Anda di halaman 1dari 96

PROSIDING

SEMINAR Si-INTAN 2022

“Implementasi optimisasi dosis radiasi untuk menjamin


perlindungan pasien radiologi diagnostik dan intervensional”

Jakarta, 13 Juli 2022

Diselenggarakan oleh
Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Fasilitas Radiasi dan
Zat Radioaktif (P2STPFRZR)
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jl. Gajah Mada No. 8, Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10120
Telp. (021) 638 582 69-70, Fax. (021) 638 582 75
www.bapeten.go.id

i
SAMBUTAN

Salam Sejahtera Untuk Kita Semua

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahi kita semua dengan kesehatan dan keselamatan.
Dalam pemanfaatan tenaga nuklir di bidang medik, pasien merupakan objek yang
mendapatkan paparan radiasi untuk tujuan diagnosis ataupun terapi penyakit, oleh karena itu
proteksi dan keselamatan radiasi bagi pasien dari paparan radiasi yang tidak diperlukan
(unnecessary exposure) menjadi tantangan kita bersama. Pemberian dosis radiasi kepada
pasien tidak dapat dibatasi, namun harus mempertimbangkan kesesuaiannya dengan
kebutuhan.
Sejalan dengan hal tersebut, BAPETEN tahun ini menyelenggarakan Workshop dan
Seminar Si-INTAN dengan mengangkat tema ‘Implementasi optimasi dosis radiasi untuk
menjamin perlindungan pasien radiologi diagnostik dan intervensi’. Acara ini menjadi media
komunikasi dan berbagi ilmu serta pengalaman bagi para praktisi dari rumah sakit ataupun para
profesional mengenai praktik yang baik dalam upaya optimisasi proteksi radiasi dan justifikasi
dalam paparan medik serta penerapan budaya keselamatan.
Melalui Seminar dan Workshop ini diharapkan semakin menumbuhkan motivasi fasilitas
pelayanan kesehatan untuk lebih aktif mengimplementasikan prinsip justifikasi dan berinovasi
untuk mencapai optimisasi proteksi radiasi pada pasien.
Akhir kata, semoga informasi dan pengetahuan yang disajikan dalam Prosiding Seminar Si-
INTAN 2022 dapat diakses oleh masyarakat dan dapat menjadi masukan untuk mendukung
peningkatan proteksi dan keselamatan radiasi di setiap fasilitas pelayanan kesehatan di
Indonesia.

Dra. Dahlia Cakrawati Sinaga, M.T.


Deputi Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarrakatuh

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang diberikan,
sehingga Prosiding Seminar Si-INTAN dapat terselesaikan dan terbit tahun 2022. Prosiding ini
berisi kumpulan makalah yang telah terpilih untuk disajikan dalam Seminar S-INTAN pada
tanggal 13 Juli 2022 dengan tema ‘Implementasi optimasi dosis radiasi untuk menjamin
perlindungan pasien radiologi diagnostik dan intervensi’.
Seperti kita ketahui bersama bahwa workshop dan seminar Si-INTAN adalah sebuah agenda
tahunan BAPETEN yang berupa diseminasi, sosialisasi, berbagi ilmu dan pengalaman dalam
upaya penerapan prinsip justifikasi dan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi pada
paparan medik. Dalam workshop disajikan pemaparan materi dan diskusi yang diampu oleh
narasumber pakar dari akademisi dan praktisi rumah sakit. Sedangkan dalam seminar disajikan
pemaparan makalah yang mencakup topik penerapan optimisasi dan budaya keselamatan
radiasi pada paparan medik.
Melalui makalah-makalah yang tersaji dalam prosiding ini diharapkan mampu menjadi
pemicu ide dan inovasi bagi para pembaca sehingga pesan penting untuk peningkatan
penerapan optimisasi proteksi radiasi pada pasien dapat tercapai.
Kami menyadari bahwa prosiding ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu segala saran
diharapkan dikirimkan melalui pos-el idrl@bapeten.go.id atau
kajian.kesehatan@bapeten.go.id demi perbaikan prosiding di tahun-tahun berikutnya. Semoga
prosiding ini dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat bagi yang memerlukan.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dra. Taruniyati Handayani, M.Sc.


Kepala Pusat Pengkajian Sistem dan
Teknologi Pengawasan Fasilitas Radiasi
dan Zat Radioaktif

iii
SUSUNAN DEWAN REDAKSI

Pembina : Kepala BAPETEN


Pengarah : Deputi Pengkajian dan Keselamatan Nuklir
Penanggung Jawab : Kepala Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan
Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif
Pemimpin Redaksi : Rusmanto, S.T., M.Si. – Koordinator Pengkajian Kesehatan
Wakil Pemimpin Redaksi : Endang Kunarsih, S.Si., M.Si.
Redaktur Pelaksana : • Ida Bagus Gede Putra Pratama, S.Si.
• Zulfahmi, S.Si.

Editor : Rusmanto S.T., M.Si.


Mitra Bestari : • dr. Benny Zulkarnaien, Sp.Rad(K). (PDSRI)
• Dr. Choirul Anam (AFISMI)
• Dr. Lukmanda Evan Lubis (AFISMI)
• Fatimah, S.ST., M.Kes. (PARI)

Alamat Redaksi : Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Fasilitas


Radiasi dan Zat Radioaktif (P2STPFRZR)
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
Gedung B Lantai V, Jl. Gajah Mada No. 8, Jakarta Pusat 10120
surel: p2stpfrzr@bapeten.go.id
situs: https://idrl.bapeten.go.id/

iv
DAFTAR ISI

SAMBUTAN ....................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ iii
SUSUNAN DEWAN REDAKSI ........................................................................................ iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... v
REKOMENDASI KEBIJAKAN HASIL SEMINAR Si-INTAN 2022............................ vii
MAKALAH ......................................................................................................................... 1
Implementasi pemanfaatan PACS dalam proses manajemen dosis radiasi pasien di Siloam
Hospitals Lippo Village
Herdani Rahman, Ni Ketut Sutariniasih ............................................................................ 1
Simulasi uji paparan sinar-X Mobile pada pemeriksaan rontgen dada di RSUP Fatmawati
Sayid Mubarok, Dwy Hervi ............................................................................................... 8
Pemantauan laju dosis paparan radiasi beta dan gama di instalasi kedokteran nuklir
Fajar Hastuti Ernawati, Sri Herwiningsih, Bunawas ...................................................... 14
Pemanfaatan timbal bekas pada alat poteksi radiasi (APR) sebagai upaya penerapan
proteksi radiasi
Desmalia Putri Ardiyanti, Tigor Ignasius Simarmata, Jhon Hadearon Saragih .............. 22
Analisis penahan radiasi ruangan radiologi intervensi cathlab sebagai upaya proteksi
keselamatan radiasi di RSUP H. Adam Malik Medan
Josepa Simanjuntak, Martua Damanik, Elvita Rahmi Daulay ......................................... 28
Jaminan kualitas evaluasi dosis Hp(10) dan Hp(0,07) pekerja radiasi di sektor kesehatan
Nuha Nabilah Utrujjah, Firdy Yuana, Bunawas .............................................................. 39
Uji kualitas apron untuk optimisasi proteksi radiasi bagi pasien di ruangan radiologi
diagnostik dan intervensional
Habib Syeh Alzufri, Dede Nurmiati ................................................................................. 46
Analisa hari rawat inap dan frekuensi foto thorak terhadap rata-rata dosis serap radiasi
pada pasien Covid-19 di ruang isolasi RSU Karsa Husada Batu
Sentot Alibasah, Yuly Peristiowati .................................................................................. 50
Kualitas citra sidik tulang dengan pemberian dosis radiofarmaka 99mTc-MDP berdasarkan
berat badan di Instalasi Kedokteran Nuklir RS Hasan Sadikin Bandung
Rini Shintawati, A. Hussein S. Kartamihadja .................................................................. 55
Estimasi dan audit dosis radiasi pasien pada pemeriksaan radiografi konvensional toraks
PA dengan teknik high kVp
Hanendya Disha Randy Raharja, dr.Nina ISH Supit, Sp.Rad (K), Ucok Noptua
Haposan ......................................................................................................................... 63
Pemantauan dosis lensa mata Hp(3) staf cathlab menggunakan Soca Dosimeter
Rosa Desinta, Risalatul Latifah, Rio Imam Santoso, Bunawas ........................................ 69

v
Upaya monitoring efek paparan medik terhadap pasien pemeriksaan intervensi di cathlab
Rumah Sakit Umum Adam Malik Medan: studi awal
Martua Damanik, Josepa Simanjuntak, Elvita Rahmi Daulay ......................................... 76
Penerapan budaya keselamatan tenaga kesehatan di ruangan mamografi
Zaenal Arifin, Evi Setiawati, Rusmanto, Siti Akbari ........................................................ 84

vi
REKOMENDASI KEBIJAKAN HASIL SEMINAR Si-INTAN 2022

Tema yang diangkat pada acara ini merupakan upaya untuk mendorong pemastian jaminan
perlindungan pasien radiologi diagnostik dan intervensional melalui berbagi ilmu dan
pengalaman dalam penerapan prinsip optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi dan budaya
keselamatan radiasi pada paparan medik.
Dalam acara ini menghadirkan 3 orang pakar dari akademisi dan praktisi rumah sakit untuk
memberikan pemaparan. Selain itu terdapat 21 makalah yang menjalani penilaian oleh tim
penilai makalah Si-INTAN, yang kemudian terpilih 5 makalah dipresentasikan oral dan 13
makalah dipresetasikan poster.
Berdasarkan pemaparan dan hasil diskusi dari para narasumber dan pemakalah, dirumuskan
beberapa rekomendasi sebagai berikut:
• Dalam upaya pencegahan potensi risiko paparan radiasi yang tidak diperlukan
(unnecessary exposure) pada pemeriksaan radiologi diagnostik dan intervensional,
fasilitas pelayanan kesehatan perlu melakukan identifikasi potensi yang muncul
(peluang kemunculan dan tingkat dampaknya), identifikasi penyebab, dan penetapan
rencana aksi upaya pencegahan;
• Manajemen fasilitas/instalasi yang memiliki kewenangan sebagai pengambil keputusan
harus berperan aktif dalam mendukung upaya optimisasi proteksi radiasi pada paparan
medik, dengan melalui penyediaan dan pengaturan sumber daya pendukung (finansial,
SDM, sistem kerja) dan pemantauan efektivitas penerapan;
• Dalam upaya penerapan optimisasi proteksi radiasi pasien, fasilitas pelayanan
kesehatan khususnya fasilitas/instalasi radiologi perlu:
1. mengedepankan kolaborasi tim yang terdiri atas dokter spesialis radiologi,
fisikawan medik, radiografer, dan petugas proteksi radiasi, serta manajemen
instalasi.
2. melaksanakan manajemen dosis radiasi dengan mengacu IDRL dan
mempertimbangkan kualitas citra yang diagnostik secara berkala.
3. melaksanakan evaluasi yang berkelanjutan terhadap protokol penyinaran,
kuantitas, kapabilitas dan kualitas SDM, dan keandalam peralatan/modalitas.
4. melaksanakan edukasi pasien terkait risiko radiasi.
• BAPETEN dan pemangku kepentingan (kementerian, lembaga dan asosiasi profesi)
perlu menyediakan infrastruktur yang memadai untuk memfasiitasi diseminasi
informasi terkait upaya proteksi radiasi pada pasien, diantaranya melalui tayangan
dalam website dan sosial media, pelaksanaan workshop, seminar, dan konferensi,
penyusunan kurikulum pelatihan, dan kontribusi publikasi ilmiah.

vii
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7

Implementasi pemanfaatan PACS dalam proses manajemen dosis radiasi


pasien di Siloam Hospitals Lippo Village
Herdani Rahman1, Ni Ketut Sutariniasih2
1
Siloam Hospitals Lippo Village Tangerang
2
Siloam Rradiologi Indonesia

e-mail: herdani.rahman@siloamhospitals.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.001

ABSTRAK. Dalam rangka memberikan pelayanan yang berorientasi kepada keselamatan pasien maka, Departemen
Radiologi Siloam Hospitals Lippo Village berkomitmen melakukan manajemen dosis radiasi pasien. Manajemen dosis
radiasi merupakan penerapan satu dari tiga prinsip proteksi radiasi, yakni optimisasi. Optimisasi dosis radiasi pasien dimulai
dengan melakukan penetapan nilai panduan dosis radiasi / DRL (Diagnostic Reference Level). Manajemen dosis radiasi
pasien meliputi beberapa tahapan, yang dimulai dari dokumentasi data pemeriksaan, pengolahan data melalui aplikasi Si-
INTAN, analisa data, penetapan DRL lokal hingga evaluasi terhadap DRL yang melebihi DRL Nasional. Pemantauan dosis
radiasi yang konsisten dan sistematis sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan radiologi diagnostik dan
intervensional. Siloam Hospitals Lippo Village memanfaatkan PACS (Picture Archiving Communication System) dalam
proses dokumentasi data pemeriksaan pasien. Proses dokumentasi tersebut memanfaatkan fitur technote pada PACS
INFINITT. Dengan menggunakan format penulisan yang telah disepakati, radiografer selaku user mencatat technote pada
PACS. Data yang dicatat meliputi berat badan, proyeksi, faktor eksposi (kV, mA dan mAs) dan informasi dosis (DAP,
CTDI, DLP dan air KERMA). Informasi data dosis pasien tersebut telah disesuaikan dengan aplikasi Si-INTAN BAPETEN.
Untuk data mengenai nama, no. rekam medis/kode pasien, usia, jenis kelamin dan jenis pemeriksaan, didapatkan melalui
RIS (Radiology Information System). Penegakan asas proteksi radiasi memerlukan kolaborasi dan konsistensi antara dokter
spesialis radiologi, radiografer, fisikawan medik dan tim IT. Melalui metode ini, proses manajemen dosis radiasi dapat
menjadi lebih mudah. Hal tersebut dikarenakan technote dapat diolah pada lembar kerja (worksheet) excel. Sehingga dapat
dikatakan pemanfaatan technote PACS, terbukti mampu membuat proses manajemen dosis radiasi menjadi lebih efektif
dan efisien.
Kata kunci: PACS, DRL, Radiologi, Si-INTAN, Technote

ABSTRACT. In order to provide services that prioritize patient safety, radiology department of Siloam Hospitals Lippo
Village is committed to manage patient dose radiation. Radiation dose management applications is one of three principles
of radiation protection, namely optimization. The determination of DRL (diagnostic reference level) is the application of
the optimization principle. Radiation management includes several stages, starting from documentation of data inspection,
data processing, data analysis, evaluation of local DRL. Consistent and systematic monitoring of radiation dose is needed
to improve the quality of radiology services. Siloam Hospitals Lippo Village using PACS (Picture archiving communication
system) in the process of documentation data. The documentation process utilizes the technote feature in the INFINITT
PACS Software. By using an agreed writing format, the radiographer as a user writes a technote on the PACS which
contains information including name, medical record number, weight, type of examination, estimated exposure factor (kV,
mA etc.) and dose information (DAP, CTDI, DLP), KERMA water etc.). The patient dose data information has been adjusted
to the BAPETEN Si-INTAN application. All of this stages require collaboration and consistency between radiology
specialists, radiographers, medical physicists and the IT team. Through this method, dose management process can be
made easier. This is because technote can be processed on excel worksheet. So that it can be said that using PACS technote
has been proven to be able to make the radiation dose management process more effective and efficient.
Keywords: PACS, DRL, Radiology, Si-INTAN, Technote

PENDAHULUAN PACS (Picture Archiving Communication System),


Pesatnya kemajuan dalam sistem artificial RIS (Radiology Information System dan EMR
intelegence, cloud server dan integrasi jaringan turut (Electronic Medical Record) merupakan sistem yang
membuat teknologi semakin dibutuhkan, termasuk familiar di departemen radiologi. Guna mendukung
dalam pelayanan radiologi. Beberapa istilah seperti aspek operasional dan aspek administratif di

1
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7

Tabel 1. Software monitoring dosis radiasi pasien berbagai merek


Merek Produk Estimasi Harga
Agfa Healthcare DoseMonitor -
Sectra DoseTrack £ 10,000 - £ 15,000
Qaelum Dose (Qaelum) £ 10,000 - £ 15,000
PACS Health DoseMonitor £ 10,000 - £ 15,000
Infinitt DoseM £ 8,000 - £ 10,000
GE Healthcare DoseWatch £ 10,000 - £ 20,000
Siemens TeamPlay Dose £ 7,400 - £ 20,000
Philips DoseWise £ 10,400

departemen radiologi, PACS digunakan untuk proses manajemen dosis radiasi pasien yang
menyimpan dan mengirim data dari modalitas dilakukan oleh Siloam Hospitals Lippo Village.
menuju server baca dokter [1]. PACS menyediakan
metode komputasi yang efisien untuk pencitraan LANDASAN TEORI
medis dan implementasinya dalam bentuk media Pemanfaatan radiasi dalam bidang medis dapat
lain, seperti citra 3D dan video. Sebelum penggunaan menimbulkan efek negatif dikemudian hari apabila
PACS yang masif, efisiensi pelayanan radiologi tidak dilakukan dengan asas proteksi radiasi. Efek
dibatasi dengan penggunaan film konvensional. radiasi terhadap tubuh dibagi menjadi 2 yaitu, efek
Dengan menggunakan PACS, citra medis radiologi stokastik dan deterministik. Efek deterministik
dapat dilihat secara virtual dimana pun dan kapan merupakan efek yang timbul apabila dosis yang
pun. Saat ini PACS berkembang dari yang awalnya diterima oleh jaringan tubuh melebihi dari dosis
hanya untuk melayani instalasi radiologi di satu ambang (threshold dose). Secara umum, efek
rumah sakit namun menjadi sistem yang mampu deterministik ini muncul secara langsung setelah
melayani kebutuhan data pencitraan di seluruh terjadinya paparan. Sedangkan efek stokastik
bagian rumah sakit. Selain itu, PACS juga dapat merupakan efek yang timbul tanpa adanya dosis
dimanfaatkan dalam proses manajemen dosis radiasi ambang. Efek ini muncul dalam waktu jangka
pasien. Beberapa produk PACS memiliki sistem panjang dan berisiko diwariskan. Hal tersebut terjadi
untuk memonitoring besaran dosis yang diterima karena, sel genetik dapat mengalami perubahan
oleh pasien, seperti yang terlihat pada Tabel 1. susunan apabila berinteraksi dengan radiasi.
Berdasarkan data dari Tabel 1, beberapa software Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diberi
monitoring dosis dari berbagai merek memiliki harga perhatian khusus terkait dengan paparan medik dan
yang relatif mahal. paparan kerja yang diberikan. Paparan medik
Di Indonesia sendiri, BAPETEN telah merupakan paparan radiasi yang diberikan kepada
menyediakan aplikasi berbasiskan web (Si- INTAN). pasien. Tindakan proteksi radiasi yang dapat
Si-INTAN merupakan salah satu wujud dari program dilakukan untuk menjaga tingkat paparan medik
manajemen dosis radiasi pasien yang disediakan oleh dalam batas aman yakni melalui perhitungan dosis
BAPETEN. Melalui aplikasi Si-INTAN, unit rumah radiasi. ICRP (International Commission on
sakit dapat menentukan DRL lokal dan melakukan Radiological Protection) pertama kali menjelaskan
analisis lebih lanjut terkait dengan tindak lanjut yang konsep perhitungan dosis radiasi pasien dan
dibutuhkan. Beberapa data pemeriksaan yang terminologi Diagnostic Reference Levels (DRL) pada
dibutuhkan pada aplikasi Si-INTAN meliputi berat tahun 1966.
badan, proyeksi, faktor eksposi (kV, mA dan mAs) Terminologi DRL telah mengalami
dan informasi dosis (DAP, CTDI, DLP dan air perkembangan, baik dari istilah ataupun cara
KERMA). Manajemen dosis radiasi pasien menjadi penetapan DRL. Konsep DRL telah terbukti menjadi
penting, mengingat adanya risiko radiasi yang dapat tools yang efektif dalam upaya mengoptimasi dosis
ditimbulkan terhadap tubuh manusia. Dosis radiasi radiasi yang diterima oleh pasien. DRL merupakan
pasien diatur dalam standar akreditasi internasional suatu nilai acuan yang digunakan untuk
(Joint Commission International) pada standar mengidentifikasi hubungan antara dosis dan kualitas
(assessment of patient) AOP poin 6.2. dan Nasional citra yang dihasilkan. Setiap negara bertanggung
(KARS) jawab untuk melakukan identifikasi terkait dengan
Tantangan yang dihadapi oleh rumah sakit terkait DRL. Nilai DRL setiap negara pun akan memiliki
dengan manajemen dosis pasien adalah sulitnya perbedaan. Hal tersebut dikarenakan faktor biologis
dokumentasi/pengumpulan data. Disebabkan ataupun genentik, seperti berat badan, ukuran tubuh
pendokumentasiannya masih dilakukan secara dan ukuran organ yang berbeda. Besaran dosis yang
manual. Dokumentasi data secara manual
membutuhkan waktu yang lama dan cenderung
mampu mengganggu pelayanan klinis di rumah sakit.
Berdasarkan hal tersebut, penulis membuat makalah
ini yang bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai implementasi pemanfaatan PACS dalam

2
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7

Tabel 2. Jenis DRL Berdasarkan ICRP 135


Jenis DRL Area Pengambilan Data
Typical Value Rumah sakit Q2 apabila data sedikit dan Q3
apabila data banyak
DRL lokal Suatu area dengan 10-20 jenis Q3
modalitas yang sama
DRL Nasional Negara Q3
DRL Regional Beberapa Negara Q2 dan Q3

dihitung dipengaruhi oleh beberapa faktor, Hospitals Lippo Village. menggunakan PACS
diantaranya: Faktor eksposi, source image detector INFINITT untuk melakukan dokumentasi data.
(SID), berat badan pasien dan teknik pemeriksaan PACS INFINITT terintegrasi dengan semua
lainnya. modalitas di departemen radiologi. Fitur PACS yang
Berdasarkan ICRP 135, penetapan DRL lokal digunakan dalam proses dokumentasi data dosis
membutuhkan interval waktu selama (3-5 tahun). adalah technote. Tecnote merupakan sebuah fitur
Penetapan nilai DRL dilakukan dengan menghitung yang berfungsi untuk mencatat terkait dengan
data pada Q 3 atau 75% data dosis pasien yang ada. pemeriksaan pasien. Melalui fitur ini, radiografer
ICRP membagi jenis DRL dibagi menjadi 4 yakni : selaku user menuliskan data – data pemeriksaan yang
Typical values, DRL lokal, DRL nasional dan DRL dibutuhkan, yang meliputi :
Regional. Ke-empat jenis DRL tersebut dibedakan 1. Radiografi umum : Inisial radiografer, kV,
berdasarkan cara pengambilan data dan area mAs, proyeksi dan berat badan
pengaplikasiannya. Pengambilan nilai DRL tersebut 2. CT Scan : Inisial radiografer, CTDI, DLP,
bisa dilakukan dengan mengamati nilai Q2 atau pun jumlah sequence
Q3. Jenis DRL berdasarkan ICRP 135 dapat dilihat 3. Radiografi Intervensional : Fluoro total, laju
pada Tabel 2. Dengan melihat sebaran data Q2 frame, jumlah frame, DAP, Laju kerma,
ataupun Q3. Penggunaan statistik kuartil merupakan kerma total dan jalur kateter masuk
hal yang tepat. Hal tersebut dikarenakan, penggunaan Pencatatan informasi dosis radiografi
Q tidak mudah terpengaruh oleh simpangan data. intervensional dilakukan oleh operator / perawat
Nilai median merupakan titik statistik yang cocok yang melakukan tindakan pemeriksaan. Contoh
untuk merepresentasikan sebaran data yang ada pada format penulisan pada technote dapat dilihat pada
pasien. Gambar 1.
Sedangkan Q3 merupakan titik yang paling tepat Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa
untuk merepresentasikan sebaran data apabila format penulisan menggunakan karakter pemisah
terdapat simpangan yang besar. Secara garis besar, koma (,) dan garis miring (/). Hal tersebut bertujuan
DRL memiliki beberapa karakteristik sebagai untuk memudahkan ketika melakukan pengolahan
berikut: data ketika di export ke dalam lembar kerja
1. DRL tidak membatasi tujuan klinis (worksheet). Penulisan informasi dosis pasien ke
2. Tidak berlaku untuk dosis individu dalam PACS dilakukan oleh radiografer setelah
3. Nilai DRL bersifat sebagai petunjuk bukan melakukan pemeriksaan. Apabila pasien pada rumah
peraturan sakit cukup padat, maka radiografer dapat melakukan
4. Merupakan nilai pedoman untuk identifikasi pencatatan informasi dosis secara manual di formulir
nilai dosis yang tidak lazim pemeriksaan.
5. Apabila dosis terlalu tinggi, artinya perlu
melakukan evaluasi terkait dengan teknik
pemeriksaan dan kasus klinis
6. Apabila dosis terlalu rendah rendah, artinya
perlu evaluasi terkait dengan kualitas citra
DRL merupakan alat yang dapat membantu untuk
melakukan optimisasi proteksi paparan medik pasien.
Nilai DRL bukan berarti menjaga nilai dosis menjadi
selalu kecil. Hal tersebut dikarenakan, kualitas citra Gambar 1. Contoh format penulisan data pemeriksaan
yang dihasilkan harus memberikan informasi data pasien menggunakan technote pada PACS.
diagnostik yang diperlukan.
Data pemeriksaan pada PACS akan di export dan
METODOLOGI diolah melalui lembar kerja (worksheet). Setelah data
Dokumentasi/pengumpulan data dosis pasien yang selesai diolah sudah terkumpul, langkah
merupakan salah satu tahapan dalam proses berikutnya adalah melakukan penginputan ke
manajemen dosis radiasi pasien. Namun, pada website Si-INTAN sesuai dengan ketentuan. Selain
tahapan ini seringkali terkendala terkait dengan itu, guna meminimalkan kesalahan pada saat
efektivitas dan efisiensi. Rumah sakit yang tidak penginputan data ke aplikasi Si-INTAN, diperlukan
memiliki software monitoring dosis melakukan pengolahan data cadangan yang dilakukan secara
pengumpulan data dilakukan secara manual. Siloam manual menggunakan Microsoft excel. Alur

3
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7

dokumentasi data dosis pasien dapat dilihat pada


Gambar 2.

Gambar 3. Kegiatan yang dilakukan setelah melakukan


dokumentasi data dosis dan mendapatkan hasil DRL pada
aplikasi Si-INTAN

Berdasarkan Gambar 3, Manajemen radiasi dosis


radiasi pasien memerlukan kerja sama dari beberapa
profesi. Dimulai dari radiografer pada tahapan
dokumentasi data, fisikawan medis untuk
Gambar 2. Skema Dokumentasi Informasi Dosis Pasien menganalisa data dan dokter spesialis radiologi
Pada Siloam Hospitals Lippo Village sebagai penilai kualitas citra yang dihasilkan. Selain
itu, diperlukan konsistensi dan komitmen agar proses
HASIL DAN PEMBAHASAN manajemen dosis radiasi pasien bisa berjalan dengan
Siloam Hopsitals Lippo Village telah baik. DRL lokal Siloam Hopsitals Lippo Village
memanfaatkan technote PACS untuk proses dapat dilihat pada Tabel 3.
dokumentasi data terhitung sejak tahun 2018. Berdasarkan data DRL pada Tabel 3, tidak
Pemanfaatan PACS juga sudah mulai diadaptasi oleh terdapat DRL lokal yang melebihi DRL nasional.
Siloam Hospitals Group di seluruh unit yang tersebar Perlu dilakukan evaluasi terkait dengan teknik
di seluruh Indonesia. Melalui manajemen Siloam pemeriksaan dan protokol yang digunakan apabila
Radiologi Indonesia (SRI), Siloam Hospitals Group nilai DRL lokal melebih DRL Nasional. Tindakan
berkomitmen untuk menegakkan prinsip proteksi evaluasi tersebut dapat berupa perubahan faktor
radiasi terutama terhadap pasien. Proses pemanfaatan eksposi, jarak SSD, pitch, penggunaan modulasi
PACS ini memerlukan konsistensi dan komitmen dosis dsb. Seluruh tahapan manajemen dosis radiasi
dari Departemen Radiologi. Salah satu kendala dari pasien di Siloam Hospitals Lippo Village dihasilkan
penggunaan technote adalah konsistensi terkait melalui proses dokumentasi dosis pasien
dengan format pencatatan. Oleh karena itu, Siloam menggunakan fitur technote PACS INFINITT.
Hospitals Lippo Village dan Siloam Radiologi Jumlah sampel yang dihasilkan melalui penggunaan
Indonesia (SRI) secara rutin melakukan refreshment technote jauh lebih banyak jika dibandingkan
terkait dengan format penulisan dan manajemen dokumentasi yang dilakukan secara manual.
dosis radiasi pasien. Siloam Hospitals Lippo Village Pengambilan data secara manual dapat memakan
memanfaatkan aplikasi Si-INTAN dapat waktu yang lama dan dikhawatirkan mampu
menampilkan nilai kuartil 2 dan 3 dari rumah sakit. mengganggu pelayanan klinis di rumah sakit. Selain
Hasil dari aplikasi Si-INTAN akan menjadi dasar itu, dengan menggunakan technote pada PACS,
tindak lanjut optimasi dosis pasien apabila pengisian data dosis pasien pada aplikasi Si-INTAN
diperlukan. Gambar 2 menunjukkan tindakan yang dapat dengan mudah dilakukan. Sehingga, dapat
dilakukan setelah mendapatkan hasil DRL pada dikatakan bahwa proses dokumentasi data menjadi
aplikasi Si-INTAN. lebih efektif dan efisien jika mengunakan technote
PACS.

4
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7

Tabel 3. Perbandingan DRL lokal dengan DRL Nasional (a) Radiografi umum, (b) CT Scan, (c) Radiografi Intervensional.

Jenis Pemeriksaan ESAK L ESAK N


ABDOMEN AP 0.6 2
ANKLE JOINT 0.1 0.2
ANTEBRACHI 0.06 0.1
CERVICAL AP 0.3 0.7
LOWER EKSTRIMITIES 0.5 -
FEMUR 0.3 0.5
HUMERUS 0.12 -
PEDIS AP 0.07 0.2
PELVIS AP 1.5 1.8
THORAKS AP 0.2 0.4
THORAKS PA 0.1 0.4
WRIST JOINT 0.05 0.2
MANUS AP 0.06 0.2
(a)

Jenis Pemeriksaan CTDI L CTDI N DLP L DLP N


Abdomen K 15.9 20 922 1360
Abdomen NK 13.0 17 625.2 885
Cardiac Studies K 26.7 47 1056.2 1200
Head K 59.8 60 1740 2500
Head NK 46.74 60 922 1275
Thorax/chest K 11.5 16 606 810
(b)

Pemeriksaan DAP L KERMA total Fluoro time


CA (1-3) Vessels 38.4 406.8 682.3
CA Normal 16.3 201.0 241.0
CA-PCI 66.0 840.3 2177.5
DSA Cereberal 21.4 998.8 1494.8
PCI 36.3 1270.3 923.5
(c)
Ket :
*L : DRL Lokal
*N : DRL Nasional

KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


Metode pemanfaatan PACS ini terbukti mampu [1] Kanda, R., et.al., Developing diagnostic
membuat proses dokumentasi / pengumpulan data reference levels in Japan. Japanese journal of
dosis pasien menjadi lebih efektif dan lebih efisien. radiology, 39(4), 307- 314,2021
Fitur technote merupakan fitur umum yang tersedia [2] Vañó, E., et.al. ICRP publication 135:
pada berbagai merek PACS. Sehingga, metode ini diagnostic reference levels in medical imaging.
dapat diadaptasi oleh rumah sakit yang menggunakan Annals of the ICRP, 46(1), 1-144, 2017
PACS dan memanfaatkan aplikasi Si-INTAN [3] Le, Anh H.T.,. Integration of Computeraided
BAPETEN dalam melakukan manajemen dosis Diagnosis/Detection (CAD) Result in PACS
radiasi. Konsistensi pencatatan dan penulisan format Environment Using CAD- PACS toolkit and
technote menjadi tantangan besar untuk DICOM SR., 8(3), 161-166, 2009
menyempurnakan pemanfaatan PACS. Selain itu, [4] Lingamallu, K.,et.al., Role of HIS and RIS in
proses manajemen dosis radiasi pasien memerlukan Improving Quality of Patient, 9(7), 725–734,
konsistensi dan komitmen dari semua profesi baik itu 2017.
dokter spesialis radiologi, radiografer dan fisikawan [5] Parakh, A, et.al., CT radiation dose
medik. management: a comprehensive optimization
process for improving patient safety.
Radiology, 280(3), 663-673, 2016.

5
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7

[6] Fitousi, N. Patient dose monitoring systems: A [13] Suryatika, I. B. M., Sutapa, G. N., &
new way of managing patient dose and quality Kasmawan, I. G. A. (2019). Radiology patient
in the radiology department. Physica Medica, dosage monitoring for local diagnostic
44, 212–221 (2017). reference level. International Research Journal
[7] ICRP. The 2007 Recommendations of the of Engineering, IT and Scientific Research,
International Commission on Radiological 5(5), 26-31.
Protection. ICRP Publication 103. Ann [14] Woroprobosari, N. R. (2016). Efek Stokastik
ICRP;37(2–4) (2007). Radiasi Sinar-X Dental Pada Ibu Hamil dan
[8] Suryanti R, Savitri L, Susanto W, et al. Manual Janin. ODONTO: Dental Journal, 3(1), 60-66.
Penggunaan Si-INTAN Ver. 2.0, P2STPFRZR [15] Khorasani, R. (2012). Can you efficiently
BAPETEN. 2018. Jakarta. incorporate patient-specific electronic medical
[9] Wallace, A. B. (2010). The implementation of record data into radiology workflow?. Journal
diagnostic reference levels to Australian of the American College of Radiology, 9(12),
radiology practice. Journal of medical imaging 862-863.
and radiation oncology, 54(5), 465-471. [16] Reiner, B. I., et.al. (2001). Radiologists'
[10] Shields, T. (2010). PACS: past, present and productivity in the interpretation of CT scans: a
future. Radiologic Technology, 81(5), 491-498. comparison of PACS with conventional film.
[11] Mariani, C ,et.al., (2006). Analysis of the X-ray American Journal of Roentgenology, 176(4),
work flow in two diagnostic imaging 861-864Fitousi, N. (2017). Patient dose
departments with and without a RIS/PACS monitoring systems: a new way of managing
system. Journal of Digital Imaging, 19(1), 18- patient dose and quality in the radiology
28. department. Physica Medica, 44, 212-221.
[12] Fitousi, N. (2017). Patient dose monitoring Journal of Roentgenology, 176(4), 861-864.
systems: a new way of managing patient dose
and quality in the radiology department.
Physica Medica, 44, 212-221.

LAMPIRAN

Grafik 1. Grafik Perbandingan DRL lokal dan DRL Nasional

Grafik 2. Grafik Perbandingan CTDI lokal dan CTDI Nasional

6
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7

Grafik 3. Grafik Perbandingan DRL lokal dan DRL Nasional

7
S. Mubarok dan D. Hervin Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 8-13

Simulasi uji paparan sinar-X mobile pada pemeriksaan rontgen dada di


RSUP Fatmawati
Sayid Mubarok dan Dwy Hervin
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta

e-mail: sayid.mubarok@gmail.com, hervindwy@yahoo.co.id


DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.002

ABSTRAK. Pemeriksaan rontgen dada dengan memanfaatkan sinar-X mobile semakin meningkat, khususnya dikarenakan
adanya pandemi Covid-19 sebagai deteksi dini maupun untuk kebutuhan monitoring pasien. Aspek keamanan radiasi pada
pemeriksaan rontgen dada dengan menggunakan sinar-X mobile perlu dikaji mengingat umumnya penggunaannya pada
ruang rawat inap pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mensimulasikan besar radiasi hambur dari pemeriksaan rontgen
dada pada penggunaan sinar-X mobile untuk menilai tingkat keamanan radiasi serta peralatan proteksi radiasi yang
diperlukan. Terlebih dahulu diukur dahulu besar dosis radiasi primer untuk menilai estimasi dosis yang diterima oleh pasien,
kemudian diukur radiasi hambur (laju dosis maksimum dan dosis akumulasi) dengan menggunakan media penghambur
fantom PMMA 20 cm pada berbagai arah pada jarak 1, 2, 3 dan 4 m dan dengan variasi tanpa penahan radiasi, dengan
penhan radiasi apron 0.5 mm Pb dan dengan shielding mobile 2 mm Pb. Hasil dosis radiasi radiasi primer adalah 0.145 ±
0.003 mGy, dimana hasil tersebut masih dibawah nilai DRL. Sedangkan Hasil analisa laju dosis menunjukkan bahwa
hingga jarak 4 m nilai laju dosis masih melewati batas aman radiasi, diperlukan penahan radiasi berupa apron 0.5 mm Pb
dengan jarak lebih dari 2 m supaya didapatkan laju dosis yang aman untuk masyarakat umum. Hasil Analisa akumulasi
dosis hambur, maka jarak aman tanpa menggunakan penahan radiasi adalah lebih dari sama dengan 2 m. Direkomendasikan
bahwa jarak pasien dan petugas terhadap sumber radiasi sinar-X mobile adalah minimal 2 m dan digunakan penahan radiasi
seperti apron Pb atau shielding mobile.
Kata kunci: paparan radiasi, radiasi hambur, laju dosis

ABSTRACT. Chest X-ray examinations using mobile X-rays are increasing, especially due to the Covid-19 pandemic as
an early detection as well as for patient monitoring needs. Radiation safety aspects in chest X-ray examinations using
mobile X-rays need to be studied considering that they are generally used in patient inpatient rooms. This study aims to
simulate the amount of scattered radiation from a chest X-ray examination using a mobile X-ray to assess the level of
radiation safety and the required radiation protection equipment. First, the primary radiation dose was measured to assess
the estimated dose received by the patient, then the scattering radiation was measured (maximum dose rate and
accumulated dose) using 20 cm PMMA phantom scattering media in various directions at a distance of 1, 2, 3 and 4 m.
and with variations without radiation shielding, with 0.5 mm Pb apron radiation protection and with 2 mm Pb mobile
shielding. The result of the primary radiation dose is 0.145 ± 0.003 mGy, which is still below the DRL value. While the
dose rate analysis results show that up to a distance of 4 m the dose rate value still exceeds the radiation safe limit, a
radiation protection is needed in the form of a 0.5 mm Pb apron with a distance of more than 2 m in order to obtain a safe
dose rate for the general public. The results of the analysis of the accumulation of scattered doses, the safe distance without
using radiation shields is more than equal to 2 m. It is recommended that the patient and staff distance from the mobile X-
ray radiation source is at least 2 m and use a radiation protection such as Pb apron or mobile shielding.
Keywords: Radiation exposure, Radiation scatter, Dose Rate

PENDAHULUAN yang berisiko mengancam jiwa dan kehidupan bagi


Radiologi diagnostik adalah teknik radiologi para karyawan di rumah sakit, para pasien maupun
untuk mendiagnosis suatu penyakit atau kelainan para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit
morfologi dalam tubuh pasien dengan menggunakan [2].
pesawat sinar-X [1]. Untuk meminimalkan risiko akibat radiasi maka
Penggunaan radiasi sinar-X selain bermanfaat diperlukan usaha keselamatan radiasi dan proteksi
juga memiliki suatu risiko. Sesuai Keputusan radiasi. Keselamatan radiasi adalah tindakan yang
Menteri Kesehatan No. 432 tahun 2007, radiasi dilakukan untuk melindungi pasien, pekerja, anggota
merupakan salah satu potensi bahaya di rumah sakit masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya

8
S. Mubarok dan D. Hervin Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 8-13

radiasi sedangkan proteksi radiasi adalah tindakan B. Optimisasi


yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi Optimisasi adalah usaha yang dilakukan
yang merusak akibat paparan radiasi [1] [3]. supaya penyinaran radiasi yang diberikan
Salah satu jenis pesawat sinar-X diantaranya serendah-rendahnya (as low as reasonably
adalah pesawat sinar-X mobile dimana dalam achieveable, ALARA), dengan
penggunaannya diperlukan protocol / prosedur mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial.
proteksi radiasi khusus bagi staf dan anggota publik Kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus
di sekitar pesawat sinar-X tersebut dalam upaya direncanakan dan sumber radiasi harus
memenuhi prosedur keselamatan pengoperasian dirancang dan dioperasikan untuk menjamin
pesawat sinar-X [1] [4]. agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan
Penggunaan pesawat sinar-X mobile umumnya serendah-rendahnya.
digunakan untuk kondisi dimana pasien tidak
memungkinkan untuk dibawa ke ruangan radiologi, C. Limitasi
sehingga penggunaannya umumnya digunakan pada Dalam setiap tindakan yang menggunakan
Instalasi / Unit Gawat Darurat atau pada ruang rawat. radiasi sinar-X, pemegang izin wajib
Pada masa pandemi Covid-19, pemeriksaan memberlakukan limitasi dosis melalui penerapan
rontgen dada dengan memanfaatkan sinar-X mobile Nilai Batas Dosis (NBD). Penerapan NBD ini
banyak digunakan di rumah sakit untuk melakukan berlaku untuk pekerja radiasi dan masyarakat
deteksi dini dan monitoring kondisi pasien Covid-19 umum, namun tidak berlaku untuk pasien yang
yang dirawat pada ruang isolasi [5] [6]. menjalani pemeriksaan. NBD untuk pekerja
Penelitian ini bertujuan untuk mensimulasikan radiasi adalah 20 mSv / tahun sedangkan untuk
besar radiasi hambur dari pemeriksaan rontgen dada masyarakat umum adalah 1 mSv/tahun [1] [3].
pada penggunaan sinar-X mobile untuk menilai
tingkat keselamatan radiasi serta peralatan proteksi Prosedur Keselamatan Pengoperasian Pesawat
radiasi yang diperlukan. Sinar-X (Sinar-X Mobile)
Ketentuan Pengoperasian Sinar-X Mobile sesuai
LANDASAN TEORI/POKOK BAHASAN Peraturan BAPETEN No. 4 tahun 2020 adalah :
Pemanfaatan Radiasi Sinar-X dan Risiko a. dioperasikan oleh pekerja radiasi pada jarak
Radiasi diartikan sebagai pancaran dan paling kurang 2 (dua) meter dari tabung
perambatan energi melalui materi atau ruang dalam pesawat sinar-X dan berdiri di balik perisai
bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel [7]. radiasi;
Radiasi sinar-X merupakan salah satu bagian dari b. dilengkapi dengan perisai radiasi mobile
radiasi pengion yang banyak dimanfaatkan salah untuk melindungi pekerja radiasi dan/atau
satunya pada aplikasi kesehatan untuk keperluan pasien lain di sekitar pesawat sinar-X;
penunjang diagnosa. c. berkas utama sinar-X tidak mengarah ke
Penggunaan radiasi sinar-X pada manusia dapat pekerja radiasi dan/atau pasien lain di
menimbulkan efek biologi, yaitu efek deterministik sekitar pesawat sinar-X;
dan efek stokastik [8] [9]. Efek deterministik d. pekerja radiasi harus menggunakan apron
umumnya teramati pada paparan radiasi dengan dosis saat mengoperasikan pesawat sinar-X;
besar yang melewati nilai ambang tertentu dan e. hanya boleh digunakan untuk pemeriksaan
tingkat keparahannya akan semakin besar seiring pasien yang tidak memungkinkan dibawa ke
dengan meningkatnya nilai dosis yang diterima [8] ruangan radiologi; dan
[9]. Efek Stokastik merupakan efek yang sifatnya f. pengujian pesawat sinar-X dilakukan di
probabilistik, dimana tidak terdapat nilai ambang ruangan radiologi terpasang tetap atau di
tertentu dan sulit teramati, tingkat probabilitas ruangan lain dengan menggunakan perisai
terjadinya efek stokastik akan semakin besar seiring radiasi mobile.
meningkatnya nilai dosis yang diterima [8] [9]. Pada
pemanfaatan sinar-X di rumah sakit untuk keperluan
diagnostik dan imajing, umumnya efek radiasi yang
diperhatikan adalah efek stokastik dimana risikonya
bersifat probabilistik.
SSD = 100 cm

Prinsip Proteksi Radiasi


Prinsip proteksi radiasi didasarkan pada 3 prinsip
dasar, yaitu justifikasi, optimisasi dan limitasi [10].

A. Justifikasi Gambar 1. Set-up simulasi uji paparan


Prinsip justifikasi didasarkan pada
pertimbangan bahwa manfaat yang akan
diperoleh lebih besar daripada risiko yang
ditimbulkan.

9
S. Mubarok dan D. Hervin Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 8-13

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabung sinar-X A
Data Pengukuran Dosis Radiasi Primer

Tabel 1. Data Pengukuran Dosis Radisai Primer


anode cathode
Parameter yang 58 kV; 5,12 mAs (320
digunakan mA, 16 msec)
B Body pesawat C Source Detector
100 cm
Distance (SDD)
Dosis 0,145 ± 0,003 mGy
D
Gambar 2. Set-up titik loksi pengukuran simulasi Data Pengukuran Laju Dosis Maksimum dan
uji paparan Akumulasi Dosis Radiasi Hambur

METODE / METODOLOGI Tabel 2. Data Pengukuran Laju Dosis Maksimum dan


Pengambilan data dilakukan dengan cara Akumulasi Dosis Radisai Hambur pada Jarak 1 m
melakukan simulasi penyinaran sinar-X pada tempat Jarak 1 m
tidur pasien dengan menggunakan fantom slab A B C
PMMA setebal 20 cm sebagai media penghambur / Tanpa Penahan Radiasi
pengganti pasien. Penyinaran dilakukan dengan Survey meter
menggunakan parameter eksposi rontgen dada yang 500 800 700
(µSv/jam)
biasa digunakan untuk melakukan rontgen dada pada Dosimeter saku
pesawat DR-Gem Topaz di RSUP Fatmawati, yaitu 0,390 0,244 0,220
(µSv)
58 kV dan 5,12 mAs (320 mA, 16 msec). Media Dengan Apron 0.5 mm Pb
penghambur yang digunakan adalah slab fantom Survey meter
PMMA dengan tebal 20 cm, jarak source skin 0,7 0,6 0,4
(µSv/jam)
distance (SSD) adalah ±100 cm dengan kolimasi Dosimeter saku
cahaya terbuka pada objek sekitar 35 cm × 43 cm. 0,004 0,003 0,001
(µSv)
Media penghambur ini diletakkan di atas bed pasien Shielding Mobile 2 mm Pb
untuk mensimulasikan pemeriksaan pasien pada Survey meter
tempat tidur. 1,4 1,2 1,2
(µSv/jam)
Mula-mula sebelum dilakukan pengukuran Dosimeter saku
radiasi hambur, dilakukan dahulu pengukuran dosis 0,002 0 0,001
(µSv)
radiasi primer dengan cara meletakkan detektor
diatas fantom dengan posisi pada pusat radiasi untuk Tabel 3. Data Pengukuran Laju Dosis Maksimum dan
mengetahui perkiraan dosis yang diterima pasien Akumulasi Dosis Radisai Hambur pada Jarak 2 m
pada parameter tersebut pada jarak 1 m. Pengukuran
Jarak 2 m
dosis akumulasi radiasi hambur dan laju dosis
A B C D
maksimum radiasi hambur dilakukan dengan
Tanpa Penahan Radiasi
menggunakan peralatan dosimeter saku digital dan
Survey meter
juga dengan surveymeter digital pada beberapa 170 190 170 4.2
(µSv/jam)
variasi jarak (1 m, 2 m, 3 m dan 4 m) pada 4 arah
Dosimeter saku
(anoda, katoda, depan dan belakang (operator)). 0,085 0,048 0,07 0,003
(µSv)
Pengukuran radiasi hambur ini divariasikan juga
Dengan Apron 0,5 mm Pb
dengan tanpa adanya pelindung radiasi, terdapat
Survey meter
pelindung radiasi apron 0,5 mm Pb dan terdapat 0,2 0,2 0,1 0,1
pelindung shielding mobile 2 mm Pb. (µSv/jam)
Dosimeter saku
0,002 0,002 0,001 0,001
(µSv)
Shielding Mobile 2 mm Pb
Survey meter
0,7 0,7 0,5 0,8
(µSv/jam)
Dosimeter saku
0,002 0,002 0,002 0
(µSv)

Gambar 3. Set-up pengukuran dosis radiasi primer

10
S. Mubarok dan D. Hervin Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 8-13

Tabel 4. Data Pengukuran Laju Dosis Maksimum dan


Akumulasi Dosis Radisai Hambur pada Jarak 3 m
Jarak 3 m
A B C D
Tanpa Apron
Survey meter 100 43 45 2.7
(µSv/jam)
Dosimeter 0,016 0,03 0,024 0,003
saku (µSv)
Dengan Apron 0.5 mm Pb Gambar 4. Pengukuran dosis hambur dengan
Survey meter 0,1 0,2 0,1 0 surveymeter dan personal dosimetri dibelakang shielding
(µSv/jam) mobile
Dosimeter 0,001 0,001 0,001 0
saku (µSv)
Shielding Mobile 2 mm Pb
Survey meter 0,3 0,4 0,3 0,3
(µSv/jam)
Dosimeter 0,001 0,002 0,002 0
saku (µSv)

Tabel 5. Data Pengukuran Laju Dosis Maksimum dan


Akumulasi Dosis Radisai Hambur pada Jarak 4 m
Jarak 4 m
A B C
Gambar 5. Pengukuran dosis hambur dengan
Tanpa Penahan Radiasi surveymeter dan personal dosimetri di atenuasi dengan
Survey meter 27 28 29 apron 0,5 mm Pb
(µSv/jam)
Dosimeter saku 0.016 0.02 0.008 Tabel 7. Rata-Rata Nilai Laju Dosis Maksimum Radiasi
(µSv) Hambur Dengan Penahan Radiasi Apron 0,5 mm Pb
Dengan Apron 0.5 mm Pb Dengan Apron 0,5 mm Pb
Survey meter 0,1 0,2 0,1 Jarak Nilai laju Dosis maksimum
(µSv/jam) (m ) (uSv/jam)
Dosimeter saku 0,001 0,001 0,001 1 0,567 ± 0,153
(µSv) 2 0,167 ± 0,058
Shielding Mobile 2 mm Pb 3 0,133 ± 0,058
Survey meter 0,1 0,3 0,2
4 0,133 ± 0,058
(µSv/jam)
Dosimeter saku 0 0,002 0,001
Tabel 8. Rata-Rata Nilai Laju Dosis Maksimum Radiasi
(µSv) Hambur Dengan Penahan Radiasi Shielding Mobile 2 mm
Pb
Data Rata-Rata Nilai laju Dosis Maksimum Dengan Shielding Mobile 2 mm Pb
Radiasi Hambur Jarak
Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dosis Nilai laju Dosis maksimum (uSv/jam)
(m )
hambur pada lokasi D (operator) jauh lebih kecil 1 1,267 ± 0,115
daripada lokasi A, B, C, dan D, hal ini disebabkan 2 0,633 ± 0,115
karena pada lokasi tersebut radiasi hambur sudah 3 0,333 ± 0,058
terhalang dengan body dari pesawat sinar-X mobile, 4 0,200 ± 0,100
sehingga nilai pada lokasi D tidak dimasukkan dalam
analisa rata-rata radiasi hambur terhadap variasi
jarak. Hasil data tersebut dijabarkan pada bagian
selanjutnya.

