Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

Kontraktur didefinisikan sebagai pengikatan permanen kulit yang dapat

mempengaruhi otot dan tendon yang berada dibawahnya yang akan membatasi ruang

gerak, serta kemungkinan defek maupun degenerasi saraf di daerah tersebut.

Keterbatasan ruang gerak sendi karena kerusakan yang bersifat anatomis, fisiologis,

maupun neurologis dapat berakibat pada pemendekan jaringan ikat sekitar sendi

tersebut.1 Kontraktur terjadi ketika jaringan ikat normal yang bersifat elastis digantikan

oleh jaringan fibrous yang tidak elastis.

Keterbatasan gerakan yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang

bersifat multipel dan komplikatif secara medis. Namun pada umumnya sebagian besar

restriksi pada sendi ditandai oleh pemendekan jaringan ikat sendi dan bersifat reversibel

jika mendapat perawatan yang tepat.1,2 Untuk merencanakan perawatan yang efektif

harus diperhatikan bahwa pemendekan jaringan ikat sendi bukan merupakan penyebab

dari kontraktur, tetapi lebih merupakan konsekuensi lanjutan dari etiologi primernya.

Oleh karena itu perawatan harus difokuskan pada sebab utama terjadinya kontraktur.1,
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan

dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini

disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan

bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang sering dijumpai adalah

kontraktur akibat luka bakar, kontraktur Dupuytren dan kontraktur iskemik

Volkmann.1,3

Kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara

pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan

kulit.

B. Klasifikasi

Klasifikasi kontraktur berdasarkan derajat keparahan 4

Derajat I : gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang

lingkup gerak maupun fungsi.

Derajat II : sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan

fungsi namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara

signifikan, tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.

Derajat III : terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal

pada daerah yang terkena..


3

Derajat IV : kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.

Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka


kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi : 2,3,4,5,6
1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen
Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut
dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka
bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi.
2. Kontraktur Tendogen atau Myogen
Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat
terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi,
misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma, penyakit
degenerasi dan inflamasi.
3. Kontraktur Arthrogen .
Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini
bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat
immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan
pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis,
penyakit kongenital dan nyeri.

Menurut bentuknya, kontraktur terbagi atas :


1. Kontraktur linier
Gambaran klinis dari kontraktur linier :
a. Berbentuk garis lurus
b. Di pinggir garis ini terdapat web yang merupakan kelebihan kulit
c. Penangananannya dibuat desain Z-plasty, yaitu dua buah flap segitiga yang
saling dipindahkan tempatnya. Dengan desain ini maka garis kontraktur
tersebut akan diperpanjang dengan memanfaatkan kelebihan kulitpada sisi-
sisi garis kontraktur tersebut.
2. Kontraktur difusa
Gambaran klinis dan penanganan dari bentuk kontraktur ini adalah :
4

a. Berbentuk difus pada persendian


b. Dilakukan penanganan dengan pelepasan dari kontraktur dan kekurangan
kulit yang tiimbul ditutup dengan Full Thickness Skin Graft (FTSG).

C. Penyebab

Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi: posisi

anggota tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis tulang. Individu

dengan luka bakar sering diimobilisasi, baik secara global maupun fokal karena

nyerinya, pembidaian, dan posisinya. Luka bakar dapat meliputi jaringan lunak, otot,

dan tulang. Semua faktor ini berkontribusi terhadap kejadian kontraktur pada luka

bakar. Berbagai hal yang dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut:4

1. Trauma suhu

2. Trauma zat kimia

3. Trauma elektrik

4. Post-trauma (Volkmann’s)
Bedakan antara kontraktur jaringan
lunak dan ankilosis persendian
5. Idiopatik (Dupuytren’s)

6. Kongenital (camptodactyly)
Bedakan antara kontraktur jaringan ikat dan
kontraktur miogenik atau neurogenik

D. Penegakan Diagnosis Kontraktur


Diagnosis banding kontraktur dari struktur
anatomi:
Penegakan diagnosis kontraktur akibat luka bakar dapat menggunakan bagan
Kontraktur kutan, subkutan, atau fasial
sebagai berikut: Kontraktur tendon

Kontraktur ligament
Kontraktur otot
Nilai dan klasifikasi parut kontraktur untuk
memutuskan metode terapi

Evaluasi secara fungsional dan estetika dari


sendi atau jaringan pada sebelum dan sesudah
terapi
5

Gambar 2.1 Bagan Diagnosis Banding Kontraktur Akibat Luka Bakar


(dikutip dari: Ogawa R & Pribaz JJ. Diagnosis, assessment, and classification
of scar contractures. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer
Heidelberg Dordrecht London NewYork : 2010.

