Anda di halaman 1dari 80

Skripsi Fisika

ANALISIS RESOLUSI KONTRAS CITRA CT SCAN MENGGUNAKAN

PHANTOM AMERICAN COLLEGE OF RADIOLOGY (ACR)

HASNANI

H211 13 017

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
HALAMAN JUDUL

ANALISIS RESOLUSI KONTRAS CITRA CT SCAN

MENGGUNAKAN PHANTOM AMERICAN COLLEGE OF

RADIOLOGY (ACR)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Untuk Memenuhi Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Pada Departemen Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin

OLEH :

HASNANI

H211 13 017

DEPARTEMENT FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

i
ii
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil

karya saya sendiri dalam batas tertentu dibantu oleh pihak pembimbing, dan

semua sumber baik yang dikutip maupunyang dirujuk telah saya nyatakan dengan

benar. Bila kemudian hari ternyata saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi yang telah ditetapkan oleh FMIPA UNHAS Makassar.

Yang membuat

pernyataan

HASNANI

iii
ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Universitas


Hasanuddin tentang resolusi kontras citra CT Scan menggunakan Phantom
American College Of Radiology (ACR). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk menentukan nilai resolusi kontras tinggi dan nilai resolusi kontras rendah
serta menentukan pengaruh ketebalan terhadap nilai resolusi kontras. Penelitian
dilakukan bersifat eksprimen yaitu dengan memvariasikan ketebalan slice (3 mm,
5 mm, 8 mm, dan 10 mm), faktor eksposi 120 kVp dan 100 mAs dengan waktu
scanning 2 detik, serta ROI berbentuk lingkaran dengan ukuran 2-3 cm untuk
menentukan nilai resolusi kontras rendah. Hasil yang didapatkan menunjukkan
bahwa nilai resolusi kontras tinggi pada ketebalan slice yang berbeda-beda yaitu
6 lp/cm dengan nilai lolos uji ≥ 6 lp/cm, sedangkan nilai resolusi kontras rendah
didapatkan yaitu; 1,58; 1,66; 1,97; 2,65 dengan nilai lolos uji > 1. Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa nilai resolusi kontras tinggi tidak mempengaruhi
ketebalan slice, sedangkan nilai resolusi kontras rendah mempengaruhi ketebalan
slice.

Kata kunci : CT Scan, Ketebalan Slice, Resolusi Kontras Rendah, Resolusi


Kontras Tinggi, Phantom ACR, ROI, Nilai Lolos Uji.

iv
ABSTRACT

The research has been conducted in Radiology Installation Hasanuddin University


Hospital on resolution contrast of CT scan image using Phantom American
College of Radiology (ACR). This research aimed to determine high resolution
contrast value and low resolution contrast value and to determine the effect of
slice thickness on resolution contrast value. The research was experimental which
was by varying slice thickness (3 mm, 5 mm, 8 mm, and 10 mm), exposure factor
120 kVp and 100 mAs with scanning time 2 second, and circle-shaped ROI with
the size of 2-3 cm to determine low resolution contrast value. The result showed
that high resolution contrast value on different slice thickness is 6 lp/cm with test
value ≥ 6 lp/cm, whilst low resolution contrast value obtained are; 1,58; 1,66;
1,97; 2,65 with test value > 1. The result showed that high resolution contrast
value did not affect the thickness of slice, whilst low resolution contrast value did
affect the thickness of slice.

Keywords: Slice Thickness, Low Resolution Contrast, High Resolution Contrast,


Phantom ACR, ROI, Test Value.

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Resolusi Kontras Citra CT

Scan menggunakan Phantom Amrerican College Of Radiology (ACR)”. Skripsi

ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada

Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Hasanuddin.

Dalam penyelesaian skripsi penulis mengalami berbagai hambatan dan menyadari

bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini terjadi karena kelemahan

dan keterbatasan yang dimiliki penulis. Puji syukur hambatan dapat teratasi tentu

tidak lepas dari dukungan, doa, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.

Kewajiban penulis dengan segala kerendahan hati untuk menghaturkan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya terkhusus kepada ibunda I Nanno yang selalu

berdoa dalam setiap nafasnya dan senantiasa memberi motivasi serta dukungan,

dan untuk kakak tercinta Sumarni, Suriani, Asriani serta keluarga yang

senantiasa memberi bantuan baik secara moril dan materil. Penulis juga ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada.

1. Ibu Dra.Hj.Bidayatul Armynah, MT. dan Bapak Dr. Bualkar Abdullah,

M. Eng. Sc. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan waktunya

untuk membimbing, mendukung, dan memberi saran-saran kepada penulis

dalam menyelesaikan skiripsi ini.

2. Bapak Dr. Arifin, MT. selaku ketua Departemen Fisika FMIPA UNHAS

vi
3. Pak Eko Juarlin, S.Si.,M.Si selaku penasehat akademik yang telah memberi

nasehat selama menempuh studi.

4. Kak Mulyadin, S.Si, selaku pembimbing lapangan selama penelitian di

RSUH Makassar yang telah banyak meluangkan waktunya dan memberi saran

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

5. Bapak Drs.Bangsawan BJ,M.Si , Bapak Dr. Paulus Lobo Gareso, M.sc dan

Bapak Prof. Dr. Syamsir Dewang, M. Eng. Sc. sebagai tim penguji skripsi

fisika yang telah banyak memberikan masukan dan saran-saran demi

kesempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam yang telah mendidik dan membagi ilmunya kepada penulis.

7. Seluruh Staf akademik Departemen Fisika dan Fakultas MIPA yang dengan

senang hati membantu penulis dalam menyelesaikan urusan-urusan akademik.

8. Basri, Hikmah, Desi Aulia Reski, Ramlah, Syamsidar, Nurhidayah dan

Dewi Rahastri yang telah membantu dalam proses penelitian ini.

9. Teman seperjuangan PKL di RSPAD Gatot Soebroto Ramlah, ,S.Si, Nur

Asni, S.Si, Astrid Nur Nubuwah, S.Si, Stiva Yulianti Azhar, S.Si, dan Ardi

Armawan Syah

10. Teman-teman alumni SMPN 1 Tellu Limpo’E dan SMAN 1 Tellu Limpo’E

yang masih ada sampai saat ini terima kasih untuk persahabatan dan canda

tawanya.

vii
11. Teman-teman Departemen Fisika dan Geofisika angkatan 2013 yang tidak

bisa saya sebutkan satu-satu terima kasih untuk persahabatan dan canda tawa

selama penulis menempuh studi.

12. Teman KKN Gel.93 Keluruhan Panreng Kec. Baranti Kab.Sidrap, Nunu,

Aulia, Kk Wail, Bunga, Ria yang telah menjadi keluarga baru dan

memberikan kenangan selama KKN.

13. Semua pihak yang membantu penulis baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam seluruh proses perkuliahan di Universitas Hasanuddin

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu

kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan. Akhir kata

penulis mengharapkan semoga peneltian ini dapat berguna dan bermanfaat bagi

penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Makassar, November

2017

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................... iii

ABSTRAK ..................................................................................................... iv

ABSTRACT .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

I.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

I.2 Ruang Lingkup .............................................................................. 3

I.3 Tujuan ............................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5

ix
II.1 Konsep Dasar, Setting, dan Komponen CT Scan ......................... 5

II.2 Aspek Fisika Pencitraan Computed Tomography Scan ............... 9

II. 2. 1 Proses Akuisisi Citra ............................................................... 9

II. 2. 2 Proses Rekontruksi Gambar CT Scan ................................... 10

II. 2. 2. 1 Sampling ............................................................................ 11

II. 2. 2. 2 Kuantitasi ........................................................................... 14

II.3 Kualitas Citra Computed Tomography Scan .............................. 18

II.3.1 Spatial Resolusi ....................................................................... 18

II.3.2 Kontras Resolusi ...................................................................... 19

II.4 Phantom ACR Akreditasi CT .................................................... 19

II.5 Evaluasi Citra Phantom ACR ..................................................... 21

II. 5. 1 Modul 1 – Ketebalan Slice .................................................... 21

II. 5.2 Modul 2 – Resolusi Kontras Rendah ..................................... 21

II. 5. 3 Modul 4 – Resolusi Kontras Tinggi ...................................... 23

BAB III METODE PENELITIAN................................................................ 24

III.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 24

III.2 Alat dan Bahan .......................................................................... 24

x
III.3 Prosedur Penelitian.................................................................... 25

III.4 Bagan Alur Penelitian .............................................................. 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 29

BAB V PENUTUP ....................................................................................... 43

V.1 Kesimpulan .............................................................................. 43

V.2 Saran ........................................................................................ 43

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 45

LAMPIRAN

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Pesawat CT Scan ....................................................................... 6

Gambar II.2 Bagan Prinsip Kerja CT Scan .................................................... 6

Gambar II.3 Skema dasar data Akuisisi pada CT Scan ............................... 10

