Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

HEPATITIS

OLEH KELOMPOK 2

1. ANDI UKRAINA FARADILLA .J 2115001


2. DHINI SYAFIRA 2115005
3. NURFAHIRAWULANDARI 2115023
4. RAHMA MAQFIROH 2115029
5. ULFATUSSALIHA 2115036

AKADEMIK KEPERAWATAN MAPPAOUDANG


MAKASSAR TAHUN AJARAN 2022/202

1
DAFTAR ISI

SAMPUL…...............................................................................................1

DAFTAR ISI.............................................................................................2

BAB I

1. Konsep medik ..................................................................................4

A. PENGERTIAN...........................................................................4

B. ANATOMI FISIOLOGI............................................................10

C. PATOFISIOLOGI......................................................................10

D. DAMPAK KDM........................................................................11

E. INSIDEN....................................................................................12

F. GEJALA.....................................................................................13

G. PENYEBAB...............................................................................13

H. PENCEGAHAN.........................................................................14

I. PENATALAKSANAAN...........................................................15

J. PENGOBATAN.........................................................................21

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG...............................................25

2. Konsep keperawatan........................................................................26

a. PENGKAJIAN...........................................................................26

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN...............................................30

c. INTERVENSI............................................................................31

2
d. EVALUASI................................................................................35

BAB II

A. Kesimpulan...................................................................................40

B. Saran.............................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA............................................................................41

3
BAB I
1. KONSEP MEDIK

A. PENGERTIAN

Virus Hepatitis merupakan peradangan (pembengkan) pada hati hinngga


liver dengan penyebab utama infeksi, virus, melakukan satu tubuh dengan
pengguna, hingga penggunaan obat-obatan juga faktor lainnya. Selain
disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, hepatitis juga terjadi karena kerusakan
pada hati yangdisebabkan senyawa kimia utamanya alkohol (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Konsumsi alkohol jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel
hati menjadi permanen hingga dapat tumbuh berkembang menjadi gagal
hati yang kita kenal dengan istilah sirosis. Pemakaian obat-obatan
melebihi dosis atau paparan yang telah ditetapkan oleh dokter juga dapat
menyebabkan hepatitis.
Virus Hepatitis merupakan peradangan (pembengkan) pada hati hinngga
liver dengan penyebab utama infeksi, virus, melakukan satu tubuh dengan
pengguna, hingga penggunaan obat-obatan juga faktor lainnya.
Selain disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, hepatitis juga terjadi
karena kerusakan pada hati yang disebabkan
senyawa kimia utamanya alkohol (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014).
Konsumsi alkohol jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel
hati menjadi permanen hingga dapat tumbuh berkembang menjadi gagal
hati yang kita kenal dengan istilah sirosis. Pemakaian obat-obatan
melebihi dosis atau paparan yang telah ditetapkan oleh dokter juga dapat
menyebabkan hepatitis.
Virus Hepatitis merupakan peradangan (pembengkan) pada hati hinngga
liver dengan penyebab utama infeksi, virus, melakukan satu tubuh dengan

4
pengguna, hingga penggunaan obat-obatan juga faktor lainnya. Selain
disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, hepatitis juga terjadi karena
kerusakan pada hati yangdisebabkan senyawa kimia utamanya alkohol
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Konsumsi alcohol jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati
menjadi permanen hingga dapat tumbuh berkembang menjadi gagal hati
yang kita kenal dengan istilah sirosis.Pemakaian obat-obatan melebihi dosis
atau paparan yang telah
ditetapkan oleh dokter juga dapat menyebabkan hepatitis.
Virus Hepatitis merupakan peradangan (pembengkan) pada hati hinngga
liver dengan penyebab utama infeksi, virus, melakukan satu tubuh dengan
pengguna, hingga penggunaan obat-obatan juga faktor lainnya. Selain
disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, hepatitis juga terjadi karena
kerusakan pada hati yangdisebabkan senyawa kimia utamanya alkohol
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Konsumsi alkohol jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel
hati menjadi permanen hingga dapat tumbuh berkembang menjadi gagal
hati yang kita kenal dengan istilah sirosis. Pemakaian obat-obatan
melebihi dosis atau paparan yang telah ditetapkan oleh dokter juga dapat
menyebabkan hepatitis.
Virus Hepatitis merupakan peradangan (pembengkan) pada hati hinngga
liver dengan penyebab utama infeksi, virus, melakukan satu tubuh dengan
pengguna, hingga penggunaan obat-obatan juga faktor lainnya. Selain
disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, hepatitis juga terjadi karena
kerusakan pada hati yang disebabkan senyawa kimia utamanya alkohol
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Konsumsi alkohol jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati
menjadi
permanen hingga dapat tumbuh berkembang menjadi gagal hati yang
kita kenal