E. Patofisiologi

Patofisiologi yang jelas terbentuknya parut hipertrofi belum diketahui namun

banyak faktor yang berkontribusi terhadap proses fibroproliferatif kulit tersebut.

Paradigma yang sering digunakan adalah “benih dan tanah”. Komponen selular

seperti fibroblast, keratinosit, sel induk, dan sel inflamasi merupakan benih
6

sedangkan komponen nonseluler seperti matriks ekstraseluler, kekuatan mekanik,

tekanan oksigen, dan cytokine milieu adalah tanah. 6

Mekanisme dasar pembentukan kontraktur didapat dari berbagai macam etiologi

yaitu kongenital, didapat, atau idiopatik. Proses ini disebabkan oleh aktifnya

miofibroblas (sebuah sel dengan fibroblas dan dengan karakteristik seperti otot polos

yang terdistribusinya granulasi di seluruh jaringan yang ada pada luka). Kontraksi

dari miofibroblas menyebabkan luka menyusut. Miofibroblas ini muncul pada proses

awal penyembuhan luka dan membangkitkan usaha kontraksi untuk menarik tepi

luka hingga luka menyusut. Perubahan regulasi dari miofibroblas membuatnya tetap

berada dalam kulit dan terus menarik luka yang menyebabkan munculnya jaringan

parut dan kontraktur.

Hal ini juga diikuti dengan deposisi kolagen dan saling berhubungan untuk

mempertahankan kontraksi. Pada embryogenesis, kegagalan diferensiasi jari-jari

menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang menyebakan fleksi proksimal sendi

interfalang yang mengakibatkan camptodactyly.4

Kontraksi adalah proses aktif biologis untuk menurunkan dimensi area

anatomi dan jaringan yang dapat menyebabkan perlambatan kesembuhan dari luka

terbuka. Kontraktur adalah produk akhir dari proses kontraksi. Kontraktur

mengganggu secara fungsional dan estetik.

F. Prevensi Kontraktur

Kontraktur dapat dicegah dari penyebab awal mulanya. Kontraktur banyak

disebabkan akibat luka bakar. Pencegahan luka bakar dibagi menjadi pencegahan
7

primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk menurunkan

insidensi luka bakar melalui cara memasak yang aman, pemadam kebakaran, dan

edukasi tentang zat yang menyebabkan trauma panas di sekolah atau komunitas.

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menurunkan beratnya luka bakar melalui

edukasi terhadap pertolongan pertama. Pencegahan tersier bertujuan untuk

mengurangi mortalitas dan morbiditas terhadap luka bakar.7

Terdapat dua kunci penting dalam pencegahan kontraktur. Hal pertama adalah

area yang terbakar dibidai pada posisi anatomis dan berlatih maksimal lingkup gerak

sendi tiap persendian. Perkembangan bidai selama lima belas tahun terakhir

berkontribusi terhadap penurunan kejadian kontraktur dan hal ini semakin

dikembangkan.7

Secara umum terdapat berbagai cara pencegahan kontraktur, yaitu:8

1. Posisi yang mencegah kontraktur

Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai dari hari pertama

sampai beberapa bulan setelah trauma. Posisi ini diaplikasikan terhadap semua

pasien baik yang mendapat terapi cangkok kulit maupun yang tidak. Posisi ini

penting karena dapat mempengaruhi panjang jaringan dengan menurunkan ruang

lingkup gerak sebagai akibat dari parut jaringan. Pasien diistirahatkan dengan

posisi yang nyaman, posisi ini biasanya adalah posisi fleksi dan juga merupakan

posisi kontraktur. Tanpa dorongan dan bantuan dari orang lain, pasien akan

meneruskan posisi yang menyebabkan kontraktur. Sekali kontraktur mulai

terbentuk dapat terjadi kesulitan untuk bergerak sempurna seperti sediakala.


8

Penyesuaian awal memiliki esesnsi untuk memastikan kemungkinan terbaik hasil

terapi, selain itu pula untuk meringankan nyeri.