Gambar II.4 Contoh proses akuisisi citra digital ........................................... 11

Gambar II.5 Tahap pembentukan citra analog ke digital dalam proses sampling

12

Gambar II. 6 Hubungan antara elemen gambar dan elemen matriks ............ 12

Gambar II. 7 Proses kuantisasi yang dihasilkan oleh peralatan digital CT Scan

16

Gambar II. 8. Phantom ACR ......................................................................... 20

Gambar II. 9. Modul Phantom ACR ............................................................. 20

Gambar II.10 Modul 1 – Ketebalan slice ...................................................... 21

Gambar II. 11 Modul 2 – Resolusi Kontras Rendah ..................................... 22

Gambar II.12 Modul 4 – Resolusi Kontras Tinggi ........................................ 23

Gambar III. 1 Pesawat CT Scan .................................................................... 24

Gambar III. 2 Phantom ACR (Gammex) ...................................................... 25

Gambar III. 3 Bagan Alur Penelitian ........................................................... 28

xii
Gambar IV.1 Hasil citra CT Scan resolusi kontras tinggi dengan variasi ketebalan

irisan (a) slice 3 mm, (b) slice 5 mm, (c) slice 8 mm, (d) slice 10

mm ...........................................................................................31

Gambar IV.2 Hasil citra CT Scan kesesuaian tebal slice dengan variasi ketebalan

irisan (a) slice 3 mm, (b) slice 5 mm, (c) slice 8 mm, (d) slice 10

mm ...................................................................................... .. 32

Gambar IV.3 Hasil citra CT Scan resolusi kontras rendah dengan variasi

ketebalan irisan(a) slice 3 mm, (b) slice 5 mm, (c) slice 8 mm, (d)

slice 10 mm ............................................................................ 34

Gambar IV.4 Grafik nilai resolusi kontras tinggi ...................................... .. 37

Gambar IV.5 Grafik nilai kesesuaian tebal slice ......................................... .. 38

Gambar IV.4 Grafik nilai resolusi kontras rendah ..................................... .. 39

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel III.1 Nilai parameter scanning yang baku pada layar monitor CT Scan..

....................................................................................................................... 27

Tabel IV.1 Nilai kualitas citra CT Scan pada tebal slice 3 mm .................... 34

Tabel IV.2 Nilai kualitas citra CT Scan pada tebal slice 5 mm .................... 35

Tabel IV.3 Nilai kualitas citra CT Scan pada tebal slice 8 mm ..................... 35

Tabel IV.4 Nilai kualitas citra CT Scan pada tebal slice 10 mm ................... 36

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Tes phantom dan Kalibrasi pesawat CT Scan

Lampiran II : Pengaturan area scanning pada phantom

Lampiran III : Resolusi Kontras Tinggi

Lampiran IV : Kesesuaian tebal slice

Lampiran V : Resolusi Kontras Rendah

Lampiran VI : Curiculum Vitae

Surat Izin Peminjaman Alat

Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data

Kartu Kontrol

Surat Keterangan Perbaikan Skripsi

Nilai Seminar I dan II

xv
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Teknologi pencitraan CT Scan (Computed Tomography Scanning) diperkenalkan

pertama kali pada tahun 1972 oleh Sir Godfrey New Bold Hounsfield dan Allan

Cormack. CT Scan pertama diproduksi oleh EMI Mark 1, dengan resolusi gambar

menggunakan matriks 80 x 80 pixel, tiap pasang irisan membutuhkan waktu 4,5

menit tiap scannya. Disebabkan oleh karena lamanya pemeriksaan sehingga tidak

mampu untuk melakukan pemeriksaaan jantung (cardiac) dan sistem pernafasan

(respiratory). CT Scan generasi pertama ini hanya mampu melakukan

pemeriksaan kepala (otak) saja[1].

Pemeriksaan menggunakan CT Scan bertujuan untuk mengetahui ada atau

tidaknya suatu kelainan pada organ tubuh manusia dengan menggunakan radiasi

pengion terutama sinar-X, tanpa harus melakukan pembedahan sehingga didapat

hasil diagnosis yang lebih optimal. Selain memberikan dampak positif bagi

kehidupan manusia dan perkembangan ilmu kesehatan, CT Scan juga memberikan

dampak negatif bagi pasien yang menggunakan alat ini yaitu adanya radiasi

pengion[2].

CT Scan merupakan suatu sistem pencitraan medis yang cukup kompleks

sehingga terdapat resiko terjadinya kesalahan kalibrasi, kegagalan fungsi sistem

pembangkit dan deteksi sinar-X. Karena itu, pesawat CT Scan memerlukan

1
program QC (quality control) untuk menjamin kualitas citra CT Scan dengan

tetap menjaga dosis masih berada di bawah batas yang diijinkan[3].

Program quality control pada pemakaian pesawat CT Scan menggunakan

phantom ACR terdiri atas 4 modul. Modul 1 digunakan untuk menilai posisi dan

keselarasan, akurasi nomor CT, dan ketebalan slice. Modul 2 digunakan untuk

menilai resolusi kontras rendah dan memiliki serangkaian silinder dengan

diameter yang berbeda, semuanya memiliki perbedaan 0,6% (6 HU). Modul 3

terdiri dari bahan seragam yang setara dengan jaringan untuk menilai

keseragaman CT number. Modul 4 digunakan untuk menilai resolusi kontras

tinggi (spasial). Ini berisi delapan bar. Pola resolusi: 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 12

lp/cm. Munculnya karakter evaluasi citra bergantung pada bagian tubuh yang di

scan[4].

Telah dilakukan penelitian sebelumnya tentang beberapa faktor yang

mempengaruhi nilai resolusi kontras. Saleha, (2011) tentang pengaruh pemilihan

parameter teknis ketebalan irisan mulai 2 mm, 3 mm, 5 mm, 7 mm, dan 10 mm

serta pengaruh pemilihan rekontruksi algorithma untuk smooth, algorithma

standard, dan algorithma edge pada pesawat CT Scan dengan menggunakan uji

One Way Anova yang dilanjutkan dengan metode Tukey, menyatakan bahwa

terdapat pengaruh pemilihan parameter tebal potongan irisan (slice thickness) dan

rekontruksi algoritma terhadap kualitas citra CT Scan. Nasrul Rahim, (2015)

tentang pengaruh pemilihan parameter kualitas gambar dari hasil rekontruksi

teknik besar sudut pandang (FOV) dan ukuran matriks 34 mm, 33 mm, 32 mm,

dan 31 pada aspek pemeriksaan CT Scan abdomen, gambar informasi dan

2
volume objek menggunakan variabel deskriptif yang dilanjutkan dengan uji

statistik SPSS 17 dengan menggunakan Crussal Wallis, menyatakan bahwa

terdapat pengaruh pemilihan teknik besar sudut pandang (FOV) dan ukuran

matriks untuk meningkatkan kualitas citra CT Scan.

Penelitian mengenai CT Scan dan penggunaan phantom ACR dilakukan oleh

Syidar, (2017). Syidar melakukan analisis akurasi dan keseragaman

CT number dari citra CT Scan (modul 1 dan 3). Dari penelitian yang dilakukan

belum membahas resolusi kontras dari citra CT Scan (modul 2 dan 4). Phantom

yang digunakan pada penelitian ini sama dengan phantom yang digunakan oleh

Syidar. Pada penelitian ini dilakukan pemililihan variasi tebal slice yaitu tebal

potongan gambar yang dihasilkan untuk setiap pemeriksaan. Ukuran tebal slice

yang dihasilkan dapat diatur pada perangkat komputer sesuai kebutuhan

diagnosis.

Dengan latar belakang tersebut diatas penulis melakukan penelitian berjudul

“Analisis Resolusi Kontras Pada Citra CT Scan Menggunakan Phantom

American College Of Radiology (ACR)”.

I.2 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin instalasi

radiologi, dibatasi pada analisis nilai resolusi kontras tinggi dan resolusi kontras

rendah dari citra CT Scan menggunakan phantom ACR, dengan menggunakan

metode scan satu rotasi dalam waktu satu detik dengan tegangan tabung 120 kVp

3
dan tebal irisan 3, 5 mm, 8 mm, dan 10 mm. Karakteristik citra hasil pengolahan

yang dievaluasi meliputi : resolusi kontras tinggi dan resolusi kontras rendah.