5
dengan istilah sirosis. Pemakaian obat-obatan melebihi dosis atau
paparan yang telah ditetapkan oleh dokter juga dapat menyebabkan hepatitis.
Virus Hepatitis merupakan peradangan (pembengkan) pada hati hinngga
liver dengan penyebab utama infeksi, virus, melakukan satu tubuh dengan
pengguna, hingga penggunaan obat-obatan juga faktor lainnya.Selain disebabkan
oleh faktor-faktor tersebut, hepatitis juga terjadi karena kerusakan pada hati
yangdisebabkan senyawa kimia utamanya alkohol (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).
Konsumsi alkohol jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel
hati menjadi permanen hingga dapat tumbuh berkembang menjadi gagal
hati yang kita kenal dengan istilah sirosis. Pemakaian obat-obatan
melebihi dosis atau paparan yang telah ditetapkan oleh dokter juga dapat
menyebabkan hepatitis.
Virus Hepatitis merupakan peradangan (pembengkan) pada hati hinngga
liver dengan penyebab utama infeksi, virus, melakukan satu tubuh dengan
pengguna, hingga penggunaan obat-obatan juga faktor lainnya.
Selain disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, hepatitis juga terjadi
karena kerusakan pada hati yangdisebabkan senyawa kimia utamanya alkohol
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Konsumsi alkohol
jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati menjadi
permanen hingga dapat tumbuh berkembang menjadi gagal hati yang
kita kenal dengan istilah sirosis. Pemakaian obat-obatan melebihi dosis
atau paparan yang telah ditetapkan oleh dokter juga dapat menyebabkan
hepatitis.

Hepatitis adalah peradangan hati yang bisa berkembang menjadi fibrosis


(jaringan parut), sirosis atau kanker hati. Hepatitis disebabkan oleh berbagai
faktor seperti infeksi virus, zat beracun (misalnya alkohol, obat-obatan
tertentu), dan penyakit autoimun (Kemenkes, 2017). Peradangan hati ditandai
dengan meningkatnya kadar enzim hati. Peningkatan ini disebabkan adanya
gangguan atau kerusakan membran hati. Ada 2 faktor penyebabnya yaitu

6
faktor infeksi dan faktor non infeksi. Faktor penyebab infeksi antara lain virus
hepatitis dan bakteri. Selain karena virus Hepatitis A, B, C, D, E dan G masih
banyak virus lain yang berpotensi menyebabkan hepatitis misalnya
adenoviruses, CMV, Herpes simplex, HIV, rubella, varicella dan lain-lain.
Sedangkan bakteri yang menyebabkan hepatitis antara lain misalnya bakteri
Salmonella thypi, Salmonella parathypi, tuberkulosis, leptosvera. Faktor non
infeksi karena obat. Obat tertentu dapat mengganggu fungsi hati dan
menyebabkan hepatitis

1. Hepatitis A
Hepatitis infeksiosa atau yang sering kita kenal dengan (HVA)
merupakan infeksi virus pada hati salah satunya dapat ditularkan melalui air
tercemar bahkan sebagian besar dapat diltularkan juga melalui transmisi
oleh endemik ataupun sporadik
denganbersifat tidak terlalu dramatis. Pravelensi infeksi
diindikasikanpada tingkatan
antibodi anti HVAyang sudahdiketahui universal dan memiliki keterkaitan erat
antar setiap
hubungandengan sanitasi daerah yang bersangkutan dimana masih
tergolong dibawah

MACAM MACAM HEPATITIS

1. Hepatitis A

Hepatitis A infeksiosa atau yang sering kita kenal dengan (HVA) merupakan
infeksi virus pada hati salah satunya dapat ditularkan melalui air tercemar
bahkan sebagian besar dapat diltularkan juga melalui transmisi oleh
endemik ataupun sporadik denganbersifat tidak terlalu dramatis.
Pravelensi infeksi diindikasikanpada tingkatan antibodi anti HVA yang
sudahdiketahui universal dan memiliki keterkaitan erat antar setiap
hubungandengan sanitasi daerah yang bersangkutan dimana masih tergolong

7
dibawah.standar internasional. Infeksi Virus Hepatitis A tetap menjadi suatu
persoalan penting di bidang kesehatan di banyak negara-negara industri
diantara kelompok risiko tinggi seperti Petugas kesehatan, pekerja
sanitasi, penyalahgunaan obat, kelompok homoseksual,hingga mereka yang
melakukan transmigrasi daerah dengan curah endemisitas level paling
rendah ke tinggi hingga beberapa rumah tahanan (Sulaiman, Akbar
danLesmana, 2012).

2. Hepatitis B

Hepatitis B atau yang sering kita dengar HBV merupakan infeksi serius yang
ditularkan melalui darah ataupun cairan tubuh. Virus Hepatitis B dapat
dijumpai di ruangdengan endemikyangtinggi, dan penyebaraninfeksi
HBVberlakumelalui infeksi musim perinatal dengan istilah masa indukkanak-
kanak dengan proses yang dinamis antara virus, hepatosit, dan sistem imun
manusia. Hasil yang didapatkan Riset Kesehatan Dasar
(RISKEDAS) 2007 memperlihatkanbahwasanya prevalensi pasien yang
terjangkit Hepatitis B sejumlah9,4%memiliki arti bahwasanya satu dari
sepuluh penduduk Indonesia terjangkit Hepatitis B (HBV) dan data
tersebut divisualisasikan dengan jumlah keseluruhan penduduk
Indonesia di tahun 2007, maka jumlah penderita virus HBV dapat
mencapai 23 juta orang (Ahmad danKusnanto, 2017). Hepatitis B
menimbulkan gejala yang beragam mulai dengan tanpa gejala hingga gejala yang
dikategorikan sangat berat seperti Hematemesis (Muntah Darah) maupun
koma. Masa perinatal merupakan kasus yang menimpa banyak sekali
terinfeksi Hepatitis B dan dapat menjadi kronik pada 90%
kasus (Sulaiman, AkbardanLesmana, 2012).Berikut merupakan salah satu gejala
Hepatitis B.