Pasien harus selalu melakukan kebiasaan posisi pada stadium awal

penyembuhan. Pasien perlu dorongan untuk mempertahankan posisi yang

mencegah kontraktur (kecuali ketika program latihan dan aktivitas fungsional

lain), dukungan keluarga sangat penting.

Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh, risiko kontraktur

akan semakin meningkat. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur

berdasarkan luka bakar adalah sebagai berikut:

a. Leher depan

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi leher, dagu ditarik

ke arah dada, kontur leher menghilang sedangkan posisi yang mencegah

terjadinya kontraktur adalah ekstensi leher, tidak ada bantal di belakang

kepala, putar balik leher. Kepala dimiringkan bila posisi duduk.


9

Gambar 2.2. Kontraktur pada Leher Depan (dikutip dari: Procter F.


Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery
43(Suppl):S101-S113. 2010.)

b. Leher belakang

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah ekstensi leher dan

pererakan leher yang lain sedangkan posisi yang mencegah terjadinya

kontraktur adalah duduk dengan posisi leher fleksi, berbaring dengan

menggunakan bantal di belakang kepala.

Gambar 2.3. Kontraktur pada Leher Belakang (dikutip dari: Procter F.


Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery
43(Suppl):S101-S113. 2010.)

c. Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan aksila

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah terbatasnya abduksi dan

juga protraksi ketika luka bakar juga ada di dada sedangkan posisi yang

mencegah terjadinya fraktur adalah berbaring dan duduk lengan abduksi 90 0

ditopang dengan menggunakan bantal atau alat lain diantara dada dan lengan.
10

Gambar 2.4. Kontraktur pada Aksila (dikutip dari: Procter F. Rehabilitation


of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery 43(Suppl):S101-S113. 2010.)

d. Siku depan

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku sedangkan

posisi yang mencegah terjadinya fraktur adalah ekstensi siku.

Gambar 2.5. Kontraktur pada Siku (dikutip dari: Procter F. Rehabilitation of


the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery 43(Suppl):S101-S113. 2010.)

e. Punggung tangan
11

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah hiperekstensi

metacarpalphalangeal (MCP), fleksi interphalangeal (IP), adduksi ibu jari,

dan fleksi pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah terjadinya

kontraktur adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40 derajat, fleksi

MCP 60-70 derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu jari.

Gambar 2.6. Kontraktur pada Punggung Tangan (dikutip dari: Procter F.


Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery
43(Suppl):S101-S113. 2010.)

f. Telapak tangan

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi dan fleksi jari-jari

tangan, telapak tangan ditarik ke dalam sedangkan posisi yang mencegah

terjadinya kontraktur adalah ekstensi pergelangan tangan, fleksi minimal

MCP, ekstensi dan abduksi jari-jari tangan.


12

Gambar 2.7. Kontraktur pada Telapak Tangan (dikutip dari: Procter F.


Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery
43(Suppl):S101-S113. 2010.)

g. Groin

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan adduksi pangkal

paha sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah berbaring

tengkurap dengan ekstensi tungkai, batasi duduk dan berbaring posisi

menyamping. Jika dengan posisi supine, berbaring dengan posisi ekstensi

tungkai, tanpa bantal di bawah lutut.

Gambar 2.8. Posisi yang Menyebabkan Kontraktur (dikutip dari: Procter F.


Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery
43(Suppl):S101-S113. 2010.)
13

h. Belakang lutut

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi lutut sedangkan

posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi tungkai pada saat

berbaring dan duduk.

Gambar 2.9. Kontraktur pada Belakang Lutut (dikutip dari: Procter F.


Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery
43(Suppl):S101-S113. 2010.)

i. Kaki

Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah yang berbeda-

beda oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal ini dapat mengakibatkan

mobilitas yang tidak normal. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur

adalah pergelangan kaki diposisikan 90 derajat terhadap telapak kaki dengan

menggunakan bantal untuk mempertahankan posisi. Jika pasien dalam

keadaan duduk maka posisi kakinya datar di lantai (tanpa edem).


14

Gambar 2.10. Kontraktur pada Kaki (dikutip dari: Procter F. Rehabilitation


of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery 43(Suppl):S101-S113. 2010.)

j. Wajah

Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk ketiakmampuan

untuk membuka maupun menutup mulut dengan sempurna, ketidakmampuan

menutup mata dengan sempurna, dan lain sebagainya.posisi yang mencegah

terjadinya kontraktur adalah secara teratur merubah ekspresi wajah dan

peregangan seperlunya. Tabung empuk dapat dimasukkan ke dalam mulut

untuk melawan kontraktur mulut.