Tabel 6. Rata-Rata Nilai Laju Dosis Maksimum Radiasi


Hambur Tanpa Penahan Radiasi
Tanpa Penahan Radiasi
Jarak Nilai laju Dosis maksimum
(m ) (uSv/jam)
1 666,667 ± 152,753
2 176,667 ± 11,547
3 62,667 ± 32,347
4 28,000 ± 1,000

11
S. Mubarok dan D. Hervin Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 8-13

0,23 mGy pada pemeriksaan chest PA dan 0,25 mGy


pada pemeriksaan chest AP.
Hasil pengukuran laju dosis maksimum dan
akumulasi dosis radiasi hambur pada titik lokasi A, B
dan C secara umum memiliki nilai yang hampir
serupa, namun pada titik lokasi D nilai yang
didapatkan jauh lebih rendah daripada 3 lokasi
tersebut, hal ini disebabkan karena pada lokasi
tersebut radiasi hambur sudah terhalang dengan body
dari pesawat sinar-X mobile. Hal ini menunjukkan
bahwa lokasi paling aman terhadap paparan radiasi
adalah pada lokasi D atau lokasi dimana operator
biasa melakukan eksposi.
Untuk menganalisa tingkat keamanan laju
paparan dan akumulasi dosis maka digunakan asumsi
berdasarkan Pembatas Dosis. Pembatas Dosis
Gambar 6. Dokumentasi Pengukuran Jarak saat digunakan sebagai usaha dalam melakukan
mengukur radiasi hambur optimisasi dosis sehingga Nilai Batas Dosis (NBD)
tidak terlampaui. Pembatas Dosis yang digunakan
Data Rata-Rata Nilai Akumulasi Dosis Radiasi adalah ½ NBD, sehingga untuk pekerja radiasi adalah
hambur 10 mSv / tahun dan untuk masyarakat umum adalah
0,5 mSv/tahun.
Tabel 9. Rata-Rata Nilai Akumulasi Dosis Radiasi Untuk melakukan konversi satuan pembatas
Hambur Tanpa Penahan Radiasi dosis ke satuan µSv/jam dan juga satuan akumulasi
dosis µSv, maka digunakan asumsi sebagai berikut :
Tanpa Penahan Radiasi - Dalam 1 tahun terdapat 50 minggu, dimana 1
minggu terdapat 5 hari kerja, dan waktu kerja
Jarak (m ) Nilai Akumulasi Dosis (uSv) dalam 1 hari adalah 8 jam (asumsi ini sangat
1 0,285 ± 0,092 overestimate dikarenakan sinar-X tidak
2 0,068 ± 0,019 menyala terus menerus, namun digunakan
sebagai asumsi untuk meningkatkan
3 0,023 ± 0,007 keamanan). Sehingga dengan asumsi ini
4 0,015 ± 0,006 didapatkan laju dosis aman untuk daerah
pekerja radiasi adalah 5 µSv/jam dan untuk
Tabel 10. Rata-Rata Nilai Akumulasi Dosis Radiasi daerah masyarakat umum adalah 0,25 µSv/jam
Hambur Dengan Apron 0,5 mm Pb - Dalam 1 tahun diasumsikan terdapat
Dengan Apron 0,5 mm Pb pemeriksaan rontgen dada sebanyak 2500
pemeriksaan (10 pemeriksaan per hari), asumsi
Jarak (m ) Nilai Akumulasi Dosis (uSv) ini juga sangat overestimate dikarenakan
1 0,002 ± 0,002 jumlah 10 pasien perhari ini cukup besar
2 0,002 ± 0,001 terlebih di ruangan yang sama, namun
digunakan untuk memudahkan perhitungan dan
3 0,001 ± 0,000 meningkatkan keamanan. Dengan asumsi ini
4 0,001 ± 0,000 maka akan didapatkan akumulasi dosis aman
untuk sekali pemeriksaan adalah 4 µSv untuk
Tabel 11. Rata-Rata Nilai Akumulasi Dosis Radiasi daerah pekerja radiasi dan 0,2 µSv untuk daerah
Hambur Dengan Shielding Mobile 2 mm Pb masyarakat umum
Dengan Shielding Mobile 2 mm Pb
Berdasarkan hasil data rata-rata pengukuran
Jarak (m ) Nilai Akumulasi Dosis (uSv) laju dosis maksimum, maka hingga jarak 4 m laju
1 0,001 ± 0,001 paparan dosis maksimum tanpa penahan radiasi
2 0,002 ± 0,000 masih melewati batas laju dosis aman baik pada
daerah pekerja radiasi maupun pada daerah
3 0,002 ± 0,001 masyarakat umum. Jika menggunakan Apron 0,5 mm
4 0,001 ± 0,001 Pb maka pada jarak 1 m saja sudah didapatkan laju
dosis aman untuk pekerja radiasi, namun untuk
Analisa dan Pembahasan masyarakat umum diperlukan jarak lebih dari sama
Hasil pengukuran dosis radiasi primer dengan dengan 2 m untuk mencapai laju dosis yang aman.
menggunakan parameter 58 kV dan 5,12 mAs (320 Kemudian jika menggunakan shielding mobile 2 mm
mA, 16 msec) dengan jarak Source Detector Pb, didapatkan jarak laju dosis aman untuk pekerja
Distance (SDD) 100 cm adalah 0,145 ± 0,003 mGy. radiasi adalah pada 1 m sedangkan untuk masyarakat
Nilai dosis ini masih lebih rendah daripada nilai dose umum adalah pada jarak 4 m. Hasil paparan dengan
reference level pada website menggunakan shielding mobile ini perlu diteliti lebih
https://idrl.bapeten.go.id/ tahun 2021, yaitu sebesar lanjut karena seharusnya penggunaannya akan lebih

12
S. Mubarok dan D. Hervin Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 8-13

aman daripada penggunaan apron 0,5 mm Pb. DAFTAR PUSTAKA


Menurut Analisa penulis hal ini dikarenakan survey [1] Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Peraturan
meter dan personal dosimetry digital saat pengukuran Badan Pengawas Tenaga Nuklir No 4 Tahun
tidak menempel dengan apron melainkan terdapat 2020 Tentang Keselamatan Radiasi pada
jarak sekitar 10 – 20 cm dari shielding mobile Penggunaan Pesawat Sinar-X dalam Radiologi
sehingga ada kemungkinan mendapat radaisi hambur Diagnostik dan Intervensional, Badan
dari sisi kiri dan kanan shielding mobile, sedangkan Pengawas Tenaga Nuklir, Jakarta 2020;
saat menggunakan apron Pb 0,5 mm Pb, surveymeter [2] Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
dan personal dosimetry terlingkup seluruhnya Keputusan Menteri Kesehatan Republik
dengan apron dan menempel sehingga radiasi Indonesia Nomor 432 / MENKES / SK / IV /
hambur yang berasal dari celah apron sangat minim 2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan
sekali. Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit,
Berdasarkan hasil data rata-rata akumulasi dosis, Keputusan Menteri Kesehatan Republik
maka pada jarak lebih dari sama dengan 1 m bahkan Indonesia, Jakarta, 2007;
dengan tanpa penggunaan penahan radiasi sudah [3] Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Peraturan
aman untuk daerah pekerja radiasi, namun hal ini Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor
jangan membuat pekerja radiasi tidak menggunakan 8 Tahun 2011 Tentang Keselamatan Radiasi
penahan radiasi dikarenakan pekerja radiasi bisa Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi
mendapat paparan radiasi dari prosedur radiologi lain Diagnostik Dan Intervensional, Peraturan
selain pemeriksaan rontgen dada dengan sinar-X Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir,
mobile, selain itu juga sesuai prinsip ALARA maka Jakarta, 2011;
pekerja radiasi tetap harus menggunakan alat [4] Aliansi Fisikawan Medik Indonesia,
pelindung diri terhadap radiasi. Untuk daerah Rekomendasi AFISMI No.1 Penggunaan
masyarakat umum jarak aman akumulasi dosis tanpa Radiasi Pengion Dalam Diagnosis Dan
penahan radiasi adalah 2 m, sedangkan jika Penanganan Covid-19 Kajian Standar Dan
menggunakan penahan radiasi apron 0,5 mm Pb atau Literatur Ilmiah, Aliansi Fisikawan Medik
shielding mobile 2 mm Pb maka jarak aman Indonesia (AFISMI), Jakarta, 2020;
akumulasi dosis untuk masyarakat umum adalah [5] R. Aulia, et.al, The Relationship of Chest X-
pada lebih sama dengan 1 m. Ray in COVID-19 Patients and Disease
Severity in Arifin Achmad General Hospital
KESIMPULAN Riau, JURNAL RESPIRASI, SEPTEMBER
Simulasi uji paparan sinar-X mobile DR pada 2021, VOL 07 (03); 114-121, Riau, 2021;
pemeriksaan rontgen dada di RSUP Fatmawati telah [6] M. Tsakok, et.al, Diagnostic accuracy of initial
dilakukan. Penggunaan parameter eksposi yang chest radiograph compared to SARS-CoV-2
digunakan untuk rontgen dada sudah cukup optimal PCR in patients with suspected COVID-19,
karena masih dibawah nilai DRL. Hasil pengukuran BJR Open, 2020.
uji paparan secara umum memberikan hasil bahwa [7] Pusdiklat BATAN, Dasar Fisika Radiasi,
jarak aman untuk pekerja radiasi dan masyarakat Pusdiklat BATAN, Jakarta, 2018.
umum adalah pada jarak lebih dari sama dengan 2 m [8] Dance DR, et.al, Diagnostic Radiology Physics:
dan sangat direkomendasikan menggunakan penahan A Hanbook for Teachers and Student,
radiasi berupa Apron Pb atau dengan shielding International Atomic Energy Agency, Vienna,
mobile, karena penggunaan penahan radiasi tersebut 2014.
membuat laju dosis dan juga akumulasi dosis yang [9] Pusdiklat BATAN, Efek Biologi Radiasi,
diterima menjadi lebih rendah. Hasil ini sejalan Pusdiklat BATAN, Jakarta, 2017.
dengan ketentuan pada Peraturan BAPETEN No.4 [10] A. Sanyoto, Keefektifan Pelaksanaan Program
tahun 2020 dan juga Rekomendasi AFISMI No.1 Proteksi Radiasi di Unit Kerja, Jurnal BATAN,
tahun 2020. Vol 5 No.2, Jakarta, 2004.

13
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21

Pemantauan laju dosis paparan radiasi beta dan gama di instalasi


kedokteran nuklir
Fajar Hastuti Ernawati1, Sri Herwiningsih1, Bunawas2
1
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya, Malang
2
NuklindoLab – Koperasi JKRL, Tangerang Selatan

e-mail: ernafh@student.ub.ac.id
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.003

ABSTRAK. Pemantauan laju dosis paparan radiasi beta dan gama penting dilakukan untuk memperkirakan dosis radiasi
yang diterima oleh pekerja radiasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dosis ekuivalen terarah H’(0,07) dan dosis
ekuivalen ambien H*(10) di Instalasi Kedokteran Nuklir. Pengukuran dilakukan dalam 2 tahap yaitu detektor tanpa filter
dan detektor dengan filter pemblokir beta Aluminium tebal 1,5 mm. Jarak pengukuran disesuaikan dengan posisi pekerja
saat bekerja. Dari hasil pengukuran tanpa filter didapatkan laju dosis (H’(0,07) dan H*(10)), dan pengukuran dengan filter
didapatkan laju dosis H*(10). Laju dosis paparan radiasi beta H’(0,07) didapatkan dari selisih hasil pengukuran pertama
dan kedua, dan hasilnya dikalikan dengan faktor koreksi. Laju dosis yang sebenarnya berada di ruangan dapat diketahui
dengan cara laju dosis yang terukur di alat dikurangi dengan laju dosis background dan dikalikan dengan besar faktor
kalibrasi alat ukur. Hasil pengukuran dosis ekuivalen terarah H’(0,07) yaitu 0,03 – 5608,77 μSv/jam dan dosis ekuivalen
ambien H*(10) yaitu 0,02 – 68,65 μSv/jam. Dengan tingginya laju dosis yang terukur, maka pekerja radiasi berisiko
menerima dosis H’(0,07) dan H*(10) yang melebihi batas dosis yang telah ditentukan BAPETEN sebesar 500 mSv/tahun
untuk H’(0,07) dan 20 mSv/tahun untuk H*(10). Maka dari itu, pemantauan rutin terhadap paparan radiasi beta dan gama
di instalasi Kedokteran nuklir perlu dilakukan untuk mencegah dan meminimalisasi terjadinya dosis paparan radiasi beta
dan gama berlebih yang diterima oleh pekerja radiasi.
Kata kunci: H’(0,07), H*(10), Kedokteran Nuklir

ABSTRACT. Monitoring of dose rate beta and gama radiation exposure in nuclear medicine installation so that the
received beta and gama doses can be estimated workers during work. Measurements were carried out in 2 stages: a detector
without a filter and a 1.5 mm thick Aluminum beta-blocking filter. Distance is measured by the position of the worker at
work. The results of measurements without a filter obtained a dose rate (H'(0.07) and H*(10)), and measurements with a
filter obtained a dose rate of H*(10). The dose rate of beta radiation exposure (0.07) was obtained from the difference
between the results of the first and second measurements, and the results were multiplied by a correction factor. The real
dose rate in the room can be determined through the dose rate adjusted to the background dose rate and multiplied by the
calibration factor of the measuring instrument. The results of the measurement of the dose H'(0.07) were 0.03 – 5608.77
Sv/hour and dose H*(10) was 0.02 – 68.65 Sv/hour. With the exposure dose rate that exceeds, workers, are at risk of
receiving directed equivalent doses of H'(0.07) and ambient H*(10) that exceed the dose limit set by BAPETEN of 500
mSv/year for H'(0.07) and 20 mSv/year for H*(10). Therefore, routine monitoring of beta and gama radiation exposure in
nuclear medicine installations needs to be carried out to prevent and minimize the occurrence of excessive beta and gama
radiation exposure doses received by workers.
Keywords: H’(0,07), H*(10), Nuclear Medicine

PENDAHULUAN Pada sumber radioaktif F-18 dan I-131 dapat


Kedokteran nuklir adalah salah satu cabang memancarkan radiasi beta dan gama, sedangkan
kedokteran di mana pasien diberikan zat radioaktif, sumber radioaktif Tc-99m hanya memancarkan
baik untuk tujuan diagnosis maupun terapi pada suatu radiasi gama. Namun, sumber radioaktif Tc-99m
penyakit. Dalam kedokteran nuklir, zat radioaktif dalam peluruhannya dapat menjadi sumber radioaktif
diberikan secara internal, sehingga hal ini berbeda Tc-99 yang hanya memancarkan radiasi beta.
dari radiologi diagnostik dan teknik radioterapi yang Sebelumnya terdapat penelitian yang telah dilakukan
biasanya diterapkan dari sumber eksternal [2]. yaitu mengenai pengukuran tingkat kontaminasi di
Hingga saat ini, Indonesia memiliki 27 rumah sakit ruangan fasilitas kedokteran nuklir yang dilakukan di
yang terdapat fasilitas kedokteran nuklir. salah satu rumah sakit di Jakarta, didapatkan tingkat
Radioisotop yang umum digunakan dalam kontaminasi tertinggi yaitu pada ruangan Hotlab,
kedokteran nuklir yaitu F-18, I-131 dan Tc-99m. yang merupakan tempat untuk persiapan

14
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21

radiofarmaka sebelum disuntikkan pada pasien [7]. menyebabkan kerusakan pada organ yang biasa
Dengan adanya kontaminasi yang terukur, sehingga dikenal sebagai faktor bobot radiasi (Wr) [14]. Untuk
menjadi ide penulis untuk melakukan pengukuran semua jenis radiasi eksternal, besaran operasional
terhadap tingkat paparan di ruangan kedokteran untuk pemantauan area ditentukan berdasarkan nilai
nuklir, baik untuk paparan radiasi gama (dosis dosis ekuivalen pada suatu titik dalam bola ICRU
ekuivalen ambien H*(10)) dan paparan radiasi beta yang merupakan phantom sederhana [6]. Dosis
(dosis ekuivalen terarah H’(0,07)). ekuivalen ambien H*(10) untuk radiasi penetrasi
Berdasarkan Perka BAPETEN No. 6 Tahun 2020 kuat, sedangkan dosis ekuivalen terarah H’(0,07)
pasal 36 (4) dan No. 17 Tahun 2012 pasal 32 (3) untuk radiasi penetrasi lemah [2].
bahwa dosis maksimal yang diperbolehkan diterima Untuk menentukan laju dosis paparan radiasi
oleh pekerja radiasi untuk tubuh (dosis ekuivalen yang sebenarnya dapat menggunakan persamaan
ambien H*(10)) sebesar 20 mSv per tahun dan untuk berikut:
kulit (dosis ekuivalen terarah H’(0,07)) sebesar 500 Xg=Xa-XBgFK (1)
mSv per tahun. Oleh sebab itu, agar dosis yang dimana:
diterima oleh pekerja radiasi baik untuk tubuh H*(10) Xg = laju dosis paparan radiasi sebenarnya di tempat
maupun kulit H’(0,07) tidak melebihi nilai batas yang yang diukur (μSv/h)
telah ditetapkan, maka pemantauan paparan radiasi Xa = bacaan laju dosis paparan radiasi dari alat ukur
beta H’(0,07) dan gama H*(10) perlu untuk (μSv/h)
dilakukan. Hal ini sesuai dengan laporan ICRU 56 XBg = bacaan laju dosis paparan radiasi latar atau
dan SNI ISO 6980-2:2014 bahwa dosis ekuivalen background (μSv/h)
ambien H*(10) hanya dapat digunakan untuk FK = faktor kalibrasi alat ukur [14].
pemantauan area radiasi penetrasi kuat (gama) dan
bukan merupakan besaran yang sesuai untuk radiasi Pada instalasi kedokteran nuklir terdapat
beta, sehingga untuk pemantauan individu dan area pembagian daerah kerja yang disesuaikan dengan
yang menggunakan partikel beta dapat menggunakan jenis kegiatan dan potensi bahayanya, sebagai
besaran operasional ICRU yaitu dosis ekuivalen berikut:
terarah H’(0,07) dan dosis ekuivalen personel 1. Daerah Supervisi (pengawasan) merupakan
Hp(0,07) [12]. daerah kerja yang tidak memerlukan tindakan
Untuk mengetahui besar paparan radiasi beta proteksi radiasi khusus dengan paparan ruangan
H’(0,07) dan gama H*(10) di fasilitas kedokteran yang terukur kurang dari 3/10 NBD pekerja
nuklir dapat diukur secara langsung menggunakan radiasi [4]. Daerah supervisi antara lain: ruang
surveimeter beta-gama RadEye B20-ER. pemeriksaan sampel untuk diagnostik in-vitro,
ruang pencitraan pasien diagnostik dengan
LANDASAN TEORI Kamera Gama, ruang dekontaminasi, ruang
Radioisotop merupakan suatu isotop yang penyimpanan sementara limbah radioaktif padat,
memiliki kemampuan untuk memancarkan radiasi dan tempat pengolahan limbah radioaktif cair
pengion. Sedangkan, radiofarmaka merupakan [3].
senyawa kimia yang mengandung radioisotop serta 2. Daerah Pengendalian merupakan daerah kerja
memenuhi persyaratan farmakologis yang digunakan yang memerlukan tindakan proteksi dan
dalam kegiatan diagnostik, terapi maupun penelitian ketentuan keselamatan khusus yang bertujuan
medik klinis [5]. Radioisotop yang umum digunakan untuk membatasi tingkat paparan potensial.
dalam kedokteran nuklir memiliki waktu paruh yang Kriteria daerah pengendalian yaitu paparan di
cukup singkat, hal ini bertujuan agar mengurangi ruangan lebih dari 3/10 NBD pekerja radiasi
paparan radioaktif pada pasien [2]. serta adanya potensi kontaminasi [4]. Daerah
Dosis ekuivalen merupakan perkalian dari dosis pengendalian yang sebagaimana dimaksud
serap dengan kemampuan radiasi untuk antara lain:

Tabel 1. Laju Dosis Paparan Radiasi dari I-131, Tc-99m dan F-18

15
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21

a. Ruang penyiapan, pencacahan, dan yaitu surveimeter RadEye B20-ER. Pengukuran


penyimpanan radiofarmaka; pertama dilakukan dengan detektor tanpa filter, maka
b. Ruang pasien setelah diberikan laju dosis yang terbaca oleh detektor adalah laju dosis
radiofarmaka; paparan radiasi beta dan gama. Kemudian
c. Ruang pencitraan pasien diagnostik (PET pengukuran kedua yaitu dengan filter pemblokir
dan SPECT); radiasi beta dipasang pada detektor hingga seluruh
d. Ruang isolasi radiasi; dan permukaan detektor tertutup, sehingga laju dosis
e. Toilet pasien terapi yang ada di dalam ruang paparan radiasi yang terbaca oleh detektor tersisa
isolasi [3]. hanya laju dosis paparan radiasi gama atau dosis
Pembagian daerah kerja berdasarkan laju dosis ekuivalen ambien H*(10). Metode pengukuran ini
paparan radiasi antara lain: sesuai dengan metode pengukuran laju dosis H*(10)
a. Daerah kerja dengan laju dosis < 10 dan H’(0,07) yang telah dilakukan di Instalasi
μSv/jam. Daerah ini tidak memerlukan Kedokteran Nuklir pada Rumah Sakit Universitas
pencegahan khusus terhadap paparan radiasi Cologne di Jerman [13].
eksternal. Laju dosis paparan radiasi beta H’(0,07)
b. Daerah kerja dengan laju dosis > 10 didapatkan dari pengurangan laju dosis campuran
μSv/jam. Pada daerah ini harus diberikan (beta dan gama) dengan laju dosis gama, dan
tanda radiasi, serta dilakukan pemantauan dikalikan dengan nilai faktor koreksi pada filyer
paparan rutin. Pekerja di daerah ini wajib sebesar 6,25 . Untuk didapatkan besar laju dosis
menggunakan TLD Badge untuk paparan radiasi beta dan gama yang sebenarnya di
pemantauan dosis secara pasif dan setiap ruangan yaitu dapat dilakukan dengan cara laju
dosimeter saku untuk pemantauan dosis dosis paparan radiasi yang terbaca di alat ukur atau
secara aktif [10]. hasil pengukuran dikurangi dengan nilai laju dosis
background dan dikalikan dengan faktor kalibrasi
METODOLOGI surveimeter RadEye B20-ER [6].
Penelitian ini dilakukan di instalasi kedokteran
nuklir pada salah satu rumah sakit di Jakarta. Alat Hasil Pengukuran Laju Dosis Paparan Radiasi
yang digunakan dalam pengukuran yaitu Surveimeter Beta dan Gama di instalasi Kedokteran Nuklir
RadEye B20-ER beserta filter pemblokir beta yang 1. Hasil Pengukuran Laju Dosis Paparan Radiasi
terbuat dari bahan Al tebal 1,5 mm. Sembilan Beta dan Gama di Ruang Hotlab
ruangan di kedokteran nuklir yang digunakan untuk Pengukuran dilakukan pada total aktivitas FDG
pengukuran yaitu ruang Hotlab, ruang jaminan yang digunakan setiap harinya yang berasal dari
kualitas, ruang penyuntikan, ruang pemeriksaan logbook di kedokteran nuklir.
PET-CT dan SPECT, ruang operator, ruang tunggu
pasien, toilet/WC pasien dan ruang isolasi radiasi
(RIR).
Sebelum dilakukannya pengukuran, surveimeter
RadEye B20-ER dikalibrasi dengan paparan sumber
Cs-137 dan Sr-90 yang dilakukan di PRTKMR-
BRIN. Kemudian, tegangan baterai pada surveimeter
dicek, sebaiknya tegangan baterai tidak kurang dari 2
V. Selanjutnya, daerah pengukuran ditentukan pada
setiap ruangan instalasi kedokteran nuklir, daerah
pengukuran disesuaikan dengan posisi staf saat Gambar 1. Grafik laju dosis paparan radiasi beta di ruang
bekerja. Pengukuran laju dosis paparan radiasi beta Hotlab
dan gama dilakukan selama 20 hari di jam
operasional instalasi kedokteran nuklir. Pengukuran
dilakukan dalam dua tahap yaitu detektor tanpa filter
dan detektor dengan filter pemblokir beta.
Pengukuran dilakukan pada jarak 5 cm pada meja
kerja FDG dan Tc-99m, pintu masuk, kursi dan kasur.
Sedangkan pengukuran dengan jarak 30 cm
dilakukan pada meja pemeriksaan, meja, troli,
wastafel dan toilet. Kedua tahap pengukuran tersebut
dilakukan secara simultan pada setiap titik
pengukuran di seluruh ruang instalasi kedokteran Gambar 2. Grafik laju dosis paparan radiasi gama di
nuklir. ruang Hotlab

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada gambar 1 dan 2, H’(0,07) tertinggi terletak


Metode Pengukuran Laju Dosis Paparan Radiasi pada troli yaitu 220,05 μSv/jam. H*(10) tertinggi
Beta dan Gama Secara Simultan terletak pada troli yaitu 23,44 μSv/jam. H’(0,07)
Pemantauan laju dosis paparan radiasi beta dan tertinggi di ruang Hotlab dikategorikan aman karena
gama di instalasi kedokteran nuklir dilakukan dengan masih dibawah rekomendasi BAPETEN yaitu kurang
dua tahap pengukuran dengan menggunakan satu alat dari 250 μSv/jam. Sedangkan, H*(10) tertinggi di

16
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21

ruang Hotab dikategorikan tidak aman karena Pada gambar 5 dan 6, H’(0,07) tertinggi terletak
melebihi batas rekomendasi BAPETEN yaitu lebih pada meja kerja yaitu 5608,77 μSv/jam. H*(10)
dari 10 μSv/jam. tertinggi terletak pada meja kerja yaitu 68,65
μSv/jam. H’(0,07) dan H*(10) tertinggi di ruang
2. Hasil Pengukuran Laju Dosis Paparan penyuntikan dikategorikan tidak aman karena laju
Radiasi Beta dan Gama di Ruang Jaminan Kualitas dosis paparan radiasi beta tertinggi > 250 μSv/jam
Pada ruang jaminan kualitas terdapat sumber dan laju dosis paparan gama tertinggi > 10 μSv/jam.
radioaktif yang terletak di meja kerja sebelum
diletakkan ke ruang Hotlab. 4. Hasil Pengukuran Laju Dosis Paparan
Radiasi Beta dan Gama di Ruang PET-CT

Gambar 3. Grafik laju dosis paparan radiasi beta di ruang


jaminan kualitas

Gambar 7. Grafik laju dosis paparan radiasi beta di ruang


PET-CT

Gambar 4. Grafik laju dosis paparan radiasi gama di


ruang jaminan kualitas

Pada gambar 3 dan 4, H’(0,07) tertinggi terletak


pada troli yaitu 1297,71 μSv/jam. H*(10) tertinggi Gambar 8. Grafik laju dosis paparan radiasi gama di
terletak pada troli yaitu 27,75 μSv/jam. H’(0,07) dan ruang PET-CT
H*(10) tertinggi di ruang jaminan kualitas
dikategorikan tidak aman karena laju dosis paparan Pada gambar 7 dan 8, H’(0,07) tertinggi terletak
radiasi beta tertinggi > 250 μSv/jam dan laju dosis pada meja pemeriksaan yaitu 3,65 μSv/jam. H*(10)
paparan gama tertinggi > 10 μSv/jam. tertinggi terletak pada meja pemeriksaan yaitu 0,55
μSv/jam. H’(0,07) dan H*(10) tertinggi di ruang
3. Hasil Pengukuran Laju Dosis Paparan Radiasi PET-CT dikategorikan aman karena laju dosis
Beta dan Gama di Ruang Penyuntikan paparan radiasi beta tertinggi < 250 μSv/jam dan laju
dosis paparan gama tertinggi <10 μSv/jam.

5. Hasil Pengukuran Laju Dosis Paparan Radiasi


Beta dan Gama di Ruang SPECT

Gambar 5. Grafik laju dosis paparan radiasi beta di ruang


penyuntikan

Gambar 9. Grafik laju dosis paparan radiasi beta di ruang


SPECT

Gambar 6. Grafik laju dosis paparan radiasi gama di


ruang penyuntikan

17
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21

Gambar 10. Grafik laju dosis paparan radiasi gama di


ruang SPECT
Gambar 13. Grafik laju dosis paparan radiasi gama
Pada gambar 9 dan 10, H’(0,07) tertinggi terletak H*(10) dan beta H’(0,07) di ruang tunggu pasien
pada pintu masuk yaitu 8,44 μSv/jam. H*(10)
tertinggi terletak pada meja pemeriksaan yaitu 0,45 Pada gambar 13, H’(0,07) tertinggi yaitu 17,89
μSv/jam. H’(0,07) dan H*(10) tertinggi di ruang μSv/jam. H*(10) tertinggi yaitu 3,58 μSv/jam.
SPECT dikategorikan aman karena laju dosis H’(0,07) dan H*(10) tertinggi di ruang tunggu pasien
paparan radiasi beta tertinggi < 250 μSv/jam dan laju dikategorikan aman karena laju dosis paparan radiasi
dosis paparan gama tertinggi <10 μSv/jam. beta tertinggi < 250 μSv/jam dan laju dosis paparan
gama tertinggi <10 μSv/jam.
6. Hasil Pengukuran Laju Dosis Paparan
Radiasi Beta dan Gama di Ruang Operator 8. Hasil Pengukuran Laju Dosis Paparan
Radiasi Beta dan Gama di Toilet/WC pasien

Gambar 11. Grafik laju dosis paparan radiasi beta di


ruang operator
Gambar 14. Grafik laju dosis paparan radiasi beta di
toilet/WC pasien

Gambar 12. Grafik laju dosis paparan radiasi gama di


ruang operator
Gambar 15. Grafik laju dosis paparan radiasi gama di
Pada gambar 11 dan 12, H’(0,07) tertinggi toilet/WC pasien
terletak pada meja kerja yaitu 1,60 μSv/jam. H*(10)
tertinggi terletak pada pintu masuk yaitu 0,28 Pada gambar 14 dan 15, H’(0,07) tertinggi
μSv/jam. H’(0,07) dan H*(10) tertinggi di ruang terletak pada toilet yaitu 138,23 μSv/jam. H*(10)
operator dikategorikan aman karena laju dosis tertinggi terletak pada toilet yaitu 15,21 μSv/jam.
paparan radiasi beta tertinggi < 250 μSv/jam dan laju H’(0,07) tertinggi di toilet dikategorikan aman
dosis paparan gama tertinggi <10 μSv/jam. karena laju dosis paparan radiasi beta tertinggi < 250
7. Hasil Pengukuran Laju Dosis Paparan μSv/jam. Sedangkan H*(10) tertinggi di toilet
Radiasi Beta dan Gama di Ruang Tunggu Pasien dikategorikan tidak aman karena laju dosis paparan
gama tertinggi >10 μSv/jam.

18
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21

9. Hasil Pengukuran Laju Dosis Paparan Radiasi Laju dosis paparan radiasi beta dan gama tertinggi
Beta dan Gama di Ruang Isolasi Radiasi yang terukur di kedokteran nuklir terdapat pada
ruangan antara lain: ruang Hotlab dengan paparan
Ruang isolasi radiasi digunakan sebagai tempat beta mencapai 220,05 μSv/jam dan gamanya sebesar
isolasi bagi pasien terapi radioiodin. Isolasi pasien 23,44 μSv/jam pada troli, ruang Jaminan Kualitas
dilakukan selama 2 – 3 hari sehingga pengukuran dengan paparan beta mencapai 1297,71 μSv/jam dan
paparan radiasi beta dan gama di ruang isolasi pasien gamanya sebesar 27,75 μSv/jam di troli, dan Ruang
radiasi dilakukan setelah ruangan kosong atau sehari Penyuntikan dengan laju dosis paparan beta
setelah pasien dipulangkan. mencapai 5608,77 μSv/jam dan gamanya mencapai
68,65 μSv/jam. Ketiga ruangan tersebut sangat
berisiko bagi pekerja sehingga sebaiknya dilakukan
pemantauan rutin baik untuk pemantauan dosis
ekuivalen berarah H’(0,07) dan dosis ekuivalen
ambien H*(10). Selain dari ketiga ruangan tersebut,
dapat dikategorikan aman bagi pekerja radiasi.
Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan bahwa
hampir di seluruh ruangan kedokteran nuklir, laju
dosis paparan radiasi beta dan gama tertinggi tidak
terukur pada total aktivitas tertinggi. Sedangkan,
Gambar 16. Grafik laju dosis paparan radiasi beta di RIR
pada uji linearitas yang dilakukan dengan empat
surveimeter dengan dua detektor berbeda yakni
RadEye dan Graetz. Uji linearitas dilakukan pada
jarak sejauh 0,2 m antara detektor dengan sumber
radioaktif I-131 [13].

Gambar 17. Grafik laju paparan radiasi gama di RIR

Pada gambar 16 dan 17, H’(0,07) tertinggi


terletak pada kasur yaitu 37,96 μSv/jam. H*(10)
tertinggi terletak pada kasur yaitu 0,58 μSv/jam.
H’(0,07) dan H*(10) tertinggi di ruang isolasi radiasi
dikategorikan aman karena laju dosis paparan radiasi
beta tertinggi < 250 μSv/jam dan laju dosis paparan
gama tertinggi <10 μSv/jam.
Laju dosis paparan radiasi beta dan gama yang
terukur di seluruh ruangan kedokteran nuklir pada
pintu masuk, meja kerja, meja pemeriksaan, kursi,
kasur dan troli dapat berasal dari kontaminasi yang Gambar 18 Linearitas dari empat Surveimeter yang
berbeda untuk I-131 [13].
berada di sekitar daerah pengukuran, serta berasal
dari sumber radioaktif terbuka yang berada di meja
kerja seperti di ruang Hotlab dan ruang jaminan Pada keempat surveimeter didapatkan hasil
kualitas. Pada ruang penyuntikan terdapat limbah alat pembacaan yang seragam yakni besar laju dosis
paparan radiasi yang terukur besarnya sebanding
suntik yang diletakkan pada wadah plastik tidak
dengan besar total aktivitas yang digunakan, maka
tertutup sehingga paparan beta dan gama yang
semakin tinggi aktivitas I-131 yang digunakan maka
berasal dari limbah radiofarmaka yang terukur tinggi
laju dosis paparan radiasi yang terukur juga semakin
pada alat. Pada toilet terukur laju dosis paparan beta
besar [12]. Ketidaksesuian hasil pengukuran dengan
dan gama yang dapat berasal dari sisa metabolism
literatur dapat disebabkan oleh kontaminasi.
pasien yang sudah disuntikkan radiofarmaka.
Kontaminasi yang dimaksud dapat berupa percikan
Korelasi linear antara laju dosis paparan radiasi beta
radiofarmaka yang tumpah baik pada saat
dan gama misalnya di ruang Hotlab, pada pintu
dilakukannya preprasi, penyuntikan, serta dapat
masuk sebesar -0,06; meja kerja Tc-99m sebesar
berasal dari sisa metabolisme pasien yang telah
0,50; meja kerja FDG sebesar 0,03 dan troli sebesar
0,01. Besar korelasi liniear apabila mendekati nilai disuntikan radiofarmaka.
nol memiliki arti bahwa tidak adanya korelasi antara
kedua perbandingan. Maka dari itu, tidak adanya Perbandingan Data Hasil Pengukuran dengan
korelasi antara laju dosis paparan beta dan gama Monitor Area di Ruang Jaminan Kualitas
dapat disebabkan oleh kontaminasi isotop lain seperti Laju paparan radiasi yang terukur oleh monitor
kontaminasi Tc-99 yang tidak memancarkan radiasi area yaitu H*(10) atau paparan radiasi gama, data laju
gama dan hanya memancarkan radiasi beta. paparan radiasi tersebut dapat digunakan oleh
BAPETEN dalam melakukan pemantauan rutin yang

19
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21

Tabel 2. Dosis Ekuivalen Ambien H*(10) dan Terarah H’(0,07) dari sumber F-18 di Kedokteran Nuklir

dilakukan untuk ruangan yang berisiko paparan Risiko Paparan Radiasi Pada Staf Kedokteran
radiasi tinggi. Nuklir
Paparan radiasi bagi staf di departemen
kedokteran nuklir tidak dapat dihindari. Staf
kedokteran nuklir terpapar secara eksternal dari
sumber radiasi/radiofarmaka terbuka. Selain itu,
sumber paparan juga dapat berasal dari iradiasi
internal misalnya terhirup serta dapat masuk melalui
luka atau kulit. Penanganan radiofarmaka seringkali
melibatkan kontak dekat dengan sumber radioaktif.
Jika dilihat dari Tabel 2 bahwa dosis ekuivalen
ambien H*(10) dan dosis ekuivalen terarah H’(0,07)
yang terukur pada aktivitas 3,3 GBq lebih tinggi
dibandingkan pada aktivitas 74 GBq. Hal ini
dikarenakan terdapat perbedaan jarak pengukuran
Gambar 19 Sketsa Ruang Jaminan Kualitas di dan adanya shielding, sehingga paparan radiasi gama
Kedokteran Nuklir. maupun beta sudah tereduksi yang menyebabkan
dosis yang terukur rendah. Sedangkan pada aktivitas
3,3 GBq, pengukuran dilakukan pada permukaan vial
dan tanpa adanya shielding seperti sarung tangan dan
pelindung pada jarum suntik yang dapat mereduksi
paparan gama maupun beta, sehingga dosis H*(10)
dan H’(0,07) yang terukur nilainya sangat tinggi.
Hasil pengukuran pada aktivitas 3,3 GBq dapat
dijadikan sebagai gambaran besar dosis ekuivalen
terarah H’(0,07) atau dosis ektremitas tangan yang
dapat diterima oleh staf yang melakukan persiapan
radiofarmaka. Akibatnya staf akan menerima dosis
ekstremitas tangan yang sangat tinggi > 500
mSv/tahun atau 250 μSv/jam. Upaya yang dapat
Gambar 20 Laju paparan radiasi gama berdasarkan hasil
pengukuran (Surveimeter RadEye B20-ER) dan monitor
dilakukan yaitu dengan digunakannya dosimeter
area. cincin untuk evaluasi dosis eksterimitas tangan,
sehingga dosis paparan radiasi beta yang diterima
Pada ruang jaminan kualitas terdapat sumber oleh setiap staf dapat terkontrol.
radioaktif di meja kerja, sehingga semakin dekat
jarak dengan sumber maka paparan radiasi yang KESIMPULAN
diterima akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan Pemantauan laju dosis paparan radiasi beta dan
hukum kuadrat terbalik. Pada gambar 20, laju gama di instalasi kedokteran nuklir dalam dua tahap
paparan di meja kerja dan troli nilainya lebih tinggi yaitu detektor tanpa filter sehingga dosis yang terbaca
dibandingkan dengan paparan di monitor. Hal ini (H’(0,07) dan H*(10)) dan pengukuran dengan filter
dapat disebabkan dari perbedaan jarak pengukuran pemblokir paparan beta sehingga hanya laju dosis
paparan radiasi, sehingga jarak monitor lebih jauh gama H*(10) yang terbaca pada detektor. Laju dosis
dibandingkan dengan posisi pekerja bekerja. paparan beta H’(0,07) didapatkan dari selisih hasil
Akibatnya, hasil bacaan paparan di monitor lebih pengukuran pertama dan kedua, dan dikalikan
rendah.Maka dari itu perlu adanya revisi penempatan dengan faktor koreksi. Laju dosis sebenarnya dapat
posisi monitor area agar didapatkan dosis paparan diketahui dengan cara mengurangi laju dosis yang
radiasi gama yang sebenarnya diterima oleh pekerja terukur di alat dengan laju dosis background dan
radiasi. dikalikan dengan faktor kalibrasi alat ukur. Dari hasil
pengukuran didapatkan laju dosis paparan beta
sebesar 0,03 – 5608,77 μSv/jam dan untuk laju dosis

20
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21

paparan gama yaitu 0,02 – 68,65 μSv/jam. Menurut tanggal 20 Mei 2022 di https://www.radiation-
Komisi proteksi radiasi kawasan nuklir serpong, dosimetry.org/what-is-directional-dose-
2011 dan BAPETEN, 2020 bahwa batas dosis tubuh equivalent-hd%CF%89-definition/.
untuk pekerja radiasi sebesar 20 mSv/tahun atau 10 [7] Filano, R., Hidayanto, E., & Arifin, Z. (2014).
μSv/jam, dan batas dosis kulit untuk pekerja radiasi Analisa Tingkat Kontaminasi Dosis Nuklir dan
sebesar 500 mSv/tahun atau 250 μSv/jam [3]. Untuk Laju Paparan Radiasi Pada Instalasi Kedokteran
itu, pemantauan rutin terhadap paparan radiasi beta Nuklir. Youngster Physics Journal, 3(4), 317–
dan gama di instalasi Kedokteran nuklir perlu 328.
dilakukan untuk mencegah dan meminimalisasi [8] IK-6.4.01.04-09/NL. (2020). Instruksi Kerja
terjadinya dosis paparan radiasi beta dan gama Pengoperasian dan Perawatan Surveimeter
berlebih yang dapat diterima oleh pekerja radiasi. RadEye B20/ RadEye B20-ER (pp. 1–7).
NuklindoLab.
UCAPAN TERIMA KASIH [9] IK-7.2.01.09-0/NL. (2020). Intruksi Kerja
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pengujian Tingkat Radiasi Daerah
NuklindoLab – Koperasi JKRL, PRTKMR – BRIN, Kerja/Benda Uji (pp.1-10). NuklindoLab,
dan fisikawan medis di salah satu Rumah sakit di [10] Komisi Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir
Jakarta yang telah ikut berkontribusi dalam Serpong. (2011). Pedoman Keselamatan dan
dilaksanakannya penelitian ini. Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir Serpong. 1–
148.
DAFTAR PUSTAKA [11] SNI ISO 6980-2. (2004). Energi Nuklir -
[1] Badan Tenaga Nuklir Nasional. (2014). Radiasi Partikel Beta Acuan - Bagian 2: Dasar-
Proteksi dan Keselamatan Radiasi BATAN. dasar Kalibarasi terkait dengan Besaran Dasar
Proteksi Dan Keselamatan Radiasi BATAN, 18. yang mengkarakterisasi medan radiasi (pp. 1-
[2] Badawi, R. D. (2001). Nuclear medicine. 48). BSN.
Physics Education, 36(6), 452–459. [12] SNI ISO 6980-3. (2014). Energi Nuklir -
https://doi.org/10.1088/0031-9120/36/6/302 Radiasi Partikel Beta Acuan - Bagian 3:
[3] BAPETEN. (2012). PERKA BAPETEN No. 17 Kalibrasi Dosimeter Personel dan Dosimeter
Tahun 2012 Tentang Keselamatan Radiasi Area dan penentuan Tanggapannya Sebagai
dalam Kedokteran Nuklir. Fungsi Sudut Datang dan Energi Radiasi Beta
[4] BAPETEN. (2013). PERKA BAPETEN No. 4 (pp. 1–28). BSN.
Tahun 2013 Tentang Proteksi dan Keselamatan [13] Sudbrock, Ferdinand et al. (2011). Dose and
Radiasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir. dose rate measurements for radiation exposure
Perka BAPETEN, 1–29. scenarios in nuclear medicine. Radiation
https://jdih.bapeten.go.id/index.php/site/dokvie Measurements, 46, 1-4.
w/id/322 [14] Wijono, M. (2006). Pengukuran Kontaminasi
[5] BAPETEN. (2020). PERKA BAPETEN No. 6 Permukaan dan Laju Pajanan Radiasi di RSU
Tahun 2020 Tentang Keselamatan Radiasi Dr. Soetomo Surabaya. Prosiding Pertemuan
dalam Produksi Radioisotop untuk Dan Presentasi Ilmiah Fungsional Teknis Non
Radiofarmaka. PERKA BAPETEN, 1-38. Peneliti, 291–30.
[6] Connor, Nick. (2019). What is Directional Dose
Equivalent - H'(d,Ω) - Definition. Di akses

21
D.P. Ardiyanti, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 22-27

Pemanfaatan timbal bekas pada alat poteksi radiasi (APR) sebagai upaya
penerapan proteksi radiasi
Desmalia Putri Ardiyanti1, Tigor Ignasius Simarmata2, Jhon Hadearon Saragih3
1
Rumah Sakit Pelni Jakarta
2
Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur
3
Mayapada Hospital Tangerang

e-mail: desmaliaputri28@gmail.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.004