3. Hepatitis C

Hepatitis c berasal dari virus hepatitis C (HCV). Hepatitis C dapat ditularkan


melalui kontak dengan darah yang mengandung virus, yang sebagian besar

8
menyebar melalui jarum suntik pengguna narkoba IV yang terkontaminasi.
80% orang yang menderita hepatitis C tidak memiliki gejala, tetapi yang
lain mungkin akan mengalami kegelisahan, kelelahan, dan anoreksia.

4. Hepatitis D

Jenis-jenis hepatitis yang keempat yakni hepatitis D. Ini adalah bentuk hepatitis
langka yang hanya terjadi bersamaan dengan infeksi hepatitis B. Virus
hepatitis D (HDV) dapat menyebabkan peradangan hati seperti jenis lainnya,
tetapi seseorang tidak dapat tertular hepatitis D tanpa adanya infeksi hepatitis
B. Secara global, hepatitis D mempengaruhi hampir 5 persen orang yang
menderita hepatitis B kronis. Beberapa gejala yang mungkin muncul antara
lain adalah kegelisahan,kelelahan. anoreksia, dan penyakit ringan.

5. Hepatitis E

Hepatitis E adalah penyakit yang ditularkan melalui air yang dihasilkan dari
paparan virus hepatitis E (HEV). Hepatitis E biasa ditemukan di daerah dengan
sanitasi yang buruk dan biasanya mengonsumsi air yang tercemar. Hepatitis E
biasanya menjadi kondisi yang akut, tetapi bisa sangat berbahaya pada wanita
hamil. Selain itu, hepatitis E juga bisa ditularkan melalui konsumsi daging atau
makanan atau minuman yang kurang matang, atau yang terkontaminasi
dengan kotoran seseorang yang terinfeksi. Gejala yang biasa dirasakan
mungkin berupa penyakit ringan.

6. Hepatitis G

Hepatitis G Memiliki gejala yang sama dengan hepatitis C, sering kali


infeksi Bersamaan dengan hepatitis B/C. tidak menyebabkan hepatitis
fulminan Ataupun hepatitis kronik.penularan melalui transfuse darah dan jarum
suntik.

9
B. ANATOMI FISIOLOGI

Hati adalah kelenjar terbesar yang ada di dalam tubuh, yang terletak di rongga
perut sebelah kanan atas, di bawah sekat rongga badan atau diafragma. Hati secara
luas dilindungi oleh tulang iga, berat hati 1500 gr atau 2,5% berat tubuh pada
orang dewasa normal. Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri.
Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma, permukaan
bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan disebut fisura tranversum. Fisura
longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah, sedangkan
ligamen falsiformis memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan atas hati
(Irianto, 2013).

C. PATOFISIOLOGI

VHA memiliki masa inkubasi ± 4 minggu. Replikasi virus dominasi terjadi pada
hepatosit,
meski VHA juga ditemukan pada empedu, feses, dan darah. Anti gen VHA dapat
ditemukan
pada feses pada 1-2 minggu sebelum dan 1 minggu setelah awitan penyakit
Fase akut
penyakit ditandai dengan peningkatan kadar aminotransferase serum,
ditemukan antibodi VHA memiliki masa inkubasi ± 4 minggu. Replikasi virus
dominasi terjadi pada hepatosit, meski VHA juga ditemukan pada empedu, feses,
dan darah. Anti gen VHA dapat ditemukan pada feses pada 1-2 minggu
sebelum dan 1 minggu setelah awitan penyakit Fase akut penyakit ditandai
dengan peningkatan kadar aminotransferase serum, ditemukan antibody
terhadap VAH (IgM anti-VAH), dan munculnya gejala klinis (jaundice). Selama
fase akut, hepatosit yang terinfeksi umumnya hanya mengalami perubahan
morfologi yang minimal, hanya <1% yang menjadi fulminant. Kadar IgM anti-
VAH umumnya bertahan kurang dari 6 bulan, yang kemudian digantikan oleh
IgG anti-VAH yang akan bertahan seumur hidup. Infeksi VHA akan sembuh
secara spontan, dan tidak pernah menjadi kronis atau karier.

