wilayah Mughal. Tepat pada tahun 1803 Delhi
jatuh ketangan Inggris. Sebagai titik akhir dari kerajaan ini adalah pada tahun
1858, ketika Sultan Bahadur II diusir oleh Inggris dari Istana dan jatuhnya
kerajaan Mughal.
Mengenai bidang pendidikan pada masa dinasti ini kurang banyak ditulis
orang, hanya kalau dilihat dari karya-karya yang muncul agaknya kesusastraan,
seni lukis, dan musik merupakan bidang-bidang yang menonjol dimasa Mughal
ini dan mendapat dukungan dari penguasa Mughal. Ini artinya bahwa karakter
masyarakat Mughal memiliki kemiripan dengan orang-orang Safawiyah yang
banyak menyukai bidang-bidang seni.44
Selain bidang seni, kecendrungan lain yang muncul adalah kegiatan dan
pendidikan kaum sufi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa di madrasah-madrasah yang
bergabung pada khalaqah-khalaqah dan zawiah-zawiah sufi, karya-karya sufi
dimasukan ke dalam kurikulum yang formal, khususnya semenjak abad ke-8 H /
14 M. karya-karya al-Suhrawardi, seorang sufi terkenal, dan karya Ibnu al-Arabi
dan karya-karya jami' diajarkan, dan kegiatan ini didukung oleh penguasa dan
bangsawan. Orientasi pendidikan kesufian lebih tampak.45

44
P.M. Holt, et.al, History of Islam, London, Cambridge, 1984, hlm. 59-60.
45
Hasan Asari, Menyingkap Zaman, hlm. 102.

31
Tentu dilihat dari gambaran di atas, bidang seni dan sastra terlihat hidup di
India. agaknya, hal ini dipengaruhi oleh budaya Hinduisme, seperti astrologi,
kasta dan sihir. Budaya-budaya ini memberikan peluang besar untuk berkhayal
dan menyatakan pandangan dan perasaan dalam bentuk tulisan sehingga lahirlah
karya sastra dan puisi. Demikian juga dengan tasawuf yang perkembangannya
cukup pesat di India. agaknya, andil para penguasa dan bangsawan sangat
menentukan perkembangan tasawuf ini. kedua bidang inilah yang lebih dekat
dengan masyarakat islam Mughal kala itu, seni dan sufi.
Itulah gambaran umum pelaksanaan pendidikan di era pasca jatuhnya
Baghdad. agaknya pendidikan kurang tampak lebih maju daripada sebelumnya.
tetapi untuk lebih lengkapnya pembahasan tentang pendidikan Islam di era
kemunduran, berikut ini akan diungkap ciri ciri atau gejala kemunduran
pendidikan islam secara umum.
Sebenarnya bila dicermati secara mendalam kemunduran kebudayaan dan
pendidikan Islam ini sudah terlihat gejalanya pada permulaan abad ke-11 M
hingga akhir abad ke-15 M. karena sejak periode ini sikap umat Islam terhadap
pendidikan dan pemikiran semakin berkurang. Al-Qur'an dan Hadist sudah mulai
ditinggalkan sebagai sumber pemikiran dan sikap hidup, pintu ijtihad dianggap
tertutup, pemikiran membeku, pandangan sempit, orientasi berat keakhirat dan
dunia dianggap tidak perlu, ilmu dan agama terpisah, umat bersikap tradisional,
taqlid dan fatalis. pengajaran filsafat dengan matematika dicurigai karena
dianggap akan membawa masyarakat kepada agnostisime. bahkan kajian filsafat
dalam batas-batas tertentu dianggap membahayakan pemikiran orang.
Orientasi dunia pendidikan dan kegiatan ilmiah ditunjukan pada studi
keagamaan dengan tujuan untuk mempertahankan kepercayaan Islam dan
kebudayaan Arab dari serangan Eropa. Lembaga-lembaga pendidikan Islam
umumnya ditekankan fungsinya pada studi keagamaan dan tempat dan latihan
bagi keperluan politik gunanya mempertahankan kepercayaan dan politik Islam.46

46
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1994, hlm. 90.