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Menentukan nilai resolusi kontras citra CT Scan terhadap variasi ketebalan

slice.

b. Menganalisis nilai resolusi kontras citra CT Scan terhadap variasi

ketebalan slice.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Konsep Dasar, Setting, dan komponen CT Scan

Pesawat CT-Scan (Computed Tomography Scanner) merupakan teknik

pengambilan citra dari suatu objek tubuh secara irisan aksial dengan cara berkas

sinar-X mengintari objek. Sinar-X mengalami proses atenuasi (pelemahan) oleh

karena proses absorbsi dan hamburan (scattering) setelah menembus objek akan

di tangkap oleh dektektor yang posisinya berhadapan dengan sumber sinar X dan

terletak di belakang objek. Berkas sinar-X yang di tangkap oleh detektor di ubah

dalam bentuk pulsa listrik, yang akhirnya oleh ADC (Analog Digital Converter)

di ubah dalam data digital. Selanjutnya data tersebut di kirim ke komputer melalui

proses matematika, data-data tersebut direkontruksi dan di tampilkan kembali

pada layar monitor berupa citra dengan skala keabuan (greyscale image)[5].

Pesawat CT Scan saat ini menjadi alat bantu pencitraan medik yang berdaya guna

tinggi dan dengan kemampuan yang selalu dan semakin berkembang. Baik dari

segi kualitas, gambar, keamanan dosis radiasi dan akurasi pemeriksaan atau

pengukuran[6].

Keberadaan software ini tentunya sangat membantu dunia kedokteran secara

keseluruhan dan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat yang

membutuhkannya. Cara kerja pesawat CT Scan yang secara sederhana dapat

dijelaskan pada gambar berikut :

5
Gambar II.1 Pesawat CT-Scan

Gambar II.2 Bagan Prinsip Kerja CT Scan[11].

6
Sebuah sistem CT Scan terdiri dari beberapa komponen yaitu,

a. Sistem pemindai (Scan System) terdiri dari :

1. Unit distribusi daya listrik

2. Generator

3. Tabung Sinar X

4. Detektor

5. Sistem pengukuran data

6. Sistem pengendali putaran gantry

7. Sistem meja / table pasien

8. Sistem pendingin

b. Meja Pemeriksaan.

c. Unit komputer pengolah data, terdiri dari :

1. Sistem pengolahan data (Imaging System)

2. Sistem rekontruksi gambar IRS ( Imaging Recontruction System)

3. Sistem komputer pengendali ICS ( Imaging Consul System )

4. Komputer pengerjaaan post processing ( Work station System )

d. Konsul pengendali, terdiri dari :

1. Sistem kontrol/kendali (Control System )

2. Beberapa sistem pengendali mikro yamg mengendalikan masing-

masing komponen CT Scan dan seluruh sistem ini bekerja dibawah

koordinasi sistem komputer pengendali (ICS) sebagai pengendali

utama.

7
Peningkatan resolusi gambar banyak sekali mengalami perkembangan, sampai

saat ini resolusi gambar telah mencapai 0,24 mm sehingga detail gambar dan

akurasi pemeriksaan dapat lebih akurat dan mendapatkan pencitraan tubuh yang

baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pengembangan teknologi tabung Sinar-X

berukuran kecil sehingga mampu berputar dengan sangat cepat (0,33 detik/rotasi),

selain memiliki kemampuan membuang panas sebesar-besarnya untuk

menghindari overheating. Teknologi tabung sinar-X ini dinamakan STRATON

Tube X Ray.

Bahkan dewasa ini telah ditepuh berbagai upaya untuk mengurangi resiko dan

efek samping yang ditimbulkan pada pemeriksaan CT Scan terhadap pasien,

terobosan teknologinya saat ini dapat dilihat dengan adanya software pengaturan

auto MAS (Care Dose), penambahan shield/ kolimator pada sistem tabung X-ray,

dan MAS detektor yang di buat dari bahan yang memiliki efektifitas penyerapan

sinar X-ray, waktu after glow yang pendek dan ukuran yang kecil sehingga dapat

mendapatkan informasi pixel dengan resolusi tinggi. Material detektor dari inti

keramik yang bermutu tinggi dikenal dengan nama UFC (Ultra Fast Ceramic).

Keunggulan lain CT Scan adalah dapat menilai bermacam-macam derajat keabuan

(density) struktur organ tubuh manusia, misalnya bila tulang yang unsur

penyusunnya kalsium atau fosfor ataupun organ lain dalam tubuh yang nomor

atomnya tinggi akan menghasilkan citra sinar-X yang lebih terang (hiperdens)

disebabkan oleh penyerapan sinar-X yang lebih besar. Sedangkan struktur lain

yang memberikan citra yang lebih gelap (hypodens), demikian pula jika nilai

8
penyerapan sinar-X yang relatif sama dengan struktur disekitarnya akan

memberikan citra yang dinamakan isodens[7].

II.2 Aspek Fisika Pencitraan Computed Tomography Scan

Citra adalah suatu representasi (gambar), kemiripan atau imitasi dari suatu objek.

Ditinjau dari segi jenisnya, citra terbagi atas dua bagian, yaitu : Citra analog, dan

citra digital. Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu. Citra analog tidak

dapat direpresentasikan dalam computer, proses konversi analog dihasilkan dari

alat-alat analog, seperti CT Scan, webcam, sensor rontgen untuk foto thorax,

sensor gelombang pendek pada sistem radar, sensor ultrasound pada sistem USG

dan lain-lain.

Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh computer, citra digital disebut

juga citra diskrit. Metode transmisi sinar-X dalam pencitraan CT Scan atau

projection ada dua, yaitu proyeksi geometri parallel (parallel beam geometry

projection) dan proyeksi geometri kipas (fan beam geometry projection). Teknik

pencitraan CT Scan yang sekarang berkembang adalah teknik geometri kipas.

Satu potongan irisan citra atau image CT Scan di dapat dari hasil pengelohan data

sebesar 800 rays dari 1000 sudut proyeksi. Sehingga total data transmisi sinar-X

yang diolah hampir mencapai 800.000 data[1].

II.2.1 Proses Akuisisi Citra

Proses akuisisi citra CT Scan diawali oleh proses pengumpulan data awal yang

akan diolah komputer dikenal demgan istilah akuisisi (aquisition). Tabung sinar X

berotasi 360º mengelilingi tubuh pasien untuk mengumpulkan data satu irisan

(slice) tunggal. Pengukuran data dari transmisi tunggal dilakukan oleh perangkat

9
detektor dalam satu waktu tertentu yang mengitari pasien dinamakan ray pada

orientasi tertentu, serangkaian seri transmisi sinar-X yang melewati pasien dalam

proses akuisisi tomografi inilah yang disebut projection atau view. Dalam teknik

spiral atau helical, pencitraan CT Scan dilakukan dengan pola irisan demi irisan

(slice by slice) dimana pengumpulan data dilakukan sekali dalam area scanning[6].

Gambar II.3 Skema dasar data Akuisisi pada CT Scan[8].

II.2.2 Proses Rekontruksi Gambar CT Scan

Proses rekonstruksi citra pada CT Scan adalah proses dimana melibatkan

beberapa jenis algoritma yang mengolah data nilai koefisian attenuasi linier dari

jaringan tubuh pasien (objek). Pada CT Scan generasi-generasi pertama ada dua

macam proses rekonstruksi proyeksi algoritma interative. Pada pesawat CT Scan

sekarang ini, kedua jenis rekonstruksi citra tersebut tidak digunakan lagi

disebabkan karena tidak menghasilkan citra yang tajam dari suatu objek. Proyeksi

10
balik juga menghasilkan cacat pada citra atau image yang dikenal dengan istilah

Striking Artefact dengan tingkat kepadatan yang tinggi[6].

Gambar II.4 Contoh proses akuisisi citra digital[8].


a) objek yang diambil gambarnya. b) Sumber cahaya. c) sistem pencitraan
(imaging). d) Bidang citra. e) Citra digital

Pencitraan adalah proses untuk menstransformasikan citra analog menjadi citra

digital. Proses mengubah citra analog menjadi citra digital disebut digitalisasi

citra, yaitu digitalisasi spasial yang disebut juga sampling (penerokan) dan

digitalisasi intensitas yang disebut sebagai kuantisasi[6].

II.2.2.1 Sampling

Sampling adalah proses transformasi citra continu menjadi citra digital dengan

cara membagi citra analog (kontinu) menjadi M kolom dan N baris sehingga

menjadi citra diskrit. Semakin besar nilai M dan N, semakin halus citra yang di

hasilkan dan artinya resolusi citra semakin tinggi. Persilangan antara baris dan

kolom tertentu disebut piksel. Sedang elemen terkecil (titik 0 untuk menampilkan

objek atau gambar pada grafik komputer 3D disebut Voxel.

11
Gambar II.5 Tahap pembentukan citra analog ke digital data proses sampling[9].

a) citra anlog b) citra analog disampling menjadi 14 baris dan 12 kolom c)


citra digital hasil sampling berukuran 14 x 12 piksel

Gambar II.6 Hubungan antara elemen gambar dan elemen matriks[9].

12
Terdapat perbedaan antara koordinat gambar yang di scanner dengan koordinat

matriks (hasil digitalisasi).Titik asal (0,0) pada gambar dan elemen (0,0) pada matriks

tidaklah sama. Koordinat x dan y pada gambar dimulai dari sudut kiri bawah, sedangkan

penomoran piksel pada matriks dimulai dari sudut kiri atas.