10
D. DAMPAK KDM

PEYIMPNGAN KDM HEPATITIS

Factor resiko hygiene & sanitasi buruk

Rentan terhadap infeksi virus hepatitis

Invasi virus ke dalam tubuh

Masuk sirkulasi

Masuk dalam aliran vena hepatikus

Virus berkembang biak dalam sel hati

kerusakan pada hepar Proses peradangan sel hati

Produksi garam empedu Kerusakan jaringan hepar Terjadi inflamasi sel hati

Suasana duodenum
Pembatasan aktifitas
Menjadi asam Pelepasan zat proteolitik

Mengritasi duodenum Merangsang ujung saraf Perubahan aktifitas rutin

Implus iritatif ke otak


Distranmisikan ke korteks Efek grafitasi pada gerakan
serebri melalui talamus fases

11
Gejala GI

NYERI Fases menjadi keras

Rangsangan M.oblongata
KONSTIPASI

Mual muntah konstipasi

Anoreksia

Intake kurang

NUTRISI
KURANG

E. INSIDEN

Kasus baru Hepatitis Akut yang belum diketahui penyebabnya bertambah. Data
per 29 September 2022 pukul 16.00 WIB, kasus probable Hepatitis Akut
bertambah 3 kasus sehingga totalnya menjadi 38 orang, kasus pending bertambah
5 orang total 12 orang, sementara kasus discarded tetap di 49 kasus. Dengan
demikian total kasus Hepatitis Akut di Indonesia menjadi 99 kasus.

DKI Jakarta menyumbang kenaikan kasus probable terbanyak dengan 13 kasus,


disusul Yogyakarta dan Sumatera Utara dengan 3 kasus, selanjutnya ada
Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Utara, dan Sumatera Barat
dengan 2 kasus.

Lebih lanjut, terkait dengan kondisi pasien dari 50 kasus yang terkonfirmasi 17
pasien dinyatakan meninggal, 5 pasien tengah menjalani rawat inap, 24 pasien

12
telah dinyatakan sembuh dan telah pulang, kemudian 4 pasien saat ini menjalani
rawat jalan.

F. GEJALA

Penderita hepatitis biasanya tidak merasakan gejala sampai beberapa minggu atau
telah terjadi gangguan fungsi hati. Pada penderita hepatitis akibat infeksi virus,
gejala akan muncul setelah masa inkubasi, yakni sekitar 2 minggu sampai 6 bulan.

Gejala umum yang muncul pada penderita hepatitis adalah:

 Mual dan muntah


 Demam
 Mudah lelah
 Feses berwarna pucat
 Urine berwarna gelap
 Nyeri perut
 Nyeri sendi
 Kehilangan nafsu makan
 Penyakit kuning
 Penurunan berat badan

G. PENYEBAB

Berikut adalah penjelasan dari masing-masing penyebab hepatitis:

1. Hepatitis A

Hepatitis A disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A (HAV). Penularan jenis


hepatitis ini dapat terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi
virus hepatitis A.

2. Hepatitis B

Jenis hepatitis ini disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). Hepatitis


B dapat ditularkan melalui hubungan seksual tanpa alat pengaman dan transfusi

13
darah. Pada kasus yang jarang terjadi, ibu hamil yang terinfeksi virus hepatitis B
bisa menularkan virus ini ke janinnya.

3. Hepatitis C

Hepatitis C disebabkan oleh infeksi virus hepatitis C (HCV). Penularan hepatitis


C dapat melalui hubungan seksual tanpa kondom atau penggunaan jarum suntik
yang tidak steril.

Sama seperti hepatitis B, virus ini bisa menular dari ibu yang terinfeksi hepatitis C
ke janinnya.

4. Hepatitis D

Hepatitis D adalah peradangan hati akibat infeksi virus hepatitis D (HDV). Jenis
hepatitis ini jarang terjadi, tetapi bisa menimbulkan masalah kesehatan yang
serius.

Seseorang bisa tertular hepatitis D bila memiliki riwayat penyakit hepatitis B.


Penularan virus ini bisa melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril atau
transfusi darah.

5. Hepatitis E

Hepatitis E disebabkan oleh infeksi virus hepatitis E (HEV). Hepatitis E


ditularkan melalui air atau makanan yang terkontaminasi virus ini. Oleh karena
itu, hepatitis E mudah menular di lingkungan dengan sanitasi yang buruk.

H. PENCEGAHAN

Cara terbaik untuk mencegah virus adalah dengan melakukan vaksin. Vaksin
dapat dilakukan sejak usia balita hingga dewasa. Selain melakukan vaksin,
beberapa cara ini dapat Anda terapkan untuk mencegah datangnya virus hepatitis
A, B dan ke dalam tubuh Anda. Cara tersebut antara lain adalah:

a) Hindari konsumsi makanan pinggir jalan yang tidak terjamin


kebersihannya
b) Gunakan peralatan pribadi untuk makan, minum, dan gosok gigi

14
c) Jangan minum cocktail dengan es batu yang tidak terjamin kebersihan
airnya
d) Hindari produk susu dan daging serta ikan yang kurang matang.
e) Biasakan untuk mencuci buah dan sayur yang Anda beli sebelum
dikonsumsi
f) Cuci tangan usai dari kamar mandi
g) Usahakan makan dan memasak di rumah, agar terjaga kebersihan makanan
h) Jangan gunakan sikat gigi atau pisau cukur yang sama
i) Jangan menggunakan jarum suntik yang sama
j) Jika Anda ingin memiliki tato, pastikan Anda mengetahui bagaimana
pekerjanya melakukan sterilisasi terhadap alat-alat yang digunakan.
k) Gunakan proteksi saat Anda melakukan hubungan seksual
Hepatitis C tidak memiliki vaksin khusus. Sebagai bentuk perlindungan diri, Anda
dapat melakukan cara-cara di bawah ini, agar Anda dapat terhindar dari resiko
hepatitis C:

a) Jangan menggunakan jarum suntik yang sama


b) Ketahui riwayat seksual pasangan Anda. Jika menurut Anda mereka
mungkin terinfeksi, lakukan tes.
c) Lakukan proteksi dengan menggunakan kondom saat Anda berhubungan
seks.
I. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan farmokologi

Terapi tanpa obat tidak menjamin kesembuhan, untuk itu dilakukan cara
lain dengan menggunakan obat-obatan. Golongan obat yang digunakan
antara lain adalah aminoglikosida, antiamuba, antimalaria, antivirus,
diuretik, kolagogum, koletitolitik dan hepatik protektor dan multivitamin
dengan mineral.