ABSTRAK. Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat
paparan radiasi. Banyak APR yang rusak atau tidak laik pakai dimana APR digunakan setiap hari dan dalam durasi waktu
pemeriksaan yang lama, dikarenakan berbagai faktor antara lain cara penyimpanan dan kesalahan prosedur penggunaan
APR. Tujuan penelitian adalah untuk memanfaatkan Pb yang tidak laik pakai untuk dilakukan perbaikan sebagai langkah
limitasi dan optimisasi proteksi radiasi pada pekerja radiasi dan pasien serta memastikan kelaikannya. Jenis penelitian yang
dilakukan adalah kualitatif dengan menggunakan teknik Lead Laminated. Penelitian menggunakan sample yaitu Thyroid
Shield dengan tebal 0.5 mm Pb dan alat pendukung lain berupa lem aibon sebagai bahan perekat serta handscoon, masker
N95 dan apron sebagai alat proteksi diri. Metode pengambilan data dilakukan dengan observasi, dokumentasi dan
melakukan pengujian terhadap thyroid shield. Uji thyroid shield dilakukan menggunakan modalitas MSCT Optima 660 64
slice dan DR Y-Sio Max. Proses pengambilan data dilakukan dengan 3 tahap yaitu pre-repair, setelah post-repair dan
setelah dilakukan observasi dalam kurun waktu 2 bulan. Hasil penelitian ini yaitu crack pada apron yang tidak laik pada
saat pengujian rutin APR dapat tertutupi dengan baik dan tidak timbul crack baik pada lokasi yang lama atau dilokasi yang
baru. Observasi yang dilakukan menunjukkan hasil yang cukup baik dalam memperbaiki alat proteksi radiasi (APR) pada
sampel thyroid shield dengan teknik lead laminated. Hasil citra menunjukkan tidak terdapat crack setelah dilakukan
perbaikan pada thyroid shield. Tetapi terdapat potongan Pb hasil perbaikan yang lepas dari thyroid Shield yang dapat
diasumsikan karena pengeleman kurang merata dan kurang kering saat proses perbaikan.
Kata kunci: repair, alat proteksi radiasi, thyroid shield

ABSTRACT. Radiation protection is an action taken to reduce the damaging effects of radiation caused by radiation
exposure. Unfortunately, many APRs are damaged or unfit for use where APR is used every day and for a long duration of
inspection due to various factors, including storage methods and incorrect procedures for using APR. This research aims
to utilize Pb, unsuitable for repairs, as a step to limit and optimize radiation protection for radiation workers and patients
and to ensure its suitability from damage. This type of research is qualitative by using the Lead Laminated technique. The
study used samples, namely Thyroid Shield with a thickness of 0.5 mm Pb, and other supporting tools in the form of AIbon
glue as an adhesive as well as handscoons, N95 masks, and aprons as personal protective equipment. Methods of collecting
data were observation, documentation, and testing of the thyroid shield. The thyroid shield test was carried out using the
MSCT Optima 660 64 slices and DR Y-Sio Max modalities. The data collection process was carried out in 3 stages, namely
pre-repair, after post-repair, and after observation within two months. Based on the statements in Table 2, it was obtained
that well covered the last cracks, and there were no cracks either in the old location or in the new site. The observations
showed promising results in repairing the radiation protection device (APR) on the thyroid shield sample using the lead
laminated technique. The image results show no crack after correcting the thyroid shield. However, pieces of Pb from the
repair are loose from the thyroid shield, which could be due to uneven gluing and less drying during the repair process.
Keywords: repair, radiation protection device, thyroid shield

PENDAHULUAN tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi Dalam


Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan Pemanfaatan Tenaga Nuklir. Hal tersebut merupakan
untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak upaya yang dilakukan agar paparan radiasi yang
akibat paparan radiasi. Salah satu dari syarat proteksi diterima pekerja radiasi, pasien dan pendamping
radiasi adalah limitasi yang terkandung dalam pasien dapat seminimal mungkin. Untuk mengurangi
peraturan Kepala BAPETEN No. 04 Tahun 2013 paparan radiasi yang diterima maka penggunaan Alat

22
D.P. Ardiyanti, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 22-27

Proteksi Radiasi (APR) adalah salah satu hal yang Tujuan penulisan ini adalah untuk memanfaatkan
wajib tersedia dan digunakan dalam pemanfaatan Pb yang tidak laik pakai untuk dilakukan perbaikan
sumber radiasi pengion. APR diantaranya seperti sebagai langkah limitasi dan optimisasi proteksi
Apron Pb dan Thyroid shield [1]. radiasi pada pekerja radiasi dan pasien serta
Umumnya peralatan proteksi radiasi yang beredar memastikan kelaikannya dari kerusakan.
berbahan dasar Pb (Plumbum) atau disebut juga
timbal. Pemanfaatan Pb khususnya pada apron dan LANDASAN TEORI
thyroid shield merupakan hal utama dalam Alat Proteksi Radiasi (APR)
pemenuhan management proteksi radiasi di instalasi Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan
pelayanan kesehatan yang memanfaatkan sumber untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak
radiasi pengion sebagai alat penunjang diagnosa. akibat paparan radiasi. Penggunaan tenaga nuklir
Pada pemakaian normal terdapat potensi terjadi harus dipantau secara hati - hati agar senantiasa
kerusakan khususnya pada apron dan thyroid shield. mematuhi semua peraturan yang berkaitan dengan
Kerusakan dapat berupa robek, berlubang atau Pb keselamatan tenaga nuklir dan tidak menimbulkan
jatuh. Dimana kriteria apron reject menurut Kent bahaya radiasi bagi pekerja radiasi, masyarakat dan
Lambert dan Tara McKeon yaitu apabila kerusakan lingkungan [8].
melebihi dari nilai toleransi dimana untuk Apron ≤ 15 Alat Proteksi Radiasi (APR) adalah peralatan
mm2, thyroid shield ≤ 11 mm2. Kerusakan tersebut yang digunakan sebagai bahan pelindung terhadap
merupakan salah satu faktor yang dapat radiasi sinar-X. Prinsip APR sebagai perisai radiasi
menyebabkan penerimaan paparan radiasi meningkat digunakan untuk melemahkan intensitas radiasi
dan dapat berbahaya bagi pegguna APR [2]. (sinar-X atau gama). Setiap pancaran radiasi gama
Kerusakan yang fatal akan berbahaya karena atau sinar-X yang mengenai suatu bahan, maka akan
dapat menimbulkan penerimaan paparan radiasi berinteraksi dengan bahan tersebut sehingga
berlebih, apron dan thyroid shield yang tidak laik sebagian dari intensitasnya akan terserap dan
pakai tersebut menimbulkan masalah lain yaitu sebagian lagi akan diteruskan. Perisai tersebut harus
sistem pengelolaan setelahnya. Hal ini merupakan memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap
suatu permasalahan yang perlu menjadi perhatian (mengatenuasi) radiasi yang melewatinya [9].
khusus dimana timbal adalah salah satu logam berat Penggunaan APR berfungsi untuk melindungi
yang memiliki dampak buruk terhadap pencemaran pekerja radiasi dan pendamping pasien dari bahaya
lingkungan diantaranya pencemaran terhadap tanah, radiasi. Penyimpanan APR biasanya disimpan
air dan udara dan jika terhirup atau terkonsumsi sembarang setelah digunakan sehingga dapat
dalam jumlah tertentu akan menyebabkan masalah merusak struktur material APR. Maka dari itu
kesehatan seperti peningkatan tekanan darah, Instalasi Radiologi harus memiliki lemari
kerusakan ginjal dan kerusakan otak [3,4]. Peraturan penyimpanan, supaya APR dapat terawat dengan
mengenai konsentrasi limbah timbal (Pb) sudah baik serta diikuti dengan kesadaran Pekerja Radiasi
diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan untuk menyimpan APR tersebut dengan rapih. Setiap
Kehutanan Republik Indonesia Nomor APR harus diberi label berisi informasi data APR
P.18/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2020 tentang seperti; nomor, waktu pengujian dan tahun
Pemanfaatan dan pengelolaan limbah Bahan pengadaan yang tidak mudah lepas supaya dapat
Berbahaya dan Beracun (B3). Namun, sampai saat ini mempermudah mengindentifikasi jika terdapat APR
penulis belum menemukan regulasi yang membahas yang tidak laik pakai [7].
tentang pengelolaan Pb pada APR yang tidak laik Perlengkapan proteksi radiasi yang dimaksud
pakai dibahas secara spesifik [5]. salah satunya adalah pemegang izin wajib
Menurut A. Nikmawati, Di Instalasi Radiologi menyediakan APR seperti apron, thyroid shield,
Rumah Sakit Roemani Muhammadiah Semarang, pelindung mata dan sarung tangan Pb. BAPETEN
sejak awal dibelinya apron Pb pernah dilakukan mengatur spesifikasi teknik peralatan protektif
pengujian apron Pbpada tahun 2014 dengan radiasi. Dimana untuk ketebalan apron harus
menggunakan pengujian pesawat sinar-X memiliki ketebalan setara dengan 0,25 mm Pb untuk
fluoroscopy, hasil dari pengujian tersebut 2 radiologi diagnostik dan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb
diantaranya yaitu apron Pb memiliki lubang-lubang untuk radiologi intervensional. Thyroid shield harus
kecil terdapat robekan pada bagian luar (kain luar) memiliki ketebalan setara dengan 0,35 mm Pb atau
dan satu lagi terdapat garis menyerupai patahan pada 0,5 mm Pb. Sarung tangan digunakan untuk radiologi
bagian kiri atas. Robekan dan patahan [6]. Dari hasil intervensional harus memiliki ketebalan setara
uji apron yang dilakukan Omojola Akintayo banyak dengan 0,25 mm Pb pada 150 kVp. Preoteksi ini
ditemukan APR yang mengalami kerusakan dan harus dapat melindungi secara keseluruhan,
tidak laik pakai. Serta dari hasil uji dan inspeksi APR mencakup jari dan pergelangan tangan. Pelindung
yang dilakukan penulis dirumah sakit tempat penulis mata harus terbuat dari bahan dengan ketebalan yang
bekerja ditemukan banyak APR yang rusak atau tidak setara dengan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb [8].
laik pakai khusunya di instalasi chaterization
laboratory (cathlab) dimana APR digunakan setiap
hari dan dalam durasi waktu pemeriksaan yang lama.
Hal ini dikarenakan berbagai faktor antara lain cara
penyimpanan dan kesalahan prosedur penggunaan
APR [7].

23
D.P. Ardiyanti, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 22-27

Tabel 1. Kategori risiko akibat timbal [13]

Kategori µgPb/ 100ml Deskripsi


Darah

A (normal) <40 Tidak terkena paparan atau tingkat paparan normal

B (dapat 40 - 80 Pertambahan penyerapan dari keadaan terpapar tetapi masih bisa


ditoleransi) ditoleransi

C (berlebih) 80 - 120 Kenaikan penyerapan dari keterpaparan yang banyak dan mulai
memperlihatkan tanda-tanda keracunan

D (tingkat >120 Penyerapan mencapai tingkat bahaya dengan tanda-tanda keracunan


bahaya) ringan sampai berat

Timbal (Pb) jaringan mineral (tulang dan gigi). Tingkat keparahan


Timbal termasuk logam dengan titik leleh rendah, akibat timbal pada orang dewasa digolongkan
timbal meleleh pada suhu 327⁰C dan mendidih pada menjadi 4 kategori seperti yang ditunjukkan pada
1751⁰C dan memiliki sifat yang dapat ditempa. Salah Tabel 1.
satu bahan yang memiliki kemampuan baik dalam
menyerap radiasi gama adalah timbal. Timbal Pengujian Alat Proteksi Radiasi (APR)
merupakan suatu unsur yang memiliki nomor atom Salah satu komponen kegiatan untuk menjamin
82 yang memiliki densitas yang cukup besar yakni kualitas pelayanan radiologi adalah dengan
sekitar 11,34 gr/cm^3 sehingga baik untuk bahan menyelenggarakan kendali mutu. Menurut KMK
perisai radiasi. Daya serap material perisai radiasi Nomor 1250 tentang Pedoman Kendali Mutu
salah satunya adalah nilai koefisien atenuasi. Nilai (Quality Control) Peralatan Radiodiagnostik.
koefisien atenuasi bergantung pada jenis bahan Frekuensi pengujian APR dilakukan setahun sekali
radiasi dan energi dari radiasi elektromagnetik yang dan atau jika diperlukan. Tujuan dari pengujian APR
diserap bahan tersebut. Semakin tinggi nomor atom tersebut adalah untuk menjamin bahwa peralatan
bahan maka nilai koefisien atenuasinya akan semakin proteksi radiasi dapat memberikan perlindungan
besar, sehingga semakin baik dipakai sebagai bahan optimal ketika digunakan. Dalam pedoman tersebut
perisai untuk radiasi [10,11]. juga merekomendasikan, penyimpanan atau
peletakkan APR jangan sampai terlipat dan jangan
Dampak Pencemaran Timbal Di Lingkungan digantung, karena dapat menyebabkan kerusakan
Terhadap Kesehatan yang akan mengurangi fungsinya sebagai peralatan
Timbal sebagai salah satu komponen polutan proteksi radiasi [9].
mempunyai efek toksik yang luas pada manusia, Menurut Lambert dan McKeon, dalam
kandungan timbal dalam jaringan tubuh seseorang pengunaannya, sebaiknya APR yang digunakan
dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Semakin dilakukan pengujian setiap sekitar 12 - 18 bulan
tua umur seseorang akan semakin tinggi konsentrasi sekali. Pengujian ini untuk melihat tingkat kelaikan
timbal yang terakumulasi pada jaringan tubuh. APR. Lead apron seharusnya diganti jika jumlah area
Adapun gejala yang ditimbulkan akibat keracunan yang terjadi kerusakan lebih dari 670 mm2 (setara
timbal mula-mula nafsu makan berkurang, berat dengan lubang berdiameter 29 mm). Tetapi untuk
badan menurun, apatis, iritasi, kadang muntah- bagian pada organ-organ vital, jika kerusakan yang
muntah, lelah, sakit kepala, badan lemah, garis-garis didapat >15 mm2 (setara dengan lubang berdiameter
hitam pada gusi, meningkatkan anemia, rasa sakit 4,3 mm) dan jika terjadi kerusakan pada thyroid
yang tidak jelas pada kaki, sendi dan perut, gangguan shield dan gonad shield >11 mm2 (setara dengan
saraf pada kaki dan tangan, kelumpuhan otot kaki dan lubang berdiameter 3,8 mm2) maka sebaiknya
tangan serta pada wanita dapat terjadi gangguan dilakukan penggantian [2].
siklus haid selain aborsi. Efek lain dari timbal antara Uji kelaikan APR dapat dilakukan dengan 2
lain terganggunya fungsi ginjal, saluran pencernaan, metode antara lain:
sistem saraf, menurunkan jumlah spermatozoa dan 1. Menggunakan pesawat sinar-X fluoroskopi
aborsi spontan [12]. Peralatan yang digunakan adalah pesawat sinar-X
Timbal yang diserap oleh tubuh akan mengikat fluoroskopi. Pengujian APR dengan cara
gugus aktif dari enzim ALAD (Amino Levulinic mempersiapkan peralatan yang akan diuji di atas
Acid Dehidratase), dimana enzim ini berfungsi pada meja pemeriksaan, lakukan penyinaran pada APR
sintesa sel darah merah. Adanya senyawa timbal akan dengan mode fluoroskopi, periksa kelaikan APR
menggangu kerja enzim ini sehingga sintesa sel darah dengan melihat pada monitor fluoroskopi. Apabila
merah menjadi terganggu. Timbal juga akan terdapat ketidaklaikkan pada APR catat label
didistribusikan ke darah, cairan ekstraselular, dan indentifikasi dan dipisahkan dari lemari
beberapa tempat deposit. Tempat deposit timbal penyimpanan APR supaya tidak digunakan lagi [9].
berada di jaringan lunak (hati, ginjal, dan syaraf) dan

24
D.P. Ardiyanti, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 22-27

2. Menggunakan Imaging Plate (IP)


Pengujian kelaikan dengan menggunakan
detektor IP. APR diletakkan pada bucky table. Untuk
mempermudah dalam pengujian, beri tanda dengan
memberikan 4 kuadran pada APR. Hasil dievaluasi
dengan menggunakan Computed Radiography (CR)
dan dianalisa kerusakannya. Kecacatan atau
kerusakan yang terlihat pada monitor CR dicatat dan
diukur luasnya dengan menggunakan ruler tool [6].
Perawatan dan pemeliharaan alat pelindung diri
perlu dilakukan dengan benar sehingga akan Gambar 1. Lead Laminated
mengurangi terjadi kerusakan pada patahan internal.
Penyimpanan yang tidak benar seperti meletakkan Jenis penelitian yang dilakukan adalah kualitatif
dengan cara dilipat dan ditumpuk, menggantungkan dengan menggunakan teknik Lead Laminated.
secara vertikal di lemari, menjatuhkan ke lantai, Lokasi pengambilan data dan observasi dilakukan di
dapat mengurangi kualitas alat pelindung diri radiasi Instalasi Radiologi Rumah Sakit Pelni Jakarta.
tersebut. Sebaiknya APD disimpan dalam lemari Waktu pengambilan data dan observasi dilakukan
dengan cara direntangkan secara horizontal dan tidak pada bulan Maret s/d April 2022. Pada penelitian ini
ditumpuk [14]. Penyimpanan Pb dapat dilakukan menggunakan sample yaitu Thyroid Shield seperti
dengan beberapa syarat yang telah ditetapkan IAEA pada gambar 2 dengan tebal 0.5 mm Pb dan alat
antara lain, menyediakan prosedur penyimpanan pendukung lain berupa lem aibon sebagai bahan
jangka panjang, mempunyai fasilitas penyimpanan perekat serta handscoon, masker N95 dan apron
yang telah disetujui oleh badan pengawas, terisolasi sebagai alat proteksi diri. Metode pengambilan data
dengan baik, menjamin perlindungan terhadap dilakukan dengan observasi, dokumentasi dan
pekerja, masyarakat dan lingkungan dan melakukan pengujian terhadap thyroid shield. Uji
memungkinkan penanganan, pemindahan, thyroid shield dilakukan menggunakan modalitas
pengangkutan dan pembuangan selanjutnya [15]. MSCT Optima 660 64 slice dan DR Y-Sio Max.
Proses pengambilan data dilakukan dengan 3
Pengelolaan Pb tahap yaitu pre-repair, setelah post-repair dan
Setiap negara memiliki peraturan khusus untuk setelah dilakukan observasi dalam kurun waktu 2
mendaftarkan peralatan, seperti perangkat genggam, bulan. Pada tahap pre-repair dilakukan investigasi
mesin x-ray, foil Pb dan apron Pb. Foil Pb maupun menggunakan modalitas CT dan hasil yang diperoleh
apron Pb yang sobek dianggap sebagai limbah di evaluasi menggunakan workstation MSCT Optima
berbahaya dan harus dibuang dengan benar. untuk mengukur luas defect serta menandai lokasi
Penggunaan apron Pb yang rusak, retak atau aus defect.
dapat melanggar peraturan negara. Pekerja radiasi
harus mengetahui dan mengikuti instruksi yang
sesuai untuk asepsis dan penggunaan apron Pb [3].
Dalam mengelola Pb terdapat beberapa pilihan yang
dapat diambil antara lain, menyimpan Pb, mengelola
Pb seperti daur ulang (Recycle), perolehan kembali
(Recovery), Trade-in atau mengembalikan kepada
pihak ke-tiga [16].
Recovery Pb merupakan kegiatan untuk
mendapatkan kembali komponen bermanfaat dengan
proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Gambar 2. Thyroid shield tidak laik pakai dengan crack ≥
Teknologi Pemanfaatan Limbah B3 dapat 11 mm (pre-repair).
mengurangi jumlah Limbah B3 sehingga biaya
Pengolahan Limbah B3 juga dapat ditekan, selain itu Lokasi yang robek tersebut kemudian di bongkar
meningkatkan kemanfaatan bahan baku dan dan di lem menggunakan lem aibon dan tempel
mengurangi penambangan sumber daya alam. Untuk secara overlapping dengan bahan Pb tambahan untuk
mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan dari menutupi bagian yang robek. Pengerjaan repairing
Limbah B3 yang dihasilkan maka Limbah B3 perlu ini dilakukan dengan sangat hati-hati, sebagai upaya
dikelola [16]. proteksi kami menggunakan APD untuk menghindari
residu terhirup atau menempel dipakaian. Kami
METODE PENELITIAN menggunakan Pb 0.5 mmPb dari APR lain yang
Lead Laminated sudah tak laik pakai sebagai bahan tambahan penutup
Terdapat beberapa teknik dalam pemasangan Pb robekan, dipotong secara rinci dan presisi sehingga
salah satunya “Lead Laminated” ialah sebuah teknik tidak menimbulkan residu. Sampel yang telah
yang digunakan untuk merekatkan dan memastikan melewati tahap repair di uji menggunakan pesawat
kontinuitas perlindungan pada sambungan atau titik DR dan hasilnya di evaluasi menggunakan image J.
perekatan. Pada gambar 1 Pb dilaminasi Thyroid Shield yang telah lolos uji setelah tahap
menggunakan lem dan langsung direkatkan ke media repair diberikan cover yang baru dan selanjutnya
pengikatnya [17].

25
D.P. Ardiyanti, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 22-27

diserahkan pada instalasi cathlab untuk dilakukan Pb yang lepas, menurut penulis berdasarkan hasil
observasi lebih lanjut. pengujian dan observasi yang dilaksanakan selama 8
minggu hal tersebut dapat terjadi dikarenakan proses
HASIL DAN PEMBAHASAN pengeleman yang kurang tepat seperti lem yang
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kurang kering atau lem yang tidak merata memenuhi
sampel thyroid shield yang sudah dinyatakan tidak sisi-sisi potongan Pb dan atau jenis lem yang
laik pakai pada uji APR sebelumnya. Hasil thyroid digunakan.
repair kemudian dilakukan uji coba, digunakan oleh
pekerja radiasi dan dilakukan observasi selama 2 KESIMPULAN
bulan di Instalasi Cathlab Rumah Sakit Pelni. Hasil Hasil observasi menunjukkan hasil yang
detail dari observasi ditunjukkan pada Tabel 2. cukup baik dalam memperbaiki alat proteksi radiasi
Berdasarkan observasi pada Tabel 2, diperoleh (APR) pada sampel thyroid shield dengan teknik lead
hasil bahwa crack sebelumnya dapat tertutupi dengan laminated. Hasil citra menunjukkan tidak terdapat
baik dan tidak timbul crack baik pada lokasi yang crack setelah dilakukan perbaikan pada thyroid
lama atau dilokasi yang baru. Namun di minggu ke-5 shield. Tetapi terdapat potongan Pb hasil perbaikan
terdapat lembaran Pb yang digunakan untuk yang lepas dari thyroid shield yang dapat
merapatkan crack lepas dari posisinya. Sampai kemungkinan karena pengeleman kurang merata dan
dengan minggu ke-8 tidak ditemukan lagi potongan kurang kering saat proses perbaikan.

Tabel 2. Hasil Observasi

No Tanggal Citra Observasi Hasil

1 13/03/22 Tidak ada Crack

2 18/03/22 Tidak ada Crack

3 08/04/22 Tidak ada Crack

4 14/04/22 Tidak ada Crack

5 23/04/22 Tidak ada Crack, namun terdapat potongan Pb yang terlepas

6 28/04/22 Tidak ada Crack, namun terdapat potongan Pb yang terlepas

7 11/05/22 Tidak ada Crack, namun terdapat potongan Pb yang terlepas

8 19/05/22 Tidak ada Crack, namun terdapat potongan Pb yang terlepas

26
D.P. Ardiyanti, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 22-27

SARAN [6] Nikmawati A, Masrochah S., Evaluasi


Sebagai langkah dan tindak lanjut dari Performance Lead Apron, Jurnal Radiografer
pemeliharaan jaminan mutu pada APR sebaiknya Indonesia, Jakarta, 2018;
dapat meningkatkan frekuensi monitoring secara [7] Daniel O.A, Xaviera I.C., Integrity test of lead
berkala dalam hal penyimpanan dapat disediakan apron and its effect on personnel and carers,
lemari khusus untuk APR secara horizontal atau Bangabandhu Sheikh Mujib Medical University
terlentang guna menghindari penurunan Lead dan Journal, Bangladesh , 2018;
fungsi APR. [8] BAPETEN, Peraturan Badan Pengawas
Perlu adanya Standar Operasional Prosedur Tenaga Nuklir No 4 Tahun 2020 Tentang
(SOP) pemakaian APR yang tepat dan benar di Keselamatan Radiasi pada Penggunaan
Instalasi Radiologi Rumah Sakit Pelni Jakarta. Pesawat Sinar-X dalam Radiologi Diagnostik
Dapat lebih mengembangkan proses perekatan dan Intervensional, Jakarta, 2020;
antara Lead dan object yang akan direparasi diantara [9] KEMENKES, Keputusan Menteri Kesehatan
lain pemilihan jenis bahan perekat yang mempunyai Republik Indonesia Nomor
tingkat rekatan lebih baik dari pada menggunakan 1250/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman
lem aibon. Hal lainnya yaitu dapat memperpanjang Kendali Mutu (Quality Control) Peralatan
proses penekanan pada lem dan object sehingga Radiodiagnostik, Jakarta, 2009;
diharapkan hasil yang diperoleh lebih baik. [10] Demas Y, Bayuseno A.P, Umardani Y., Daur
Ulang Timbal (Pb) Dari Aki Bekas Dengan
UCAPAN TERIMA KASIH Menggunakan Metode Redoks, Skripsi,
Rumah Sakit Pelni Jakarta telah memberikan Semarang, 2012;
waktu untuk pengambilan data penelitian ini. [11] Abidin Z, Alkrytania D, Indrajati I.N., Analisis
Bahan Apron Sintetis dengan Filler Timbal (II)
DAFTAR PUSTAKA Oksida sesuai SNI untuk Proteksi Radiasi
[1] BAPETEN, Peraturan Kepala Badan Sinar-X, Jurnal Forum Nuklir, 2015;
Pengawas Tenaga Nuklir No 4 Tahun 2013 [12] Rosita B, Widiarti L., Hubungan Toksisitas
tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi Timbal (Pb) dalam Darah dengan Hemoglobin
dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir, Jakarta, Pekerja Pengecatan Motor Pekanbaru,
2013; Prosiding Seminar Kesehatan Perintis, Padang,
[2] Lambert K, McKeon T., Inspection of Lead 2018;
Aprons: Criteria for Rejection, The Radiation [13] Naria E, Mewaspadai Dampak Bahan
Safety Journal, Philadelphia, 2001; Pencemar Timbal (Pb) di Lingkungan terhadap
[3] U.S. Department of Health and Human Kesehatan, Jurnal Komunikasi Penelitian,
Services, Managing the regulatoru Medan, 2005;
environment: American Dental Assosication, [14] Grover S.B, Kumar J, Gupta A, Khanna L.,
2017; Protection against radiation hazards:
[4] Seema Tiwari, I.P. Tripatih, H.I.Tiwari, Effects Regulatory bodies, safety norms, does limits
of Lead on Environment -International Journal and protection devices, Indian Journal of
of Emerging Research in Management Radiology and Imaging, New Delhi, 2002;
&Technology ISSN: 2278-9359 (Volume-2, [15] INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY
Issue-6), 2013; AGENCY, Radiation Protection and the
[5] MENLHKRI, Peraturan Menteri Lingkungan Management of Radioactive Waste in the Oil
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia and Gas Industry, Safety Reports Series No. 34,
Nomor IAEA, Vienna, 2003;
P.18/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2020 [16] PPRI, Peraturan Pemerintah Republik
tentang Pemanfaatan dan pengelolaan limbah Indonesia No 101 Tahun 2014 tentang
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Jakarta, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
2020; Beracun, Jakarta, 2014;
[17] Karson Z, dkk., A guide to the use of lead for
radiation shielding, Canadametal - Radiation
Protection, New York, 2016.

27
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38

Analisis penahan radiasi ruangan radiologi intervensi cathlab sebagai


upaya proteksi keselamatan radiasi di RSUP H. Adam Malik Medan
Josepa Simanjuntak, Martua Damanik, Elvita Rahmi Daulay
Departemen Radiologi, RSUP Adam Malik, Medan Sumatera Utara

e-mail: josepasimanjuntak@gmail.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.005

ABSTRAK. Nilai paparan yang diterima tidak melebihi Nilai Batas Dosis (NBD) yang ditetapkan oleh regulasi Badan
Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN. Hal ini menjadi tujuan dari penahan radiasi dalam mencapai keselamatan radiasi
baik bagi pekerja, pasien, maupun masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan evaluasi dinding struktural
penahan radiasi ruang radiologi intervensi pesawat sinar-X fluoroskopi angiografi merek GE dan Philips, berturut-turut
Cathlab 1 dan 2 di Rumah Sakit Adam Malik dengan membandingkan antara data yang diperoleh dari perhitungan
dilapangan dengan rekomendasi regulator ataupun teoritis. Hasil yang diperoleh tebal dinding penahan radiasi ruang GE
dan Philips dengan perhitungan faktor transmisi dantebal perisai radiasi sekunder setiap dinding ruang Cathlab GE dan
Philips dengan nilai kerma udara sekunder jarak 1 meter diperoleh Xbarrier terbesar berturut-turut 120,2 mm beton dan
1,75 mmPb dan 81,13 mmbeton dan 0,12 mmPb. Menggunakan perhitungan riil, nilai kerma udara sekunder 0,003 untuk
ruang GE, diperoleh Xbarrier beton dan Pb nilainya minus dan Philips nilai kerma udara 0,189, didapat Xbarrier 22,1 mm
beton dan 0,24 mmPb. Sedangkan tebal dinding yang terpasang saat ini 28 cm beton dan 0,5 mmPb, dengan jumlah pasien
25 pasien per minggu. Disisi lain paparan radiasi lingkungan, kebocoran pesawat sinar-X juga dalam batas
aman. Kesimpulan diperoleh bahwa penahan perisai yang terpasang baik beton maupun Pb pada setiap dinding ruang
pemeriksaan pesawat sinar-X Cathlab 1 GE dan Cathlab 2 Philips, RSUP Adam Malik berada pada kondisi yang aman
untuk tindakan intervensi, dan paparan radiasi yang terukur di lingkungan maupun kebocoran pesawat sinar-X juga dalam
batas aman, sehingga tujuan daripada penahan radiasi dapat tercapai yaitu paparan radiasi yang diterima petugas, pasien
dan masyarakat tidak melebihi nilai batas dosis yang ditetukan.
Kata kunci: Keselamatan radiasi, nilai batas dosis, penahan radiasi, radiologi intervensi.

ABSTRACT. The exposure value received does not exceed the dose limit value (NBD) set by the Nuclear Energy
Regulatory Agency (BAPETEN) regulation. Radiation protection aims to achieve radiation safety for workers, patients,
and the public. To achieve this, it is necessary to evaluate the radiation-retaining structural walls of the interventional
radiology room, X-ray fluoroscopy angiography, GE and Philips brands, Cathlab 1 and 2, respectively, at Adam Malik
Hospital by comparing the data obtained from field calculations with the recommendations of regulators or theoretical.
The results obtained are the thickness of the radiation retaining walls of the GE and Philips rooms by calculating the
transmission factor and the thickness of the secondary radiation shield for each wall of the GE and Philips Cathlab rooms
with a secondary air kerma value of 1 meter, the largest Xbarrier is 120.2 mm concrete, respectively. and 1.75 mmPb and
81.13 mm concrete and 0.12 mmPb. Using real calculations, the secondary air kerma value is 0.003 for the GE room, and
it is obtained that the concrete Xbarrier and Pb are minus values and the Philips air kerma value is 0.189, the Xbarrier is
22.1mm of concrete and 0.24mmPb.
Meanwhile, the currently installed wall thickness is 28 cm of concrete and 0.5 mmPb, with 25 patients per week. On the
other hand, exposure to environmental radiation and leakage of X-ray systems is also within safe limits. Therefore, the
conclusion is that the shield retaining installed both concrete and Pb on each wall of the X-ray inspection room of
Cathlab 1 GE and Cathlab 2 Philips, Adam Malik General Hospital is in a safe condition for intervention. Furthermore,
radiation exposure measured in the environment and leakage of the X-ray is also within safe limits to achieve the purpose
of radiation shielding. Namely, the radiation exposure received by officers, patients, and the public does not exceed the
dose limit value.
Keywords: Radiation safety, dose limit value, radiation barrier, interventional radiology.

PENDAHULUAN hampir semua organ tubuh dengan menggunakan


Radiologi intervensi merupakan sub – spesialisasi panduan gambar/foto yang dihasilkan dari alat-alat
radiologi yang memanfaatkan prosedur minimal radiologi seperti USG, MRI, CT Scan dan
invasif untuk melakukan diagnosis dan terapi pada Fluoroskopi. Ruangan radiologi intervensi

28
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38

merupakan ruangan pemeriksaan yang menggunakan Universitas, juga telah dilakukan oleh Pesianian, dkk,
Pesawat Sinar-X untuk pemandu prosedur (2009) dengan menggunakan ketentuan NCRP 49,
perkutaneus seperti pelaksanaan biopsi, pengeluaran merupakan study comparation kedua, hasilnya
cairan, pemasukan kateter, atau pelebaran terhadap menunjukan bahwa ketebalan perisai terhitung
saluran atau pembuluh darah yang menyempit memenuhi dosis aman dibawah batas dosis,
dengan memasang kawat penuntun stent, dan sedangkan NCRP 147 ketebalan perisai yang lebih
komponen terkait di dalam tubuh pasien secara tipis dan dibawah batas dosis [6]. Pada penelitian ini
langsung (real-time image-guided) dalam dilakukan evaluasi dinding struktural penahan radiasi
mendiagnosis dan melakukan tindakan terapi [1]. ruang radiologi intervensi pesawat sinar –X
Kateterisasi jantung atau Cardiac Catheterization fluoroskopi angiografi merek GE dan Philips,
Laboratory (CathLab) merupakan fasilitas khusus berturut - turut Cathlab 1 dan 2 di Rumah Sakit Adam
dalam menangani berbagai masalah jantung, melalui Malik dengan membandingkan antara data yang
pencitraan klinis. Kateterisasi jantung merupakan diperoleh dari perhitungan dilapangan dengan
prosedur diagnostik yang melibatkan pemasangan rekomendasi regulator ataupun teoritis.
kateter ke dalam arteri femoralis atau brakialis yang
mengarah ke jantung [2]. LANDASAN TEORI
Risiko radiasi pada radiologi intervensi lebih Penahan radiasi yang dibangun pada ruangan
besar dibandingkan dengan radiologi diagnostik, intervensi bertujuan untuk menjamin bahwa
terutama risiko radiasi yang diterima oleh pekerja, masyarakat yang berada di balik dinding ruang
dan pasien, yang melakukan tindakan atau prosedur penahan radiasi menerima nilai paparan radiasi pada
intervensi, sehingga perlu perhatian khusus terhadap tingkat yang bisa diterima atau sesuai dengan NBD
proteksi keselamatan radiasi dalam hal ini dinding yang ditentukan. Untuk mencapai tujuan proteksi dan
struktural penahan radiasi sehingga tujuan dari keselamatan radiasi dalam pemanfaatannya
penahan radiasi dapat tercapai yaitu nilai paparan di diperlukan prinsip utama proteksi radiasi yang terdiri
tiap area tertentu tidak melebihi Nilai Batas Dosis atas Justifikasi ataupun pembenaran, Optimisasi dan
(NBD) yang ditetapkan oleh regulasi Badan limitasi ataupun pembatasan dosis.
Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dan Dapat kita ketahui bahwa Justifikasi itu
merupakan rekomendasi National Council on didasarkan pada azas manfaat, dimana Suatu
Radiation Protection and Measurement (NCRP). pemanfaatan harus dapat dibenarkan jika
Untuk mencapai hal ini dapat dilakukan evaluasi menghasilkan keuntungan bagi satu atau banyak
penahan radiasi ruangan dengan melakukan individu dan bagi masyarakat terpajan untuk
pengukuran terhadap struktur dinding ruangan mengimbangi kerusakan radiasi yang
Pesawat Sinar-X intervensi, selain desain ruangan ditimbulkannya. Optimasi, dalam kaitannya dengan
penahan radiasi yang merupakan langkah awal pajanan sumber penyinaran harus diusahakan
sebelum pesawat Sinar – X digunakan, sehingga serendah-rendahnya yang dapat dicapai As Low As
gambaran bahwa ruangan tindakan intervensi Reasonably Achievable (ALARA), dengan
tersebut dalam kondisi baik yang artinya upaya memperhitungkan faktor ekonomi dan sosial.
keselamataan radiasi baik untuk petugas, masyarakat Limitasi, pembatasan dosis ekuivalen yang diterima
dan sekitarnya dapat tercapai [3]. Disisi lain juga pekerja radiasi dan masyarakat tidak boleh
dapat dijadikan sebagai persyaratan perijinan melampaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang ditetapkan
kelengkapan dokumen rencana teknis fasilitas oleh Regulator BAPETEN [7].
bangunan gedung penahan radiasi dalam Penahan radiasi dapat mengurangi paparan
pemanfaatan radiologi diagnostik dan intervensional radiasi ke area sekitar dari sumber radiasi di dalam
bagi pemohon izin yang ditetapkan regulasi ruangan yang ditentukan sehingga petugas dan
BAPETEN [4]. anggota masyarakat dapat terlindungi. Ruangan
Penelitian tentang keselamatan radiasi dengan tersebut bisa berupa ruangan pemeriksaan, rawat
melakukan analisis pada tindakan kateterisasi inap, toilet, koridor dan ruang tunggu pasien. Jarak
jantung vaskuler di cathlab room, telah dilakukan minimum ke ruangan lainnya dari dinding yang telah
oleh Fransiska,dkk, (2015) dengan Evaluasi pada dilapisi Pb diasumsikan adalah 0,3 m. Radiasi yang
perancangan penahan struktural, laju kebocoran tertransmisikan dan radiasi primer, hamburan dan
pesawat sinar-X, laju paparan radiasi lingkungan dan kebocoran dapat kita lihat pada Gambar 1.
dosis pekerja radiasi dengan membandingkan antara Radiasi primer disebut juga sinar guna dimana
data yang ada dengan teori, diperoleh hasil Secara radiasi yang dipancarkan langsung dari tabung sinar-
umum ruang periksa dan pesawat sinar-X di Cath- X yang digunakan untuk pencitraan pasien.
Lab Room 2, Unit Radiologi,RSUP Dr.Sardjito Penghalang primer adalah dinding, langit-langit,
Yogyakarta masih pada kondisi yang aman untuk lantai atau struktur lain yang akan menahan radiasi
beroperasi. Dijelaskan juga perancangan penahan yang dipancarkan langsung dari tabung sinar- X.
struktural, pengendalian laju paparan radiasi Radiasi sekunder terdiri dari hamburan pasien
lingkungan dan laju kebocoran pesawat sinar-X, serta dan radiasi bocor dari rumah pelindung tabung sinar
penggunaan peralatan proteksi radiasi personal dapat - X. Dinding primer memiliki ketebalan tertentu yang
menekan dosis staff di Cath-Lab [5]. Penelitian akan mengatenuasi berkas radiasi menjadi goal
tentang desain perisai struktural dan evaluasi untuk desain shielding tertentu. Penghalang sekunder
medis dalam penggunaan sinar-X dan sinar γ pada adalah dinding, langit-langit, lantai atau struktur lain
energi 10 di ruang radiografi Rumah Sakit

29
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38

yang akan menahan dari kebocoran dan radiasi terkontrol. P = 0,02 mGy/minggu untuk daerah tidak
hamburan menjadi goal desain shielding tertentu. terkontrol.

2. Jarak ke titik perhitungan. Jarak (d) yang diambil


adalah jarak terpendek antara sumber
(primer/sekunder) dengan sisi luar dinding ditambah
jarak organ sensitif terdekat. Jarak organ sensitif
terdekat untuk area horizontal 0,3 meter dari sisi luar
dinding, atas ruangan 0,5 m dari lantai atas dan
bawah ruangan 1,7 m dari lantai ruangan bawah
seperti pada Gambar 2.

Gambar 1. Ilustrasi radiasi primer,sekunder (kebocoran


dan hambur) dan radiasi yang ditransmisikan [2].

Paparan radiasi primer dan sekunder pada


individu tergantung pada faktor-faktor berikut ini:
a. Jumlah radiasi yang dihasilkan oleh
sumber.
b. Jarak antara orang yang terpapar dengan
sumber radiasi.
c. Lamanya waktu yang dihabiskan
seseorang dalam area penyinaran.
d. Ketebalan perisai pelindung antara
individu dan sumber radiasi. Tingkat
paparan dari sumber bervariasi merupakan
kuadrat terbalik antara jarak dari sumber.
Penahan radiasi dapat dibedakan menjadi
penahan sumber radiasi sinar-X dan penahan
struktural untuk bangunan ruangan pesawat Sinar -
X. Untuk perisai angiografi hanya radiasi sekunder
yang perlu dipertimbangkan, karena rangkaian Image
Intensivier (II) bertindak sebagai penghenti berkas
Gambar 2. Ilustrasi jarak organ sensitif terdekat[3]
utama. Beberapa faktor yang diperhitungkan sebagai
Persyaratan perhitungan Perisai pada ruangan
3. Faktor Hunian (T). Faktor hunian merupakan
penahan struktural pesawat sinar-X yaitu:
fraksi waktu adanya orang di posisi/ruangan tersebut
selama 1 (satu) minggu dengan asumsi waktu kerja 8
1. Sheilding design goal (P). Tujuan desain perisai jam per hari (40 jam per minggu). Faktor hunian
untuk melindungi pekerja radiasi dan anggota ditentukan oleh seberapa sering seseorang berada di
masyarakat sesuai dengan ketentuan regulasi balik dinding ruang pesawat sinar-X, dapat kita lihat
BAPETEN [4], dimana nilai paparan radiasi diperoeh pada Tabel 1, sebagai panduan dalam perencanaan
setengah dari nilai NBD yakni 10 mSv/tahun untuk perisai [3].
pekerja radiasi (area terkontrol) dan 0,5 mSv/tahun,
untuk masyarakat umum (area tidak terkontrol). 4. Faktor Penggunaan (U)
Klasifikasi area ini menentukan laju paparan desain Adalah fraksi dari penggunaan dinding tersebut
mingguan dimana P = 0,1 mGy/minggu untuk daerah untuk radiasi primer. Apabila tabung sinar-X selalu

Tabel 1. Faktor hunian dan lokasi hunian


Faktor
Lokasi Hunian
Hunian (T)
Kantor administarsi, Laboratorium, Apotek dan Area kerja yang ditempati sepenuhnya oleh
individu, Ruang resepsionis, Ruang tunggu, Ruang bermain anak-anak, Ruang sinar-X yang 1
berdekatan, Ruang membaca film, Ruang perawat dan Ruang kontrol sinar-X
Ruang yang digunakan untuk pemeriksaan dan perawatan pasien ½
Koridor, Kamar pasien, Ruang tunggu karyawan, Ruang istirahat staf 1/5
Pintu Koridor 1/8
Toilet umum, Ruang penjualan, Ruang penyimpanan, Ruang terbuka dengan tempat duduk,
1/20
Ruang tunggu pasien
Ruang terbuka untuk pejalan kaki, Area parkir, Loteng, tangga, Elevator tanpa pengawasan 1/40

30
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38

dihadapkan ke suatu lantai, maka lantai tersebut • Kerma udara sekunder jarak 1 m, K1sec
memiliki faktor pengunaan (U) = 1, untuk dinding • Jumlah pasien per minggu, N
=1/4 dan untuk langit-langit = 1/4. Faktor transmisi tersebut dapat ditentukan dengan
metode kalkullasi grafik dimana koefisien transmisi
5. Beban kerja (W). Beban kerja mingguan adalah radiasi sekunder untuk Cardiag angiografi adalah α
integrasi waktu paparan (dalam mA-menit) dengan (0,0371/mm), β (0,1067 /mm), dan γ (0,5733) untuk
ketentuan : concrete dan α (2,354/mm), β (14,94 /mm), dan
γ(0,7481) untuk lead (Tabel C.1 NCRP Report 147
hal.134 seperti grafik di bawah ini.
(1)
Dimana
- Jumlah pasien, N
- Per pasien, Wnorm
- Total per minggu, Wtot

6. Kerma Udara (Dinding Sekunder)


Kerma udara sekunder jarak 1 m (K1sec) dan Jarak
sumber ke titik perhitungan (dsec ). dsec merupakan
literasi jarak ketika jarak untuk kebocoran tabung dan
hamburan pasien ke area okupansi sama. Nilai kerma
udara sekunder (leadkage and forwad backscatter)
untuk workload distribution Cardiag angiography
dapat dilihat pada Tabel 4.7 NCRP 147 atau dapat
digantikan dengan pengukuran riil dilapangan.
Sehingga dapat dihitung Ksec(0) yaitu Kerma udara
dari radiasi sekunder unshielded di jarak dsec untuk N
pasien per minggu (mGy/minggu) menggunakan
persamaan 2.

(2)

Dalam perhitungan perisai untuk menentukan


ketebalan penahan area yang dilindungi, persyaratan
penahan terdiri dari penahan primer dan sekunder.
Dimana penahan primer memberikan perlindungan
terhadap sinar guna, yaitu berkas sinar yang langsung
berasal dari focal spot. Penahan sekunder yang
memberikan perlindungan terhadap radiasi, yang
terdiri atas penahan sekunder akibat radiasi hambur
dan penahan sekunder akibat radiasi bocor.
Dalam perhitungan Penahan radiasi sekunder
yaitu radiasi hambur dapat ditentukan dengan
kalkulasi faktor transmisi (Bsec) dan untuk
menentukan ketebalan penghalang sekunder yang
dapat diterima dengan fiting kurva (Xbarier). Faktor
tranmisi (B) merupakan rasio dosis di titik
pengukuran saat tidak ada perisai dengan proyeksi
setelah ada perisai, sehingga perhitungan B Sekunder Jika Nilai Transmisi Bsec Xbarrier untuk area
dapat ditentukan dengan persamaan 3. perhitungan dapat ditentukan, maka nilai tebal
dinding penahan radiasi hambur Xbarrierditentukan
dengan rumus
(3)
Dimana,
• Faktor transmisi perhitungan sekunder,
Bsec
(4)
• Tujuan desain perisai mingguan
(mGy/minggu), P
Dimana
• Jarak sumber ke titik perhitungan (m),
• Tebal dinding Penahan radiasi sekunder,
dsec
Xbarrier
• Faktor hunian, T

31
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38

• Tujuan desain perisai mingguan


(mGy/minggu), P
• Jarak sumber ke titik perhitungan (m), dsec
• Faktor hunian, T
• Kerma udara sekunder jarak 1 m, K1sec
• Jumlah pasien per minggu, N
• Koefisien transmisi bahan dinding perisai
radiasi untuk setiap jenis penyinaran
pesawat sinar –X, α, β dan γ
Dinding sekunder merupakan bagian dinding,
bisa juga lantai atau atap maupun struktur yang
menangkap dan mengatenuasi radiasi dari kebocoran
tabung dan radiasi hambur menjadi goal desain
shielding tertentu.
Dalam memenuhi persyaratan teknik ruangan
pesawat sinar-X, menurut Peraturan BAPETEN No.
4 Tahun 2020 bahwa pemegang izin harus
memastikan jarak dari titik fokus tabung pesawat
sinar-X terhadap dinding paling sedikit 1 (satu)
meter. Salah satu persyaratan ukuran ruangan
pesawat sinar-X yang harus diperhitungkan adalah
ketentuan penahan radiasi, dimana ketentuan ini
harus:
a. Mengikuti ketentuan kalkulasi penahan
radiasi dengan mempertimbangkan
antara lain faktor beban kerja
maksimum, okupansi, dan orientasi Gambar 3. Alur Penelitian
berkas;
b. Memperhatikan pemasangan saluran Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
dan sambungan pada penahan radiasi adalah
agar tidak terjadi kebocoran radiasi; 1. Pesawat Sinar - X fluoroskopi angiografi
c. Menggunakan material yang efektif merk GE tipe tabung D2801A, kV
dalam menahan radiasi; maksimum = 125kV, mA maksimum =
d. Penahan radiasi pada dinding ruangan 500mA
Radiologi Intervensi, harus terpasang 2. Pesawat Sinar - X Fluoroskopi angiografi
penuh pada seluruh dinding ruangan [8]. merk Phillips Allura Xper FD 20 Ceiling
Berdasarkan persyaratan teknis bahwa penahan (System Module 001444), tipe tabung 9890
radiasi primer pada radiografi medis harus memenuhi 000 86491, kV maksimum = 125kV, mA
persyaratan laju kebocoran yang sesuai dengan maksimum = 650mA.
rekomendasi National Committee on Radiation 3. Survey meter merk Raysafe 207604/206046
Protection (NCRP), yaitu laju kebocoran pesawat dan Unfors Raysafe, tipe X2 Survey
tipe diagnostik pada jarak 1 m dari fokus tidak System, berturut-turut untuk pengukuran
melebihi 0,1 R/jam dan tipe terapi laju kebocoran paparan radiasi pesawat GE dan Phillips.
pada jarak 1 m dari fokus tidak melebihi 1 R/jam dan Adapun ruangan Cathlab 1pesawat Sinar –
pada jarak 5 cm dari permukaan tabung tidak X GE dan Cathlab 2 pesawat Sinar – X
melebihi 30R/jam, untuk kedua tipe apabila Philips seperti pada Gambar 3 dan 4.
dioperasikan pada arus dan tegangan maksimal.
Pada pelaksanaan tindakan intervensi, dokter dan
perawat berpotensi mengalami risiko radiasi karena
selama tindakan berada dekat dengan pasien. Dengan
demikian, diharapkan keselamatan radiasi menjadi
tanggung jawab dari semua personel yang terlibat
dalam tindakan pemeriksaan radiologi intervensi [9].

