Diselenggarakan oleh
Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Fasilitas Radiasi dan
Zat Radioaktif (P2STPFRZR)
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jl. Gajah Mada No. 8, Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10120
Telp. (021) 638 582 69-70, Fax. (021) 638 582 75
www.bapeten.go.id
i
SAMBUTAN
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahi kita semua dengan kesehatan dan keselamatan.
Dalam pemanfaatan tenaga nuklir di bidang medik, pasien merupakan objek yang
mendapatkan paparan radiasi untuk tujuan diagnosis ataupun terapi penyakit, oleh karena itu
proteksi dan keselamatan radiasi bagi pasien dari paparan radiasi yang tidak diperlukan
(unnecessary exposure) menjadi tantangan kita bersama. Pemberian dosis radiasi kepada
pasien tidak dapat dibatasi, namun harus mempertimbangkan kesesuaiannya dengan
kebutuhan.
Sejalan dengan hal tersebut, BAPETEN tahun ini menyelenggarakan Workshop dan
Seminar Si-INTAN dengan mengangkat tema ‘Implementasi optimasi dosis radiasi untuk
menjamin perlindungan pasien radiologi diagnostik dan intervensi’. Acara ini menjadi media
komunikasi dan berbagi ilmu serta pengalaman bagi para praktisi dari rumah sakit ataupun para
profesional mengenai praktik yang baik dalam upaya optimisasi proteksi radiasi dan justifikasi
dalam paparan medik serta penerapan budaya keselamatan.
Melalui Seminar dan Workshop ini diharapkan semakin menumbuhkan motivasi fasilitas
pelayanan kesehatan untuk lebih aktif mengimplementasikan prinsip justifikasi dan berinovasi
untuk mencapai optimisasi proteksi radiasi pada pasien.
Akhir kata, semoga informasi dan pengetahuan yang disajikan dalam Prosiding Seminar Si-
INTAN 2022 dapat diakses oleh masyarakat dan dapat menjadi masukan untuk mendukung
peningkatan proteksi dan keselamatan radiasi di setiap fasilitas pelayanan kesehatan di
Indonesia.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang diberikan,
sehingga Prosiding Seminar Si-INTAN dapat terselesaikan dan terbit tahun 2022. Prosiding ini
berisi kumpulan makalah yang telah terpilih untuk disajikan dalam Seminar S-INTAN pada
tanggal 13 Juli 2022 dengan tema ‘Implementasi optimasi dosis radiasi untuk menjamin
perlindungan pasien radiologi diagnostik dan intervensi’.
Seperti kita ketahui bersama bahwa workshop dan seminar Si-INTAN adalah sebuah agenda
tahunan BAPETEN yang berupa diseminasi, sosialisasi, berbagi ilmu dan pengalaman dalam
upaya penerapan prinsip justifikasi dan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi pada
paparan medik. Dalam workshop disajikan pemaparan materi dan diskusi yang diampu oleh
narasumber pakar dari akademisi dan praktisi rumah sakit. Sedangkan dalam seminar disajikan
pemaparan makalah yang mencakup topik penerapan optimisasi dan budaya keselamatan
radiasi pada paparan medik.
Melalui makalah-makalah yang tersaji dalam prosiding ini diharapkan mampu menjadi
pemicu ide dan inovasi bagi para pembaca sehingga pesan penting untuk peningkatan
penerapan optimisasi proteksi radiasi pada pasien dapat tercapai.
Kami menyadari bahwa prosiding ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu segala saran
diharapkan dikirimkan melalui pos-el idrl@bapeten.go.id atau
kajian.kesehatan@bapeten.go.id demi perbaikan prosiding di tahun-tahun berikutnya. Semoga
prosiding ini dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat bagi yang memerlukan.
iii
SUSUNAN DEWAN REDAKSI
iv
DAFTAR ISI
SAMBUTAN ....................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ iii
SUSUNAN DEWAN REDAKSI ........................................................................................ iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... v
REKOMENDASI KEBIJAKAN HASIL SEMINAR Si-INTAN 2022............................ vii
MAKALAH ......................................................................................................................... 1
Implementasi pemanfaatan PACS dalam proses manajemen dosis radiasi pasien di Siloam
Hospitals Lippo Village
Herdani Rahman, Ni Ketut Sutariniasih ............................................................................ 1
Simulasi uji paparan sinar-X Mobile pada pemeriksaan rontgen dada di RSUP Fatmawati
Sayid Mubarok, Dwy Hervi ............................................................................................... 8
Pemantauan laju dosis paparan radiasi beta dan gama di instalasi kedokteran nuklir
Fajar Hastuti Ernawati, Sri Herwiningsih, Bunawas ...................................................... 14
Pemanfaatan timbal bekas pada alat poteksi radiasi (APR) sebagai upaya penerapan
proteksi radiasi
Desmalia Putri Ardiyanti, Tigor Ignasius Simarmata, Jhon Hadearon Saragih .............. 22
Analisis penahan radiasi ruangan radiologi intervensi cathlab sebagai upaya proteksi
keselamatan radiasi di RSUP H. Adam Malik Medan
Josepa Simanjuntak, Martua Damanik, Elvita Rahmi Daulay ......................................... 28
Jaminan kualitas evaluasi dosis Hp(10) dan Hp(0,07) pekerja radiasi di sektor kesehatan
Nuha Nabilah Utrujjah, Firdy Yuana, Bunawas .............................................................. 39
Uji kualitas apron untuk optimisasi proteksi radiasi bagi pasien di ruangan radiologi
diagnostik dan intervensional
Habib Syeh Alzufri, Dede Nurmiati ................................................................................. 46
Analisa hari rawat inap dan frekuensi foto thorak terhadap rata-rata dosis serap radiasi
pada pasien Covid-19 di ruang isolasi RSU Karsa Husada Batu
Sentot Alibasah, Yuly Peristiowati .................................................................................. 50
Kualitas citra sidik tulang dengan pemberian dosis radiofarmaka 99mTc-MDP berdasarkan
berat badan di Instalasi Kedokteran Nuklir RS Hasan Sadikin Bandung
Rini Shintawati, A. Hussein S. Kartamihadja .................................................................. 55
Estimasi dan audit dosis radiasi pasien pada pemeriksaan radiografi konvensional toraks
PA dengan teknik high kVp
Hanendya Disha Randy Raharja, dr.Nina ISH Supit, Sp.Rad (K), Ucok Noptua
Haposan ......................................................................................................................... 63
Pemantauan dosis lensa mata Hp(3) staf cathlab menggunakan Soca Dosimeter
Rosa Desinta, Risalatul Latifah, Rio Imam Santoso, Bunawas ........................................ 69
v
Upaya monitoring efek paparan medik terhadap pasien pemeriksaan intervensi di cathlab
Rumah Sakit Umum Adam Malik Medan: studi awal
Martua Damanik, Josepa Simanjuntak, Elvita Rahmi Daulay ......................................... 76
Penerapan budaya keselamatan tenaga kesehatan di ruangan mamografi
Zaenal Arifin, Evi Setiawati, Rusmanto, Siti Akbari ........................................................ 84
vi
REKOMENDASI KEBIJAKAN HASIL SEMINAR Si-INTAN 2022
Tema yang diangkat pada acara ini merupakan upaya untuk mendorong pemastian jaminan
perlindungan pasien radiologi diagnostik dan intervensional melalui berbagi ilmu dan
pengalaman dalam penerapan prinsip optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi dan budaya
keselamatan radiasi pada paparan medik.
Dalam acara ini menghadirkan 3 orang pakar dari akademisi dan praktisi rumah sakit untuk
memberikan pemaparan. Selain itu terdapat 21 makalah yang menjalani penilaian oleh tim
penilai makalah Si-INTAN, yang kemudian terpilih 5 makalah dipresentasikan oral dan 13
makalah dipresetasikan poster.
Berdasarkan pemaparan dan hasil diskusi dari para narasumber dan pemakalah, dirumuskan
beberapa rekomendasi sebagai berikut:
• Dalam upaya pencegahan potensi risiko paparan radiasi yang tidak diperlukan
(unnecessary exposure) pada pemeriksaan radiologi diagnostik dan intervensional,
fasilitas pelayanan kesehatan perlu melakukan identifikasi potensi yang muncul
(peluang kemunculan dan tingkat dampaknya), identifikasi penyebab, dan penetapan
rencana aksi upaya pencegahan;
• Manajemen fasilitas/instalasi yang memiliki kewenangan sebagai pengambil keputusan
harus berperan aktif dalam mendukung upaya optimisasi proteksi radiasi pada paparan
medik, dengan melalui penyediaan dan pengaturan sumber daya pendukung (finansial,
SDM, sistem kerja) dan pemantauan efektivitas penerapan;
• Dalam upaya penerapan optimisasi proteksi radiasi pasien, fasilitas pelayanan
kesehatan khususnya fasilitas/instalasi radiologi perlu:
1. mengedepankan kolaborasi tim yang terdiri atas dokter spesialis radiologi,
fisikawan medik, radiografer, dan petugas proteksi radiasi, serta manajemen
instalasi.
2. melaksanakan manajemen dosis radiasi dengan mengacu IDRL dan
mempertimbangkan kualitas citra yang diagnostik secara berkala.
3. melaksanakan evaluasi yang berkelanjutan terhadap protokol penyinaran,
kuantitas, kapabilitas dan kualitas SDM, dan keandalam peralatan/modalitas.
4. melaksanakan edukasi pasien terkait risiko radiasi.
• BAPETEN dan pemangku kepentingan (kementerian, lembaga dan asosiasi profesi)
perlu menyediakan infrastruktur yang memadai untuk memfasiitasi diseminasi
informasi terkait upaya proteksi radiasi pada pasien, diantaranya melalui tayangan
dalam website dan sosial media, pelaksanaan workshop, seminar, dan konferensi,
penyusunan kurikulum pelatihan, dan kontribusi publikasi ilmiah.
vii
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7
e-mail: herdani.rahman@siloamhospitals.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.001
ABSTRAK. Dalam rangka memberikan pelayanan yang berorientasi kepada keselamatan pasien maka, Departemen
Radiologi Siloam Hospitals Lippo Village berkomitmen melakukan manajemen dosis radiasi pasien. Manajemen dosis
radiasi merupakan penerapan satu dari tiga prinsip proteksi radiasi, yakni optimisasi. Optimisasi dosis radiasi pasien dimulai
dengan melakukan penetapan nilai panduan dosis radiasi / DRL (Diagnostic Reference Level). Manajemen dosis radiasi
pasien meliputi beberapa tahapan, yang dimulai dari dokumentasi data pemeriksaan, pengolahan data melalui aplikasi Si-
INTAN, analisa data, penetapan DRL lokal hingga evaluasi terhadap DRL yang melebihi DRL Nasional. Pemantauan dosis
radiasi yang konsisten dan sistematis sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan radiologi diagnostik dan
intervensional. Siloam Hospitals Lippo Village memanfaatkan PACS (Picture Archiving Communication System) dalam
proses dokumentasi data pemeriksaan pasien. Proses dokumentasi tersebut memanfaatkan fitur technote pada PACS
INFINITT. Dengan menggunakan format penulisan yang telah disepakati, radiografer selaku user mencatat technote pada
PACS. Data yang dicatat meliputi berat badan, proyeksi, faktor eksposi (kV, mA dan mAs) dan informasi dosis (DAP,
CTDI, DLP dan air KERMA). Informasi data dosis pasien tersebut telah disesuaikan dengan aplikasi Si-INTAN BAPETEN.
Untuk data mengenai nama, no. rekam medis/kode pasien, usia, jenis kelamin dan jenis pemeriksaan, didapatkan melalui
RIS (Radiology Information System). Penegakan asas proteksi radiasi memerlukan kolaborasi dan konsistensi antara dokter
spesialis radiologi, radiografer, fisikawan medik dan tim IT. Melalui metode ini, proses manajemen dosis radiasi dapat
menjadi lebih mudah. Hal tersebut dikarenakan technote dapat diolah pada lembar kerja (worksheet) excel. Sehingga dapat
dikatakan pemanfaatan technote PACS, terbukti mampu membuat proses manajemen dosis radiasi menjadi lebih efektif
dan efisien.
Kata kunci: PACS, DRL, Radiologi, Si-INTAN, Technote
ABSTRACT. In order to provide services that prioritize patient safety, radiology department of Siloam Hospitals Lippo
Village is committed to manage patient dose radiation. Radiation dose management applications is one of three principles
of radiation protection, namely optimization. The determination of DRL (diagnostic reference level) is the application of
the optimization principle. Radiation management includes several stages, starting from documentation of data inspection,
data processing, data analysis, evaluation of local DRL. Consistent and systematic monitoring of radiation dose is needed
to improve the quality of radiology services. Siloam Hospitals Lippo Village using PACS (Picture archiving communication
system) in the process of documentation data. The documentation process utilizes the technote feature in the INFINITT
PACS Software. By using an agreed writing format, the radiographer as a user writes a technote on the PACS which
contains information including name, medical record number, weight, type of examination, estimated exposure factor (kV,
mA etc.) and dose information (DAP, CTDI, DLP), KERMA water etc.). The patient dose data information has been adjusted
to the BAPETEN Si-INTAN application. All of this stages require collaboration and consistency between radiology
specialists, radiographers, medical physicists and the IT team. Through this method, dose management process can be
made easier. This is because technote can be processed on excel worksheet. So that it can be said that using PACS technote
has been proven to be able to make the radiation dose management process more effective and efficient.
Keywords: PACS, DRL, Radiology, Si-INTAN, Technote
1
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7
departemen radiologi, PACS digunakan untuk proses manajemen dosis radiasi pasien yang
menyimpan dan mengirim data dari modalitas dilakukan oleh Siloam Hospitals Lippo Village.
menuju server baca dokter [1]. PACS menyediakan
metode komputasi yang efisien untuk pencitraan LANDASAN TEORI
medis dan implementasinya dalam bentuk media Pemanfaatan radiasi dalam bidang medis dapat
lain, seperti citra 3D dan video. Sebelum penggunaan menimbulkan efek negatif dikemudian hari apabila
PACS yang masif, efisiensi pelayanan radiologi tidak dilakukan dengan asas proteksi radiasi. Efek
dibatasi dengan penggunaan film konvensional. radiasi terhadap tubuh dibagi menjadi 2 yaitu, efek
Dengan menggunakan PACS, citra medis radiologi stokastik dan deterministik. Efek deterministik
dapat dilihat secara virtual dimana pun dan kapan merupakan efek yang timbul apabila dosis yang
pun. Saat ini PACS berkembang dari yang awalnya diterima oleh jaringan tubuh melebihi dari dosis
hanya untuk melayani instalasi radiologi di satu ambang (threshold dose). Secara umum, efek
rumah sakit namun menjadi sistem yang mampu deterministik ini muncul secara langsung setelah
melayani kebutuhan data pencitraan di seluruh terjadinya paparan. Sedangkan efek stokastik
bagian rumah sakit. Selain itu, PACS juga dapat merupakan efek yang timbul tanpa adanya dosis
dimanfaatkan dalam proses manajemen dosis radiasi ambang. Efek ini muncul dalam waktu jangka
pasien. Beberapa produk PACS memiliki sistem panjang dan berisiko diwariskan. Hal tersebut terjadi
untuk memonitoring besaran dosis yang diterima karena, sel genetik dapat mengalami perubahan
oleh pasien, seperti yang terlihat pada Tabel 1. susunan apabila berinteraksi dengan radiasi.
Berdasarkan data dari Tabel 1, beberapa software Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diberi
monitoring dosis dari berbagai merek memiliki harga perhatian khusus terkait dengan paparan medik dan
yang relatif mahal. paparan kerja yang diberikan. Paparan medik
Di Indonesia sendiri, BAPETEN telah merupakan paparan radiasi yang diberikan kepada
menyediakan aplikasi berbasiskan web (Si- INTAN). pasien. Tindakan proteksi radiasi yang dapat
Si-INTAN merupakan salah satu wujud dari program dilakukan untuk menjaga tingkat paparan medik
manajemen dosis radiasi pasien yang disediakan oleh dalam batas aman yakni melalui perhitungan dosis
BAPETEN. Melalui aplikasi Si-INTAN, unit rumah radiasi. ICRP (International Commission on
sakit dapat menentukan DRL lokal dan melakukan Radiological Protection) pertama kali menjelaskan
analisis lebih lanjut terkait dengan tindak lanjut yang konsep perhitungan dosis radiasi pasien dan
dibutuhkan. Beberapa data pemeriksaan yang terminologi Diagnostic Reference Levels (DRL) pada
dibutuhkan pada aplikasi Si-INTAN meliputi berat tahun 1966.
badan, proyeksi, faktor eksposi (kV, mA dan mAs) Terminologi DRL telah mengalami
dan informasi dosis (DAP, CTDI, DLP dan air perkembangan, baik dari istilah ataupun cara
KERMA). Manajemen dosis radiasi pasien menjadi penetapan DRL. Konsep DRL telah terbukti menjadi
penting, mengingat adanya risiko radiasi yang dapat tools yang efektif dalam upaya mengoptimasi dosis
ditimbulkan terhadap tubuh manusia. Dosis radiasi radiasi yang diterima oleh pasien. DRL merupakan
pasien diatur dalam standar akreditasi internasional suatu nilai acuan yang digunakan untuk
(Joint Commission International) pada standar mengidentifikasi hubungan antara dosis dan kualitas
(assessment of patient) AOP poin 6.2. dan Nasional citra yang dihasilkan. Setiap negara bertanggung
(KARS) jawab untuk melakukan identifikasi terkait dengan
Tantangan yang dihadapi oleh rumah sakit terkait DRL. Nilai DRL setiap negara pun akan memiliki
dengan manajemen dosis pasien adalah sulitnya perbedaan. Hal tersebut dikarenakan faktor biologis
dokumentasi/pengumpulan data. Disebabkan ataupun genentik, seperti berat badan, ukuran tubuh
pendokumentasiannya masih dilakukan secara dan ukuran organ yang berbeda. Besaran dosis yang
manual. Dokumentasi data secara manual
membutuhkan waktu yang lama dan cenderung
mampu mengganggu pelayanan klinis di rumah sakit.
Berdasarkan hal tersebut, penulis membuat makalah
ini yang bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai implementasi pemanfaatan PACS dalam
2
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7
dihitung dipengaruhi oleh beberapa faktor, Hospitals Lippo Village. menggunakan PACS
diantaranya: Faktor eksposi, source image detector INFINITT untuk melakukan dokumentasi data.
(SID), berat badan pasien dan teknik pemeriksaan PACS INFINITT terintegrasi dengan semua
lainnya. modalitas di departemen radiologi. Fitur PACS yang
Berdasarkan ICRP 135, penetapan DRL lokal digunakan dalam proses dokumentasi data dosis
membutuhkan interval waktu selama (3-5 tahun). adalah technote. Tecnote merupakan sebuah fitur
Penetapan nilai DRL dilakukan dengan menghitung yang berfungsi untuk mencatat terkait dengan
data pada Q 3 atau 75% data dosis pasien yang ada. pemeriksaan pasien. Melalui fitur ini, radiografer
ICRP membagi jenis DRL dibagi menjadi 4 yakni : selaku user menuliskan data – data pemeriksaan yang
Typical values, DRL lokal, DRL nasional dan DRL dibutuhkan, yang meliputi :
Regional. Ke-empat jenis DRL tersebut dibedakan 1. Radiografi umum : Inisial radiografer, kV,
berdasarkan cara pengambilan data dan area mAs, proyeksi dan berat badan
pengaplikasiannya. Pengambilan nilai DRL tersebut 2. CT Scan : Inisial radiografer, CTDI, DLP,
bisa dilakukan dengan mengamati nilai Q2 atau pun jumlah sequence
Q3. Jenis DRL berdasarkan ICRP 135 dapat dilihat 3. Radiografi Intervensional : Fluoro total, laju
pada Tabel 2. Dengan melihat sebaran data Q2 frame, jumlah frame, DAP, Laju kerma,
ataupun Q3. Penggunaan statistik kuartil merupakan kerma total dan jalur kateter masuk
hal yang tepat. Hal tersebut dikarenakan, penggunaan Pencatatan informasi dosis radiografi
Q tidak mudah terpengaruh oleh simpangan data. intervensional dilakukan oleh operator / perawat
Nilai median merupakan titik statistik yang cocok yang melakukan tindakan pemeriksaan. Contoh
untuk merepresentasikan sebaran data yang ada pada format penulisan pada technote dapat dilihat pada
pasien. Gambar 1.
Sedangkan Q3 merupakan titik yang paling tepat Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa
untuk merepresentasikan sebaran data apabila format penulisan menggunakan karakter pemisah
terdapat simpangan yang besar. Secara garis besar, koma (,) dan garis miring (/). Hal tersebut bertujuan
DRL memiliki beberapa karakteristik sebagai untuk memudahkan ketika melakukan pengolahan
berikut: data ketika di export ke dalam lembar kerja
1. DRL tidak membatasi tujuan klinis (worksheet). Penulisan informasi dosis pasien ke
2. Tidak berlaku untuk dosis individu dalam PACS dilakukan oleh radiografer setelah
3. Nilai DRL bersifat sebagai petunjuk bukan melakukan pemeriksaan. Apabila pasien pada rumah
peraturan sakit cukup padat, maka radiografer dapat melakukan
4. Merupakan nilai pedoman untuk identifikasi pencatatan informasi dosis secara manual di formulir
nilai dosis yang tidak lazim pemeriksaan.
5. Apabila dosis terlalu tinggi, artinya perlu
melakukan evaluasi terkait dengan teknik
pemeriksaan dan kasus klinis
6. Apabila dosis terlalu rendah rendah, artinya
perlu evaluasi terkait dengan kualitas citra
DRL merupakan alat yang dapat membantu untuk
melakukan optimisasi proteksi paparan medik pasien.
Nilai DRL bukan berarti menjaga nilai dosis menjadi
selalu kecil. Hal tersebut dikarenakan, kualitas citra Gambar 1. Contoh format penulisan data pemeriksaan
yang dihasilkan harus memberikan informasi data pasien menggunakan technote pada PACS.
diagnostik yang diperlukan.
Data pemeriksaan pada PACS akan di export dan
METODOLOGI diolah melalui lembar kerja (worksheet). Setelah data
Dokumentasi/pengumpulan data dosis pasien yang selesai diolah sudah terkumpul, langkah
merupakan salah satu tahapan dalam proses berikutnya adalah melakukan penginputan ke
manajemen dosis radiasi pasien. Namun, pada website Si-INTAN sesuai dengan ketentuan. Selain
tahapan ini seringkali terkendala terkait dengan itu, guna meminimalkan kesalahan pada saat
efektivitas dan efisiensi. Rumah sakit yang tidak penginputan data ke aplikasi Si-INTAN, diperlukan
memiliki software monitoring dosis melakukan pengolahan data cadangan yang dilakukan secara
pengumpulan data dilakukan secara manual. Siloam manual menggunakan Microsoft excel. Alur
3
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7
4
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7
Tabel 3. Perbandingan DRL lokal dengan DRL Nasional (a) Radiografi umum, (b) CT Scan, (c) Radiografi Intervensional.
5
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7
[6] Fitousi, N. Patient dose monitoring systems: A [13] Suryatika, I. B. M., Sutapa, G. N., &
new way of managing patient dose and quality Kasmawan, I. G. A. (2019). Radiology patient
in the radiology department. Physica Medica, dosage monitoring for local diagnostic
44, 212–221 (2017). reference level. International Research Journal
[7] ICRP. The 2007 Recommendations of the of Engineering, IT and Scientific Research,
International Commission on Radiological 5(5), 26-31.
Protection. ICRP Publication 103. Ann [14] Woroprobosari, N. R. (2016). Efek Stokastik
ICRP;37(2–4) (2007). Radiasi Sinar-X Dental Pada Ibu Hamil dan
[8] Suryanti R, Savitri L, Susanto W, et al. Manual Janin. ODONTO: Dental Journal, 3(1), 60-66.
Penggunaan Si-INTAN Ver. 2.0, P2STPFRZR [15] Khorasani, R. (2012). Can you efficiently
BAPETEN. 2018. Jakarta. incorporate patient-specific electronic medical
[9] Wallace, A. B. (2010). The implementation of record data into radiology workflow?. Journal
diagnostic reference levels to Australian of the American College of Radiology, 9(12),
radiology practice. Journal of medical imaging 862-863.
and radiation oncology, 54(5), 465-471. [16] Reiner, B. I., et.al. (2001). Radiologists'
[10] Shields, T. (2010). PACS: past, present and productivity in the interpretation of CT scans: a
future. Radiologic Technology, 81(5), 491-498. comparison of PACS with conventional film.
[11] Mariani, C ,et.al., (2006). Analysis of the X-ray American Journal of Roentgenology, 176(4),
work flow in two diagnostic imaging 861-864Fitousi, N. (2017). Patient dose
departments with and without a RIS/PACS monitoring systems: a new way of managing
system. Journal of Digital Imaging, 19(1), 18- patient dose and quality in the radiology
28. department. Physica Medica, 44, 212-221.
[12] Fitousi, N. (2017). Patient dose monitoring Journal of Roentgenology, 176(4), 861-864.
systems: a new way of managing patient dose
and quality in the radiology department.
Physica Medica, 44, 212-221.