 Aminoglikosida

15
Antibiotika digunakan pada kasus abses hati yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Diberikan 3 kali sehari secara teratur selama tujuh hari
atau sesuai petunjuk dokter. Antibiotika kombinasi biasanya
digunakan untuk mencegah ketidakaktifan obat yang disebabkan oleh
enzim yang dihasilkan bakteri
 Antiamuba
Antiamuba seperti dehydroemetine, diiodohydroxyquinoline,
diloxanide furoate, emetine, etofamide, metronidazole, secnidazole,
teclozan, tibroquinol, tinidazole adalah preparat yang digunakan
untuk amubiasis. Dengan terapi ini maka risiko terjadinya abses
hati karena amuba dapat diminimalkan. 
 Antimalaria
Antimalaria, misalnya klorokuin, dapat juga digunakan untuk
mengobati amubiasis. Obat ini mencegah perkembangan abses hati
yang disebabkan oleh amuba. 
 Antivirus
Lamivudine adalah obat antivirus yang efektif untuk penderita
hepatitis B. Virus hepatitis B membawa informasi genetik DNA.
Obat ini mempengaruhi proses replikasi DNA dan membatasi
kemampuan virus hepatitis B berproliferasi. Lamivudine
merupakan analog nukleosida deoxycytidine dan bekerja dengan
menghambat pembentukan DNA virus hepatitis B. Pengobatan
dengan lamivudine akan menghasilkan HBV DNA yang menjadi
negatif pada hampir semua pasien yang diobati selama 1 bulan.
Lamivudin akan meningkatkan angka serokonversi HBeAg,
mempertahankan fungsi hati yang optimal,dan menekan terjadinya
proses nekrosis-inflamasi. Lamivudine juga mengurangi
kemungkinan terjadinya fibrosis dan sirosis serta dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya kanker hati. Profil keamanan lamivudine
sangat memuaskan, dimana profil keamanannya sebanding dengan
plasebo. Lamivudine diberikan peroral sekali sehari, sehingga

16
memudahkan pasien dalam penggunaannya dan meningkatkan
kepatuhan penggunaan obat. Oleh karenanya penggunaan
lamivudine adalah rasional untuk terapi pada pasien dengan
hepatitis B kronis aktif. Dalam pengobatan Anti Retroviral (ARV)
pada koinfeksi hepatitis C, saat ini tersedia ARV gratis di
Indonesia. ARV yang tersedia gratis adalah Duviral (Zidovudine +
Lamivudine) dan Neviral (Nevirapine). Sedangkan Efavirenz
(Stocrin) tersedia gratis dalam jumlah yang amat terbatas.
Didanosine atau Stavudine tidak boleh diminum untuk penderita
yang sedang mendapat pengobatan interferon dan Ribavirin, karena
beratnya efek samping terhadap gangguan faal hati.
Zidovudine, termasuk Duviral dan Retrovir harus ketat dipantau
bila digunakan bersama Ribavirin (untuk pengobatan hepatitis C),
karena masing-masing dapat menimbulkan anemia. Anemia dapat
diantisipasi dengan pemberian eritropoietin atau tranfusi darah.
Neviraldapat mengganggu faal hati. Jadi, kadar hemoglobin dan
leukosit serta tes faal hati (SGOT, SGPT, bilirubin, dan lain-lain)
harus dipantau ketat.
Menurut tim ahli Amerika (DHHS, April 2005), Nevirapin
walaupun dapat menimbulkan gangguan faal hati, boleh digunakan
pada penderita dengan koinfeksi hepatitis C, dengan pemantauan
yang seksama. Konsensus Paris 2005 menganjurkan pemberian
Pegylated Interferon-Ribavirin selama 48 minggu. Koinfeksi
dengan hepatitis C memerlukan penatalaksanaan yang lebih khusus
dan komprehensif. Jenis kombinasi ARV juga perlu dipantau lebih
ketat terhadap gangguan faal hati, anemia dan leukopenia.
Peginterferon dan Ribavirin dalam kombinasi dengan Interferon
selain bermanfaat mengatasi hepatitis C juga untuk hepatitis D.
Ada juga obat-obatan yang merupakan kombinasi imunologi dan
antivirus yang tampaknya dapat menekan kadar virus hepatitis C