2. Bidai

Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur dan

merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program rehabilitasi komprehensif.

Pembidaian membantu mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur

terutama terhadap pasien yang mengalami nyeri hebat, kesulitan penyesuaian

atau dengan area luka bakar yang dengan menggunakan posisi pencegahan

kontraktur saja tidak cukup. 7,9


15

Pembidaian dilakukan dengan posisi yang diregangkan sehingga

memberikan suatu latihan peregangan awal yang lebih mudah. Parut tidak hanya

berkontraksi namun juga mengambil rute terdekat, parut sering menimbulkan

selaput atau anyaman diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda, dan lain-lain. Bidai

membantu merenovasi jaringan parutkarena membentuk dan mempertahankan

kontur anatomis. Bidai adalah satu-satunya modalitas terapeutik yang tersedia

dan berlaku yang dapat mengatur tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat

menimbulkan remodelling jaringan.

Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan yang ideal adalah

yang memiliki temperature rendah dan ringan, mudah dibentuk, dan disesuaikan

kembali kemudian juga sesuai dengan kontur.

Gambar 2.11. Contoh Pembidaian (dikutip dari: Procter F. Rehabilitation of


the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery 43(Suppl):S101-S113. 2010.)

3. Peregangan dan mobilisasi awal


16

Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan diregangkan

beberapa kali setiap harinya. Pasien membutuhkan pendamping baik dari tim

medis maupun keluarganya untuk mencapai pergerakan yang penuh terutama

untuk anak-anak yang memerlukan perhatian yang lebih dari orang tua. Pasien

perlu mengembangkan kebiasaan tersebut dari hari ke hari.

4. Melakukan aktivitas sehari-hari

Pasien luka bakar sering merasa kehilangan rasa dan kemampuan untuk

beraktivitas secara normal. Aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi sangat

penting untuk melatih pasien dapat hidup mandiri.

5. Pijat dan pemberian moisturiser

Pijatan pada parut sangat dianjurkan sebagai bagian dari penatalaksanaan luka

parut meskipun mekanisme efeknya belum begitu diketahui. Hal yang dapat

dilakukan adalah:

a. Pemberian moisturiser luka sering kehilangan kelembaban tergantung dari

dalamnya luka dan sejauh kerusakan struktur kulit. Luka tersebut dapat

menjadi sangat kering dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini dapat

menimbulkan retak dan pecahnya parut. Pemijatan dengan moisturizer atau

minyak tanpa parfum pada bagian teratas parut dapat melembutkan sehingga

pasien merasa lebih nyaman dan untuk mengurangi gatal.


17

b. Jika parut menjadi tebal dan meninggi dapat menggunakan pijatan kuat dan

dalam menggunakan ibu jari atau ujung jari untuk mengurangi kelebihan

cairan pada tempat tersebut.

c. Parut akibat luka bakar mengandung kolagen empat kali dibandingkan

dengan luka parut biasa. Pijatan yang dalam dengan pola sedikit memutar

dapat meningkatkan kesegarisan luka parut.

d. Penurunan sensoris dan perubahan sensasi dapat terjadi. Pijatan rutin dan

sentuhan pada parut dapat membantu desensitisasi dari luka yang sebelumnya

hipersensitif

e. Faktor psikologis dari seseorang yang memiliki kesulitan dan merasa tidak

enak dipandang dapat dikurangi dengan menyentuh parut dan belajar

bagaimana menerima keadaannya.

6. Terapi tekanan

Terapi tekanan adalah modalitas primer dalam penatalaksanaan parut

akibat luka bakar meskipun efektivitas klinis secara sains masih belum terbukti.

Pemberian tekanan pada area luka bakar diduga dapat mengurangi parut dengan

mempercepat maturasi parut dan mendorong reorientasi terbentuknya serta

kolagen. Pola parallel yang bertentangan dengan pola luka yang berputar pada

parut. Mekanisme yang diduga adalah, pemberian tekana dapat menciptakan

hipoksia lokal pada jaringan parut sehingga mereduksi aliran darah yang

sebelumnya hipervaskuler pada luka parut. Hal ini mengakibatkan menurunnya

influks kolagen dan penurunan pembentukan jaringan parut. Sesegera setelah


18

luka menjadi tertutup dan dapat menerima tekanan, pasien menggunakan pakaian

tekanan.

