Revisi Sempro PDF
Revisi Sempro PDF
BAB I
PENDAHULUAN
Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengendalikan buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), dengan latihan
buang air kecil dan buang air besar tanpa merasakan ketakutan atau kecemasan
sehingga anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia tumbuh
Anak usia 4-5 tahun secara umum termasuk kedalam usia anak prasekolah.
Pada masa ini, proses tumbuh kembang berlangsung sangat pesat. Hal tersebut
dimiliki pada anak usia prasekolah. Tumbuh kembang mencakup dua peristiwa
yang berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Pertumbuhan (growth)
mengacu pada perubahan fisik tertentu dan peningkatan ukuran tubuh anak, semua
bentuk pertumbuhan anak ini dapat diukur secara langsung dan dapat dipercaya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan organ atau
Di Amerika Serikat Pervalensi frekuensi buang air kecil berlebihan pada anak
terjadi pada 5 juta anak, anak usia 5 tahun adalah 7% untuk laki-laki dan 3% untuk
perempuan, pada anak usia 10 tahun prevalensinya 3% untuk laki-laki dan 2% untuk
anak perempuan, pada anak usia 1 tahun pervalensinya 1% untuk anak laki-laki dan
Di Indonesia diperkirakan jumlah toddler mencapai 40% dari 295 juta jiwa
(SKRT) tahun 2014, diperkirakan jumlah balita yang masih susah mengontrol BAB
dan BAK (mengompol) sampai usia prasekolah mencapai 75 juta anak. Kejadian
anak mengompol lebih besar jumlah persentase anak laki-laki yaitu 60% dan anak
Kegagalan toilet training dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik internal
kemih, infeksi saluran kemih, poliuria atau neurogenic bladder (Hull, 2008). Faktor
eksternal dapat berupa faktor keluarga terutama orang tua dimana kurangnya
perhatian dan kepedulian orang tua sehingga toilet training terabaikan (Aziz, 2006).
dan persiapan anak secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Toilet training akan
dapat berhasil dengan baik apabila ada kerjasama antara orang tua dengan anak.
Kerja sama yang baik akan memberikan rasa saling percaya pada orangtua dan anak
(Hidayat, 2008) Beberapa faktor juga berperan aktif pada anak dalam melakukan
9
toilet training seperti tingkat pendidikan ibu, sosial dan budaya, tingkat pendapatan
keluarga, pengetahuan orang tua, psikologis anak, usia anak, gender anak, metode
Pengetahuan orang tua terutama ibu sangat berperan terhadap perilaku anak
dan membentuk tumbuh kembang yang optimal, karena perhatian dan pengamatan
anak tidak terlepas dari sikap dan perilaku orang tua (Meggitt, 2013).
Memperkenalkan toilet training sejak dini merupakan langkah awal dan tepat
lainnya. Disamping hal tersebut, anak juga dapat membiasakan menjaga kebersihan
(Brazelton, 2011). Namun, tidak sedikit pula orang tua yang keliru dalam mengasuh
dan membimbing anaknya dengan benar. Seperti saat memberi atau memberlakukan
peraturan yang ketat, melarang anak buang air besar atau kecil saat bepergian,
memarahi saat mengompol dicelana, dan sebagainya (Hayat, 2015). Penerapan yang
tidak tepat disebabkan oleh pengetahuan ibu yang kurang terhadap toilet training.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriyani, Ibrahim dan Wulandari (2014)
pada ibu yang mempunyai anak prasekolah di TK Cimahi menunjukkan bahwa dari
Faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya toilet training pada usia 4-5
tahun berupa dukungan orang tua terutama dari ibu. Pengetahuan yang dimiliki
orang tua tentang toilet training, akan berpengaruh terhadap penerapan toilet
10
training pada anak. Apabila pengetahuan orang tua tentang toilet training baik, akan
penelitian ini dilakukan mengingat cukup banyaknya anak yang masih mengompol
akibat dari kegagalan toilet training untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti
hubungan pengetahuan ibu dengan keberhasilan toilet training pada anak 4-5 tahun
Permasalahan yang dapat ditarik dari uraian di atas dan menjadi latar
belakang pada penelitian ini adalah “apakah ada hubungan pengetahuan ibu dengan
keberhasilan toilet training pada anak 4-5 tahun di TK Sekolah Darma Bangsa
pada anak 4-5 tahun di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung tahun 2019.