17
dalam darah secara lebih efektif dari pada terapi ulang dengan
interferon saja.
Thymosin alpha 1 adalah suatu imunomodulator yang dapat
digunakan pada terapi hepatitis B kronik sebagai monoterapi atau
terapi kombinasi dengan interferon. 
 Diuretik
Diuretik tertentu, seperti Spironolactone, dapat membantu
mengatasi edema yang menyertai sirosis hati, dengan atau tanpa
asites. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan
keseimbangan elektrolit atau gangguan ginjal berat karena
menyebabkan ekskresi elektrolit. Obat diuretik lain yang digunakan
dalam penyakit hati selain spironolakton adalah furosemid yang
efektif untuk pasien yang gagal memberikan tanggapan terhadap
Spironolactone. Obat lain seperti Thiazide atau Metolazone dapat
bermanfaat pada keadaan tertentu.
Kolagogum, kolelitolitik dan hepatic protector.
Golongan ini digunakan untuk melindungi hati dari kerusakan yang
lebih berat akibat hepatitis dan kondisi lain. Kolagogum misalnya:
calcium penthothenat, phosphatidyl choline, silymarin dan
ursodeoxycholic acid dapat digunakan pada kelainan yang
disebabkan karena kongesti atau insufisiensi empedu, misalnya
konstipasi biliari yang keras, ikterus dan hepatitis ringan, dengan
menstimulasi aliran empedu dari hati. Namun demikian, jangan
gunakan obat ini pada kasus hepatitis akut atau kelainan hati yang
sangat toksis 

Multivitamin dengan mineral


Golongan ini digunakan sebagai terapi penunjang pada pasien
hepatitis dan penyakit hati lainnya. Biasanya penyakit hati
menimbulkan gejala-gejala seperti lemah, malaise, dan lain-lain,
sehingga pasien memerlukan suplemen vitamin dan mineral. Hati

18
memainkan peranan penting dalam beberapa langkah metabolisme
vitamin. Vitamin terdiri dari vitamin-vitamin yang larut dalam
lemak (fat-soluble) seperti vitamin A, D, E dan K atau yang larut
dalam air (water-soluble) seperti vitamin C dan B-kompleks.
kompleks.
Penyimpanan vitamin B12 biasanya jauh melebihi kebutuhan
tubuh; defisiensi jarang terjadi karena penyakit hati atau gagal hati.
Tetapi, ketika masukan gizi makanan menurun, biasanya tubuh
juga kekurangan tiamin dan folat. Biasanya suplemen oral cukup
untuk mengembalikan tiamin dan folat ke level normal.
Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak tidak hanya
membutuhkan asupan gizi makanan yang cukup tetapi juga
pencernaan yang baik serta penyerapan yang baik oleh tubuh. Oleh
sebab itu, produksi bilirubin dalam saluran cerna atau usus
dibutuhkan untuk penyerapan vitamin-vitamin ini dengan baik.
Bilirubin bekerja sebagai deterjen, memecah-mecah dan
melarutkan vitamin-vitamin ini agar mereka dapat diserap tubuh
dengan baik. Jika produksi bilirubin buruk, suplemen oral vitamin-
vitamin A, D, E, K mungkin tidak akan cukup untuk
mengembalikan level vitamin ke level normal. Penggunaan larutan
serupa deterjen dari vitamin E cair meningkatkan penyerapan
vitamin E pada pasien dengan penyakit hati tahap lanjut. Larutan
yang sama juga dapat memperbaiki penyerapan vitamin A, D, dan
K jika vitamin K diminum secara bersamaan dengan vitamin E.
Asupan vitamin A dalam jumlah yang cukup, dapat membantu
mencegah penumpukan jaringan sel yang mengeras, yang
merupakan karakteristik penyakit hati. Tetapi penggunaan vitamin
yang larut lemak ini untuk jangka panjang dan dengan dosis
berlebihan dapat menyebabkan pembengkakan hati dan penyakit
hati. Vitamin E dapat mencegah kerusakan pada hati dan sirosis,
menurut percobaan dengan memberi suplemen vitamin E pada

19
tikus dalam jumlah yang meningkatkankadar vit. E di hati. Tikus-
tikus itu kemudian diberi karbon tetraklorida yang bersifat
hepatotoksis, untuk melihat apakah suplemen vitamin E yang
dilakukan sebelumnya dapat melindungi mereka baik dari
kerusakan hati akut atau kronis dan sirosis. Suplemen vitamin E
meningkatkan kandungan vitamin dalam tiga bagian hati dan
mengurangi kerusakan oksidatif pada sel-sel hati, tetapi tidak
memiliki dampak perlindungan apapun pada infiltrasi lemak hati.
Sirosis juga tampak dapat dicegah dalam kelompok tikus yang
diberi suplemen vitamin E. Tampaknya vitamin E memberi cukup
perlindungan terhadap nekrosis akibat karbon tetraklorida dan
sirosis, mungkin dengan mengurangi penyebaran proses oksidasi
lipid dan mengurangi jangkauan kerusakan oksidatif di hati.