Dalam hal ini,

i=x,0≤i≤N–1

j = (M – y) , 0 ≤ j ≤ M – 1

x = Dx / N increment

y = Dy / M increment

N = jumlah maksimum pixel dalam satu baris

M = jumlah maksimum pixel dalam satu kolom

Dx = lebar gambar (dalam inchi)

Dy = tinggi gambar (dalam inchi)

Beberapa referensi menggunakan (1,1) ketimbang (0,0) sebagai koordinat elemen

pertama di dalam matriks.

Elemen (i, j) di dalam matriks menyatakan rata-rata intensitas cahaya pada area

citra yang direpresentasikan oleh pixel. Untuk memudahkan implementasi, jumlah

terokan biasanya diasumsikan perpangkatan dari dua, yaitu:

N = 2n ......................................................................................... (II.1)

Dalam hal ini,

N = jumlah penerokan pada suatu baris/kolom

n = bilangan bulat positif

13
Pembagian gambar menjadi ukuran tertentu menentukan resolusi (yaitu derajat

rincian yang dapat dilihat) spasial yang diperoleh. Semakin tinggi resolusinya,

yang berarti semakin kecil ukuran pixel (atau semakin banyak jumlah pixel-nya),

semakin halus gambar yang diperoleh karena informasi yang hilang akibat

pengelompokan derajat keabuan pada penerokan semakin kecil.

II.2.2.2 Kuantisasi

Langkah selanjutnya setelah proses penerokan adalah kuantisasi. Proses kuantisasi

membagi skala keabuan (0, L) menjadi G buah level yang dinyatakan dengan

suatu harga bilangan bulat (integer), biasanya G diambil perpangkatan

dari 2, yaitu :

G = 2m ........................................................................................ (II.2)

yang dalam hal ini,

G = derajat keabuan

m = bilangan bulat positif

Skala Keabuan Rentang Nilai Keabuan Pixel Depth

21 (2 nilai) 0, 1 1 bit

22 (4 nilai) 0 sampai 7 2 bit

23 (16 nilai) 0 sampai 15 3 bit

28 (256 nilai) 0 sampai 255 8 bit

Hitam dinyatakan dengan nilai derajat keabuan terendah, yaitu 0, sedangkan putih

dinyatakan dengan nilai derajat keabuan tertinggi, misalnya 15 untuk 16 level.

Jumlah bit yang dibutuhkan untuk merepresentasikan nilai keabuan piksel disebut

kedalaman piksel (pixel depth). Citra digital sering diasosiasikan dengan

14
kedalaman pikselnya. Jadi, citra dengan kedalaman 8 bit disebut juga citra 8-bit

(atau citra 256 warna).

Pada kebanyakan aplikasi, citra hitam-putih dikuantisasi pada 256 level dan

membutuhkan 1 byte (8 bit) untuk representasi setiap pikselnya (G = 256 = 28 ).

Citra biner (binary image) hanya dikuantisasi pada dua leve l: 0 dan 1. Tiap piksel

pada citra biner cukup direpresentasikan dengan 1 bit, yang mana bit 0 berarti

hitam dan bit 1 berarti putih.

Besarnya daerah derajat keabuan yang digunakan menentukan resolusi kecerahan

dari gambar yang diperoleh. Sebagai contoh, jika digunakan 3 bit untuk

menyimpan harga bilangan bulat, maka jumlah derajat keabuan yang diperoleh

hanya 8, jika digunakan 4 bit, maka derajat keabuan yang diperoleh adalah 16

buah. Semakin banyak jumlah derajat keabuan (berarti jumlah bit kuantisasinya

makin banyak), semakin bagus gambar yang diperoleh karena kemenerusan

derajat keabuan akan semakin tinggi sehingga mendekati citra aslinya.

Warna sebuah citra digital ditentukan oleh besarnya intentitas cahaya yang di

tangkap oleh sensor. Sedangkan skala intentitas cahaya dialam ini (gradasi

intentitas analog) tidak terbatas, yang bisa menghasilkan warna dengan jumlah

yang tak terhingga. Sayangnya sampai saat ini belum ada satu sensor pun yang

mampu menangkap seluruh gradasi warna tersebut. Keterbatasan inilah yang

mengharuskan kita membuat gradasi warna sesuai dengan kebutuhan[10].

Transformasi intensitas analog yang bersifat kontinu kedaerah intentitas diskrit

disebut kuantitasi. Perhatikan tampilan selanjutnya :

15
Gambar II.7. Proses kuantisasi yang dihasilkan oleh peralatan digital CT Scan[10]

Misalnya besarnya memori yang digunakan untuk menyimpan warna adalah 3 bit

maka gradasi warna citra analog gambar diatas yang seharusnya mempunyai

jumlah gradasi warna yang tak terhingga), hanya diwakili oleh gradasi warna 3 bit

ini, kemudian dilakukan kuantisasi untuk setiap piksel. Warna tiap-tiap piksel

disesuaikan dengan gradasi warna yang disediakan oleh memori.

Setelah tiap-tiap piksel dikuantisasi, nilai-nilai intensitas diperoleh seperti berikut:

7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
7 7 0 0 7 7 7 7 7 7 7
7 7 0 0 0 7 7 7 7 7 7
7 0 0 0 0 7 7 7 7 7 7
7 0 0 2 4 7 7 7 7 7 7
7 0 3 4 4 4 7 7 7 7 7
7 0 3 5 5 4 4 0 7 7 7
7 0 3 5 5 4 4 0 0 7 7
7 0 3 2 4 0 0 0 0 7 7
7 0 0 0 0 0 0 0 0 7 7
7 7 0 0 0 0 0 0 7 7 7
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7

Dari hasil tersebut, citra digital yang disimpan memori hanyalah nilai-nilai

intentitas ini, yang berbentuk matriks berukuran 14 baris x 11 kolom :

16
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
7 7 0 0 7 7 7 7 7 7 7
7 7 0 0 0 7 7 7 7 7 7
7 0 0 0 0 7 7 7 7 7 7
7 0 0 2 4 7 7 7 7 7 7
7 0 3 4 4 4 7 7 7 7 7
7 0 3 5 5 4 4 0 7 7 7
7 0 3 5 5 4 4 0 0 7 7
7 0 3 2 4 0 0 0 0 7 7
7 0 0 0 0 0 0 0 0 7 7
7 7 0 0 0 0 0 0 7 7 7
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7

Bila citra digital tersebut ditulis dalam bentuk matematis sebagai fungsi (x,y),

maka :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 y (baris)
2 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
3 7 7 0 0 7 7 7 7 7 7 7 f(3,10) = 7
4 7 7 0 0 0 7 7 7 7 7 7
5 7 0 0 0 0 7 7 7 7 7 7
6 7 0 0 2 4 7 7 7 7 7 7 f(6,5) = 4
7 7 0 3 4 4 4 7 7 7 7 7
8 7 0 3 5 5 4 4 0 7 7 7 f(8,5) = 5
9 7 0 3 5 5 4 4 0 0 7 7
10 7 0 3 2 4 0 0 0 0 7 7 f(10,4) = 2
11 7 0 0 0 0 0 0 0 0 7 7
12 7 7 0 0 0 0 0 0 7 7 7 f(12,8) = 0
13
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
14
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7

x (kolom)

Sebagai contoh, f (3, 10) = 7 artinya piksel di titik (3, 10) mempunyai nilai

intensitas sebesar 7, f (6, 5) = 4 artinya piksel di titik (6, 5) mempunyai nilai

intensitas 4, dan seterusnya.

17
II.3 Kualitas citra Computed Tomograhy Scan

Kualitas citra pada CT Scan bergantung pada beberapa parameter kualitas

karakteristik citra. Secara essensial terdapat beberapa karakteristik citra yang

menentukan baik buruknya kualitas citra. Menurut Spwals, karakteristik tersebut

adalah spatial resolusi, kontras resolusi, noise, dan artifact (cacat gambar), Setiap

karakteristik secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya proses

rekontruksi citra, geometri, pergerakan objek, subjek kontras, teknik kontras film,

reseptor, ukuran focal spot dan penglihatan observer (dokter ahli radiologi).

Robb dan Morin mengemukakan teori tentang faktor yang mempengaruhi

kualitas citra pada CT Scan adalah x-ray beam characteristics, dosis radiasi,

transmisi sinar-X sewaktu menembus material, ketebalan potongan irisan (slice

thikness), radiasi hambur, effisiensi konversi data analog ke digital (ADC),

ukuran piksel, rekonstruksi algorithma dan resolusi CRT[5].