LAMPIRAN
6
H. Rahman dan N.K. Sutariniasih Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 1-7
7
S. Mubarok dan D. Hervin Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 8-13
ABSTRAK. Pemeriksaan rontgen dada dengan memanfaatkan sinar-X mobile semakin meningkat, khususnya dikarenakan
adanya pandemi Covid-19 sebagai deteksi dini maupun untuk kebutuhan monitoring pasien. Aspek keamanan radiasi pada
pemeriksaan rontgen dada dengan menggunakan sinar-X mobile perlu dikaji mengingat umumnya penggunaannya pada
ruang rawat inap pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mensimulasikan besar radiasi hambur dari pemeriksaan rontgen
dada pada penggunaan sinar-X mobile untuk menilai tingkat keamanan radiasi serta peralatan proteksi radiasi yang
diperlukan. Terlebih dahulu diukur dahulu besar dosis radiasi primer untuk menilai estimasi dosis yang diterima oleh pasien,
kemudian diukur radiasi hambur (laju dosis maksimum dan dosis akumulasi) dengan menggunakan media penghambur
fantom PMMA 20 cm pada berbagai arah pada jarak 1, 2, 3 dan 4 m dan dengan variasi tanpa penahan radiasi, dengan
penhan radiasi apron 0.5 mm Pb dan dengan shielding mobile 2 mm Pb. Hasil dosis radiasi radiasi primer adalah 0.145 ±
0.003 mGy, dimana hasil tersebut masih dibawah nilai DRL. Sedangkan Hasil analisa laju dosis menunjukkan bahwa
hingga jarak 4 m nilai laju dosis masih melewati batas aman radiasi, diperlukan penahan radiasi berupa apron 0.5 mm Pb
dengan jarak lebih dari 2 m supaya didapatkan laju dosis yang aman untuk masyarakat umum. Hasil Analisa akumulasi
dosis hambur, maka jarak aman tanpa menggunakan penahan radiasi adalah lebih dari sama dengan 2 m. Direkomendasikan
bahwa jarak pasien dan petugas terhadap sumber radiasi sinar-X mobile adalah minimal 2 m dan digunakan penahan radiasi
seperti apron Pb atau shielding mobile.
Kata kunci: paparan radiasi, radiasi hambur, laju dosis
ABSTRACT. Chest X-ray examinations using mobile X-rays are increasing, especially due to the Covid-19 pandemic as
an early detection as well as for patient monitoring needs. Radiation safety aspects in chest X-ray examinations using
mobile X-rays need to be studied considering that they are generally used in patient inpatient rooms. This study aims to
simulate the amount of scattered radiation from a chest X-ray examination using a mobile X-ray to assess the level of
radiation safety and the required radiation protection equipment. First, the primary radiation dose was measured to assess
the estimated dose received by the patient, then the scattering radiation was measured (maximum dose rate and
accumulated dose) using 20 cm PMMA phantom scattering media in various directions at a distance of 1, 2, 3 and 4 m.
and with variations without radiation shielding, with 0.5 mm Pb apron radiation protection and with 2 mm Pb mobile
shielding. The result of the primary radiation dose is 0.145 ± 0.003 mGy, which is still below the DRL value. While the
dose rate analysis results show that up to a distance of 4 m the dose rate value still exceeds the radiation safe limit, a
radiation protection is needed in the form of a 0.5 mm Pb apron with a distance of more than 2 m in order to obtain a safe
dose rate for the general public. The results of the analysis of the accumulation of scattered doses, the safe distance without
using radiation shields is more than equal to 2 m. It is recommended that the patient and staff distance from the mobile X-
ray radiation source is at least 2 m and use a radiation protection such as Pb apron or mobile shielding.
Keywords: Radiation exposure, Radiation scatter, Dose Rate
8
S. Mubarok dan D. Hervin Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 8-13
9
S. Mubarok dan D. Hervin Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 8-13
10
S. Mubarok dan D. Hervin Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 8-13
11
S. Mubarok dan D. Hervin Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 8-13
12
S. Mubarok dan D. Hervin Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 8-13
13
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21
e-mail: ernafh@student.ub.ac.id
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.003
ABSTRAK. Pemantauan laju dosis paparan radiasi beta dan gama penting dilakukan untuk memperkirakan dosis radiasi
yang diterima oleh pekerja radiasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dosis ekuivalen terarah H’(0,07) dan dosis
ekuivalen ambien H*(10) di Instalasi Kedokteran Nuklir. Pengukuran dilakukan dalam 2 tahap yaitu detektor tanpa filter
dan detektor dengan filter pemblokir beta Aluminium tebal 1,5 mm. Jarak pengukuran disesuaikan dengan posisi pekerja
saat bekerja. Dari hasil pengukuran tanpa filter didapatkan laju dosis (H’(0,07) dan H*(10)), dan pengukuran dengan filter
didapatkan laju dosis H*(10). Laju dosis paparan radiasi beta H’(0,07) didapatkan dari selisih hasil pengukuran pertama
dan kedua, dan hasilnya dikalikan dengan faktor koreksi. Laju dosis yang sebenarnya berada di ruangan dapat diketahui
dengan cara laju dosis yang terukur di alat dikurangi dengan laju dosis background dan dikalikan dengan besar faktor
kalibrasi alat ukur. Hasil pengukuran dosis ekuivalen terarah H’(0,07) yaitu 0,03 – 5608,77 μSv/jam dan dosis ekuivalen
ambien H*(10) yaitu 0,02 – 68,65 μSv/jam. Dengan tingginya laju dosis yang terukur, maka pekerja radiasi berisiko
menerima dosis H’(0,07) dan H*(10) yang melebihi batas dosis yang telah ditentukan BAPETEN sebesar 500 mSv/tahun
untuk H’(0,07) dan 20 mSv/tahun untuk H*(10). Maka dari itu, pemantauan rutin terhadap paparan radiasi beta dan gama
di instalasi Kedokteran nuklir perlu dilakukan untuk mencegah dan meminimalisasi terjadinya dosis paparan radiasi beta
dan gama berlebih yang diterima oleh pekerja radiasi.
Kata kunci: H’(0,07), H*(10), Kedokteran Nuklir
ABSTRACT. Monitoring of dose rate beta and gama radiation exposure in nuclear medicine installation so that the
received beta and gama doses can be estimated workers during work. Measurements were carried out in 2 stages: a detector
without a filter and a 1.5 mm thick Aluminum beta-blocking filter. Distance is measured by the position of the worker at
work. The results of measurements without a filter obtained a dose rate (H'(0.07) and H*(10)), and measurements with a
filter obtained a dose rate of H*(10). The dose rate of beta radiation exposure (0.07) was obtained from the difference
between the results of the first and second measurements, and the results were multiplied by a correction factor. The real
dose rate in the room can be determined through the dose rate adjusted to the background dose rate and multiplied by the
calibration factor of the measuring instrument. The results of the measurement of the dose H'(0.07) were 0.03 – 5608.77
Sv/hour and dose H*(10) was 0.02 – 68.65 Sv/hour. With the exposure dose rate that exceeds, workers, are at risk of
receiving directed equivalent doses of H'(0.07) and ambient H*(10) that exceed the dose limit set by BAPETEN of 500
mSv/year for H'(0.07) and 20 mSv/year for H*(10). Therefore, routine monitoring of beta and gama radiation exposure in
nuclear medicine installations needs to be carried out to prevent and minimize the occurrence of excessive beta and gama
radiation exposure doses received by workers.
Keywords: H’(0,07), H*(10), Nuclear Medicine
14
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21
radiofarmaka sebelum disuntikkan pada pasien [7]. menyebabkan kerusakan pada organ yang biasa
Dengan adanya kontaminasi yang terukur, sehingga dikenal sebagai faktor bobot radiasi (Wr) [14]. Untuk
menjadi ide penulis untuk melakukan pengukuran semua jenis radiasi eksternal, besaran operasional
terhadap tingkat paparan di ruangan kedokteran untuk pemantauan area ditentukan berdasarkan nilai
nuklir, baik untuk paparan radiasi gama (dosis dosis ekuivalen pada suatu titik dalam bola ICRU
ekuivalen ambien H*(10)) dan paparan radiasi beta yang merupakan phantom sederhana [6]. Dosis
(dosis ekuivalen terarah H’(0,07)). ekuivalen ambien H*(10) untuk radiasi penetrasi
Berdasarkan Perka BAPETEN No. 6 Tahun 2020 kuat, sedangkan dosis ekuivalen terarah H’(0,07)
pasal 36 (4) dan No. 17 Tahun 2012 pasal 32 (3) untuk radiasi penetrasi lemah [2].
bahwa dosis maksimal yang diperbolehkan diterima Untuk menentukan laju dosis paparan radiasi
oleh pekerja radiasi untuk tubuh (dosis ekuivalen yang sebenarnya dapat menggunakan persamaan
ambien H*(10)) sebesar 20 mSv per tahun dan untuk berikut:
kulit (dosis ekuivalen terarah H’(0,07)) sebesar 500 Xg=Xa-XBgFK (1)
mSv per tahun. Oleh sebab itu, agar dosis yang dimana:
diterima oleh pekerja radiasi baik untuk tubuh H*(10) Xg = laju dosis paparan radiasi sebenarnya di tempat
maupun kulit H’(0,07) tidak melebihi nilai batas yang yang diukur (μSv/h)
telah ditetapkan, maka pemantauan paparan radiasi Xa = bacaan laju dosis paparan radiasi dari alat ukur
beta H’(0,07) dan gama H*(10) perlu untuk (μSv/h)
dilakukan. Hal ini sesuai dengan laporan ICRU 56 XBg = bacaan laju dosis paparan radiasi latar atau
dan SNI ISO 6980-2:2014 bahwa dosis ekuivalen background (μSv/h)
ambien H*(10) hanya dapat digunakan untuk FK = faktor kalibrasi alat ukur [14].
pemantauan area radiasi penetrasi kuat (gama) dan
bukan merupakan besaran yang sesuai untuk radiasi Pada instalasi kedokteran nuklir terdapat
beta, sehingga untuk pemantauan individu dan area pembagian daerah kerja yang disesuaikan dengan
yang menggunakan partikel beta dapat menggunakan jenis kegiatan dan potensi bahayanya, sebagai
besaran operasional ICRU yaitu dosis ekuivalen berikut:
terarah H’(0,07) dan dosis ekuivalen personel 1. Daerah Supervisi (pengawasan) merupakan
Hp(0,07) [12]. daerah kerja yang tidak memerlukan tindakan
Untuk mengetahui besar paparan radiasi beta proteksi radiasi khusus dengan paparan ruangan
H’(0,07) dan gama H*(10) di fasilitas kedokteran yang terukur kurang dari 3/10 NBD pekerja
nuklir dapat diukur secara langsung menggunakan radiasi [4]. Daerah supervisi antara lain: ruang
surveimeter beta-gama RadEye B20-ER. pemeriksaan sampel untuk diagnostik in-vitro,
ruang pencitraan pasien diagnostik dengan
LANDASAN TEORI Kamera Gama, ruang dekontaminasi, ruang
Radioisotop merupakan suatu isotop yang penyimpanan sementara limbah radioaktif padat,
memiliki kemampuan untuk memancarkan radiasi dan tempat pengolahan limbah radioaktif cair
pengion. Sedangkan, radiofarmaka merupakan [3].
senyawa kimia yang mengandung radioisotop serta 2. Daerah Pengendalian merupakan daerah kerja
memenuhi persyaratan farmakologis yang digunakan yang memerlukan tindakan proteksi dan
dalam kegiatan diagnostik, terapi maupun penelitian ketentuan keselamatan khusus yang bertujuan
medik klinis [5]. Radioisotop yang umum digunakan untuk membatasi tingkat paparan potensial.
dalam kedokteran nuklir memiliki waktu paruh yang Kriteria daerah pengendalian yaitu paparan di
cukup singkat, hal ini bertujuan agar mengurangi ruangan lebih dari 3/10 NBD pekerja radiasi
paparan radioaktif pada pasien [2]. serta adanya potensi kontaminasi [4]. Daerah
Dosis ekuivalen merupakan perkalian dari dosis pengendalian yang sebagaimana dimaksud
serap dengan kemampuan radiasi untuk antara lain:
Tabel 1. Laju Dosis Paparan Radiasi dari I-131, Tc-99m dan F-18
15
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21
16
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21
ruang Hotab dikategorikan tidak aman karena Pada gambar 5 dan 6, H’(0,07) tertinggi terletak
melebihi batas rekomendasi BAPETEN yaitu lebih pada meja kerja yaitu 5608,77 μSv/jam. H*(10)
dari 10 μSv/jam. tertinggi terletak pada meja kerja yaitu 68,65
μSv/jam. H’(0,07) dan H*(10) tertinggi di ruang
2. Hasil Pengukuran Laju Dosis Paparan penyuntikan dikategorikan tidak aman karena laju
Radiasi Beta dan Gama di Ruang Jaminan Kualitas dosis paparan radiasi beta tertinggi > 250 μSv/jam
Pada ruang jaminan kualitas terdapat sumber dan laju dosis paparan gama tertinggi > 10 μSv/jam.
radioaktif yang terletak di meja kerja sebelum
diletakkan ke ruang Hotlab. 4. Hasil Pengukuran Laju Dosis Paparan
Radiasi Beta dan Gama di Ruang PET-CT
17
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21
18
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21
9. Hasil Pengukuran Laju Dosis Paparan Radiasi Laju dosis paparan radiasi beta dan gama tertinggi
Beta dan Gama di Ruang Isolasi Radiasi yang terukur di kedokteran nuklir terdapat pada
ruangan antara lain: ruang Hotlab dengan paparan
Ruang isolasi radiasi digunakan sebagai tempat beta mencapai 220,05 μSv/jam dan gamanya sebesar
isolasi bagi pasien terapi radioiodin. Isolasi pasien 23,44 μSv/jam pada troli, ruang Jaminan Kualitas
dilakukan selama 2 – 3 hari sehingga pengukuran dengan paparan beta mencapai 1297,71 μSv/jam dan
paparan radiasi beta dan gama di ruang isolasi pasien gamanya sebesar 27,75 μSv/jam di troli, dan Ruang
radiasi dilakukan setelah ruangan kosong atau sehari Penyuntikan dengan laju dosis paparan beta
setelah pasien dipulangkan. mencapai 5608,77 μSv/jam dan gamanya mencapai
68,65 μSv/jam. Ketiga ruangan tersebut sangat
berisiko bagi pekerja sehingga sebaiknya dilakukan
pemantauan rutin baik untuk pemantauan dosis
ekuivalen berarah H’(0,07) dan dosis ekuivalen
ambien H*(10). Selain dari ketiga ruangan tersebut,
dapat dikategorikan aman bagi pekerja radiasi.
Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan bahwa
hampir di seluruh ruangan kedokteran nuklir, laju
dosis paparan radiasi beta dan gama tertinggi tidak
terukur pada total aktivitas tertinggi. Sedangkan,
Gambar 16. Grafik laju dosis paparan radiasi beta di RIR
pada uji linearitas yang dilakukan dengan empat
surveimeter dengan dua detektor berbeda yakni
RadEye dan Graetz. Uji linearitas dilakukan pada
jarak sejauh 0,2 m antara detektor dengan sumber
radioaktif I-131 [13].
19
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21
Tabel 2. Dosis Ekuivalen Ambien H*(10) dan Terarah H’(0,07) dari sumber F-18 di Kedokteran Nuklir
dilakukan untuk ruangan yang berisiko paparan Risiko Paparan Radiasi Pada Staf Kedokteran
radiasi tinggi. Nuklir
Paparan radiasi bagi staf di departemen
kedokteran nuklir tidak dapat dihindari. Staf
kedokteran nuklir terpapar secara eksternal dari
sumber radiasi/radiofarmaka terbuka. Selain itu,
sumber paparan juga dapat berasal dari iradiasi
internal misalnya terhirup serta dapat masuk melalui
luka atau kulit. Penanganan radiofarmaka seringkali
melibatkan kontak dekat dengan sumber radioaktif.
Jika dilihat dari Tabel 2 bahwa dosis ekuivalen
ambien H*(10) dan dosis ekuivalen terarah H’(0,07)
yang terukur pada aktivitas 3,3 GBq lebih tinggi
dibandingkan pada aktivitas 74 GBq. Hal ini
dikarenakan terdapat perbedaan jarak pengukuran
Gambar 19 Sketsa Ruang Jaminan Kualitas di dan adanya shielding, sehingga paparan radiasi gama
Kedokteran Nuklir. maupun beta sudah tereduksi yang menyebabkan
dosis yang terukur rendah. Sedangkan pada aktivitas
3,3 GBq, pengukuran dilakukan pada permukaan vial
dan tanpa adanya shielding seperti sarung tangan dan
pelindung pada jarum suntik yang dapat mereduksi
paparan gama maupun beta, sehingga dosis H*(10)
dan H’(0,07) yang terukur nilainya sangat tinggi.
Hasil pengukuran pada aktivitas 3,3 GBq dapat
dijadikan sebagai gambaran besar dosis ekuivalen
terarah H’(0,07) atau dosis ektremitas tangan yang
dapat diterima oleh staf yang melakukan persiapan
radiofarmaka. Akibatnya staf akan menerima dosis
ekstremitas tangan yang sangat tinggi > 500
mSv/tahun atau 250 μSv/jam. Upaya yang dapat
Gambar 20 Laju paparan radiasi gama berdasarkan hasil
pengukuran (Surveimeter RadEye B20-ER) dan monitor
dilakukan yaitu dengan digunakannya dosimeter
area. cincin untuk evaluasi dosis eksterimitas tangan,
sehingga dosis paparan radiasi beta yang diterima
Pada ruang jaminan kualitas terdapat sumber oleh setiap staf dapat terkontrol.
radioaktif di meja kerja, sehingga semakin dekat
jarak dengan sumber maka paparan radiasi yang KESIMPULAN
diterima akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan Pemantauan laju dosis paparan radiasi beta dan
hukum kuadrat terbalik. Pada gambar 20, laju gama di instalasi kedokteran nuklir dalam dua tahap
paparan di meja kerja dan troli nilainya lebih tinggi yaitu detektor tanpa filter sehingga dosis yang terbaca
dibandingkan dengan paparan di monitor. Hal ini (H’(0,07) dan H*(10)) dan pengukuran dengan filter
dapat disebabkan dari perbedaan jarak pengukuran pemblokir paparan beta sehingga hanya laju dosis
paparan radiasi, sehingga jarak monitor lebih jauh gama H*(10) yang terbaca pada detektor. Laju dosis
dibandingkan dengan posisi pekerja bekerja. paparan beta H’(0,07) didapatkan dari selisih hasil
Akibatnya, hasil bacaan paparan di monitor lebih pengukuran pertama dan kedua, dan dikalikan
rendah.Maka dari itu perlu adanya revisi penempatan dengan faktor koreksi. Laju dosis sebenarnya dapat
posisi monitor area agar didapatkan dosis paparan diketahui dengan cara mengurangi laju dosis yang
radiasi gama yang sebenarnya diterima oleh pekerja terukur di alat dengan laju dosis background dan
radiasi. dikalikan dengan faktor kalibrasi alat ukur. Dari hasil
pengukuran didapatkan laju dosis paparan beta
sebesar 0,03 – 5608,77 μSv/jam dan untuk laju dosis
20
F.H. Ernawati, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 14-21
paparan gama yaitu 0,02 – 68,65 μSv/jam. Menurut tanggal 20 Mei 2022 di https://www.radiation-
Komisi proteksi radiasi kawasan nuklir serpong, dosimetry.org/what-is-directional-dose-
2011 dan BAPETEN, 2020 bahwa batas dosis tubuh equivalent-hd%CF%89-definition/.
untuk pekerja radiasi sebesar 20 mSv/tahun atau 10 [7] Filano, R., Hidayanto, E., & Arifin, Z. (2014).
μSv/jam, dan batas dosis kulit untuk pekerja radiasi Analisa Tingkat Kontaminasi Dosis Nuklir dan
sebesar 500 mSv/tahun atau 250 μSv/jam [3]. Untuk Laju Paparan Radiasi Pada Instalasi Kedokteran
itu, pemantauan rutin terhadap paparan radiasi beta Nuklir. Youngster Physics Journal, 3(4), 317–
dan gama di instalasi Kedokteran nuklir perlu 328.
dilakukan untuk mencegah dan meminimalisasi [8] IK-6.4.01.04-09/NL. (2020). Instruksi Kerja
terjadinya dosis paparan radiasi beta dan gama Pengoperasian dan Perawatan Surveimeter
berlebih yang dapat diterima oleh pekerja radiasi. RadEye B20/ RadEye B20-ER (pp. 1–7).
NuklindoLab.
UCAPAN TERIMA KASIH [9] IK-7.2.01.09-0/NL. (2020). Intruksi Kerja
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pengujian Tingkat Radiasi Daerah
NuklindoLab – Koperasi JKRL, PRTKMR – BRIN, Kerja/Benda Uji (pp.1-10). NuklindoLab,
dan fisikawan medis di salah satu Rumah sakit di [10] Komisi Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir
Jakarta yang telah ikut berkontribusi dalam Serpong. (2011). Pedoman Keselamatan dan
dilaksanakannya penelitian ini. Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir Serpong. 1–
148.
DAFTAR PUSTAKA [11] SNI ISO 6980-2. (2004). Energi Nuklir -
[1] Badan Tenaga Nuklir Nasional. (2014). Radiasi Partikel Beta Acuan - Bagian 2: Dasar-
Proteksi dan Keselamatan Radiasi BATAN. dasar Kalibarasi terkait dengan Besaran Dasar
Proteksi Dan Keselamatan Radiasi BATAN, 18. yang mengkarakterisasi medan radiasi (pp. 1-
[2] Badawi, R. D. (2001). Nuclear medicine. 48). BSN.
Physics Education, 36(6), 452–459. [12] SNI ISO 6980-3. (2014). Energi Nuklir -
https://doi.org/10.1088/0031-9120/36/6/302 Radiasi Partikel Beta Acuan - Bagian 3:
[3] BAPETEN. (2012). PERKA BAPETEN No. 17 Kalibrasi Dosimeter Personel dan Dosimeter
Tahun 2012 Tentang Keselamatan Radiasi Area dan penentuan Tanggapannya Sebagai
dalam Kedokteran Nuklir. Fungsi Sudut Datang dan Energi Radiasi Beta
[4] BAPETEN. (2013). PERKA BAPETEN No. 4 (pp. 1–28). BSN.
Tahun 2013 Tentang Proteksi dan Keselamatan [13] Sudbrock, Ferdinand et al. (2011). Dose and
Radiasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir. dose rate measurements for radiation exposure
Perka BAPETEN, 1–29. scenarios in nuclear medicine. Radiation
https://jdih.bapeten.go.id/index.php/site/dokvie Measurements, 46, 1-4.
w/id/322 [14] Wijono, M. (2006). Pengukuran Kontaminasi
[5] BAPETEN. (2020). PERKA BAPETEN No. 6 Permukaan dan Laju Pajanan Radiasi di RSU
Tahun 2020 Tentang Keselamatan Radiasi Dr. Soetomo Surabaya. Prosiding Pertemuan
dalam Produksi Radioisotop untuk Dan Presentasi Ilmiah Fungsional Teknis Non
Radiofarmaka. PERKA BAPETEN, 1-38. Peneliti, 291–30.
[6] Connor, Nick. (2019). What is Directional Dose
Equivalent - H'(d,Ω) - Definition. Di akses
21
D.P. Ardiyanti, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 22-27
Pemanfaatan timbal bekas pada alat poteksi radiasi (APR) sebagai upaya
penerapan proteksi radiasi
Desmalia Putri Ardiyanti1, Tigor Ignasius Simarmata2, Jhon Hadearon Saragih3
1
Rumah Sakit Pelni Jakarta
2
Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur
3
Mayapada Hospital Tangerang
e-mail: desmaliaputri28@gmail.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.004
ABSTRAK. Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat
paparan radiasi. Banyak APR yang rusak atau tidak laik pakai dimana APR digunakan setiap hari dan dalam durasi waktu
pemeriksaan yang lama, dikarenakan berbagai faktor antara lain cara penyimpanan dan kesalahan prosedur penggunaan
APR. Tujuan penelitian adalah untuk memanfaatkan Pb yang tidak laik pakai untuk dilakukan perbaikan sebagai langkah
limitasi dan optimisasi proteksi radiasi pada pekerja radiasi dan pasien serta memastikan kelaikannya. Jenis penelitian yang
dilakukan adalah kualitatif dengan menggunakan teknik Lead Laminated. Penelitian menggunakan sample yaitu Thyroid
Shield dengan tebal 0.5 mm Pb dan alat pendukung lain berupa lem aibon sebagai bahan perekat serta handscoon, masker
N95 dan apron sebagai alat proteksi diri. Metode pengambilan data dilakukan dengan observasi, dokumentasi dan
melakukan pengujian terhadap thyroid shield. Uji thyroid shield dilakukan menggunakan modalitas MSCT Optima 660 64
slice dan DR Y-Sio Max. Proses pengambilan data dilakukan dengan 3 tahap yaitu pre-repair, setelah post-repair dan
setelah dilakukan observasi dalam kurun waktu 2 bulan. Hasil penelitian ini yaitu crack pada apron yang tidak laik pada
saat pengujian rutin APR dapat tertutupi dengan baik dan tidak timbul crack baik pada lokasi yang lama atau dilokasi yang
baru. Observasi yang dilakukan menunjukkan hasil yang cukup baik dalam memperbaiki alat proteksi radiasi (APR) pada
sampel thyroid shield dengan teknik lead laminated. Hasil citra menunjukkan tidak terdapat crack setelah dilakukan
perbaikan pada thyroid shield. Tetapi terdapat potongan Pb hasil perbaikan yang lepas dari thyroid Shield yang dapat
diasumsikan karena pengeleman kurang merata dan kurang kering saat proses perbaikan.