32
Kondisi demikian itu disebabkan oleh kesalahtafsiran orang terhadap
konsep yang ditawarkan pada masa kejayaan Islam. Misalnya, konsep Al-Ghazali
yang menawarkan tasawuf pada umat Islam kala itu.
Agaknya maksud al Ghazali kala itu ingin mengembalikan orang-orang
yang sudah terjerumus dalam mempertaruhkan akalnya, kepada jalan yang benar
dan menginginkan adanya keseimbangan bahwa selain hidup di dunia masih ada
kehidupan lainnya yaitu akhirat. Namun ironisnya, konsep itu disalahtafsirkan
sehingga umat islam kala itu mengharamkan seluruh yang berbau filsafat
termasuk ilmu-ilmu aqliah yang sangat penting dalam pengembangan peradaban
kaum muslimin. sebagai akibatnya adalah matinya aktifitas berfikir umat islam.
kondisi ini semakin parah lagi setelah kehancuran Baghdad dan Andalusia. pintu
ijtihad dianggap tertutup karena dikhawatirkan orang-orang akan lepas kontrol
dalam menggunakan akal dan takut kepercayaan umat Islam itu hilang. Hal ini
sangat mempengaruhi sikap dan mental umat islam saat itu. dan ini sekaligus
menjadi kekhawatiran umat untuk melakukan ijtihad baru.
Pada zaman kemunduran pendidikan Islam kala itu sebagian karakteristik
pendidikan yang telah dicapai pada zaman keemasan, seperti pendidikan
universal, toleran dan lain-lain mulai hilang dan berganti dengan pendidikan yang
terpusat pada bidang keagamaan yang lebih bersifat tradisional. ini membuka
peluang yang besar terhadap perkembangan tasawuf dan kehidupan sufi
dikalangan umat islam. karena itu madrasah-madrasah yang ada yang berkembang
diwarnai dengan kegiatan-kegiatan sufi. Madrasah-madrasah tersebut berkembang
menjadi zawiah-zawiah untuk mengadakan riyadhah, merintis jalan untuk kembali
kepada Tuhan, di bawah bimbingan dan otoritas dari guru-guru sufi melalui
tarekat. inilah realitas pendidikan di era kemunduran itu.
Demikian juga dalam hal kurikulum yang berlaku saat itu. materi pelajaran
yang diberikan relatif sederhana bila dilihat dari jumlah buku-buku yang harus
dipelajari pada satu tingkatan dan sangat sedikit. Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan studi pun relatif singkat. akibatnya adalah kurang mendalamnya
materi pelajaran yang mereka terima. Hal ini disebabkan karena sistem pengajaran
pada masa ini sangatlah berorientasi pada pelajaran dan bukan pada pelajaran itu

33
sendiri. oleh karena itu yang sering terjadi didalam pelajaran adalah hanya
memberikan komentar-komentar atau syarah-syarah terhadap buku-buku yang
menjadi pegangan bagi guru-guru mereka.
Proses pembelajaran kala itu dilaksanakan atas mode urutan mata pelajaran.
misalnya Bahasa, Tata Bahasa Arab, Kesusastraan, Ilmu Hitung, Filsafat Hukum
Yurisprudensi, Teologi, Tafsir Al-Qur'an, dan Hadist. para murid melewati kelas
demi kelas dengan menyelesaikan satu mata pelajaran dan memulai lagi satu mata
pelajaran lain yang lebih tinggi. dengan sendirinya sistem ini tidak memberikan
banyak waktu untuk setiap mata pelajaran. tetapi ini bukan satu-satunya metode
yang dipakai. sering kali seorang murid memulai dengan satu ringkasan dalam
sebuah mata pelajaran, di kelas selanjutnya juga mempelajari pelajaran yang sama
dengan rincian yang lebih dalam. agaknya keadaan inilah yang menyebabkan
rendahnya mutu pendidikan. pengembangan aspek penalaran kurang mendapatkan
perhatian yang lebih mendalam.47