7. Silicon

Silicon digunakan untuk mengobati parut hipetrofik. Mekanisme dalam

mencegah dan penatalaksanan parut hipertrofik masih belum jelas namun

kemungkinan silicon mempengaruhi fase penyembuhan remodelling kolagen.

Ketika luka bakar telah sembuh, pasien dan keluarganya harus membiasakan

untuk latihan peregangan, pemijatan, moisturizer, dan mandi di air yang hangat.

Semua hal ini dapat membantu mencegah kontraktur. Pasien harus didorong untuk

menggunakan tangan sebisa mungkin untuk aktivitas dan kebutuhan sehari-hari. Jika

mungkin digunakan untuk kembali ke pekerjaan mereka.

Obat-obatan antifibrogenik untuk mengatasi parut hipertrofi yang dapat

menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut:

1. Antagonis TGF-β

2. Interferon α, β, γ

3. Bleomycin

4. 5-fluorouracil

5. kortikosteroid

Interaksi yang rumit antara berbagai faktor berpengaruh terhadap

penyembuhan dan menentukan hasil fibrotic atau regeneratif pada luka. Terapi

tunggal dalam melawan parut bekas luka banyak yang tidak berhasil karena rumitnya

interaksi antara sel luka dengan lingkungannya.6


19

G. Penatalaksanaan Kontraktur

Seperti yang telah dijelaskan pada klasifikasi kontraktur, terutama kontraktur

derajat III dan IV memerlukan tindakan operasi sedangkan untuk derajat I dan II

tidak memerlukan tindakan operasi.4 Untuk menentukan terapi dari parut kontraktur

maka klasifikasi tempat terjadinya kontraktur harus dinilai. Bentuk dan kedalaman

luka sebelum atau dalam operasi. Penilaian setelah operasi juga penting untuk

mengevaluasi metode penatalaksanaan.5

Prosedur operasi tidak boleh dilakukan selama fase aktif penyembuhan dan

pembentukan jaringan parut. Selama luka tersebut immature dan banyak

vaskularisasinya tidak dilakukan operasi. Biasanya dibutuhkan waktu satu tahun atau

lebih. Luka harus menjadi matur, supel, dan avaskuler sebelum dilakukan operasi.9

Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian

fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan

aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan

penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar

pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren. 1,2,6,8,10

Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara konservatif dan operatif :

1. Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih
mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputi :
a. Proper positionin
Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan
keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu selama penderita dirawat
20

di tempat tidur.3,4 Posisi yang nyaman merupakan posisi kontraktur.


Program positioning anti kontraktur adalah penting dan dapat mengurangi
udem, pemeliharaan fungsi dan mencegah kontraktur.1,2,4,10 Proper
positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai berikut :
1) Leher : ekstensi / hiperekstensi
2) Bahu : abduksi, rolasi eksterna
3) Antebrakii : supinasi
4) Trunkus : alignment yang lurus
5) Lutut : lurus, jarak antara lutut kanan dan kiri 20”
6) Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna
7) Pergelangan kaki : dorsofleksi
b. Exercise
Tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi
dan mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-menerus pada
seluruh persendian baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak
terkena, merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur. 2,8,10
Adapun
macam-macam exercise adalah :
1) Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri.
2) Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri
dengan kontraksi otot tanpa gerakan sendi.
3) Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri
tetapi mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau anggota
gerak penderita yang sehat.
4) Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan
melawan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat mekanik.
5) Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap
penderita.
c. Stretching
Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan kontraktur
berat dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih dikombinasi dengan
21

proper positioning. Berdiri adalah stretching yang paling baik, berdiri tegak
efektif untuk stretching panggul depan dan lutut bagian belakang. 2,10
d. Splinting / bracing
Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal
yang penting untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk mempertahankan
posisi yang baik selama penderita tidur atau melawan kontraksi jaringan
terutama penderita yang mengalami kesakitan dan kebingungan.
e. Pemanasan
Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka
bakar, ultrasound adalah pemanasan yang paling baik, pemberiannya
selama 10 menit per lapangan. Ultrasound merupakan modalitas pilihan
untuk semua sendi yang tertutup jaringan lunak, baik sendi kecil maupun
sendi besar.