Kata kunci: repair, alat proteksi radiasi, thyroid shield
ABSTRACT. Radiation protection is an action taken to reduce the damaging effects of radiation caused by radiation
exposure. Unfortunately, many APRs are damaged or unfit for use where APR is used every day and for a long duration of
inspection due to various factors, including storage methods and incorrect procedures for using APR. This research aims
to utilize Pb, unsuitable for repairs, as a step to limit and optimize radiation protection for radiation workers and patients
and to ensure its suitability from damage. This type of research is qualitative by using the Lead Laminated technique. The
study used samples, namely Thyroid Shield with a thickness of 0.5 mm Pb, and other supporting tools in the form of AIbon
glue as an adhesive as well as handscoons, N95 masks, and aprons as personal protective equipment. Methods of collecting
data were observation, documentation, and testing of the thyroid shield. The thyroid shield test was carried out using the
MSCT Optima 660 64 slices and DR Y-Sio Max modalities. The data collection process was carried out in 3 stages, namely
pre-repair, after post-repair, and after observation within two months. Based on the statements in Table 2, it was obtained
that well covered the last cracks, and there were no cracks either in the old location or in the new site. The observations
showed promising results in repairing the radiation protection device (APR) on the thyroid shield sample using the lead
laminated technique. The image results show no crack after correcting the thyroid shield. However, pieces of Pb from the
repair are loose from the thyroid shield, which could be due to uneven gluing and less drying during the repair process.
Keywords: repair, radiation protection device, thyroid shield
22
D.P. Ardiyanti, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 22-27
Proteksi Radiasi (APR) adalah salah satu hal yang Tujuan penulisan ini adalah untuk memanfaatkan
wajib tersedia dan digunakan dalam pemanfaatan Pb yang tidak laik pakai untuk dilakukan perbaikan
sumber radiasi pengion. APR diantaranya seperti sebagai langkah limitasi dan optimisasi proteksi
Apron Pb dan Thyroid shield [1]. radiasi pada pekerja radiasi dan pasien serta
Umumnya peralatan proteksi radiasi yang beredar memastikan kelaikannya dari kerusakan.
berbahan dasar Pb (Plumbum) atau disebut juga
timbal. Pemanfaatan Pb khususnya pada apron dan LANDASAN TEORI
thyroid shield merupakan hal utama dalam Alat Proteksi Radiasi (APR)
pemenuhan management proteksi radiasi di instalasi Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan
pelayanan kesehatan yang memanfaatkan sumber untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak
radiasi pengion sebagai alat penunjang diagnosa. akibat paparan radiasi. Penggunaan tenaga nuklir
Pada pemakaian normal terdapat potensi terjadi harus dipantau secara hati - hati agar senantiasa
kerusakan khususnya pada apron dan thyroid shield. mematuhi semua peraturan yang berkaitan dengan
Kerusakan dapat berupa robek, berlubang atau Pb keselamatan tenaga nuklir dan tidak menimbulkan
jatuh. Dimana kriteria apron reject menurut Kent bahaya radiasi bagi pekerja radiasi, masyarakat dan
Lambert dan Tara McKeon yaitu apabila kerusakan lingkungan [8].
melebihi dari nilai toleransi dimana untuk Apron ≤ 15 Alat Proteksi Radiasi (APR) adalah peralatan
mm2, thyroid shield ≤ 11 mm2. Kerusakan tersebut yang digunakan sebagai bahan pelindung terhadap
merupakan salah satu faktor yang dapat radiasi sinar-X. Prinsip APR sebagai perisai radiasi
menyebabkan penerimaan paparan radiasi meningkat digunakan untuk melemahkan intensitas radiasi
dan dapat berbahaya bagi pegguna APR [2]. (sinar-X atau gama). Setiap pancaran radiasi gama
Kerusakan yang fatal akan berbahaya karena atau sinar-X yang mengenai suatu bahan, maka akan
dapat menimbulkan penerimaan paparan radiasi berinteraksi dengan bahan tersebut sehingga
berlebih, apron dan thyroid shield yang tidak laik sebagian dari intensitasnya akan terserap dan
pakai tersebut menimbulkan masalah lain yaitu sebagian lagi akan diteruskan. Perisai tersebut harus
sistem pengelolaan setelahnya. Hal ini merupakan memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap
suatu permasalahan yang perlu menjadi perhatian (mengatenuasi) radiasi yang melewatinya [9].
khusus dimana timbal adalah salah satu logam berat Penggunaan APR berfungsi untuk melindungi
yang memiliki dampak buruk terhadap pencemaran pekerja radiasi dan pendamping pasien dari bahaya
lingkungan diantaranya pencemaran terhadap tanah, radiasi. Penyimpanan APR biasanya disimpan
air dan udara dan jika terhirup atau terkonsumsi sembarang setelah digunakan sehingga dapat
dalam jumlah tertentu akan menyebabkan masalah merusak struktur material APR. Maka dari itu
kesehatan seperti peningkatan tekanan darah, Instalasi Radiologi harus memiliki lemari
kerusakan ginjal dan kerusakan otak [3,4]. Peraturan penyimpanan, supaya APR dapat terawat dengan
mengenai konsentrasi limbah timbal (Pb) sudah baik serta diikuti dengan kesadaran Pekerja Radiasi
diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan untuk menyimpan APR tersebut dengan rapih. Setiap
Kehutanan Republik Indonesia Nomor APR harus diberi label berisi informasi data APR
P.18/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2020 tentang seperti; nomor, waktu pengujian dan tahun
Pemanfaatan dan pengelolaan limbah Bahan pengadaan yang tidak mudah lepas supaya dapat
Berbahaya dan Beracun (B3). Namun, sampai saat ini mempermudah mengindentifikasi jika terdapat APR
penulis belum menemukan regulasi yang membahas yang tidak laik pakai [7].
tentang pengelolaan Pb pada APR yang tidak laik Perlengkapan proteksi radiasi yang dimaksud
pakai dibahas secara spesifik [5]. salah satunya adalah pemegang izin wajib
Menurut A. Nikmawati, Di Instalasi Radiologi menyediakan APR seperti apron, thyroid shield,
Rumah Sakit Roemani Muhammadiah Semarang, pelindung mata dan sarung tangan Pb. BAPETEN
sejak awal dibelinya apron Pb pernah dilakukan mengatur spesifikasi teknik peralatan protektif
pengujian apron Pbpada tahun 2014 dengan radiasi. Dimana untuk ketebalan apron harus
menggunakan pengujian pesawat sinar-X memiliki ketebalan setara dengan 0,25 mm Pb untuk
fluoroscopy, hasil dari pengujian tersebut 2 radiologi diagnostik dan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb
diantaranya yaitu apron Pb memiliki lubang-lubang untuk radiologi intervensional. Thyroid shield harus
kecil terdapat robekan pada bagian luar (kain luar) memiliki ketebalan setara dengan 0,35 mm Pb atau
dan satu lagi terdapat garis menyerupai patahan pada 0,5 mm Pb. Sarung tangan digunakan untuk radiologi
bagian kiri atas. Robekan dan patahan [6]. Dari hasil intervensional harus memiliki ketebalan setara
uji apron yang dilakukan Omojola Akintayo banyak dengan 0,25 mm Pb pada 150 kVp. Preoteksi ini
ditemukan APR yang mengalami kerusakan dan harus dapat melindungi secara keseluruhan,
tidak laik pakai. Serta dari hasil uji dan inspeksi APR mencakup jari dan pergelangan tangan. Pelindung
yang dilakukan penulis dirumah sakit tempat penulis mata harus terbuat dari bahan dengan ketebalan yang
bekerja ditemukan banyak APR yang rusak atau tidak setara dengan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb [8].
laik pakai khusunya di instalasi chaterization
laboratory (cathlab) dimana APR digunakan setiap
hari dan dalam durasi waktu pemeriksaan yang lama.
Hal ini dikarenakan berbagai faktor antara lain cara
penyimpanan dan kesalahan prosedur penggunaan
APR [7].
23
D.P. Ardiyanti, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 22-27
C (berlebih) 80 - 120 Kenaikan penyerapan dari keterpaparan yang banyak dan mulai
memperlihatkan tanda-tanda keracunan
24
D.P. Ardiyanti, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 22-27
25
D.P. Ardiyanti, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 22-27
diserahkan pada instalasi cathlab untuk dilakukan Pb yang lepas, menurut penulis berdasarkan hasil
observasi lebih lanjut. pengujian dan observasi yang dilaksanakan selama 8
minggu hal tersebut dapat terjadi dikarenakan proses
HASIL DAN PEMBAHASAN pengeleman yang kurang tepat seperti lem yang
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kurang kering atau lem yang tidak merata memenuhi
sampel thyroid shield yang sudah dinyatakan tidak sisi-sisi potongan Pb dan atau jenis lem yang
laik pakai pada uji APR sebelumnya. Hasil thyroid digunakan.
repair kemudian dilakukan uji coba, digunakan oleh
pekerja radiasi dan dilakukan observasi selama 2 KESIMPULAN
bulan di Instalasi Cathlab Rumah Sakit Pelni. Hasil Hasil observasi menunjukkan hasil yang
detail dari observasi ditunjukkan pada Tabel 2. cukup baik dalam memperbaiki alat proteksi radiasi
Berdasarkan observasi pada Tabel 2, diperoleh (APR) pada sampel thyroid shield dengan teknik lead
hasil bahwa crack sebelumnya dapat tertutupi dengan laminated. Hasil citra menunjukkan tidak terdapat
baik dan tidak timbul crack baik pada lokasi yang crack setelah dilakukan perbaikan pada thyroid
lama atau dilokasi yang baru. Namun di minggu ke-5 shield. Tetapi terdapat potongan Pb hasil perbaikan
terdapat lembaran Pb yang digunakan untuk yang lepas dari thyroid shield yang dapat
merapatkan crack lepas dari posisinya. Sampai kemungkinan karena pengeleman kurang merata dan
dengan minggu ke-8 tidak ditemukan lagi potongan kurang kering saat proses perbaikan.
26
D.P. Ardiyanti, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 22-27
27
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38
e-mail: josepasimanjuntak@gmail.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.005
ABSTRAK. Nilai paparan yang diterima tidak melebihi Nilai Batas Dosis (NBD) yang ditetapkan oleh regulasi Badan
Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN. Hal ini menjadi tujuan dari penahan radiasi dalam mencapai keselamatan radiasi
baik bagi pekerja, pasien, maupun masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan evaluasi dinding struktural
penahan radiasi ruang radiologi intervensi pesawat sinar-X fluoroskopi angiografi merek GE dan Philips, berturut-turut
Cathlab 1 dan 2 di Rumah Sakit Adam Malik dengan membandingkan antara data yang diperoleh dari perhitungan
dilapangan dengan rekomendasi regulator ataupun teoritis. Hasil yang diperoleh tebal dinding penahan radiasi ruang GE
dan Philips dengan perhitungan faktor transmisi dantebal perisai radiasi sekunder setiap dinding ruang Cathlab GE dan
Philips dengan nilai kerma udara sekunder jarak 1 meter diperoleh Xbarrier terbesar berturut-turut 120,2 mm beton dan
1,75 mmPb dan 81,13 mmbeton dan 0,12 mmPb. Menggunakan perhitungan riil, nilai kerma udara sekunder 0,003 untuk
ruang GE, diperoleh Xbarrier beton dan Pb nilainya minus dan Philips nilai kerma udara 0,189, didapat Xbarrier 22,1 mm
beton dan 0,24 mmPb. Sedangkan tebal dinding yang terpasang saat ini 28 cm beton dan 0,5 mmPb, dengan jumlah pasien
25 pasien per minggu. Disisi lain paparan radiasi lingkungan, kebocoran pesawat sinar-X juga dalam batas
aman. Kesimpulan diperoleh bahwa penahan perisai yang terpasang baik beton maupun Pb pada setiap dinding ruang
pemeriksaan pesawat sinar-X Cathlab 1 GE dan Cathlab 2 Philips, RSUP Adam Malik berada pada kondisi yang aman
untuk tindakan intervensi, dan paparan radiasi yang terukur di lingkungan maupun kebocoran pesawat sinar-X juga dalam
batas aman, sehingga tujuan daripada penahan radiasi dapat tercapai yaitu paparan radiasi yang diterima petugas, pasien
dan masyarakat tidak melebihi nilai batas dosis yang ditetukan.
Kata kunci: Keselamatan radiasi, nilai batas dosis, penahan radiasi, radiologi intervensi.
ABSTRACT. The exposure value received does not exceed the dose limit value (NBD) set by the Nuclear Energy
Regulatory Agency (BAPETEN) regulation. Radiation protection aims to achieve radiation safety for workers, patients,
and the public. To achieve this, it is necessary to evaluate the radiation-retaining structural walls of the interventional
radiology room, X-ray fluoroscopy angiography, GE and Philips brands, Cathlab 1 and 2, respectively, at Adam Malik
Hospital by comparing the data obtained from field calculations with the recommendations of regulators or theoretical.
The results obtained are the thickness of the radiation retaining walls of the GE and Philips rooms by calculating the
transmission factor and the thickness of the secondary radiation shield for each wall of the GE and Philips Cathlab rooms
with a secondary air kerma value of 1 meter, the largest Xbarrier is 120.2 mm concrete, respectively. and 1.75 mmPb and
81.13 mm concrete and 0.12 mmPb. Using real calculations, the secondary air kerma value is 0.003 for the GE room, and
it is obtained that the concrete Xbarrier and Pb are minus values and the Philips air kerma value is 0.189, the Xbarrier is
22.1mm of concrete and 0.24mmPb.
Meanwhile, the currently installed wall thickness is 28 cm of concrete and 0.5 mmPb, with 25 patients per week. On the
other hand, exposure to environmental radiation and leakage of X-ray systems is also within safe limits. Therefore, the
conclusion is that the shield retaining installed both concrete and Pb on each wall of the X-ray inspection room of
Cathlab 1 GE and Cathlab 2 Philips, Adam Malik General Hospital is in a safe condition for intervention. Furthermore,
radiation exposure measured in the environment and leakage of the X-ray is also within safe limits to achieve the purpose
of radiation shielding. Namely, the radiation exposure received by officers, patients, and the public does not exceed the
dose limit value.
Keywords: Radiation safety, dose limit value, radiation barrier, interventional radiology.
28
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38
merupakan ruangan pemeriksaan yang menggunakan Universitas, juga telah dilakukan oleh Pesianian, dkk,
Pesawat Sinar-X untuk pemandu prosedur (2009) dengan menggunakan ketentuan NCRP 49,
perkutaneus seperti pelaksanaan biopsi, pengeluaran merupakan study comparation kedua, hasilnya
cairan, pemasukan kateter, atau pelebaran terhadap menunjukan bahwa ketebalan perisai terhitung
saluran atau pembuluh darah yang menyempit memenuhi dosis aman dibawah batas dosis,
dengan memasang kawat penuntun stent, dan sedangkan NCRP 147 ketebalan perisai yang lebih
komponen terkait di dalam tubuh pasien secara tipis dan dibawah batas dosis [6]. Pada penelitian ini
langsung (real-time image-guided) dalam dilakukan evaluasi dinding struktural penahan radiasi
mendiagnosis dan melakukan tindakan terapi [1]. ruang radiologi intervensi pesawat sinar –X
Kateterisasi jantung atau Cardiac Catheterization fluoroskopi angiografi merek GE dan Philips,
Laboratory (CathLab) merupakan fasilitas khusus berturut - turut Cathlab 1 dan 2 di Rumah Sakit Adam
dalam menangani berbagai masalah jantung, melalui Malik dengan membandingkan antara data yang
pencitraan klinis. Kateterisasi jantung merupakan diperoleh dari perhitungan dilapangan dengan
prosedur diagnostik yang melibatkan pemasangan rekomendasi regulator ataupun teoritis.
kateter ke dalam arteri femoralis atau brakialis yang
mengarah ke jantung [2]. LANDASAN TEORI
Risiko radiasi pada radiologi intervensi lebih Penahan radiasi yang dibangun pada ruangan
besar dibandingkan dengan radiologi diagnostik, intervensi bertujuan untuk menjamin bahwa
terutama risiko radiasi yang diterima oleh pekerja, masyarakat yang berada di balik dinding ruang
dan pasien, yang melakukan tindakan atau prosedur penahan radiasi menerima nilai paparan radiasi pada
intervensi, sehingga perlu perhatian khusus terhadap tingkat yang bisa diterima atau sesuai dengan NBD
proteksi keselamatan radiasi dalam hal ini dinding yang ditentukan. Untuk mencapai tujuan proteksi dan
struktural penahan radiasi sehingga tujuan dari keselamatan radiasi dalam pemanfaatannya
penahan radiasi dapat tercapai yaitu nilai paparan di diperlukan prinsip utama proteksi radiasi yang terdiri
tiap area tertentu tidak melebihi Nilai Batas Dosis atas Justifikasi ataupun pembenaran, Optimisasi dan
(NBD) yang ditetapkan oleh regulasi Badan limitasi ataupun pembatasan dosis.
Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dan Dapat kita ketahui bahwa Justifikasi itu
merupakan rekomendasi National Council on didasarkan pada azas manfaat, dimana Suatu
Radiation Protection and Measurement (NCRP). pemanfaatan harus dapat dibenarkan jika
Untuk mencapai hal ini dapat dilakukan evaluasi menghasilkan keuntungan bagi satu atau banyak
penahan radiasi ruangan dengan melakukan individu dan bagi masyarakat terpajan untuk
pengukuran terhadap struktur dinding ruangan mengimbangi kerusakan radiasi yang
Pesawat Sinar-X intervensi, selain desain ruangan ditimbulkannya. Optimasi, dalam kaitannya dengan
penahan radiasi yang merupakan langkah awal pajanan sumber penyinaran harus diusahakan
sebelum pesawat Sinar – X digunakan, sehingga serendah-rendahnya yang dapat dicapai As Low As
gambaran bahwa ruangan tindakan intervensi Reasonably Achievable (ALARA), dengan
tersebut dalam kondisi baik yang artinya upaya memperhitungkan faktor ekonomi dan sosial.
keselamataan radiasi baik untuk petugas, masyarakat Limitasi, pembatasan dosis ekuivalen yang diterima
dan sekitarnya dapat tercapai [3]. Disisi lain juga pekerja radiasi dan masyarakat tidak boleh
dapat dijadikan sebagai persyaratan perijinan melampaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang ditetapkan
kelengkapan dokumen rencana teknis fasilitas oleh Regulator BAPETEN [7].
bangunan gedung penahan radiasi dalam Penahan radiasi dapat mengurangi paparan
pemanfaatan radiologi diagnostik dan intervensional radiasi ke area sekitar dari sumber radiasi di dalam
bagi pemohon izin yang ditetapkan regulasi ruangan yang ditentukan sehingga petugas dan
BAPETEN [4]. anggota masyarakat dapat terlindungi. Ruangan
Penelitian tentang keselamatan radiasi dengan tersebut bisa berupa ruangan pemeriksaan, rawat
melakukan analisis pada tindakan kateterisasi inap, toilet, koridor dan ruang tunggu pasien. Jarak
jantung vaskuler di cathlab room, telah dilakukan minimum ke ruangan lainnya dari dinding yang telah
oleh Fransiska,dkk, (2015) dengan Evaluasi pada dilapisi Pb diasumsikan adalah 0,3 m. Radiasi yang
perancangan penahan struktural, laju kebocoran tertransmisikan dan radiasi primer, hamburan dan
pesawat sinar-X, laju paparan radiasi lingkungan dan kebocoran dapat kita lihat pada Gambar 1.
dosis pekerja radiasi dengan membandingkan antara Radiasi primer disebut juga sinar guna dimana
data yang ada dengan teori, diperoleh hasil Secara radiasi yang dipancarkan langsung dari tabung sinar-
umum ruang periksa dan pesawat sinar-X di Cath- X yang digunakan untuk pencitraan pasien.
Lab Room 2, Unit Radiologi,RSUP Dr.Sardjito Penghalang primer adalah dinding, langit-langit,
Yogyakarta masih pada kondisi yang aman untuk lantai atau struktur lain yang akan menahan radiasi
beroperasi. Dijelaskan juga perancangan penahan yang dipancarkan langsung dari tabung sinar- X.
struktural, pengendalian laju paparan radiasi Radiasi sekunder terdiri dari hamburan pasien
lingkungan dan laju kebocoran pesawat sinar-X, serta dan radiasi bocor dari rumah pelindung tabung sinar
penggunaan peralatan proteksi radiasi personal dapat - X. Dinding primer memiliki ketebalan tertentu yang
menekan dosis staff di Cath-Lab [5]. Penelitian akan mengatenuasi berkas radiasi menjadi goal
tentang desain perisai struktural dan evaluasi untuk desain shielding tertentu. Penghalang sekunder
medis dalam penggunaan sinar-X dan sinar γ pada adalah dinding, langit-langit, lantai atau struktur lain
energi 10 di ruang radiografi Rumah Sakit
29
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38
yang akan menahan dari kebocoran dan radiasi terkontrol. P = 0,02 mGy/minggu untuk daerah tidak
hamburan menjadi goal desain shielding tertentu. terkontrol.
30
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38
dihadapkan ke suatu lantai, maka lantai tersebut • Kerma udara sekunder jarak 1 m, K1sec
memiliki faktor pengunaan (U) = 1, untuk dinding • Jumlah pasien per minggu, N
=1/4 dan untuk langit-langit = 1/4. Faktor transmisi tersebut dapat ditentukan dengan
metode kalkullasi grafik dimana koefisien transmisi
5. Beban kerja (W). Beban kerja mingguan adalah radiasi sekunder untuk Cardiag angiografi adalah α
integrasi waktu paparan (dalam mA-menit) dengan (0,0371/mm), β (0,1067 /mm), dan γ (0,5733) untuk
ketentuan : concrete dan α (2,354/mm), β (14,94 /mm), dan
γ(0,7481) untuk lead (Tabel C.1 NCRP Report 147
hal.134 seperti grafik di bawah ini.
(1)
Dimana
- Jumlah pasien, N
- Per pasien, Wnorm
- Total per minggu, Wtot
(2)
31
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38
METODE
Ruangan yang dievaluasi adalah ruangan
tindakan intervensi Unit Radiologi RSUP Adam
Malik Medan, mengunakan Pesawat Sinar-X
fluoroskopi Angiografi merk GE dan Philips yang
berada dalam ruangan Cathlab 1 dan 2 dengan
ukuran ruangan berturut turut : 5,87 m x 7,09 m x 3
m dan 8,2 m x 6,02 m x 3 m dengan alur penelitian
seperti pada gambar berikut:
Gambar 3. Ruangan Cathlab 1,merk GE
32
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38
Gambar 4. Ruangan Cathlab 2, merk Philips Gambar 6, menunjukan pengukuran dari tabung
ke titik pengukuran dinding; A. Ruang kontrol,
HASIL DAN PEMBAHASAN B.Ruang ganti pakaian, C.Ruang Mesin, D.Area
Denah dan ukuran ruangan Cathlab 1 dan 2 bebas, merupakan area horijontal, dan dinding
berturut-turut GE dan Philips dengan ukuran ruangan E.Rawat Inap merupakan area lantai atas dan
7,09 m (p) x 5,87 m (l) x 3 m (t) dan 8,2 m (p) x 6,02 F.Rawat jalan adalah lantai bawah. Tebal penahan
m (l) x 3 m, seperti pada Gambar 5 berikut ini. struktural ditentukan dengan menggunakan sejumlah
asumsi karena penahan yang dirancang untuk
menahan beban kerja maksimal terhadap paparan
radiasi di Ruang Cathlab, 1 GE. Asumsi tersebut
dapat dilihat pada Tabel 2.
Asumsi ini digunakan dalam perhitungan kerma
udara, trasmisi sekunder dan tebal dinding beton dan
Pb untuk tindakan di Cathlab 1 GE. Dengan jumlah
pasien, N = 25 pasien per minggu dan nilai K1sec
diperoleh dari Tabel 4.7 NCRP 147 yaitu 3,8
sehingga hasil Kerma udara dari radiasi sekunder
unshielded di jarak dsec untuk N pasien per minggu
masing - masing dinding menggunakan persamaan 2,
Gambar 5. Denah ruang Cathlab 1 dan 2 diperoleh seperti pada Tabel 3.
33
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38
34
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38
35
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38
36
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38
Tabel 11. Hasil perhitungan faktor trnsmisi dan tebal memenuhi dan aman untuk tindakan pemeriksaan
dinding Ruang Cathlab 2 Philips intevensi baik didinding ruang kontrol, ruang ganti
Parameter pakaian, ruang mesin, area bebas, rawat inap,
Xbarrier maupun rawat jalan, koridor samping dan ruang
Area Kec Bsec admin.
(0) (Xbarrier) Beton Pb Ketentuan penahan radiasi pada Cathlab 1 GE
(mm) (mm)
dan Cathlab 2 Philips , telah mengikuti ketentuan
R. kontrol 0,216 0,46 6,34 0,058
kalkulasi penahan radiasi dengan
R.Admin 0,17 0,12 22,1 0,24
mempertimbangkan faktor beban kerja maksimum,
R.Teknik 0,38 1,05 0,36 0,003 okupansi (T), sheilding goal (p), jumlah pasien (N),
Koridor jarak (d). Penahan radiasi terapasang penuh.
0,53 0,189 16,14 0,17
samping Ditinjau dari ukuran ruangan Cathlab 1 GE dan
Area Bebas 0,44 1,82 -3,65 0,029 Cathlab 2 Philips dengan ukuran ruangan berturut-
turut 7,09 m (p) x 5,87 m (l) x 3m (t) dan 8,2 m (p) x
Tabel 11 menunjukkan tebal dinding yang 6,02 m (l) x 3 m.(t) sudah memenuhi standart (p) 7,5
diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan x 5,7 m (l) x 2,8 m (t)[11], dan sesuai dengan regulasi
nilai K1sec 0.189 , formula fiting parameter diperoleh BAPETEN.
perhitungan dengan hasil Xbarrier terbesar pada tebal Hasil pengukuran paparan radiasi ruangan
perisai radiasi sekunder diding ruang admin 22,1 mm Cathlab 1 GE dengan jarak 30 cm dari setiap dinding
beton dan 0,24 mmPb. Dengan fiting kurva transmisi dinyatakan aman dengan nilai yang diperoleh yaitu
seperti berikut ini: Ruang ganti pakaian 0,2 µSv/h, pintu masuk pasien
0,2 µSv/h, ruang kontrol 0,1 µSv/h, dinding ruang
mesin 0,2 µSv/h.