47
Ibid.

34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Periode kemunduran biasanya dikaitkan dengan jatuhnya kota Baghdad dan
jatuhnya Andalusia ke tangan kaum Kristen. Pasca jatuhnya dua kekuatan penting
Islam tersebut selanjutnya umat Islam mengalami kemunduran baik di Timur
maupum di Barat. Kota Baghdad dijatuhkan oleh bangsa Mongol di bawah
pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258. Kejatuhan Baghdad ini sekaligus
menandai masa berakhirnya kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang berpusat di kota
tersebut. Sementara itu di Eropa, orang-orang Kristen berhasil menguasai kembali
wilayah Spanyol pada pertengahan abad ke-13. Sejak sekitar pertengahan abad-13
tersebut umat Islam mengalami masa-masa kemunduran baik di Timur maupun di
Barat.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab utama
dari mundurnya dunia pendidikan Islam ditandai dengan runtuhnya Baghdad
selaku ibu kota Daulah Abbasyiah ke tangan bangsa Mongol. Hal itu pun
menyebabkan seluruh dunia Islam juga mengalami kemunduran. karena Baghdad
pada saat itu berfungsi sebagai kiblat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Kemudian disebabkan oleh kondisi itu, banyak umat Islam yang frustasi akibatnya
mereka memilih menjalani kehidupan sebagai seorang sufi, dan berusaha
meninggalkan kehidupan intelektual. mereka yang semula bersifat kritis dan
dinamis, kontras berubah menjadi statis. Dan dari sikap itu, berkembang menjadi
taklid buta kepada ulama, karena bagi mereka pintu ijtihad telah tertutup.
Namun di belahan bumi yang lain ternyata bangsa Eropa justru sedang
mengalami kemajuan yang pesat diakibatkan oleh berkembangnya paham
Renaissance. Mereka telah berhasil keluar dari dominasi doktrin gereja yang
terjadi pada masa Scholastik (Abad Pertengahan). Oleh karena itu, jika umat
Islam ingin maju maka umat Islam harus kembali kepada ajaran al-Quran dan
Sunnah. Umat Islam juga harus bersikap kritis dan merdeka dan dari kejadian
inilah muncullah ungkapan “Umat Islam maju karena dekat dengan agamanya,
sedangkan umat Kristen maju karena meninggalkan agamanya”

35
Dalam masa kemunduran pendidikan islam setelah jatuhnya Baghdad ini,
ada beberapa pembahasan:
1. jatuhnya Baghdad
1. Adanya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang
terhimpun dalam Daulah Abbasyiah, terutama Arab, Persia dan Turki.
2. Adanya konflik aliran pemikiran dalam Islam yang sering
menyebabkan timbulnya konflik berdarah.
3. Munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari
kekuasaan pusat di Baghdad.
4. Kemerosotan ekonomi.
2. Kehancuran total yang dialami oleh Baghdad sebagai pusat-pusat
pendidikan dan kebudayaan Islam, menandai runtuhnya sendi-sendi
pendidikan dan kebudayaan Islam. Dunia Islam benar-benar
mengalami suasana kegelapan. Daya intelektual umat Islam tidak
mampu untuk mengatasi persoalan-persoalan baru yang dihadapi
sebagai akibat perubahan dan perkembangan Zaman. Sebagian besar
kaum muslimin tenggelam dengan ajaran tasawwuf yang sudah jauh
menyimpang dari roh Islam. Sebaliknya, bangsa Eropa yang saat itu
sedang sibuk melepaskan armada-armadanya untuk mengarungi
berbagai lautan untuk menjarah kekayaan negri-negri Islam sambil
menyebarluaskan ajaran Kristen ke negri-negri Islam yang mereka
kuasai.
Kalau pada masa kejayaan Islam semboyan: “al-Islam ya’lu wa-la
yulaalaih” benar-benar terelealisasi, sedangkan pada masa
kemunduran umat Islam berada pada anak tangga terbawa. Sebagian
besar negri islam dijajah oleh bangsa Barat.
3. kehancuran Dinasti Abbasiyah
1) faktor internal
a. konlik internal keluarga istana
b. tampilnya dominasi militer
c. permasalahan keuangan