II.3.1 Spatial Resolusi

Spatial resolusi citra CT Scan didefinisikan sebagai kemampuan sistem CT Scan

untuk mendapatkan objek yang berukuran kecil dengan densitas berbeda pada

latar belakang yang sama. Spatial resolusi dipengaruhi oleh.[1]

1. Faktor Geometri

Faktor geometri adalah faktor yang berhubungan langsung dengan proses

data akuisisi, antara lain ukuran dan kemampuan detektor, slice thikhness

dan ukuran focal spot.

2. Rekontruksi algoritma/ filter kernel

18
Spatial resolusi dipengaruhi juga oleh bentuk dan rekontruksi algoritma.

Dibandingkan dengan filter jaringan lunak yang memiliki spatial resolusi

yang lebih rendah, maka spatial resolusi yang baik adalah resolusi pada

tulang.

II.3.2 Kontras Resolusi

Kontras resolusi disebut juga tissue resolution atau low contrast resolution,

dimana resolusi jenis ini merupakan kemampuan suatu sistem pencitraan untuk

memperlihatkan perubahan atau perbedaan terkecil dari kontras subjek (tissue

contrast) dengan variasi nilai kerapatan yang sangat rendah (2 - 3 mm). Oleh

Hounsfield (1978) kontras resolusi ini dikenal pula dengan nama sensitivity of

system, karena dapat mendeteksi densitas (perbedaan kerapatan objek) berkisar

kurang dari 1% ( 0,25 % - 0,5% ) bila di bandingkan dengan radiografi

konvensional yang hanya berkisar 10 % (Curyy, 1990), tergantung tipe

scannernya.

Faktor yang mempengaruhi kontras resolusi adalah mAS (miliampere second,

arus tabung), dosis radiasi, piksel size, (FOV), ketebalan irisan (slice thickness),

filter rekontruksi, ukuran pasien, kecepatan rotasi gantry[1].

II.4 Phantom ACR Akreditasi CT

Phantom ACR akreditasi CT (phantom Gammex 464) adalah sebuah phantom

padat yang berisi empat modul, dan terbuat dari bahan yang setara dengan air.

Setiap modul berdiameter 4 cm dan berdiameter 20 cm. Ada tanda pelurusan

eksternal yang dicoret dan dicat putih (untuk merefleksikan lampu pelurus) pada

setiap modul untuk memungkinkan pemantulan phantom di sumbu axial (sumbu

19
z, kranial / kaudal), koronal (sumbu y, anterior / posterior), dan sagital

(sumbu x, kiri / kanan) arah. Ada juga tanda "HEAD", "FOOT" dan "TOP" pada

phantom untuk membantu penentuan posisi[12].

Gambar II.8 Phantom ACR

Gambar II.9 Modul phantom ACR

a) posisi dan keselarasan, akurasi nomor CT, dan ketebalan slice b) resolusi
kontras rendah c) keseragaman CT number d) resolusi kontras tinggi

20
II.5 Evaluasi Citra Phantom ACR

II.5.1 Modul 1 - Ketebalan Slice

Modul 1 digunakan untuk penentuan ketebalan slice, menggunakan ketebalan set

slice untuk mengukur ketebalannya. Untuk menentukan ketebalan, menghitung

jumlah kabel dilihat di atas atau bawah dan dibagi menjadi dua. Langkah ini

diulang untuk ketebalan slice 5, 8, 10 mm, selanjutnya mencatat ketebalan slice

diukur pada lembar data .

a. Tebal Slice = Jumlah line pier/2

b. ∆𝒔𝒍𝒊𝒄𝒆 ≤ 𝟎. 𝟓 𝒎𝒎

Gambar II.10 Modul 1- ketebalan slice

II.5.2 Modul 2 - Resolusi Kontras Rendah

Modul 2 digunakan untuk menilai resolusi kontras rendah. Modul ini terdiri dari

serangkaian silinder dengan diameter yang berbeda, semuanya memiliki

perbedaan 0,6% (6 HU) dari bahan latar belakang yang memiliki nilai CT rata-rata

sekitar 90 HU. Kontras silinder ke latar belakang independen, Ada empat silinder

21
untuk masing-masing diameter berikut: 2 mm, 3 mm, 4 mm, 5 mm dan 6 mm.

Ruang antara masing-masing silinder sama dengan diameter silinder. Sebuah

silinder 25 mm disertakan untuk memverifikasi tingkat kontras dari silinder ke

latar belakang dan untuk menilai rasio kontras terhadap noise. ROI ditempatkan di

atas silinder besar (diameter 25 mm) dan antara silinder besar dan silinder 6

mm[12,13].

Kontras resolusi rendah (CNR) dihitung dengan rumus :

CNR = A – B/SD ......................................................................... (II.3)

Dalam hal ini,

A = Merekam sinyal ROI di dalam silinder 25 mm (target)

B = Merekam sinyal ROI di luar silinder 25 mm (Latar belakang)

SD = Standar Deviasi dari ROI di luar silinder 25 mm

Gambar II.11. Modul 2 – Resolusi Kontras Rendah

22
II.5.3 Modul 4 - Resolusi Kontras Tinggi

Modul 4 digunakan untuk menilai resolusi kontras tinggi (spasial). Ini berisi

delapan bar. Pola resolusi: 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 12 lp / cm, masing-masing

sesuai dengan area persegi 15 mm x 15 mm.

Nilai Lolos Uji / Evaluasi :

Nilai lolos uji : ≥ 6 lp/cm

Gambar II.12 Modul 4 – Resolusi Kontras tinggi

23
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli - Agustus 2017, di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar, Jl Perintis Kemerdekaan Km 11

Makassar

III.2 Alat dan Bahan

III.2.1 Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah

1. Pesawat CT Scan

Spesifikasi alat CT Scan yang digunakan dalam penelitian

a. Merk Alat : Siemens

b. Type/model : 8402062

c. s/n tabung : 666421176

Gambar III.1 Pesawat CT Scan

24
III.2.2 Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah

1. Phantom American College Of Radiology (ACR)

- Merk : Gammex

- Type/ Type : 1-800-Gammex 1

Gambar III.2 Phantom ACR

III.3 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini melakukan pengujian langsung dengan menggunakan

objek phantom ACR sebagai berikut :

1. Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu mempersiapkan peralatan

yang digunakan untuk penelitian berupa phantom ACR. Head holder

disiapkan untuk menempatkan phantom di tengah gantry. Pesawat CT

Scan dihidupkan dan dilakukan pemanasan atau warming up dengan cara

melakukan scanning.

2. Setelah pesawat CT Scan dilakukan pemanasan maka dipastikan dapat

digunakan untuk penelitian. Phantom ditempatkan pada head holder dan

25
diposisikan pada meja pemeriksaan dan tepat pada pertengahan gantry,

dengan panduan sinar laser (aligment system). Atur sinar aksial pada garis

circumferential section 1, berikutnya mengatur sinar koronal pada garis

horizontal pada kedua sisi phantom dan mengatur sinar digital (yang

ditembakkan ke bagian atas phantom), berhimpit dengan garis vertikal

bagian permukaan dengan phantom.

3. Dilakukan scan satu rotasi pada 120 kVp, 2 second dan tebal slice 3

mm, 5 mm, 8 mm dan 10 mm.

4. U n t u k resolusi kontras tinggi dipilih gambar yang sesuai.

5. Dilakukan pengamatan terhadap citra pada layar monitor, diamati berapa

nilai lp/cm (line pair/cm) terkecil yang dapat ditunjukkan.

Nilai Lolos Uji / Evaluasi :

Nilai lolos uji : ≥ 6 lp/cm

6. Untuk Kesesuaian Slicethikness dipilih gambar yang sesuai.

7. Diamati gambar yang muncul pada monitor

8. Dihitung line pier yang utuh pada bagian atas dan bawah

Nilai Lolos Uji / Evaluasi :

a. Tebal Slice = Jumlah line pier/2

b. ∆𝒔𝒍𝒊𝒄𝒆 ≤ 𝟎. 𝟓 𝒎𝒎

9. Untuk resolusi kontras rendah di pilih gambar yang sesuai

10. Dibuat ROI antara lingkaran besar dan lingkaran kecil

11. Dibuat ROI lingkaran yang paling kecil

12. Dicatat nilai CT number dan noise pada semua ROI yang telah dibuat

26
13. Dianailisis nilai resolusi kontras tinggi, dan resolusi kontras rendah yang

telat dicatat.

Tabel III.1 Nilai parameter scanning yang baku pada layar monitor CT Scan.