Untuk hasil pengukuran paparan radiasi ruangan
Cathlab 2 Philips juga dinyatakan memenuhi artinya
tidak melebihi 1 mGy pada jarak 1 m dari fokus
sesuai dengan ketentuan regulasi dengan parameter
kV 65, mA 332, ms/fps :4/15fps dengan kolimasi
terbuka SID 100, beban 25 cm air, 100cm dari
beban. yaitu balik pintu ruang teknik 0,20 µSv/h,
ruang kontrol 0,10 µSv/h ruang teknik mesin 0,10
µSv/h, koridor luar atau area bebas 0,30 µSv/h,
koridor samping 0,10 µSv/h, dan ruang administrasi
0,10 µSv/h.
Setiap tindakan di Ruang Cathlab 1 GE dan
Cathlab 2 Philips menggunakan alat pelindung diri
seperti Apron, pelindung tiroid, sarung tangan,
pelindung mata dan dilengkapi dengan tanda bahaya
radiasi yang terpasang.
KESIMPULAN
Dari hasil Evaluasi perhitungan tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa penahan radiasi yang
terpasang saat ini pada ruang tindakan intervensi
Hasil perhitungan faktor transmisi Bsec(Xbarrier ) Cathlab 1 GE dan 2 Philips dengan tebal 28 cm beton
dan tebal perisai radiasi sekunder setiap dinding dan 0,5 mmPb, untuk semua dinding, memenuhi
ruang cathlab 1 GE menggunakan nilai K1sec =3,8. persyaratan dan aman untuk tindakan intervensi
Diperoleh hasil Xbarrier terbesar pada tebal perisai sehingga tujan dari penahan radiasi tersebut dapat
radiasi sekunder diding ruang rawat jalan 120,2 mm tercapai yaitu paparan yang diterima tidak melebihi
beton dan 1,75 mmPb dinding ruang dan niai batas dosis (NBD) yang ditetapkan oleh regulasi
menggunakan nilai K1sec 0,003. Diperoleh Xbarrier Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
beton dan Pb nilainya minus.
Hasil perhitungan fiting kurva transmisi radiasi UCAPAN TERIMA KASIH
beton dan Pb untuk Cathlab 2 Philips dengan nilai Penulis mengucapkan terima kasih pada seluruh
K1sec =3,8, diperoleh hasil Xbarrier terbesar pada tebal personel Cathlab atas suportnya sehingga makalah
perisai radiasi sekunder diding ruang admin 81,13 ini dapat selesai.
mmbeton dan 0,12 mmPb dan untuk nilai K1sec 0.189,
formula fiting parameter diperoleh perhitungan DAFTAR PUSTAKA
dengan hasil Xbarrier terbesar pada tebal perisai radiasi [1] Peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir
sekunder dinding ruang admin 22,1 mm beton dan Nomor 4 Tahun 2020, tentang Keselamatan
0,24 mmPb. radiasi pada penggunaan pesawat sinar-X
Hasil perhitungan untuk kedua ruang Cathlab 1 dalam Radiologi diagnostik dan intervensional,
GE dan 2 Philips menunjukkan bahwa tebal dinding 2020;
terpasang yaitu 28 cm beton dan 0,5 mmPb sudah
37
J. Simanjuntak, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 28-38
LAMPIRAN
KERMA Udara (mGy/pasien) pada jarak 1 meter
untuk setiap Jenis Penyinaran/penggunaan sinar – X,
Sumber NCRP 147 halaman 47.
38
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45
Email: nabilahutrujjah@gmail.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.006
ABSTRAK. Sebagai salah satu laboratorium eksterna yang bergerak di bidang keselamatan radiasi, NuklindoLab memiliki
layanan evaluasi dosis perorangan Hp(10) dan Hp(0,07) dengan menggunakan dosimeter termoluminisensi TLD
CaSO4:Dy. Saat ini NuklindoLab telah melayani sebanyak 1350 pelanggan di sektor kesehatan yang terdiri atas klinik dan
rumah sakit kelas A, B, C, sehingga layanan evaluasi dosis harus terjamin baik. Penelitian ini mencangkup jaminan mutu
internal dan eksternal layanan evaluasi dosis Hp(10) dan Hp(0,07) di NuklindoLab – Kop JKRL. Jaminan mutu internal
yang dilakukan, yaitu analisis background TLD CaSO4:Dy, QC Chart TLD Reader, kurva kalibrasi, yang dimana semuanya
berada dalam rentang baik. Untuk memverifikasi hal tersebut, dilakukan kalibrasi dengan medan radiasi campuran Cs-137
dan Sr-90 dengan variasi dosis 10x, 15x, dan 20x dari limit deteksi. Ketidakpastian yang dihasilkan masih berada di bawah
42% sehingga masih berada dalam rentang batas toleransi IAEA. Selain itu, dilakukan pula blind test untuk melihat
performa peralatan dan personel dengan penyinaran campuran antara Cs-137 dan Sr-90 dan dengan abu kaos lampu.
Simpangan yang didapatkan oleh abu kaos lampu lebih baik, yaitu sebesar 11,2% untuk Hp(10) dan 10,8% untuk Hp(0,07)
sehingga hal ini mengindikasikan bahwa uji blind test juga bisa dilakukan dengan sumber abu kaos lampu. Sedangkan,
jaminan mutu eksternal yang dilakukan yaitu membandingkan antara interkomparasi eksternal yang pernah dilakukan 2019
dan 2021 memiliki performa yang baik, dimana hasil yang didapatkan 95% berada di dalam kurva terompet.
Kata kunci: jaminan mutu, dosimeter perorangan, TLD CaSO4:Dy, radiasi beta, radiasi gama
ABSTRACT. As one of the external laboratories engaged in radiation safety, NuklindoLab has an individual dose
evaluation service Hp(10) and Hp(0.07) using a TLD CaSO4:Dy thermoluminescence dosimeter. Currently, NuklindoLab
has served as many as 1350 customers in the health sector, consisting of clinics and hospitals classes A, B, and C, so it
must guarantee dose evaluation services well. This study covers the internal and external quality assurance of Hp(10) and
Hp(0.07) dose evaluation services at NuklindoLab – Kop JKRL. First, internal quality assurance is carried out, namely
background analysis of TLD CaSO4:Dy, QC Chart TLD Reader, and calibration curve, all of which are in a reasonable
range. To verify this, calibration was carried out with a mixed radiation field of Cs-137 and Sr-90 with dose variations of
10x, 15x, and 20x of the detection limit. The resulting uncertainty is still below 42%, so it is still within the range of the
IAEA tolerance limit. In addition, blind tests were also carried out to see the performance of equipment and personnel with
mixed irradiation between Cs-137 and Sr-90 and with the ash of gas mantles. As a result, the deviation obtained by the ash
of gas mantles is better, which is 11.2% for Hp (10) and 10.8% for Hp (0.07), indicating that we can also do the blind test
with the source ash of gas mantles. Meanwhile, the external quality assurance carried out, namely comparing the external
intercomparison carried out in 2019 and 2021, has good performance, where the results obtained are 95% in the trumpet
curve.
Keywords: quality assurance, individual dosimeter, TLD CaSO4:Dy, beta radiation, gamma radiation
39
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45
untuk rerata per tahun menjadi 20 mSv dari 50 mSv beta energi rendah dan sinar X(<15 keV) [4]. Untuk
dan batas dosis untuk publik menjadi 1 mSv dari 5 memantau banyaknya radiasi yang diserap oleh
mSv. Sementara untuk batas dosis kulit tidak terjadi tubuh, digunakan dosimeter perorangan TLD.
perubahan, dimana tetap ditetapkan 500 mSv per TLD memanfaatkan efek termoluminisensi dalam
tahun [2]. Adanya penurunan NBD ini menandakan penggunaannya, dimana material yang digunakan
bahwa risiko radiasi harus diperhatikan dengan mampu menyimpan energi radiasi yang diberikan
seminimal mungkin. Salah satu upaya dalam dan apabila TLD diberikan rangsangan panas, maka
penerapan proteksi radiasi yaitu menggunakan TLD tersebut akan menghasilkan pancaran cahaya
dosimeter termoluminisensi atau biasa disebut TLD. yang sebanding dengan eneri radiasi yang diserap
TLD merupakan salah satu alat proteksi radiasi oleh bahan. TLD memiliki tiga pita energi di
yang bekerja untuk memantau dosis perorangan. dalamnya, yang terdiri atas daerah pita valensi,
TLD merupakan dosimeter pasif yang biasanya daerah pita perangkap (trap) dan daerah pita
dipakai pekerja dalam tiga bulan atau kurang dan konduksi. Saat radiasi mengenai material kristal
kemudian dibaca untuk melihat seberapa besar dosis termoluminisensi, elektron dalam pita valensi akan
yang diterima [3]. Salah satu jenis TLD yang mendapatkan energi yang cukup untuk bereksitasi ke
digunakan adalah TLD CaSO4:Dy yang terdiri atas pita konduksi. Elektron yang lepas dari pita valensi
material penyusun kalsium sulfat (CaSO4) dengan ini, meninggalkan hole yang bisa bergerak bebas di
activator dysprosium (Dy) buatan BARC India. TLD ikatan valensi. Sementara di pita konduksi, elektron
ini memiliki kepekaan 26 kali lebih tinggi disbanding mampu bergerak bebas dan bisa terperangkap dalam
TLD LiF:Mg, Ti dan harganya yang relatif murah pusat muatan positif atau perangkap hole. Jumlah
sehingga banyak digunakan di sektor kesehatan. elektron yang terperangkap sebanding dengan jumlah
Salah satu instansi yang bergerak dalam bidang total paparan radiasi yang diberikan[5]. Untuk
keselamatan radiasi, yaitu NuklindoLab, dimana membaca seberapa dosis radiasi yang diberikan,
NuklindoLab bergerak sebagai laboratorium perlu dilakukan pemanasan yang menyebabkan kisi
dosimetri untuk evaluasi peralatan pemantauan dosis kristal bergetar dan melepaskan elektron yang
perorangan dengan lingkup Dosimeter terperangkap. Akibatnya, elektron mendapatkan
Termoluminesensi. Saat ini NuklindoLab memiliki energi yang cukup untuk kembali ke pita konduksi
1350 pelanggan di sektor kesehatan yang terdiri atas dan berekombinasi Kembali ke pita valensi dengan
klinik dan rumah sakit kelas A, B, C. Salah satu memancarkan cahaya termoluminisensi. Cahaya
layanannya, yaitu evaluasi dosis Hp(10) dan yang dipancarkan ini akan diukur dengan PMT dan
Hp(0,07) dosimeter perorangan yang berada di dikonversi menjadi arus listrik yang akan
bawah unit pengujian dan validasi. Evaluasi dosis ini diamplifikasi dan diukur oleh rekorder [6].
penting dilakukan untuk memastikan bahwa pekerja Untuk menjamin dan memastikan TLD bekerja
tidak mendapatkan dosis melebihi batas NBD yang dengan baik, maka diperlukan langkah-langkah yang
ditentukan. Selain itu, banyaknya instansi yang terencana dan sistematik, yaitu dalam jaminan mutu
menggunakan sumber radiasi sinar-X energi rendah internal dan eksternal.
sehingga harus dipastikan bahwa evaluasi dosis yang
diberikan akurat, maka diterapkan jaminan mutu METODOLOGI
pada evaluasi dosis perorangan dengan TLD BARC Penelitian ini dilakukan di NuklindoLab dan
secara internal maupun eksternal. penyinaran di ORTN PRTKMR – BRIN. Penelitian
ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu sebagai berikut.
LANDASAN TEORI Pertama, dilakukan pengumpulan data sekunder
Radiasi merupakan pancaran energi dalam bentuk dari data NuklindoLab. Adapun data yang
gelombang elektromagnetik atau partikel subatom dikumpulkan berupa data background TLD,
yang disebabkan akibat adanya peluruhan spontan kestabilan TLD Reader yang dilihat melalui light
pada inti atom yang tidak stabil. Akibatnya, akan source yang dihasilkan, data kurva kalibrasi yang
dihasilkan pancaran radiasi alfa atau beta dan apabila pernah dilakukan pada tahun 2017 dan 2019, serta
masih tersisa energi pada inti atom, maka pancaran interkomparasi antar lab yang dilakukan oleh
radiasi tersebut akan disertai dengan pancaran radiasi NuklindoLab.
gama. Banyaknya energi yang diberikan radiasi Kemudian dilakukan persiapan alat bahan untuk
pengion terhadap bahan material per satuan massa melakukan penyinaran, yaitu mempersiapkan TLD
bahan tersebut disebut dosis serap. Dosis serap CaSO4:Dy yang akan digunakan, yaitu dengan proses
radiasi yang mempertimbangkan kemampuan daya annealing. Annealing merupakan suatu proses termal
rusak suatu radiasi meski dosisnya sama disebut yang berfungsi untuk untuk meminimalkan elektron
dengan dosis ekuivalen. Hp(10) merupakan dosis yang tersisa di daerah perangkap agar tidak
ekuivalen perorangan yang diserap oleh jaringan berpengaruh pada bacaan penyinaran yang diberikan.
manusia di kedalaman 10 mm di bawah permukaan Proses annealing dilakukan dengan menggunakan
kulit dan biasanya disebut dosis untuk seluruh tubuh. oven memmert selama 3 jam dengan suhu 2300C agar
Sementara Hp(0,07) merupakan dosis ekuivalen pada sensitivitas TLD tidak menurun secara signifikan.
kedalaman 0,07 mm dan biasanya disebut dosis untuk Kemudian TLD ditempel pada arkrilik setebal 1 mm
kulit. Hp(10) dihasilkan oleh sumber radiasi yang dengan ukuran 25 x 25 cm dan disusun lima di tengah
memiliki daya penetrasi tinggi seperti sinar gama dan arkrilik. Penyinaran gama 137Cs dilakukan dengan
beta energi tinggi, sedangkan Hp(0,07) dihasilkan dosis 3 mSv dengan menggunakan enam TLD
oleh sumber radiasi non-penetrasi seperti sumber
40
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45
41
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45
42
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45
Kurva fungsi energi yang dihasilkan selama dua terbalik dengan fungsi energi foton, dimana pada
tahun terlihat berhimpitan dengan masing-masing kurva fungsi energi beta terlihat bahwa semakin besar
regresi 0,99 sehingga mengindikasikan tidak ada energi tengah yang digunakan, maka respon relatif
perbedaan yang signifikan pada kedua kurva tersebut. yang dihasilkan pun akan semakin besar[9].
Pada energi foton yang lebih rendah, respon energi Kalibrasi yang digunakan dalam layanan evaluasi
relatif lebih besar karena adanya interaksi fotolistrik dosis Hp(10) dan Hp (0,07) terbilang cukup bagus.
antara foton dengan bahan yang dilaluinya[7]. Hal ini juga diperkuat dalam kurva terompet
penyinaran 137Cs dan 90Sr pada gambar 13 dan 14.
Kurva terompet memberikan toleransi rentang
kesalahan lebih besar untuk dosis rendah
dibandingkan dosis tinggi sehingga cacahan Dm/Dt
masih memenuhi standar internasional IAEA.
43
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45
lebih baik dibandingkan dengan persamaan kurva sebesar 11,25%. Apabila dibandingkan dengan bias
kalibrasi 90Sr. Ketidakpastian terbesar yang bacaan radiasi beta, selisih kedua bias tersebut hanya
mempengaruhi penyinaran sumber 90Sr adalah 0,5%. Ketidakpastian yang paling berpengaruh
ketidakpastian statistik (Us), yaitu ketidakpastian dalam evaluasi dosis Hp (10) dan Hp (0,07) ini yaitu
yang berasal dari performa kurva kalibrasi yang terdapat pada ketidakpastian statistik (Ua).
digunakan. Menurut IAEA (1999), batas untuk Ketidakpastian ini disebabkan karena adanya variasi
ketidakpastian gabungan (Uexp) dengan tingkat yang begitu besar dalam bacaan dosis. Karena
kepercayaan 95% untuk TLD dengan dosis Hp(10) ketidakpastian ini merupakan ketidakpastian tipe A,
dan Hp(0,07) sebesar 42%. Maka, hasil dari maka ketidakpastian ini dapat dikurangi dengan
penyinaran campuran antara 137Cs dan 90Sr masih menambahkan jumlah TLD atau jumlah pengukuran
berada dalam batas toleransi IAEA yang diberikan. saat penyinaran berlangsung.
Apabila hasil blind test antara penyinaran dengan
Blind Test sumber 137Cs dan 90Sr dengan menggunakan
Blind test dilakukan untuk melihat performa penyinaran abu kaos lampu dibandingkan, terlihat
peralatan dan personel yang melakukan evaluasi bahwa hasil penyinaran dengan abu kaos lampu lebih
dosis Hp (10) dan Hp (0,07) tanpa diberi tahu dosis baik. Hal ini dilihat dari simpangan yang didapatkan,
yang sebenarnya. Evaluasi dosis Hp (10) dilakukan dimana bias evaluasi dosis Hp (10) sebesar 11,2%
dengan sumber 137Cs dan evaluasi dosis Hp (0,07) dan Hp (0,07) sebesar 10,8%. Sementara untuk
dengan sumber 90Sr, kemudian dibandingkan dengan penyinaran dengan sumber 137Cs dan 90Sr, besarnya
penyinaran dengan sumber abu kaos lampu. bias evaluasi dosis Hp (10) dan Hp (0,07) yang
Pada Tabel 2, terlihat bahwa simpangan paling didapatkan yaitu sebesar 27% dan 17%. Selain itu,
besar dihasilkan oleh bacaan dosis Hp (10) yaitu energi rata-rata yang dihasilkan oleh abu kaos lampu
sebesar 27%. Adapun selisih antara bias bacaan dosis hanya berbeda kecil jika dibandingkan dengan
Hp (10) dan Hp (0,07) sebesar 10%. Hal ini sumber 137Cs dan 90Sr, yaitu sebesar 0,01% untuk
menunjukkan bahwa evaluasi dosis untuk Hp (0,07) gama dan 0,08% untuk beta. Hal ini mengindikasikan
terlihat lebih baik dibandingkan dengan evaluasi bahwa uji blind test juga bisa dilakukan dengan
dosis Hp (10). Jika dilihat dari ketidakpastiannya, menggunakan sumber abu kaos lampu.
rata-rata ketidakpastian dalam penyinaran 137Cs dan
90
Sr yang paling besar dihasilkan oleh ketidakpastian Jaminan Mutu Eksternal Evaluasi Dosis Hp(10)
variasi statistik (Ua). Hal ini yang dimungkinkan dan Hp(0,07)
137
membuat simpangan Cs lebih besar. Jaminan mutu eksternal merupakan kegiatan yang
Ketidakpastian ini disebabkan karena adanya variasi dilakukan dengan menginterkomparasikan atau
keseragaman TLD, yakni sensitivitas cacahan TLD membandingkan pelayanan yang dilakukan oleh
terhadap radiasi yang kurang seragam, dimana laboratorium luar untuk menjamin bahwa
ketidakpastian ini dapat berkurang dengan cara produk/jasa yang diberikan telah memenuhi
menambahkan jumlah pengukuran atau jumlah persyaratan mutu yang telah diberikan. Jaminan mutu
dosimeter TLD yang digunakan. eksternal dilakukan dengan berpartisipasi dalam
Abu Kaos Lampu mengandung unsur thorium di kegiatan interkomparasi pengukuran dosis dengan
dalamnya. Unsur thorium meluruh memancarkan TLD CaSO4:Dy. Interkomparasi antar laboratorium
radiasi 212Pb, 212Bi, dan 208Ti. Ketiga unsur ini oleh NuklindoLab pernah dilakukan pada tahun 2019
memancarkan radiasi beta dan gama dengan energi dan 2021 dengan menggunakan sumber 137Cs dan 80
rata-rata 0,61 MeV dan 0,42 MeV. Terlihat bahwa kV.
bias paling besar dihasilkan oleh radiasi gama yaitu
44
N.N. Utrujjah, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 39-45
DAFTAR PUSTAKA
[1] Rahma R., Widodo, C., Nazaroh. Tanggapan
Thermolumininescent Dosimeter CaSO4:Dy
Terhadap Medan Radiasi Campuran Beta,
Gama, dan Medan Radiasi Campuran Beta
Gama. Brawijaya Physics Student Journal.
2:p.1-5. Malang, 2016;
Gambar 16. Perbandingan Interkomparasi Eksternal 80 [2] ICRP, Recommendations of the International
kV tahun 2019 dan 2021 on Radiological Protection. ICRP Publication
103. Ann. ICRP 37 (2-4), 2007;
Hasil interkomparasi pada gambar 15 dan 16 [3] Hiswara, E., Buku Pintar Proteksi dan
menunjukkan bahwa hasil bacaan yang didapat tidak Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit, Batan
menyimpang dari batas toleransi yang diberikan Press, Jakarta, 2015;
sehingga interkomparasi bisa dianggap baik. Hal ini [4] Botter-Jensen, L., McKeever, S. W. S., Wintle,
sesuai berdasarkan IAEA TEC-DOC 1126, dimana A. G. Optically Stimulated Luminiscenece
performa dosimetry akan dianggap bagus jika hasil Dosimetry. Elsvier, Netherlands, 2003;
evaluasi dosisnya 95% berada di dalam kurva [5] Nazaroh., Syaifudin R., Lolaningrum Sri S.,
terompet [10]. Herlina N, Quality assurance in services of
personal dose evaluation using TLD BARC in
KESIMPULAN PTKMR – BATAN. Proceedings of national
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, seminar on waste management technology
dapat disimpulkan bahwa jaminan layanan kualitas XIV, p. 306, 2016;
untuk dosis perorangan Hp(10) dan Hp(0,07) di [6] Yeni N C., Milvita D., Prasetio, Heru. Kalibrasi
NuklindoLab – Kop JKRL masih terbilang cukup TLD-100 Di Udara Menggunakan Radiasi
baik karena hasilnya berada dalam rentang toleransi Sinar-X Pada Rentang Radiation Qualities in
yang diacu, yaitu sebagai berikut. Radiodiagnostic (RQR). Jurnal Ilmu Fisika, 11:
• Background TLD dari tahun 2019 dan 2020 p.81-87, 2019;
hanya mengalami peningkatan sebesar 0,02% [7] Kumar M., Rakesh R. ., Ratna P., Bakshi, A.,
dan nilai bacaannya berada di bawah 80 nC. Datta D. Beta Response Of CaSO4:Dy Based
• Kestabilan light source untuk performa TLD Thermoluminescent Dosimeter Badge And Its
Reader selama dua tahun masih berada di Angular Dependence Studies For Personnel
bawah 3%. Monitoring Application. Radiation Protection
• Perbandingan antara kurva kalibrasi yang and Environment. 39:p.32-37, 2016;
digunakan antara 2019 dan 2017 tidak [8] Agung, M., Pengaruh Daerah Pemakaian TLD
memiliki perbedaan yang signifikan dengan CaSO4:Dy Terhadap Kualitas dan Nilai Dosis
regresi 0,99. Sisa. Universitas Diponegoro. 2021;
• Hasil penyinaran blind test antara sumber [9] Cember, H., Johnson, T. E. Introduction to
137
Cs dan 90Sr dengan abu kaos lampu sama- Health Physics. USA, McGraw-Hill
sama memiliki hasil baik, dimana Companies, Inc, 2017;
ketidakpastiannya berada di bawah rentang [10] International Atomic Energy Agency,
toleransi IAEA sebesar 42%. Intercomparison for Individual Monitoring of
External Exposure from Photon Radiation,
IAEA-TECDOC-1126, IAEA, Vienna, 1999.
45
H.S. Alzufri dan D. Nurmiati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 46-49
Uji kualitas apron untuk optimisasi proteksi radiasi bagi pasien di ruangan
radiologi diagnostik dan intervensional
Habib Syeh Alzufri1, Dede Nurmiati1
1
RS.Sentra Medika, Bogor
e-mail: habib.syeh@gmail.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.007
ABSTRAK. Apron merupakan alat pelindung tubuh yang dapat mengurangi dosis paparan radiasi hambur dari berkas
sinar-x, tetapi dalam pemakaian apron seringkali diabaikan dengan alasan ketidakpraktisan dan tata cara peletakanya yang
kurang baik dan benar yang menyebabkan kerusakan pada lempeng karet timbal (Pb) didalamnya sehingga fungsi apron
dalam melindungi radiasi menjadi tidak optimal dan dosis radiasi hambur yang diterima menjadi besar. Pengujian ini
bertujuan untuk menjamin peralatan proteksi radiasi dapat memberikan perlindungan optimal. Metode uji kualitas apron
yang dianalisa yaitu visual, tactile dan fluoroscopy. Selain itu, analisa kualitas apron di evaluasi dengan melihat tingkat
kerusakanya dan meninjau grafik hubungan antara area kerusakan dan dosis ekuivalen. Hasil pengukuran dosis radiasi
berdasarkan proses penyinaran pada apron di ruang radiologi terdapat 1 apron rusak dari 3 apron sedangkan diruang ESWL
terdapat 1 apron dan diruang cathlab terdapat 4 apron masih dalam kondisi baik. Berdasarkan dari tingkat kerusakan pada
apron di ruang radiologi terdapat beberapa tipe kerusakan yakni tipe absent lead = 1,75 mSv, tipe Crack = 0,67 mSv dan
tipe stiching = 0,47 mSv. Hasil grafik hubungan antara dosis equivalen dgn area kerusakan didapatkan hubungan yang
linier, artinya semakin banyak luas kerusakan suatu apron maka akan semakin besar pula dosis radiasi yang diterima oleh
pasien maupun pendamping pasien. Oleh karena itu, untuk apron yang kondisinya sudah tidak layak, berdasarkan besaran
dosis dan luas kerusakan sebaiknya dilakukan penggantian apron sehingga dapat memberikan perlindungan yang optimal
dan mencegah mendapatkan paparan radiasi hambur yang tidak diperlukan atau unnecessary exposure.