36
d. berdirinya dinasti-dinasti kecil
e. luasnya wilayah
f. fanatisme keagamaan
2) faktor eksternal
a. perang salib
b. serangan tantara mongol
4. Dinamika Pendidikan Islam Pasca Kejatuhan Baghdad
Secara garis besar, akan diuraikan kondisi pendidikan Islam
pada masa setelah kemunduran bagdad, antara lain:
a) Kurangnya perhatian para pemimpin (Khalifah) terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan ulama
Sehingga perkembangan intelektual agak tersendat-sendat, Para
pemimpin terlalu sibuk memikirkan pemerintahan.
b) Terbakarnya perpustakaan serta lembaga pendidikan yang ada,
menyebabkan banyaknya khazanah intelektual Islam yang
hilang dan hangus terbakar.
c) Suasana gelap dan mencekam yang dialami oleh dunia Islam
benar-benar memprihatinkan dan pada saat yang bersamaan,
bangsa Eropa justru sedang mencapai kejayaan sebagai
pengaruh dari berkembangnya paham Renaissance, dan sibuk
melakukan misi penjajahan ke negara-negara Islam. Oleh karena
itu, banyak umat Islam yang frustasi dan akhirnya berusaha
menjauhi kehidupan duniawi, termasuk meninggalkan
kehidupan intelektual. Mereka lebih memilih menutup diri dan
menjalani kehidupan sebagai seorang sufi. Akhirnya
perkembangan ilmu pendidikan menjadi mandeg.
d) Kehidupan sufi berkembang pesat. Madrasah-madrasah yang
ada berkembang menjadi Zawiyah-zawiyah untuk mengadakan
riyadhah di bawah bimbingan dan otoritas seorang Syaikh yang
akhirnya berkembang menjadi lembaga tarekat dan di madrasah-
madrasah yang masih tersisa itu, hampir seluruh kurikulum di isi
dengan karya-karya sufistik.
e) Berkembangnya praktek bid’ah dan khurafat. hal itu ditandai
dengan banyaknya umat Islam yang mengkultuskan posisi
seorang Syaikh dalam suatu tarekat. sampai ada yang berdo’a
minta di kuburan seorang syaikh.
f) Dalam bidang fikih, yang terjadi adalah berkembangnya taklid
buta di kalangan umat. Melalui sikap hidup yang statis itu, tidak
ada penemuan-penemuan baru dalam bidang fikih. Apa yang
sudah ada dalam kitab-kitab lama dianggap sebagai sesuatu

37
yang baku, mantap, benar, dan harus di ikuti serta dilaksanakan
sebagaimana adanya Sehingga memunculkan pendapat bahwa
“pintu ijtihad sudah tertutup.
g) Pendapat yang sama juga dikemukakan bahwa keadaan
Pendidikan Islam di Baghdad mengalami kemerosotan
disebabkan karena berlebihannya filsafat Islam (yang bersifat
sufistik) dan Sedikitnya kurikulum Islam.
5. kerajaan Mamluk
Dalam masa kemunduran di kerajaan ini, kemunduran peradaban
pendidikan Islam masih tetap ada, yaitu dengan munculnya karya-
karya ulamanya. Hal ini terbukti dari karya-karya yang disebutkan
dipemaparan di atas.
6. Tiga imperium Islam yaitu Turki Usmani, Dinasti Safawiyah, dan
Mughal di India.
a. Turki Usmani
Di bidang pendidikan, pemerintah Turki Usmani termasuk tidak
sesukses kemajuan pasukannya. sejarah pendidikan Turki Usmani
terbilang tidak sehebat sejarah pendidikan di Abbasiyah dan
Andalusia. pendidikan pada Turki Usmani ini seperti diungkapkan
oleh beberapa literatur menunjukan bahwa pengajaran dan pendidikan
islam mengalami kemunduran. sekalipun sudah dilakukan berbagai
tindakan oleh para sultan Turki, misalnya, pembangunan madrasah-
madrasah yang dimulai oleh sultan Urkhan (wafat tahun 1539 M)
Kemudian dilanjutkan oleh sultan-sultan berikutnya, namun tingkat
pendidikan dan pengajarannya tidak mengalami perbaikan Kemajuan
yang cukup berarti.
b. Dinasti Safawiyah
Bahwa proses pendidikan pada kerajaan ini tetap berjalan. Hal
ini dibuktikan dengan adanya 48 madrasah, 162 Masjid, dan lain lain.
Artinya adalah bahwa lembaga pendidikan yang berkembang di sana
adalah madrasah dan masjid itu. Sedangkan lembaga sufi yang
berkembang di Mesir dan Turki bukan merupakan lembaga yang