METODE
Ruangan yang dievaluasi adalah ruangan
tindakan intervensi Unit Radiologi RSUP Adam
Malik Medan, mengunakan Pesawat Sinar-X
fluoroskopi Angiografi merk GE dan Philips yang
berada dalam ruangan Cathlab 1 dan 2 dengan
ukuran ruangan berturut turut : 5,87 m x 7,09 m x 3
m dan 8,2 m x 6,02 m x 3 m dengan alur penelitian
seperti pada gambar berikut:
Gambar 3. Ruangan Cathlab 1,merk GE

32
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38

Gambar 6. Jarak sumber ke titik pengukuran Ruang


Cathlab 1 merk GE

Gambar 4. Ruangan Cathlab 2, merk Philips Gambar 6, menunjukan pengukuran dari tabung
ke titik pengukuran dinding; A. Ruang kontrol,
HASIL DAN PEMBAHASAN B.Ruang ganti pakaian, C.Ruang Mesin, D.Area
Denah dan ukuran ruangan Cathlab 1 dan 2 bebas, merupakan area horijontal, dan dinding
berturut-turut GE dan Philips dengan ukuran ruangan E.Rawat Inap merupakan area lantai atas dan
7,09 m (p) x 5,87 m (l) x 3 m (t) dan 8,2 m (p) x 6,02 F.Rawat jalan adalah lantai bawah. Tebal penahan
m (l) x 3 m, seperti pada Gambar 5 berikut ini. struktural ditentukan dengan menggunakan sejumlah
asumsi karena penahan yang dirancang untuk
menahan beban kerja maksimal terhadap paparan
radiasi di Ruang Cathlab, 1 GE. Asumsi tersebut
dapat dilihat pada Tabel 2.
Asumsi ini digunakan dalam perhitungan kerma
udara, trasmisi sekunder dan tebal dinding beton dan
Pb untuk tindakan di Cathlab 1 GE. Dengan jumlah
pasien, N = 25 pasien per minggu dan nilai K1sec
diperoleh dari Tabel 4.7 NCRP 147 yaitu 3,8
sehingga hasil Kerma udara dari radiasi sekunder
unshielded di jarak dsec untuk N pasien per minggu
masing - masing dinding menggunakan persamaan 2,
Gambar 5. Denah ruang Cathlab 1 dan 2 diperoleh seperti pada Tabel 3.

Hasil Perhitungan dinding Cathlab 1 GE Tabel 3. Nilai Kec (0)


Hasil pengukuran jarak sumber ke titik Parameter
perhitungan setiap dinding pada ruang cathlab 1 GE, Area
d2sec (m) Kec (0)
ditambah dengan tebal dinding beton 28cm + 0,5 R.kontrol 20,97 4.55
mmPb dan Jarak organ sensitif terdekat untuk area R.Ganti pakaian 19,18 4,95
horizontal 0,3 m dari sisi luar dinding, atas ruangan R.Mesin 18,32 5,2
0,5 m dari lantai atas dan bawah ruangan 1,7 m dari Area Bebas 8,29 11,5
lantai ruangan bawah, seperti Gambar 6. R.Inap 11,42 8,3
R.Jalan 5,66 16,6

Dari Tabel 3, nilai Kec (0) digunakan untuk


menghitung faktor transmisi Bsec(Xbarrier) untuk setiap

Tabel 2. Asumsi, pengukuran R.Cathlab 1


Parameter
Area
d (m) T P (mGy/m) Beton (mm) Pb (mm)
R.kontrol 4,58 1 0,1 28 0.5
R.Ganti pakaian 4,38 0,5 0,02 28 0.5
R.Mesin 4,28 0,05 0,02 28 0.5
Area Bebas 2,88 0,03 0,02 28 0.5
R.Inap 3,38 1 0,02 28 -
R.Jalan 2.38 1 0,02 28 -

33
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38

dinding di ruang Cathlab 1 GE dengan


mengggunakan persamaan 3. Juga tebal dinding
penahan radiasi sekunder dapat dihitung formula
fiting kurva menggunakan persamaan 4 dan transmisi
radiasi sekunder melalui beton dan Pb dengan nilai
koefisien α, β, γ baik untuk beton maupun Pb dari
Tabel C.1 NCRP 147 (lampiran) sehingga diperoleh
hasil faktor transmisi Bsec(Xbarrier ) dan nilai tebal
dinding masing-masing area seperti pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukan hasil perhitungan faktor
transmisi Bsec(Xbarrier ) dan tebal perisai radiasi
sekunder setiap dinding ruang Cathlab 1
GEmenggunakan K1sec =3,8. Untuk fiting kurva
transmisi radiasi beton dan Pb (Appendix C/141-142,
NCRP 147) dengan hasil Xbarrier terbesar pada tebal
perisai radiasi sekunder diding ruang rawat jalan
120,2 mm beton dan 1,75 mmPb dinding ruang
Cathlab 1 GE seperti berikut ini:

Tabel 4. Perhitungan faktor transmisi dan nilai tebal dinding Cathlab 1 GE


Parameter
Area Kec (0) Xbarrier
d2sec(m) Bsec (Xbarrier)
Beton (mm) Pb (mm)
R.kontrol 20,97 4.53 0,022 52,25 1,17
R.Ganti pakaian 19,18 4,95 0,008 73,85 1
R.Mesin 18,32 5,18 0,077 29,24 0,33
Area Bebas 8,29 11,5 0,069 31,03 0,36
R.Inap 11,42 8,32 0,002 102,8 1,47
R.Jalan 5,66 16,8 0,001 120,2 1,75

Didapat hasil perhitungan menggunakan K1sec


=3,8, faktor transmisi dan tebal dinding Xbarrier beton
(mm) dan Pb(mm) ruang Cathlab 1GE baik didinding
ruang kontrol, ruang ganti pakaian, ruang mesin, area
bebas, rawat inap, maupun rawat jalan nilainya
memenuhi persyaratan regulasi BAPETEN dan aman
untuk tindakan pemeriksaan intevensi dengan tebal
dinding yang ada saat ini terpasang, yaitu 0,5 mmPb
dan 28cm beton.
Perhitungan menggunakan hasil pengukuran riil
atau Uji Kesesuian (UK) ruang Cathlab 1 GE dengan
nilai K1sec = 0,003mSv/hour dikonversi menjadi
0,003 mGy/pasien, yang diukur 1 m dari focal spot
tabung. Didapat hasil Kerma udara dari radiasi
sekunder unshielded di jarak dsec, menggunakan
persamaan 2 dengan asumsi yang sama (Tabel 2),
seperti berikut ini:

Tabel 5. Hasil perhitungan kerma udara tanpa sheild


Ruang Cathlab 1 GE
Parameter
Area
d 2sec Kec (0)
R. kontrol 20,9 0
R. Ganti pakaian 19,18 0
R. Mesin 18,32 0
Area Bebas 8,29 0,01
R. Inap 11,42 0,01
R. Jalan 5,7 0,01

34
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38

Dari masing-masing nilai kerma udara tanpa


sheild di jarak dsec Ruang Cathlab 1 GE diperoleh
nilai faktor transmisi radiasi sekunder menggunakan
persamaan 3 dan tebal perisai radiasi sekunder
masing - masing dinding menggunakan persamaan 4,
untuk N = 25 pasien per minggu dengan koefisien
transmisi α, β, γ baik untuk beton maupun Pb dari
Tabel C.1 NCRP seperti pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Hasil perhitungan faktor transmisi dan tebal


dinding Ruang Cathlab 1 GE
Parameter
Xbarrier
Area Bsec
(Xbarrier) Beton Pb
(mm) (mm) Gambar 7. Jarak sumber ke titik pengukuran dinding
R.kontrol 27,8 -11,65 -0,08 R.Cathlab 2 Philips
R.Ganti pakaian 10,26 -9,89 -0,07
R.Mesin 97,56 -0,27 -0,08 Untuk perhitungan dinding atas dan bawah ruang
Area Bebas 88,89 -0,27 -0,08 Cathlab 2 Philips, jarak sumber ketitik pengukuran
R.Inap 3,03 -6,1 -0,05 dinding atas 2,6 cm, bawah 0,4 dan tinggi ruangan
R.Jalan 1,54 -2,7 0,02 3m sama dengan ruang Cathlab 1 GE. Perhitungan
penahan struktural ruang Cathlab, 2 Philips,
Tabel 6, menunjukkan hasil perhitungan faktor menggunakan asumsi sheiding design goal (P) dalam
transmisi dengan metode kalkulasi grafik dan tebal satuan mGy/minggu, faktor hunian (T), jarak (dsec ),
dinding yang diperoleh menggunakan nilai K1sec bahan serta tebal dinding seperti Tabel 7.
0,003. Didapat hasil Xbarrier beton dan Pb nilainya Asumsi pada Tabel 7 diatas digunakan untuk
minus artinya dengan tebal dinding terpasang yaitu menghitung Kec (0), dengan nilai K1sec yaitu 3,8 (tabel
28 cm beton dan 0,5 mmPb sudah memenuhi sesuai 4.7 NCRP 147) sehingga hasil Kerma udara dari
radiasi sekunder unshielded di jarak dsec untuk N = 25

Tabel 7. Asumsi, Pengukuran R.Cathlab 2


Parameter
Bahan,Tebal dinding
Area
dsec (m) T P Beton Pb (mm)
(cm)
A. R.kontrol 4,68 1 0,1 28 0.5
B.R.Admin 5,28 1 0,02 28 0.5
C.R.Teknik 3,54 0,05 0,02 28 0.5
D.Koridor samping 2,98 0,2 0,02 28 0.5
E.Area Bebas 3,28 0.025 0,02 28 -
dengan regulasi, dan aman untuk tindakan pasien per minggu (mGy/minggu) masing - masing
pemeriksaan intevensi baik didinding ruang kontrol, dinding menggunakan persamaan 2, seperti pada
ruang ganti pakaian, ruang mesin, area bebas, rawat Tabel 8.
inap, maupun rawat jalan.

Hasil Perhitungan dinding Cathlab 2 Philips


Hasil pengukuran jarak sumber ke titik
perhitungan dinding Ruang Kontrol, Ruang admin,
Ruang teknik, Ruang Koridor samping dan area
bebas pada ruang cathlab 2 Philips ditambah dengan
tebal dinding beton 28 cm + 0,5 mmPb dan Jarak
organ sensitif terdekat untuk area horizontal 0,3 m
dari sisi luar dinding seperti Gambar 7.

35
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38

Tabel 8. Jarak dan Kerma udara sekunder


Parameter
Area
d2 sec(m) Kec (0)
R.kontrol 21,9 4,3
R.Admin 27,9 3,4
R.Teknik 12,5 7,6
Koridor samping 8,9 10,7
Area Bebas 10,8 8,8

Tabel 8. Menunjukkan nilai faktor transmisi


Bsec(Xbarrier) untuk setiap dinding di ruang cathlab 2
Philips dengan perhitungan metode kalkulasi grafik
mengggunakan persamaan 3.

Tabel 9. Nilai faktor transmisi R. Cathlab2


Parameter
Area
Kec (0) Bsec(Xbarrier)
R.kontrol 4,3 2,3x10-2
R.Admin 3,4 5,9x 10-3
R.Teknik 7,6 5,3x10-2
Koridor samping 10,7 9,3x10-3
Area Bebas 8,8 9,1x10-2

Dari Tabel 9. diatas dapat dihitung tebal perisai


radiasi sekunder setiap dinding ruang Cathlab 2 GE
Philips, dengan formula fiting kurva menggunakan
persamaan 4, dan transmisi radiasi sekunder dengan
nilai koefisien α, β, γ baik untuk beton maupun Pb
(Tabel C.1 NCRP 147) sehingga diperoleh hasil nilai
tebal dinding masing-masing area yang ditunjukkan
pada Tabel 10 berikut ini:

Tabel 10.Nilai Tebal diiding Cathlab 2


Parameter
Xbarrier
Area
Bsec (Xbarrier) Beton Pb
(mm) (mm)
R.kontrol 2,3x10-2 51,34 0,65
R.Admin 5,9x 10 -3
81,13 1,12
R.Teknik 5,3x10-2 35,54 0,42
Koridor samping 9,3x10 -3
70,74 0,95
Area Bebas 9,1x10-2 26,58 0,29
Menggunakan nilai K1sec dari hasil Uji Kesesuian
Tabel 10, menunjukkan hasil perhitungan (UK) atau dari perhitungan riil, yaitu nilai K1sec =
diperoleh tebal dinding ruang kontrol 51,34 mm 189,40 µSv/hour dikonversi menjadi 0.189
beton dan 0,65 mmPb, ruang admin 81,13 mm beton mGy/pasien, yang diukur 1 m dari focal spot tabung
dan 0,12 mm Pb, ruang teknik 35,54 mm beton dan dengan kolimasi tertutup, sehingga hasil Kerma
0,42 mmPb, ruang koridor samping 70,74 mm beton udara dari radiasi sekunder unshielded di jarak dsec,
dan 0,955mmPb, dan area bebas 26,58 mm beton dan faktor transmisi radiasi sekunder dan tebal perisai
0,29 mmPb, perhitungan tersebut menggunakan K1sec radiasi sekunder baik untu beton dan Pb, masing-
=3,8, untuk fiting kurva transmisi radiasi beton dan masing dinding menggunakan persamaan 2, untuk N
Pb (Appendix C,141-142 NCRP 147) dengan hasil = 25 pasien per minggu (mGy/minggu) seperti pada
Xbarrier terbesar pada tebal perisai radiasi sekunder Tabel 11.
diding ruang admin 81,13 mmbeton dan 0,12 mmPb
dinding ruang Cathlab2 Philips seperti berikut ini:

36
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38

Tabel 11. Hasil perhitungan faktor trnsmisi dan tebal memenuhi dan aman untuk tindakan pemeriksaan
dinding Ruang Cathlab 2 Philips intevensi baik didinding ruang kontrol, ruang ganti
Parameter pakaian, ruang mesin, area bebas, rawat inap,
Xbarrier maupun rawat jalan, koridor samping dan ruang
Area Kec Bsec admin.
(0) (Xbarrier) Beton Pb Ketentuan penahan radiasi pada Cathlab 1 GE
(mm) (mm)
dan Cathlab 2 Philips , telah mengikuti ketentuan
R. kontrol 0,216 0,46 6,34 0,058
kalkulasi penahan radiasi dengan
R.Admin 0,17 0,12 22,1 0,24
mempertimbangkan faktor beban kerja maksimum,
R.Teknik 0,38 1,05 0,36 0,003 okupansi (T), sheilding goal (p), jumlah pasien (N),
Koridor jarak (d). Penahan radiasi terapasang penuh.
0,53 0,189 16,14 0,17
samping Ditinjau dari ukuran ruangan Cathlab 1 GE dan
Area Bebas 0,44 1,82 -3,65 0,029 Cathlab 2 Philips dengan ukuran ruangan berturut-
turut 7,09 m (p) x 5,87 m (l) x 3m (t) dan 8,2 m (p) x
Tabel 11 menunjukkan tebal dinding yang 6,02 m (l) x 3 m.(t) sudah memenuhi standart (p) 7,5
diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan x 5,7 m (l) x 2,8 m (t)[11], dan sesuai dengan regulasi
nilai K1sec 0.189 , formula fiting parameter diperoleh BAPETEN.
perhitungan dengan hasil Xbarrier terbesar pada tebal Hasil pengukuran paparan radiasi ruangan
perisai radiasi sekunder diding ruang admin 22,1 mm Cathlab 1 GE dengan jarak 30 cm dari setiap dinding
beton dan 0,24 mmPb. Dengan fiting kurva transmisi dinyatakan aman dengan nilai yang diperoleh yaitu
seperti berikut ini: Ruang ganti pakaian 0,2 µSv/h, pintu masuk pasien
0,2 µSv/h, ruang kontrol 0,1 µSv/h, dinding ruang
mesin 0,2 µSv/h.
Untuk hasil pengukuran paparan radiasi ruangan
Cathlab 2 Philips juga dinyatakan memenuhi artinya
tidak melebihi 1 mGy pada jarak 1 m dari fokus
sesuai dengan ketentuan regulasi dengan parameter
kV 65, mA 332, ms/fps :4/15fps dengan kolimasi
terbuka SID 100, beban 25 cm air, 100cm dari
beban. yaitu balik pintu ruang teknik 0,20 µSv/h,
ruang kontrol 0,10 µSv/h ruang teknik mesin 0,10
µSv/h, koridor luar atau area bebas 0,30 µSv/h,
koridor samping 0,10 µSv/h, dan ruang administrasi
0,10 µSv/h.
Setiap tindakan di Ruang Cathlab 1 GE dan
Cathlab 2 Philips menggunakan alat pelindung diri
seperti Apron, pelindung tiroid, sarung tangan,
pelindung mata dan dilengkapi dengan tanda bahaya
radiasi yang terpasang.

KESIMPULAN
Dari hasil Evaluasi perhitungan tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa penahan radiasi yang
terpasang saat ini pada ruang tindakan intervensi
Hasil perhitungan faktor transmisi Bsec(Xbarrier ) Cathlab 1 GE dan 2 Philips dengan tebal 28 cm beton
dan tebal perisai radiasi sekunder setiap dinding dan 0,5 mmPb, untuk semua dinding, memenuhi
ruang cathlab 1 GE menggunakan nilai K1sec =3,8. persyaratan dan aman untuk tindakan intervensi
Diperoleh hasil Xbarrier terbesar pada tebal perisai sehingga tujan dari penahan radiasi tersebut dapat
radiasi sekunder diding ruang rawat jalan 120,2 mm tercapai yaitu paparan yang diterima tidak melebihi
beton dan 1,75 mmPb dinding ruang dan niai batas dosis (NBD) yang ditetapkan oleh regulasi
menggunakan nilai K1sec 0,003. Diperoleh Xbarrier Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
beton dan Pb nilainya minus.
Hasil perhitungan fiting kurva transmisi radiasi UCAPAN TERIMA KASIH
beton dan Pb untuk Cathlab 2 Philips dengan nilai Penulis mengucapkan terima kasih pada seluruh
K1sec =3,8, diperoleh hasil Xbarrier terbesar pada tebal personel Cathlab atas suportnya sehingga makalah
perisai radiasi sekunder diding ruang admin 81,13 ini dapat selesai.
mmbeton dan 0,12 mmPb dan untuk nilai K1sec 0.189,
formula fiting parameter diperoleh perhitungan DAFTAR PUSTAKA
dengan hasil Xbarrier terbesar pada tebal perisai radiasi [1] Peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir
sekunder dinding ruang admin 22,1 mm beton dan Nomor 4 Tahun 2020, tentang Keselamatan
0,24 mmPb. radiasi pada penggunaan pesawat sinar-X
Hasil perhitungan untuk kedua ruang Cathlab 1 dalam Radiologi diagnostik dan intervensional,
GE dan 2 Philips menunjukkan bahwa tebal dinding 2020;
terpasang yaitu 28 cm beton dan 0,5 mmPb sudah

37
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38

[2] Edward L., et all, Cardiac Catheterization


Equipment Performance, AAPM Report
Number 70, 2001;
[3] NCRP Report No.147, Structural Shielding
Design for Medical X-Ray Imaging Facilities,
2005;
[4] Peraturan Bapeten Nomor 03 Tahun 2021
tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar
Produk pada Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko Sektor
Ketenaganukliran, 2021; Kalkulasi grafik untuk transmisi penahan radiasi
[5] Fransiska Dian,dkk, Analisa keselamatan sekunder untuk Pb dan Beton (NCRP 147 hal 141
radiasi tindakan radiologi intervensional dan Apendix C)
kateterisasi jantung vaskular di Cath-Lab Room
Unit Radiologi RSUP Dr. Sardjito, jurnal
radiologi Indonesia, Volume 1, nomor 1 mei
2015;
[6] Pesianian, et all, Perisai evaluation of a typical
radiography department: a comparison
between NCRP reports No.49 and 147, Iran.J.
Radiat. Res.,6(4), Hlm. 183-188, 2009;
[7] Peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir
Nomor 4 Tahun 2013 tentang proteksi dan
Keselamatan Radiasi dalam pemnafaatan
Tenaga Nuklir, 2013;
[8] ICRP, Recomendation of the Intemational
Commission on Radiological Protection.
Publication 60, Pergamon Press, Oxford, 1990;
[9] Keputusan Menkes No.
1014/MENKES/SK/2008, tentang Standar
Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana
Pelayanan Kesehatan ,2008;

LAMPIRAN
KERMA Udara (mGy/pasien) pada jarak 1 meter
untuk setiap Jenis Penyinaran/penggunaan sinar – X,
Sumber NCRP 147 halaman 47.

Parameter fitting berkas sekunder (Tabel C.1


NCRP Report 147)

38
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45

Jaminan kualitas evaluasi dosis Hp(10) dan Hp(0,07) pekerja radiasi di


sektor kesehatan
Nuha Nabilah Utrujjah1, Firdy Yuana1, Bunawas2
1
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya
2
NuklindoLab – Koperasi JKRL

Email: nabilahutrujjah@gmail.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.006
ABSTRAK. Sebagai salah satu laboratorium eksterna yang bergerak di bidang keselamatan radiasi, NuklindoLab memiliki
layanan evaluasi dosis perorangan Hp(10) dan Hp(0,07) dengan menggunakan dosimeter termoluminisensi TLD
CaSO4:Dy. Saat ini NuklindoLab telah melayani sebanyak 1350 pelanggan di sektor kesehatan yang terdiri atas klinik dan
rumah sakit kelas A, B, C, sehingga layanan evaluasi dosis harus terjamin baik. Penelitian ini mencangkup jaminan mutu
internal dan eksternal layanan evaluasi dosis Hp(10) dan Hp(0,07) di NuklindoLab – Kop JKRL. Jaminan mutu internal
yang dilakukan, yaitu analisis background TLD CaSO4:Dy, QC Chart TLD Reader, kurva kalibrasi, yang dimana semuanya
berada dalam rentang baik. Untuk memverifikasi hal tersebut, dilakukan kalibrasi dengan medan radiasi campuran Cs-137
dan Sr-90 dengan variasi dosis 10x, 15x, dan 20x dari limit deteksi. Ketidakpastian yang dihasilkan masih berada di bawah
42% sehingga masih berada dalam rentang batas toleransi IAEA. Selain itu, dilakukan pula blind test untuk melihat
performa peralatan dan personel dengan penyinaran campuran antara Cs-137 dan Sr-90 dan dengan abu kaos lampu.
Simpangan yang didapatkan oleh abu kaos lampu lebih baik, yaitu sebesar 11,2% untuk Hp(10) dan 10,8% untuk Hp(0,07)
sehingga hal ini mengindikasikan bahwa uji blind test juga bisa dilakukan dengan sumber abu kaos lampu. Sedangkan,
jaminan mutu eksternal yang dilakukan yaitu membandingkan antara interkomparasi eksternal yang pernah dilakukan 2019
dan 2021 memiliki performa yang baik, dimana hasil yang didapatkan 95% berada di dalam kurva terompet.
Kata kunci: jaminan mutu, dosimeter perorangan, TLD CaSO4:Dy, radiasi beta, radiasi gama

ABSTRACT. As one of the external laboratories engaged in radiation safety, NuklindoLab has an individual dose
evaluation service Hp(10) and Hp(0.07) using a TLD CaSO4:Dy thermoluminescence dosimeter. Currently, NuklindoLab
has served as many as 1350 customers in the health sector, consisting of clinics and hospitals classes A, B, and C, so it
must guarantee dose evaluation services well. This study covers the internal and external quality assurance of Hp(10) and
Hp(0.07) dose evaluation services at NuklindoLab – Kop JKRL. First, internal quality assurance is carried out, namely
background analysis of TLD CaSO4:Dy, QC Chart TLD Reader, and calibration curve, all of which are in a reasonable
range. To verify this, calibration was carried out with a mixed radiation field of Cs-137 and Sr-90 with dose variations of
10x, 15x, and 20x of the detection limit. The resulting uncertainty is still below 42%, so it is still within the range of the
IAEA tolerance limit. In addition, blind tests were also carried out to see the performance of equipment and personnel with
mixed irradiation between Cs-137 and Sr-90 and with the ash of gas mantles. As a result, the deviation obtained by the ash
of gas mantles is better, which is 11.2% for Hp (10) and 10.8% for Hp (0.07), indicating that we can also do the blind test
with the source ash of gas mantles. Meanwhile, the external quality assurance carried out, namely comparing the external
intercomparison carried out in 2019 and 2021, has good performance, where the results obtained are 95% in the trumpet
curve.
Keywords: quality assurance, individual dosimeter, TLD CaSO4:Dy, beta radiation, gamma radiation

PENDAHULUAN telah ditetapkan dan sesuai dengan prinsip ALARA


Pemantauan dosis perorangan terhadap pekerja (As Low As Reasonably Achievable) [1]. Terlebih
radiasi merupakan salah satu bagian yang wajib dengan adanya filosofi proteksi radiasi yang kini
dilakukan oleh setiap instalasi rumah sakit yang telah jauh berubah di mana saat ini batas dosis yang
memiliki fasilitas radiasi di dalamnya. Hal ini dianjurkan berdasarkan pada hasil investigasi
ditetapkan dalam peraturan kerja BAPETEN Nomor radiobiologik dan epidemiologi dari risiko kesehatan
4 Tahun 2013, dimana pemegang izin haus akibat paparan radiasi pengion yang mungkin
bertanggung jawab atas proteksi dan keselamatan diterima pekerja dan masyarakat, maka batas dosis
radiasi di instalasinya. Hal ini dilakukan untuk pun telah berkurang secara bertahap dan direvisi
memastikan bahwa dosis yang diterima pekerja terakhir pada tahun 2007 pada ICRP-103 yang
radiasi tidak melampaui nilai batas dosis (NBD) yang menetapkan bahwa batas dosis ekuivalen pekerja

39
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45

untuk rerata per tahun menjadi 20 mSv dari 50 mSv beta energi rendah dan sinar X(<15 keV) [4]. Untuk
dan batas dosis untuk publik menjadi 1 mSv dari 5 memantau banyaknya radiasi yang diserap oleh
mSv. Sementara untuk batas dosis kulit tidak terjadi tubuh, digunakan dosimeter perorangan TLD.
perubahan, dimana tetap ditetapkan 500 mSv per TLD memanfaatkan efek termoluminisensi dalam
tahun [2]. Adanya penurunan NBD ini menandakan penggunaannya, dimana material yang digunakan
bahwa risiko radiasi harus diperhatikan dengan mampu menyimpan energi radiasi yang diberikan
seminimal mungkin. Salah satu upaya dalam dan apabila TLD diberikan rangsangan panas, maka
penerapan proteksi radiasi yaitu menggunakan TLD tersebut akan menghasilkan pancaran cahaya
dosimeter termoluminisensi atau biasa disebut TLD. yang sebanding dengan eneri radiasi yang diserap
TLD merupakan salah satu alat proteksi radiasi oleh bahan. TLD memiliki tiga pita energi di
yang bekerja untuk memantau dosis perorangan. dalamnya, yang terdiri atas daerah pita valensi,
TLD merupakan dosimeter pasif yang biasanya daerah pita perangkap (trap) dan daerah pita
dipakai pekerja dalam tiga bulan atau kurang dan konduksi. Saat radiasi mengenai material kristal
kemudian dibaca untuk melihat seberapa besar dosis termoluminisensi, elektron dalam pita valensi akan
yang diterima [3]. Salah satu jenis TLD yang mendapatkan energi yang cukup untuk bereksitasi ke
digunakan adalah TLD CaSO4:Dy yang terdiri atas pita konduksi. Elektron yang lepas dari pita valensi
material penyusun kalsium sulfat (CaSO4) dengan ini, meninggalkan hole yang bisa bergerak bebas di
activator dysprosium (Dy) buatan BARC India. TLD ikatan valensi. Sementara di pita konduksi, elektron
ini memiliki kepekaan 26 kali lebih tinggi disbanding mampu bergerak bebas dan bisa terperangkap dalam
TLD LiF:Mg, Ti dan harganya yang relatif murah pusat muatan positif atau perangkap hole. Jumlah
sehingga banyak digunakan di sektor kesehatan. elektron yang terperangkap sebanding dengan jumlah
Salah satu instansi yang bergerak dalam bidang total paparan radiasi yang diberikan[5]. Untuk
keselamatan radiasi, yaitu NuklindoLab, dimana membaca seberapa dosis radiasi yang diberikan,
NuklindoLab bergerak sebagai laboratorium perlu dilakukan pemanasan yang menyebabkan kisi
dosimetri untuk evaluasi peralatan pemantauan dosis kristal bergetar dan melepaskan elektron yang
perorangan dengan lingkup Dosimeter terperangkap. Akibatnya, elektron mendapatkan
Termoluminesensi. Saat ini NuklindoLab memiliki energi yang cukup untuk kembali ke pita konduksi
1350 pelanggan di sektor kesehatan yang terdiri atas dan berekombinasi Kembali ke pita valensi dengan
klinik dan rumah sakit kelas A, B, C. Salah satu memancarkan cahaya termoluminisensi. Cahaya
layanannya, yaitu evaluasi dosis Hp(10) dan yang dipancarkan ini akan diukur dengan PMT dan
Hp(0,07) dosimeter perorangan yang berada di dikonversi menjadi arus listrik yang akan
bawah unit pengujian dan validasi. Evaluasi dosis ini diamplifikasi dan diukur oleh rekorder [6].
penting dilakukan untuk memastikan bahwa pekerja Untuk menjamin dan memastikan TLD bekerja
tidak mendapatkan dosis melebihi batas NBD yang dengan baik, maka diperlukan langkah-langkah yang
ditentukan. Selain itu, banyaknya instansi yang terencana dan sistematik, yaitu dalam jaminan mutu
menggunakan sumber radiasi sinar-X energi rendah internal dan eksternal.
sehingga harus dipastikan bahwa evaluasi dosis yang
diberikan akurat, maka diterapkan jaminan mutu METODOLOGI
pada evaluasi dosis perorangan dengan TLD BARC Penelitian ini dilakukan di NuklindoLab dan
secara internal maupun eksternal. penyinaran di ORTN PRTKMR – BRIN. Penelitian
ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu sebagai berikut.
LANDASAN TEORI Pertama, dilakukan pengumpulan data sekunder
Radiasi merupakan pancaran energi dalam bentuk dari data NuklindoLab. Adapun data yang
gelombang elektromagnetik atau partikel subatom dikumpulkan berupa data background TLD,
yang disebabkan akibat adanya peluruhan spontan kestabilan TLD Reader yang dilihat melalui light
pada inti atom yang tidak stabil. Akibatnya, akan source yang dihasilkan, data kurva kalibrasi yang
dihasilkan pancaran radiasi alfa atau beta dan apabila pernah dilakukan pada tahun 2017 dan 2019, serta
masih tersisa energi pada inti atom, maka pancaran interkomparasi antar lab yang dilakukan oleh
radiasi tersebut akan disertai dengan pancaran radiasi NuklindoLab.
gama. Banyaknya energi yang diberikan radiasi Kemudian dilakukan persiapan alat bahan untuk
pengion terhadap bahan material per satuan massa melakukan penyinaran, yaitu mempersiapkan TLD
bahan tersebut disebut dosis serap. Dosis serap CaSO4:Dy yang akan digunakan, yaitu dengan proses
radiasi yang mempertimbangkan kemampuan daya annealing. Annealing merupakan suatu proses termal
rusak suatu radiasi meski dosisnya sama disebut yang berfungsi untuk untuk meminimalkan elektron
dengan dosis ekuivalen. Hp(10) merupakan dosis yang tersisa di daerah perangkap agar tidak
ekuivalen perorangan yang diserap oleh jaringan berpengaruh pada bacaan penyinaran yang diberikan.
manusia di kedalaman 10 mm di bawah permukaan Proses annealing dilakukan dengan menggunakan
kulit dan biasanya disebut dosis untuk seluruh tubuh. oven memmert selama 3 jam dengan suhu 2300C agar
Sementara Hp(0,07) merupakan dosis ekuivalen pada sensitivitas TLD tidak menurun secara signifikan.
kedalaman 0,07 mm dan biasanya disebut dosis untuk Kemudian TLD ditempel pada arkrilik setebal 1 mm
kulit. Hp(10) dihasilkan oleh sumber radiasi yang dengan ukuran 25 x 25 cm dan disusun lima di tengah
memiliki daya penetrasi tinggi seperti sinar gama dan arkrilik. Penyinaran gama 137Cs dilakukan dengan
beta energi tinggi, sedangkan Hp(0,07) dihasilkan dosis 3 mSv dengan menggunakan enam TLD
oleh sumber radiasi non-penetrasi seperti sumber

40
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45

CaSO4:Dy. Penyinaran ini dilakukan dengan jarak


200 cm dari sumber 137Cs.
Dilakukan penyinaran gama yang bertujuan untuk
melihat kestabilan TLD Reader secara eksternal,
yaitu dengan membaca TLD CaSO4:Dy yang telah
disinari dengan menggunakan dua TLD Reader
secara bersamaan.
Setelah itu dilakukan penyinaran campuran
dengan menggunakan sumber gama 137Cs dan
sumber beta 90Sr dengan enam kombinasi yang telah
ditentukan dan jumlah total TLD CaSO4:Dy yang
digunakan sebanyak 32 TLD CaSO4:Dy. Masing-
masing kombinasi menggunakan lima TLD dan dua Gambar 1. Grafik Grafik Histogram Bacaan Background
TLD CaSO4:Dy sebagai kontrol. Enam kombinasi TLD CaSO4:Dy tahun 2019
yang digunakan yaitu 0,3 mSv 137Cs + 0,95 mSv 90Sr;
0,95 mSv 137Cs + 0,3 mSv 90Sr; 0,7 mSv 137Cs + 1,9
mSv 90Sr; 1,9 mSv 137Cs + 0,7 mSv 90Sr; 1,02 mSv
137
Cs + 2,8 mSv 90Sr; 2,8 mSv 137Cs + 1,02 mSv 90Sr.
Jarak yang digunakan pada penyinaran sumber gama
sebesar 200 cm dan penyinaran sumber beta sebesar
30 cm. Dosis campuran yang digunakan pada
penelitian ini berdasarkan dari 10x, 15x, 20x limit
deteksi dari 137Cs dan 90Sr yang terdeteksi di
NuklindoLab. Limit deteksi pada 137Cs adalah 0,033
mSv dan 90Sr adalah 0,095 mSv.
Selain itu, digunakan juga penyinaran dengan
menggunakan abu kaos lampu dan hasilnya akan
dibandingkan dengan penyinaran menggunkan Gambar 2. Grafik Histogram Bacaan Background TLD
CaSO4:Dy tahun 2020
sumber gama 137Cs dan sumber beta 90Sr.
Peningkatan background ini disebabkan karena
HASIL DAN PEMBAHASAN
pada TLD terdapat elektron yang tidak bisa hilang
Jaminan Mutu Internal Evaluasi Dosis Hp(10) meskipun telah dilakukan proses annealing ataupun
dan Hp(0,07) proses pembacaan. Akibatnya, terjadi penumpukan
Kegiatan jaminan mutu internal dilakukan untuk residu pada trap TLD bagian dalam yang tidak
menjamin bahwa evaluasi TLD di NuklindoLab mampu dikeluarkan sehingga nilai bacaan
memadai dan mencegah adanya kecacatan dalam background TLD akan semakin besar Hal ini sesuai
pengukuran. Adapun jaminan mutu internal evaluasi dengan penelitian Agung (2021) dimana rata-rata
dosis Hp (10) dan Hp (0,07) yang dilakukan yaitu background TLD ini masih cukup bagus karena
mengamati background TLD CaSO4:Dy, kestabilan masih berada di dalam batas background TLD yang
TLD Reader dan respon dosimeter berdasarkan kurva dianjurkan, yakni dibawah 80 nC [8]. Background
kalibrasi 2019, serta melihat performa alat dan staf TLD harus tetap diperhatikan karena terkait dengan
dengan melakukan blind test. batasan besarnya radiasi yang dapat terdeteksi oleh
suatu TLD yang bisa disebut dengan limit deteksi.
Background TLD CaSO4:Dy Limit deteksi diasumsikan dari tiga kali besarnya
Background TLD CaSO4:Dy merupakan dosis standar deviasi dari TLD yang telah di annealing.
sisa yang terdapat di dalam TLD CaSO4:Dy setelah
dilakukan proses annealing. Background TLD perlu Kestabilan TLD Reader
diperiksa secara berkala untuk menghindari Untuk menjamin bahwa bacaan TLD Reader
kesalahan dalam penentuan dosis karena variasi yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan, maka
background yang besar. Hal ini dikarenakan umur perlu dilakukan quality control pada TLD Reader
TLD yang hanya berada di rentang 2 sampai 3 tahun menggunakan QC Chart dan uji kestabilan TLD
sehingga menyebabkan performa TLD menurun Reader secara eksternal.
seiring dengan berjalannya waktu. Terlebih dengan Untuk mendapatkan bacaan TLD yang baik,
adanya penyinaran dengan dosis tinggi yang maka light source yang digunakan harus stabil dalam
menyebabkan kenaikan background TLD yang rentang satu tahun, yaitu dengan menggunakan
digunakan[7]. Dari gambar 1 dan gambar 2 terlihat sumber 63Ni yang memiliki waktu paruh 100,1 tahun.
bahwa background TLD CaSO4:Dy mengalami Selain itu, bacaannya tidak melebihi dari batas yang
peningkatan sebesar 0,02% berdasarkan peningkatan telah ditentukan, yaitu 3% yang didapat dari
rerata bacaan dari 47,24 nC menjadi 49,03 nC. ketidakpastian keseragaman. Gambar 3 dan 4
menunjukkan bahwa bacaan light source masih
berada di dalam rentang 3%, hal ini menandakan
bahwa kondisi TLD Reader cukup stabil. Apabila

41
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45

bacaan light source melebihi batas 3%, maka hal ini


akan mempengaruhi bacaan TLD.
Selain itu, dilihat dari perbandingan kestabilan
TLD Reader, meskipun kedua respon kedua TLD
reader ini bervariasi, namun keduanya masih berada
di dalam rentang batas yang dirujuk, yaitu 2700 nC –
3300 nC. Rentang batas ini didapatkan dengan
ketidakpastian 3% dari penyinaran dengan dosis
137
Cs 3 mSv. Hal ini menunjukkan bahwa kedua TLD
reader masih memiliki performa kestabilan yang
cukup bagus untuk digunakan dalam pembacaan
TLD Card. Gambar 7. Perbandingan kurva kalibrasi 60 kV tahun
2017 dan 2019

Gambar 3. Stabilitas Light Source Tahun 2020

Gambar 8. Perbandingan kurva kalibrasi 80 kV tahun


2017 dan 2019

Gambar 4. Stabilitas Light Source Tahun 2021

Gambar 9. Perbandingan kurva kalibrasi Cs-137 tahun


Gambar 5. Perbandingan kestabilan TLD Reader antara 2017 dan 2019
TLD Reader Genap dan Ganjil
Berdasarkan perbandingan kurva kalibrasi antara
Kurva Kalibrasi tahun 2017 dan 2019, dapat diketahui bahwa kedua
Kurva kalibrasi digunakan untuk menentukan kurva kalibrasi ini memiliki gradien kemiringan yang
dosis ekuivalen perorangan agar tertelusur ke standar bernilai sama dengan regresi 0,99 sehingga tidak ada
nasional. perbedaan yang signifikan di antara kedua kurva
tersebut sehingga kurva kalibrasi masih berada dalam
rentang baik. Selain itu, perbedaan dosis yang
diterima masih dalam rentang 20% sehingga TLD
CaSO4:Dy cukup stabil.

Gambar 6. Perbandingan kurva kalibrasi 40 kV tahun


2017 dan 2019

Gambar 10. Kurva Fungsi Energi Foton terhadap Cs-137


tahun 2017 dan 2019

42
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45

Tabel 1. Hasil Penyinaran Campuran antara 137Cs dan 90Sr


Dosis Acuan (mSv) Dosis Bacaan (mSv) Simpangan
137 90 137 90 137
Cs Sr Cs Sr Cs 90Sr
0,30 ± 7,0% 0,95 ± 4,1% 0,28 ± 14,6% 0,91 ± 10,6% 7,7% 3,8%
0,95 ± 7,0% 0,30 ± 4,1% 1,02 ± 11,7% 0,32 ± 10,0% 7,6% 8,1%
0,70 ± 7,0% 1,90 ± 4,1% 0,74 ± 12,2% 1,65 ± 9,7% 6,1% 13,3%
1,90 ± 7,0% 0,70 ± 4,1% 1,93 ± 11,0% 0,64 ± 11,5% 1,4% 9%
1,02 ± 7,0% 2,80 ± 4,1% 1,08 ± 11,6% 2,23 ± 9,4% 6% 20,2%
2,80 ± 7,0% 1,02 ± 4,1% 2,88 ± 10,7% 0,81 ± 10,9% 2,8% 20,4%
Rata-rata 5,2% 12,5%

Kurva fungsi energi yang dihasilkan selama dua terbalik dengan fungsi energi foton, dimana pada
tahun terlihat berhimpitan dengan masing-masing kurva fungsi energi beta terlihat bahwa semakin besar
regresi 0,99 sehingga mengindikasikan tidak ada energi tengah yang digunakan, maka respon relatif
perbedaan yang signifikan pada kedua kurva tersebut. yang dihasilkan pun akan semakin besar[9].
Pada energi foton yang lebih rendah, respon energi Kalibrasi yang digunakan dalam layanan evaluasi
relatif lebih besar karena adanya interaksi fotolistrik dosis Hp(10) dan Hp (0,07) terbilang cukup bagus.
antara foton dengan bahan yang dilaluinya[7]. Hal ini juga diperkuat dalam kurva terompet
penyinaran 137Cs dan 90Sr pada gambar 13 dan 14.
Kurva terompet memberikan toleransi rentang
kesalahan lebih besar untuk dosis rendah
dibandingkan dosis tinggi sehingga cacahan Dm/Dt
masih memenuhi standar internasional IAEA.

Gambar 11. Perbandingan kurva kalibrasi Sr-90 tahun


2017 dan 2019

Sementara untuk kurva kalibrasi beta yang


digunakan di NuklindoLab adalah kurva kalibrasi
90
Sr. Pada gambar 11, terlihat bahwa kurva kalibrasi Gambar 13. Kurva terompet penyinaran 137Cs
tahun 2019 memiliki kemiringan dengan gradien
lebih kecil, yaitu sebesar 0,0009 dibandingkan
dengan kurva kalibrasi tahun 2017 yang sebesar
0,013. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh sudut
saat dilakukan penyinaran sehingga arah datang
radiasi beta tidak tegak lurus terhadap TLD. Karena
jarak yang digunakan yaitu 40 cm, maka
kebergantungan sudut ini mempengaruhi hasil
bacaan. Hal ini dikarenakan partikel beta yang
memiliki energi rendah memiliki daya tembus
terbatas karena adanya pengaruh dari interaksi
partikel beta dengan bahan TLD[9].
Gambar 14. Kurva terompet penyinaran 90Sr

Kalibrasi dengan Medan Radiasi Campuran


Untuk memverifikasi evaluasi dosis Hp (10) dan
Hp (0,07), maka dilakukan kalibrasi dengan medan
radiasi campuran dengan dosis rendah. Hal ini
dilakukan karena pada kenyataannya di tempat kerja
yang berkaitan dengan sumber radiasi menghasilkan
lebih dari satu jenis radiasi, contohnya di kedokteran
nuklir yang biasanya terdapat sumber terbuka beta
dan gama.
Pada Tabel 1, terlihat bahwa rata-rata simpangan
Gambar 12. Kurva Fungsi Energi Beta terhadap Sr-90
yang dihasilkan oleh sumber 90Sr lebih besar
dibandingkan 137Cs dengan selisih simpangan sebesar
Jika kurva kalibrasi dibuat menjadi fungsi energi 7%. Hal ini menunjukkan bahwa dosis bacaan yang
beta, maka kurva yang terbentuk seperti pada gambar dihasilkan dari persamaan kurva kalibrasi 137Cs jauh
12. Terlihat bahwa fungsi energi beta berbanding

43
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45

Tabel 2. Hasil Blind Test yang dilakukan di PTKMR Batan


Sumber Dosis Acuan (mSv) Dosis Bacaan (mSv) Simpangan
Cs-137 0,3 ± 3,9% 0,38 ± 13% 27%
Sr-90 0,3 ± 4,1% 0,35 ± 14% 17%

Tabel 3. Hasil Blind Test dengan Sumber Abu Kaos Lampu


Unsur E (MeV) E (MeV) Dosis Acuan (mSv) Dosis Bacaan (mSv) Bias
212
Pb 0,18
γ 212
Bi 0,47 0,61 0,048 ± 4,7% 0,043 ± 2,8% 11,3%
208
Ti 0,6
212
Pb 0,3
β 212
Bi 0,78 0,42 0,190 ± 0,8% 0,211 ± 3,9% 10,8%
208
Ti 0,76

lebih baik dibandingkan dengan persamaan kurva sebesar 11,25%. Apabila dibandingkan dengan bias
kalibrasi 90Sr. Ketidakpastian terbesar yang bacaan radiasi beta, selisih kedua bias tersebut hanya
mempengaruhi penyinaran sumber 90Sr adalah 0,5%. Ketidakpastian yang paling berpengaruh
ketidakpastian statistik (Us), yaitu ketidakpastian dalam evaluasi dosis Hp (10) dan Hp (0,07) ini yaitu
yang berasal dari performa kurva kalibrasi yang terdapat pada ketidakpastian statistik (Ua).
digunakan. Menurut IAEA (1999), batas untuk Ketidakpastian ini disebabkan karena adanya variasi
ketidakpastian gabungan (Uexp) dengan tingkat yang begitu besar dalam bacaan dosis. Karena
kepercayaan 95% untuk TLD dengan dosis Hp(10) ketidakpastian ini merupakan ketidakpastian tipe A,
dan Hp(0,07) sebesar 42%. Maka, hasil dari maka ketidakpastian ini dapat dikurangi dengan
penyinaran campuran antara 137Cs dan 90Sr masih menambahkan jumlah TLD atau jumlah pengukuran
berada dalam batas toleransi IAEA yang diberikan. saat penyinaran berlangsung.
Apabila hasil blind test antara penyinaran dengan
Blind Test sumber 137Cs dan 90Sr dengan menggunakan
Blind test dilakukan untuk melihat performa penyinaran abu kaos lampu dibandingkan, terlihat
peralatan dan personel yang melakukan evaluasi bahwa hasil penyinaran dengan abu kaos lampu lebih
dosis Hp (10) dan Hp (0,07) tanpa diberi tahu dosis baik. Hal ini dilihat dari simpangan yang didapatkan,
yang sebenarnya. Evaluasi dosis Hp (10) dilakukan dimana bias evaluasi dosis Hp (10) sebesar 11,2%
dengan sumber 137Cs dan evaluasi dosis Hp (0,07) dan Hp (0,07) sebesar 10,8%. Sementara untuk
dengan sumber 90Sr, kemudian dibandingkan dengan penyinaran dengan sumber 137Cs dan 90Sr, besarnya
penyinaran dengan sumber abu kaos lampu. bias evaluasi dosis Hp (10) dan Hp (0,07) yang
Pada Tabel 2, terlihat bahwa simpangan paling didapatkan yaitu sebesar 27% dan 17%. Selain itu,
besar dihasilkan oleh bacaan dosis Hp (10) yaitu energi rata-rata yang dihasilkan oleh abu kaos lampu
sebesar 27%. Adapun selisih antara bias bacaan dosis hanya berbeda kecil jika dibandingkan dengan
Hp (10) dan Hp (0,07) sebesar 10%. Hal ini sumber 137Cs dan 90Sr, yaitu sebesar 0,01% untuk
menunjukkan bahwa evaluasi dosis untuk Hp (0,07) gama dan 0,08% untuk beta. Hal ini mengindikasikan
terlihat lebih baik dibandingkan dengan evaluasi bahwa uji blind test juga bisa dilakukan dengan
dosis Hp (10). Jika dilihat dari ketidakpastiannya, menggunakan sumber abu kaos lampu.
rata-rata ketidakpastian dalam penyinaran 137Cs dan
90
Sr yang paling besar dihasilkan oleh ketidakpastian Jaminan Mutu Eksternal Evaluasi Dosis Hp(10)
variasi statistik (Ua). Hal ini yang dimungkinkan dan Hp(0,07)
137
membuat simpangan Cs lebih besar. Jaminan mutu eksternal merupakan kegiatan yang
Ketidakpastian ini disebabkan karena adanya variasi dilakukan dengan menginterkomparasikan atau
keseragaman TLD, yakni sensitivitas cacahan TLD membandingkan pelayanan yang dilakukan oleh
terhadap radiasi yang kurang seragam, dimana laboratorium luar untuk menjamin bahwa
ketidakpastian ini dapat berkurang dengan cara produk/jasa yang diberikan telah memenuhi
menambahkan jumlah pengukuran atau jumlah persyaratan mutu yang telah diberikan. Jaminan mutu
dosimeter TLD yang digunakan. eksternal dilakukan dengan berpartisipasi dalam
Abu Kaos Lampu mengandung unsur thorium di kegiatan interkomparasi pengukuran dosis dengan
dalamnya. Unsur thorium meluruh memancarkan TLD CaSO4:Dy. Interkomparasi antar laboratorium
radiasi 212Pb, 212Bi, dan 208Ti. Ketiga unsur ini oleh NuklindoLab pernah dilakukan pada tahun 2019
memancarkan radiasi beta dan gama dengan energi dan 2021 dengan menggunakan sumber 137Cs dan 80
rata-rata 0,61 MeV dan 0,42 MeV. Terlihat bahwa kV.
bias paling besar dihasilkan oleh radiasi gama yaitu

44
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45

• Performa dalam interkomparasi antarlab


tahun 2019 dan 2021 hasilnya 95% berada di
dalam kurva terompet.
• Performa kinerja yang didapat dengan
penyinaran campuran 137Cs dan 90Sr dosis
rendah terbilang cukup baik karena hasilnya
masih berada dalam 95% kurva terompet
IAEA.