Kata kunci: Optimisasi, Proteksi radiasi, Dosis ekuivalen, Defect.
ABSTRACT. Apron is a body protective device that can reduce the dose of scattered radiation exposure from x-ray beams,
but in the use of an apron it is often neglected because of impracticality and improper laying procedures that cause damage
to the lead rubber plate (Pb) inside so that the function of apron in protecting radiation is not optimal and most likely to
get high dose from scattered radiation. This test aims to ensure that radiation protection equipment can provide optimal
protection. The apron quality test methods analyzed were visual, tactile and fluoroscopy. In addition, the analysis of the
quality of the apron is evaluated by looking at the level of damage and reviewing the graph of the relationship between
area of defect and equivalent dose. The results of the radiation dose measurement based on the irradiation process on the
apron in the radiology room there was 1 damaged apron of 3 aprons, while in the ESWL room there were 1 apron and in
the cathlab room there were 4 aprons still in good condition. Based on the level of damage to the apron in the radiology
room, there were several types of damage, namely absent lead type = 1.75 mSv, Crack type = 0.67 mSv and stiching type
= 0.47 mSv. The results of the graph between the dose equivalent to the area of defect obtained a linear relationship,
meaning that the more extensive the damage to an apron, the greater the radiation dose received by the patient and the
patient's companion. Therefore, for the apron that is not feasible, based on the dose and area, it is better to replace the
apron so that providing optimal protection and prevent unnecessary exposure.
Keywords: Optimization, Radiation protection, Equivalent dose, Defect.
46
H.S. Alzufri dan D. Nurmiati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 46-49
ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang kerusakan dengan memeriksa secara teliti peralatan
bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang proteksi tersebut khususnya dalam hal ini adalah
menjadi jaringan ganas atau kanker. apron chest/abdomen, dari kekusutan (kinks) dan
Efek Deterministik (non-stokastik) adalah efek ketidakrataan (irregularity). Selanjutnya lakukan uji
yang kualitas keparahannya bervariasi menurut dosis dengan menggunakan fluoroscopy (60 kVp, 76 mAs)
dan hanya timbul bila dosis ambang dilampaui. Efek / angiography (AEC), kemudian catat hasil
ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat pengukuran yang didapat dan citra dianalisis untuk
paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang mendapatkan hubungan antara area kerusakan dan
terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dosis ekuivalen seperti gambar 1, nilai dosis radiasi
dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun yang diperoleh diukur dengan menggunakkan
lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang dosimeter saku (pendose) dengan satuan unit
diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan dikonversikan ke mSv yang dicatat.
umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar
radiasi, efek ini meliputi : luka bakar, sterilitas /
kemandulan, katarak (efek somatik).
LANDASAN TEORI
Apron sebagai pelindung tubuh didesain dapat
mengurangi dosis paparan radiasi hambur dari berkas
sinar-x, karena didalamnya terdapat timbal (Pb) yang
keseteraanya dikondisikan sesuai dengan kebutuhan
aktifitas radiasi. Namun dalam prakteknya
pemakaian apron seringkali diabaikan dengan alasan
ketidakpraktisan dalam bekerja dan kebiasaan dalam
tata cara peletakanya yang kurang baik dan benar Gambar 1. Grafik hubungan luas kerusakan dan dosis
yang menyebabkan berbagai kerusakan pada ekuivalen.
lempeng karet timbal didalamnya sehingga peran
apron dalam melindungi radiasi mengalami
penyusutan dan dosis radiasi hambur yang diterima
menjadi sangat besar sesuai dengan luas kerusakanya
seperti yang terlihat pada Tabel 1 [3].
Berdasarkan hal tersebut kita perlu memastikan
apakah Apron yang kita pakai masih dalam kondisi
baik atau rusak.
Terdapat beberapa cara pemeriksaan untuk
mengetahui kondisi Apron masih layak atau tidak
untuk digunakan, diantaranya adalah :
1. Visual ( Melihat )
2. Tactile ( Meraba )
3. Fluoroscopy
47
H.S. Alzufri dan D. Nurmiati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 46-49
menggunakan apron untuk proses diagnostik maupun menjaga kulitas Pb tetap baik. Peralatan proteksi
intervensi sebagai langkah preventif untuk radiasi harus disimpan pada permukaan yang datar
mengurangi paparan potensial [1]. atau digantung secara vertikal, khusus Apron yang
digantung harus diletakkan dari bahu, Apron tidak
Tabel 2. Data observasi apron. boleh dilipat untuk menghindari retak. Penempatan
peralatan proteksi radiasi dengan cara digelar pada
Ketebalan
Ruang Apron Hasil permukaan datar, bisa menggunakan rak apron
(mmPb)
seperti pada gambar 4, lebih efektif dalam menjaga
Radiologi RD1 0,35 Reject kondisi Pb tetap baik karena resultan gaya yang
RD2 0,35 Normal bekerja pada peralatan proteksi radiasi bernilai nol.
RD3 0,35 Normal
ESWL E1 0,5 Normal
Cathlab C1 0,5 Normal .
C2 0,5 Normal
C3 0,5 Normal
C4 0,5 Normal
(a)
Gambar 4. Rak apron horizontal.
(b)
(c) KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian alat proteksi radiasi,
Gambar 3. Jenis kerusakan Apron, (a) Absent lead, (b)
dalam hal ini apron chest/abdomen diperoleh 1 defect
Stiching, (c) Multipe crack.
dari 3 apron di Radiologi sedangkan 1 apron di Ruang
ESWL dan 4 apron di CathLab masih dalam kondisi
Banyaknya kerusakan biasanya terjadi karena
baik. Hasil kerusakan yang ditemukan adalah dalam
peletakan apron yang kurang baik, Untuk apron yang
bentuk Crack, Stitching dan Absent lead. Untuk
kondisinya sudah tidak layak, berdasarkan besaran
apron yang kondisinya sudah tidak layak,
dosis dan luas kerusakan sebaiknya dilakukan
berdasarkan besaran dosis dan luas kerusakan
penggantian apron. Penyimpanan yang tepat
sebaiknya dilakukan penggantian apron. Untuk
peralatan proteksi radiasi sangat penting untuk
meminimalisir kerusakan maka peletakan apron
48
H.S. Alzufri dan D. Nurmiati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 46-49
sebaiknya pada permukaan yang datar sehingga [2] BAPETEN, “Peraturan Kepala Badan
menjaga kondisi Pb tetap baik, tidak terlipat pada Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 4 Tahun 2020
bagian bawah dan membuat apron tidak mudah rusak Tentang Keselamatan Radiasi Dalam
karena pengaruh gaya berat dan gravitasi. Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi
Hasil grafik hubungan antara dosis equivalen Diagnostik dan Intervensional.” BAPETEN,
dengan area kerusakan didapatkan hubungan yang 2020.
linier, artinya semakin banyak luas kerusakan suatu [3] Mitsumasa Matsuda, & Toshiyasu Suzuki.
apron maka akan semakin besar pula dosis radiasi (2016). Evaluation of lead aprons and their
yang diterima oleh pasien atau pendamping pasien. maintenance and management at our hospital. J
Terutama pasien yg sedang hamil namun Anesth. 2016 Jun;30(3):518-21.
membutuhkan penyinaran di organ dekat dengan [4] W Stam , & M Pillay. (2008). Inspection of lead
janin seperti ekstrimitas bawah dan thorax sehingga aprons: a practical rejection model. Health
mengurangi radiasi hambur yang tidak diperlukan Phys. 2008 Aug;95 Suppl 2:S133-6.
atau unnecessary exposure sehingga upaya [5] Richard R W , & Areej F A. (2020). Evaluation
mengurangi paparan dan membatasi dosis radiasi and verification of a simplified lead equivalency
dengan konsep ALARA (as low as reasonable measurement method. J Appl Clin Med
achievable) terpenuhi. Phys. 2020 Feb;21(2):152-156.
[6] Lin PP, & Aljabal AF. (2020). Characterization
DAFTAR PUSTAKA and verification of lead thickness of
[1] BAPETEN, Peraturan Kepala Bapeten nomor 4 commercially available lead foil tape for the
tahun 2013 tentang Proteksi dan Keselamatan measurements of lead equivalency of radio-
radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir, protective shields. J Appl Clin Med Phys. 2020
Jakarta 2013. Jul;21(7):216-220.
49
S. Alibasah dan Y. Peristiowati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 50-54
Analisa hari rawat inap dan frekuensi foto thorak terhadap rata-rata dosis
serap radiasi pada pasien Covid-19 di ruang isolasi RSU Karsa Husada
Batu
Sentot Alibasah1, Yuly Peristiowati2
1
RSU Karsa Husada Batu, Malang, Indonesia
2
IIK STRADA Indonesia
e-mail: sentotalibasah66@gmail.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.008
ABSTRAK. Pada proses pengobatan pasien Covid-19 thorak photo action dilakukan secara berkala setiap tiga hari sekali,
rata-rata lama rawat inap pasien covid di ruang isolasi minimal 9 hari dan atau sampai dengan hasil tes swab negatip dan
gambar foto thorak normal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh hari rawat inap dan frekuensi
tindakan terhadap jumlah dosis serapan radiasi yang diterima oleh pasien Covid-19 di ruang isolasi Covid-19, sebagai bahan
evaluasi untuk meningkatkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan dan masyarakat (pasien). Desain
penelitian observasional dengan pendekatan cross-sectional. Populasi semua pasien Covid-19 di ruang isolasi di RSU Karsa
Husada sebanyak 200 orang. Sampel sebanyak 200 responden dengan teknik probability sampling. Variabel independen
yaitu lama rawat inap dan frekuensi foto thorak. Variabel dependen adalah Keputusan Kepala BAPETEN Nomor:
1211/K/V/2021 tentang Penetapan Nilai Tingkat Panduan Diagnostik Indonesia (Indonesian Diagnostic Reference Level)
untuk Modalitas sinar-X CT Scan dan Radiografi Umum (foto thorak posisi PA, dosis serap permukaan 0,4 mGy). Hasil
penelitian menunjukkan terdapat pengaruh lama rawat inap terhadap rata-rata dosis serap radiasi pada pasien (p-value
0,030) dan terdapat pengaruh frekuensi foto thorax terhadap rata-rata dosis serap radiasi pada pasien (p-value 0,000).
Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menggunakan variabel yang lebih spesifik dan dengan populasi yang lebih besar
serta variasi yang lebih banyak.
Kata Kunci: Dosis serap, Hari rawat inap, dan Tindakan foto thorak
ABSTRACT. In the treatment process of patients with Covid-19, thorax photo action is done periodically every
three days. The average length of hospitalization of covid patients in the isolation room is at least nine days or up to the
results of negative swab tests and standard thorax photo images. The purpose of the study was to analyze the effect of
hospitalization days and the frequency of action on the amount of radiation absorption dose received by Covid-19 patients
in Covid-19 isolation rooms as an evaluation material to improve aspects of occupational safety and health in the
environment and society (patients). Design observational research with a cross-sectional approach. The population of all
Covid-19 patients in isolation rooms at RSU Karsa Husada is 200 people. A sample of 200 respondents with probability
sampling techniques. Independent variables are the length of hospitalization and frequency of thoracic photos. The
dependent variable is the Decree of the Head of BAPETEN Number: 1211/K/V/2021 concerning the Indonesian Diagnostic
Reference Level for CT Scan and General Radiography X-Ray Modalities (photo of PA position thorax, surface absorption
dose of 0.4 mGy). The results showed the long-standing effect of hospitalization on the average dose of radiation absorption
in patients (p-value 0.030), and there was an effect on the frequency of thorax photos against the average dose of radiation
absorption in patients (p-value 0.000). This research can be developed using more specific variables and with a larger
population and more variation.
Keywords: Absorption doses, Hospitalization Days, and Thorax Photo Action
50
S. Alibasah dan Y. Peristiowati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 50-54
jam pelayanan, pegawai yang rentan terpapar menunjukkan kondisi kronis paru-paru, seperti
disarankan bekerja dari rumah, ada jarak antara emfisema atau cystic fibrosis, serta komplikasi yang
pasien dengan pemberi layanan kesehatan, mengatur berhubungan dengan kondisi ini, bila hasil rontgen
jarak tempat duduk antar pasien. menunjukkan adanya kondisi yang tidak normal atau
Ruang isolasi bertekanan negatif ini umumnya tidak memberikan informasi yang cukup tentang
digunakan untuk penyakit-penyakit menular masalah dada, maka tes lainnya yang mungkin
khususnya yang menular melalui udara sehingga bisa dilakukan computed tomography (CT) scan
kuman dan virus tidak akan mengkontaminasi udara atau Magnetik Resonansi Imaging (MRI).
luar. Tidak hanya untuk penanganan Covid-19, Pada peraturan Kepala BAPETEN No. 4 Tahun
namun ruangan ini juga dipersiapkan untuk merawat 2013, Nilai Batas Dosis (NBD) untuk pekerja radiasi
pasien penyakit menular lainnya seperti pasien TBC, 20 mSv dalam satu tahun; anggota masyarakat tidak
MERS, SARS, flu burung dan penyakit menular boleh melampaui 1 mSv (satu milisievert) dalam 1
lainnya yang mungkin muncul. Dengan adanya ruang (satu) tahun; dosis ekuivalen untuk lensa mata
isolasi bertekanan negatif diharapkan dapat sebesar 15 mSv (limabelas milisievert) dalam 1 (satu)
mencegah penyebaran penyakit atau infeksi kepada tahun; dan dosis ekuivalen untuk kulit sebesar 50
pasien dan mengurangi risiko terhadap pemberi mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun.
layanan kesehatan serta mampu memutus siklus Berdasarkan latar belakang penelitian di atas
penularan penyakit. maka peneliti bertujuan menganalisis pengaruh hari
Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu adalah rawat inap dan frekuensi tindakan foto thorak
Badan Layanan Umum (BLU) di lingkungan terhadap rata-rata dosis serap radiasi pada pasien
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur sesuai Covid-19 di ruang isolasi RSU Karsa Husada.
dengan Peraturan Gubernur Nomor 118 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Dinas LANDASAN TEORI/ POKOK BAHASAN
Kesehatan Provinsi Jawa Timur merupakan salah Radiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang
satu UPT Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang berhubungan dengan penggunaan semua modalitas
dibentuk untuk memberikan pelayanan kesehatan yang menggunakan radiasi untuk diagnosis dan
pada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau prosedur terapi dengan menggunakan panduan
jasa yang dijual dengan tidak mengutamakan mencari radiologi, termasuk teknik pencitraan dan
keuntungan dan dalam kegiatannya didasarkan pada penggunaan radiasi dengan sinar-X dan zat
prinsip efisiensi dan produktivitas rumah sakit umum radioaktif.
milik pemerintah dan merupakan salah satu rumah Radiasi yang ditimbulkan oleh mesin atau
sakit tipe B yang berlokasi di Jl. Ahmad Yani No.11- pesawat pembangkit radiasi (pesawat sinar-X), dan
13, kota Batu Jawa Timur - Indonesia. Pelayanan lain-lain. Unsur-unsur radiasi buatan ini dapat
didukung oleh layanan dokter spesialis serta terbentuk karena adanya reaksi fisi, proses aktivasi
ditunjang dengan fasilitas medis lainnya. Selain itu maupun transmutasi inti lainnya. Unsur-unsur
Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu juga sebagai radioaktif buatan yang terlepas ke lingkungan dapat
rumah sakit rujukan dari faskes tingkat 1, seperti berperan sebagai sumber radiasi buatan [1].
puskesmas atau klinik. Sumber-sumber berdaya tinggi (γ, sinar-X, dan
Sejalan dengan perkembangan waktu Rumah netron) digunakan untuk penyelidikan diagnosa
Sakit Umum Karsa Husada Batu telah di tetapkan medis, pengujian bahan tak merusak, dan proses
sebagai salah satu rumah sakit rujukan Covid-19 di produksi berteknologi tinggi.
wilayah Malang Raya. Sebagai rumah sakit rujukan, Radiasi dari peluruhan radioaktif menyebabkan
Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu dilengkapi material yang dilewatinya mengalami ionisasi.
fasilitas UGD Pinere, Instalasi layanan penunjang Peristiwa ini dikenal dengan istilah radiasi ionisasi.
(Radiologi, Laboratorium, Farmasi, Gizi) dan yang Pengaruhnya terhadap jaringan tubuh bergantung
terpenting adanya ruangan perawatan isolasi khusus pada: sifat alami atau jenis radiasi, dosis dan lamanya
yang bertekanan negatif, udara di dalam ruang isolasi eksposif, dan apakah sumbernya merupakan bagian
lebih rendah dibandingkan udara luar. Salah satu internal atau eksternal tubuh [2].
sarana penunjang yang ada di dalam ruang isolasi Pada dasarnya setiap kegiatan manusia selalu
yaitu adanya instalasi radiologi lengkap dengan didasarkan pada keseimbangan antara manfaat dan
pesawat X-ray mobile untuk tindakan foto thorak. tindakan terhadap biaya atau kerugian yang dapat
Foto thorak atau rontgen dada adalah pemeriksaan timbul sebagai akibat tindakan itu, akhirnya akan
dengan menggunakan radiasi gelombang dapat diperoleh kesimpulan apakah tindakan itu
elektromagnetik guna menampilkan gambaran bermanfaat untuk dilaksanakan atau tidak. Apabila
bagian dalam dada. Melalui rontgen dada, dapat ternyata harus dilaksanakan harus diusahakan agar
dilihat gambaran jantung, paru-paru, saluran setiap kegiatan dapat memberikan keuntungan yang
pernapasan, pembuluh darah dan nodus limfa. sebesar-besarnya [3].
Rontgen dada juga bisa menunjukkan tulang Upaya keselamatan radiasi dapat dirumuskan
belakang dan dada, termasuk payudara, tulang rusuk, suatu prosedur yang dapat digunakan untuk
tulang selangka dan bagian atas tulang belakang membantu mencapai keputusan. Proses perambatan
kamu. Biasanya, jenis rontgen ini dilakukan untuk radiasi sehingga menyebabkan penyinaran pada
mendeteksi adanya kanker, infeksi, ataupun manusia dapat dianggap sebagai jalinan peristiwa
pengumpulan udara di ruang sekitar paru-paru antar kejadian dan situasi. Setiap mata rantai proses
(pneumothorax). Pemeriksaan ini juga bisa ini bermula dan dari sumber radiasi misalnya
51
S. Alibasah dan Y. Peristiowati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 50-54
penyinaran pada para petugas radiologi di rumah Tabel 1 menunjukkan hasil karakteristik subjek
sakit. Berasal dari sumber radiasi yaitu pesawat sinar- penelitian berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada
X [4]. kategori usia responden didapatkan hasil bahwa
sebagian besar responden berusia lebih dari 60 tahun,
METODE yaitu 55 responden (27,5%). Sedangkan paling
Desain penelitian observasional dengan sedikit responden berusia kurang dari 20 tahun, yaitu
pendekatan cross-sectional. Populasi semua pasien 2 responden (1,0%). Pada kategori jenis kelamin
Covid-19 di ruang isolasi di RSU Karsa Husada responden sebagian besar laki-laki, yaitu 115
sebanyak 200 orang. Sampel sebanyak 200 responden (57,5%).
responden dengan teknik probability sampling. Tabel 2 menunjukkan hasil karakteristik variabel
Variabel independent, yaitu lama rawat inap dan penelitian, yaitu lama rawat inap, jumlah foto rontgen
frekuensi foto thorak. Variabel dependen adalah rata- dan dosis serap radiasi. Pada variabel lama rawat inap
rata dosis serap radiasi pada pasien. Analisis yang menunjukkan nilai minimal adalah 10, nilai
digunakan dalam penelitian adalah analisis maksimal adalah 33, nilai mean adalah 11,32 dan
univariate, analisis bivariate dan analisis standar deviasi adalah 2,977. Variabel jumlah foto
multivariate. Etika dalam penelitian ini didasarkan rontgen menunjukkan nilai minimal adalah 2, nilai
pada lembar persetujuan menjadi responden, maksimal adalah 12, nilai mean adalah 2,95 dan
anonymity (tanpa nama) dan confidentialility standar deviasi adalah 1,349. Variabel dosis serap
(kerahasiaan). radiasi menunjukkan nilai minimal adalah 0,368,
nilai maksimal adalah 1,842, nilai mean adalah 0,55
HASIL DAN PEMBAHASAN dan standar deviasi adalah 0,249.
Rumah Sakit Karsa Husada adalah Badan Hasil uji normalitas residual menggunakan grafik
Layanan Umum (BLU) di lingkungan Pemerintah Normal P-P Plot diperoleh titik-titik plot berhimpit
Daerah Provinsi Jawa Timur sesuai dengan Peraturan dengan garis diagonal sehingga residual mengikuti
Gubernur Nomor 118 tahun 2008 tentang Organisasi distribusi normal dan asumsi normalitas terpenuhi.
dan Tata Kerja UPT Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur merupakan salah satu UPT Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat
berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual
dengan tidak mengutamakan mencari keuntungan
dan dalam kegiatannya didasarkan pada prinsip
efisiensi dan produktifitas rumah sakit umum milik
Pemerintah dan merupakan salah satu Rumah Sakit
tipe B.
52
S. Alibasah dan Y. Peristiowati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 50-54
Tabel 3. Hasil Analisis Multivariat Pengaruh hari rawat inap dan frekuensi tindakan foto thorak terhadap rata-rata dosis
serap radiasi pada pasien covid-19 di ruang isolasi RSU Karsa Husada tahun 2021
Standardized
Unstandardized Coefficient
Variabel Coefficient t Sig.
B Std.Error Beta
Lama rawat inap 0,148 0,010 0,802 15,406 0,000
Jumlah foto
0,010 0,004 0,114 2,179 0,030
rontgen
Adjusted R Square : 0,799
R Square : 0,801
R : 0,895
53
S. Alibasah dan Y. Peristiowati Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 50-54
54
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62
Email: rshinta70@yahoo.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.009
ABSTRAK. Pemeriksaan bone scan (sidik tulang) dengan menggunakan radiofarmaka 99mTc-MDP
(Methylenediphosphonate) merupakan pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnostik dalam mendeteksi metastasis
(penyebaran) keganasan sel kanker ke tulang. Pemberian dosis pada pemeriksaan ini menurut petunjuk dari Europe
Association Nuclear Medicine (EANM), dosis yang di berikan rata-rata sebesar 500MBq dan juga berdasarkan pedoman
pada lampiran Peraturan Kepala Bapeten no 17 tahun 2012 adalah 700 MBq. Justifikasi pemberian dosis ini tentunya akan
berpengaruh terhadap penerimaan dosis paparan oleh pasien itu sendiri. Pemberian dosis yang minimal terkadang membuat
ragu dan ada kekhawatiran hasil akhir ataupun Kualitas gambar yang tidak baik. Pemenuhan kualitas citra ini dapat di lihat
atau di hitung dengan menggunakan penilaian ratio. Hasil Penilaian Ratio ini akan menunjukkan kualitas citra yang baik
bila memenuhi hasil target to background ratio nya adalah akumulasi di objek utama dan background > dari 5:1. Hasil
rasio intensitas itu diperoleh dari ROI (Region of Interest) pada tulang lumbal dibagi ROI (Region of Interest) pada bagian
bukan tulang (daerah perut) yang dianggap sebagai Background. Pemberian dosis yang rendah sangat lah di harapkan agar
dosis paparan yang di terima kecil tetapi hasil gambaran tetap terpenuhi. Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan
dosis pemeriksaan Bone scan berdasarkan berat badan pasien sebesar 10 MBq/kg berat badan kemudian menghitung Target
Background to Ratio pada hasil gambaran scanng di daerah lumbal 1-5. Hasil penelitian di dapat jumlah pasien sebanyak
51 pasien dengan 3 orang di keluarkan dari studi sehingga jumlah pasien yang di ambil data nya sebanyak 48 pasien yang
terdiri dari 38 wanita dan 10 pria. Hasil perhitungan meliputi 33 pasien terpenuhi hasil rationya (>5), sedang 15 pasien
masih belum memnuhi kriteria kualitas gambar nya (<5). Kesimpulannya, hasil ratio yang memenuhi nilai >5 sebanyak
69% dan yang belum memenuhi kriteria sebanyak 31% .
Kata Kunci : Bone Scan, Hasil Ratio, 99mTc MDP
55
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62
56
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62
osteoblastik oleh sebab apapun akan memberikan akan merupakan data yang terlihat di layar skala, data
gambaran positif (Mashjur, JS, 1988). tersebut berupa angka-angka. Besarnya angka-angka
bergantung tingginya grafik, dan banyaknya titik
Generator Radioisotop dalam satuan waktu sebanding dengan banyaknya
Radioisotop diperoleh melalui pemerahan dari sinar gama yang membentur kristal. Dengan
generator. Ada 3 (tiga) cara pemerahan untuk demikian keadaan sumber radiasi dapat dinilai
memperoleh radioisotope, yaitu: Sublimasi, Solvent sebagai peta energi berbentuk angka, scanning, dan
Extraction, Chromatography. Dari ketiga cara grafik. Skema pembentukkan citra pada kamera gama
tersebut yang paling sering digunakan adalah dapat dilihat pada Gambar 1.
Chromatography.
Dalam bidang kedokteran nuklir generator
radioisotop yang banyak digunakan adalah generator
kolom Chromatography Alumina.
Radioisotop adalah zat radioaktif yang
mempunyai nomer atom sama tetapi nomor masa
berbeda. Inti atomnya tidak stabil sehingga dapat
merubah menjadi unsur lain disertai pancaran radiasi.