pada anak 4-5 di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung tahun 2019.
keberhasilan toilet training dan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi
mempengaruhi keberhasilan toilet training pada anak 4-5 tahun dan dapat
tahun 2019.
sectional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Toilet training adalah proses mengajar atau melatih anak untuk mampu
mengendalikan buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) dan mengunakan
toilet, latihan tersebut merupakan salah satu langkah awal yang diambil supaya anak
mempunyai kemampuan sendiri dalam melaksanakan (BAB) buang air besar dan
Toilet training dapat berlangsung pada setiap anak yang sudah mulai
memasuki fase kemandirian pada anak yaitu umur 19 bulan sampai 2 tahun. Selain
melatih anak dalam mengontrol buang air kecil dan buang air besar dapat juga
bermanfaat dalam pendidikan seks, anak dapat mempelajari anatomi tubuhya sendiri
serta fungsinya. Toilet training diharapkan dapat terjadi pengaturan impuls atau
rangsangan dan insting anak dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar
(Hidayat,2008).
Latihan buang air besar atau buang air kecil pada anak atau dikenal dengan
nama toilet training merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada anak, dengan
buang air kecil dan buang air besar tanpa merasakan ketakutan atau kecemasan
sehingga anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia tumbuh
kembang anak.
Mengajarkan toilet training pada anak bukanlah hal yang mudah untuk
dilakukan. Dalam mengajarkan toilet training dibutuhkan metode atau cara yang
tepat sehingga mudah dimengerti oleh anak. Penggunaan metode yang tepat akan
pada anak. Banyak metode yang dapat digunakan untuk toilet training, namun
Dan metode “toilet-train-in-a-day" oleh Azrin dan Foxx. ( Howel et al, 2010).
Metode ini dilakukan dengan santai dan lebih menekankan pentingnya minat
anak dalam pelatihan toilet, serta upaya untuk meminimalkan stres serta tuntutan
selama proses pelatihan. Awalnya anak diperkenalkan dengan toilet dan berlatih
secara bertahap dengan meminta anak duduk di atas toilet kemudian diberikan
dorongan serta penguatan positif agar mampu menggunakannya dengan benar. Ibu
cukup mengetahui kesalahan yang dilakukan anak ketika berlatih, tanpa harus
2) Metode “toilet-train-in-a-day”
Menurut Azrin dan Foxx dalam ( Howel et al, 2010) metode ini dilakukan
mengontrol buang air dalam waktu 24 sampai 48 jam. Pelatihan ini dilakukan dalam
sebuah ruangan, kemudian anak diberi contoh menggunakan boneka yang didesain
menggunakan toilet. Ibu memberikan anak air minum dengan jumlah yang cukup
banyak untuk menginduksi buang air kecil yang sering dan mengingatkan bila anak
ingin buang air serta memeriksa celana tetap kering setiap 3 sampai 5 menit dengan
penguatan positif (misalnya, pujian, mainan, atau makanan) untuk sikap anak
selama latihan. Bila anak melakukan kesalahan Ibu diperbolehkan menegur atau
anak diminta untuk mengganti celananya. Badan Kesehatan Penelitian dan Kualitas
Publikasi Berbasis Bukti pada toilet training mengemukakan bahwa kedua metode
tersebut bisa dikatakan sukses untuk toilet training pada anak sehat.
Menurut Hidayat (2008), metode atau cara yang dapat dilakukan oleh orang
tua dalam melatih anak untuk buang air besar dan kecil, di antaranya:
1) Teknik lisan
Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi pada
anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil dan buang air besar.