UCAPAN TERIMA KASIH


Gambar 15. Perbandingan Interkomparasi Eksternal Penulis mengucapkan terima kasih kepada
137
Cs tahun 2019 dan 2021 NuklindoLab – Koperasi JKRL, khususnya pada
rekan-rekan yang ada di unit evaluasi dosis
perorangan yang telah berpartisipasi dalam
pengumpulan data ini.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Rahma R., Widodo, C., Nazaroh. Tanggapan
Thermolumininescent Dosimeter CaSO4:Dy
Terhadap Medan Radiasi Campuran Beta,
Gama, dan Medan Radiasi Campuran Beta
Gama. Brawijaya Physics Student Journal.
2:p.1-5. Malang, 2016;
Gambar 16. Perbandingan Interkomparasi Eksternal 80 [2] ICRP, Recommendations of the International
kV tahun 2019 dan 2021 on Radiological Protection. ICRP Publication
103. Ann. ICRP 37 (2-4), 2007;
Hasil interkomparasi pada gambar 15 dan 16 [3] Hiswara, E., Buku Pintar Proteksi dan
menunjukkan bahwa hasil bacaan yang didapat tidak Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit, Batan
menyimpang dari batas toleransi yang diberikan Press, Jakarta, 2015;
sehingga interkomparasi bisa dianggap baik. Hal ini [4] Botter-Jensen, L., McKeever, S. W. S., Wintle,
sesuai berdasarkan IAEA TEC-DOC 1126, dimana A. G. Optically Stimulated Luminiscenece
performa dosimetry akan dianggap bagus jika hasil Dosimetry. Elsvier, Netherlands, 2003;
evaluasi dosisnya 95% berada di dalam kurva [5] Nazaroh., Syaifudin R., Lolaningrum Sri S.,
terompet [10]. Herlina N, Quality assurance in services of
personal dose evaluation using TLD BARC in
KESIMPULAN PTKMR – BATAN. Proceedings of national
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, seminar on waste management technology
dapat disimpulkan bahwa jaminan layanan kualitas XIV, p. 306, 2016;
untuk dosis perorangan Hp(10) dan Hp(0,07) di [6] Yeni N C., Milvita D., Prasetio, Heru. Kalibrasi
NuklindoLab – Kop JKRL masih terbilang cukup TLD-100 Di Udara Menggunakan Radiasi
baik karena hasilnya berada dalam rentang toleransi Sinar-X Pada Rentang Radiation Qualities in
yang diacu, yaitu sebagai berikut. Radiodiagnostic (RQR). Jurnal Ilmu Fisika, 11:
• Background TLD dari tahun 2019 dan 2020 p.81-87, 2019;
hanya mengalami peningkatan sebesar 0,02% [7] Kumar M., Rakesh R. ., Ratna P., Bakshi, A.,
dan nilai bacaannya berada di bawah 80 nC. Datta D. Beta Response Of CaSO4:Dy Based
• Kestabilan light source untuk performa TLD Thermoluminescent Dosimeter Badge And Its
Reader selama dua tahun masih berada di Angular Dependence Studies For Personnel
bawah 3%. Monitoring Application. Radiation Protection
• Perbandingan antara kurva kalibrasi yang and Environment. 39:p.32-37, 2016;
digunakan antara 2019 dan 2017 tidak [8] Agung, M., Pengaruh Daerah Pemakaian TLD
memiliki perbedaan yang signifikan dengan CaSO4:Dy Terhadap Kualitas dan Nilai Dosis
regresi 0,99. Sisa. Universitas Diponegoro. 2021;
• Hasil penyinaran blind test antara sumber [9] Cember, H., Johnson, T. E. Introduction to
137
Cs dan 90Sr dengan abu kaos lampu sama- Health Physics. USA, McGraw-Hill
sama memiliki hasil baik, dimana Companies, Inc, 2017;
ketidakpastiannya berada di bawah rentang [10] International Atomic Energy Agency,
toleransi IAEA sebesar 42%. Intercomparison for Individual Monitoring of
External Exposure from Photon Radiation,
IAEA-TECDOC-1126, IAEA, Vienna, 1999.

45
H.S. Alzufri dan D. Nurmiati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 46-49

Uji kualitas apron untuk optimisasi proteksi radiasi bagi pasien di ruangan
radiologi diagnostik dan intervensional
Habib Syeh Alzufri1, Dede Nurmiati1
1
RS.Sentra Medika, Bogor

e-mail: habib.syeh@gmail.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.007
ABSTRAK. Apron merupakan alat pelindung tubuh yang dapat mengurangi dosis paparan radiasi hambur dari berkas
sinar-x, tetapi dalam pemakaian apron seringkali diabaikan dengan alasan ketidakpraktisan dan tata cara peletakanya yang
kurang baik dan benar yang menyebabkan kerusakan pada lempeng karet timbal (Pb) didalamnya sehingga fungsi apron
dalam melindungi radiasi menjadi tidak optimal dan dosis radiasi hambur yang diterima menjadi besar. Pengujian ini
bertujuan untuk menjamin peralatan proteksi radiasi dapat memberikan perlindungan optimal. Metode uji kualitas apron
yang dianalisa yaitu visual, tactile dan fluoroscopy. Selain itu, analisa kualitas apron di evaluasi dengan melihat tingkat
kerusakanya dan meninjau grafik hubungan antara area kerusakan dan dosis ekuivalen. Hasil pengukuran dosis radiasi
berdasarkan proses penyinaran pada apron di ruang radiologi terdapat 1 apron rusak dari 3 apron sedangkan diruang ESWL
terdapat 1 apron dan diruang cathlab terdapat 4 apron masih dalam kondisi baik. Berdasarkan dari tingkat kerusakan pada
apron di ruang radiologi terdapat beberapa tipe kerusakan yakni tipe absent lead = 1,75 mSv, tipe Crack = 0,67 mSv dan
tipe stiching = 0,47 mSv. Hasil grafik hubungan antara dosis equivalen dgn area kerusakan didapatkan hubungan yang
linier, artinya semakin banyak luas kerusakan suatu apron maka akan semakin besar pula dosis radiasi yang diterima oleh
pasien maupun pendamping pasien. Oleh karena itu, untuk apron yang kondisinya sudah tidak layak, berdasarkan besaran
dosis dan luas kerusakan sebaiknya dilakukan penggantian apron sehingga dapat memberikan perlindungan yang optimal
dan mencegah mendapatkan paparan radiasi hambur yang tidak diperlukan atau unnecessary exposure.
Kata kunci: Optimisasi, Proteksi radiasi, Dosis ekuivalen, Defect.

ABSTRACT. Apron is a body protective device that can reduce the dose of scattered radiation exposure from x-ray beams,
but in the use of an apron it is often neglected because of impracticality and improper laying procedures that cause damage
to the lead rubber plate (Pb) inside so that the function of apron in protecting radiation is not optimal and most likely to
get high dose from scattered radiation. This test aims to ensure that radiation protection equipment can provide optimal
protection. The apron quality test methods analyzed were visual, tactile and fluoroscopy. In addition, the analysis of the
quality of the apron is evaluated by looking at the level of damage and reviewing the graph of the relationship between
area of defect and equivalent dose. The results of the radiation dose measurement based on the irradiation process on the
apron in the radiology room there was 1 damaged apron of 3 aprons, while in the ESWL room there were 1 apron and in
the cathlab room there were 4 aprons still in good condition. Based on the level of damage to the apron in the radiology
room, there were several types of damage, namely absent lead type = 1.75 mSv, Crack type = 0.67 mSv and stiching type
= 0.47 mSv. The results of the graph between the dose equivalent to the area of defect obtained a linear relationship,
meaning that the more extensive the damage to an apron, the greater the radiation dose received by the patient and the
patient's companion. Therefore, for the apron that is not feasible, based on the dose and area, it is better to replace the
apron so that providing optimal protection and prevent unnecessary exposure.
Keywords: Optimization, Radiation protection, Equivalent dose, Defect.

PENDAHULUAN kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan


Penggunaan radiasi pengion untuk pasien atau atas efek stokastik dan efek deterministik (non -
pendamping pasien perlu perlindungan dari bahaya stokastik). Efek Stokastik adalah efek yang penyebab
akibat paparan radiasi baik secara langsung maupun timbulnya merupakan fungsi dosis radiasi dan
tak langsung, untuk mencegah terjadinya efek diperkirakan tidak mengenal dosis ambang. Efek ini
biologis maka diperlukan proteksi radiasi yang dapat terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis
mengurangi efek biologis tersebut, yang dalam hal ini yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel.
adalah Apron (mata, tangan, tyroid, dada, abdomen Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel
dan gonad)[2]. Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama,

46
H.S. Alzufri dan D. Nurmiati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 46-49

ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang kerusakan dengan memeriksa secara teliti peralatan
bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang proteksi tersebut khususnya dalam hal ini adalah
menjadi jaringan ganas atau kanker. apron chest/abdomen, dari kekusutan (kinks) dan
Efek Deterministik (non-stokastik) adalah efek ketidakrataan (irregularity). Selanjutnya lakukan uji
yang kualitas keparahannya bervariasi menurut dosis dengan menggunakan fluoroscopy (60 kVp, 76 mAs)
dan hanya timbul bila dosis ambang dilampaui. Efek / angiography (AEC), kemudian catat hasil
ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat pengukuran yang didapat dan citra dianalisis untuk
paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang mendapatkan hubungan antara area kerusakan dan
terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dosis ekuivalen seperti gambar 1, nilai dosis radiasi
dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun yang diperoleh diukur dengan menggunakkan
lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang dosimeter saku (pendose) dengan satuan unit
diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan dikonversikan ke mSv yang dicatat.
umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar
radiasi, efek ini meliputi : luka bakar, sterilitas /
kemandulan, katarak (efek somatik).

LANDASAN TEORI
Apron sebagai pelindung tubuh didesain dapat
mengurangi dosis paparan radiasi hambur dari berkas
sinar-x, karena didalamnya terdapat timbal (Pb) yang
keseteraanya dikondisikan sesuai dengan kebutuhan
aktifitas radiasi. Namun dalam prakteknya
pemakaian apron seringkali diabaikan dengan alasan
ketidakpraktisan dalam bekerja dan kebiasaan dalam
tata cara peletakanya yang kurang baik dan benar Gambar 1. Grafik hubungan luas kerusakan dan dosis
yang menyebabkan berbagai kerusakan pada ekuivalen.
lempeng karet timbal didalamnya sehingga peran
apron dalam melindungi radiasi mengalami
penyusutan dan dosis radiasi hambur yang diterima
menjadi sangat besar sesuai dengan luas kerusakanya
seperti yang terlihat pada Tabel 1 [3].
Berdasarkan hal tersebut kita perlu memastikan
apakah Apron yang kita pakai masih dalam kondisi
baik atau rusak.
Terdapat beberapa cara pemeriksaan untuk
mengetahui kondisi Apron masih layak atau tidak
untuk digunakan, diantaranya adalah :
1. Visual ( Melihat )
2. Tactile ( Meraba )
3. Fluoroscopy

Tabel 1. Kriteria kerusakan.


Area Dosis
Desain kerusakan ekuivalen
(mm2) (mSv)
Apron ≥ 670 0,4
Gonad ≥ 15 0,05*
Tyroid ≥ 11 0,04*
*satuan rem Gambar 2. Titik pengukuran Apron : LUQ,LLQ,RUQ
dan RLQ.
METODOLOGI
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah dengan menggunakan pesawat Merk: GE IGS Pengambilan data dilakukan di beberapa tempat
320, Seri: 138454HL4, type tabung : yakni ruang Radiologi, ruang ESWL dan ruang
Performix16DA, Tegangan Tabung : 125 kV, Cathlab. Berdasarkan data observasi apron seperti
Monitors : Dual TFT LCD, Generator : Hf/Medium, yang terlihat pada Tabel 2, maka di peroleh data
dan apron chest/abdomen seperti pada gambar 2. ruang radiologi terdapat 1 apron rusak dari 3 apron
Apron chest/abdomen yang digunakan dengan sedangkan diruang ESWL terdapat 1 apron dan
variasi empat titik pengukuran atau kuadran yaitu diruang cathlab terdapat 4 apron masih dalam kondisi
LUQ (Left Upper Quadran), LLQ (Left Lower baik. Apron yang teridentifikasi rusak maka
Quadran), RUQ (Right Upper Quadran), RLQ dilakukan proses penyinaran untuk mengetahui
(Right Lower Quadran). Setelah menentukkan posisi tingkat kerusakan apron dan estimasi dosis ekuivalen
pengukuran, kemudian dilakukan proses identifikasi yang diterima pasien atau pendamping pasien saat

47
H.S. Alzufri dan D. Nurmiati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 46-49

menggunakan apron untuk proses diagnostik maupun menjaga kulitas Pb tetap baik. Peralatan proteksi
intervensi sebagai langkah preventif untuk radiasi harus disimpan pada permukaan yang datar
mengurangi paparan potensial [1]. atau digantung secara vertikal, khusus Apron yang
digantung harus diletakkan dari bahu, Apron tidak
Tabel 2. Data observasi apron. boleh dilipat untuk menghindari retak. Penempatan
peralatan proteksi radiasi dengan cara digelar pada
Ketebalan
Ruang Apron Hasil permukaan datar, bisa menggunakan rak apron
(mmPb)
seperti pada gambar 4, lebih efektif dalam menjaga
Radiologi RD1 0,35 Reject kondisi Pb tetap baik karena resultan gaya yang
RD2 0,35 Normal bekerja pada peralatan proteksi radiasi bernilai nol.
RD3 0,35 Normal
ESWL E1 0,5 Normal
Cathlab C1 0,5 Normal .
C2 0,5 Normal
C3 0,5 Normal
C4 0,5 Normal

Berdasarkan hasil proses penyinaran apron RD1


didapatkan hasil kerusakan terbanyak dalam bentuk
Crack, Stitching dan Absent lead, seperti pada
gambar 3.

(a)
Gambar 4. Rak apron horizontal.

Hasil grafik hubungan antara dosis equivalen


dengan area kerusakan didapatkan hubungan yang
linier, artinya semakin banyak luas kerusakan suatu
apron maka akan semakin besar pula dosis radiasi
yang diterima pasien dan pendamping pasien, seperti
terlihat pada gambar 5.

(b)

Gambar 5. Grafik hubungan estimasi dosis dan area


kerusakan apron.

(c) KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian alat proteksi radiasi,
Gambar 3. Jenis kerusakan Apron, (a) Absent lead, (b)
dalam hal ini apron chest/abdomen diperoleh 1 defect
Stiching, (c) Multipe crack.
dari 3 apron di Radiologi sedangkan 1 apron di Ruang
ESWL dan 4 apron di CathLab masih dalam kondisi
Banyaknya kerusakan biasanya terjadi karena
baik. Hasil kerusakan yang ditemukan adalah dalam
peletakan apron yang kurang baik, Untuk apron yang
bentuk Crack, Stitching dan Absent lead. Untuk
kondisinya sudah tidak layak, berdasarkan besaran
apron yang kondisinya sudah tidak layak,
dosis dan luas kerusakan sebaiknya dilakukan
berdasarkan besaran dosis dan luas kerusakan
penggantian apron. Penyimpanan yang tepat
sebaiknya dilakukan penggantian apron. Untuk
peralatan proteksi radiasi sangat penting untuk
meminimalisir kerusakan maka peletakan apron

48
H.S. Alzufri dan D. Nurmiati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 46-49

sebaiknya pada permukaan yang datar sehingga [2] BAPETEN, “Peraturan Kepala Badan
menjaga kondisi Pb tetap baik, tidak terlipat pada Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 4 Tahun 2020
bagian bawah dan membuat apron tidak mudah rusak Tentang Keselamatan Radiasi Dalam
karena pengaruh gaya berat dan gravitasi. Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi
Hasil grafik hubungan antara dosis equivalen Diagnostik dan Intervensional.” BAPETEN,
dengan area kerusakan didapatkan hubungan yang 2020.
linier, artinya semakin banyak luas kerusakan suatu [3] Mitsumasa Matsuda, & Toshiyasu Suzuki.
apron maka akan semakin besar pula dosis radiasi (2016). Evaluation of lead aprons and their
yang diterima oleh pasien atau pendamping pasien. maintenance and management at our hospital. J
Terutama pasien yg sedang hamil namun Anesth. 2016 Jun;30(3):518-21.
membutuhkan penyinaran di organ dekat dengan [4] W Stam , & M Pillay. (2008). Inspection of lead
janin seperti ekstrimitas bawah dan thorax sehingga aprons: a practical rejection model. Health
mengurangi radiasi hambur yang tidak diperlukan Phys. 2008 Aug;95 Suppl 2:S133-6.
atau unnecessary exposure sehingga upaya [5] Richard R W , & Areej F A. (2020). Evaluation
mengurangi paparan dan membatasi dosis radiasi and verification of a simplified lead equivalency
dengan konsep ALARA (as low as reasonable measurement method. J Appl Clin Med
achievable) terpenuhi. Phys. 2020 Feb;21(2):152-156.
[6] Lin PP, & Aljabal AF. (2020). Characterization
DAFTAR PUSTAKA and verification of lead thickness of
[1] BAPETEN, Peraturan Kepala Bapeten nomor 4 commercially available lead foil tape for the
tahun 2013 tentang Proteksi dan Keselamatan measurements of lead equivalency of radio-
radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir, protective shields. J Appl Clin Med Phys. 2020
Jakarta 2013. Jul;21(7):216-220.

49
S. Alibasah dan Y. Peristiowati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 50-54

Analisa hari rawat inap dan frekuensi foto thorak terhadap rata-rata dosis
serap radiasi pada pasien Covid-19 di ruang isolasi RSU Karsa Husada
Batu
Sentot Alibasah1, Yuly Peristiowati2
1
RSU Karsa Husada Batu, Malang, Indonesia
2
IIK STRADA Indonesia

e-mail: sentotalibasah66@gmail.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.008

ABSTRAK. Pada proses pengobatan pasien Covid-19 thorak photo action dilakukan secara berkala setiap tiga hari sekali,
rata-rata lama rawat inap pasien covid di ruang isolasi minimal 9 hari dan atau sampai dengan hasil tes swab negatip dan
gambar foto thorak normal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh hari rawat inap dan frekuensi
tindakan terhadap jumlah dosis serapan radiasi yang diterima oleh pasien Covid-19 di ruang isolasi Covid-19, sebagai bahan
evaluasi untuk meningkatkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan dan masyarakat (pasien). Desain
penelitian observasional dengan pendekatan cross-sectional. Populasi semua pasien Covid-19 di ruang isolasi di RSU Karsa
Husada sebanyak 200 orang. Sampel sebanyak 200 responden dengan teknik probability sampling. Variabel independen
yaitu lama rawat inap dan frekuensi foto thorak. Variabel dependen adalah Keputusan Kepala BAPETEN Nomor:
1211/K/V/2021 tentang Penetapan Nilai Tingkat Panduan Diagnostik Indonesia (Indonesian Diagnostic Reference Level)
untuk Modalitas sinar-X CT Scan dan Radiografi Umum (foto thorak posisi PA, dosis serap permukaan 0,4 mGy). Hasil
penelitian menunjukkan terdapat pengaruh lama rawat inap terhadap rata-rata dosis serap radiasi pada pasien (p-value
0,030) dan terdapat pengaruh frekuensi foto thorax terhadap rata-rata dosis serap radiasi pada pasien (p-value 0,000).
Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menggunakan variabel yang lebih spesifik dan dengan populasi yang lebih besar
serta variasi yang lebih banyak.
Kata Kunci: Dosis serap, Hari rawat inap, dan Tindakan foto thorak

ABSTRACT. In the treatment process of patients with Covid-19, thorax photo action is done periodically every
three days. The average length of hospitalization of covid patients in the isolation room is at least nine days or up to the
results of negative swab tests and standard thorax photo images. The purpose of the study was to analyze the effect of
hospitalization days and the frequency of action on the amount of radiation absorption dose received by Covid-19 patients
in Covid-19 isolation rooms as an evaluation material to improve aspects of occupational safety and health in the
environment and society (patients). Design observational research with a cross-sectional approach. The population of all
Covid-19 patients in isolation rooms at RSU Karsa Husada is 200 people. A sample of 200 respondents with probability
sampling techniques. Independent variables are the length of hospitalization and frequency of thoracic photos. The
dependent variable is the Decree of the Head of BAPETEN Number: 1211/K/V/2021 concerning the Indonesian Diagnostic
Reference Level for CT Scan and General Radiography X-Ray Modalities (photo of PA position thorax, surface absorption
dose of 0.4 mGy). The results showed the long-standing effect of hospitalization on the average dose of radiation absorption
in patients (p-value 0.030), and there was an effect on the frequency of thorax photos against the average dose of radiation
absorption in patients (p-value 0.000). This research can be developed using more specific variables and with a larger
population and more variation.
Keywords: Absorption doses, Hospitalization Days, and Thorax Photo Action

PENDAHULUAN Coronavirus jenis baru yang ditemukan


Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang menyebabkan penyakit Covid-19.
dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau Protokol pencegahan penyebaran Covid-19 telah
manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui di terapkan sebelum pasien atau pengunjung
menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia memasuki area RS seperti melakukan skirining awal
mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius suhu tubuh, menyediakan tempat cuci tangan,
seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) masker, hand sanitizer. Berbagai kebijakan diambil
dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). agar pelayanan tetap berjalan misalnya: pembatasan

50
S. Alibasah dan Y. Peristiowati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 50-54

jam pelayanan, pegawai yang rentan terpapar menunjukkan kondisi kronis paru-paru, seperti
disarankan bekerja dari rumah, ada jarak antara emfisema atau cystic fibrosis, serta komplikasi yang
pasien dengan pemberi layanan kesehatan, mengatur berhubungan dengan kondisi ini, bila hasil rontgen
jarak tempat duduk antar pasien. menunjukkan adanya kondisi yang tidak normal atau
Ruang isolasi bertekanan negatif ini umumnya tidak memberikan informasi yang cukup tentang
digunakan untuk penyakit-penyakit menular masalah dada, maka tes lainnya yang mungkin
khususnya yang menular melalui udara sehingga bisa dilakukan computed tomography (CT) scan
kuman dan virus tidak akan mengkontaminasi udara atau Magnetik Resonansi Imaging (MRI).
luar. Tidak hanya untuk penanganan Covid-19, Pada peraturan Kepala BAPETEN No. 4 Tahun
namun ruangan ini juga dipersiapkan untuk merawat 2013, Nilai Batas Dosis (NBD) untuk pekerja radiasi
pasien penyakit menular lainnya seperti pasien TBC, 20 mSv dalam satu tahun; anggota masyarakat tidak
MERS, SARS, flu burung dan penyakit menular boleh melampaui 1 mSv (satu milisievert) dalam 1
lainnya yang mungkin muncul. Dengan adanya ruang (satu) tahun; dosis ekuivalen untuk lensa mata
isolasi bertekanan negatif diharapkan dapat sebesar 15 mSv (limabelas milisievert) dalam 1 (satu)
mencegah penyebaran penyakit atau infeksi kepada tahun; dan dosis ekuivalen untuk kulit sebesar 50
pasien dan mengurangi risiko terhadap pemberi mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun.
layanan kesehatan serta mampu memutus siklus Berdasarkan latar belakang penelitian di atas
penularan penyakit. maka peneliti bertujuan menganalisis pengaruh hari
Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu adalah rawat inap dan frekuensi tindakan foto thorak
Badan Layanan Umum (BLU) di lingkungan terhadap rata-rata dosis serap radiasi pada pasien
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur sesuai Covid-19 di ruang isolasi RSU Karsa Husada.
dengan Peraturan Gubernur Nomor 118 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Dinas LANDASAN TEORI/ POKOK BAHASAN
Kesehatan Provinsi Jawa Timur merupakan salah Radiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang
satu UPT Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang berhubungan dengan penggunaan semua modalitas
dibentuk untuk memberikan pelayanan kesehatan yang menggunakan radiasi untuk diagnosis dan
pada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau prosedur terapi dengan menggunakan panduan
jasa yang dijual dengan tidak mengutamakan mencari radiologi, termasuk teknik pencitraan dan
keuntungan dan dalam kegiatannya didasarkan pada penggunaan radiasi dengan sinar-X dan zat
prinsip efisiensi dan produktivitas rumah sakit umum radioaktif.
milik pemerintah dan merupakan salah satu rumah Radiasi yang ditimbulkan oleh mesin atau
sakit tipe B yang berlokasi di Jl. Ahmad Yani No.11- pesawat pembangkit radiasi (pesawat sinar-X), dan
13, kota Batu Jawa Timur - Indonesia. Pelayanan lain-lain. Unsur-unsur radiasi buatan ini dapat
didukung oleh layanan dokter spesialis serta terbentuk karena adanya reaksi fisi, proses aktivasi
ditunjang dengan fasilitas medis lainnya. Selain itu maupun transmutasi inti lainnya. Unsur-unsur
Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu juga sebagai radioaktif buatan yang terlepas ke lingkungan dapat
rumah sakit rujukan dari faskes tingkat 1, seperti berperan sebagai sumber radiasi buatan [1].
puskesmas atau klinik. Sumber-sumber berdaya tinggi (γ, sinar-X, dan
Sejalan dengan perkembangan waktu Rumah netron) digunakan untuk penyelidikan diagnosa
Sakit Umum Karsa Husada Batu telah di tetapkan medis, pengujian bahan tak merusak, dan proses
sebagai salah satu rumah sakit rujukan Covid-19 di produksi berteknologi tinggi.
wilayah Malang Raya. Sebagai rumah sakit rujukan, Radiasi dari peluruhan radioaktif menyebabkan
Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu dilengkapi material yang dilewatinya mengalami ionisasi.
fasilitas UGD Pinere, Instalasi layanan penunjang Peristiwa ini dikenal dengan istilah radiasi ionisasi.
(Radiologi, Laboratorium, Farmasi, Gizi) dan yang Pengaruhnya terhadap jaringan tubuh bergantung
terpenting adanya ruangan perawatan isolasi khusus pada: sifat alami atau jenis radiasi, dosis dan lamanya
yang bertekanan negatif, udara di dalam ruang isolasi eksposif, dan apakah sumbernya merupakan bagian
lebih rendah dibandingkan udara luar. Salah satu internal atau eksternal tubuh [2].
sarana penunjang yang ada di dalam ruang isolasi Pada dasarnya setiap kegiatan manusia selalu
yaitu adanya instalasi radiologi lengkap dengan didasarkan pada keseimbangan antara manfaat dan
pesawat X-ray mobile untuk tindakan foto thorak. tindakan terhadap biaya atau kerugian yang dapat
Foto thorak atau rontgen dada adalah pemeriksaan timbul sebagai akibat tindakan itu, akhirnya akan
dengan menggunakan radiasi gelombang dapat diperoleh kesimpulan apakah tindakan itu
elektromagnetik guna menampilkan gambaran bermanfaat untuk dilaksanakan atau tidak. Apabila
bagian dalam dada. Melalui rontgen dada, dapat ternyata harus dilaksanakan harus diusahakan agar
dilihat gambaran jantung, paru-paru, saluran setiap kegiatan dapat memberikan keuntungan yang
pernapasan, pembuluh darah dan nodus limfa. sebesar-besarnya [3].
Rontgen dada juga bisa menunjukkan tulang Upaya keselamatan radiasi dapat dirumuskan
belakang dan dada, termasuk payudara, tulang rusuk, suatu prosedur yang dapat digunakan untuk
tulang selangka dan bagian atas tulang belakang membantu mencapai keputusan. Proses perambatan
kamu. Biasanya, jenis rontgen ini dilakukan untuk radiasi sehingga menyebabkan penyinaran pada
mendeteksi adanya kanker, infeksi, ataupun manusia dapat dianggap sebagai jalinan peristiwa
pengumpulan udara di ruang sekitar paru-paru antar kejadian dan situasi. Setiap mata rantai proses
(pneumothorax). Pemeriksaan ini juga bisa ini bermula dan dari sumber radiasi misalnya

51
S. Alibasah dan Y. Peristiowati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 50-54

penyinaran pada para petugas radiologi di rumah Tabel 1 menunjukkan hasil karakteristik subjek
sakit. Berasal dari sumber radiasi yaitu pesawat sinar- penelitian berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada
X [4]. kategori usia responden didapatkan hasil bahwa
sebagian besar responden berusia lebih dari 60 tahun,
METODE yaitu 55 responden (27,5%). Sedangkan paling
Desain penelitian observasional dengan sedikit responden berusia kurang dari 20 tahun, yaitu
pendekatan cross-sectional. Populasi semua pasien 2 responden (1,0%). Pada kategori jenis kelamin
Covid-19 di ruang isolasi di RSU Karsa Husada responden sebagian besar laki-laki, yaitu 115
sebanyak 200 orang. Sampel sebanyak 200 responden (57,5%).
responden dengan teknik probability sampling. Tabel 2 menunjukkan hasil karakteristik variabel
Variabel independent, yaitu lama rawat inap dan penelitian, yaitu lama rawat inap, jumlah foto rontgen
frekuensi foto thorak. Variabel dependen adalah rata- dan dosis serap radiasi. Pada variabel lama rawat inap
rata dosis serap radiasi pada pasien. Analisis yang menunjukkan nilai minimal adalah 10, nilai
digunakan dalam penelitian adalah analisis maksimal adalah 33, nilai mean adalah 11,32 dan
univariate, analisis bivariate dan analisis standar deviasi adalah 2,977. Variabel jumlah foto
multivariate. Etika dalam penelitian ini didasarkan rontgen menunjukkan nilai minimal adalah 2, nilai
pada lembar persetujuan menjadi responden, maksimal adalah 12, nilai mean adalah 2,95 dan
anonymity (tanpa nama) dan confidentialility standar deviasi adalah 1,349. Variabel dosis serap
(kerahasiaan). radiasi menunjukkan nilai minimal adalah 0,368,
nilai maksimal adalah 1,842, nilai mean adalah 0,55
HASIL DAN PEMBAHASAN dan standar deviasi adalah 0,249.
Rumah Sakit Karsa Husada adalah Badan Hasil uji normalitas residual menggunakan grafik
Layanan Umum (BLU) di lingkungan Pemerintah Normal P-P Plot diperoleh titik-titik plot berhimpit
Daerah Provinsi Jawa Timur sesuai dengan Peraturan dengan garis diagonal sehingga residual mengikuti
Gubernur Nomor 118 tahun 2008 tentang Organisasi distribusi normal dan asumsi normalitas terpenuhi.
dan Tata Kerja UPT Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur merupakan salah satu UPT Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat
berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual
dengan tidak mengutamakan mencari keuntungan
dan dalam kegiatannya didasarkan pada prinsip
efisiensi dan produktifitas rumah sakit umum milik
Pemerintah dan merupakan salah satu Rumah Sakit
tipe B.

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia


dan jenis kelamin
Karakteristik n %
Usia
≤ 20 tahun 2 1,0
21-30 tahun 25 12,5
31-40 tahun 25 12,5 Gambar 1. Uji Normalitas dengan Menggunakan Grafik
Normal P-P Plot
41-50 tahun 40 20,0
50-60 tahun 53 26,5 Hasil uji heteroskedastisitas menggunakan grafik
> 60 tahun 55 27,5 Scatter plot ZPRED dan SRESID diketahui titik-titik
Jenis kelamin plot tersebar secara acak dan tidak membentuk pola
Laki-laki 115 57,5 tertentu sehingga asumsi heteroskedastisitas
Perempuan 85 42,5 terpenuhi.

Tabel 2. Karakteristik variabel penelitian


Variabel N Min Max Mean SD
Lama rawat inap 200 10 33 11,32 2,977
Jumlah foto rontgen 200 2 12 2,95 1,349
Dosis serap radiasi 200 0,368 1,842 0,55 0,249

52
S. Alibasah dan Y. Peristiowati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 50-54

lebih dari 60 tahun mendapatkan nilai dosis terbesar.


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia
berpengaruh terhadap pemberian faktor eksposur.
Jadi faktor usia mempengaruhi terhadap pemberian
faktor eksposur dalam pemeriksaan radiodiagnostik.
Jadi ketidakseragaman hasil nilai dosis serap ini
disebabkan karena faktor usia dan kondisi fisik
fisiologi dari masing-masing pasien. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh I Made Hendra (2020)
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap
dosis serap yang diterima pasien laki-laki dan
Gambar 2. Uji Heteroskedastisitas dengan Menggunakan perempuan.
Grafik Scatter Plot ZPRED dan SRESID Pada prinsip utama proteksi radiasi, dosis radiasi
pada pasien pada hakikatnya tidak dibatasi. Hal ini
Hasil analisis regresi linier menunjukkan angka R mengingat pasien adalah penerima keuntungan
Square 0,801 yang artinya penelitian ini dapat utama dari paparan radiasi, yakni berupa informasi
menjelaskan 80,10% hubungan variabel dalam diagnosis yang kemudian digunakan oleh klinisi
penelitian (lama rawat inap dan jumlah foto rontgen) untuk menentukan tata laksana perawatan. Namun,
dengan rata-rata rata dosis serap radiasi pada pasien tetap diperlukan informasi dosis radiasi sebagai
Covid-19. Hasil nilai p menunjukkan ada pengaruh bahan pertimbangan dalam justifikasi permintaan
lama rawat inap (p=0,000) dan jumlah foto rontgen prosedur radiologi bagi klinisi dan dokter spesialis
(p=0,030) dengan rata-rata rata dosis serap radiasi radiologi. Setiap pemberian paparan radiasi kepada
pada pasien Covid-19. Analisis multivariate pasien harus terjustifikasi dan dilakukan dengan
menunjukkan variabel yang paling berpengaruh metode, protokol, dan parameter yang telah
adalah lama rawat inap dengan tingkat signifikansi dioptimisasi agar tepat sesuai kebutuhan demi
p=0,000 dan B=0,148. mencegah terjadinya unnecessary exposure (paparan
radiasi yang tidak diperlukan dan tidak dibutuhkan)
Pengaruh Hari Rawat Inap Terhadap Rata-Rata [6].
Dosis Serap Radiasi Pada Pasien Covid-19
Foto thoraks (konvensional radiologi) sebagai Pengaruh Frekuensi Tindakan Foto Thorak
salah satu pemeriksaan penunjang wajib, kemudian Terhadap Rata-Rata Dosis Serap Radiasi Pada
dilakukan dengan pemeriksaan CT Scan thoraks yang Pasien Covid-19
bertujuan sebagai penujang diagnostik yang cukup Foto thorax atau sering disebut Chest X-Ray
sensitif dalam membantu penegakan diagnosis (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari thorak
pneumonia pada infeksi Covid-19. Meskipun untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang
memiliki sensitifitas yang lebih rendah dibandingkan mempengaruhi thorak, isi dan struktur-struktur di
CT Scan toraks, foto toraks dapat digunakan sebagai dekatnya. Foto thorak menggunakan radiasi
modalitas lini pertama untuk pasien yang dicurigai terionisasi dalam bentuk X-Ray. Foto thorak
Covid-19 atau untuk mengevaluasi pasien kritis yang digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang
tidak dapat dilakukan CT Scan. Foto toraks dapat melibatkan dinding thorak, tulang thorak dan struktur
terlihat normal pada fase awal atau pada pasien yang berada di dalam kavitas thorak termasuk paru-
dengan klinis ringan. Gambaran foto thoraks pada paru, jantung dan saluran-saluran yang besar.
pasien Covid-19 yang tersering adalah berupa Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering
konsolidasi atau infiltrat dengan tempat predileksi terdiagnosis oleh foto thorak. CXR sering digunakan
dominan di lapangan bawah, perifer, bilateral [5]. untuk skrining penyakit paru yang terkait dengan
Dalam hasil dosis serap baik untuk pasien laki- infeksi. Pemeriksaan radiologis dapat
laki maupun pasien wanita terlihat bahwa pasien dipertimbangkan untuk dilakukan, terutama saat
berusia kurang dari 20 tahun mendapatkan nilai rata- pasien pertama kali datang memeriksakan diri
rata dosis yang terendah, sedangkan pasien berusia

Tabel 3. Hasil Analisis Multivariat Pengaruh hari rawat inap dan frekuensi tindakan foto thorak terhadap rata-rata dosis
serap radiasi pada pasien covid-19 di ruang isolasi RSU Karsa Husada tahun 2021
Standardized
Unstandardized Coefficient
Variabel Coefficient t Sig.
B Std.Error Beta
Lama rawat inap 0,148 0,010 0,802 15,406 0,000
Jumlah foto
0,010 0,004 0,114 2,179 0,030
rontgen
Adjusted R Square : 0,799
R Square : 0,801
R : 0,895

53
S. Alibasah dan Y. Peristiowati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 50-54

sehingga memudahkan penilaian penyakit pada awal


dan tahap lanjut [7]. UCAPAN TERIMA KASIH
Covid-19 dapat menyebabkan lesi inflamasi pada Terima kasih penulis ucapkan kepada semua
paru-paru yang disebut dengan pneumonia novel pasien di RSU Karsa Husada Batu yang bersedia
coronavirus. Foto thorak adalah pemeriksaan yang memberikan data selama penelitian. Kemudian,
utama untuk mengidentifikasi lesi pada paru-paru terima kasih penulis ucapkan kepada IIK STRADA
dan memiliki peran penting dalam mendiagnosis Indonesia yang telah memberikan kesempatan
klinis, pengamatan efek pengobatan, dan evaluasi kepada peneliti untuk melakukan penelitian terkait
prognostik penyakit Covid-19. Sehingga analisa hari rawat inap dan frekuensi foto thorak
dilakukannya foto thoraks dapat membantu terhadap rata-rata dosis serap radiasi pada pasien
penegakan diagnosis Covid-19 [8]. Covid-19 di ruang isolasi.
Pasien terkonfirmasi positif Covid-19 dapat
menunjukkan prognosis yang baik maupun buruk. DAFTAR PUSTAKA
Prognosis tersebut dapat dipastikan dengan tetap [1] P. M. Pipit, “Gambaran Gambaran Sistem
memantau kondisi pasien terutama gejala Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
asimptomatik yang muncul yang berhubungan Di Rumah Sakit P,” Gema Wiralodra, 2020,
dengan saluran pernapasan pasien. Pemantauan doi: 10.31943/gemawiralodra.v11i2.131.
tersebut dilakukan dengan tetap mengedepankan [2] A. J. Ridley, “Rho GTPases and actin dynamics
rekomendasi pemeriksaan foto thorak baik in membrane protrusions and vesicle
rekomendasi utama maupun rekomendasi tambahan. trafficking,” Trends in Cell Biology. 2006, doi:
Seiring dengan peningkatan frekuensi rekomendasi 10.1016/j.tcb.2006.08.006.
foto thorax yang diberikan maka semakin tinggi pula [3] Setiyawan, “Keselamatan Kerja,” J. Chem. Inf.
dosis serap radiasi kepada pasien. Tentunya hal ini Model., 2013.
juga harus diimbangi dengan proteksi radiasi yang [4] Bapeten, “Peraturan BAPETEN Nomor 4
baik sesuai dengan SOP. Tahun 2020 tentang Keselamatan Radiasi
dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi
KESIMPULAN Diagnostik dan Intervensional.”
Pada kategori usia responden didapatkan hasil [5] A. Firmansyah, Pedoman Tata Laksana Covid-
bahwa sebagian besar responden berusia lebih dari 60 19. Jakarta: Gugus Tugas Percepatan
tahun yaitu 55 responden (27,5%). Sedangkan paling Penanganan COVID-19, 2020.
sedikit responden berusia kurang dari 20 tahun yaitu [6] L. E. Lubis et al., Penggunaan Radiasi Pengion
2 responden (1,0%). Pada kategori jenis kelamin dalam Diagnosis dan Penanganan COVID-19:
responden sebagian besar laki-laki yaitu 115 Kajian standar dan literatur ilmiah. Jakarta:
responden (57,5%). Hasil analisis regresi linier Aliansi Fisikawan Medik Indonesia (AFISMI),
menunjukkan angka R Square 0,801 yang artinya 2020.
penelitian ini dapat menjelaskan 80,10% hubungan [7] L. D. Saputri, B. Santoso, A. N. Oktavianto, and
variabel dalam penelitian (lama rawat inap dan F. Anita, “Analisis Dosis Serap CT Scan Thorax
jumlah foto rontgen) dengan rata-rata rata dosis serap Dengan Computed Tomography Dose Index
radiasi pada pasien covid-19. Hasil nilai p Dan Thermoluminescence Dosimeter,” J. Imiah
menunjukkan ada pengaruh lama rawat inap GIGA, vol. 20, no. 1, pp. 10–14, 2017.
(p=0,000) dan jumlah foto rontgen (p=0,030) dengan [8] C. R. E. Malaru et al., “Gambaran Hasil CT-
rata-rata rata dosis serap radiasi pada pasien covid- Scan Toraks pada Pasien Coronavirus Disease
19. Analisis multivariate menunjukkan variabel yang 2019,” e-CliniC, vol. 9, no. 28, pp. 212–217,
paling berpengaruh adalah lama rawat inap dengan 2021.
tingkat signifikansi p=0,000 dan B=0,148.