Radiofarmaka terdiri atas radioisotop dan zat
pembawa (komponen pembawa materi).
Radiofarmaka digunakan untuk menegakkan
diagnosis dan terapi pada manusia.
Gambar 1 Skema pembentukan gambar pada kamera
Untuk pemakaian dalam diagnostik di bidang gama (Basic Nuclear Medicine, 2000)
kedokteran nuklir, radionuklida yang dipakai harus
memenuhi persyaratan, selain untuk keamanan Aspek Keselamatan Radiasi
pekerja radiasi dan pasien juga harus memenuhi Pemberian dosis ini tentunya akan berpengaruh
spesifikasi dari kamera gama terhadap penerimaan dosis paparan oleh pasien itu
Radionuklida yang memenuhi adalah 99mTc yang sendiri. Paparan medik merupakan paparan radiasi
banyak dipakai dalam bidang kedokteran nuklir. yang diterima oleh pasien sebagai bagian dari
Pemancar sinar gama dari radioisotop ini yang pemeriksaan untuk penunjang diagnosis atau terapi,
dijadikan dasar pendeteksian sedangkan penentuan sehingga optimisasi proteksi radiasi terhadap paparan
lokasinya dalam tubuh ditentukan oleh senyawa medik mengandung arti bahwa manajemen dosis
pembawa. radiasi untuk pasien harus diupayakan sepadan
dengan tujuan medis. Dosis radiasi yang diberikan
Radiofarmaka kepada pasien tersebut tidak menggunakan batasan
Pada perkembangannya banyak sekali farmaka sebagaimana Nilai Batas Dosis (NBD) pada pekerja,
yang telah dipakai dalam bidang kedokteran nuklir. tetapi menggunakan pertimbangan lainnya
Komponen pembawa materi akan membawa (justifikasi) misalnya mengikuti tingkat panduan
radioaktif ke organ tubuh tertentu yang dapat yang sudah di atur dalam hal ini misalnya seperti
ditempati atau dapat menangkap pembawa materi pada lampiran di Peraturan Kepala BAPETEN No.
tersebut, sehingga bahan radioaktif akan berada di 17 Tahun 2012. Adanya suatu panduan yang telah di
organ tersebut dan menjadi sumber radiasi, misalnya atur sangat membantu, Sehingga risiko yang
pada kasus tulang untuk mengetahui adanya berpotensi diterima pasien berupa paparan radiasi
penyebaran sel kanker pada tulang tersebut. yang tidak diperlukan (unnecessary exposure) dapat
Pemakaian radiofarmaka untuk pemeriksaan sidik dihindarkan.
tulang adalah 99m Tc-MDP (methylenediphosphonate) Prinsip optimisasi berpegang pada upaya
, 99mTc-HDP (Hydroxyethylenediphosphonate) dan mempertahankan dosis pasien seminimal mungkin
99m
Tc-HMDP (Hydroxymethylenediphosphonate) namun menghasilkan kualitas imaging yang baik
tetapi yang sering dipakai radiofarmaka tersebut Penyuntikan radiofarmaka untuk pemeriksaan sidik
adalah 99m Tc - MDP, karena 99m Tc - MDP persiapan tulang memerlukan dosis 700 MBq (Peraturan
pembuatan radiofarmakanya jauh lebih mudah, dan Kepala BAPETEN No. 17 Tahun 2012).
di dalam darah lebih stabil, sehingga 99m Tc - MDP Penentuan dosis pada pemeriksaan Sidik Tulang
lebih banyak dipakai (Weiner, 2006). di Indonesia ini dilakukan dengan mengacu kepada
lampiran aturan dari BAPETEN sebagai pedoman
Kamera Gama dalam pelaksanaan pemberian dosis, juga mengacu
Alat deteksi dalam kedokteran nuklir yang dapat kepada guideline dari IAEA. Sedangkan negara-
memberikan citra distribusi radioaktif dari tubuh negara lainnya penentuan dosis berdasarkan
pasien. Pada saat ini dipergunakan detektor scintillasi guideline yang dikeluarkan oleh Europe Association
berupa kristal NaI, kristal ini bila terkena sinar gama Nuclear Medicine (EANM) atau oleh SNNMI.
akan mengalami eksitasi dan mengeluarkan sinar Penentuan dosis menurut EANM dan SNMMI, rata-
berkilau. Bila sinar ini mengenai lapisan foto elektrik rata untuk dosis dewasa adalah 500MBq atau
akan menghasilkan electron, elektron akan berdasarkan rentang 8 – 10 MBq/kg BB pasien dan
diperbanyak oleh Photo Multiplier Tube (PMT) untuk pasien dengan obesitas di berikan 11 – 13
sehingga menjadi pulsa elektrik. Pulsa inilah yang MBq/kg. Sedangkan di Indonesia mengacu kepada
57
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62
Tempat
Penelitian ini dilakukan di Instaasi Kedokteran
Nuklir Rumah Sakit Dr.Hasan Sadikin Bandung.
58
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62
59
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62
DOSE
ROI TBR
INJEKSI
usia Lumbal 1 -
NO Tanggal NAMA BB mBq mCi BG
(thn) 5 Avg
Avg Count
Avg Count
Count
36 Psn ke 36 66 52 520 14.0541 42.5 12.4 3
37 Psn ke 37 58 54 540 14.5946 70.86 10.78 7
38 Psn ke 38 64 65 650 17.5676 45.74 9.8 5
23/03/2022
39 Psn ke 39 76 63 630 17.027 61.26 6.93 9
40 Psn ke 40 66 66 660 17.8378 65.13 9.39 7
41 Psn ke 41 43 82 902 24.3784 72.33 9.99 7
42 Psn ke 42 65 66 660 17.8378 40.15 10.25 4
43 Psn ke 43 83 43 430 11.6216 46.2 10.92 4
44 Psn ke 44 42 52 520 14.0541 58.66 12.53 5
24/03/2022
45 Psn ke 45 59 70 700 18.9189 47.8 18.39 3
46 Psn ke 46 44 60 600 16.2162 55 16.19 3
47 Psn ke 47 43 73 730 19.7297 57.35 10.29 6
48 Psn ke 48 45 70 700 18.9189 59.48 14.29 4
60
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62
Hasil pembuatan rasio pada hasil pemeriksaan tidak tercapai nya hasil kualitas gambar target rasio
Sidik Tulang di area abdomen, di dapat hasil rasio background kurang dari 5.
seperti pada Tabel 1.
Hasil perhitungan rasio ini dari 48 pasien di dapat KESIMPULAN
33 pasien yang memenuhi kriteria quality imaging Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 48
yang baik, yaitu hasil rasionya melebihi atau sama pasien yang dilakukan pemberian dosis 99mTc MDP
dengan 5 seperti yang tertera di Tabel 2. berdasarkan berat badan pasien, maka dapat di
Sedangkan 15 pasien lain, hasil perhitungan simpulkan bahwa :
rasionya masih < 5, seperti terlihat di Tabel 3. 1. kualitas gambar dapat di penuhi sebanyak
69% dan yang belum memenuhi 31%.
Pembahasan 2. penerimaan paparan radiasi berlebih pada
Hasil perhitungan target background ratio pada pasien dapat dihindari.
tulang lumbal yang dilakukan terhadap 48 pasien
dengan memberikan dosis 99mTc-MDP berdasarkan DAFTAR PUSTAKA
berat badan, di dapat hasil yang memenuhi kriteria [1] Akhadi M, 2000, ”Dasar-Dasar Proteksi
kualitas gambar yang baik sebanyak 33 pasien dari Radiasi”, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta
48 pasien (69%) dan yang belum memenuhi [2] Bombardieri E, Aktolun C, Baum RP, Bishof-
sebanyak 15 pasien dari 48 pasien (31%). Delaloye A, Buscombe J, Chatal JF, et al. Bone
Melihat hasil ini, pemberian dosis dengan scintigraphy: procedure guidelines for tumour
menghitung dan menyesuaikan dengan berat badan imaging. Eur J Nucl Med Mol Imaging.
pasien dapat di lakukan, sehingga dosis yang di 2003;30: BP99–BP106
terima oleh pasien tidak berlebih dan pasien [3] Brown ML, O’Connor MK, Hung JC, Hayostek
menerima dosis radiasi sesuai dengan kebutuhan nya. RJ. Technical aspects of bone scintigraphy.
Sementara pada 15 pasien dalam studi ini, yang Radiol Clin North Am. 1993;31:721–3
masih belum memenuhi kriteria kualitas gambar [4] GE Medical Health, 2005, “Manual Book of
yang baik, dapat di sebabkan dari beberapa faktor, Infinia”.
antara lain pelaksanaan waktu pemeriksaannya [5] GE Medical Health, 2005, “Xeleris
apakah dilakukan tepat 3 jam paska penyuntikan, jika Processing”.
pelaksanaan tersebut masih kurang dari 3 jam, di [6] GE Medical Health, 2005,” Basic Nuclear
khawatirkan distribusi radiofarmaka yang ada dalam Medicine”.
tubuh pasien masih belum banyak yang di [7] Hamala,J.R., 2006, “The Scientic Basic Of
ekskresikan oleh ginjal. Kemudian fungsi ginjal Nuclear Medicine, Gama Camera Collimator
pasien tersebut, karena setiap radiofarmaka yang di Characteristics and Design, hal 119, 2nd
masukkan ke dalam tubuh akan diekskresikan Edition, Mosby Elsevier Volume 2.
melalui sistem tractus urinarius, dan bila ada [8] Karesh, S.M, 2006, “The Scientic Basic of
gangguan dari fungsi ginjal ini tentunya akan Nuclear Medicine, Principles of
berakbibat gambaran background masih tinggi dan Radiopharmacy, Internal Radiotion Dosimetry,
dapat pula dipengaruhi dari detektor kamera 2nd edition, Mosby Elsevier, Vol.2, hal.336.
gamanya, misalnya dari sensitivitas detektornya. [9] Mashjur.J.S, dkk, 1988, ”Pedoman Pelayanan
Beberapa faktor tersebut dapat menjadi penyebab Kedokteran Nuklir Rumah Sakit Dr.Hasan
Sadikin Bandung”.
61
R. Shintawati dan A.H.S. Kartamihadja Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 55-62
62
H.D.R. Raharja, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 63-68
ABSTRAK. Telah dilakukan penelitian tentang estimasi dan audit dosis radiasi pasien pada pemerksaan radiografi
konvensional toraks PA dengan teknik high kVp di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi. Penelitian dilakukan kepada
total 305 pasien kategori usia dewasa ≥ 15 tahun jenis pemeriksaan toraks PA dengan jumlah pasien pria 129 dan jumlah
pasien wanita 176. Karateristik pasien, yaitu rentang usia 18-86 tahun dan rata-rata usia 44,2 tahun, rentang berat badan 38
– 120 kg dan rata-rata berat badan 66,8 kg. Pemeriksaan radiografi konvensional toraks PA menggunakan 125 kVp dan
rentang mAs 0,5 – 1,4 mAs dengan rata-rata 0,8 mAs. Dosis pasien INAK dan ESAK dihitung dari grafik persamaan
keluaran radiasi pesawat sinar-X. Analisis data menunjukkan adanya peningkatan INAK dan ESAK secara linier dengan
korelasi linier secara berturut-turut 0,9968 dan 1 terhadap kenaikan mAs. Semakin tinggi mAs maka dosis radiasi yang
diterima pasien juga semakin tinggi karena mAs merepresentasikan kuantitas radiasi sehingga jumlah foton semakin banyak
yang dihasilkan dari tabung sinar-X. Hasil penelitian didapatkan hasil rata-rata INAK dan ESAK berturut-turut adalah 0,11
mGy dan 0,15 mGy serta nilai typical value INAK 0,1 mGy dan ESAK 0,14 mGy. Rata-rata ESAK pada penelitian
dibandingan dengan beberapa data rujukan, hasilnya ESAK di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi di bawah beberapa
data rujukan. Audit dosis, yaitu penentuan typical value kemudian dibandingkan dengan DRL nasional sesuai Keputusan
Kepala BAPETEN tentang Penetapan Nilai Tingkat Panduan Diagnostik Indonesia Nomor 1211/K/V/2021 pada
pemeriksaan toraks PA. INAK dan ESAK DRL nasional pemeriksaan toraks PA berturut-turut adalah 0,3 mGy dan 0,4
mGy. Hasil audit dosis penentuan typical value pada pemeriksaan radiografi konvensional toraks PA di MRCCC Siloam
Hospitals Semanggi di bawah DRL nasional. Tindaklanjut audit dosis, yaitu tetap mempertahankan protokol pemeriksaan
dan tetap melakukan evaluasi typical value secara berkala. Penggunaan teknik high kVp pada pemeriksaan radiografi
konvensional terbukti mampu menurunkan dosis radiasi pasien.
Kata kunci: Dosis radiasi, Radiografi Konvensional, Toraks PA, Teknik High kVp, Tingkat Panduan Diagnostik
ABSTRACT. Research about estimation and dose audit of patients' radiation on examination about thorax PA
conventional radiography with high kV technique has been conducted in MRCCC Siloam Hospitals Semanggi. The research
has been done on 305 patients aged around 15 years old who got thorax examinations. They consist of 129 male patients
and 176 female patients. The characteristics of patients' age are between 18-86 years old, and their average age is 44.2
years old. Their weight range is between 38-120 kg, and their average weight is 66.8 kg. The thorax PA conventional
radiography examination uses kVp 125, and the content of mAs is 0.5-1.4 mAs, with an average of 0.8 mAs. The dosage of
patients with INAK and ESAK are counted from the outcome similarity graph of the radiation from the X-ray craft. Data
analysis shows a linear increase of INAK and ESAK with a linear correlation consecutive of 0.9969 and 1 toward the rise
in mAs. The higher the mAs, the higher the patient's dose of radiation also becomes bigger because mAs represent the
quantity of radiation so that the amount of photons produced by the X-ray tube becomes bigger. The research result shows
that the average increase of INAK and ESAK consecutive is 0.11 mGy and 0.15 mGy, with a typical value of INAK at 0.1
mGy and ESAK at 0.14 mGy.
The average ESAK on the research is compared with some reference data, and the result of ESAK in MRCCC Siloam
Hospitals Semanggi is under some reference data. The dose audit is the establishment of typical value, and it is compared
with national DRL based on the regulation of the head of BAPETEN about stipulation of Indonesia Diagnostic Reference
Level Value no. 1211/K/V/2021 on thorax PA examination. The examination of thorax PA about INAK and ESAK
national DRL consecutive is 0.3 mGy and 0.4 mGy. Therefore, the result of the dose audit about establishing typical
value on the study about thorax PA conventional radiography in MRCCCC Siloam Hospitals Semanggi is under national
DRL. The follow-up of the dose audit is to keep the examination protocol and evaluate typical values periodically. The
high kVp technique on the conventional radiography examination can reduce the patient's radiation dose.
Keywords: Radiation Dose, Conventional Radiography, Thorax PA. High kVp Technique, Diagnostic Reference Levels
63
H.D.R. Raharja, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 63-68
64
H.D.R. Raharja, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 63-68
menyertakan hamburan balik dengan satuan Gray level (DRL). Data dosis yang diukumpulkan
(Gy). ESAK dihitung dengan persamaan (3). kemudian diolah dan didapatkan typical value.
Typical value adalah tingkat panduan diagnostik
ESAK = INAK × BSF (3) di satu fasilitas yaitu nilai Q2 atau median dari
sebaran data di satu fasilitas kesehatan. Typical value
Dengan INAK adalah incident air kerma, dan kemudian dibandingkan dengan DRL nasional yaitu
BSF adalah faktor hamburan balik (backscatter nilai Q3 atau kuartil atas dari sebaran data secara
factor). nasional. Dengan melakukan evaluasi perbandingan
nilai typical value dengan DRL nasional maka
Teknik High kVp didapatkan kesimpulan perlu tidaknya dilakukan
Pencitraan medik pada radiografi konvensional optimisasi. Jika nilai typical value dibawah DRL
dengan menggunakan teknik high kVp bertujuan nasional maka tetap menjaga dan memastikan citra
untuk menurunkan dosis radiasi pasien dan berkualitas diagnostik, dan sebaliknya jika nilai
menghasilkan kualitas citra yang baik [8]. Nilai kVp typical value diatas DRL nasional maka harus
yang digunakan pada pemeriksaan radiografi menetapkan strategi optimsasi yang optimal agar
konvensional 110 – 125 kVp [9]. menyesuaikan dengan tingkat panduan diagnostik
Salah satu keuntungan menggunakan teknik high yang berlaku secara nasional.
kVp adalah waktu penyinaran yang singkat tapi Untuk mendapatkan nilai typical value pada
kualitas citra yang dihasilkan baik karena dengan sebaran data ke-n (Q2), secara matematis dapat
energi tinggi maka jumlah foton yang mampu dihitung dengan persamaan (4).
menembus materi semakin banyak tapi lebih sedikit
yang diserap sehingga dosis yang diterima pasien Q2 = ½ (n+1) (4)
akan semakin rendah [10].
Penggunaan sistem Automatic Exposure Control dengan n adalah jumlah data
(AEC) pada alat radiografi konvensional
memungkinkan untuk mereduksi dosis yang diterima METODE PENELITIAN
pasien dan menghasilkan citra yang berkualitas Penelitian dilakukan di MRCCC Siloam
diagnostik. Sistem AEC bekerja menyesuaikan Hospitals Semanggi dengan modalitas Digital
dengan ketebalan tubuh pasien, faktor eksposi berupa Radiography Philips Digital Diagnost VM dengan
mAs meningkat secara otomatis seiring dengan penyimpangan akurasi tegangan 2,8%.
bertambahnya ketebalan pasien dan juga menurun Data yang yang dicatat adalah jenis kelamin
secara otomatis seiring dengan berkurangnya pasien, umur pasien dan berat badan pasien pada jenis
ketebalan pasien [11]. Kenaikan kVp diikuti dengan pemeriksaan toraks PA kelompok usia dewasa ≥ 15
penuruan mAs sehingga jika menggunakan teknik tahun bulan Januari tahun 2022 sebanyak 305 pasien
high kVp, mAs yang digunakan nilainya jauh menggunakan 125 kVp, mAs menggunakan sistem
dibawah yang basa digunakan dengan teknik AEC dengan rentang mAs 0,5 – 1,4 mAs dan rata-
standar. rata 0,8 mAs dan estimasi jarak fokus tabung ke
pasien (FSD) adalah 100 cm.
Audit Dosis Radiasi Pasien Radiologi Diagnostik Analisis data untuk mengetahui estimasi dosis
Audit dosis merupakan impelentasi azas proteksi radiasi yang diterima pasien dan hubungan mAs
radiasi yaitu optimisasi. Audit dosis sebagai siklus dengan INAK dan ESAK serta audit dosis penentuan
berkelanjutan, tujuanya adalah untuk mengevaluasi typical value pemeriksaan toraks PA kemudian
protokol pemeriksaan yang telah ditetapkan dan dibandingkan dengan DRL nasional.
menindaklanjuti dengan menetapkan strategi Dosis pasien INAK dihitung dengan persamaan
optimisasi dengan hasil dosis pasien rendah dan (2) dan dosis pasien ESAK dihitung dengan
menghasilkan citra berkualitas diagnostik. persamaan (3) serta typical value didapat dari
Secara rinci siklus dan tahapan optimsasi di persamaan (4).
radiologi diagnostik yaitu penentuan skenario
optimisasi, persiapan awal, akuisisi data, evaluasi HASIL DAN PEMBAHASAN
dan identifikasi intervensi, implementasi intervensi, Dalam penelitian dilakukan uji kesesuaian
re-akuisisi data dan terakhir evaluasi/komparasi sebelum menghitung INAK dan ESAK untuk
dengan data awal [12]. mendapatkan data persamaan keluaran radiasi berupa
Perhitungan estimasi dosis radiasi pasien parameter akurasi tegangan (kVp) yang diukur
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam menggunakan dosimeter dengan jarak 100 cm (FDD)
siklus dan tahapan optimisasi yaitu pada akuisi data. dari fokus tabung. Nilai kVp divariasikan pada
Survey atau akuisisi data informasi dosis pasien rentang 50 – 110 kVp. Data keluaran radiasi pada uji
dilakukan oleh radiografer pada logbook yang berisi akurasi tegangan digunakan untuk kalkulator dosis
faktor eksposi dan dosis yang diterima pasien pada perhitungan estimasi dosis radiasi yang diterima
saat pemeriksaan. Data dosis kemudian diolah dan pasien.
dianalisis oleh fisikawan medik dan citra yang
dihasilkan dievaluasi oleh dokter spesialis radiologi.
Tujuan akhir dari rangkaian proses audit dosis adalah
optimisasi, dalam radiologi diagnostik dikenal
tingkat panduan medik atau diagnostic reference
65
H.D.R. Raharja, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 63-68
Tabel 1. menunjukan data hasil uji kesesuaian pada Tabel 2. Sejumlah 129 pasien pria dan 176
parameter akurasi tegangan. pasien wanita dengan rentang usia 18 – 86 tahun dan
Dari Tabel 1 diketahui grafik persamaan kVp dan rata-rata usia 44,2 tahun, rentang berat badan 38 –
keluaran radiasi pada Gambar 1 yang digunakan 120 kg dan rata-rata berat badan 66,8 kg, tegangan
sebagai kalkulator dosis untuk menghitung estimasi tetap 125 kVp, rentang mAs 0,5 – 1,4 mAs sesuai
dosis radiasi pasien berupa INAK dan ESAK. dengan ketebalan tubuh pasien dan rata-rata 0,8 mAs.
Didapatkan hasil rata-rata INAK dan ESAK secara
berturut-turut adalah 0,11 mGy dan 0,15 mGy serta
nilai typical value INAK 0,1 mGy dan ESAK 0,14
mGy.
Perhitungan estimasi dosis pasien INAK dan
ESAK dengan menggunakan teknik high kVp dengan
faktor eksposi tetap 125 kVp, mAs pada rentang 0,5-
1,4 mAs dan rata-rata 0,8 mAs dengan sistem AEC
sesuai ketebalan pasien. Dosis radaisi pasien sangat
dipengaruhi oleh faktor eksposi yang dipilih oleh
radiografer sebelum pemeriksaan. Dengan
menggunakan teknik high kVp dan mAs
menggunakan AEC, radiografer tidak perlu
Gambar 1. Grafik Keluaran Radiasi
mengubah faktor eksposi karena kVp tetap dan mAs
otomatis sesuai ketebalan pasien. Grafik hubungan
Dari grafik persamaan diketahui persamaan
mAS dengan INAK dan ESAK terdapat pada Gambar
fungsi kVp, yaitu y = 0,048 × kVp2,143 dan koefisien
2 dan 3.
relasi R2 = 0,9926.
Dengan menggunakan persamaan (1) untuk
menghitung INAK.
66
H.D.R. Raharja, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 63-68
67
H.D.R. Raharja, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 63-68
Penggunaan teknik high kVp pada pemeriksaan [8] T. L. Fauber et al, High Kilovoltage Digital
radiografi konvensional terbukti mampu menurunkan Exposure Techniques and Patient Dosimetry,
dosis radiasi pasien. Radiol. Technol. 82(6), 501–510, 2011;
[9] N. E. Peacock, et al, An Evaluation of The Effect
UCAPAN TERIMAKASIH of Tube Potential on Clinical Image Quality
Penulis berterima kasih kepada Hospital Director, using Direct Digital Detectors for Pelvis and
Ancillary Service and Medical Affair Deputy Lumbar Spine Radiographs, Journal of Medical
Division Head, Deputy Ancillary Service Division Imaging and Radiation Sciences, 67(2),1-9,
Head, dan seluruh staf Departemen Radiologi 2020;
MRCCC Siloam Hospitals Semanggi yang telah [10] N. A. A. Daud, et al, The Effect of
memberikan kesempatan kepada penulis untuk Compensating Filter on Image Quality in
melakukan penelitian, serta semua pihak yang telah Lateral Projection of Thoraco Lumbar
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan Radiography, Journal of Physics Conference
makalah ini. Series, 546(1), 2014;
[11] J. S. Jang, et al, Effective Dose in Abdominal
DAFTAR PUSTAKA Digital Radiography: Patient Factors, Journal
[1] S. Prabhu, et al, Production of X-RAYS using X- of the Korean Society of Radiology., 77(2), 89,
RAY Tube, Journal of Physics: Conference 2017;
Series, 1712, 2020; [12] L. E. Lubis dan D. S. Soejoko, Optimisasi Dosis
[2] International Atomic Energy Agency, IAEA dan Kualitas Citra pada Radiologi Diagnostik :
Safety Standards General Safety Requirements Langkah-Langkah, Tips, dan Panduan Praktis,
Part 3 No. GSR Part 3 Radiation Protection and Journal of Medical Physics and Biophysics,
Safety of Radiation Sources: International 7(1), 2020
Basic Safety Standards,2014; [13] E. Hiswara dan D. Kartikasari, Dosis Pasien
[3] E. Vañó et al, “ICRP Publication 135: Pada Pemeriksaan Rutin Sinar-X Radiologi
Diagnostic Reference Levels in Medical Diagnostik, Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir
Imaging, Ann. ICRP 46(1), 1–144, (2017); Indonesia,16(2) 71, 2015;
[4] Y. Musa, et al, Direct and Indirect Entrance [14] K. Ofori, et al, Estimation of Adult Patient
Surface Dose Measurement in X-ray Doses for Selected X-ray Diagnostic
Diagnostics using NanoDot OSL Dosimeters, Examinations, Journal of Radiation Research
Journal of Physics Conference Series, and Applied Sciences, (7)4, 459–462, 2014;
1248(1):012014, 2019; [15] D. Shahbazi-Gahrouei, Entrance Surface Dose
[5] K. Karila, Quality Control in Mammary Measurements for Routine X-ray Examinations
radiography, Acta Radio Oncol (Madr), 20(3), in Chaharmahal and Bakhtiari Hospitals,
213–221, 1981; Iranian journal of radiation research (IJRR),
[6] International Atomic. Energy. Agency, IAEA 4(1),29–33, 2006;
Technical Report Series No.457: Dosimetry in [16] International Atomic Energy Agency, Safety
Diagnostic Radiology: an International Code of Series No. 115., 1996, International Basic
Practice, Vienna, 2007; Safety Standards for Protection against
[7] Z. Arifin, et al, Evaluation of Dose Radiation on Ionizing Radiation and for the Safety of
X-ray Radiography, Journal of Physics: Radiation Sources, Vienna, 1996.