Teknik lisan mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan
untuk buang air kecil atau buang air besar penggunaan teknik lisan membuat
16
persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak mampu
dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar.
2) Teknik modelling
Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air dengan cara
meniru untuk buang air atau memberikan contoh. Cara ini juga dapat dilakukan
dengan memberikan contoh buang air kecil dan buang air besar atau membiasakan
buang air kecil dan buang air besar secara benar. Dampak yang jelek pada cara ini
adalah apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada
anak akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan salah. Selain cara tersebut terdapat
beberapa hal yang dapat dilakukan seperti melakukan observasi waktu pada anak
saat merasakan buang air kecil dan besar, menempatkan anak di atas pispot atau
mengajak anak ke kamar mandi, memberikan pispot dalam posisis aman dan
nyaman, mengingatkan pada anak bila akan melakukan buang air besar dan buang
air kecil, mendudukkan anak dia atas pispot atau orang tua duduk atau jongkok di
hadapan anak sambil bicara dan bercerita, berikan pujian jika anak berhasil , jangan
memarahi dan menyalahkan anak, membiasakan anak untuk pergi ke toilet pada jam
tertentu, dan memberikan anak celana yang mudah dilepas dan dikembalikan.
perlakuan atau aturan ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu
kepribadian anak serta cenderung bersikap keras kepala, ceroboh, tidak mandiri. Hal
17
ini dapat disebabkan oleh orang tua yang sering memarahi dan melarang anak untuk
buang air besar atau kecil saat bepergian. Kegagalan toilet training juga berdampak
pada gangguan eliminasi anak. Gangguan eliminasi biasanya didiagnosa pada anak
dan dikarakteristikkan sebagai tidak adanya kontrol kandung kemih atau usus yang
seharusnya sudah dapat tercapai pada tahap perkembangan di usia anak tersebut.
1. Enuresis
a. Definisi
setelah usia kontrol kandung kemih seharusnya sudah mampu dan enuresis terjadi
dua kali seminggu selama minimal 3 bulan berturut-turut pada anak yang berumur 5
merupakan keluarnya urine yang disengaja atau involunter ditempat tidur (biasanya
dimalam hari) atau pada pakaian disiang hari dan terjadi pada anak-anak yang
usianya secara normal telah memiliki kendali terhadap kandung kemih secara
volunter. Pada umumnya anak mulai berhenti mengompol pada usia 2,5 tahun,
malam hari. Sebagian besar anak mencapai kontrol siang hari secara sempurna
sampai usia 2,5-3,0 tahun. Pada waktu malam, latihan buang air kecil lengkap
(2014) menemukan 12,2% anak arab saudi masih mengompol di sekolah dasar yang
b. Tipe enuresis
1) Enuresis nokturnal
tidur dimalam hari, dengan tidak adanya kelainan bawaan atau kelainan dari sistem
saraf pusat atau saluran kemih pada anak usia 5 tahun atau lebih ( WHO,2008 ) .
Enuresis pada malam hari terjadi akibat pelatihan untuk buang air tidak tepat dan
tidak memadai biasanya terjadi selama anak tidur (Kliegman, et al., 2011). Pada
umumnya anak yang mrngalami enuresis atau mengompol pada malam hari
sebanyak 15-20% pada usia 5 tahun, 5 % pada usia 10 tahun ,1-2% pada usia 15
mengompol pada siang hari (Kliegman, et al., 2011) Terjadi pada 7% anak laki-laki
dan 3% anak perempuan berusia 5 tahun, 3% dan 2% pada anak usia 10 tahun.
1) Primer yaitu Anak tidak kering atau selalu mengompol pada malam hari.