Pengaturan Scanning Parameter Scanning Pengaturan rekontruksi


- Input data - kV = 120 - Field of view
- Penentuan Pergerakan - Waktu Scanning = 2 (FOV) = 25 cm
meja (Head first) detik - Matriks size = 512
- Pilihan protocol
- Nilai arus taung = X 512
pemeriksaan (Head)
- Single scan 100 mA

27
III.4 Alur Penelitian

Mulai

Persiapan Alat dan Bahan

Menghidupkan pesawat CT
Scan dan Warming Up

Pengaturan Phantom pada area


scanning (gantry)

Melakukan scanning
phantom ACR (Gammex)

Pengambilan Citra

Resolusi Kontras Tinggi Resolusi Kontras Rendah


rendah

Analisis

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar III.3 Alur Penelitian

28
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1 Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai resolusi kontras tinggi, kesesuian

tebal slice dan resolusi kontras rendah hasil citra CT Scan berdasarkan perubahan

ketebalan irisan (slice thickness) dengan parameter faktor ekspore arus tabung

(mA), waktu pemindaian (s), dan besar tegangan (kV) yang tetap. Objek

penelitian adalah phantom yang terbuat dari bahan yang setara dengan air dengan

diameter 20 cm. Pada phantom ini memiliki empat modul yang digunakan sebagai

objek untuk uji kesesuaian pada alat CT Scan. Pesawat CT Scan yang digunakan

pada penelitian ini adalah pesawat CT Scan Merk Siemens yang ada di Instalasi

radiologi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin.

Pengambilan data dilakukan dengan cara mengubah variasi parameter scanning

yang mempengaruhi nilai resolusi kontras tinggi, kesesuaian tebal slice, dan

resolusi kontras rendah, kemudian mengukur resolusi kontras tinggi berupa

pasangan garis (line pair) dijadikan acuan dalam menentukan resolusi, mengukur

kesesuaian tebal slice yang ditunjukkan jumlah kabel yang terlihat di bagian atas

atau bawah gambar dan dibagi menjadi dua, dan mengukur resolusi kontras

rendah yang ditunjukkan oleh ROI alat dengan objek phantom. ROI (Region of

Interest) adalah fasilitas software berupa program aplikasi pada komponen CT

Scan yang digunakan untuk penghitungan nilai CTN dan image noise, pada

monitor tampak pada tombol tools pilih untuk pengukuran ROI dan bentuknya

29
lingkaran. Sebelum dilakukan penelitian, dilakukan pemeriksaan pesawat untuk

memastikan bahwa kondisi scan parameter pada pesawat dalam keadaan siap

digunakan. Selain itu harus dipastikan bahwa pintu masuk ruang pemeriksaan

dalam keadaan tertutup rapat. Selanjutnya scan parameter diatur pada tegangan

tabung 120 kVp, arus tabung 100 mA, waktu scanning 2 second, dan tebal irisan

yang dipilih adalah 3 mm, 5 mm, 8 mm, dan 10 mm dengan Window Width 1300

dan Window Level 500 untuk resolusi kontras tinggi, Window Width 100 dan

Window Level 0 untuk kesesuaian tebal slice, Window Width 114 dan Window

Level 114 untuk resolusi kontras rendah.

Berikut adalah hasil citra CT Scan menggunakan Phantom ACR (Gammex)

1. Resolusi Kontras Tinggi dengan Tebal Slice 3 mm, 5 mm, 8 mm, 10 mm

(a)

(a)

30
v

(b)

(c)

(d)

Gambar IV.1. Hasil citra CT Scan resolusi kontras tinggi dengan variasi
ketebalan irisan (a) slice 3 mm, (b) slice 5 mm, (c) slice 8 mm, (d) slice 10 mm.

31
2. Kesesuaian Tebal Slice dengan Tebal Slice 3 mm, 5 mm, 8 mm, 10 mm

(a) (b)

(c) (d)

Gambar IV.2. Hasil citra CT Scan kesesuain tebal slice dengan variasi ketebalan
irisan (a) slice 3 mm, (b) slice 5 mm, (c) slice 8 mm, (d) slice 10 mm.

32
3. Resolusi Kontras Rendah dengan Tebal Slice 3 mm, 5 mm, 8 mm, 10 mm

(a)

(b)

(c)

33
(d)

Gambar IV.3. Hasil citra CT Scan resolusi kontras rendah dengan variasi
ketebalan irisan (a) slice 3 mm, (b) slice 5 mm, (c) slice 8 mm, (d) slice 10 mm.

Adapun hasil pengukuran nilai resolusi kontras tinggi, kesesuian tebal slice dan

resolusi kontras rendah dari Gambar IV.1 sampai VI.3 adalah seperti tabel berikut

Tabel IV.1 Nilai Kualitas Citra CT Scan pada tebal Slice 3 mm

a. Resolusi Kontras tinggi


Hasil Uji Nilai Lolos
Parameter Kesimpulan
lp/cm Uji
Resolusi Spasial 6 ≥ 6 lp/cm Sesuai
b. Kesesuaian tebal slice
Setting Hasil Uji ∆ Slice Nilai Lolos
Tipe Scan Kesimpulan
(mm) (mm) (mm) Uji
Atas 3 3 0 Sesuai
≤ 0,5 mm
Bawah 3 3 0 Sesuai
c. Resolusi Kontras Rendah
Hasil Uji Nilai Lolos
ROI CNR Kesimpulan
CTN Noise Uji
Dalam 83,2 5,0
1,58 >1 Sesuai
Luar 76,4 4,3

34
Tabel IV.2 Nilai Kualitas Citra CT Scan pada tebal Slice 5 mm

a. Resolusi Kontras tinggi


Hasil Uji Nilai
Parameter Kesimpulan
lp/cm Lolos Uji
Resolusi Spasial 6 ≥ 6 lp/cm Sesuai
b. Kesesuaian tebal slice
Hasil Uji ∆ Slice Nilai
Tipe Scan Setting (mm) Kesimpulan
(mm) (mm) Lolos Uji
Atas 5 5 0 Sesuai
≤ 0,5 mm
Bawah 5 5 0 Sesuai
c. Resolusi Kontras Rendah
Hasil Uji Nilai
ROI CNR Kesimpulan
CTN Noise Lolos Uji
Dalam 84,5 4
1,66 >1 Sesuai
Luar 78,2 3,8

Tabel IV.3 Nilai Kualitas Citra CT Scan pada tebal Slice 8 mm

a. Resolusi Kontras tinggi


Hasil Uji Nilai
Parameter Kesimpulan
lp/cm Lolos Uji
Resolusi Spasial 6 ≥ 6 lp/cm Sesuai
b. Kesesuaian tebal slice
Hasil Uji ∆ Slice Nilai
Tipe Scan Setting (mm) Kesimpulan
(mm) (mm) Lolos Uji
Atas 8 7,5 -0,5 Sesuai
≤ 0,5 mm
Bawah 8 7 -1 Sesuai
c. Resolusi Kontras Rendah
Nilai
Hasil Uji
ROI CNR Lolos Uji Kesimpulan
CTN Noise
Dalam 86,2 2,8
1,97 >1 Sesuai
Luar 79,9 3,2

35
Tabel IV.4. Nilai Kualitas Citra CT Scan pada tebal Slice 10 mm

a. Resolusi Kontras tinggi


Hasil Uji Nilai Lolos
Parameter Kesimpulan
lp/cm Uji
Resolusi Spasial 6 ≥ 6 lp/cm Sesuai
b. Kesesuaian tebal slice
Tipe Hasil Uji ∆ Slice Nilai
Setting (mm) Kesimpulan
Scan (mm) (mm) Lolos Uji
Atas 10 9,5 -0,5 Sesuai
≤ 0,5 mm
Bawah 10 9,5 -0,5 Sesuai
c. Resolusi Kontras Rendah
Hasil Uji Nilai
ROI CNR Kesimpulan
CTN Noise Lolos Uji
Dalam 80,7 2,8
2,65 >1 Sesuai
Luar 73,8 2,6

36
IV. 2 Pembahasan

1. Resolusi Kontras Tinggi

Gambar IV.1 merupakan citra yang digunakan untuk menilai solusi kontras

tinggi/resolusi spatial. Citra yang dihasilkan berisi delapan pola resolusi: 4, 5, 6,

7, 8, 9, 10 dan 12 lp / cm. Semakin banyaknya baris yang antara lubangnya

terpisah, menunjukkan bahwa semakin baik nilai resolusi spasial yang dihasilkan

oleh citra pada pesawat CT Scan. Hasil penelitian nilai resolusi kontras tinggi

dapat dilihat pada Gambar IV.4.

Resolusi Kontras Tinggi

Nilai Lolos Uji > 6 lp/cm


7
Resolusi Kontras Tinggi

3 6 9

Tebal Slice

Gambar IV.4 Grafik nilai resolusi kontras tinggi

Pada Gambar IV.4 menunjukkan bahwa hasil pengukuran nilai resolusi kontras

tinggi pada slice 3 mm, 5 mm, 8 mm, dan 10 mm yaitu untuk slice 3 = 6 lp/cm,

slice 5 = 6 lp/cm, slice 8 = 6 lp/cm, dam slice 10 = 6 lp/cm. Dalam hal ini tingkat

resolusi dari pesawat CT Scan yang digunakan yaitu 6 lp/cm, yang mana nilai

37
tersebut tidak melebihi batas toleransinya ≥ 6 lp/cm. Sehingga pesawat CT Scan

yang digunakan resolusinya masih baik dalam menghasilkan citra kontras tinggi.