Conference Series, 1217 (1), 2019;
68
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75
Email: itsmerosad@gmail.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.011
ABSTRAK. International Commission on Radiological Protection (ICRP) menurunkan dosis ambang katarak dari 2‒5 Gy
menjadi 0,5 Gy yang diikuti penurunan nilai batas dosis (NBD) lensa mata pekerja radiasi menjadi 20 mSv/tahun. Staf
cathlab merupakan salah satu kelompok pekerja yang rentan menerima dosis lensa mata tinggi karena bekerja di dekat
sumber radiasi sehingga dosis lensa mata staf perlu dipantau. Pemantauan dilakukan untuk menganalisis dosis lensa mata
yang diterima pekerja dan memastikan pekerja terproteksi dengan baik. Pengukuran dosis lensa mata dilakukan pada Hp(3)
atau pada kedalaman 3 mm karena lensa yang sensitif terhadap radiasi pada kedalaman tersebut. Pemantauan dilakukan
selama satu minggu pada 14 staf (dokter, perawat, dan radiografer) dan pemantauan 4 prosedur berbeda dengan dosimeter
lensa mata (SOCA Dosimeter) yang berisi TLD chip dan holder yang disematkan ke bandana. Dosis lensa mata yang
didapatkan dari pemantauan selama seminggu berkisar antara 0,108 – 1,642 mSv dan pemantauan per prosedur 0,033 –
0,393 mSv. Dosis tahunan yang diterima pekerja berdasarkan estimasi yang dilakukan masih banyak yang melebihi NBD
sehingga pemantauan dengan dosimeter lensa mata perlu dilakukan dan alat pelindung mata perlu digunakan untuk
mereduksi dosis lensa mata yang diterima.
Kata kunci: staf cathlab, dosis lensa mata Hp(3), SOCA dosimeter
ABSTRACT. The International Commission on Radiological Protection (ICRP) reduced the cataract threshold dose
from 2‒5 Gy to 0.5 Gy, followed by a decrease in the dose limit value (NBD) of the radiation worker's eye lens to 20
mSv/year. Cathlab staff is one of the workers vulnerable to receiving high doses of eye lenses because they work near
radiation sources, so staff's eye lens doses need to be monitored. Monitoring is carried out to analyze the dose of eye lenses
received by workers and ensure workers are well protected. Eye lens measurement is carried out at Hp(3) or a depth of 3
mm because the lens is sensitive to radiation. Monitoring was carried out for one week on 14 staff (doctors, nurses, and
radiographers) and four procedures with an eyepiece dosimeter (SOCA Dosimeter). The eye lens dose obtained for a week
ranged from 0.108 – 1.642 mSv, and monitoring per procedure was 0.033 – 0.393 mSv. The annual dose received by
workers is based on estimates mostly exceeding the NBD, so tracking with an eye lens dosimeter needs to be done, and eye
protection equipment needs to be used to reduce the eye lens dose received.
Keywords: Cathlab staff, eye lens dose Hp(3), SOCA dosimeter
69
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75
situasi angiografi yang sulit juga alasan yang Menurut International Commission on
menyebabkan jumlah prosedur kardiologi Radiological Protection (ICRP), dosis ambang
intervensional semakin meningkat [4]. Selain paparan kronis lensa mata yaitu 5 Gy dan paparan
peningkatan jumlah prosedur yang dilakukan, akut 0,5 - 2 Gy. Namun, selama beberapa dekade
munculnya prosedur yang kompleks menyebabkan terakhir sejumlah studi epidemiologi katarak
durasi paparan satu prosedur juga meningkat. Oleh menunjukkan bahwa katarak akibat radiasi dapat
karena itu, dosis radiasi yang diterima staf kardiologi terjadi dengan dosis yang jauh lebih rendah
intervensional jauh lebih besar dibandingkan staf dibandingkan dosis ambang yang telah ditetapkan
radiologi umum [5]. sebelumnya. Oleh karena itu, pada tahun 2011 ICRP
Efek radiasi yang bergantung dengan dosis yaitu menyatakan dosis ambang baru untuk lensa mata
efek deterministik, yang muncul ketika dosis yang yaitu sebesar 0,5 Gy. Hasil rekomendasi dosis
diterima tubuh melebihi dosis ambang sebagai respon ambang baru ini diterbitkan dalam publikasi ICRP
terhadap radiasi dan tergantung pada sensitivitas 118 [14].
organ dan jaringan [6]. Penurunan dosis ambang katarak ini berakibat
Beberapa studi menunjukkan bahwa dosis lensa pada penurunan nilai batas dosis (NBD) bagi pekerja
mata per prosedur dan dosis tahunan yang diterima radiasi oleh ICRP. Sebelumnya NBD lensa mata bagi
staf masih cukup tinggi [7, 8, 9]. Bahkan beberapa pekerja 150 mSv/tahun dan saat ini dosis lensa mata
staf menerima dosis tahunan melebihi nilai batas hanya 20 mSv/tahun dalam periode 5 tahun dengan
dosis (NBD) yang ditetapkan yang meningkatkan satu tahun tertentu boleh menerima dosis 50 mSv.
risiko katarak. Oleh karena itu, pemantauan dosis Penurunan nilai batas dosis lensa mata ini kemudian
lensa mata staf cathlab perlu dilakukan dengan diadopsi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir
dosimeter mata guna meminimalkan risiko katarak. (BAPETEN) dalam Perka BAPETEN No 4 Tahun
2013 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi
LANDASAN TEORI dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir pada Pasal 15
Kardiologi intervensional adalah cabang [15].
kardiologi yang mengelola pengobatan berbasis Beberapa studi telah dilakukan terkait dosis lensa
kateter untuk penyakit jantung struktural. Tindakan mata yang diterima staf dari beberapa kegiatan
memasukkan selang kecil (kateter) ke dalam intervensi. Pada Tabel 1 terlihat bahwa rentang dosis
pembuluh darah arteri maupun vena dan lensa mata yang didapatkan oleh pekerja
memandunya hingga ke jantung, pembuluh darah intervensional, baik intervensi jantung maupun
lainnya atau organ lain yang dituju dengan bantuan radiologi intervensional sangat besar.
sinar-X disebut dengan kateterisasi. Cathlab
(Catheterization Laboratorium) merupakan tempat Tabel 1. Dosis lensa mata staf pada beberapa prosedur
melakukan tindakan kateterisasi, baik yang bertujuan medis [14].
untuk diagnostik ataupun terapi [10, 11]. Dosis yang dilaporkan
Satu tim dalam cathlab biasanya terdiri dari Kategori Medis (μSv)
beberapa orang dengan berbagai keahlian. Minimal Maksimal
Contohnya satu tim terdiri dari perawat (scrub,
Angiografi jantung 1 250
sirkuler, dan monitor), radiografer, dan ahli jantung.
Jumlah anggota dalam satu tim cathlab bervariasi, Intervensi jantung 1,2 35000
tergantung jenis prosedur yang dilakukan [12]. Intervensi dipandu CT 3,3 530
Menurut International Radiation Protection Radiologi
Association (2017), kelompok pekerja yang rentan 1 81900
intervensional
menerima dosis lensa mata tinggi yaitu salah satunya
pekerja yang terpapar pada medan radiasi yang Nilai maksimum yang diterima bahkan melebihi
sangat tidak seragam di mana mata dapat terpapar NBD yang telah ditentukan ICRP dan BAPETEN.
secara khusus, seperti ahli radiologi intervensi dan Seperti yang diketahui bahwa risiko katarak
ahli jantung atau anggota staf lain yang bekerja dekat sebanding dengan peningkatan dosis yang diterima
dengan sumber radiasi tetapi dengan bagian tubuh lensa mata. Oleh karena itu, pemantauan dosis lensa
mereka dilindungi dengan apron atau sistem mata perlu dilakukan dalam upaya meminimalkan
pelindung lainnya [13]. risiko katarak bagi staf.
Paparan radiasi juga dapat dikaitkan dengan Pemantauan dosis pekerja telah diatur dalam
pembentukan katarak. Seperti yang diketahuii, satu Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir
contoh organ yang sensitif terhadap radiasi yaitu (BAPETEN) Nomor 4 tahun 2020 tentang
mata sehingga paparan dosis tertentu dapat Keselamatan Radiasi pada Penggunaan Pesawat
menyebabkan katarak sebagai respon jaringan
Sinar-X dalam Radiologi Diagnostik dan
terhadap radiasi. Pernyataan ini dibuktikan dengan Intervensional. Pada Pasal 33 menyebutkan bahwa
fisikawan yang bekerja di siklotron dalam jangka pemantauan dosis perorangan dilakukan dengan
waktu yang lama, pasien yang diterapi dengan sinar- dosimeter aktif dan pasif. Kemudian pada Pasal 34
X, maupun penyintas bom di Jepang mengungkapkan disebutkan bahwa pemegang izin harus menyediakan
adanya pembentukan katarak. Pembentukan serat dosimeter aktif dan dosimeter pasif yang terdiri dari
lensa yang abnormal dapat disebabkan iradiasi sel dosimeter pasif seluruh tubuh dan lensa mata [16].
epitel yang berproliferasi di lensa sehingga Dosimeter lensa mata ini digunakan untuk
membentuk lapisan keruh pada lensa [6]. pengukuran dosis ekuivalen personal Hp(3) atau pada
70
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75
Gambar 1. Dosis lensa mata staf cathlab pada pemantauan satu minggu.
kedalaman 3 mm. Bagian lensa yang sensitif terhadap perawat, maupun radiografer. Bandana ini berisi satu
radiasi pengion berada pada kedalaman 3 mm TLD yang diletakkan di bagian tengah.
sehingga kedalaman inilah yang dipilih untuk Pengambilan data dilakukan di instalasi cathlab
pengukuran dosis lensa mata [13]. RS A dan RS B saat terdapat tindakan. Pemantauan
SOCA Dosimeter merupakan dosimeter mata selama satu minggu dilakukan oleh 15 staf cathlab
dengan menggunakan detektor CaSO4:Dy disk dan yang terdiri dari 6 dokter, 6 perawat, dan 3
lapisan Teflon PTFE 2 mm yang setara dengan radiografer. Sementara pemantauan per prosedur
jaringan 3 mm. Adapun karakteristik dari SOCA dilakukan dengan 4 prosedur berbeda, yaitu selective
Dosimeter secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel nerve block (SNB), embolisasi, percutaneous
2. SOCA Dosimeter ini telah dikalibrasi di coronary intervention (PCI), dan coronary
laboratorium Dosimetri Standar Sekunder (SSDL) angiography (CAG) yang terdiri dari dokter, perawat
Nuklir Malaysia sesuai ISO 12794 (2000) [17]. (scrub dan sirkuler), dan radiografer.
71
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75
Pemakaian pelindung dapat mereduksi radiasi yang yang sedang belajar, dokter tersebut biasanya akan
mengenai mata hingga 97%, bergantung pada berdiri di dekat scrub. Namun, dokter ini posisinya
ketebalan dan jenis pelindung yang digunakan [3]. juga akan berpindah-pindah di sekitar dokter utama
Besarnya dosis yang diterima staf cathlab ini ataupun sirkuler. Sementara perawat scrub tambahan
terjadi karena beberapa hal, antara lain pelindung seperti yang ada pada prosedur PCI dan CAG
mata seperti kacamata timbal yang jarang digunakan, biasanya berdiri di sebelah staf nomor 2.
lamanya waktu fluoroskopi, jumlah tindakan yang Berdasarkan Tabel 3 di atas, rentang dosis lensa
dilakukan per minggu, serta adanya radiasi hamburan mata Hp(3) yang diterima pekerja bervariasi mulai
dari ruangan cathlab. Dari 15 staf yang memakai dari 0,033 – 0,393 mSv dengan dosis lensa mata
SOCA dosimeter, hanya ada tiga staf (dokter) yang terbesar diterima oleh perawat scrub dari tindakan
rutin memakai kacamata timbal, yaitu dokter 2, embolisasi dan dosis rata-rata terendah diperoleh
dokter 4, dan dokter 5. Ada beberapa prosedur seperti sirkuler dari tindakan CAG. Jadi, berdasarkan
elektrofisiologi dan beberapa keadaan rumit yang penelitian ini dokter tidak selalu mendapat dosis
menyebabkan waktu fluoroskopi yang panjang. paling besar di antara staf cathlab lain. Pada beberapa
Biasanya terdapat 25 – 30 tindakan yang dilakukan prosedur seperti SNB dan embolisasi, dokter
setiap hari dengan satu staf biasanya ikut dalam 3 – 5 mendapat dosis yang lebih kecil dibandingkan scrub
tindakan setiap harinya. Selain itu, biasanya beberapa karena menggunakan kacamata timbal. Namun, pada
ruang operasi tidak tertutup dengan sempurna dan prosedur PCI dan CAG dokter mendapat dosis paling
kebanyakan staf memakai SOCA dosimeter selama besar dibandingkan scrub, sirkuler, dan radiografer
berada di instalasi cathlab, tidak hanya saat tindakan karena hanya menggunakan ceiling shielding tanpa
berlangsung. Oleh karena itu, staf dapat terpapar kacamata timbal. Ini menunjukkan bahwa jarak
radiasi tambahan yang menyebabkan besarnya dosis merupakan salah satu faktor yang memengaruhi dosis
lensa. lensa mata yang diterima staf cathlab. Namun, ada
faktor lain yaitu penggunaan alat proteksi seperti
Pemantauan Per Prosedur kacamata timbal yang dapat menurunkan dosis lensa
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat mata tersebut. Pada penelitian ini, kacamata timbal
empat prosedur berbeda dengan total sebanyak 9 hanya rutin digunakan oleh dokter pada prosedur
prosedur seperti yang tertera pada Tabel 3 di bawah. SNB dan embolisasi.
Keempat prosedur tersebut terdiri dari SNB (selective Pada prosedur SNB dan embolisasi, perawat
nerve block), embolisasi, PCI (percutaneous scrub mendapat dosis yang lebih besar dibandingkan
coronary intervention), dan CAG (coronary dokter karena dokter utama menggunakan pelindung
angiography). mata berupa ceiling shielding dan kacamata timbal.
Jumlah staf yang terlibat pada setiap prosedur Terlebih biasanya staf cathlab selain dokter jarang
berbeda-beda. Pada prosedur SNB, staf cathlab yang memakai kacamata timbal. Ceiling shielding ini
terlibat terdiri dari 1 dokter, 1 scrub, 1 sirkuler, dan 1 biasanya terpasang pada C-arm dan hanya
radiografer. Pada prosedur embolisasi, staf cathlab melindungi dokter utama. Tanpa penggunaan ceiling
yang terlibat terdiri dari 2 dokter, 1 scrub, 1 sirkuler, shielding, dosis lensa mata yang diterima scrub bisa
dan 1 radiografer. Dokter pertama merupakan dokter hampir sama dengan dosis lensa mata dokter utama
utama dan dokter kedua merupakan dokter yang [18].
sedang belajar. Sementara pada prosedur PCI dan Berdasarkan studi yang dilakukan Omar et al.
CAG, staf cathlab yang terlibat terdiri dari 1 dokter, [19], dokter untuk prosedur PCI dan CAG mendapat
2 scrub, 1 sirkuler, dan 1 radiografer. dosis lensa mata sebesar 0,066 mSv, sementara scrub
dan sirkuler mendapat dosis sebesar 0,0057 mSv per
prosedur. Studi yang dilakukan Szumska et al. [20]
dosis lensa mata dokter, perawat, dan teknisi untuk
prosedur CAG, yaitu 0,018 mSv, 0,008 mSv, dan
0,007 mSv. Sementara dosis lensa mata dokter,
perawat, dan teknisi untuk prosedur PCI, yaitu 0,032
mSv, 0,016 mSv, dan 0,008 mSv. Studi yang
dilakukan Hiswara et al. [21] menunjukkan dosis
lensa mata rata-rata dokter, perawat, dan radiografer
berturut-turut pada prosedur PCI, yaitu 0,0818 mSv,
0,0759 mSv, dan 0,0974 mSv. Dosis lensa mata yang
Gambar 1. Gambaran posisi staf cathlab selama tindakan didapatkan untuk prosedur PCI dan CAG pada studi
berlangsung. yang dilakukan Omar, Szumska, dan Hiswara lebih
rendah dibandingkan pada Tabel 3.
Pada Gambar 1 di atas merupakan gambaran Pada prosedur embolisasi, dosis lensa per
posisi dari staf cathlab. Pada nomor 1 menunjukkan prosedur yang didapatkan dokter yaitu 0,13 mSv,
dokter utama, nomor 2 merupakan scrub, nomor 3 scrub 0,038 mSv dan sirkuler 0,011 mSv studi yang
yaitu sirkuler, dan nomor 4 adalah radiografer. Jadi, dilakukan Omar et al. Sementara dosis lensa mata
dokter utama akan lebih dekat dengan tabung sinar-
X diikuti oleh perawat scrub. Sementara perawat
sirkuler biasanya berdiri di pojok ruangan, di dekat
lemari perlengkapan operasi. Jika terdapat dokter
72
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75
dari studi Hiswara et al. untuk dokter, perawat, dan dari 2010 hingga 2013 dengan waktu kerja di cathlab
radiografer berturut-turut, yaitu 0,1187 mSv, 0,0190 pada rentang 5 – 17 tahun, dokter dan staf pendukung
mSv, dan 0,1201 mSv. Dosis lensa mata prosedur seperti perawat dan radiografer berisiko tinggi
embolisasi pada studi yang dilakukan Omar dan menderita posterior subcapsular cataracts (PSC)
Hiswara lebih kecil dibandingkan pada Tabel 3. [22]. Studi Vano et al. [23] menunjukkan dari 116
Faktor yang menyebabkan perbedaan nilai dosis staf, terdapat 22 dokter dan 12 perawat yang
lensa mata pada beberapa studi, yaitu kompleksitas mengalami perubahan lensa PSC. Studi yang
prosedur, pengalaman operator, peralatan pelindung dilakukan Ciraj-Bjelac et al. [24] menunjukkan dari
yang digunakan, dan pengaturan paparan. 52 staf, terdapat 26 staf yang terdiri dari 16 dokter
dan 10 perawat yang mengalami perubahan lensa
Estimasi Dosis Lensa Mata Tahunan PSC. Kemudian Vano et al. [25] melakukan studi
Estimasi dosis lensa mata Hp(3) tahunan pada kembali pada 127 staf yang terdiri dari dokter dan
pemantauan selama satu minggu berdasarkan nilai perawat/teknisi. Dari 127 staf ini, 27 dokter dan 29
dosis lensa mata yang didapatkan kemudian perawat mengalami perubahan lensa mata PSC. Ini
dikalikan dengan 50 minggu kerja. Gambaran ini menunjukkan bahwa katarak dapat terjadi pada
merupakan gambaran kasar untuk perhitungan dosis pekerja radiasi dan pekerja radiasi berisiko
tahunan. Berdasarkan data Gambar 2 di bawah, mengalami katarak dini jika lensa mata mendapat
estimasi dosis tahunan staf cathlab bervariasi dari paparan radiasi yang tinggi.
5,379 – 82,079 mSv. Estimasi dosis lensa mata Estimasi dosis lensa mata Hp(3) tahunan pada
tahunan terbesar ini diterima oleh perawat 1 karena pemantauan per prosedur berdasarkan rata-rata dari
selama 5 hari pemantauan perawat 1 selalu berada di jumlah prosedur yang ada selama empat tahun
ruang tindakan. Terlihat pula bahwa terdapat banyak terakhir. Jumlah prosedur rata-rata dari setiap
staf yang dosis tahunannya melebihi nilai batas dosis prosedur ini akan dikalikan dengan nilai rata-rata
(NBD) lensa mata bagi pekerja radiasi, yaitu 20 mSv. dosis lensa mata Hp(3) yang diterima oleh staf
NBD ditunjukkan pada garis hitam horizontal pada cathlab.
Gambar 2. Hanya ada lima staf yaitu dokter 4, dokter Berdasarkan data Gambar 3 di atas, estimasi dosis
6, perawat 2, berawat 4, dan radiografer 2 yang masih lensa mata staf cathlab bervariasi dari 0,807 – 20,275
memenuhi NBD yang telah ditetapkan oleh mSv. Terdapat beberapa staf yang mendapatkan
BAPETEN. Terdapat beberapa faktor yang dosis lensa mata yang lebih besar dari 20 mSv, yaitu
menyebabkan tingginya dosis lensa mata yang dokter dan scrub pada prosedur PCI. Estimasi dosis
diterima staf cathlab, antara lain banyaknya prosedur lensa mata dokter dan scrub pada prosedur PCI yaitu
yang dilakukan per tahunnya, waktu fluoroskopi 20,275 mSv. Besarnya dosis lensa mata yang
prosedur yang panjang, kurangnya penggunaan diterima oleh staf cathlab yang melakukan prosedur
pelindung mata, dan adanya paparan tambahan saat PCI salah satunya karena banyaknya prosedur yang
bekerja seperti paparan dari ruang operasi yang tidak dilakukan setiap tahunnya. Jumlah prosedur PCI ini
tertutup sempurna. terus meningkat setiap tahunnya, bahkan pada tahun
Staf yang mendapat dosis lensa mata tinggi 2013 terdapat total 13897 prosedur PCI berdasarkan
berisiko menderita katarak sebagai respon jaringan Portuguese National Registry of Interventional
terhadap radiasi. Berdasarkan rekomendasi Cardiology [26]. Prosedur PCI banyak dilakukan
International Commission on Radiological karena efektif dalam menghilangkan gejala bahkan
Protection (ICRP), dosis ambang katarak untuk mengurangi kematian pada pasien penyakit jantung
paparan kronis lensa mata, yaitu 5 Gy dan paparan [27].
akut 0,5 – 2 Gy. Namun, pada tahun 2011 ICRP Jadi, estimasi dosis lensa mata tahunan staf pada
merekomendasikan dosis ambang katarak yang baru, pemantauan satu minggu masih banyak yang
yaitu 0,5 Gy. Berdasarkan studi yang telah dilakukan melebihi nilai batas dosis (NBD) yang telah
73
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75
ditetapkan BAPETEN. Sementara estimasi dosis NBD, yaitu 20 mSv/tahun, sehingga pemantauan
lensa mata tahunan dokter pada prosedur PCI dengan dosimeter lensa mata perlu dilakukan dan alat
melebihi NBD yang telah ditentukan. Namun, selain pelindung mata perlu digunakan untuk mereduksi
dokter pada prosedur PCI masih dalam NBD yang dosis lensa mata yang diterima.
telah ditentukan oleh BAPETEN. Berdasarkan
rekomendasi International Radiation Protection UCAPAN TERIMA KASIH
Association (2017), pemantauan berkala sudah mulai Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
harus dilakukan ketika dosis tahunan yang diterima orang yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini,
pekerja lebih dari 6 mSv. Pemantauan dilakukan khususnya staf cathlab, baik itu dokter, perawat,
dengan dosimeter yang diletakkan di kerah atau maupun radiografer, di rumah sakit A dan B serta
berupa bandana. NuklindoLab – Koperasi JKRL.