19
setelah enam bulan dari priode kontrol pengosongan urin sudah normal.
c. Penyebab enuresis
psikososial.
malam hari, sehingga pada malam hari produksi air kencing menjadi
berlebihan.
pengatur kencing dan pada kelainan ini ada riwayat keluarga dengan
2. Enkopresis
1994) sebagai pengeluaran feses di tempat yang tidak semestinya secara disengaja
maupun tidak sadar pada tempat yang tidak semestinya, biasanya terjadi sekali
Enkopresis terjadi pada 3% anak berusia 4 tahun, 1,6% anak berusia 10 tahun
dan lebih sering pada usia 5-10 tahun (Chinawa, 2015). Enkopresis 4-5 kali lebih
banyak pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan dan biasanya
Ada beberapa anak yang selalu menahan BAB. Alasannya beragam, misalnya
anak yang terlalu asik melakukan suatu kegiatan atau merasa jijik dengan toilet
umum. Namun karena rangsangan untuk BAB begitu kuatdan tak bisa ditahan lagi,
2. Trauma
Lama-kelamaan anak menjadi trauma karena setiap kali BAB ia merasa sakit. Untuk
menghindari rasa sakit itu, ia jadi sering menahan untuk tidak BAB (Kliegman, et
al. 2011).
3. Stress
Anak yang mengalami beban pikiran yang tak terselesaikan, baik itu masalah
5. Makanan/minuman
Enkopresis juga bisa dipicu oleh asupan makanan yang kurang baik yang
berkadar gula tinggi atau junk food. Minuman yang mengandung banyak gula dan
6. Obat-obatan
Encopresis juga bisa terjadi karena efek obat-obatan yang bisa menyebabkan
seperti kodein.
Pengajaran atau pelatihan buang air yang dilakukan dengan memaksa anak,
cepat atau lambat akan menjadi tidak efektif. Begitu pula kalau misalnya anak yang
Anak usia 4-5 tahun termasuk dalam masa kanak-kanak awal dan usia
prasekolah yang terdiri dari anak usia 3-6 tahun (Muscari,2005). Freud (1905)
22
dalam Nursalam (2008) menyatakan anak usia prasekolah termasuk kedalam tahap
falik yaitu kepuasan anak berpusat pada genitalia sehingga genitalia menjadi area
Pada masa ini, anak usia prasekolah sudah mulai terlatih untuk toileting dan
sudah mampu melakukan toilet training dengan mandiri pada usia akhir prasekolah.
(Muscari,2005). Anak dalam fase usia ini seharusnya sudah mampu mengenali
penuhnya kandung kemih mereka, menahan urin selama 1 sampai 2 jam dan
Perry, 2005).
Menurut America academy of pediatric (2010) toilet training dapat sukses dan
mandiri apabila anak siap secara neurofisiologi yang mencakup kemampuan untuk
tetap kering (sekitar 2 jam atau lebih), memiliki keinginan agar celananya tetap
kering , meniru anggota keluarga yang lebih tua, dan memiliki keterampilan motorik
untuk duduk di toilet serta mampu membuka baju dan celana sendiri.
penerapan toilet training , dengan mampu mengetahui sinyal dari anak bahwa anak
2008) berhasil nya toilet training pada anak dapat dipengaruhi pada kesiapan anak
1) Kesiapan psikologis
konsentrasi dalam merangsang untuk buang air besar dan buang air kecil.
2) Kesiapan fisik
Kemampuan anak secara fisik sudah kuat atau mampu. Hal ini ditujukkan
dengan anak mampu duduk atau berdiri sehingga memudahkan anak untuk
dapat dilatih buang air kecil dan buang air besar serta mempunyai
3) Kesiapan intektual
kapan saatnya untuk buang air besar dan buang air kecil. Kesiapan tersebut
dapat membuat anak menjadi mandiri dalam mengontrol buang air kecil dan
besar.
1) Pendidikan
tingkat pendidikan, maka seseorang tersebut akan lebih mudah dalam menerima hal-
hal baru. (Notoadmodjo, 2014). Dalam kaitannya ibu tentang penerapan toilet
training, apabila pendidikan ibu rendah akan berpengaruh pada pengetahuan tentang
24
penerapan toilet training sehingga berpengaruh pada cara melatih secara dini
sarjana/sederajatnya.