2. Kesesuaian Tebal Slice

Gambar IV.2 merupakan citra yang digunakan untuk menilai kesesuian ketebalan

slice hasil pengukuran dengan nilai pada meja kontrol. Untuk menentukan

ketebalan, menghitung jumlah kabel dilihat di atas atau bawah dan dibagi menjadi

dua. Hasil penelitian nilai Kesesuaian tebal slice dapat dilihat pada Gambar IV.5.

10

7
Kesesuaian Tebal Slice

atas
6 bawah
5
slice atas
slice bawah
4

-1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tebal Slice

Gambar IV.5 Grafik nilai kesesuaian tebal slice

Pada Gambar IV.5 menunjukkan bahwa hasil pengukuran nilai kesesuaian

ketebalan slice 3 mm, 5 mm, 8 mm, dan 10 mm dengan nilai kesesuaian slice tipe

scan atas dan bawah yaitu untuk slice 3 mm = 3 mm dan 3 mm, slice 5 mm = 5

mm dan 5 mm, slice 8 = 7,5 mm dan 7 mm, dan slice 10 mm = 9,5 mm dan 9,5

mm. Sedangkan nilai ∆slice tipe scan atas dan bawah yaitu untuk slice 3 mm = 0,

38
slice 5 mm = 0, slice 8 = -0,5 mm dan -1 mm, dan slice 10 mm = -0,5 mm, yang

mana nilai tersebut tidak melebihi batas toleransinya ≤ 0,5 mm. Sehingga pesawat

CT Scan yang digunakan ketebalan slicenya masih baik dalam menghasilkan

citra.

3. Resolusi Kontras Rendah

Gambar IV.3 merupakan citra yang digunakan untuk menilai resolusi kontras

rendah. Ada empat silinder untuk masing-masing diameter: 2 mm, 3 mm, 4 mm, 5

mm dan 6 mm. Ruang antara masing-masing silinder sama dengan diameter

silinder. Sebuah silinder 25 mm disertakan untuk memverifikasi tingkat kontras

dari silinder ke latar belakang dan untuk menilai rasio kontras terhadap noise.

Pengukuran dilakukan dengan cara menghitung mean value dan standar deviasi di

dalam ROI yang diletakkan di tengah citra phantom. Hasil penelitian nilai resolusi

kontras rendah dapat dilihat pada Gambar IV.6

Gambar IV.6 Grafik nilai resolusi kontras rendah

39
Pada Gambar IV.6 menunjukkan bahwa nilai resolusi kontras rendah citra hasil

scan untuk ketebalan slice 3 mm, 5 mm, 8 mm, dan 10 mm yaitu untuk slice

3 mm = 1,58, slice 5 mm = 1,66, slice 8 mm = 1,97, dan slice 10 mm = 2,65, yang

mana nilai tersebut tidak melebihi batas toleransi > 1, sehingga pesawat CT Scan

yang digunakan resolusinya masih baik dalam menghasilkan citra kontras rendah.

Setelah melihat nilai hasil resolusi kontas tinggi tidak melebihi batas toleransinya

yaitu ≤ 6 lp/cm, kesesuaian tebal slice tidak melebihi batas tolerasinya yaitu

≤ 0,5 mm dan resolusi kontras rendah tidak melebihi tolenrasinya yaitu > 1

berdasarkan pengukuran program BAPETEN maka dinyatakan bahwa nilai

resolusi kontras tinggi, kesesuaian tebal slice, dan resolusi kontras rendah dari

citra CT Scan yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan nilai lolos uji.

Hasil penelitian menunjukkan nilai resolusi kontras tinggi tidak mempengaruhi

tebal slice ditunjukkan dengan nilai resolusi kontras tinggi yang tidak berbeda

(sama), seperti tampak pada gambar IV.4. Nilai resolusi kontras tinggi pada slice

3 mm, 5 mm, 8 mm, dan 10 mm yaitu 6 lp/cm. Nilai ini menunjukkan bahwa

kualitas citra resolusi kontras tinggi pada variasi slice thikness menghasilkan

penilaian kualitas citra yang tidak berbeda (sama).

Tetapi terdapat pengaruh pemilihan parameter tebal potongan irisan terhadap hasil

citra resolusi kontras rendah ditunjukkan dengan nilai yang berbeda, seperti

tampak pada Gambar IV.5. Nilai resolusi kontras rendah citra hasil scan untuk

ketebalan slice 3 mm, 5 mm, 8 mm, dan 10 mm yaitu 1, 58; 1, 66; 1,97 dan 2,65.

40
Nilai ini menunjukkan bahwa kualitas citra resolusi kontras rendah pada variasi

slice thikness menghasilkan penilaian kualitas citra yang berbeda.

Hal ini sesuai dengan teori Robb dan Morin, bahwa kualitas citra pada CT Scan

meliputi x-ray beam characteristics, dosis radiasi, transmisi sinar-X sewaktu

menembus material, ketebalan potongan irisan (slice thikness), radiasi hambur,

effisiensi konversi data analog ke digital (ADC), ukuran piksel, rekonstruksi

algorithma dan resolusi CRT.

sinar X merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang mempunyai

panjang gelombang 10-10 m dan frekuensi 1018 Hz, sinar X memiliki daya tembus

yang bergantung pada frekuensi dan jenis bahan yang ditembusnya. Dalam

penelitian ini digunakan ketebalan slice yang berbeda. Slice yang tebal

menyebabkan lebih banyak sinar-X yang lewat obyek selama proses scanning.

Artinya, lebih banyak sinyal yang masuk ke detektor dan rasio sinyal terhadap

noise yang lebih baik. Hasilnya gambar yang lebih smooth dengan resolusi

kontras rendah yang lebih baik. Sinar X mempunyai daya tembus kuat sehingga

suatu benda yang tebal jadi transparan. Konsep benda terlihat transparan adalah

transparan pada cahaya tampak. Pada cahaya tampak, frekuensi getaran atom pada

suatu benda yang dilalui tidak bersesuaian dengan frekuensi cahaya yang

melaluinya sehingga cahaya diteruskan. Selain itu besarnya energi pada cahaya

tampak yang melewati benda tidak cukup bagi elektron-elektron pada benda

tersebut untuk bereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga cahaya tidak

diserap, cahaya ditransmisikan.

41
Sebaliknya slice yang tipis memberikan resolusi kontras tinggi yang lebih baik

untuk struktur tulang. Salah satu contoh kasus yang perlu di perhatikan, misalnya

pada bagian dalam telinga, yang di dalamnya terdapat banyak tulang-tulang rawan

maupun keras yang ukurannya cukup kecil. Jika slice yang diambil tebal,

misalkan 10 mm, maka di dalam satu voxel (elemen terkecil) akan terdapat

jaringan halus dan tulangnya, dan akan menghasilkan error yang berupa image

yang terlihat pudar, tetapi jika memilih slice setipis mungkin misalkan 3 mm,

maka tulang-tulang dan jaringan-jaringan terdapat pada voxel individual masing-

masing.

Besar kecilnya ukuran tebal slice yang digunakan bergantung pada kebutuhan

diagnosis dari objek yang diperiksa. Semakin kecil ukuran slice yang digunakan

maka akan semakin jelas dan semakin rinci gambar yang dihasilkan sehingga

bagian tubuh yang menjadi objek pemeriksaan dapat di diagnosis dengan baik.

Jika bagian tubuh yang diperiksa memerlukan diagnosis yang lebih teliti, maka

dapat digunakan ukuran tebal slice yang lebih kecil. Ukuran tebal slice yang

digunakan biasanya juga tergantung pada struktur jaringan yang menyusun bagian

tubuh yang diperiksa. Semakin tinggi tingkat kerapatan dan struktur jaringan

bagian tertentu maka akan semakin kecil tebal slice yang digunakan agar gambar

yang dihasilkan lebih jelas dan lebih rinci.

42
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian analisis resolusi kontras citra CT Scan menggunakan

phantom ACR didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai resolusi kontras tinggi yang didapatkan pada ketebalan slice yang

berbeda-beda yaitu 6 lp/cm dengan nilai lolos ≥ 6 lp/cm. Sedangkan untuk

resolusi kontras rendah yaitu; 1,58; 1,66; 1,97; 2,65 dengan

nilai lolos uji > 1, maka dinyatakan bahwa nilai resolusi kontras tinggi dan

resolusi kontras rendah tersebut sesuai dengan syarat PERKA BAPETEN.

2. Nilai resolusi kontras tinggi yang didapatkan pada penelitian ini tidak

mempengaruhi ketebalan slice, tetapi nilai resolusi kontras rendah

mempengaruhi ketebalan slice.