Terapi dengan Vaksin


Interferon merupakan sistem imun alamiah tubuh dan bertugas
untuk melawan virus. Obat ini bermanfaat dalam menangani
hepatitis B, C dan D. Imunoglobulin hepatitis B dapat membantu
mencegah berulangnya hepatitis B setelah transplantasi hati.
Interferon adalah glikoprotein yang diproduksi oleh sel-sel tertentu
dan T-limfosit selama infeksi virus. Ada 3 tipe interferon manusia,
yaitu interferon α, interferon β dan interferon γ; yang sejak tahun
1985 telah diperoleh murni dengan jalan teknik rekombinan DNA.
Pada proses ini, sepotong DNA dari leukosit yang mengandung gen
interferon, dimasukkan ke dalam plasmid E.coli. Dengan demikian
kuman ini mampu memperbanyak DNA tersebut dan mensintesis
interferon
Ada juga vaksin HBV orisinil pada tahun 1982 yang berasal dari
pembawa HBV, kini telah digantikan dengan vaksin mutakhir hasil
rekayasa genetika dari ragi rekombinan. Vaksin mengandung
partikel-partikel HBsAg yang tidak menular. Tiga injeksi serial

20
akan menghasilkan antibody terhadap HbSAg pada 95 % kasus
yang divaksinasi, namun tidak memiliki efek terhadap individu
pembawa.
b. Penatalaksanaan non farmakologi

Terapi non farmakologis yang dapat dilakukan kepada penderita adalah


dengan cara diet seimbang. Diet seimbang dapat dilakukan dengan cara
mengonsumsi kalori secara normal menurut tinggi badan, berat badan dan
aktivitas sehari-hari. Pada keadaan tertentu diperlukan diet rendah protein,
memperbanyak sayur dan buah yang mencegah sembelit, mengatur pola
hidup sehat dan berkonsultasi ke petugas kesehatan setempat.
Terapi non farmakologis penyakit hepatitis ini dilakukan agar:

 Untuk menghindari kerusakan pada hati secara permanen; 


 Agar mampu meningkatkan kemampuan regenerasi sel hati dengan
menggunakan protein yang memadai; 
 Supaya lebih lebih memperhatikan simpanan nutrisi dalam tubuh; 
 Mengurangi gejala ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan oleh
penyakit ini; 
 Dan untuk penyakit sirosis hati, dapat mencegah komplikasi asites,
varises esofagus dan ensefalopati hepatik yang berlanjut ke
komplikasi hepatik hebat.
J. PENGOBATAN

Infeksi hepatitis virus A bersifat self limiting disease, pengobatan yang diberikan


bersifat simtomatik dan suportif. Penyembuhan total memerlukan waktu sekitar
3‒6 bulan. Walaupun jarang terjadi, transplantasi hati dapat dilakukan apabila
terjadi kegagalan liver fulminant.

Terapi Suportif

Bed rest penting pada saat fase akut. Perawatan di rumah sakit dan pemberian
cairan intravena dapat dipertimbangkan jika pasien mengalami dehidrasi karena

21
gejala mual dan muntah. Pasien dewasa lebih sering memerlukan perawatan di
rumah sakit karena gejala yang timbul lebih berat daripada pasien anak.

Beberapa terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien hepatitis A adalah:

a) Antiemetik, contoh metoklopramid


b) Antipiretik, seperti paracetamol
c) Cairan peroral atau intravena untuk pasien yang mengalami dehidrasi
d) Intake makan dan minum pasien harus adekuat
e) Hindari konsumsi alkohol
f) Terapi Transplantasi Hati
Pasien yang mengalami gagal hati fulminan karena hepatitis A dapat dilakukan
transplantasi liver. Akan tetapi, sekitar 60% pasien dapat mengalami kesembuhan
tanpa tindakan ini.

Profilaksis Imunoglobulin

Imunisasi pasif dapat mengurangi risiko infeksi hepatitis A jika diberikan dalam
waktu 14 hari setelah terpapar dengan penderita hepatitis A. Profilaksis pasca
paparan direkomendasikan untuk individu yang belum menerima vaksin hepatitis
A.

Profilaksis menggunakan imunoglobulin yang diberikan secara intramuskular.


Pasien dengan imunokompromais atau penyakit liver kronik yang terpapar virus
hepatitis A perlu diberikan imunoglobulin dan vaksin hepatitis A dalam waktu 2
minggu setelah paparan.

Pada saat ini terapi yang dilakukan pada praktik klinis sehari-hari, menggunakan
IFN-a dan peginterferon alfa-2b atau peginterferon alfa-2a untuk infeksi HDV
kronis.

Berobat Jalan

Pada pasien dengan hasil deteksi antigen permukaan hepatitis B atau HBsAg
positif yang bergejala, perlu dilakukan screening anti-HDV (hepatitis D virus).

22
Bila anti HDV negatif dapat ditatalaksana sesuai standard tata laksana hepatitis B.
Bila anti-HDV positif perlu diperiksa HDV RNA, bila HDV RNA negatif dan
enzim hepar dalam batas normal, maka pasien boleh berobat jalan dan diobservasi
berkala setiap 3 sampai 6 bulan.

Pada observasi rutin, perlu dievaluasi pemeriksaan fungsi liver yang dilakukan
dengan pemeriksaan aspartate aminotransferase (AST) atau SGOT dan
aminotransferase alanine (ALT) atau SGPT, serta HDV RNA. Pada kasus di mana
terdapat perburukan klinis penyakit atau dicurigai akan terjadi komplikasi, dari
klinis perburukan dan hasil laboratorium perburukan, maka dapat
dipertimbangkan untuk rawat inap dan konsultasi ke spesialis terkait.