2) Pengetahuan
perkembangan anak dan tanda-tanda kesiapan anak dalam memulai toilet training
sangat penting dalam penerapan toilet training pada anak untuk menghindari
yang dilakukan oleh (Elgawad, 2014) di Arab Saudi tentang hubungan pengetahuan
dan sikap ibu dengan kesiapan anak dalam melakukan toilet training pada anak usia
toddler menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara pengetahuan ibu yang
spesifik tentang toilet training dengan kesiapan anak dalam melakukan toilet
training. Hal ini ditunjukan dengan hasil 88% ibu memiliki pengetahuan yang
3) Pekerjaan
toilet training pada anak disebabkan pekerjaan ibu dapat menyita waktu ibu untuk
melatih anak melakukan toilet training sehingga akan berdampak pada terlambatnya
dilakukan oleh Anna christie pada tahun 2010 tentang toilet training pada anak dan
bayi di Australia juga menunjukkan bahwa ibu yang bekerja secara full time (sehari
pada anak dibandingkan dengan ibu yang bekerja secara part time dan tidak bekerja
4) Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas seseorang yang dapat diamati secara
langsung dan tidak dapat di amati oleh pihak luar (Notoadmodjo, 201). Perilaku ibu
yang baik dalam toilet training ditunjukkan oleh tindakan ibu dalam melatih toilet
training pada anak yaitu bagaimana cara atau tehnik dan tindakan ibu dalam melatih
toilet training. Perilaku toilet training ibu yang baik tersebut dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya faktor usia ibu, budaya atau kebiasaan yang ada di
26
satunya adalah melakukan kegiatan toileting di kamar mandi atau toilet merupakan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2014).
1. Tahu (know)
(recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang
paling rendah.
27
2. Memahami (comprehension)
benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat mengintrepretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atas materi dapat
3. Aplikasi (aplication)
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
5. Sintesis (synthesis)
Dengan kata lain sintesis adalah suatu bentuk kemampuan menyusun formulasi baru
6. Evaluasi (evaluation)
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.
a. Anak sudah mampu duduk atau berdiri dengan sendirinya saat buang air
b. Anak sudah mampu melepas celana sendiri saat ingin buang air besar atau
c. Anak mampu mengkomunikasikan ingin buang air besar atau buang air kecil
e. Anak mampu menyiram toilet setelah melakukan buang air kecil maupun
f. Anak mencuci tangan setelah buang air kecil maupun buang air besar.
g. Anak tidak buang air besar atau kecil sembarangan (Hidayat, 2008).
h. Anak tidak buang air besar dicelana sekali dalam sebulan selama 3 bulan
j. Anak yang berumur 3 tahun sudah tidak mengompol pada siang hari.
k. Pada umur 4-5 tahun anak sudah tidak mengompol lagi pada malam hari (
Rudolph, 2006).
30
Keberhasilan
p
Gambar 2.2 kerangka konsep
Pengetahuan ibu
2.6 Hipotesis Penelitian
training pada anak 4-5 tahun di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung
tahun 2019.
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuantitatif dengan
metode analitik korelasinal yang merupakan salah satu studi penelitian untuk
terhadap keberhasilan toilet training pada anak 4-5 tahun. Rancangan penelitian ini
pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variable subjek dalam waktu
Lampung.
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh orang tua anak di Sekolah Darma
3.3.2 Sampel
Sampel adalah objek yang di teliti dan dapat mewaili dari keselurusan
populasi (Notoadmodo, 2014). Adapun besar sampel pada penelitian ini adalah 63
orang. Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan rumus slovin sebagai
berikut :
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
Dari rumus diatas, maka jumlah besar nya sampel (n) sebagai berikut :
34
n =
n = 62.2641
n = 63 (dibulatkan ke atas)
sampel secara Purposive sampling yaitu suatu cara pengambilan sampel yang
didasarkan pada suatu karakteristik tertentu yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan
2014). Sampel pada penelitian ini diambil dari orang tua anak 4-5 tahun di TK
Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung. Dari setiap orang tua tersebut akan
menggunakan kuesioner.