V. 2 Saran

1. Perlu diperhatikan posisi penempatan obyek di antara sumber dan

detektor, diusahakan obyek jangan sampai terletak miring dan posisi

obyek dari percobaan tidak berubah.

2. Pesawat yang digunakan untuk pengujian mempunyai beberapa parameter

khususnya kontrol kualitas citra yang dapat mempengaruhi hasil citra dari

CT Scan. Sehingga dapat dilakukan pengujian parameter lain dengan

memvariasikan paremeter yang dapat mempengaruhi hasil citra seperti

43
faktor eksposi, rekontruksi algorithma, teknik besar sudut pandang (FOV),

window width dan window level.

3. Pengujian ini dilakukan di setiap Rumah sakit secara rutin untuk

memperoleh dan memperbaiki hasil citra dari pesawat sinar X lainnya.

44
DAFTAR PUSTAKA

[1] Bushberg, Jerold, T., 2001, The Essential Physics of Medical Imaging
3thEdition, Lippincott William & Wilkins Philadelphina, USA.
[2] Apriliyanti, D.D., dkk, 2013, Pengaruh Diameter Phantom dan Tebal Slice
terhadap Nilai CTDI pada Pemeriksaan menggunakan CT Scan, Jurusan
Fisika FMIPA Universitas Andalas, ISSN 2301 – 8491.

[3] AAPM, 2002, Quality Control in Diagnostic Radiologi, AAPM Report


NO. 74, Medical Phyisics Publishing, Medison, USA.
[4] Mansour, Z., dkk, 2016, Quality control of image using American Collage
of Radiology (ACR) phantom.

[5] Saleha., 2011, Analisis Pengaruh Slice Thickness dan Rekontruksi


Algorithma Terhadap Kualitas Citra CT Scan, Skripsi FMIPA Universitas
Hasanuddin, Makassar.

[6] Rahim, Nasrul., 2015, Pengaruh Pemilihan Teknik Besar Sudut Pandang
(Field Of View) dan Ukuran Matriks untuk meningkatkan Kualitas Citra
CT Scan, Skripsi FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.

[7] Greenber, Mark., 1983, Essentials Of Body Computed Tomography,


Philadelphia, W.B. Saunders Company.

[8] Seerem, Euclid., 2001, Computed Tomography, Pysical Principle, Clinical


Aplicationand Quality Control, Philadelphia, W.B. Saunders Company.

[9] Munir, Rinaldi., 2004, pengolahan citra digital dengan pendekatan


algoritmik, penerbit informatika. Bandung.

[10] Sutoyo. T, Mulyanto Edy, et. Al., 2009. Teori pengolahan Citra Digital,
Penerbit Andi Offset. Yogjakarta.

[11] Ramadhani, P., 2006, Elektronika Kedokteran “CT Scanner”, Jurusan


Elektro FT UH, Makassar.

[12] ACR, 2017., American College of Radiology CT Accreditation Program


Testing Instructions, Revisid : 1- 06 – 2017.

[13] Gulliksrud, K., dkk, 2014, How to measure CT image quality:Variations


in CT-numbers, uniformity and low contrast resolution for a CT quality
assurence phantom, Committee Task Grup No. 30, Medical Physics Jurnal,
30 (1-6) 1120 – 1797.

45
[14] Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 9 Tahun 2011
tentang Uji Kesesuian Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan
Intervensional.

46
LAMPIRAN

Lampiran I : Tes phantom dan Kalibrasi pesawat CT Scan

1
Lampiran II : Pengaturan area scanning pada phantom

Lampiran III : Resolusi Kontras Tinggi

A. Tabel data

Hasil Uji Nilai Lolos


Parameter Slicethikness Kesimpulan
lp/cm Uji

3 6 ≥ 6 lp/cm Sesuai

5 6 ≥ 6 lp/cm Sesuai
Resolusi Spasial
8 6 ≥ 6 lp/cm Sesuai

10 6 ≥ 6 lp/cm Sesuai

Keterangan :

Nilai Lolos Uji ≥ 6 lp/cm

2
Lampiran IV : Kesesuaian tebal slice

A. Tabel data

Setting Hasil Uji ∆ Slice Nilai


Tipe Scan Kesimpulan
(mm) (mm) (mm) Lolos Uji
Atas 3 3 0 Sesuai
≤ 0,5 mm
Bawah 3 3 0 Sesuai
Atas 5 5 0 Sesuai
≤ 0,5 mm
Bawah 5 5 0 Sesuai
Atas 8 7,5 -0,5 Sesuai
≤ 0,5 mm
Bawah 8 7 -1 Sesuai
Atas 10 9,5 -0,5 Sesuai
≤ 0,5 mm
Bawah 10 9,5 -0,5 Sesuai

B. Pengolahan Data

Jumlah 𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑃𝑖𝑒𝑟


Tebal 𝑠𝑙𝑖𝑐𝑒 =
2

∆ slice = Hasil Uji – slicethikness


Nilai Lolos Uji ≤ 0,5 mm
1. Tipe Scan Atas

a. Slicethikness 3 mm

6
Tebal 𝑠𝑙𝑖𝑐𝑒 = ( )
2

= 3 mm

∆ slice = 3 -3

=0

3
b. Slicethikness 5 mm

10
Tebal 𝑠𝑙𝑖𝑐𝑒 = ( )
2

= 5 mm

∆ slice = 5 -5

=0

c. Slicethikness 8 mm

15
Tebal 𝑠𝑙𝑖𝑐𝑒 = ( )
2

= 7,5 mm

∆ slice = 7 -8

= - 1 mm

d. Slicethikness 10 mm

19
Tebal 𝑠𝑙𝑖𝑐𝑒 = ( )
2

= 9,5 mm

∆ slice = 9,5 -10

= -0,5 mm

4
2. Tipe Scan Bawah

a. Slicethikness 3 mm

6
Tebal 𝑠𝑙𝑖𝑐𝑒 = ( )
2

= 3 mm

∆ slice = 3 -3

=0

b. Slicethikness 5 mm

10
Tebal 𝑠𝑙𝑖𝑐𝑒 = ( )
2

= 5 mm

∆ slice = 5 -5

=0

c. Slicethikness 8 mm

15
Tebal 𝑠𝑙𝑖𝑐𝑒 = ( )
2

= 7,5 mm

∆ slice = 7,5 -8

= - 1 mm

5
d. Slicethikness 10 mm

19
Tebal 𝑠𝑙𝑖𝑐𝑒 = ( )
2

= 9,5 mm

∆ slice = 9,5 -10 = -0,5 mm

Lampiran V : Resolusi Kontras Rendah

A. Tabel Data

Hasil Uji Nilai


ROI slicethickness CNR Kesimpulan
CTN Noise Lolos Uji
Dalam 83,2 5,0
3 1,58 >1 Sesuai
Luar 76,4 4,3
Dalam 84,5 4
5 1,66 >1 Sesuai
Luar 78,2 3,8
Dalam 86,2 2,8
8 1,97 >1 Sesuai
Luar 79,9 3,2
Dalam 80,7 2,8
10 2,65 >1 Sesuai
Luar 73,8 2,6

B. Pengolahan Data (II.3)

𝐴−𝐵
CNR =
𝑆𝐷

Nilai Lolos Uji > 1

Keterangan :

CNR = Resolusi Kontras rendah

6
A = Merekam sinyal ROI di dalam silinder 25 mm (target)

B = Merekam sinyal ROI di luar silinder 25 mm (Latar belakang)

SD = Standar Deviasi dari ROI di luar silinder 25 mm

1. Resolusi kontras Rendah

a. Slicethikness 3 mm

83,2 − 76,4
CNR = ( )
4,3

= 1,58

b. Slicethikness 5 mm

84,5 − 78,2
CNR = ( )
3,8

= 1,66

c. Slicethikness 8 mm

86,2 − 79,9
CNR = ( )
3,2

= 1,97

d. Slicethikness 10 mm

80,7 − 73,8
CNR = ( )
2,6

= 2,6

7
CURRICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : Hasnani

Tempat lahir : Sidrap

Tanggal lahir : 06 januari 1995

Alamat : Jl. Sahabat 1 No 72, Tamalanrea

Alamat email : Hasnani275@gmail.com

Nomor handphone : +6282259748879

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Status : Mahasiswa

Tinggi, berat badan : 154 cm, 42 kg

Anak ke : 5 dari 5 bersaudara

Suku : Bugis

Kewarganegaraan : Indonesia

8
PENDIDIKAN FORMAL

SD (2001-2007) : SD NEGERI 5 AMPARITA

SMP (2007-2010) : SMP NEGERI 1 TELLU LIMPO’E

SMA (2010-2013) : SMA NEGERI 1 TELLU LIMPO’E

KULIAH (2013-SEKARANG) : UNIVERSITAS HASANUDDIN

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Anda mungkin juga menyukai