54
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62

Kualitas citra sidik tulang dengan pemberian dosis radiofarmaka 99mTc-


MDP berdasarkan berat badan di Instalasi Kedokteran Nuklir RS Hasan
Sadikin Bandung
Rini Shintawati, A. Hussein S. Kartamihadja
Instalasi Kedokteran Nuklir dan Pencitraan Molekular RSUP dr Hasan Sadikin Bandung

Email: rshinta70@yahoo.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.009

ABSTRAK. Pemeriksaan bone scan (sidik tulang) dengan menggunakan radiofarmaka 99mTc-MDP
(Methylenediphosphonate) merupakan pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnostik dalam mendeteksi metastasis
(penyebaran) keganasan sel kanker ke tulang. Pemberian dosis pada pemeriksaan ini menurut petunjuk dari Europe
Association Nuclear Medicine (EANM), dosis yang di berikan rata-rata sebesar 500MBq dan juga berdasarkan pedoman
pada lampiran Peraturan Kepala Bapeten no 17 tahun 2012 adalah 700 MBq. Justifikasi pemberian dosis ini tentunya akan
berpengaruh terhadap penerimaan dosis paparan oleh pasien itu sendiri. Pemberian dosis yang minimal terkadang membuat
ragu dan ada kekhawatiran hasil akhir ataupun Kualitas gambar yang tidak baik. Pemenuhan kualitas citra ini dapat di lihat
atau di hitung dengan menggunakan penilaian ratio. Hasil Penilaian Ratio ini akan menunjukkan kualitas citra yang baik
bila memenuhi hasil target to background ratio nya adalah akumulasi di objek utama dan background > dari 5:1. Hasil
rasio intensitas itu diperoleh dari ROI (Region of Interest) pada tulang lumbal dibagi ROI (Region of Interest) pada bagian
bukan tulang (daerah perut) yang dianggap sebagai Background. Pemberian dosis yang rendah sangat lah di harapkan agar
dosis paparan yang di terima kecil tetapi hasil gambaran tetap terpenuhi. Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan
dosis pemeriksaan Bone scan berdasarkan berat badan pasien sebesar 10 MBq/kg berat badan kemudian menghitung Target
Background to Ratio pada hasil gambaran scanng di daerah lumbal 1-5. Hasil penelitian di dapat jumlah pasien sebanyak
51 pasien dengan 3 orang di keluarkan dari studi sehingga jumlah pasien yang di ambil data nya sebanyak 48 pasien yang
terdiri dari 38 wanita dan 10 pria. Hasil perhitungan meliputi 33 pasien terpenuhi hasil rationya (>5), sedang 15 pasien
masih belum memnuhi kriteria kualitas gambar nya (<5). Kesimpulannya, hasil ratio yang memenuhi nilai >5 sebanyak
69% dan yang belum memenuhi kriteria sebanyak 31% .
Kata Kunci : Bone Scan, Hasil Ratio, 99mTc MDP

ABSTRACT. A bone scan procedure using radiopharmaceutical 99mTc-MDP (Methylenediphosphonate) is an


examination to help establish diagnostics in detecting metastases (spread) of cancer cells to bone. The dose given in this
examination was according to the instructions from the Europe Association of Nuclear Medicine (EANM), the average
dose given was 500MBq and also based on the guidelines in the attachment to the Regulation of the Head of Bapeten No.
17 of 2012 was 700 MBq. Justification for giving this dose will undoubtedly affect the acceptance of the exposure dose by
the patient himself. On the other hand, giving a minimal dose sometimes creates doubts and concerns about the final result
or poor image quality. Fulfillment of this image quality can be seen or calculated using ratio assessment. The results of
this ratio assessment will show good image quality if it meets the target to background ratio results, which is the
accumulation in the primary and background objects > from 5:1.
The result of the intensity ratio is obtained from the ROI (Region of Interest) in the lumbar spine divided by ROI (Region
of Interest) in the non-bone (abdominal area), which is considered the background. Giving a low dose is expected so that
the exposure dose is small, but the picture results are still fulfilled. Carried out the research by providing a dose of Bone
scan examination based on the patient's body weight of 10 MBq/kg, then calculating the Target Background to Ratio on
the results of scans in the lumbar region 1-5. Development of the research obtained the number of patients as many as 51
patients with three people removed from the study so that the number of patients who took data was 48 patients consisting
of 38 women and ten men. The results of the calculation included 33 patients who met the ratio results (>5), while 15
patients still did not meet the image quality criteria (<5). The Conclusion of the ratio that meets the value >5 is 69%, and
those who do not meet the requirements are 31%.
Keywords: Bone Scan, Ratio Results, 99mTc MDP

55
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62

PENDAHULUAN lumbal dan ROI pada bagian tubuh bukan tulang


Latar Belakang (daerah perut) yang dianggap sebagai Background.
Perkembangan teknologi kedokteran nuklir saat Kualitas citra dikatakan baik bila target to
ini berlangsung cepat, sejalan dengan perkembangan background ratio nya adalah 5:1.
instrumen dan radiofarmaka. Salah satu modalitas Studi ini bertujuan agar di ketahui kualitas citra
diagnostik di bidang kedokteran nuklir adalah dengan pemberian dosis sesuai dengan berat badan
pemeriksaan sidik tulang menggunakan dan juga untuk menghindari pasien menerima
radiofarmaka 99mTc-MDP (Methylenediphosphonate). paparan berlebih.
Sidik tulang merupakan pemeriksaan untuk
mendeteksi metastasis (penyebaran) sel kanker ke LANDASAN TEORI/POKOK BAHASAN
tulang atau penyakit tulang lainnya. Di Instalasi Pemanfaatan Teknologi Kedokteran Nuklir
Kedokteran Nuklir Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Ilmu dan teknologi nuklir memainkan peranan
Hasan Sadikin Bandung, pemeriksaan sidik tulang yang sangat penting dalam kehidupan manusia
dilakukan 2 kali dalam 1 minggu dengan jumlah sekarang, jauh lebih luas dari sekedar sebagai sumber
pemeriksaan 6 – 8 per hari. Radiofarmaka 99mTc-MDP energi listrik yang dihasilkan dari tenaga nuklir
apabila disuntikkan ke dalam tubuh secara intra-vena (PLTN), Pemanfaatan ilmu dan teknologi nuklir juga
akan ditangkap oleh sel-sel osteoblast. 99mTc-MDP ada di bidang penelitian, pengolahan limbah, radiasi
akan terdistribusi secara merata setelah 3 jam makanan juga dalam bidang kesehatan.
penyuntikan. Distribusi penangkapan radiofarmaka Salah satu pemanfaatan teknologi nuklir dalam
setelah 3 jam penyuntikkan adalah 50%-60 % pada bidang kesehatan adalah pemanfaatan isotop
tulang tubuh, 34%di keluarkan melalui urine, dan radioaktif yang digunakan di bagian kedokteran
peredaran darah 6% (Weiner, 2006). Tc 99m MDP nuklir. Kedokteran nuklir adalah salah satu cabang
sudah tampak pada 1 jam pasca penyuntikan, tetapi dalam ilmu kedokteran yang menggunakan isotop
belum terdistribusi secara merata. radioaktif secara aman, tanpa rasa sakit, baik untuk
Pemberian dosis pada pemeriksaan ini pencitraan maupun pengobatan penyakit. Pengobatan
berdasarkan petunjuk dari Europe Association penyakit misalnya pada kasus Hyperthyroid, Ca
Nuclear Medicine (EANM), dosis yang di berikan Thyroid, Arthritis, Bone Pain Paliatife, sedangkan
rata-rata sebesar 500 MBq, sedangkan berdasarakan pencitraan organ tubuh untuk menggambarkan fungsi
Peraturan Kepala Bapeten No. 17 Tahun 2012 adalah organ tersebut, salah satunya adalah pemeriksaan
700 MBq. Besarnya dosis radiofarmaka yang sidik tulang (Bone Scintigraphy).
diberikan akan berpengaruh terhadap penerimaan
dosis paparan oleh pasien. Paparan medik merupakan Sidik Tulang
paparan radiasi yang diterima oleh pasien sebagai Sidik tulang merupakan pemeriksaan yang telah
bagian dari pemeriksaan diagnosis atau terapi. lama digunakan untuk membantu menegakkan
Optimisasi proteksi radiasi terhadap paparan medik diagnosis dan mengikuti perjalanan penyakit. Sidik
mengandung arti bahwa dosis radiasi yang diberikan tulang dianggap sebagai pemeriksaan terpilih untuk
untuk pasien harus diupayakan sepadan dengan deteksi dini proses metastasis sel kanker ke tulang
tujuan medis. Dosis radiasi yang diberikan kepada (Setjaatmaja.S.B, 1990). Teknik pemeriksaan sidik
pasien tersebut tidak menggunakan batasan tulang dilakukan dengan cara dinamik dan statik.
sebagaimana Nilai Batas Dosis (NBD) pada pekerja, Teknik pencitraan dinamik dilakukan bersamaan
tetapi menggunakan pertimbangan lainnya, paparan dengan penyuntikkan radiofarmaka secara bolus
radiasi yang tidak diperlukan atau paparan radiasi (penyuntikkan dilakukan dengan memasukkan
yang tidak diperlukan (unnecessary exposure) dapat radiofarmaka sekaligus), biasanya untuk
dihindarkan mengevaluasi suatu lesi (untuk menilai proses infeksi
Prinsip optimisasi berpegang pada upaya atau aliran peredaran darah pada daerah persendian di
mempertahankan dosis seminimal mungkin namun tulang), sedangkan pemeriksaan statik dilakukan 3
menghasilkan kualitas imaging yang baik. Untuk itu jam setelah injeksi radiofarmaka. Radiofarmaka ini
di perlukan adanya suatu study atau penerapan nilai apabila disuntikkan ke dalam tubuh secara intra-vena
reference yang dapat di lakukan di lapangan agar akan ditangkap oleh sel-sel osteoblast. Oleh karena
pasien tidak mendapat dosis berlebih. Salah satunya itu, sidik tulang sering disebut sebagai pemeriksaan
dengan penerapan Diagnostic Reference Level pemetaan osteoblast (osteoblastic mapping).
(DRL), meskipun saat ini belum ada nilai secara Mekanisme penangkapan radiofarmaka bergantung
nasional, sehingga pemberian dosis radiofarmaka pada kemampuan bahan tersebut berikatan dengan
sangat beragam. Sentra kedokteran nuklir di ion-ion organik dan reaksinya dengan berbagai
Indonesia ada yang menggunakan fix dose, range bentuk organik pada tulang. Berdasarkan mekanisme
dose dan ada pula yg sudah melakukannya dengan inilah, maka pemeriksaan sidik tulang menjadi sangat
perhitungan berat badan. sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan radiologi
Pemberian dosis yang minimal menimbulkan yang didasarkan adanya perubahan anatomi. Hasil
keraguan dan kekhawatiran tentang kualitas citra positif sudah dapat diperoleh 3 – 18 bulan lebih awal
yang dihasilkan. Kualitas citra sidik tulang dapat di dibandingkan pemeriksaan radiologi (pemeriksaan
lihat dari ratio antara penangkapan radioaktivitas bone survey atau pemeriksaan Rontgen tulang
pada tulang terhadap non-tulang. Penangkapan konvensional). Sebaliknya pemeriksaan ini menjadi
radioaktivitas pada tulang diperoleh dengan kurang spesifik, karena setiap proses peningkatan
menempatkan Region of Interest (ROI) pada tulang

56
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62

osteoblastik oleh sebab apapun akan memberikan akan merupakan data yang terlihat di layar skala, data
gambaran positif (Mashjur, JS, 1988). tersebut berupa angka-angka. Besarnya angka-angka
bergantung tingginya grafik, dan banyaknya titik
Generator Radioisotop dalam satuan waktu sebanding dengan banyaknya
Radioisotop diperoleh melalui pemerahan dari sinar gama yang membentur kristal. Dengan
generator. Ada 3 (tiga) cara pemerahan untuk demikian keadaan sumber radiasi dapat dinilai
memperoleh radioisotope, yaitu: Sublimasi, Solvent sebagai peta energi berbentuk angka, scanning, dan
Extraction, Chromatography. Dari ketiga cara grafik. Skema pembentukkan citra pada kamera gama
tersebut yang paling sering digunakan adalah dapat dilihat pada Gambar 1.
Chromatography.
Dalam bidang kedokteran nuklir generator
radioisotop yang banyak digunakan adalah generator
kolom Chromatography Alumina.
Radioisotop adalah zat radioaktif yang
mempunyai nomer atom sama tetapi nomor masa
berbeda. Inti atomnya tidak stabil sehingga dapat
merubah menjadi unsur lain disertai pancaran radiasi.
Radiofarmaka terdiri atas radioisotop dan zat
pembawa (komponen pembawa materi).
Radiofarmaka digunakan untuk menegakkan
diagnosis dan terapi pada manusia.
Gambar 1 Skema pembentukan gambar pada kamera
Untuk pemakaian dalam diagnostik di bidang gama (Basic Nuclear Medicine, 2000)
kedokteran nuklir, radionuklida yang dipakai harus
memenuhi persyaratan, selain untuk keamanan Aspek Keselamatan Radiasi
pekerja radiasi dan pasien juga harus memenuhi Pemberian dosis ini tentunya akan berpengaruh
spesifikasi dari kamera gama terhadap penerimaan dosis paparan oleh pasien itu
Radionuklida yang memenuhi adalah 99mTc yang sendiri. Paparan medik merupakan paparan radiasi
banyak dipakai dalam bidang kedokteran nuklir. yang diterima oleh pasien sebagai bagian dari
Pemancar sinar gama dari radioisotop ini yang pemeriksaan untuk penunjang diagnosis atau terapi,
dijadikan dasar pendeteksian sedangkan penentuan sehingga optimisasi proteksi radiasi terhadap paparan
lokasinya dalam tubuh ditentukan oleh senyawa medik mengandung arti bahwa manajemen dosis
pembawa. radiasi untuk pasien harus diupayakan sepadan
dengan tujuan medis. Dosis radiasi yang diberikan
Radiofarmaka kepada pasien tersebut tidak menggunakan batasan
Pada perkembangannya banyak sekali farmaka sebagaimana Nilai Batas Dosis (NBD) pada pekerja,
yang telah dipakai dalam bidang kedokteran nuklir. tetapi menggunakan pertimbangan lainnya
Komponen pembawa materi akan membawa (justifikasi) misalnya mengikuti tingkat panduan
radioaktif ke organ tubuh tertentu yang dapat yang sudah di atur dalam hal ini misalnya seperti
ditempati atau dapat menangkap pembawa materi pada lampiran di Peraturan Kepala BAPETEN No.
tersebut, sehingga bahan radioaktif akan berada di 17 Tahun 2012. Adanya suatu panduan yang telah di
organ tersebut dan menjadi sumber radiasi, misalnya atur sangat membantu, Sehingga risiko yang
pada kasus tulang untuk mengetahui adanya berpotensi diterima pasien berupa paparan radiasi
penyebaran sel kanker pada tulang tersebut. yang tidak diperlukan (unnecessary exposure) dapat
Pemakaian radiofarmaka untuk pemeriksaan sidik dihindarkan.
tulang adalah 99m Tc-MDP (methylenediphosphonate) Prinsip optimisasi berpegang pada upaya
, 99mTc-HDP (Hydroxyethylenediphosphonate) dan mempertahankan dosis pasien seminimal mungkin
99m
Tc-HMDP (Hydroxymethylenediphosphonate) namun menghasilkan kualitas imaging yang baik
tetapi yang sering dipakai radiofarmaka tersebut Penyuntikan radiofarmaka untuk pemeriksaan sidik
adalah 99m Tc - MDP, karena 99m Tc - MDP persiapan tulang memerlukan dosis 700 MBq (Peraturan
pembuatan radiofarmakanya jauh lebih mudah, dan Kepala BAPETEN No. 17 Tahun 2012).
di dalam darah lebih stabil, sehingga 99m Tc - MDP Penentuan dosis pada pemeriksaan Sidik Tulang
lebih banyak dipakai (Weiner, 2006). di Indonesia ini dilakukan dengan mengacu kepada
lampiran aturan dari BAPETEN sebagai pedoman
Kamera Gama dalam pelaksanaan pemberian dosis, juga mengacu
Alat deteksi dalam kedokteran nuklir yang dapat kepada guideline dari IAEA. Sedangkan negara-
memberikan citra distribusi radioaktif dari tubuh negara lainnya penentuan dosis berdasarkan
pasien. Pada saat ini dipergunakan detektor scintillasi guideline yang dikeluarkan oleh Europe Association
berupa kristal NaI, kristal ini bila terkena sinar gama Nuclear Medicine (EANM) atau oleh SNNMI.
akan mengalami eksitasi dan mengeluarkan sinar Penentuan dosis menurut EANM dan SNMMI, rata-
berkilau. Bila sinar ini mengenai lapisan foto elektrik rata untuk dosis dewasa adalah 500MBq atau
akan menghasilkan electron, elektron akan berdasarkan rentang 8 – 10 MBq/kg BB pasien dan
diperbanyak oleh Photo Multiplier Tube (PMT) untuk pasien dengan obesitas di berikan 11 – 13
sehingga menjadi pulsa elektrik. Pulsa inilah yang MBq/kg. Sedangkan di Indonesia mengacu kepada

57
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62

lampiran Peraturan Kepala BAPETEN No. 17 Tahun Waktu Penelitian


2012, dimana dosis yang di gunakan adalah 700 Penelitian dilakukan ± selama 3 bulan, mulai
MBq, dosis tetap tanpa melihat perbedaan dari BB bulan Januari – Maret 2022.
pasien.
Alat
Pencitraan Penilaian hasil pada kedua scan menggunakan
Distribusi penangkapan radiofarmaka setelah 3 sistem komputerisasi pada dua (2) kamera gama
jam injeksi adalah 50-60% pada tulang tubuh, 34% SPECT CT Infinia dari Ge Healthcare dan SPECT
pada urine, dan darah 6% (Weiner, 2006). Setelah 3 CT Symbia T6 dari Siemens.
jam penangkapan pada tulang akan semakin jelas,
sedangkan penangkapan pada organ lain akan Prosedur Penelitian
berkurang karena telah mengalami pembuangan
1. Persiapan Radiofarmaka di Hot Lab
(washout) hanya seperti penangkapan background.
2. Prosedur Pembuatan Radiofarmaka
Penangkapan yang paling tinggi adalah di urine
3. Persiapan pemeriksaan :
karena proses pembuangan radioaktif dalam tubuh
a. Dokter mencatat data pasien, seperti hasil
melalui sistem pembuangan saluran kemih, sehingga
pemeriksaan, hasil pengukuran BB dan
pasien dianjurkan untuk buang air kecil dahulu
menanyakan kepada pasien tentang keluhan,
sebelum dilakukan pemeriksaan.
pemeriksaan yang pernah dilakukan, obat-
Hasil pencitraan akan dibaca/dianalisis oleh
obatan yang sedang diminum, dan lain-lain
seorang dokter spesialis kedokteran nuklir yang
yang ada hubungannya dengan pemeriksaan
hanya membaca berdasarkan pendistribusian
tersebut dan dicacat pada rekam medik
radiofarmaka pada tulang tersebut secara kualitatif.
pasien tersebut.
Sedangkan untuk mengetahui hasil secara kuantitatif
b. Menyiapkan dosis radiofarmaka Tc99m
perlu dihitung dengan mengetahui hasil rasio dari
MDP sesuai dengan BB pasien
kedua pencitraan tersebut.
c. Pasien dipanggil oleh perawat dan
Perbedaan antara intensitas ROI (Region of
menunggu di ruang suntik
Interest) pada objek tulang dan jaringan yang
d. Setelah disuntikkan radiofarmaka 99m Tc-
menangkap radiofarmaka. Hasil Target to
MDP, pasien kemudian menunggu untuk
background ratio harus tinggi, (5:1 merupakan
dipanggil setelah 3 jam paska penyuntikkan.
perbandingan yang minimum untuk planar imaging,
e. Pasien di minta untuk buang air kecil dahulu
dan 2:1 untuk Single Photon Emission
f. Pasien dilakukan scanning dengan
Tomography/SPECT imaging). Sebagai contoh pada
mengambil objek daerah abdomen/perut
Scanning tulang, penangkapan radiofarmaka harus
dengan batas atas Procesus xypodeus, batas
meliputi penangkapan pada tulang dan jaringan, hal
bawah simphisis pubis dan batas kiri dan
ini merupakan dua hal penting yang dipertimbangkan
kanan masuk ke dalam area detektor
pada target to background ratio, yaitu antara
penangkapan pada tulang dan jaringan. Perbedaan
perbandingan intensitas ratio yang tinggi akan Prosedur Pengambilan data
menghasilkan kualitas gambaran yang baik (Karesh, a. Penelitian dilakukan dengan cara pengambilan
2006). data dari pemeriksaan Bone Scintigraphy (sidik
Hasil intensitas rasio diperoleh dengan cara: tulang) di kedokteran nuklir dengan
menggunakan alat:
HASIL RASIO HR= ROI pada ORGAN -Kamera Gama plannar double head.
BACKGROUND pada ORGAN (2.7) -Kolimator: LEHR (Low Energi High
Resolution)
HR menyatakan hasil intensitas rasio, ROI -Frame size: 256 x 256 dengan count: 700
menyatakan Regent of Interest pada organ yg akan di count.
ukur, Background menyatakan bagian yang diukur -Dosis: 10MBq/kg BB
bukan pada daerah tulang. b. Penghitungan intensitas penangkapan daerah
tulang lumbal 1-5 dengan cara membuat ROI
METODOLOGI PENELITIAN pada daerah tulang tersebut dan membuat ROI
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan pada daerah lain selain tulang, dijadikan
melihat hasil perhitungan yang dilakukan secara background. Pada Gambar 1, contoh pembuatan
langsung pada objek yang di hitung. Hasil rasio dari ROI pada intensitas penangkapan radiofarmaka
beberapa data yang di kumpulkan dan dilihat, apakah setelah injeksi di daerah tulang lumbal dan daerah
hasil rasio dari pemeriksaan bone scintigraphy ini lainnya yang dianggap sebagai background.
dengan pemberian dosis berdasarkan berat badan
pasien telah memenuhi kualitas citra yang baik.

Tempat
Penelitian ini dilakukan di Instaasi Kedokteran
Nuklir Rumah Sakit Dr.Hasan Sadikin Bandung.

58
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Pengumpulan data di lakukan selama beberapa
periode dari bulan Januari sampai dengan Maret
2022, di dapat hasil data pemeriksaan bone scan
sebanyak 51 pasien dengan 3 orang dikeluarkan
karena radiofarmaka yang di suntikkan mengalami
extravasasi. Tiga orang pasien yang di exclude dua
laki-laki dan satu wanita, sehingga total jumlah
pasien yang di analisa sebanya 48 pasien, terdiri dari:
laki-laki 10 orang dan wanita 38 orang dengan klinis
dari pasien-pasien tersebut adalah Ca Mammae dan
Ca paru serta Ca Prostat.
Gambar 1 Penempatan ROI pada hasil gambaran
posterior daerah lumbal

Tabel 1. Data TBR Pemeriksaan Sidik Tulang


DOSIS
ROI TBR
INJEKSI
usia
NO Tanggal NAMA BB Lumbal 1 -
(thn) mBq mCi BG Avg
5
Count
Avg Count Avg Count
1 Psn ke 1 51 42 420 11.35 54.00 8.70 6
2 Psn ke 2 33 52 520 14.05 47.18 9.94 5
27/01/2022
3 Psn ke 3 35 55 550 14.86 37.48 5.60 7
4 Psn ke 4 50 53 530 14.32 34.60 10.23 3
5 Psn ke 5 63 50 500 13.51 59.30 11.20 5
6 Psn ke 6 57 51 510 13.78 48.75 11.20 4
7 09/02/2022 Psn ke 7 17 31 310 8.38 64.76 10.70 6
8 Psn ke 8 68 68 680 18.38 48.39 8.29 6
9 Psn ke 9 57 46 460 12.43 66.17 12.22 5
10 Psn ke 10 44 50 500 13.51 49.50 12.40 4
16/02/2022
11 Psn ke 11 46 65 715 19.32 76.00 8.15 9
12 Psn ke 12 47 49 490 13.24 52.23 10.53 5
13 Psn ke 13 55 64 640 17.30 43.52 11.33 4
14 Psn ke 14 66 57 570 15.41 69.13 12.08 6
15 09/03/2022 Psn ke 15 53 53 530 14.32 55.46 12.68 4
16 Psn ke 16 55 61 610 16.49 50.36 5.30 10
17 Psn ke 17 59 66 660 17.84 74.91 8.68 9
18 Psn ke 18 75 75 750 20.27 55.69 7.94 7
19 Psn ke 19 71 62 620 16.76 51.00 10.30 5
20 Psn ke 20 56 62 620 16.76 53.23 9.67 6
21 Psn ke 21 61 52 520 14.05 68.86 12.36 6
22 Psn ke 22 62 44 440 11.89 45.06 14.30 3
10/03/2022
23 Psn ke 23 61 70 700 18.92 44.69 10.64 4
24 Psn ke 24 65 60 600 16.22 51.75 6.85 8
25 Psn ke 25 77 76 760 20.54 96.24 11.53 8
26 Psn ke 26 54 52 520 14.05 47.06 8.80 5
27 Psn ke 27 41 58 580 15.6757 55.7 15.67 4
28 Psn ke 28 58 53 530 14.3243 56.94 9.1 6
16/03/2022
29 Psn ke 29 47 51 510 13.7838 59.03 8.45 7
30 Psn ke 30 53 64 640 17.2973 50.84 8.26 6
31 Psn ke 31 67 66 660 17.8378 54.91 8.4 7
32 Psn ke 32 45 58 700 15.8 55.8 10.4 5
33 17/03/2022 Psn ke 33 70 70 700 18.9189 55.76 10.84 5
34 Psn ke 34 69 103 1030 27.8378 48.77 11.68 4
35 Psn ke 35 59 50 500 13.5135 51.96 10.1 5

59
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62

DOSE
ROI TBR
INJEKSI
usia Lumbal 1 -
NO Tanggal NAMA BB mBq mCi BG
(thn) 5 Avg
Avg Count
Avg Count
Count
36 Psn ke 36 66 52 520 14.0541 42.5 12.4 3
37 Psn ke 37 58 54 540 14.5946 70.86 10.78 7
38 Psn ke 38 64 65 650 17.5676 45.74 9.8 5
23/03/2022
39 Psn ke 39 76 63 630 17.027 61.26 6.93 9
40 Psn ke 40 66 66 660 17.8378 65.13 9.39 7
41 Psn ke 41 43 82 902 24.3784 72.33 9.99 7
42 Psn ke 42 65 66 660 17.8378 40.15 10.25 4
43 Psn ke 43 83 43 430 11.6216 46.2 10.92 4
44 Psn ke 44 42 52 520 14.0541 58.66 12.53 5
24/03/2022
45 Psn ke 45 59 70 700 18.9189 47.8 18.39 3
46 Psn ke 46 44 60 600 16.2162 55 16.19 3
47 Psn ke 47 43 73 730 19.7297 57.35 10.29 6
48 Psn ke 48 45 70 700 18.9189 59.48 14.29 4

Tabel 2. Hasil Rasio Lebih dari 5


DOSE INJEKSI ROI
NO NAMA usia (thn) BB Lumbal 1 - 5 BG TBR
mBq mCi
Avg Count Avrg Count
1 Pasien ke 1 51 42 420 11.35 54.00 8.70 6
2 Pasien ke 2 33 52 520 14.05 47.18 9.94 5
3 Pasien ke 3 35 55 550 14.86 37.48 5.60 7
4 Pasien ke 5 63 50 500 13.51 59.30 11.20 5
5 Pasien ke 7 17 31 310 8.38 64.76 10.70 6
6 Pasien ke 8 68 68 680 18.38 48.39 8.29 6
7 Pasien ke 9 57 46 460 12.43 66.17 12.22 5
8 Pasien ke 11 46 65 715 19.32 76.00 8.15 9
9 Pasien ke 12 47 49 490 13.24 52.23 10.53 5
10 Pasien ke 14 66 57 570 15.41 69.13 12.08 6
11 Pasien ke 16 55 61 610 16.49 50.36 5.30 10
12 Pasien ke 17 59 66 660 17.84 74.91 8.68 9
13 Pasien ke 18 75 75 750 20.27 55.69 7.94 7
14 Pasien ke 19 71 62 620 16.76 51.00 10.30 5
15 Pasien ke 20 56 62 620 16.76 53.23 9.67 6
16 Pasien ke 21 61 52 520 14.05 68.86 12.36 6
17 Pasien ke 24 65 60 600 16.22 51.75 6.85 8
18 Pasien ke 25 77 76 760 20.54 96.24 11.53 8
19 Pasien ke 26 54 52 520 14.05 47.06 8.80 5
20 Pasien ke 28 58 53 530 14.32 56.94 9.1 6
21 Pasien ke 29 47 51 510 13.78 59.03 8.45 7
22 Pasien ke 30 53 64 640 17.30 50.84 8.26 6
23 Pasien ke 31 67 66 660 17.84 54.91 8.4 7
24 Pasien ke 32 45 58 700 15.8 55.8 10.4 5
25 Pasien ke 33 70 70 700 18.92 55.76 10.84 5
26 Pasien ke 35 59 50 500 13.51 51.96 10.1 5
27 Pasien ke 37 58 54 540 14.59 70.86 10.78 7
28 Pasien ke 38 64 65 650 17.57 45.74 9.8 5
29 Pasien ke 39 76 63 630 17.03 61.26 6.93 9
30 Pasien ke 40 66 66 660 17.84 65.13 9.39 7
31 Pasien ke 41 43 82 902 24.38 72.33 9.99 7
32 Pasien ke 44 42 52 520 14.05 58.66 12.53 5
33 Pasien ke 47 43 73 730 19.73 57.35 10.29 6

60
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62

Tabel 3. Hasil Rasio Kurang Dari 5


DOSE
ROI
INJEKSI
NO NAMA usia (thn) BB TBR
Lumbal 1 - 5 BG
mBq mCi
Avg Count Avrg Count
1 Pasien ke 4 50 53 530 14.32 34.60 10.23 3
2 Pasien ke 6 57 51 510 13.78 48.75 11.20 4
3 Pasien ke 10 44 50 500 13.51 49.50 12.40 4
4 Pasien ke 13 55 64 640 17.30 43.52 11.33 4
5 Pasien ke 15 53 53 530 14.32 55.46 12.68 4
6 Pasien ke 22 62 44 440 11.89 45.06 14.30 3
7 Pasien ke 23 61 70 700 18.92 44.69 10.64 4
8 Pasien ke 27 41 58 580 15.67 55.7 15.67 4
9 Pasien ke 34 69 103 1030 27.84 48.77 11.68 4
10 Pasien ke 36 66 52 520 14.05 42.5 12.4 3
11 Pasien ke 42 65 66 660 17.83784 40.15 10.25 4
12 Pasien ke 43 83 43 430 11.62162 46.2 10.92 4
13 Pasien ke 45 59 70 700 18.91892 47.8 18.39 3
14 Pasien ke 46 44 60 600 16.21622 55 16.19 3
15 Pasien ke 48 45 70 700 18.91892 59.48 14.29 4

Hasil pembuatan rasio pada hasil pemeriksaan tidak tercapai nya hasil kualitas gambar target rasio
Sidik Tulang di area abdomen, di dapat hasil rasio background kurang dari 5.
seperti pada Tabel 1.
Hasil perhitungan rasio ini dari 48 pasien di dapat KESIMPULAN
33 pasien yang memenuhi kriteria quality imaging Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 48
yang baik, yaitu hasil rasionya melebihi atau sama pasien yang dilakukan pemberian dosis 99mTc MDP
dengan 5 seperti yang tertera di Tabel 2. berdasarkan berat badan pasien, maka dapat di
Sedangkan 15 pasien lain, hasil perhitungan simpulkan bahwa :
rasionya masih < 5, seperti terlihat di Tabel 3. 1. kualitas gambar dapat di penuhi sebanyak
69% dan yang belum memenuhi 31%.
Pembahasan 2. penerimaan paparan radiasi berlebih pada
Hasil perhitungan target background ratio pada pasien dapat dihindari.
tulang lumbal yang dilakukan terhadap 48 pasien
dengan memberikan dosis 99mTc-MDP berdasarkan DAFTAR PUSTAKA
berat badan, di dapat hasil yang memenuhi kriteria [1] Akhadi M, 2000, ”Dasar-Dasar Proteksi
kualitas gambar yang baik sebanyak 33 pasien dari Radiasi”, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta
48 pasien (69%) dan yang belum memenuhi [2] Bombardieri E, Aktolun C, Baum RP, Bishof-
sebanyak 15 pasien dari 48 pasien (31%). Delaloye A, Buscombe J, Chatal JF, et al. Bone
Melihat hasil ini, pemberian dosis dengan scintigraphy: procedure guidelines for tumour
menghitung dan menyesuaikan dengan berat badan imaging. Eur J Nucl Med Mol Imaging.
pasien dapat di lakukan, sehingga dosis yang di 2003;30: BP99–BP106
terima oleh pasien tidak berlebih dan pasien [3] Brown ML, O’Connor MK, Hung JC, Hayostek
menerima dosis radiasi sesuai dengan kebutuhan nya. RJ. Technical aspects of bone scintigraphy.
Sementara pada 15 pasien dalam studi ini, yang Radiol Clin North Am. 1993;31:721–3
masih belum memenuhi kriteria kualitas gambar [4] GE Medical Health, 2005, “Manual Book of
yang baik, dapat di sebabkan dari beberapa faktor, Infinia”.
antara lain pelaksanaan waktu pemeriksaannya [5] GE Medical Health, 2005, “Xeleris
apakah dilakukan tepat 3 jam paska penyuntikan, jika Processing”.
pelaksanaan tersebut masih kurang dari 3 jam, di [6] GE Medical Health, 2005,” Basic Nuclear
khawatirkan distribusi radiofarmaka yang ada dalam Medicine”.
tubuh pasien masih belum banyak yang di [7] Hamala,J.R., 2006, “The Scientic Basic Of
ekskresikan oleh ginjal. Kemudian fungsi ginjal Nuclear Medicine, Gama Camera Collimator
pasien tersebut, karena setiap radiofarmaka yang di Characteristics and Design, hal 119, 2nd
masukkan ke dalam tubuh akan diekskresikan Edition, Mosby Elsevier Volume 2.
melalui sistem tractus urinarius, dan bila ada [8] Karesh, S.M, 2006, “The Scientic Basic of
gangguan dari fungsi ginjal ini tentunya akan Nuclear Medicine, Principles of
berakbibat gambaran background masih tinggi dan Radiopharmacy, Internal Radiotion Dosimetry,
dapat pula dipengaruhi dari detektor kamera 2nd edition, Mosby Elsevier, Vol.2, hal.336.
gamanya, misalnya dari sensitivitas detektornya. [9] Mashjur.J.S, dkk, 1988, ”Pedoman Pelayanan
Beberapa faktor tersebut dapat menjadi penyebab Kedokteran Nuklir Rumah Sakit Dr.Hasan
Sadikin Bandung”.

61
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62

[10] National Diagnostic Reference Levels in Japan


(2020) - Japan DRLs 2020- Japan Network for
Research and Information on Medical Exposure
(J-RIME
[11] The EANM practice guidelines for bone
scintigraph, Eur J Nucl Med Mol Imaging
(2016) 43:1723–1738
[12] Weiner R.E, 2006, “The Scientic Basic of
Nuclear Medicine, Bone Imaging
99
Radiopharmaceuticals, Technetium m
Diphosphonates, Biologic Behavior, hal 1117,
2nd Edition, Mosby Elsevier Volume 2.

62
H.D.R. Raharja, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 63-68

Estimasi dan audit dosis radiasi pasien pada pemeriksaan radiografi


konvensional toraks PA dengan teknik high kVp
Hanendya Disha Randy Raharja1, Nina ISH Supit1, Ucok Noptua Haposan1
1
Departement Radiology, MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, Jakarta, 12930, Indonesia

Email: hanendya.contact@gmail.com, nina_supit@yahoo.couk, Ucok.NoptuaHaposan@siloamhospitals.com


DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.010

ABSTRAK. Telah dilakukan penelitian tentang estimasi dan audit dosis radiasi pasien pada pemerksaan radiografi
konvensional toraks PA dengan teknik high kVp di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi. Penelitian dilakukan kepada
total 305 pasien kategori usia dewasa ≥ 15 tahun jenis pemeriksaan toraks PA dengan jumlah pasien pria 129 dan jumlah
pasien wanita 176. Karateristik pasien, yaitu rentang usia 18-86 tahun dan rata-rata usia 44,2 tahun, rentang berat badan 38
– 120 kg dan rata-rata berat badan 66,8 kg. Pemeriksaan radiografi konvensional toraks PA menggunakan 125 kVp dan
rentang mAs 0,5 – 1,4 mAs dengan rata-rata 0,8 mAs. Dosis pasien INAK dan ESAK dihitung dari grafik persamaan
keluaran radiasi pesawat sinar-X. Analisis data menunjukkan adanya peningkatan INAK dan ESAK secara linier dengan
korelasi linier secara berturut-turut 0,9968 dan 1 terhadap kenaikan mAs. Semakin tinggi mAs maka dosis radiasi yang
diterima pasien juga semakin tinggi karena mAs merepresentasikan kuantitas radiasi sehingga jumlah foton semakin banyak
yang dihasilkan dari tabung sinar-X. Hasil penelitian didapatkan hasil rata-rata INAK dan ESAK berturut-turut adalah 0,11
mGy dan 0,15 mGy serta nilai typical value INAK 0,1 mGy dan ESAK 0,14 mGy. Rata-rata ESAK pada penelitian
dibandingan dengan beberapa data rujukan, hasilnya ESAK di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi di bawah beberapa
data rujukan. Audit dosis, yaitu penentuan typical value kemudian dibandingkan dengan DRL nasional sesuai Keputusan
Kepala BAPETEN tentang Penetapan Nilai Tingkat Panduan Diagnostik Indonesia Nomor 1211/K/V/2021 pada
pemeriksaan toraks PA. INAK dan ESAK DRL nasional pemeriksaan toraks PA berturut-turut adalah 0,3 mGy dan 0,4
mGy. Hasil audit dosis penentuan typical value pada pemeriksaan radiografi konvensional toraks PA di MRCCC Siloam
Hospitals Semanggi di bawah DRL nasional. Tindaklanjut audit dosis, yaitu tetap mempertahankan protokol pemeriksaan
dan tetap melakukan evaluasi typical value secara berkala. Penggunaan teknik high kVp pada pemeriksaan radiografi
konvensional terbukti mampu menurunkan dosis radiasi pasien.
Kata kunci: Dosis radiasi, Radiografi Konvensional, Toraks PA, Teknik High kVp, Tingkat Panduan Diagnostik

ABSTRACT. Research about estimation and dose audit of patients' radiation on examination about thorax PA
conventional radiography with high kV technique has been conducted in MRCCC Siloam Hospitals Semanggi. The research
has been done on 305 patients aged around 15 years old who got thorax examinations. They consist of 129 male patients
and 176 female patients. The characteristics of patients' age are between 18-86 years old, and their average age is 44.2
years old. Their weight range is between 38-120 kg, and their average weight is 66.8 kg. The thorax PA conventional
radiography examination uses kVp 125, and the content of mAs is 0.5-1.4 mAs, with an average of 0.8 mAs. The dosage of
patients with INAK and ESAK are counted from the outcome similarity graph of the radiation from the X-ray craft. Data
analysis shows a linear increase of INAK and ESAK with a linear correlation consecutive of 0.9969 and 1 toward the rise
in mAs. The higher the mAs, the higher the patient's dose of radiation also becomes bigger because mAs represent the
quantity of radiation so that the amount of photons produced by the X-ray tube becomes bigger. The research result shows
that the average increase of INAK and ESAK consecutive is 0.11 mGy and 0.15 mGy, with a typical value of INAK at 0.1
mGy and ESAK at 0.14 mGy.
The average ESAK on the research is compared with some reference data, and the result of ESAK in MRCCC Siloam
Hospitals Semanggi is under some reference data. The dose audit is the establishment of typical value, and it is compared
with national DRL based on the regulation of the head of BAPETEN about stipulation of Indonesia Diagnostic Reference
Level Value no. 1211/K/V/2021 on thorax PA examination. The examination of thorax PA about INAK and ESAK
national DRL consecutive is 0.3 mGy and 0.4 mGy. Therefore, the result of the dose audit about establishing typical
value on the study about thorax PA conventional radiography in MRCCCC Siloam Hospitals Semanggi is under national
DRL. The follow-up of the dose audit is to keep the examination protocol and evaluate typical values periodically. The
high kVp technique on the conventional radiography examination can reduce the patient's radiation dose.
Keywords: Radiation Dose, Conventional Radiography, Thorax PA. High kVp Technique, Diagnostic Reference Levels

63
H.D.R. Raharja, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 63-68

PENDAHULUAN yaitu thermoluminescent dosimeter (TLD), optically


Pemanfaatan sumber radiasi pengion telah stimulated luminescence (OSL) dan film badge.
banyak digunakan di bidang kedokteran, khususnya Perhitungan estimasi dosis radiasi pasien tidak
pada pelayanan penunjang medik radiologi langsung menggunakan persamaan keluaran radiasi
diagnostik dan intervensional untuk menegakkan pada pesawat sinar-X dari hasil uji kesesuaian untuk
diagnosa klinis pasien. Salah satu modalitas sumber membuat kalkulator dosis.
radiasi pengion yang digunakan adalah pesawat Parameter uji kesesuaian yang diperlukan untuk
sinar-X radiografi konvensional, sinar-X dihasilkan memastikan kehandalan pesawat sinar-X terkait
dari elektron yang berasal dari katoda menumbuk keluaran radiasi adalah pengukuran akurasi tegangan
target anoda dengan beda potensial 20 – 150 kVp [1]. (kVp), akurasi kuat arus (mA), akurasi waktu (s),
Citra diperoleh setelah sinar-X melalui materi dan liniearitas keluaran radiasi (mGy) dan
ditangkap oleh reseptor citra. Salah satu pemeriksaan reproduksibilitas keluaran radias (mGy). Faktor
radiografi konvensional yang paling sering dilakukan eksposi kVp dan mAs yang diatur saat penyinaran
dengan menggunakan pesawat sinar-X adalah toraks pada konsol operator harus sama dengan keluaran
PA sehingga dapat memberikan kontribusi dosis radiasi sehingga dosis yang diterima pasien tidak
kepada pasien. berlebih. Data dosis pada pengukuran akurasi
Perhitungan estimasi dosis yang diterima pasien tegangan pesawat sinar-X digunakan sebagai
diperlukan dalam rangkaian proses audit dosis kalkulator dosis untuk menghitung estimasi dosis
pasien, muara dari audit dosis adalah penerapan yang diterima pasien menggunakan persamaan garis
tingkat panduan diagnostik (diagnostic reference linier yang didapat dari grafik hubungan kVp dan
level) sebagai penerapan azas proteksi radiasi yaitu dosis.
optimisasi, tujuanya untuk memberikan dosis Nilai keluran radiasi pada radiografi
serendah-rendahnya kepada pasien dengan konvensional dipengaruhi oleh faktor eksposi yaitu
mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi [2]. tegangan tabung sinar-X (kVp), kuat arus tabung
Dalam rangkaian proses audit dosis diperlukan sinar-X (mA), lama waktu penyinaran (s), total
data dosis radiasi pasien untuk menentukan tingkat filtrasi (mmAl), half value layer (HVL), faktor
panduan diagnostik atau diagnostic reference level homogenitas dan jarak titik fokus dengan titik
(DRL). Typical value adalah tingkat panduan pengukuran pasien atau fantom (FSD) [5]. Untuk
diagnostik di satu fasilitas kesehatan, nilainya adalah mengukur keluaran radiasi harus menggunakan
Q2 atau median dari sebaran data di satu fasilitas dosimeter yang terkalibrasi.
kesehatan. Nilai typical value dibandingkan dengan Dosis radiasi pada radiologi diagnostik
DRL nasional yaitu nilai Q3 atau kuartil atas sebaran direpresentasikan dengan nilai INAK atau ESAK [6].
data secara nasional [3]. Hasil perbandingan Incident air kerma (INAK) adalah kerma di udara
digunakan sebagai evaluasi untuk menentukan yang diukur pada titik permukaan fantom atau pasien
strategi optimisasi skenario pemeriksaan, jika nilai pada jarak tertentu dari fokus tabung pesawat sinar-
typical value di bawah DRL nasional maka harus X di pusat lapangan penyinaran tetapi tidak
menjaga dan memastikan citra berkualitas diagnostik menyertakan radiasi hamburan balik atau backscatter
dan jika typical value diatas DRL nasional maka factor (BSF) dengan satuan Gray (Gy). INAK
harus melakukan evaulasi pedoman pemeriksaan. dihitung dengan persamaan (1).
Dalam penelitian telah dilakukan perhitungan
estimasi dosis radiasi yang diterima pasien pada INAK = Y(d)× Plt × (d/dFSD)2 (1)
pemeriksaan toraks PA dengan teknik high kVp.
Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh Y(d) adalah keluaran tabung sinar-X pada jarak d
informasi dosis radiasi yang diterima pasien di (100 cm) yang merupakan fungsi kVp dan didekati
MRCCC Siloam Hospitals Semanggi. Hasil estimasi oleh persamaan power function sehingga y=αxƅ, Plt
dosis radiasi yang diterima pasien digunakan dalam adalah kuat arus dan lama penyinaran, dan dFSD
proses audit dosis untuk menentukan typical value adalah jarak fokus tabung ke pasien dengan asumsi
sebagai tingkat panduan diagnostik. Salah satu 100 cm sehingga INAK bisa dihitung dengan
tantangan fasilitas kesehatan untuk menghitung persamaan (2)[7].
estimasi dosis radiasi pasien adalah tidak tersedianya
alat ukur monitor radiasi personal untuk pasien INAK = αkVpƅ×mAs (2)
sehingga diperlukan inovasi untuk menghitung
estimasi dosis pasien dengan cara membuat α dan ƅ adalah konstanta yang nilainya berbeda-
kalkulator dosis dengan menggunakan persamaan beda untuk setiap pesawat sinar-X dari hasil
keluaran radiasi pesawat sinar-X dari hasil uji persamaan grafik sebagai fungsi kVp, x adalah kVp
kesesuaian. yaitu tegangan tabung dan mAs adalah arus tabung
dikali lama waktu penyinaran.
LANDASAN TEORI Untuk memperoleh estimasi dosis radiasi yang
Dosis Pasien radiografi konvensional diterima oleh pasien maka perlu menghitung
Perhitungan estimasi dosis radiasi pasien dapat entrance surface air kerma (ESAK), yaitu kerma di
dilakukan dengan menggunakan 2 metode, yaitu udara yang diukur pada titik permukaan fantom atau
langsung dan tidak langsung [4]. Perhitungan pasien pada jarak tertentu dari fokus tabung pesawat
estimasi dosis radiasi pasien secara langsung dapat sinar-X di pusat lapangan penyinaran dengan
menggunakan monitor radiasi personal

64
H.D.R. Raharja, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 63-68

menyertakan hamburan balik dengan satuan Gray level (DRL). Data dosis yang diukumpulkan
(Gy). ESAK dihitung dengan persamaan (3). kemudian diolah dan didapatkan typical value.
Typical value adalah tingkat panduan diagnostik
ESAK = INAK × BSF (3) di satu fasilitas yaitu nilai Q2 atau median dari
sebaran data di satu fasilitas kesehatan. Typical value
Dengan INAK adalah incident air kerma, dan kemudian dibandingkan dengan DRL nasional yaitu
BSF adalah faktor hamburan balik (backscatter nilai Q3 atau kuartil atas dari sebaran data secara
factor). nasional. Dengan melakukan evaluasi perbandingan
nilai typical value dengan DRL nasional maka
Teknik High kVp didapatkan kesimpulan perlu tidaknya dilakukan
Pencitraan medik pada radiografi konvensional optimisasi. Jika nilai typical value dibawah DRL
dengan menggunakan teknik high kVp bertujuan nasional maka tetap menjaga dan memastikan citra
untuk menurunkan dosis radiasi pasien dan berkualitas diagnostik, dan sebaliknya jika nilai
menghasilkan kualitas citra yang baik [8]. Nilai kVp typical value diatas DRL nasional maka harus
yang digunakan pada pemeriksaan radiografi menetapkan strategi optimsasi yang optimal agar
konvensional 110 – 125 kVp [9]. menyesuaikan dengan tingkat panduan diagnostik
Salah satu keuntungan menggunakan teknik high yang berlaku secara nasional.
kVp adalah waktu penyinaran yang singkat tapi Untuk mendapatkan nilai typical value pada
kualitas citra yang dihasilkan baik karena dengan sebaran data ke-n (Q2), secara matematis dapat
energi tinggi maka jumlah foton yang mampu dihitung dengan persamaan (4).
menembus materi semakin banyak tapi lebih sedikit
yang diserap sehingga dosis yang diterima pasien Q2 = ½ (n+1) (4)
akan semakin rendah [10].
Penggunaan sistem Automatic Exposure Control dengan n adalah jumlah data
(AEC) pada alat radiografi konvensional
memungkinkan untuk mereduksi dosis yang diterima METODE PENELITIAN
pasien dan menghasilkan citra yang berkualitas Penelitian dilakukan di MRCCC Siloam
diagnostik. Sistem AEC bekerja menyesuaikan Hospitals Semanggi dengan modalitas Digital
dengan ketebalan tubuh pasien, faktor eksposi berupa Radiography Philips Digital Diagnost VM dengan
mAs meningkat secara otomatis seiring dengan penyimpangan akurasi tegangan 2,8%.
bertambahnya ketebalan pasien dan juga menurun Data yang yang dicatat adalah jenis kelamin
secara otomatis seiring dengan berkurangnya pasien, umur pasien dan berat badan pasien pada jenis
ketebalan pasien [11]. Kenaikan kVp diikuti dengan pemeriksaan toraks PA kelompok usia dewasa ≥ 15
penuruan mAs sehingga jika menggunakan teknik tahun bulan Januari tahun 2022 sebanyak 305 pasien
high kVp, mAs yang digunakan nilainya jauh menggunakan 125 kVp, mAs menggunakan sistem
dibawah yang basa digunakan dengan teknik AEC dengan rentang mAs 0,5 – 1,4 mAs dan rata-
standar. rata 0,8 mAs dan estimasi jarak fokus tabung ke
pasien (FSD) adalah 100 cm.
Audit Dosis Radiasi Pasien Radiologi Diagnostik Analisis data untuk mengetahui estimasi dosis
Audit dosis merupakan impelentasi azas proteksi radiasi yang diterima pasien dan hubungan mAs
radiasi yaitu optimisasi. Audit dosis sebagai siklus dengan INAK dan ESAK serta audit dosis penentuan
berkelanjutan, tujuanya adalah untuk mengevaluasi typical value pemeriksaan toraks PA kemudian
protokol pemeriksaan yang telah ditetapkan dan dibandingkan dengan DRL nasional.
menindaklanjuti dengan menetapkan strategi Dosis pasien INAK dihitung dengan persamaan
optimisasi dengan hasil dosis pasien rendah dan (2) dan dosis pasien ESAK dihitung dengan
menghasilkan citra berkualitas diagnostik. persamaan (3) serta typical value didapat dari
Secara rinci siklus dan tahapan optimsasi di persamaan (4).
radiologi diagnostik yaitu penentuan skenario
optimisasi, persiapan awal, akuisisi data, evaluasi HASIL DAN PEMBAHASAN
dan identifikasi intervensi, implementasi intervensi, Dalam penelitian dilakukan uji kesesuaian
re-akuisisi data dan terakhir evaluasi/komparasi sebelum menghitung INAK dan ESAK untuk
dengan data awal [12]. mendapatkan data persamaan keluaran radiasi berupa
Perhitungan estimasi dosis radiasi pasien parameter akurasi tegangan (kVp) yang diukur
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam menggunakan dosimeter dengan jarak 100 cm (FDD)
siklus dan tahapan optimisasi yaitu pada akuisi data. dari fokus tabung. Nilai kVp divariasikan pada
Survey atau akuisisi data informasi dosis pasien rentang 50 – 110 kVp. Data keluaran radiasi pada uji
dilakukan oleh radiografer pada logbook yang berisi akurasi tegangan digunakan untuk kalkulator dosis
faktor eksposi dan dosis yang diterima pasien pada perhitungan estimasi dosis radiasi yang diterima
saat pemeriksaan. Data dosis kemudian diolah dan pasien.
dianalisis oleh fisikawan medik dan citra yang
dihasilkan dievaluasi oleh dokter spesialis radiologi.
Tujuan akhir dari rangkaian proses audit dosis adalah
optimisasi, dalam radiologi diagnostik dikenal
tingkat panduan medik atau diagnostic reference

65
H.D.R. Raharja, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 63-68

Tabel.1 Data Keluaran Radiasi Akurasi Tegangan

kVp mAs FDD mGy µGy μGymAs@100 cm


50 20 100 0,4 403,4 20,2
60 20 100 0,6 636,7 31,8
70 20 100 0,9 893,3 44,7
80 20 100 1,2 1212 60,6
90 20 100 1,5 1498 74,9
100 20 100 1,9 1911 95,6
110 20 100 2,2 2158 107,9

Tabel 2. Data Pasien Pemeriksaan Thorax PA


Jumlah Pasien Umur Berat kVp mAs Dosis Pasien (mGy) Typical Value
(tahun) Badan (Rentang/ Rentang/Rata-Rata (mGy)
Pria Wanita Rentang/ (Kg) Rata- INAK ESAK INAK ESAK
Rata-Rata Rentang/ Rata)
Rata-
Rata
129 176 18-86/44,2 38- 125 0.5-1,4/0,8 0.07- 0.1- 0,1 0,14
120/66,8 2,1/0,11 0,28/0,15

Tabel 1. menunjukan data hasil uji kesesuaian pada Tabel 2. Sejumlah 129 pasien pria dan 176
parameter akurasi tegangan. pasien wanita dengan rentang usia 18 – 86 tahun dan
Dari Tabel 1 diketahui grafik persamaan kVp dan rata-rata usia 44,2 tahun, rentang berat badan 38 –
keluaran radiasi pada Gambar 1 yang digunakan 120 kg dan rata-rata berat badan 66,8 kg, tegangan
sebagai kalkulator dosis untuk menghitung estimasi tetap 125 kVp, rentang mAs 0,5 – 1,4 mAs sesuai
dosis radiasi pasien berupa INAK dan ESAK. dengan ketebalan tubuh pasien dan rata-rata 0,8 mAs.
Didapatkan hasil rata-rata INAK dan ESAK secara
berturut-turut adalah 0,11 mGy dan 0,15 mGy serta
nilai typical value INAK 0,1 mGy dan ESAK 0,14
mGy.
Perhitungan estimasi dosis pasien INAK dan
ESAK dengan menggunakan teknik high kVp dengan
faktor eksposi tetap 125 kVp, mAs pada rentang 0,5-
1,4 mAs dan rata-rata 0,8 mAs dengan sistem AEC
sesuai ketebalan pasien. Dosis radaisi pasien sangat
dipengaruhi oleh faktor eksposi yang dipilih oleh
radiografer sebelum pemeriksaan. Dengan
menggunakan teknik high kVp dan mAs
menggunakan AEC, radiografer tidak perlu
Gambar 1. Grafik Keluaran Radiasi
mengubah faktor eksposi karena kVp tetap dan mAs
otomatis sesuai ketebalan pasien. Grafik hubungan
Dari grafik persamaan diketahui persamaan
mAS dengan INAK dan ESAK terdapat pada Gambar
fungsi kVp, yaitu y = 0,048 × kVp2,143 dan koefisien
2 dan 3.
relasi R2 = 0,9926.
Dengan menggunakan persamaan (1) untuk
menghitung INAK.