2. Operatif
Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur dan
terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut
dapat dilakukan dengan beberapa cara : 11
a. Z - plasty atau S – plasty
Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap dan
dengan kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang sehingga
memerlukan beberapa Z-plasty.
b. Skin graft
Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar.
Kontraktur dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan parut,
selanjutnya dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya. Sebaiknya dipilih
split thickness graft untuk l potongan, karena full thickness graft sulit.
Jahitan harus berhati-hati pada ujung luka dan akhirnya graft dijahitkan ke
ujung-ujung luka yang lain, kemudian dilakukan balut tekan. Balut diganti
22

pada hari ke 10 dan dilanjutkan dengan latihan aktif pada minggu ketiga
post operasi.
c. Flap
Pada kasus kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya
terdiri dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari parut
dan mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan saraf tanpa ditutupi
dengan jaringan lemak, kemudian dilakukan transplantasi flap untuk
menutupi defek tadi. Indikasi lain pemakaian flap adalah apabila gagal
dengan pemakaian cara graft bebas untuk koreksi kontraktur sebelumnya.
Flap dapat dirotasikan dari jaringan yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja.

3. Perawatan postoperatif
Pemeliharaan dan posisi yang terlepas diharuskan sampai kurang lebih 3 minggu

atau sampai garis tepi flap sembuh. Perawatan postoperatif menggunakan bidai

statis atau dinamis dan juga terapi latihan fisik diperlukan untuk menjaga ruang

lingkup gerak persendian.

H. Prognosis

Prognosis pasien dengan kontraktur bergantung pada penanganan dan perawatan

luka postoperative. Pada pasien dengan skin graft bila diyakini tindakan hemostasis

darah resipien telah dilakukan dengan baik dan fiksasi skin graft telah dilakukan

dengan baik, balutan dibuka pada hari ke-5 untuk mengevaluasi take dari skin graft

dan benang fiksasi dicabut. Take dari skin graft maksudnya adalah telah terjadi

neovaskularisasi, dimana skin graft memperoleh cukup vaskularisasi untuk hidup.

Disarankan pada penderita paska tindakan skin graft di ekstremitas tetap memakai

pembalut elastis sampai pematangan graft kurang lebih 3-6 bulan.


23

Bila diduga akan adanya seroma, hematoma atau bekuan darah dibawah kulit

sebaiknya dalam waktu 24-48 jam dilakukan pengamatan skin graft, oleh karena

bila terjadi seroma, hematoma atau bekuan darah dibawah skin graft akan

mengurangi kontak graft dengan resipien sehingga akan menghalangi take dari skin

graft tersebut.pada pengamatan ini dilakukan pembukaan balutan dengan hati-hati

jangan sampai merusak graft (terangkat atau tergeser). Seroma, hematoma atau

bekuan darah harus segera dievakuasi dengan melakukan insisi kecil pada skin graft

tepat diatas seroma, hematoma atau bekuan darah tersebut dan selanjutnya

dilakukan pembalutan kembali. Bila evakuasi tersebut dilakukan dalam waktu 24

jam pertama maka graft masih dapat terjamin take 100%. 10

DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon. L., Warwick. D., Nagayam. S. Apley’s System of Orthopedic and


Fractures 9th Ed. Hodder Arnold. London. 2010.

2. Morris. P.J., Wood. W.C. Oxford Textbook of Surgery 2nd Ed. Oxford Press :
2000.

3. Perdanakusuma, DS. Surgical management of contracture in head and neck. Annual


Meeting of Indonesian Symposium on Pediatric Anesthesia & Critical care, JW
Marriot Hotel Surabaya. 2009.

4. Adu EJK. Management of contractures: a five-year experience at komfo anokye


teaching hospital in kumasi. Ghana Medical Journal 45(2):66-72. 2011.
24

5. Ogawa R & Pribaz JJ. Diagnosis, assessment, and classification of scar contractures.
Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht London
NewYork : 2010.

6. Wong VW & Gurtner GC. Strategies for skin regeneration in burn patients. Color
Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht London
NewYork: 2010.

7. Schwarz RJ. Management of postburn contractures of the upper extremity. Journal


of Burn Care Research 28:212-219. 2007.

8. Procter F. Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery


43(Suppl):S101-S113. 2010.

9. Goel. A., Shrivastava. P. Postburn Scar and Scar Contractures. Indian J Plast
Surg. Vol 43. Pp 63-71. 2010.

10. Lubis, RD. Skin graft. Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3401/1/08E00894.pdf. FK

USU. 2008.

Anda mungkin juga menyukai