Ketika dosis tahunan yang diterima staf 3 – 6 mSv,
ceiling shielding harus digunakan atau jika tidak ada DAFTAR PUSTAKA
alat pelindung lainnya, maka harus [1] Bushong, S. C., Radiologic Science for
mempertimbangkan penggunaan kacamata Technologist Physics, Biology, and Protection
pelindung. Jika dosis tahunan lensa mata yang (tenth), Elsevier, 2013;
diterima staf lebih dari 6 mSv, maka penggunaan [2] WHO, WHO reveals leading causes of death
ceiling shielding dan kacamata pelindung harus and disability worldwide:2000 – 2019, 2020;
dipertimbangkan. Penggunaan ceiling shielding pun [3] WHO, WHO l st of priority medical devices for
harus dilatih agar penggunaannya optimal. Ceiling management of cardiovascular diseases and
shielding harus diposisikan dekat dengan kulit pasien diabetes. In WHO medical device technical
dan bidang x-ray agar lebih efektif. Perlindungan series, 2021;
yang baik akan didapatkan ketika ceiling shielding [4] Durán, A. et al., Recommendations for
diposisikan kembali seiring perubahan posisi dari occupational radiation protection in
tabung sinar-X atau pasien (IRPA, 2017). interventional cardiology. Catheterization and
Cardiovascular Interventions, 82(1);p. 29–42,
KESIMPULAN 2013;
Berdasarkan penelitian yang telah [5] Božović, P., Ciraj-Bjelac, O., & Petrović, J. S.
dilakukan, dosis lensa mata yang didapatkan dari Occupational Eye Lens Dose Estimated Using
pemantauan selama satu minggu berkisar antara Whole-Body Dosemeter in Interventional
0,094 – 1,430 mSv dengan dosis tertinggi diterima Cardiology and Radiology: A Monte Carlo
oleh perawat 1. Sementara pada pemantauan per Study. Radiation Protection Dosimetry,
prosedur terdiri dari empat prosedur yang berbeda, 185(2);p.135–142, 2019;.
yaitu selective nerve block (SNB), embolisasi, [6] Stabin, M. G. Radiation Protection and
percutaneous coronary intervention (PCI), dan Dosimetry. Springer Science+Business Media,
coronary angiography (CAG) dengan rentang dosis 2007;
dari 0,029 – 0,342 mSv dengan dosis lensa mata [7] Domienik, J., Brodecki, M., & Rusicka, D. A
terbesar diterima oleh scrub dari tindakan embolisasi study of the dose distribution in the region of the
dan dosis rata-rata terendah diperoleh sirkuler dari eye lens and extremities for staff working in
tindakan CAG. Perbedaan dosis lensa mata yang interventional cardiology. Radiation
diterima staf tergantung kompleksitas prosedur, Measurements, 47(2);p.130–138, 2012;
pengalaman operator, peralatan pelindung yang [8] Krisanachinda, A., Srimahachota, S., &
digunakan, dan pengaturan paparan. Matsubara, K., The current status of eye lens
Dosis tahunan yang diterima pekerja berdasarkan dose measurement in interventional cardiology
estimasi yang dilakukan masih banyak yang melebihi
74
R. Desinta, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 69-75
75
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83
e-mail: damanikmartua@yahoo.com
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.012
ABSTRAK. Telah dilakukan upaya monitoring paparan medik terhadap pasien tindakan pemeriksaan intervensi di Cathlab
untuk mengetahui nilai paparan medik dan efek radiasi erythema yang ditimbulkannya. Studi awal ini dilakukan dengan
metode retrospektif data total kerma, fluoro time dan jenis pemeriksaan dan estimasi dosis pasien Dose Area Product (DAP)
menggunakan X-ray intervensi merk GE Medical System dan Phillips Allura Xper FD20 periode 2019 hingga Mei 2022, di
Rumah Sakit Adam malik. Melakukan observasi pasien setelah tindakan pemeriksaan intervensi dengan memberikan
kuesioner ke dokter dan perawat sebagai monitoring tindakan intervensi. Mengukur kerma udara dalam jarak satu meter
dari sumber, kemudian dilakukan analisa data. Hasil yang diperoleh dari monitoring dosis pasien, nilai fluoro time dan total
kerma, berpotensi mengakibatkan eritema yang menurut referensi mengakibatkan efek stokastik dan non stokkastiik,
sehingga penting dilakukan pencatatan dosis pasien dan monitoring sebagai informasi kepada dokter dan perawat terhadap
efeknya. Kesimpulan didapatkan nilai Fluoro time dan total kerma berisiko langsung menurut referensi, yang selama ini
belum termonitoring dengan baik saat tindakan intervensi. Sebagai saran sesuai dengan regulasi Badan Pengawas Tenaga
Nuklir (BAPETEN), yang di rekomendasi oleh International Commission on Radiological Protection (ICRP) harus
menjaga keselamatan pasien dengan memonitoring langsung dan menginformasikan kepada dokter total dosis paparan
medik di Cathlab dan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
Kata kunci: Paparan Medik, Tindakan inetrvensi, Keselamatan Radiasi.
76
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83
77
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83
kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau dosis yang terakumulasi dalam 5 tahun tidak
pewarisan [5] boleh melebihi 100 mSv.
Dosis serap sebagai jumlah energi atau b. Dosis efektif sebesar 50 mSv dalam 1 tahun
banyaknya energi yang diserap oleh bahan persatuan tertentu. [6].
massa bahan itu. Jadi dosis serap merupakan ukuran Dosis ekuivalen pada prinsipnya adalah dosis
banyaknya energi yang diberikan oleh radiasi serap yang diberbobot yaitu dikalikan dengan faktor
pengion kepada medium. Satuan yang digunakan bobotnya. Faktor bobot radiasi ini dikaitkan dengan
satuan yaitu gray (Gy) dimana: 1 gray (Gy) = 1 kemampuan radiasi dalam membentuk pasangan ion
joule/g. Dengan demikian dapat diperoleh hubungan persatuan panjang lintasan, semakin banyak
1 gray = 100 Rad. Besaran dosis serap ini berlaku pasangan ion yang dapat dibentuk persatuan panjang
semua jenis bahan yang dikenainya. Secara lintasan, semakin besar pula nilai bobot radiasi itu.
matematis dosis serap dituliskan sebagai berikut: Dosis ekuivalen dalam organ T yang menerima
penyinaran radiasi R (HT.R) ditentukan melalui
D =dE/dm (1) persamaan:
78
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83
Kaidah keselamatan radiasi harus diperhatikan cedera akan berbentuk port sinar-X dan akan
dengan memastikan penggunaan radiasi pengion memiliki batas tegas. Bentuknya mungkin persegi
lebih mendatangkan manfaat daripada risiko aspek panjang atau lingkaran, tergantung pada jenis
pasien. Kemungkinan tindakan sebelum prosedur 7. Ingatlah bahwa tingkat dosis jauh lebih tinggi
meliputi: dan dosis terakumulasi jauh lebih cepat pada
• Mengurangi ukuran pasien sebelum prosedur; pasien besar.
• Dapatkan riwayat medis menyeluruh untuk 8. Lepaskan kisi-kisi selama prosedur pada
menentukan apakah pasien memiliki riwayat pasien kecil atau ketika penguat gambar tidak
penyakit sebelumnya prosedur terkait radiasi, dapat ditempatkan dekat dengan pasien.
seperti terapi radiasi atau prosedur intervensi 9. Jika dokter melakukan fluoroskopi dan me-
terpandu fluoroskopi sebelumnya; reset timer 5 menit berkali-kali (misalnya,
• Jika ada riwayat radiasi sebelumnya, periksa enam), pertimbangkan konsultasi prosedural
pasien untuk tanda-tanda perubahan kulit dengan anggota staf lain untuk meninjau
yang berhubungan dengan paparan radiasi dan kemajuan dan membantu dalam penyelesaian
rencanakan untuk menghindari iradiasi lebih prosedur yang cepat.
lanjut pada area tersebut, jika memungkinkan; 10. Pertimbangkan untuk mengubah sudut balok
• Tinjau riwayat medis pasien untuk kondisi menjadi an- situs kulit lain untuk menghindari
yang dapat meningkatkan sensitivitas radiasi, over-iradiasi a situs tunggal.
seperti penyakit kolagen vaskular seperti 11. Gunakan fitur pembatasan dosis khusus,
skleroderma, lupus eritematosus, dan penyakit seperti fluoroskopi berdenyut variabel hemat
jaringan ikat campuran, diabetes mellitus, dosis dan filtrasi tembaga berat yang
hipertiroidisme, dan homozigositas untuk merupakan perangkat lunak didorong untuk
ataksia telangiectasia, serta bahan kimia aplikasi yang sesuai.
tertentu dan farmasi; 12. Hindari penyinaran langsung di tempat masuk
• Inform consent tertulis diperoleh sebelum payudara wanita untuk mengurangi dikenal
prosedur intervensi dilakukan. ICRP risiko kanker yang diinduksi radiasi dalam
merekomendasikan bahwa pasien harus diberi rasio ini organ diosensitif.
konseling tentang risiko radiasi jika prosedur 13. Pastikan lengan tidak ada di jalur pancaran.
membawa risiko cedera yang signifikan. Lengan di balok hanya memaksa mesin untuk
Selama Prosedur dilakukan, dilaporkan secara menaikkan keluaran radiasi dan menurunkan
umum bahwa kurangnya sistem pemantauan dosis. kualitas gambar
Sebagian besar unit baru memiliki kuantitas dosis
dalam DAP, tidak memberikan informasi tentang Setelah Prosedur dilakukan, Koenig et al
dosis kulit di area pemeriksaan. Dosis kulit kumulatif mencatat bahwa dokter sering salah mendiagnosis
ini adalah perkiraan dari dosis total yang diberikan ke cedera akibat radiasi. Ketidakmampuan ini untuk
kulit, terlepas dari kekurangan kecil lainnya pada mengenali efek radiasi pada kulit telah menunda
jenis monitor ini, data akan terbukti menjadi kemampuan komunitas medis untuk tanggapi dengan
informasi yang berharga untuk dokter karena mereka tindakan tegas untuk membantu mengelola radiasi
akan memiliki data yang masuk akal. Untuk cedera tion. Pengetahuan bahwa prosedur tertentu
memantau dosis dari peralatan fluoroskopi yang tidak menyebabkan reaksi adalah kontrol kualitas yang
memiliki fitur pemantauan dosis menggunakan penting umpan balik untuk mengingatkan dokter
teknologi lain yang tersedia secara real time bahwa kulit radiasi dosis mendekati tingkat risiko
pemantauan, termasuk, pemantauan terkomputerisasi yang serius. Untuk ini Alasannya, pasien yang
dari faktor teknik dengan penilaian kumulatif dosis. menjalani prosedur kompleks yang memberikan
Selama prosedur dilakukan beberapa aturan dosis tinggi ke kulit harus diberi perhatian. untuk
umum untuk meminimalkan dosis kulit untuk pasien memeriksa pasien 2 sampai 3 minggu kemudian
meliputi: untuk setiap perubahan kulit, seperti kemerahan, dan
1. Pertahankan celah udara antara pasien dan laporkan acara kembali ke intervensionis.
penguat gambar seminimal mungkin kecuali Telah direkomendasikan oleh ICRP bahwa jika
perbesaran geometris penting untuk prosedur. perkiraan dosis kulit 3 Gy (300 rad) atau lebih
2. Gunakan jarak maksimum praktis antara kemungkinan catatan paparan harus disimpan. untuk
sumber sinar-X dan pasien (jika jarak antara prosedur yang kemungkinan akan diulang. Pelatihan
sumber dan penguat gambar terlalu jauh, hal Prosedur intervensi sangat perlu dilakukan untuk
ini dapat mempengaruhi kualitas gambar mengenali cedera radiasi dan perjalanan waktu
dengan meningkatkan kVp. munculnya klinis [13].
3. Gunakan bidang pandang terbesar (mode
perbesaran paling kecil) yang praktis. METODE
4. Berkolimasi dengan area yang diminati. Upaya monitoring paparan medik terhadap
5. Gunakan mode dosis dan laju dosis terendah pasien dilakukan di Cathlab Rumah Sakit Adam
praktis. Malik Medan. Metode yang dilakukan pada
6. Pastikan dokter terlatih dengan baik dalam penelitian ini adalah metode retrospektif, data
keterampilan teknis prosedur untuk pasti diambil dari audit dosisi periode tahun 2019 sampai
efisien, efektif dan hemat penggunaan radiasi, Mei 2022, dari pengamatan langsung monitor konsol
menjaga agar pancaran tetap tepat waktu Cathlab terdiri dari total kerma, fluoro time dan jenis
minimum. pemeriksaan modalitas fluoroskopi angiografi yang
digunakan merek GE dan Philips dan pengukuran
kerma udara sekunder dijarak 1 m dari sumber
80
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83
81
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83
82
M. Damanik, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 76-83
Grafik pada Gambar 6 menunjukkan bahwa tindakan menginformasikan kepada dokter total dosis paparan
PCI tidak berpotensi mengakibatkan cedera atau efek medik di Cathlab dan sebagai bahan referensi untuk
eritema. melakukan penelitian selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
[1] T. Shope, Food and
Drug Administration, USA, Internet Site.
Gambar 7. Grafik pemeriksaan DSA Head [2] Ü.Kara, I. Akkurt, Radiation Exposure of
Medical Staff in Interventional Radiology, Acta
Grafik pada Gambar 7, menunjukkan bahwa tindakan Physica Polonica A No 1 Vol.130, Turkey,
DSA Head tidak berpotensi mengakibatkan cedera 2016;
atau efek eritema, dimana nilai total kerma lebih kecil [3] M.Damanik, dkk, Studi Paparan Radiasi pada
dari 2 Gy. pekerja radiasi Cathlab dengan menggunakan
My dose mini sebagai upaya keselamatan
radiasi di RSUP Adam Malik Medan, Jupeten
Vol. 1, No 1, Juli 2021
[4] LK.Wagner, Radiation injury is a potentially
serious complication to fluoroscopically-guided
complex interventions, Biomed Imaging Interv
J. 2007 Apr-Jun; 3(2): e22.2007;
[5] Toto Trikasjono, dkk, Studi penerimaan dosis
eksterna pada pekerja radiasi di kawasan
batan. Yogyakarta. Sekolah tinggi teknologi
nuklir : Yogyakarta, 2008;.
[6] Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007,
tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan
Gambar 8. Grafik pemeriksaan Angiogram
Keamanan Sumber Radioaktif, 2007;
[7] A.B. Sugiratu M.A. Tasa, Analisis Dosis
Grafik pada Gambar 8 menunjukkan bahwa tindakan
Radiasi untuk Aplikasi Ruang Icu,
Angiogram tidak berpotensi mengakibatkan cedera
Makassar:Universitas Hasanuddin,2012
atau efek eritema, karena nilai kerma total di bawah
[8] Tecnical report series 457, Dosimetry in
nilai threshold skin entrance dose 2 Gy.
diagnostic radiology;An International code of
Dari grafik di atas (Gambar 3-8) menunjukkan
practice, IAEA
potensi dari setiap pemeriksaan tetap ada terhadap
[9] ICRP Publication 34, Protection of the patient
efek yang timbulkan oleh aparan medik, hal ini yang in diagnostic radiology, Pergamon Press, Vol.
membuat kita agar selalu memonitoring setiap
9, 1982;
tindakan intervensi yang dilakukan di Cathlab.
[10] L K Wagner, et all, Potential biological effects
following high X-ray dose interventional
KESIMPULAN
procedures , J Vasc Interv Radiol, Vol. 5(1):71-
Setiap tindakan intervensi sangat berisiko
84. January 1994;
terjadinya efek stokastik dan non stokastik. Efek
[11] Koenig TR, Wolff D, Mettler FA, et al: Skin
yang diakibatkan oleh tindakan intervensi seperti
Injuries from fluoroscopically guided
PAC, PA Penyadapan, PCI, DSA Head,Angiogram
procedures: Part 1, Characteristics
dan PAC-PCI dan yang lainnya, salah satunya adalah
[12] Vano et all, Skin radiation injuries following
eritema atau cedera kulit maka perlu dilakukan
repeated coronary angioplasty procedures. Brit
monitoring dan evaluasi karena efek ini adalah
J Radiol 74:1023-1031, 2001
langsung yang terjadi ketika sudah mendapat dosis 2
[13] Fred A, et all, Radiation Injuries after
Gy.
Fluoroscopic Procedures, Elsevier Science
Sebagai saran harus menjaga keselamatan pasien
(USA), 2002.
dengan memonitoring langsung dan
83
Z. Arifin, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 84-87
e-mail: zaenalarifin@fisika.fsm.undip.ac.id
DOI: 10.53862/SSI.v2.072022.013
ABSTRAK. Penerapan budaya keselamatan perlu diterapkan oleh tenaga kesehatan untuk pemeriksaan diagnostik
payudara dengan pesawat sinar-X mamografi walaupun faktor eksposi cukup rendah dibanding modalitas lainnya. Tujuan
penelitian ini untuk memastikan penerapan budaya keselamatan dalam pengoperasian pemeriksaan mamografi. Metode
penelitian dengan melakukan pengukuran paparan radiasi hambur dengan surveymeter dengan faktor eksposi tegangan 28
kV, 20 mAS mode Mo/Mo di sekitar kiri dan kanan bilik operator pada ruangan maografi dari berkas primer dengan variasi
jarak 150 cm- 210 cm dan ketinggian 50 cm, 100 cm dan 160 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi operator
pemeriksaan mamografi harus tepat di balik kaca Pb ruang operator, karena begitu abai tidak pada posisi tepat dibalik kaca
Pb dan tidak menggunakan alat pelindung diri maka akan mendapatkan potensi laju dosis dari 11,7 µSv/h – 24,6 µSv/h.
Rekomendasi terkait prosedur tersebut perlu perbaikan dengan memberikan tanda pijakan kaki di balik meja operator dan
alternatif pemindahan ruang operator. Penerapan budaya keselamatan antara lain komitmen, prosedur, tindakan konservatif,
simulasi tindakan bahaya dan tidak aman dan perbaikan terus menerus yang di kawal partisipasi aktif oleh
BAPETEN, manajemen rumah sakit sebagai bentuk bagian tanggung jawab pemegang ijin untuk perlindungan para pekerja
radiasi.
Kata kunci, budaya keselamatan, potensi radiasi, mamografi
ABSTRACT. A safety culture needs to be applied by health workers for breast diagnostic examinations with x-ray
mammography, even though the exposure factor is relatively low compared to other modalities. This study aimed to ensure
the application of a safety culture in the operation of mammography examinations. The research method is to measure the
scattering radiation exposure with a survey meter and a voltage exposure factor of 28 kV, 20 mAS, Mo/Mo mode around
the left and right of the operator's booth in the mammography room from the primary beam with a distance variation of
150 cm- 210 cm and a height of 50 cm, 100 cm, and 160 cm. The results showed that the position of the mammography
examination operator must be right behind the Pb glass in the operator's room because if you ignore it, you are not in the
correct position behind the Pb glass and do not use personal protective equipment, you will get the potential for exposure
to scattered radiation from 11.7 – 24.6 µSv/h. Recommendations related to the procedure need improvement by providing
a footmark behind the operator's desk and an alternative to moving the operator's station. Implementing a safety culture
includes commitments, strategies, conservative actions, simulation of hazards and unsafe acts, and continuous
improvement, which active participation by the regulatory body and hospital management as part of the permit holder's
responsibility for protecting radiation workers.
Keywords: safety culture, radiation potential, mammography, management
84
Z. Arifin, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 84-87
pengendalian maka harus dilakukan penelitian pekerjanya. Potensi penerimaan paparan radiasi
kepastian penerapan budaya keselamatan. Evaluasi berlebih oleh pekerja radiasi di ruangan mamografi
dan perbaikan perlu dilakukan sebagai tindak lanjut sangat mungkin karena pekerja radiasi bekerja dalam
bila ditemukan potensi penerimaan paparan radiasi suatu ruangan yang sama saat melakukan
pada operasi normal yang melebihi nilai batas dosis pemeriksaan. Di dalam ruangan mamografi tersebut
yang diizinkan oleh badan pengawas. Perbaikan yang merupakan daerah pengendalian dan prosedur
perlu dilaksanakan dengan benar dan baik oleh semua pengunaan pesawat sinar-X harus dipastikan jaminan
pihak antara lain pemegang izin, pekerja radiasi dan keselamatan pekerja radiasi dan meminimalkan
badan pengawas bisa memastikan kembali dokumen penerimaan paparan kerja.
pada program proteksi dan keselamatan radiasi. Pemegang izin perlu memastikan fase
pengembangan dan penguatan budaya keselamatan
DASAR TEORI yang harus dijalankan dan dipantau secara rutin.
Pesawat mamografi menggunakan sinar-X Langkah-langkah untuk menciptakan budaya
berenergi rendah yang dapat memberikan kejelasan keselamatan antara lain mendapatkan komitmen di
citra terbaik pada jaringan payudara, namun setiap tingkatan organisasi, mulai pimpinan hingga
penyerapan yang tinggi menghasilkan dosis radiasi pelaksana pekerja di instalasi radiologi. Penggunaan
yang lebih tinggi dan waktu paparan yang lebih lama. prosedur yang sederhana, jelas dan dapat digunakan
Pesawat mamografi harus mampu meningkatkan sehari-hari. Prosedur perlu dilakukan pengkajian
sensitivitas kontras, mengurangi dosis, dan ulang setiap periode tertentu untuk memastikan
menyediakan resolusi spasial yang diperlukan untuk perbaikan dan perkembangan terbaru.
menggambarkan mikroklasifikasi, sehingga Tindakan konservatif dengan pendekatan STAR
dibutuhkan beberapa perbedaan pada peralatan (Stop, Think, Act, Review) untuk setiap hal yang bisa
pesawat mamografi [2]. membahayakan dari keselamatan radiasi dan
Pesawat mamografi terdiri dari tabung sinar-X melakukan tindakan perbaikan dengan tujuan
dan reseptor gambar yang dipasang pada sisi yang meningkatankan keselamatan radiasi. Simulasi
berlawanan pada rakitan (Gambar 1). Dalam tindakan bahaya (tidak aman) dan kedaruratan
mamografi sistem disusun agar sinar penyinaran dalam hal keselamatan radiasi, ini perlu dilaksanakan
yang dihasilkan “menyerempet” dinding dada pasien. untuk meningkatkan kemampuan respon tanggap
Jika dipusatkan di atas payudara, beberapa jaringan darurat para pekerja radiasi dan diatur oleh
di dekat dinding dada akan diproyeksikan di dalam manajemen sesuai dengan urutan prosedur dan
pasien di mana itu tidak dapat direkam. Radiasi yang pemantauan atau kaji ulang prosedur secara periodik.
meninggalkan tabung sinar-X akan melewati filter, Simulasi kejadian kecil hingga hal-hal yang tidak
kolimator, dan plat kompresi payudara [3]. terduga perlu dilakukan untuk memastikan juga
prosedur penangananan keadaan darurat tersebut.
Perbaikan adalah proses berkelanjutan untuk
penguatan budaya keselamatan radiasi dengan
melakukan perbandingan kinerja baik diri sendiri,
orang lain dan tim lain untuk menjadi bahan
pengawasan terhadap hal-hal berkaitan penerapan
budaya keselamatan baik untuk sumber daya
manusia, sumber daya sarana prasarana dan sistem
budaya keselamatan internal radiologi maupun
rumah sakit [4].
METODE
Metode penelitian ini melakukan evaluasi
terhadap penerapan budaya keselamatan dengan
memperhatikan langkah-langkah budaya
keselamatan penggunaan pesawat sinar-X antara lain
Gambar 1. Set up Pesawat Mamografi komitmen, prosedur, tindakan konservatif, simulasi
potensi bahaya radiasi dan perbaikan atau tindak
Pekerja radiasi dalam pemanfaatan sinar-X lanjut. Peralatan yang digunakan adalah pesawat
radiologi diagnostik sangat diperhatikan potensi sinar-X mamografi, survey meter, mistar, dan alat
penerimaan paparan radiasi, karena kesehatan dan pelindung diri. Data yang diambil antara lain jarak
keselamatan pekerja radiasi merupakan bagian pengukuran 1,6 dan 2 meter dengan faktor eksposi
penting dalam pelaksanaan pekerjaan. Pekerja radiasi tegangan 28 kV dan 50 mA pada variasi ketinggian
memiliki batasan penerimaan maksimal yang boleh 50 cm, 100 cm, dan 160 cm disebelah kanan dan kiri
diterima oleh pekerja radiasi dalam operasi normal bilik operator.
selama setahun. Peraturan Badan Pengawas Tenaga Pengukuran laju paparan radiasi sisi kanan dan
Nuklir (BAPETEN) memberikan nilai batas dosis kiri bilik operator dan dibalik bilik operator dan laju
maksimal yang boleh diterima pekerja radiasi. paparan radiasi latar. Analisa data yang diperoleh
Prosedur pengoperasian penggunaan pesawat sinar-x dengan membandingkan nilai laju paparan pada
perlu memperhatikan jaminan keselamatan pekerja setiap posisi ketinggian dan jarak dari sumber sinar-
radiasi dan meminimalkan paparan radiasi bagi X dan bilik operator dan batasan nilai batas dosis.
85
Z. Arifin, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 84-87
86
Z. Arifin, dkk Prosiding Seminar Si-INTAN (2022), Vol. 2, No.1, pp. 84-87
perlindungan terhadap pekerja radiasi akan dirasakan radiasi dari komitmen hingga perbaikan
betul sehingga kesehatan dan keselamatan bisa berkelanjutan.
terwujud paripurna hingga setelah pekerja radiasi
pensiun. DAFTAR PUSTAKA
Peran BAPETEN turut andil dalam penerapan [1] Badan Pengawas Tenaga Nuklir, 2020,
budaya keselamatan di rumah sakit saat inspeksi rutin Peraturan BAPETEN No 4 Tahun 2020 tentang
dapat memberi kajian yang lebih mendalam pada Keselamatan Radiasi dalam penggunaan
desain-desain yang sudah ada untuk dilakukan telaah pesawat sinar-X dalam radiologi diagnostik dan
potensi-potensi penerimaan radiasi berlebih pakerja intervensional, BAPETEN,Jakarta
radiasi. [2] Badan Pengawas Tenaga Nuklir, 2013,
Peraturan BAPETEN No 4 Tahun 2013 tentang
KESIMPULAN Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam
Penerapan budaya keselamatan oleh pemegang Pemanfaatan Tenaga Nuklir, BAPETEN,
ijin dan pekerja radiasi dalam melaksanakan Jakarta
pekerjaan penggunaan pesawat sinar-X mamografi [3] Bushberg, J. T., Seibert, J. A., Leidholdt, E.M.,
antara lain dengan memastikan berjalannya & Boone, J.M. 2002. The Essensial Physics of
komitmen, prosedur, tindakan konservatif dan Medical Imaging (Third Edition ed.).
perbaikan berkelanjutan sangat diperlukan secara Philadelphia, PA, USA: Lippincott Willians &
terus menerus. Salah satu rekomendasi perbaikan Wilkins.
pada penerapan budaya keselamatan antara lain [4] Shroy, R. E. Jr., Van Lysel, M.S., Yaffe,M. J.
pemakaian alat pelindung diri (topi timbal, apron), 2000. “X-Ray”. The BiomedicalEngineering
pemberian stiker/tanda posisi pijakan kaki di balik Handbook (Second Edition ed). Joseph D.
bilik operator dan alternatif lainnya pemindahan Bronzino Boca Raton: CRC Press LLC.
ruang operator yang dapat menjadi tindak lanjut [5] IAEA,2002. Key practical issues in
penerapan budaya keselamatan khususnya ruang strengthening safety culture : INSAG-15 a
pesawat sinar-X mamografi. report by the International Nuclear Safety
Peran manajemen RS dan BAPETEN serta Addvisory Group. — Vienna : International
pekerja radiasi dalam penerapan budaya keselamatan Atomic Energy Agency, 2002.
87