INAK = 0,048 × kVp2,143× mAs

dan menggunakan persamaan (2) untuk


menghitung nilai ESAK.

ESAK = INAK × BSF

Dengan BSF yang digunakan 1,35 dan focus skin


distance (FSD) atau jarak fokus tabung ke pasien
adalah 100 cm.
Telah dilakukan pengumpulan data survei Gambar 2. Grafik hubungan mAs dengan INAK
sejumlah 305 pasien kategori usia diewasa ≥ 15 tahun
jenis pemeriksaan toraks PA dengan karakteristik

66
H.D.R. Raharja, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 63-68

Gambar 3. Grafik hubungan mAs dengan ESAK

Dari Gambar 2 dan 3 hubungan mAs dengan


INAK dan ESAK menunjukan bahwa peningkatan
mAs linier dengan peningkatan INAK dan ESAK
dengan koefisien korelasi secara berturut-turut R2 =
0,9968 dan 1. mAs merepresentasikan kuantitas
radiasi sehingga semakin tinggi nilai mAs maka
semakin tinggi pula dosis radiasi yang diterima oleh
pasien.
Dengan teknik high kVp dan sistem AEC, nilai
mAs dapat diturunkan menyesuaikan dengan Gambar 5. Perbandingan Typical Value Pemeriksaan
ketebalan pasien. Data menunjukan rata-rata INAK Toraks PA Kategori Dewasa dengan DRL Nasional
dan ESAK pada penelitian ini adalah secara berturut-
turut adalah 0,11 mGy dan 0,15 mGy. Nilai typical value INAK dan ESAK
dibandingkan dengan DRL nasional sesuai
Keputusan Kepala BAPETEN tentang Penetapan
Nilai Tingkat Panduan Diagnostik Indonesia nomor
1211/K/V/2021 pada pemeriksaan toraks PA. INAK
dan ESAK DRL nasional pemeriksaan toraks PA
berturut-berturut adalah 0,3 mGy dan 0,4 mGy,
sehingga diperoleh kesimpulan hasil audit dosis
typical value masih di bawah DRL nasional.
Tindaklanjut audit dosis adalah tetap menerapkan
Gambar 4. Perbandingan ESAK MRCCC Siloam protokol pemeriksaan yang sudah berjalan dan terus
Hospitals Semanggi beberapa dengan data rujukan melakukan evaluasi nilai typical value dan
memastikan citra berkualitas diagnostik.
ESAK rata-rata pada penelitian dibandingkan
dengan rujukan dari hasil penelitian yang diterbitkan KESIMPULAN
oleh Hiswara, dkk (2015) [13], Ofori, dkk (2014) Hasil perhitungan estimasi dosis radiasi pasien
[14], Shahbazi-Gahrouei, dkk (2006) [15] dan pada bidang radiologi diagnostik direpresentasikan
dibandingkan dengan panduan IAEA Series No. 115 dengan nilai INAK dan ESAK. Dosis dihitung
[16]. dengan menggunakan persamaan keluaran radiasi
Terlihat pada Gambar 4, nilai ESAK MRCCC pada pesawat sinar-X di MRCCC Siloam Hospitals
Siloam Hospitals masih di bawah beberapa data Semanggi pada pemeriksaan radiografi konvensional
rujukan. Pemeriksaan radiografi konvensional toraks toraks PA kepada 305 pasien dengan teknik high
PA dengan teknik high kVp terbukti mampu kVpdan rata-rata 0,8 mAs didapatkan rata-rata INAK
memberikan dosis rendah kepada pasien. 0,07 mGy dan ESAK 0,1 mGy.
Penggunaan teknik high kVp pada pemeriksaan Hasil audit dosis penentuan typical value
radiografi konvensional merupakan penerapan pemeriksaan toraks PA di MRCCC Siloam Hospitals
optimisasi dosis dalam azas proteksi radiasi. Semanggi diperoleh typical value INAK 0,1 mGy
Data pasien pada Tabel 2, pada pemeriksaan dan ESAK 0,14 mGy. Nilai typical value
radiografi konvensional toraks PA dengan kategori dibandingkan dengan DRL nasional sesuai
usia dewasa >15 tahun dengan menggunakan teknik Keputusan Kepala BAPETEN tentang Penetapan
high kVp dan mAs menggunakan sistem AEC sesuai Nilai Tingkat Panduan Diagnostik Indonesia nomor
ketebalan pasien, diketahui nilai typical value INAK 1211/K/V/2021. Pada pemeriksaan toraks PA, INAK
dan ESAK secara berturut-turut adalah 0,1 mGy dan dan ESAK DRL nasional berturut-turut adalah 0,3
0,14 mGy. mGy dan 0,4 mGy. Hasil audit dosis typical value di
MRCCC Siloam Hospitals Semanggi masih di bawah
DRL nasional sehingga harus tetap menjaga dan
memastikan citra kualitas diagnostik dan terus
melakukan evaluasi typical value berkala.

67
H.D.R. Raharja, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 63-68

Penggunaan teknik high kVp pada pemeriksaan [8] T. L. Fauber et al, High Kilovoltage Digital
radiografi konvensional terbukti mampu menurunkan Exposure Techniques and Patient Dosimetry,
dosis radiasi pasien. Radiol. Technol. 82(6), 501–510, 2011;
[9] N. E. Peacock, et al, An Evaluation of The Effect
UCAPAN TERIMAKASIH of Tube Potential on Clinical Image Quality
Penulis berterima kasih kepada Hospital Director, using Direct Digital Detectors for Pelvis and
Ancillary Service and Medical Affair Deputy Lumbar Spine Radiographs, Journal of Medical
Division Head, Deputy Ancillary Service Division Imaging and Radiation Sciences, 67(2),1-9,
Head, dan seluruh staf Departemen Radiologi 2020;
MRCCC Siloam Hospitals Semanggi yang telah [10] N. A. A. Daud, et al, The Effect of
memberikan kesempatan kepada penulis untuk Compensating Filter on Image Quality in
melakukan penelitian, serta semua pihak yang telah Lateral Projection of Thoraco Lumbar
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan Radiography, Journal of Physics Conference
makalah ini. Series, 546(1), 2014;
[11] J. S. Jang, et al, Effective Dose in Abdominal
DAFTAR PUSTAKA Digital Radiography: Patient Factors, Journal
[1] S. Prabhu, et al, Production of X-RAYS using X- of the Korean Society of Radiology., 77(2), 89,
RAY Tube, Journal of Physics: Conference 2017;
Series, 1712, 2020; [12] L. E. Lubis dan D. S. Soejoko, Optimisasi Dosis
[2] International Atomic Energy Agency, IAEA dan Kualitas Citra pada Radiologi Diagnostik :
Safety Standards General Safety Requirements Langkah-Langkah, Tips, dan Panduan Praktis,
Part 3 No. GSR Part 3 Radiation Protection and Journal of Medical Physics and Biophysics,
Safety of Radiation Sources: International 7(1), 2020
Basic Safety Standards,2014; [13] E. Hiswara dan D. Kartikasari, Dosis Pasien
[3] E. Vañó et al, “ICRP Publication 135: Pada Pemeriksaan Rutin Sinar-X Radiologi
Diagnostic Reference Levels in Medical Diagnostik, Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir
Imaging, Ann. ICRP 46(1), 1–144, (2017); Indonesia,16(2) 71, 2015;
[4] Y. Musa, et al, Direct and Indirect Entrance [14] K. Ofori, et al, Estimation of Adult Patient
Surface Dose Measurement in X-ray Doses for Selected X-ray Diagnostic
Diagnostics using NanoDot OSL Dosimeters, Examinations, Journal of Radiation Research
Journal of Physics Conference Series, and Applied Sciences, (7)4, 459–462, 2014;
1248(1):012014, 2019; [15] D. Shahbazi-Gahrouei, Entrance Surface Dose
[5] K. Karila, Quality Control in Mammary Measurements for Routine X-ray Examinations
radiography, Acta Radio Oncol (Madr), 20(3), in Chaharmahal and Bakhtiari Hospitals,
213–221, 1981; Iranian journal of radiation research (IJRR),
[6] International Atomic. Energy. Agency, IAEA 4(1),29–33, 2006;
Technical Report Series No.457: Dosimetry in [16] International Atomic Energy Agency, Safety
Diagnostic Radiology: an International Code of Series No. 115., 1996, International Basic
Practice, Vienna, 2007; Safety Standards for Protection against
[7] Z. Arifin, et al, Evaluation of Dose Radiation on Ionizing Radiation and for the Safety of
X-ray Radiography, Journal of Physics: Radiation Sources, Vienna, 1996.
Conference Series, 1217 (1), 2019;

68
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75

Pemantauan dosis lensa mata Hp(3) staf cathlab menggunakan Soca


Dosimeter
Rosa Desinta1, Risalatul Latifah1, Rio Imam Santoso2, Bunawas3
1
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya, Malang
2
Fisikawan Medik, RSJPD Harapan Kita, Jakarta
3
NuklindoLab – Koperasi JKRL, Tangerang Selatan

Email: itsmerosad@gmail.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.011

ABSTRAK. International Commission on Radiological Protection (ICRP) menurunkan dosis ambang katarak dari 2‒5 Gy
menjadi 0,5 Gy yang diikuti penurunan nilai batas dosis (NBD) lensa mata pekerja radiasi menjadi 20 mSv/tahun. Staf
cathlab merupakan salah satu kelompok pekerja yang rentan menerima dosis lensa mata tinggi karena bekerja di dekat
sumber radiasi sehingga dosis lensa mata staf perlu dipantau. Pemantauan dilakukan untuk menganalisis dosis lensa mata
yang diterima pekerja dan memastikan pekerja terproteksi dengan baik. Pengukuran dosis lensa mata dilakukan pada Hp(3)
atau pada kedalaman 3 mm karena lensa yang sensitif terhadap radiasi pada kedalaman tersebut. Pemantauan dilakukan
selama satu minggu pada 14 staf (dokter, perawat, dan radiografer) dan pemantauan 4 prosedur berbeda dengan dosimeter
lensa mata (SOCA Dosimeter) yang berisi TLD chip dan holder yang disematkan ke bandana. Dosis lensa mata yang
didapatkan dari pemantauan selama seminggu berkisar antara 0,108 – 1,642 mSv dan pemantauan per prosedur 0,033 –
0,393 mSv. Dosis tahunan yang diterima pekerja berdasarkan estimasi yang dilakukan masih banyak yang melebihi NBD
sehingga pemantauan dengan dosimeter lensa mata perlu dilakukan dan alat pelindung mata perlu digunakan untuk
mereduksi dosis lensa mata yang diterima.
Kata kunci: staf cathlab, dosis lensa mata Hp(3), SOCA dosimeter

ABSTRACT. The International Commission on Radiological Protection (ICRP) reduced the cataract threshold dose
from 2‒5 Gy to 0.5 Gy, followed by a decrease in the dose limit value (NBD) of the radiation worker's eye lens to 20
mSv/year. Cathlab staff is one of the workers vulnerable to receiving high doses of eye lenses because they work near
radiation sources, so staff's eye lens doses need to be monitored. Monitoring is carried out to analyze the dose of eye lenses
received by workers and ensure workers are well protected. Eye lens measurement is carried out at Hp(3) or a depth of 3
mm because the lens is sensitive to radiation. Monitoring was carried out for one week on 14 staff (doctors, nurses, and
radiographers) and four procedures with an eyepiece dosimeter (SOCA Dosimeter). The eye lens dose obtained for a week
ranged from 0.108 – 1.642 mSv, and monitoring per procedure was 0.033 – 0.393 mSv. The annual dose received by
workers is based on estimates mostly exceeding the NBD, so tracking with an eye lens dosimeter needs to be done, and eye
protection equipment needs to be used to reduce the eye lens dose received.
Keywords: Cathlab staff, eye lens dose Hp(3), SOCA dosimeter

PENDAHULUAN Kematian akibat penyakit jantung terus meningkat


Sinar-X merupakan bagian dari spektrum dari tahun 2000 hingga tahun 2019. Pada tahun 2000,
gelombang elektromagnetik yang ditemukan oleh ada sekitar 2 juta kematian akibat penyakit jantung.
fisikawan berkebangsaan Jerman yaitu Wilhelm Namun, pada tahun 2019 jumlahnya meningkat
Conrad Rontgen pada tahun 1895. Penggunaan sinar- menjadi hampir 9 juta kematian. Berdasarkan studi
X bervariasi diberbagai bidang, seperti analisis WHO (2021), salah satu fasilitas prioritas dalam
struktur material, industri, kesehatan, penelitian, dan penanganan penyakit jantung yaitu memiliki
lainnya. Di bidang kesehatan, sinar-X dapat laboratorium kateterisasi atau cathlab [2, 3].
digunakan dalam diagnosis dan terapi berbagai Prosedur kardiologi intervensional yang
penyakit seperti penyakit jantung [1]. memanfaatkan sinar-X meningkat pesat selama 10
Selama 20 tahun terakhir, penyakit jantung tahun terakhir. Munculnya penyakit yang lebih
menjadi penyebab utama kematian secara global. kompleks, banyaknya lesi yang harus diobati, dan

69
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75

situasi angiografi yang sulit juga alasan yang Menurut International Commission on
menyebabkan jumlah prosedur kardiologi Radiological Protection (ICRP), dosis ambang
intervensional semakin meningkat [4]. Selain paparan kronis lensa mata yaitu 5 Gy dan paparan
peningkatan jumlah prosedur yang dilakukan, akut 0,5 - 2 Gy. Namun, selama beberapa dekade
munculnya prosedur yang kompleks menyebabkan terakhir sejumlah studi epidemiologi katarak
durasi paparan satu prosedur juga meningkat. Oleh menunjukkan bahwa katarak akibat radiasi dapat
karena itu, dosis radiasi yang diterima staf kardiologi terjadi dengan dosis yang jauh lebih rendah
intervensional jauh lebih besar dibandingkan staf dibandingkan dosis ambang yang telah ditetapkan
radiologi umum [5]. sebelumnya. Oleh karena itu, pada tahun 2011 ICRP
Efek radiasi yang bergantung dengan dosis yaitu menyatakan dosis ambang baru untuk lensa mata
efek deterministik, yang muncul ketika dosis yang yaitu sebesar 0,5 Gy. Hasil rekomendasi dosis
diterima tubuh melebihi dosis ambang sebagai respon ambang baru ini diterbitkan dalam publikasi ICRP
terhadap radiasi dan tergantung pada sensitivitas 118 [14].
organ dan jaringan [6]. Penurunan dosis ambang katarak ini berakibat
Beberapa studi menunjukkan bahwa dosis lensa pada penurunan nilai batas dosis (NBD) bagi pekerja
mata per prosedur dan dosis tahunan yang diterima radiasi oleh ICRP. Sebelumnya NBD lensa mata bagi
staf masih cukup tinggi [7, 8, 9]. Bahkan beberapa pekerja 150 mSv/tahun dan saat ini dosis lensa mata
staf menerima dosis tahunan melebihi nilai batas hanya 20 mSv/tahun dalam periode 5 tahun dengan
dosis (NBD) yang ditetapkan yang meningkatkan satu tahun tertentu boleh menerima dosis 50 mSv.
risiko katarak. Oleh karena itu, pemantauan dosis Penurunan nilai batas dosis lensa mata ini kemudian
lensa mata staf cathlab perlu dilakukan dengan diadopsi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir
dosimeter mata guna meminimalkan risiko katarak. (BAPETEN) dalam Perka BAPETEN No 4 Tahun
2013 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi
LANDASAN TEORI dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir pada Pasal 15
Kardiologi intervensional adalah cabang [15].
kardiologi yang mengelola pengobatan berbasis Beberapa studi telah dilakukan terkait dosis lensa
kateter untuk penyakit jantung struktural. Tindakan mata yang diterima staf dari beberapa kegiatan
memasukkan selang kecil (kateter) ke dalam intervensi. Pada Tabel 1 terlihat bahwa rentang dosis
pembuluh darah arteri maupun vena dan lensa mata yang didapatkan oleh pekerja
memandunya hingga ke jantung, pembuluh darah intervensional, baik intervensi jantung maupun
lainnya atau organ lain yang dituju dengan bantuan radiologi intervensional sangat besar.
sinar-X disebut dengan kateterisasi. Cathlab
(Catheterization Laboratorium) merupakan tempat Tabel 1. Dosis lensa mata staf pada beberapa prosedur
melakukan tindakan kateterisasi, baik yang bertujuan medis [14].
untuk diagnostik ataupun terapi [10, 11]. Dosis yang dilaporkan
Satu tim dalam cathlab biasanya terdiri dari Kategori Medis (μSv)
beberapa orang dengan berbagai keahlian. Minimal Maksimal
Contohnya satu tim terdiri dari perawat (scrub,
Angiografi jantung 1 250
sirkuler, dan monitor), radiografer, dan ahli jantung.
Jumlah anggota dalam satu tim cathlab bervariasi, Intervensi jantung 1,2 35000
tergantung jenis prosedur yang dilakukan [12]. Intervensi dipandu CT 3,3 530
Menurut International Radiation Protection Radiologi
Association (2017), kelompok pekerja yang rentan 1 81900
intervensional
menerima dosis lensa mata tinggi yaitu salah satunya
pekerja yang terpapar pada medan radiasi yang Nilai maksimum yang diterima bahkan melebihi
sangat tidak seragam di mana mata dapat terpapar NBD yang telah ditentukan ICRP dan BAPETEN.
secara khusus, seperti ahli radiologi intervensi dan Seperti yang diketahui bahwa risiko katarak
ahli jantung atau anggota staf lain yang bekerja dekat sebanding dengan peningkatan dosis yang diterima
dengan sumber radiasi tetapi dengan bagian tubuh lensa mata. Oleh karena itu, pemantauan dosis lensa
mereka dilindungi dengan apron atau sistem mata perlu dilakukan dalam upaya meminimalkan
pelindung lainnya [13]. risiko katarak bagi staf.
Paparan radiasi juga dapat dikaitkan dengan Pemantauan dosis pekerja telah diatur dalam
pembentukan katarak. Seperti yang diketahuii, satu Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir
contoh organ yang sensitif terhadap radiasi yaitu (BAPETEN) Nomor 4 tahun 2020 tentang
mata sehingga paparan dosis tertentu dapat Keselamatan Radiasi pada Penggunaan Pesawat
menyebabkan katarak sebagai respon jaringan
Sinar-X dalam Radiologi Diagnostik dan
terhadap radiasi. Pernyataan ini dibuktikan dengan Intervensional. Pada Pasal 33 menyebutkan bahwa
fisikawan yang bekerja di siklotron dalam jangka pemantauan dosis perorangan dilakukan dengan
waktu yang lama, pasien yang diterapi dengan sinar- dosimeter aktif dan pasif. Kemudian pada Pasal 34
X, maupun penyintas bom di Jepang mengungkapkan disebutkan bahwa pemegang izin harus menyediakan
adanya pembentukan katarak. Pembentukan serat dosimeter aktif dan dosimeter pasif yang terdiri dari
lensa yang abnormal dapat disebabkan iradiasi sel dosimeter pasif seluruh tubuh dan lensa mata [16].
epitel yang berproliferasi di lensa sehingga Dosimeter lensa mata ini digunakan untuk
membentuk lapisan keruh pada lensa [6]. pengukuran dosis ekuivalen personal Hp(3) atau pada

70
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75

Gambar 1. Dosis lensa mata staf cathlab pada pemantauan satu minggu.

kedalaman 3 mm. Bagian lensa yang sensitif terhadap perawat, maupun radiografer. Bandana ini berisi satu
radiasi pengion berada pada kedalaman 3 mm TLD yang diletakkan di bagian tengah.
sehingga kedalaman inilah yang dipilih untuk Pengambilan data dilakukan di instalasi cathlab
pengukuran dosis lensa mata [13]. RS A dan RS B saat terdapat tindakan. Pemantauan
SOCA Dosimeter merupakan dosimeter mata selama satu minggu dilakukan oleh 15 staf cathlab
dengan menggunakan detektor CaSO4:Dy disk dan yang terdiri dari 6 dokter, 6 perawat, dan 3
lapisan Teflon PTFE 2 mm yang setara dengan radiografer. Sementara pemantauan per prosedur
jaringan 3 mm. Adapun karakteristik dari SOCA dilakukan dengan 4 prosedur berbeda, yaitu selective
Dosimeter secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel nerve block (SNB), embolisasi, percutaneous
2. SOCA Dosimeter ini telah dikalibrasi di coronary intervention (PCI), dan coronary
laboratorium Dosimetri Standar Sekunder (SSDL) angiography (CAG) yang terdiri dari dokter, perawat
Nuklir Malaysia sesuai ISO 12794 (2000) [17]. (scrub dan sirkuler), dan radiografer.

Tabel 2. Karakteristik SOCA Dosimeter HASIL DAN PEMBAHASAN


Detektor TLD CaSO₄:Dy Pemantauan Per Prosedur
Diameter TLD 6 mm Staf yang terlibat dalam pemantauan selama satu
Tebal TLD 1,2 mm minggu terdiri dari 6 dokter, 6 perawat, dan 3
Rentang Dosis 35 μSv − 10 Sv radiografer. Pemantauan dilakukan selama lima hari
kerja di instalasi cathlab. Berdasarkan Gambar 1 di
Linearitas >99,8 %
bawah, dosis lensa mata selama seminggu yang
Ketergantungan Sudut <12,9 % diterima staf cathlab (dokter, perawat, dan
Kedapat Ulangan ~5% radiografer) bervariasi mulai 0,108 – 1,642 mSv.
Keseragaman ~5% Pada Gambar 1 terlihat bahwa terdapat seorang
perawat, yaitu perawat 1, dengan dosis lensa mata
METODOLOGI mingguannya melebihi 1,5 mSv. Hal ini terjadi
Persiapan TLD dan dosimeter serta pembacaan karena perawat tersebut merupakan perawat diklat
data dilakukan di NuklindoLab. Sementara yang setiap harinya berada di ruang operasi dan
pengambilan data berupa pemantauan satu minggu mengikuti 3 – 5 tindakan setiap hari dengan waktu
dilakukan di RS A dan pemantauan per prosedur fluoroskopi yang beragam, mulai dari 3 menit hingga
dilakukan di RS B. RS A dan RS B merupakan rumah 70 menit. Oleh karena itu, paparan radiasi yang
sakit yang ada di Jakarta. mengenai mata besar dan berdampak pada besarnya
Persiapan TLD meliputi penyeleksian TLD dosis lensa mata yang diterima.
CaSO4:Dy, annealing dan labelling. Penyeleksian Rata-rata dosis lensa mata yang diterima dokter
ini bertujuan untuk memastikan keseragaman TLD lebih kecil dibandingkan dosis yang diterima perawat
dengan nilai koefisien variansi di bawah 15%. Proses karena terdapat beberapa dokter yang memakai
annealing bertujuan menghapus sisa cacahan yang kacamata timbal dan biasanya dokter hanya bekerja 2
ada pada TLD sebelumnya atau mengecilkan respon hari dalam seminggu. Sementara terdapat satu dokter,
dosimeter TLD. Sementara proses labelling yaitu dokter 6, yang memang jarang menggunakan
bertujuan agar TLD antar satu staf dan staf lain tidak SOCA dosimeter sehingga dosis lensa mata yang
tertukar. Persiapan dosimeter dilakukan dengan terukur cukup rendah. Dosis lensa mata yang
memasukkan TLD chip ke dalam holder PTFE diterima dokter 4 juga cukup rendah karena dokter 4
(polytetrafluoroethylene) dan TLD yang sudah diberi jarang melakukan tindakan dan selama tindakan
holder dimasukkan ke bandana. Bandana ini akan berlangsung kacamata timbal selalu dipakai.
dipakai oleh staf cathlab seperti operator (dokter), Penggunaan kacamata timbal sangat berpengaruh
dalam reduksi dosis yang diterima pekerja.

71
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75

Pemakaian pelindung dapat mereduksi radiasi yang yang sedang belajar, dokter tersebut biasanya akan
mengenai mata hingga 97%, bergantung pada berdiri di dekat scrub. Namun, dokter ini posisinya
ketebalan dan jenis pelindung yang digunakan [3]. juga akan berpindah-pindah di sekitar dokter utama
Besarnya dosis yang diterima staf cathlab ini ataupun sirkuler. Sementara perawat scrub tambahan
terjadi karena beberapa hal, antara lain pelindung seperti yang ada pada prosedur PCI dan CAG
mata seperti kacamata timbal yang jarang digunakan, biasanya berdiri di sebelah staf nomor 2.
lamanya waktu fluoroskopi, jumlah tindakan yang Berdasarkan Tabel 3 di atas, rentang dosis lensa
dilakukan per minggu, serta adanya radiasi hamburan mata Hp(3) yang diterima pekerja bervariasi mulai
dari ruangan cathlab. Dari 15 staf yang memakai dari 0,033 – 0,393 mSv dengan dosis lensa mata
SOCA dosimeter, hanya ada tiga staf (dokter) yang terbesar diterima oleh perawat scrub dari tindakan
rutin memakai kacamata timbal, yaitu dokter 2, embolisasi dan dosis rata-rata terendah diperoleh
dokter 4, dan dokter 5. Ada beberapa prosedur seperti sirkuler dari tindakan CAG. Jadi, berdasarkan
elektrofisiologi dan beberapa keadaan rumit yang penelitian ini dokter tidak selalu mendapat dosis
menyebabkan waktu fluoroskopi yang panjang. paling besar di antara staf cathlab lain. Pada beberapa
Biasanya terdapat 25 – 30 tindakan yang dilakukan prosedur seperti SNB dan embolisasi, dokter
setiap hari dengan satu staf biasanya ikut dalam 3 – 5 mendapat dosis yang lebih kecil dibandingkan scrub
tindakan setiap harinya. Selain itu, biasanya beberapa karena menggunakan kacamata timbal. Namun, pada
ruang operasi tidak tertutup dengan sempurna dan prosedur PCI dan CAG dokter mendapat dosis paling
kebanyakan staf memakai SOCA dosimeter selama besar dibandingkan scrub, sirkuler, dan radiografer
berada di instalasi cathlab, tidak hanya saat tindakan karena hanya menggunakan ceiling shielding tanpa
berlangsung. Oleh karena itu, staf dapat terpapar kacamata timbal. Ini menunjukkan bahwa jarak
radiasi tambahan yang menyebabkan besarnya dosis merupakan salah satu faktor yang memengaruhi dosis
lensa. lensa mata yang diterima staf cathlab. Namun, ada
faktor lain yaitu penggunaan alat proteksi seperti
Pemantauan Per Prosedur kacamata timbal yang dapat menurunkan dosis lensa
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat mata tersebut. Pada penelitian ini, kacamata timbal
empat prosedur berbeda dengan total sebanyak 9 hanya rutin digunakan oleh dokter pada prosedur
prosedur seperti yang tertera pada Tabel 3 di bawah. SNB dan embolisasi.
Keempat prosedur tersebut terdiri dari SNB (selective Pada prosedur SNB dan embolisasi, perawat
nerve block), embolisasi, PCI (percutaneous scrub mendapat dosis yang lebih besar dibandingkan
coronary intervention), dan CAG (coronary dokter karena dokter utama menggunakan pelindung
angiography). mata berupa ceiling shielding dan kacamata timbal.
Jumlah staf yang terlibat pada setiap prosedur Terlebih biasanya staf cathlab selain dokter jarang
berbeda-beda. Pada prosedur SNB, staf cathlab yang memakai kacamata timbal. Ceiling shielding ini
terlibat terdiri dari 1 dokter, 1 scrub, 1 sirkuler, dan 1 biasanya terpasang pada C-arm dan hanya
radiografer. Pada prosedur embolisasi, staf cathlab melindungi dokter utama. Tanpa penggunaan ceiling
yang terlibat terdiri dari 2 dokter, 1 scrub, 1 sirkuler, shielding, dosis lensa mata yang diterima scrub bisa
dan 1 radiografer. Dokter pertama merupakan dokter hampir sama dengan dosis lensa mata dokter utama
utama dan dokter kedua merupakan dokter yang [18].
sedang belajar. Sementara pada prosedur PCI dan Berdasarkan studi yang dilakukan Omar et al.
CAG, staf cathlab yang terlibat terdiri dari 1 dokter, [19], dokter untuk prosedur PCI dan CAG mendapat
2 scrub, 1 sirkuler, dan 1 radiografer. dosis lensa mata sebesar 0,066 mSv, sementara scrub
dan sirkuler mendapat dosis sebesar 0,0057 mSv per
prosedur. Studi yang dilakukan Szumska et al. [20]
dosis lensa mata dokter, perawat, dan teknisi untuk
prosedur CAG, yaitu 0,018 mSv, 0,008 mSv, dan
0,007 mSv. Sementara dosis lensa mata dokter,
perawat, dan teknisi untuk prosedur PCI, yaitu 0,032
mSv, 0,016 mSv, dan 0,008 mSv. Studi yang
dilakukan Hiswara et al. [21] menunjukkan dosis
lensa mata rata-rata dokter, perawat, dan radiografer
berturut-turut pada prosedur PCI, yaitu 0,0818 mSv,
0,0759 mSv, dan 0,0974 mSv. Dosis lensa mata yang
Gambar 1. Gambaran posisi staf cathlab selama tindakan didapatkan untuk prosedur PCI dan CAG pada studi
berlangsung. yang dilakukan Omar, Szumska, dan Hiswara lebih
rendah dibandingkan pada Tabel 3.
Pada Gambar 1 di atas merupakan gambaran Pada prosedur embolisasi, dosis lensa per
posisi dari staf cathlab. Pada nomor 1 menunjukkan prosedur yang didapatkan dokter yaitu 0,13 mSv,
dokter utama, nomor 2 merupakan scrub, nomor 3 scrub 0,038 mSv dan sirkuler 0,011 mSv studi yang
yaitu sirkuler, dan nomor 4 adalah radiografer. Jadi, dilakukan Omar et al. Sementara dosis lensa mata
dokter utama akan lebih dekat dengan tabung sinar-
X diikuti oleh perawat scrub. Sementara perawat
sirkuler biasanya berdiri di pojok ruangan, di dekat
lemari perlengkapan operasi. Jika terdapat dokter

72
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75

Grafik 2. Estimasi dosis lensa mata tahunan pemantauan satu minggu

dari studi Hiswara et al. untuk dokter, perawat, dan dari 2010 hingga 2013 dengan waktu kerja di cathlab
radiografer berturut-turut, yaitu 0,1187 mSv, 0,0190 pada rentang 5 – 17 tahun, dokter dan staf pendukung
mSv, dan 0,1201 mSv. Dosis lensa mata prosedur seperti perawat dan radiografer berisiko tinggi
embolisasi pada studi yang dilakukan Omar dan menderita posterior subcapsular cataracts (PSC)
Hiswara lebih kecil dibandingkan pada Tabel 3. [22]. Studi Vano et al. [23] menunjukkan dari 116
Faktor yang menyebabkan perbedaan nilai dosis staf, terdapat 22 dokter dan 12 perawat yang
lensa mata pada beberapa studi, yaitu kompleksitas mengalami perubahan lensa PSC. Studi yang
prosedur, pengalaman operator, peralatan pelindung dilakukan Ciraj-Bjelac et al. [24] menunjukkan dari
yang digunakan, dan pengaturan paparan. 52 staf, terdapat 26 staf yang terdiri dari 16 dokter
dan 10 perawat yang mengalami perubahan lensa
Estimasi Dosis Lensa Mata Tahunan PSC. Kemudian Vano et al. [25] melakukan studi
Estimasi dosis lensa mata Hp(3) tahunan pada kembali pada 127 staf yang terdiri dari dokter dan
pemantauan selama satu minggu berdasarkan nilai perawat/teknisi. Dari 127 staf ini, 27 dokter dan 29
dosis lensa mata yang didapatkan kemudian perawat mengalami perubahan lensa mata PSC. Ini
dikalikan dengan 50 minggu kerja. Gambaran ini menunjukkan bahwa katarak dapat terjadi pada
merupakan gambaran kasar untuk perhitungan dosis pekerja radiasi dan pekerja radiasi berisiko
tahunan. Berdasarkan data Gambar 2 di bawah, mengalami katarak dini jika lensa mata mendapat
estimasi dosis tahunan staf cathlab bervariasi dari paparan radiasi yang tinggi.
5,379 – 82,079 mSv. Estimasi dosis lensa mata Estimasi dosis lensa mata Hp(3) tahunan pada
tahunan terbesar ini diterima oleh perawat 1 karena pemantauan per prosedur berdasarkan rata-rata dari
selama 5 hari pemantauan perawat 1 selalu berada di jumlah prosedur yang ada selama empat tahun
ruang tindakan. Terlihat pula bahwa terdapat banyak terakhir. Jumlah prosedur rata-rata dari setiap
staf yang dosis tahunannya melebihi nilai batas dosis prosedur ini akan dikalikan dengan nilai rata-rata
(NBD) lensa mata bagi pekerja radiasi, yaitu 20 mSv. dosis lensa mata Hp(3) yang diterima oleh staf
NBD ditunjukkan pada garis hitam horizontal pada cathlab.
Gambar 2. Hanya ada lima staf yaitu dokter 4, dokter Berdasarkan data Gambar 3 di atas, estimasi dosis
6, perawat 2, berawat 4, dan radiografer 2 yang masih lensa mata staf cathlab bervariasi dari 0,807 – 20,275
memenuhi NBD yang telah ditetapkan oleh mSv. Terdapat beberapa staf yang mendapatkan
BAPETEN. Terdapat beberapa faktor yang dosis lensa mata yang lebih besar dari 20 mSv, yaitu
menyebabkan tingginya dosis lensa mata yang dokter dan scrub pada prosedur PCI. Estimasi dosis
diterima staf cathlab, antara lain banyaknya prosedur lensa mata dokter dan scrub pada prosedur PCI yaitu
yang dilakukan per tahunnya, waktu fluoroskopi 20,275 mSv. Besarnya dosis lensa mata yang
prosedur yang panjang, kurangnya penggunaan diterima oleh staf cathlab yang melakukan prosedur
pelindung mata, dan adanya paparan tambahan saat PCI salah satunya karena banyaknya prosedur yang
bekerja seperti paparan dari ruang operasi yang tidak dilakukan setiap tahunnya. Jumlah prosedur PCI ini
tertutup sempurna. terus meningkat setiap tahunnya, bahkan pada tahun
Staf yang mendapat dosis lensa mata tinggi 2013 terdapat total 13897 prosedur PCI berdasarkan
berisiko menderita katarak sebagai respon jaringan Portuguese National Registry of Interventional
terhadap radiasi. Berdasarkan rekomendasi Cardiology [26]. Prosedur PCI banyak dilakukan
International Commission on Radiological karena efektif dalam menghilangkan gejala bahkan
Protection (ICRP), dosis ambang katarak untuk mengurangi kematian pada pasien penyakit jantung
paparan kronis lensa mata, yaitu 5 Gy dan paparan [27].
akut 0,5 – 2 Gy. Namun, pada tahun 2011 ICRP Jadi, estimasi dosis lensa mata tahunan staf pada
merekomendasikan dosis ambang katarak yang baru, pemantauan satu minggu masih banyak yang
yaitu 0,5 Gy. Berdasarkan studi yang telah dilakukan melebihi nilai batas dosis (NBD) yang telah

73
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75

Gambar 3. Estimasi dosis lensa mata tahunan per prosedur

ditetapkan BAPETEN. Sementara estimasi dosis NBD, yaitu 20 mSv/tahun, sehingga pemantauan
lensa mata tahunan dokter pada prosedur PCI dengan dosimeter lensa mata perlu dilakukan dan alat
melebihi NBD yang telah ditentukan. Namun, selain pelindung mata perlu digunakan untuk mereduksi
dokter pada prosedur PCI masih dalam NBD yang dosis lensa mata yang diterima.
telah ditentukan oleh BAPETEN. Berdasarkan
rekomendasi International Radiation Protection UCAPAN TERIMA KASIH
Association (2017), pemantauan berkala sudah mulai Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
harus dilakukan ketika dosis tahunan yang diterima orang yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini,
pekerja lebih dari 6 mSv. Pemantauan dilakukan khususnya staf cathlab, baik itu dokter, perawat,
dengan dosimeter yang diletakkan di kerah atau maupun radiografer, di rumah sakit A dan B serta
berupa bandana. NuklindoLab – Koperasi JKRL.
Ketika dosis tahunan yang diterima staf 3 – 6 mSv,
ceiling shielding harus digunakan atau jika tidak ada DAFTAR PUSTAKA
alat pelindung lainnya, maka harus [1] Bushong, S. C., Radiologic Science for
mempertimbangkan penggunaan kacamata Technologist Physics, Biology, and Protection
pelindung. Jika dosis tahunan lensa mata yang (tenth), Elsevier, 2013;
diterima staf lebih dari 6 mSv, maka penggunaan [2] WHO, WHO reveals leading causes of death
ceiling shielding dan kacamata pelindung harus and disability worldwide:2000 – 2019, 2020;
dipertimbangkan. Penggunaan ceiling shielding pun [3] WHO, WHO l st of priority medical devices for
harus dilatih agar penggunaannya optimal. Ceiling management of cardiovascular diseases and
shielding harus diposisikan dekat dengan kulit pasien diabetes. In WHO medical device technical
dan bidang x-ray agar lebih efektif. Perlindungan series, 2021;
yang baik akan didapatkan ketika ceiling shielding [4] Durán, A. et al., Recommendations for
diposisikan kembali seiring perubahan posisi dari occupational radiation protection in
tabung sinar-X atau pasien (IRPA, 2017). interventional cardiology. Catheterization and
Cardiovascular Interventions, 82(1);p. 29–42,
KESIMPULAN 2013;
Berdasarkan penelitian yang telah [5] Božović, P., Ciraj-Bjelac, O., & Petrović, J. S.
dilakukan, dosis lensa mata yang didapatkan dari Occupational Eye Lens Dose Estimated Using
pemantauan selama satu minggu berkisar antara Whole-Body Dosemeter in Interventional
0,094 – 1,430 mSv dengan dosis tertinggi diterima Cardiology and Radiology: A Monte Carlo
oleh perawat 1. Sementara pada pemantauan per Study. Radiation Protection Dosimetry,
prosedur terdiri dari empat prosedur yang berbeda, 185(2);p.135–142, 2019;.
yaitu selective nerve block (SNB), embolisasi, [6] Stabin, M. G. Radiation Protection and
percutaneous coronary intervention (PCI), dan Dosimetry. Springer Science+Business Media,
coronary angiography (CAG) dengan rentang dosis 2007;
dari 0,029 – 0,342 mSv dengan dosis lensa mata [7] Domienik, J., Brodecki, M., & Rusicka, D. A
terbesar diterima oleh scrub dari tindakan embolisasi study of the dose distribution in the region of the
dan dosis rata-rata terendah diperoleh sirkuler dari eye lens and extremities for staff working in
tindakan CAG. Perbedaan dosis lensa mata yang interventional cardiology. Radiation
diterima staf tergantung kompleksitas prosedur, Measurements, 47(2);p.130–138, 2012;
pengalaman operator, peralatan pelindung yang [8] Krisanachinda, A., Srimahachota, S., &
digunakan, dan pengaturan paparan. Matsubara, K., The current status of eye lens
Dosis tahunan yang diterima pekerja berdasarkan dose measurement in interventional cardiology
estimasi yang dilakukan masih banyak yang melebihi

74
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75

personnel in Thailand. Radiological Physics radiology, cardiology and neuroradiology.


and Technology, 10(2):p.142–147, 2017; . Journal of Radiological Protection,
[9] Vanhavere, F. et al., Measurements of eye lens 37(1):p.145–159, 2017;
doses in interventional radiology and [20] Szumska, A., Kopeć, R., & Budzanowski, M.
cardiology: Final results of the ORAMED Occupational doses of medical staff and their
project. Radiation Measurements, relation to patient exposure incurred in coronary
46(11):p.1243–1247, 2011;. angiography and intervention. Radiation
[10] Hiswara, E., Ng, K. H., Sofyan, H., Kartikasari, Measurements, 84:p. 34–40, 2016;.
D., & Nuraeni, N., Occupational and patient [21] Hiswara et al., Eye Lens Doses Received by
doses in interventional cardiology in Indonesia: Radiation Workers in Interventional Medical
A preliminary result. Atom Indonesia, 45(1):p. Procedures. Atom Indonesia, 46(3):p.135–140,
37–41, 2019; 2020;
[11] PERKI. Pedoman Laboratorium Kateterisasi [22] Elmaraezy et al., Risk of cataract among
Jantung dan Pembuluh Darah, 2018; interventional cardiologists and catheterization
[12] Mitchell, A. R. J., West, N. E. ., Leeson, P., & lab staff: A systematic review and meta-
Banning, A. P., Cardiac Catheterization and analysis. Catheterization and Cardiovascular
Coronary Intervention, 1st Edition. In Interventions, 90(1):p.1–9, 2017;
Angewandte Chemie International Edition, [23] Vano et al., Radiation cataract risk in
6(11):p.951–952. (1st ed.). Oxford University interventional cardiology personnel. Radiation
Press, 2008; Research, 174(4):p.490–495, 2010;.
[13] IRPA, IRPA Guidance on Implementation of [24] Ciraj-Bjelac et al., Radiation-induced eye lens
Eye Dose Monitoring and Eye Protection of changes and risk for cataract in interventional
Workers, 2017; cardiology. Cardiology (Switzerland),
[14] Kollaard et al., Guidelines for Radiation 123(3):p.168–171, 2012;
Protection and Dosimetry of the Eye Lens. In [25] Vano et al., Radiation-associated lens opacities
NCS report (Vol. 31, Issue May), 2018; in catheterization personnel: Results of a survey
[15] BAPETEN, Proteksi dan Keselamatan Radiasi and direct assessments. Journal of Vascular and
dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir. 2013; Interventional Radiology, 24(2):p.197–204,
[16] BAPETEN. Keselamatan Radiasi pada 2013;
Penggunaan Pesawat Sinar-X dalam Radiologi [26] Teles et al., Trends in percutaneous coronary
Diagnostik dan Intervensional, 2020; intervention from 2004 to 2013 according to the
[17] Bunawas. Implementasi Pemantauan Dosis & Portuguese National Registry of Interventional
Upaya Proteksi Mata Pekerja, 2021; Cardiology. Cardiologia. 34(11):p.672–681,
[18] Antic et al.,. Eye lens dosimetry in 2015;
interventional cardiology: Results of staff dose [27] Faxon, D. P., & Williams, D. O. Interventional
measurements and link to patient dose levels. cardiology. Circulation, 133(25):p.2697–2711,
Radiation Protection Dosimetry, 154(3):p.276– 2016.
284, 2013;.
[19] Omar et al., Assessment of the occupational eye
lens dose for clinical staff in interventional

75
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83

Upaya monitoring efek paparan medik terhadap pasien pemeriksaan


intervensi di cathlab Rumah Sakit Umum Adam Malik Medan: studi awal
Martua Damanik1, Josepa Simanjuntak1, Elvita Rahmi Daulay1
1
Departemen Radiologi, RSUP Adam Malik, Medan Sumatera Utara

e-mail: damanikmartua@yahoo.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.012

ABSTRAK. Telah dilakukan upaya monitoring paparan medik terhadap pasien tindakan pemeriksaan intervensi di Cathlab
untuk mengetahui nilai paparan medik dan efek radiasi erythema yang ditimbulkannya. Studi awal ini dilakukan dengan
metode retrospektif data total kerma, fluoro time dan jenis pemeriksaan dan estimasi dosis pasien Dose Area Product (DAP)
menggunakan X-ray intervensi merk GE Medical System dan Phillips Allura Xper FD20 periode 2019 hingga Mei 2022, di
Rumah Sakit Adam malik. Melakukan observasi pasien setelah tindakan pemeriksaan intervensi dengan memberikan
kuesioner ke dokter dan perawat sebagai monitoring tindakan intervensi. Mengukur kerma udara dalam jarak satu meter
dari sumber, kemudian dilakukan analisa data. Hasil yang diperoleh dari monitoring dosis pasien, nilai fluoro time dan total
kerma, berpotensi mengakibatkan eritema yang menurut referensi mengakibatkan efek stokastik dan non stokkastiik,
sehingga penting dilakukan pencatatan dosis pasien dan monitoring sebagai informasi kepada dokter dan perawat terhadap
efeknya. Kesimpulan didapatkan nilai Fluoro time dan total kerma berisiko langsung menurut referensi, yang selama ini
belum termonitoring dengan baik saat tindakan intervensi. Sebagai saran sesuai dengan regulasi Badan Pengawas Tenaga
Nuklir (BAPETEN), yang di rekomendasi oleh International Commission on Radiological Protection (ICRP) harus
menjaga keselamatan pasien dengan memonitoring langsung dan menginformasikan kepada dokter total dosis paparan
medik di Cathlab dan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
Kata kunci: Paparan Medik, Tindakan inetrvensi, Keselamatan Radiasi.

ABSTRACT. MONITORING EFFECTS OF MEDICAL EXPOSURE ON INTERVENTION AL


EXAMINATION PATIENTS IN ADAM MALIK GENERAL HOSPITAL CATHLAB MEDAN: PRIMARY
STUDY. Efforts have been made to monitor medical exposure to patients with interventional examinations at
the Cathlab to determine the value of medical exposure and the effects of erythema radiation. This initial study
was carried out using a retrospective method of total kerma data, fluoro time and type of examination, and
dose estimation for Dose Area Product (DAP) patients using X-ray intervention brands GE Medical System
and Phillips Allura Xper FD20 for the period 2019 to May 2022, at Adam Malik Hospital. Conduct patient
observations after the intervention examination by giving questionnaires to doctors and nurses to monitor
intervention actions. Measure the air kerma within 1m from the source, then analyze the data. The results
obtained from monitoring patient doses, fluoro time values, and total kerma can cause erythema, which results
in stochastic and non-stochastic effects. Hence, it is crucial to record patient doses and monitor them as
information to doctors and nurses on the impact. The conclusion is that the Fluoro time and total kerma values
are directly at risk according to the reference, which has not been adequately monitored during intervention
actions. As a suggestion by the regulation of the Nuclear Energy Supervisory Agency (BAPETEN) and the
International Commission Radiological Protection (ICRP) to maintain patient safety by direct monitoring and
informing doctors of the total dose of medical exposure in the Cathlab and as reference material for further
research.
Keywords: Medical Exposure, Interventional Measures, Radiation Safety.