38
penting dalam sejarah kerajaan Safawiyah. Padahal justru cikal bakal
kerajaan ini berawal dari gerakan kaum sufi.
Oleh karena para pemimpin gerakan ini bergeser ke syiah dan
kemudian menjadi kerajaan Safawiyah, maka kurikulum pendidikan
lebih ditujukan kepada ilmu-ilmu agama yang sesuai dengan paham
syiah, di samping itu juga mencakup ilmu-ilmu lainnya, seperti:
filsafat, astronomi, teologi, khususnya seni lukis dan arsitektur. Dalam
hal ini ilmu aqliah seperti filsafat dan sejenisnya ada kesempatan
berkembang. Di samping itu, juga terlihat aktifitas utama dalam
menulis dengan menghasilkan karya, seperti Bihar al-Anwar, sebuah
Ensiklopedi Hadits, dan Syah Nama, sebuah naskah yang sangat
terkenal pada kerajaan ini. dan memang secara umum, keadaan
pendidikan masa kerajaan Safawiyah ini, sangat dipengaruhi oleh
paham syiah yang mereka anut sedangkan sistem pengajarannya tidak
akan jauh berbeda dengan sistem yang berkembang pada dunia Islam
pada saat itu. yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Kerajaan
Safawiah juga ikut memainkan peran penting baik kemajuan
peradaban dan pendidikan di zaman pasca kejatuhan Baghdad.
c. Mughal di India
Kemunduran kebudayaan dan pendidikan Islam ini sudah
terlihat gejalanya pada permulaan abad ke-11 M hingga akhir abad ke-
15 M. karena sejak periode ini sikap umat Islam terhadap pendidikan
dan pemikiran semakin berkurang. Al-Qur'an dan Hadist sudah mulai
ditinggalkan sebagai sumber pemikiran dan sikap hidup, pintu ijtihad
dianggap tertutup, pemikiran membeku, pandangan sempit, orientasi
berat keakhirat dan dunia dianggap tidak perlu, ilmu dan agama
terpisah, umat bersikap tradisional, taqlid dan fatalis. pengajaran
filsafat dengan matematika dicurigai karena dianggap akan membawa
masyarakat kepada agnostisime. bahkan kajian filsafat dalam batas-
batas tertentu dianggap membahayakan pemikiran orang.

39
Proses pembelajaran kala itu dilaksanakan atas mode urutan
mata pelajaran. misalnya Bahasa, Tata Bahasa Arab, Kesusastraan,
Ilmu Hitung, Filsafat Hukum Yurisprudensi, Teologi, Tafsir Al-
Qur'an, dan Hadist. para murid melewati kelas demi kelas dengan
menyelesaikan satu mata pelajaran dan memulai lagi satu mata
pelajaran lain yang lebih tinggi. dengan sendirinya sistem ini tidak
memberikan banyak waktu untuk setiap mata pelajaran. tetapi ini
bukan satu-satunya metode yang dipakai. sering kali seorang murid
memulai dengan satu ringkasan dalam sebuah mata pelajaran, di kelas
selanjutnya juga mempelajari pelajaran yang sama dengan rincian
yang lebih dalam. agaknya keadaan inilah yang menyebabkan
rendahnya mutu pendidikan. pengembangan aspek penalaran kurang
mendapatkan perhatian yang lebih mendalam.

40
DAFTAR PUSTAKA

Fu’adi, Imam, 2014. Sejarah Pendidikan Islam. Yogyakarta: IAIN Tulungagung


Press
Dalimunte, Fakhururozy, 1987. Sejarah Pendidikan Islam, Medan: Rainbow
Ramayulis, 1994. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
Et.al, Holt, 1984. History of Islam, London: Cambridge
Nasution, Harun, 1975. Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang
Zaydan’s, Jurji, 1981. History of Islamic Civilazation, translate by D.S.
Morgoliouth, New Delhi: Kitab Bhavan
Asari, Hasan, 1994. Menyingkap Zaman Keemasan Islam, Bandung: Mizan
Yunus, Mahmud, 1989. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidakarya Agung
Tim, Penyusun, 1994. Ensiklopedi Islam Jilid I, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Heeve
Ali Nadwi, Abdul Hasan, 1987. Islam dan Dunia, Penerjemah Adang Affandi,
Bandung: Angkasa
Al-Anshori, Nasir, 1993. Mujmal Fi Tarikh Mishr al-Nazhm al-Siyasiyah wa al-
Idariyah, Kairo: Dar-al-Syuruq
Bilgrami, Hamid Hasan, 1889. Sayid Ali Asyraf, Konsep Universitas Islam,
Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya
Lewis, Bernard, 1988. Muslim menemukan Eropa, Jakarta: Pustaka Firdaus
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam.1999. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru
van Hoeve
Muarif Ambari, Hasan, Dkk. 2001. Ensiklopedi Islam I. Jakarta: Ikhtiar Baru Fan
Hoven
Nata, Abudin. 2004. Sejarah Pendidikan Islam-Periode Klasik & Pertengahan.
Jakarta: Rajawali Press.
Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana

41
Philip K. Hitti. 2006. History of The Arabs. Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta
Zuhairi, dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Sunanto, Musyrifah. 2007. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Islam.
Jakarta: Prenada Media Grup
Nizar, Samsul. 2009. Sejarah Pendidkan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Prenada Media
Group

42

Anda mungkin juga menyukai