1. Ibu yang mempunyai anak usia 4-5 tahun tercatat sebagai siswa/siswi TK di
2. Ibu yang mempunyai anak yang menjalankan toilet training dengan metode
1. Anak dengan keterbatasan fisik sejak lahir (kelainan bentuk tulang dan kelainan
bentuk kelamin).
2. Ibu dari anak yang berkebutuhan khusus seperti sindrom down, gangguan
Variabel merupakan sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimiliki oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu.
dimaksud, atau tentang apa yang harus diukur oleh variabel yang bersangkutan.
Variabel Pemahaman ibu Peneliti memberikan Kuisioner 1 = Baik jika nilai Ordinal
Independen tentang konsep toilet kuisioner, dimana mean ≥ 9,6
training, kesiapan responden diminta untuk
Pengetahuan ibu anak, dampak menjawab sejumlah 12 0= kurang baik jika
kegagalan dan pertanyaan dalam nilai mean < 9,6
keberhasilan toilet kuisioner kemudian hasil
training. jawaban dari responden di
hitung.
data primer, di mana orang tua anak-anak TK di Sekolah Darma Bangsa Bandar
3.8.1 Editing
3.8.2 Coding
sedemikian rupa agar mudah dijumpai dan ditata untuk disajikan dan dianalisis
3.8.3 Proccesing
dianalisis.
3.8.4 Cleaning
komputer yaitu dengan program SPSS versi 25, adapun analisis yang digunakan
independen dan dependen dengan menggunakan uji Spearman Rho dengan nilai
kemaknaan (p<0,05). Dari hasil uji statistik tersebut dapat diketahui tingkat
Pengolahan data
Analisis data
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani, S., Ibrahim, K., & Wulandari, S. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang
Padjadjaran, 2(3).
Arikunto, S.( 2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Aziz, R. (2006). Jangan Biarkan Anak Kita Tumbuh dengan Kebiasaan Buruk. Edisi 1).
Brazelton, T. B., Nugent, J .K. (2011). The Neonatal Behavioral Assessment Scale. 4th
edition. London.
Gilbert, J. (2006). Latihan toilet: panduan melatih anak untuk mengatasi masalah toilet.
Jakarta : Erlangga.
Hayat. (2015). Panduan anak tentang toilet training. Jakarta: Pustaka Media
Hidayat. A Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
41
Hooman, N., Safaii, A., Valavi, E., & Amini-Alavijeh, Z. (2013). Toilet training in Iranian
Howell, D.M., Wysocki, K., & Steiner, M.J. (2010). Toilet training. An Official Journal of
Ilmalia, N. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Keberhasilan
Toilet Training Pada Anak Usia Toddler Di PAUD Desa Sumberadi Sleman
Lestari, P. 2013. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Praktik Ibu Dalam
Penggunaan Diapers Pada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun) Di Kelurahan Putat
Semarang.
Training dengan Pelaksanaan Toilet Training Pada Anak Usia 1–3 Tahun Di
Penerjemah).Jakarta
Rees, L., Brogan, P.A., Bockenhauer, D., & Webb, Nicholas. J.A.(2012). Paediatric
Rudolph, A.M., Hoffman, J.I.E., Rudolph, C.D, (2006), Buku Ajar Pediatri Rudolph.
Jakarta : EGC
Pada Anak Usia Dini 2-3 Tahun Di Desa Prangi Kecamatan Padangan Kabupaten
Soetjiningsih & Ranuh, G., (2016). Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. EGC .
Windiani, I. (2008). Prevalensi dan Faktor Risiko Enuresis pada anak Taman Kanak-Kanak