PENDAHULUAN komponen terkait di dalam tubuh pasien pada sistem


Tindakan radiologi intervensional menggunakan organ tubuh dari kepala hingga kaki secara langsung
Pesawat Sinar-X dalam memandu prosedur (real-time image-guided) dalam melakukan tindakan
perkutaneus seperti pelaksanaan biopsi, pengeluaran terapi maupun diagnosis. Kardiologi intervensi
cairan, pemasukan kateter, atau pelebaran terhadap merupakan subspesialisasi ilmu kardiologi yang
saluran atau pembuluh darah yang menyempit secara khusus menggunakan kateter yang disisipkan
dengan memasang kawat penuntun, stent, dan ke dalam tubuh, biasanya melalui arteri femoralis di

76
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83

kaki bagian atas. Stent maupun kateter dipandu LANDASAN TEORI


bergerak menuju target organ, jantung atau daerah Salah satu karakteristik sinar-X adalah dapat
vaskular dengan bantuan sinar-X real-time. menimbulkan efek biologi. Radiasi yang mengenai
Saat tindakan pemeriksaan intervensi dilakukan tubuh manusia dapat menimbulkan efek biologi bagi
menggunakan Sinar-X untuk memandu dokter dalam pekerja dan pasien dari paling ringan hingga fatal.
menegakkan diagnosa maupun terapi cenderung Efek tersebut tergantung pada beberapa faktor yaitu
menggunakan waktu yang relatif lebih lama jenis radiasi, lamanya penyinaran, jarak sumber
dibanding dengan diagnostik lainnya, yang dapat dengan tubuh dan ada tidaknya shieldhing antara
mengakibatkan efek stokastik dan nonstokastik pada sumber radiasi dengan pekerja. Efek biologis radiasi
pasien. Efek tersebut merupakan risiko dari paparan pengion tergantung pada bagian tubuh dan pola
medik. Efek nonstokastik yang dimaksud salah transfer terkena radiasi, kualitas radiasi dan pola
satunya adalah erythema, yaitu keadaan dimana kulit transfer energi yang terjadi di dalam tubuh dan faktor
mengalami kerusakan. Erythema memerlukan modifikasi lainnya misalkan besarnya dosis,
perawatan khusus yang disebabkan oleh radiasi [1]. fraksinasi dosis dan distribusi zat radioaktif di dalam
Pekerja radiasi harus lebih berhati-hati dalam tubuh. Efek radiasi terhadap tubuh manusia dapat
melakukan fluoroskopi karena dapat memberikan terjadi karena paparan akut maupun paparan
efek biologi deterministik dan stokastik, menahun (kronis) atau terus menerus.
menyebabkan kekhawatiran tentang dosis paparan Paparan akut berpengaruh kepada seluruh organ
cenderung lebih tinggi saat prosedur pemeriksaan dan sistem tubuh karena dosis paparan berlebih
dengan peralatan fluoroskopi yang tidak memiliki tunggal yang besar sedangkan paparan terus menerus
fitur pengurangan dosis mutakhir [2]. Khusus untuk dapat terjadi karena dosis yang dikenakan secara
pekerja radiasi di cathlab telah dilakukan monitoring menahun yang kecil. Efek dari paparan yang terus
terhadap dosis paparan radiasi yang diterima oleh menerus adalah efek tertunda (late effect) seperti
pekerja radiasi dokter, perawat dan tenaga medis kanker, kanker tulang, kanker paru, leukemia dan
lainnya, selama tindakan intervensi, di Cathlab lainnya. Interaksi radiasi dapat terjadi secara
Adam Malik telah dilakukan menggunakan langsung ataupun tidak langsung. Efek yang
dosimeter pribadi PM-1621, yang disimpulkan ditimbulkan dapat dialami oleh keturunan orang yang
bahwa setiap rumah sakit harus memiliki proteksi terkena radiasi, dan efek ini disebut efek genetik. Jika
radiasi yang memadai, dan komite perlindungan orang yang terkena radiasi yang menderita akibat
keselamatan radiasi yang bertanggung jawab dengan radiasi, maka efeknya disebut sebagai efek somatik.
keselamatan radiasi. Juga dihimbau, semua staf Efek somatik dapat terjadi segera setelah terkena
medis di radiologi intervensi harus menerima radiasi ataupun tertunda setelah beberapa waktu [5].
pendidikan proteksi radiasi untuk keselamatan Efek deterministik (efek non stokastik) terjadi
radiasi [3]. Dengan demikian pada pasien yang karena adanya proses kematian sel akibat paparan
menjalani prosedur pemeriksaan intervensi perlu radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena
dilakukan upaya berupa monitoring efek paparan radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari
medik, saat pasien menjalani tindakan pemeriksaan paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal.
intrvensi di Cathlab RS Adam Malik Medan menjadi Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di
tujuan penelitian ini. atas dosis ambang dan umumnya timbul beberapa
Berdasarkan kajian literatur dari Administrasi saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek
Makanan dan Obat Amerika Serikat atau the United deterministik akan meningkat bila dosis yang
States Food and Drug Administration (FDA), diterima lebih besar dari dosis ambang yang
menjelaskan tentang prosedur fluoroskopi yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis
menyebabkan beberapa efek yang terjadi saat lebih rendah dan mendekati dosis ambang,
tindakan pemeriksaan ablasi frekuensi jantung atau kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan
angioplasti coroner dilakukan yaitu terjadi efek demikian adalah nol sedangkan diatas dosis ambang,
cedera pada kulit akibat paparan radiasi [1]. peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.
LK.Wagner, (2007) dalam ulasannya tentang Efek stokastik dosis radiasi serendah apapun
karakteristik cedera atau efek akibat radiasi pada kulit selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan
yang berpotensi terjadi saat prosedur tindakan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat
intervensi dengan fluoroskopi dan beberapa tindakan molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat
yang dilakukan untuk mengurangi efek radiasi pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel-sel
tersebut. Beberapa kasus klasik cedera radiasi dari yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini
intervensi koroner yang dipandu fluoroskopi seperti mempunyai peluang untuk lolos dari sistem
seorang pasien menjalani prosedur angioplasti pertahanan tubuh yang berusaha untuk
koroner dan stent yang kompleks prosedur menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses
berlangsung sekitar enam jam karena memiliki modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek
riwayat penyakit jantung, menggunakan peralatan stokastik yang terjadi secara acak. Semakin besar
sistem angiografi digital panel yang canggih sekitar dosis paparan semakin besar peluang terjadinya efek
satu bulan setelah prosedur dilakukan timbul ruam stokastik sedangkan tingkat keparahannya tidak
dengan perkembangan yang berkepanjangan dan ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel
sulit diatasi menjadi luka nekrotik [4]. yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka
sifat-sifat sel yang baru tersebut akan mewariskan

77
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83

kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau dosis yang terakumulasi dalam 5 tahun tidak
pewarisan [5] boleh melebihi 100 mSv.
Dosis serap sebagai jumlah energi atau b. Dosis efektif sebesar 50 mSv dalam 1 tahun
banyaknya energi yang diserap oleh bahan persatuan tertentu. [6].
massa bahan itu. Jadi dosis serap merupakan ukuran Dosis ekuivalen pada prinsipnya adalah dosis
banyaknya energi yang diberikan oleh radiasi serap yang diberbobot yaitu dikalikan dengan faktor
pengion kepada medium. Satuan yang digunakan bobotnya. Faktor bobot radiasi ini dikaitkan dengan
satuan yaitu gray (Gy) dimana: 1 gray (Gy) = 1 kemampuan radiasi dalam membentuk pasangan ion
joule/g. Dengan demikian dapat diperoleh hubungan persatuan panjang lintasan, semakin banyak
1 gray = 100 Rad. Besaran dosis serap ini berlaku pasangan ion yang dapat dibentuk persatuan panjang
semua jenis bahan yang dikenainya. Secara lintasan, semakin besar pula nilai bobot radiasi itu.
matematis dosis serap dituliskan sebagai berikut: Dosis ekuivalen dalam organ T yang menerima
penyinaran radiasi R (HT.R) ditentukan melalui
D =dE/dm (1) persamaan:

Dimana: H T.R = WR . D T.R (3)


• D = dosis serap
• dE = Energi yang diserap Dimana:
• dm = Massa bahan • H T.R = dosis ekuialen (Sv)
• WR = faktor bobot (Sv)
Dosis Ekuivalen (H) dapat didefinisikan sebagai • D T.R= dosis serap (Sv)
dosis serap yang diterima oleh tubuh manusia secara
keseluruhan dengan memperhatikan kualitas radiasi Dengan D T.R adalah dosis serap yang dirata-
dalam merusak jaringan tubuh dan faktor metode ratakan untuk daerah organ atau jaringan T yang
perhitungan di laboratorium. Jadi, H merupakan hasil menerima radiasi R, sedang WR adalah faktor bobot
kali antara dosis serap (D), faktor kualitas (Q), dan dari radiasi R. Satuan untuk dosis ekuivalen adalah
antara seluruh faktor modifikasi lainnya (N). Seperti rem, kemudian diganti menjadi sievert (Sv), dimana
diketahui, dosis serap yang sama tetapi berasal dari 1 Sv = 100 rem [7].
jenis radiasi yang berbeda akan memberikan efek Kuantitas dosis merupakan dosis yang digunakan
biologi yang berbeda pada sistem tubuh mahluk untuk mendapatkan citra bukan dosis serap yang
hidup. Pengaruh interaksi yang terjadi sepanjang diterima pasien/organ. Kuantitas dosis yang
lintasan radiasi didalam jaringan tubuh yang terkena digunakan dalam tindakan fluoroskopi adalah Fluoro
radiasi terutama berasal dari besaran proses yang time, Kerma dan Dose area product (DAP) atau Air
disebut alih energi linier (LET, linear energy kerma-area product (KAP) [8].
transfer). Yang paling berperan dalam hal ini adalah Penggunaan radiasi untuk tindakan intervensi
peristiwa ionisasi yang terjadi sepanjang lintasan akan memberikan kontribusi radiasi kepada petugas,
radiasi didalam materi yang dilaluinya. Dengan pasien dan masyarakat sekitarnya. Menurut
demikian daya ionisasi masing-masing jenis radiasi rekomendasi Intemational Commission on
berbeda. Makin besar daya ionisasi, makin tinggi Radiological Protection (ICRP) yang ditetapkan
tingkat kerusakan biologi yang ditimbulkannya. dalam regulasi BAPETEN, keselamatan radiasi
pasien, petugas dan masrayakat dapat dicapai dengan
H = D.Q.N (2) melaksanakan prinsip prateksi proteksi dan
keselamatan radiasi yaitu justifikasi, limitasi dan
Dimana: optimisasi.
• D = dosis serap Justifikasi harus didasarkan pada asas manfaat,
• Q = faktor kualitas paparan hanya disetujui jika tindakan itu akan
• N = faktor modifikasi menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi
individu dibandingkan dengan bahaya yang timbul
Dosis ekuivalen yang diterima oleh pekerja terhadap kesehatan.
radiasi atau masyarakat tidak boleh melampaui Nilai Limitasi, dosis ekuivalen yang diterima pekerja
Batas Dosis (NBD) yang ditetapkan regulasi radiasi atau masyarakat tidak boleh melampaui NBD
BAPETEN dan dalam Peraturan Pemerintah No. 33 yang telah ditetapkan, sehingga dapat dicegah
Tahun 2007 adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh munculnya efek deterministik atau non stokastik dan
BAPETEN yang dapat diterima oleh pekerja radiasi mengurangi peluang terjadinya efek stokastik.
dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu Optimisasi dilakukan sesuai dengan prinsip as
tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik, NBD low as reasonably achievable (ALARA) dengan
yang ditetapkan meliputi penyinaran seluruh tubuh mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial,
dan penyinaran terhadap organ atau jaringan tubuh sehingga paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan
tertentu. NBD pekerja radiasi untuk penyinaran serendah-rendahnya [9].
seluruh tubuh ditetapkan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Dosis efektif rata-rata sebesar 20 mSv
pertahun dalam periode 5 tahun, sehingga

78
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83

Kaidah keselamatan radiasi harus diperhatikan cedera akan berbentuk port sinar-X dan akan
dengan memastikan penggunaan radiasi pengion memiliki batas tegas. Bentuknya mungkin persegi
lebih mendatangkan manfaat daripada risiko aspek panjang atau lingkaran, tergantung pada jenis

Tabel 1. Efek potensial pada kulit dari fluoroskopi (Wagner et all,1994)


Effect Single dose threshold (Gy) Onset
Early transient erythema 2 ˜2 – 24 h
Main erythema 6 ˜10 d
Temporary epilation 3 ˜3 wk
Permanent epilation 7 ˜3 wk
Dry desquamation 14 ˜4 wk
Moist Desquamation 18 ˜4 wk
Secondary Ulceration 24 >6 wk
Late erythema 15 8 -10 wk
Ischemic dermal Necrosis 18 >10 wk
Dermal atrophy (1st phase) 10 >12 wk
Dermal atrophy (2nd phase) 10 >1y
Induration (invasive fibrosis) 10
Telangiectasia 10 >1y
Dermal necrosis (late phase) >12 >1y
Skin cancer None known >5y
dosis radiasi kepada pekerja radiasi, pasien dan kolimator [10]. Beberapa efek potensial yang terjadi
publik. Pentingnya informasi paparan radiasi pada seperti pada Tabel 1.
pekerja radiasi dan pasien sebagai bahan Menurut Wagner, (1994) Cara meminimalkan
pertimbangan dalam justifikasi permintaan prosedur risiko cedera akibat radiasi pada pasien saat tindakan
intervensional bagi klinisi dan dokter. fluoroskopi yaitu dengan mengikuti manajemen
Prosedur tindakan intervensi dengan fluoroskopi radiasi untuk pasien dengan tiga fase: Sebelum
berpotensi terjadi efek ataupun cedera akibat radiasi. prosedur dimulai, selama prosedur dan setelah
Kasus cedera kulit akibat radiasi fluoroskopi dengan prosedur selesai.
gejala cedera tidak segera terlihat sering terjadi dalam Pertimbangan penting sebelum prosedur adalah:
ini karena kerusakan sel oleh radiasi pengion . keahlian dokter, Pengetahuan dokter dan teknologis
Foton sinar-X merupakan partikel tak bermuatan, tentang prosesur operasional pesawat angiografi,
sehingga foton melewati banyak lapisan sel tanpa riwayat kesehatan pasien kemungkinan kesulitan
berinteraksi di dalam sel. Ketika foton tidak prosedur kebiasaan tubuh pasien. Saat prosedur,
berinteraksi dalam sel, akan berinteraksi dengan beberapa cedera telah dikaitkan dengan prosedur
elektron dalam atom individu atau molekul di dalam karena dokternya tidak berpengalaman dan tidak
sel. Dengan demikian, sel dapat terluka di area yang cukup terlatih. Pengalaman yang tidak memadai
sangat terlokalisasi tanpa merusak struktur luarnya. menyebabkan penggunaan radiasi yang
Dengan cara ini, struktur sel sering tetap utuh tetapi berkepanjangan. Sebaliknya, dokter yang terlatih dan
kapasitas replikasi sel dapat terganggu. hal ini berpengalaman cenderung lebih efisien dalam
merupakan karakteristik kerusakan sel oleh radiasi menyelesaikan prosedur. Pelatihan dan pengalaman
pengion. Secara umum, sel-sel yang belum matang dalam aspek teknis intervensi medis merupakan
yang sering bereproduksi lebih rentan terhadap efek komponen penting dari manajemen radiasi. Dokter
radiasi daripada sel dewasa. Sebagai akibat dari harus terlatih dan berpengalaman dalam prosedur
kerusakan sel internal yang mempengaruhi replikasi, sebelum melakukannya mencobanya dan harus
pasien yang menjalani prosedur intervensi dosis melakukan penilaian.
tinggi tidak langsung merasakan cedera kulit akibat Fred A, (2002) menyatakan bahwa Sebelum
radiasi namun, lapisan sel basal epidermis mungkin melakukan prosedur intervensi yang dipandu secara
mengalami kerusakan yang akan mengganggu fluoroskopi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan
pembaruan kulit [4]. oleh ahli intervensi untuk mengurangi risiko cedera
Beberapa pola kerusakan radiasi yang diamati kulit akibat radiasi pada pasien dan untuk memberi
pada kulit, kecuali kanker kulit, Efek ini akan terjadi tahu pasien tentang potensi cedera. Seperti Informasi
apabila dosis radiasi yang diberikan melebihi ambang tentang riwayat pemeriksaan tindakan intervensi
dosis yang ditentukan. Cedera di area kulit di mana sebelumnya yang dapat berguna dalam manajemen
radiasi memasuki pasien dan bentuk cedera akan pasien. Seperti yang dilaporkan oleh Koenig et
tergantung pada bagaimana radiasi mengenai kulit. al,[11], Vano et all [12] tentang beberapa cedera
Jika sinar penyinaran dilakukan tidak disesuaikan terkait dengan beberapa prosedur yang dilakukan
dengan kolimasi sehingga terjadi penyinaran di area pada interval hari, minggu, bulan, dan bahkan tahun.
kulit yang sama untuk sebagian besar prosedur, maka Jenis informasi ini dapat berguna dalam manajemen
79
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83

pasien. Kemungkinan tindakan sebelum prosedur 7. Ingatlah bahwa tingkat dosis jauh lebih tinggi
meliputi: dan dosis terakumulasi jauh lebih cepat pada
• Mengurangi ukuran pasien sebelum prosedur; pasien besar.
• Dapatkan riwayat medis menyeluruh untuk 8. Lepaskan kisi-kisi selama prosedur pada
menentukan apakah pasien memiliki riwayat pasien kecil atau ketika penguat gambar tidak
penyakit sebelumnya prosedur terkait radiasi, dapat ditempatkan dekat dengan pasien.
seperti terapi radiasi atau prosedur intervensi 9. Jika dokter melakukan fluoroskopi dan me-
terpandu fluoroskopi sebelumnya; reset timer 5 menit berkali-kali (misalnya,
• Jika ada riwayat radiasi sebelumnya, periksa enam), pertimbangkan konsultasi prosedural
pasien untuk tanda-tanda perubahan kulit dengan anggota staf lain untuk meninjau
yang berhubungan dengan paparan radiasi dan kemajuan dan membantu dalam penyelesaian
rencanakan untuk menghindari iradiasi lebih prosedur yang cepat.
lanjut pada area tersebut, jika memungkinkan; 10. Pertimbangkan untuk mengubah sudut balok
• Tinjau riwayat medis pasien untuk kondisi menjadi an- situs kulit lain untuk menghindari
yang dapat meningkatkan sensitivitas radiasi, over-iradiasi a situs tunggal.
seperti penyakit kolagen vaskular seperti 11. Gunakan fitur pembatasan dosis khusus,
skleroderma, lupus eritematosus, dan penyakit seperti fluoroskopi berdenyut variabel hemat
jaringan ikat campuran, diabetes mellitus, dosis dan filtrasi tembaga berat yang
hipertiroidisme, dan homozigositas untuk merupakan perangkat lunak didorong untuk
ataksia telangiectasia, serta bahan kimia aplikasi yang sesuai.
tertentu dan farmasi; 12. Hindari penyinaran langsung di tempat masuk
• Inform consent tertulis diperoleh sebelum payudara wanita untuk mengurangi dikenal
prosedur intervensi dilakukan. ICRP risiko kanker yang diinduksi radiasi dalam
merekomendasikan bahwa pasien harus diberi rasio ini organ diosensitif.
konseling tentang risiko radiasi jika prosedur 13. Pastikan lengan tidak ada di jalur pancaran.
membawa risiko cedera yang signifikan. Lengan di balok hanya memaksa mesin untuk
Selama Prosedur dilakukan, dilaporkan secara menaikkan keluaran radiasi dan menurunkan
umum bahwa kurangnya sistem pemantauan dosis. kualitas gambar
Sebagian besar unit baru memiliki kuantitas dosis
dalam DAP, tidak memberikan informasi tentang Setelah Prosedur dilakukan, Koenig et al
dosis kulit di area pemeriksaan. Dosis kulit kumulatif mencatat bahwa dokter sering salah mendiagnosis
ini adalah perkiraan dari dosis total yang diberikan ke cedera akibat radiasi. Ketidakmampuan ini untuk
kulit, terlepas dari kekurangan kecil lainnya pada mengenali efek radiasi pada kulit telah menunda
jenis monitor ini, data akan terbukti menjadi kemampuan komunitas medis untuk tanggapi dengan
informasi yang berharga untuk dokter karena mereka tindakan tegas untuk membantu mengelola radiasi
akan memiliki data yang masuk akal. Untuk cedera tion. Pengetahuan bahwa prosedur tertentu
memantau dosis dari peralatan fluoroskopi yang tidak menyebabkan reaksi adalah kontrol kualitas yang
memiliki fitur pemantauan dosis menggunakan penting umpan balik untuk mengingatkan dokter
teknologi lain yang tersedia secara real time bahwa kulit radiasi dosis mendekati tingkat risiko
pemantauan, termasuk, pemantauan terkomputerisasi yang serius. Untuk ini Alasannya, pasien yang
dari faktor teknik dengan penilaian kumulatif dosis. menjalani prosedur kompleks yang memberikan
Selama prosedur dilakukan beberapa aturan dosis tinggi ke kulit harus diberi perhatian. untuk
umum untuk meminimalkan dosis kulit untuk pasien memeriksa pasien 2 sampai 3 minggu kemudian
meliputi: untuk setiap perubahan kulit, seperti kemerahan, dan
1. Pertahankan celah udara antara pasien dan laporkan acara kembali ke intervensionis.
penguat gambar seminimal mungkin kecuali Telah direkomendasikan oleh ICRP bahwa jika
perbesaran geometris penting untuk prosedur. perkiraan dosis kulit 3 Gy (300 rad) atau lebih
2. Gunakan jarak maksimum praktis antara kemungkinan catatan paparan harus disimpan. untuk
sumber sinar-X dan pasien (jika jarak antara prosedur yang kemungkinan akan diulang. Pelatihan
sumber dan penguat gambar terlalu jauh, hal Prosedur intervensi sangat perlu dilakukan untuk
ini dapat mempengaruhi kualitas gambar mengenali cedera radiasi dan perjalanan waktu
dengan meningkatkan kVp. munculnya klinis [13].
3. Gunakan bidang pandang terbesar (mode
perbesaran paling kecil) yang praktis. METODE
4. Berkolimasi dengan area yang diminati. Upaya monitoring paparan medik terhadap
5. Gunakan mode dosis dan laju dosis terendah pasien dilakukan di Cathlab Rumah Sakit Adam
praktis. Malik Medan. Metode yang dilakukan pada
6. Pastikan dokter terlatih dengan baik dalam penelitian ini adalah metode retrospektif, data
keterampilan teknis prosedur untuk pasti diambil dari audit dosisi periode tahun 2019 sampai
efisien, efektif dan hemat penggunaan radiasi, Mei 2022, dari pengamatan langsung monitor konsol
menjaga agar pancaran tetap tepat waktu Cathlab terdiri dari total kerma, fluoro time dan jenis
minimum. pemeriksaan modalitas fluoroskopi angiografi yang
digunakan merek GE dan Philips dan pengukuran
kerma udara sekunder dijarak 1 m dari sumber

80
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83

menggunakan surveymeter dengan spesifikasinya


sebagai berikut:
• Pesawat Sinar-X fluoroskopi merk GE
medical system tipe tabung D2801A, kV
maksimum = 125kV, mA maksimum =
500mA
• Pesawat Sinar-X Fluoroskopi merk Phillips
Allura Xper FD 20 Ceiling (System Module
001444), tipe tabung 9890 000 86491 kV
maksimum = 125kV, mA maksimum =
650mA. Survey meter RadEye G20-10, Sn
52751, rentang/skala : µSv/h, 137Cs faktor
Kalbrasi 1,02, kalibrasi ulang 15 Desember
2022.

Langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada


diagram alur berikut:

Gambar 1. A.GE, B.Philips dan C Survey meter

Adapun kuesioner penanganan paska


pemeriksaan radiologi initervensi di Cathlab Rumah
Sakit Adam Malik yang diisi oleh dokter dan perawat
adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Alur Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pengukuran paparan radiasi fluoro atau
kerma udara sekunder dijarak 1 m dari sumber
menggunakan surveymeter RadEye G20 - 10 dengan
mengambil nilai paparan terbesar yaitu 0,009 mGy
dan 0,0013 mGy, berturut- turut Pesawat Sinar-X GE
dan Philips.
Hasil kuesioner mewakili dokter yang melakukan
prosedur pemeriksaan intervensi dan perawat
ruangan yang merawat pasien pasca intervensi seperti
pada lampiran. Diperoleh jawaban kuisiner pada

81
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83

umumnya sama untuk setiap dokter dan perawat


untuk beberapa pertanyaan yaitu;
Khusus dokter yang melakukan prosedur
tindakan intervensi di Cathlab, rumah sakit Adam
Malik Medan menyatakan bahwa:
1. belum ada penanganan khusus dan evaluasi dari
dokter untuk pasien setelah dilakukan tindakan
intervensi terkait efek radiasi namun jika ada
terjadi efek radiasi bagi pasien yang melapor akan
ada kemungkinan dilakukan penanganan khusus.
2. belum ada catatan di rekam medik pasien ataupun
info konsen berapa besar paparan medik yang
diterima pasien (Gy) paska tindakan intervensi.
Gambar 3. Grafik Pemeriksaan PAC
3. belum pernah ada pasien menyampaikan keluhan
setelah dilakukan tindakan intervensi karena efek
Grafik pada Gambar 3 menunjukkan bahwa tindakan
paparan radiasi.
PAC lebih banyak berpotensi mengakibatkan cedera
4. belum ada informasi dosis pasien dari fisikawan
atau efek eritema.
medik berapa besar estimasi dosisi paparan medik
yang diterima oleh setiap pasien setelah tindakan
intervensi.
Khusus perawat yang merawat pasien paska
tindakan intervensi diruangan RIC Lt3. RIC Lt.4 dan
Perinatologi rumah sakit Adam Malik Medan
menyatakan bahwa perawat selama ini belum
mendapat infornasi bahwa pasien paska tindakan
intervensi perlu perwatan karena terpapar radiasi,
kemudian belum ada beda perawatan pasien Paska
tindakan intervensi karena efek paparan radiasi yang
terpapar selama tindakan intervensi dengan pasien
lainnya, serta belum ada tindakan perawatan khusus Gambar 4. Grafik pemeriksaan PAC,PCI
bila terjadi cedera karena terpapar radiasi paska
tindakan intervensi. Dari hasil jawaban kuesioner Grafik pada Gambar 4 menunjukkan bahwa
baik dokter yang melakukan intervensi di Cathlab tindakan PAC-PCI lebih banyak berpotensi
dan perawat yang merawat pasien paska tindakan mengakibatkan cedera atau efek eritema.
intervensi tersebut, penting dilakukan sosialisasi
tentang prosedur sebelum tindakan, saat tindakan dan
sesudah tindakan intervensi dilakukan sesuai dengan
rekomendasi ICRP, sehinga cedera ataupun efek
akibat paparan radiasi dapat diminimalisir dan
termonitoring untuk keselamatan pasien khususnya
dan keselamatan petugas, lingkungan umumnya.
Disisi lain pada penelitian ini diperoleh informasi
dosis pasien dalam total kerma dan fluoro time untuk
masing- masing pemeriksaan tindakan intervensional
di Cathlab. menggunakan peswat sinar – X GE dan
Philips dari audit dosis tahun 2019 hingga Mei 2022
yang diinput ke BAPETEN melalui aplikasi Si-
INTAN. Data tersebut diambil dari monitor konsol Gambar 5. Grafik pemeriksaan PA
GE dan Philips Cathlab, dan dilakukan evaluasi
sebagai monitoring awal untuk nilai total kerma ≥ 2 Grafik pada Gambar 5 menunjukkan bahwa tindakan
Gy masing-masing tindakan pemeriksaan PAC, PA PA Penyadapan tidak berpotensi mengakibatkan
Penyadapan, PCI, DSA Head, Angiogram dan PAC- cedera atau efek eritema.
PCI.
Tindakan intervensional PAC, PA Penyadapan,
PCI, DSA Head, Angiogram dan PAC-PCI.
diperoleh nilai total Kerma dalam satuan mGy
berpotensi mengakibatkan cedera atau eritema,
ditunjukkan dalam grafik Gambar 3 - 8.

Gambar 6. Grafik pemeriksaan PCI

82
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83

Grafik pada Gambar 6 menunjukkan bahwa tindakan menginformasikan kepada dokter total dosis paparan
PCI tidak berpotensi mengakibatkan cedera atau efek medik di Cathlab dan sebagai bahan referensi untuk
eritema. melakukan penelitian selanjutnya

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada
seluruh petugas Cathlab baik dokter, perawat dan
radiografer serta perawat ruangan RIC Lt4., RIC Lt3
dan Perinatologi atas dukungan dan kerja samanya
sehingga makalah ini dapat selesai dengan tepat
waktu.

DAFTAR PUSTAKA
[1] T. Shope, Food and
Drug Administration, USA, Internet Site.
Gambar 7. Grafik pemeriksaan DSA Head [2] Ü.Kara, I. Akkurt, Radiation Exposure of
Medical Staff in Interventional Radiology, Acta
Grafik pada Gambar 7, menunjukkan bahwa tindakan Physica Polonica A No 1 Vol.130, Turkey,
DSA Head tidak berpotensi mengakibatkan cedera 2016;
atau efek eritema, dimana nilai total kerma lebih kecil [3] M.Damanik, dkk, Studi Paparan Radiasi pada
dari 2 Gy. pekerja radiasi Cathlab dengan menggunakan
My dose mini sebagai upaya keselamatan
radiasi di RSUP Adam Malik Medan, Jupeten
Vol. 1, No 1, Juli 2021
[4] LK.Wagner, Radiation injury is a potentially
serious complication to fluoroscopically-guided
complex interventions, Biomed Imaging Interv
J. 2007 Apr-Jun; 3(2): e22.2007;
[5] Toto Trikasjono, dkk, Studi penerimaan dosis
eksterna pada pekerja radiasi di kawasan
batan. Yogyakarta. Sekolah tinggi teknologi
nuklir : Yogyakarta, 2008;.
[6] Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007,
tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan
Gambar 8. Grafik pemeriksaan Angiogram
Keamanan Sumber Radioaktif, 2007;
[7] A.B. Sugiratu M.A. Tasa, Analisis Dosis
Grafik pada Gambar 8 menunjukkan bahwa tindakan
Radiasi untuk Aplikasi Ruang Icu,
Angiogram tidak berpotensi mengakibatkan cedera
Makassar:Universitas Hasanuddin,2012
atau efek eritema, karena nilai kerma total di bawah
[8] Tecnical report series 457, Dosimetry in
nilai threshold skin entrance dose 2 Gy.
diagnostic radiology;An International code of
Dari grafik di atas (Gambar 3-8) menunjukkan
practice, IAEA
potensi dari setiap pemeriksaan tetap ada terhadap
[9] ICRP Publication 34, Protection of the patient
efek yang timbulkan oleh aparan medik, hal ini yang in diagnostic radiology, Pergamon Press, Vol.
membuat kita agar selalu memonitoring setiap
9, 1982;
tindakan intervensi yang dilakukan di Cathlab.
[10] L K Wagner, et all, Potential biological effects
following high X-ray dose interventional
KESIMPULAN
procedures , J Vasc Interv Radiol, Vol. 5(1):71-
Setiap tindakan intervensi sangat berisiko
84. January 1994;
terjadinya efek stokastik dan non stokastik. Efek
[11] Koenig TR, Wolff D, Mettler FA, et al: Skin
yang diakibatkan oleh tindakan intervensi seperti
Injuries from fluoroscopically guided
PAC, PA Penyadapan, PCI, DSA Head,Angiogram
procedures: Part 1, Characteristics
dan PAC-PCI dan yang lainnya, salah satunya adalah
[12] Vano et all, Skin radiation injuries following
eritema atau cedera kulit maka perlu dilakukan
repeated coronary angioplasty procedures. Brit
monitoring dan evaluasi karena efek ini adalah
J Radiol 74:1023-1031, 2001
langsung yang terjadi ketika sudah mendapat dosis 2
[13] Fred A, et all, Radiation Injuries after
Gy.
Fluoroscopic Procedures, Elsevier Science
Sebagai saran harus menjaga keselamatan pasien
(USA), 2002.
dengan memonitoring langsung dan

83
Z. Arifin, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 84-87

Penerapan budaya keselamatan tenaga kesehatan di ruangan mamografi

Zaenal Arifin1, Evi Setiawati1, Rusmanto2 , Siti Akbari3


1
Departemen Fisika, FSM, Universitas Diponegoro, Semarang
2
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Jakarta
3
RSUP dr. Kariadi Semarang

e-mail: zaenalarifin@fisika.fsm.undip.ac.id
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.013

ABSTRAK. Penerapan budaya keselamatan perlu diterapkan oleh tenaga kesehatan untuk pemeriksaan diagnostik
payudara dengan pesawat sinar-X mamografi walaupun faktor eksposi cukup rendah dibanding modalitas lainnya. Tujuan
penelitian ini untuk memastikan penerapan budaya keselamatan dalam pengoperasian pemeriksaan mamografi. Metode
penelitian dengan melakukan pengukuran paparan radiasi hambur dengan surveymeter dengan faktor eksposi tegangan 28
kV, 20 mAS mode Mo/Mo di sekitar kiri dan kanan bilik operator pada ruangan maografi dari berkas primer dengan variasi
jarak 150 cm- 210 cm dan ketinggian 50 cm, 100 cm dan 160 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi operator
pemeriksaan mamografi harus tepat di balik kaca Pb ruang operator, karena begitu abai tidak pada posisi tepat dibalik kaca
Pb dan tidak menggunakan alat pelindung diri maka akan mendapatkan potensi laju dosis dari 11,7 µSv/h – 24,6 µSv/h.
Rekomendasi terkait prosedur tersebut perlu perbaikan dengan memberikan tanda pijakan kaki di balik meja operator dan
alternatif pemindahan ruang operator. Penerapan budaya keselamatan antara lain komitmen, prosedur, tindakan konservatif,
simulasi tindakan bahaya dan tidak aman dan perbaikan terus menerus yang di kawal partisipasi aktif oleh
BAPETEN, manajemen rumah sakit sebagai bentuk bagian tanggung jawab pemegang ijin untuk perlindungan para pekerja
radiasi.
Kata kunci, budaya keselamatan, potensi radiasi, mamografi

ABSTRACT. A safety culture needs to be applied by health workers for breast diagnostic examinations with x-ray
mammography, even though the exposure factor is relatively low compared to other modalities. This study aimed to ensure
the application of a safety culture in the operation of mammography examinations. The research method is to measure the
scattering radiation exposure with a survey meter and a voltage exposure factor of 28 kV, 20 mAS, Mo/Mo mode around
the left and right of the operator's booth in the mammography room from the primary beam with a distance variation of
150 cm- 210 cm and a height of 50 cm, 100 cm, and 160 cm. The results showed that the position of the mammography
examination operator must be right behind the Pb glass in the operator's room because if you ignore it, you are not in the
correct position behind the Pb glass and do not use personal protective equipment, you will get the potential for exposure
to scattered radiation from 11.7 – 24.6 µSv/h. Recommendations related to the procedure need improvement by providing
a footmark behind the operator's desk and an alternative to moving the operator's station. Implementing a safety culture
includes commitments, strategies, conservative actions, simulation of hazards and unsafe acts, and continuous
improvement, which active participation by the regulatory body and hospital management as part of the permit holder's
responsibility for protecting radiation workers.
Keywords: safety culture, radiation potential, mammography, management

PENDAHULUAN manajemen atau pemegang ijin perlu memastikan


Kebijakan penerapan nilai batas dosis bagi penerapan tersebut dengan membuat, menerapkan
pekerja radiasi perlu dikawal dengan benar dan baik dan mengevaluasi standar operasional pekerjaan
oleh manajemen, penerapan tersebut untuk tersebut yang dilakukan pekerja radiasi.
mewujudkan proteksi dan keselamatan radiasi. Penelitian penerapan budaya keselamatan perlu
Regulasi ini didukung oleh regulasi Badan Pengawas dilakukan untuk menjadi reviu manajemen sebagai
Tenaga Nuklir (BAPETEN) terbaru, yaitu Peraturan pemegang izin yang bertanggung jawab untuk
BAPETEN Nomor 4 Tahun 2020 tentang keselamatan radiasi pada ruangan pesawat sinar-X
Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat mamografi yang pekerja radiasinya ada dalam
Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional [1]. ruangan pesawat sinar-X tersebut saat
Nilai Batas Dosis pada peraturan tersebut bagi pengoperasiannya. Karena pekerja radiasi ada di
pekerja radiasi adalah sebesar 20 mSv/tahun, maka ruangan pesawat sinar-X mamografi sebagai daerah

84
Z. Arifin, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 84-87

pengendalian maka harus dilakukan penelitian pekerjanya. Potensi penerimaan paparan radiasi
kepastian penerapan budaya keselamatan. Evaluasi berlebih oleh pekerja radiasi di ruangan mamografi
dan perbaikan perlu dilakukan sebagai tindak lanjut sangat mungkin karena pekerja radiasi bekerja dalam
bila ditemukan potensi penerimaan paparan radiasi suatu ruangan yang sama saat melakukan
pada operasi normal yang melebihi nilai batas dosis pemeriksaan. Di dalam ruangan mamografi tersebut
yang diizinkan oleh badan pengawas. Perbaikan yang merupakan daerah pengendalian dan prosedur
perlu dilaksanakan dengan benar dan baik oleh semua pengunaan pesawat sinar-X harus dipastikan jaminan
pihak antara lain pemegang izin, pekerja radiasi dan keselamatan pekerja radiasi dan meminimalkan
badan pengawas bisa memastikan kembali dokumen penerimaan paparan kerja.
pada program proteksi dan keselamatan radiasi. Pemegang izin perlu memastikan fase
pengembangan dan penguatan budaya keselamatan
DASAR TEORI yang harus dijalankan dan dipantau secara rutin.
Pesawat mamografi menggunakan sinar-X Langkah-langkah untuk menciptakan budaya
berenergi rendah yang dapat memberikan kejelasan keselamatan antara lain mendapatkan komitmen di
citra terbaik pada jaringan payudara, namun setiap tingkatan organisasi, mulai pimpinan hingga
penyerapan yang tinggi menghasilkan dosis radiasi pelaksana pekerja di instalasi radiologi. Penggunaan
yang lebih tinggi dan waktu paparan yang lebih lama. prosedur yang sederhana, jelas dan dapat digunakan
Pesawat mamografi harus mampu meningkatkan sehari-hari. Prosedur perlu dilakukan pengkajian
sensitivitas kontras, mengurangi dosis, dan ulang setiap periode tertentu untuk memastikan
menyediakan resolusi spasial yang diperlukan untuk perbaikan dan perkembangan terbaru.
menggambarkan mikroklasifikasi, sehingga Tindakan konservatif dengan pendekatan STAR
dibutuhkan beberapa perbedaan pada peralatan (Stop, Think, Act, Review) untuk setiap hal yang bisa
pesawat mamografi [2]. membahayakan dari keselamatan radiasi dan
Pesawat mamografi terdiri dari tabung sinar-X melakukan tindakan perbaikan dengan tujuan
dan reseptor gambar yang dipasang pada sisi yang meningkatankan keselamatan radiasi. Simulasi
berlawanan pada rakitan (Gambar 1). Dalam tindakan bahaya (tidak aman) dan kedaruratan
mamografi sistem disusun agar sinar penyinaran dalam hal keselamatan radiasi, ini perlu dilaksanakan
yang dihasilkan “menyerempet” dinding dada pasien. untuk meningkatkan kemampuan respon tanggap
Jika dipusatkan di atas payudara, beberapa jaringan darurat para pekerja radiasi dan diatur oleh
di dekat dinding dada akan diproyeksikan di dalam manajemen sesuai dengan urutan prosedur dan
pasien di mana itu tidak dapat direkam. Radiasi yang pemantauan atau kaji ulang prosedur secara periodik.
meninggalkan tabung sinar-X akan melewati filter, Simulasi kejadian kecil hingga hal-hal yang tidak
kolimator, dan plat kompresi payudara [3]. terduga perlu dilakukan untuk memastikan juga
prosedur penangananan keadaan darurat tersebut.
Perbaikan adalah proses berkelanjutan untuk
penguatan budaya keselamatan radiasi dengan
melakukan perbandingan kinerja baik diri sendiri,
orang lain dan tim lain untuk menjadi bahan
pengawasan terhadap hal-hal berkaitan penerapan
budaya keselamatan baik untuk sumber daya
manusia, sumber daya sarana prasarana dan sistem
budaya keselamatan internal radiologi maupun
rumah sakit [4].

METODE
Metode penelitian ini melakukan evaluasi
terhadap penerapan budaya keselamatan dengan
memperhatikan langkah-langkah budaya
keselamatan penggunaan pesawat sinar-X antara lain
Gambar 1. Set up Pesawat Mamografi komitmen, prosedur, tindakan konservatif, simulasi
potensi bahaya radiasi dan perbaikan atau tindak
Pekerja radiasi dalam pemanfaatan sinar-X lanjut. Peralatan yang digunakan adalah pesawat
radiologi diagnostik sangat diperhatikan potensi sinar-X mamografi, survey meter, mistar, dan alat
penerimaan paparan radiasi, karena kesehatan dan pelindung diri. Data yang diambil antara lain jarak
keselamatan pekerja radiasi merupakan bagian pengukuran 1,6 dan 2 meter dengan faktor eksposi
penting dalam pelaksanaan pekerjaan. Pekerja radiasi tegangan 28 kV dan 50 mA pada variasi ketinggian
memiliki batasan penerimaan maksimal yang boleh 50 cm, 100 cm, dan 160 cm disebelah kanan dan kiri
diterima oleh pekerja radiasi dalam operasi normal bilik operator.
selama setahun. Peraturan Badan Pengawas Tenaga Pengukuran laju paparan radiasi sisi kanan dan
Nuklir (BAPETEN) memberikan nilai batas dosis kiri bilik operator dan dibalik bilik operator dan laju
maksimal yang boleh diterima pekerja radiasi. paparan radiasi latar. Analisa data yang diperoleh
Prosedur pengoperasian penggunaan pesawat sinar-x dengan membandingkan nilai laju paparan pada
perlu memperhatikan jaminan keselamatan pekerja setiap posisi ketinggian dan jarak dari sumber sinar-
radiasi dan meminimalkan paparan radiasi bagi X dan bilik operator dan batasan nilai batas dosis.

85
Z. Arifin, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 84-87

Evaluasi dan tindak lanjut akan memberikan


rekomendasi penerapan budaya keselamatan dalam
penggunaan pesawat sinar-X mamografi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berikut ini contoh desain gambar pengukuran dan
hasil yang diperoleh saat pengukuran:

Tabel 1. Hasil Pengukuran


Tinggi Sisi Kiri Sisi Kanan
(cm) Operator Laju Dosis Operator Laju Dosis
(µSv/h) (µSv/h) Gambar 2. Denah Mamografi Rumah Sakit 1
160 22,5 24,6
100 11,7 15,3
50 24,6 22,8

Hasil pengukuran di balik bilik kaca timbal


operator adalah 0,335 µSv/h. Nilai batas dosis
maksimal yang diperbolehkan adalah 7,5 µSv/h.
Perbedaan hasil laju paparan pada ketinggian terkait
pola hamburan sinar-X yang acak sehingga pada
ketinggian 100 cm diperoleh nilai lebih kecil
dibanding yang 50 cm dan 160 cm.
Dengan data di atas dapat dipastikan bahwa
potensi penerimaan paparan radiasi operator saat
melaksanakan pemeriksaan melebihi nilai batas dosis Gambar 3. Denah Mamografi Rumah Sakit 2
maka perlu penerapan budaya keselamatan.
Penerapan budaya keselamatan oleh pemegang izin
atau rumah sakit dengan cara memastikan komitmen
para nakes untuk menjalankan komitmen yang
tertuang dalam dokumen dan dipastikan rekaman
pelaksanaan saat pemeriksaan. Komitmen antara lain
pemakaian alat pelindung diri dan rekaman
pemakaian alat pelindung diri tersebut antara lain topi
timbal kepala, apron.
Langkah berikutnya penerapan prosedur
penerapan budaya keselamatan dengan memberikan
instruksi kerja, peralatan pelindung diri yang harus
dipakai diletakkan pada ruangan pemeriksaan untuk
Gambar 4. Denah Mamografi Rumah Sakit 3
menjadi pengingat para tenaga kesehatan. Langkah
selanjutnya tindakan konservatif dan simulasi yang
perlu dilakukan oleh pemegang izin atau rumah sakit
dengan pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi
untuk pekerja radiasi dan non-pekerja radiasi jika ada
keadaan tidak aman atau paparan potensial
khususnya pekerja radiasi di ruang pemeriksaan.
Diperoleh data-data penelitian potensi
penerimaan pekerja radiasi sangat besar melebihi
nilai batas dosis merujuk Peraturan Kepala
BAPETEN No 4 Tahun 2013, maka rumah sakit
dapat menerapkan langkah berikutnya untuk budaya
keselamatan, yaitu perbaikan berkelanjutan antara
lain memindahkan ruang operator pekerja radiasi Gambar 5. Denah Mamografi Rumah Sakit 4
atau memberi pembatas lebih aman, memberi
penanda pijakan kaki operator agar tepat di atas stiker Penerapan budaya keselamatan yang sudah
pijakan (analisis Gambar 2 sampai Gambar 5) dengan dirancang dan dilaksanakan dengan benar dan
maksud agar pekerja radiasi tidak menerima dosis baikpun, diperlukan kaji ulang manajemen baik
melebihi nilai batas dosis merujuk aturan yang secara internal maupun eksternal dan BAPETEN
berlaku. dapat juga merekomendasikan perubahan desain
ruangan atau pembatas operator dengan semakin
aman sehingga tujuan proteksi dan keselamatan
radiasi dapat dicapai secara maksimal dan

86
Z. Arifin, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 84-87

perlindungan terhadap pekerja radiasi akan dirasakan radiasi dari komitmen hingga perbaikan
betul sehingga kesehatan dan keselamatan bisa berkelanjutan.
terwujud paripurna hingga setelah pekerja radiasi
pensiun. DAFTAR PUSTAKA
Peran BAPETEN turut andil dalam penerapan [1] Badan Pengawas Tenaga Nuklir, 2020,
budaya keselamatan di rumah sakit saat inspeksi rutin Peraturan BAPETEN No 4 Tahun 2020 tentang
dapat memberi kajian yang lebih mendalam pada Keselamatan Radiasi dalam penggunaan
desain-desain yang sudah ada untuk dilakukan telaah pesawat sinar-X dalam radiologi diagnostik dan
potensi-potensi penerimaan radiasi berlebih pakerja intervensional, BAPETEN,Jakarta
radiasi. [2] Badan Pengawas Tenaga Nuklir, 2013,
Peraturan BAPETEN No 4 Tahun 2013 tentang
KESIMPULAN Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam
Penerapan budaya keselamatan oleh pemegang Pemanfaatan Tenaga Nuklir, BAPETEN,
ijin dan pekerja radiasi dalam melaksanakan Jakarta
pekerjaan penggunaan pesawat sinar-X mamografi [3] Bushberg, J. T., Seibert, J. A., Leidholdt, E.M.,
antara lain dengan memastikan berjalannya & Boone, J.M. 2002. The Essensial Physics of
komitmen, prosedur, tindakan konservatif dan Medical Imaging (Third Edition ed.).
perbaikan berkelanjutan sangat diperlukan secara Philadelphia, PA, USA: Lippincott Willians &
terus menerus. Salah satu rekomendasi perbaikan Wilkins.
pada penerapan budaya keselamatan antara lain [4] Shroy, R. E. Jr., Van Lysel, M.S., Yaffe,M. J.
pemakaian alat pelindung diri (topi timbal, apron), 2000. “X-Ray”. The BiomedicalEngineering
pemberian stiker/tanda posisi pijakan kaki di balik Handbook (Second Edition ed). Joseph D.
bilik operator dan alternatif lainnya pemindahan Bronzino Boca Raton: CRC Press LLC.
ruang operator yang dapat menjadi tindak lanjut [5] IAEA,2002. Key practical issues in
penerapan budaya keselamatan khususnya ruang strengthening safety culture : INSAG-15 a
pesawat sinar-X mamografi. report by the International Nuclear Safety
Peran manajemen RS dan BAPETEN serta Addvisory Group. — Vienna : International
pekerja radiasi dalam penerapan budaya keselamatan Atomic Energy Agency, 2002.

87

Anda mungkin juga menyukai