Persiapan Rujukan

Beberapa kriteria rujukan untuk pasien dengan infeksi HDV ke fasilitas tingkat
lanjut dapat mempertimbangkan:

Pada kelompok berisiko tinggi, seperti pasien imunodefisiensi dan memiliki faktor
risiko yang telah disebutkan sebelumnya, bila didapatkan HbsAg positif sebaiknya
diperiksa anti-HDV. Apabila anti-HDV positif dapat dirujuk dari fasilitas
kesehatan (faskes) primer ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi atau konsultasi
dengan spesialis untuk mendapatkan tata laksana segera dan menentukan staging
kerusakan hepar

Didapatkan gejala hepatitis D yang memberat disertai peningkatan enzim hati


sebaiknya segera dirujuk untuk mendapatkan tata laksana segera dan menentukan
staging kerusakan hepar.

Didapatkan gejala dari komplikasi hepatitis D seperti sirosis hepatis,


hepatocellular carcinoma (HCC), dan gagal hati; sebaiknya segera dirujuk untuk
mendapatkan penanganan segera.

Hepatitis D belum tercantum di Standar Kompetensi Dokter Indonesia, namun


karena seringkali koinfeksi dengan Hepatitis B, di mana termasuk standar
kompetensi 3A, maka pada pasien dengan infeksi HBV, setelah dilakukan

23
penanganan awal sebaiknya dirujuk ke faskes yang lebih tinggi atau konsultasi
dengan spesialis terkait yang ada.

Terapi Medikamentosa

Pada pasien dengan infeksi virus hepatitis D (HDV) kronik, pengobatan saat ini
yang digunakan yaitu terapi interferon menggunakan pegylated Interferon-2a
(peg-IFNα) injeksi subkutan 180 μg seminggu atau pegylated IFN alfa-2b dengan
dosis 1,5 mcg/kgBB per minggu. Lama pengobatan adalah 1 tahun, tergantung
klinis. Namun, perlu diperhatikan bahwa obat ini belum disetujui FDA untuk
penatalaksanaan infeksi HDV.

Kontraindikasi pengobatan interferon yakni sirosis hepar dekompensata, kondisi


gangguan psikiatri aktif, dan penyakit autoimun. Efek samping berupa flu-like
symptoms, sakit kepala, myalgia, arthralgia, anemia, leukopenia, dan
trombositopenia.

European Medicines Agency (EMA) telah menyetujui bulevirtide (Hepcludex) 2


mg per hari subkutan selama 48 minggu dapat menghentikan masuknya HDV dan
HBV ke hepatosit, sehingga membantu pemulihan dan melindungi sel yang tidak
terinfeksi.

Pembedahan

Transplantasi hati lebih disarankan bila sudah terjadi gagal hepar akut, ditandai
dengan perkembangan penyakit ke ensefalopati hepatikum dan kelainan
koagulasi, biasanya dengan nilai international normalized ratio (INR) 1,5 atau
lebih, serta pada pasien tanpa sirosis yang sudah ada sebelumnya, dan durasi
penyakit kurang dari 26 minggu.

Terapi Suportif

Terapi suportif sebenarnya merupakan terapi utama pada penyakit yang


disebabkan infeksi virus, termasuk infeksi HDV, di mana pada kasus infeksi HDV
akut, terapi antivirus tidak diindikasikan, dan diutamakan perawatan suportif.

24
Selain itu, perawatan suportif juga dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan
efek samping dari terapi interferon yang sedang dilakukan pada penderita hepatitis
D kronis.

Terapi suportif yang dimaksud misalnya dengan rehidrasi pada pasien yang
mengeluh mual dan muntah, misalnya dengan pemberian cairan intravena. Selain
itu, perlu diingat bahwa pasien juga harus dijauhkan dari obat atau substansi yang
sifatnya hepatotoksik, misalnya paracetamol dapat diganti dengan sistenol dan
edukasi untuk tidak minum alkohol.

Diet pada penderita infeksi HDV yang disarankan adalah diet tinggi energi agar
mencegah terjadinya katabolisme, protein 1,25–1,5 g/kgBB/hari, dan diet lemak
yang tidak jenuh (unsaturated) yang cukup sesuai kebutuhan. Diet per oral atau
per NGT lebih dipilih daripada parenteral, namun bila pasien terus menerus tidak
dapat mentoleransi diet, maka dapat diberikan diet parenteral.

Pasien juga dapat diberikan suplementasi vitamin D, vitamin B12, dan vitamin
lainnya sesuai kebutuhan. Pada pasien dengan edema atau asites, kebutuhan
natrium per hari harus dikurangi untuk mengurangi keparahan klinis edema.

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG pada kasus hepatitis dapat memberikan informasi
mengeani pembesaran hati, gambaran jaringan hati secara umum atau
ada idaknya sumbatan saluran empedu. USG dapat membuktikan ada
tidaknya embesaran hati yakni dari pengamatan tepi hati terlihat
tumpul atau tidak, tepi hati yang tumpul menunjukkan adanya
pembesaran hati. USG dapat membuktikan ada tidaknya pembesran
ahti. USG juga dapat melihat banyak tidaknya jaringan ikat (fibrosis).
Selain itu, karena hepatitis merupakan proses peradangan maka pada
USG densitas (kepadatan) hati terlihat lebih gelap jika dibandingkan
dengan densitas ginjal yang terletak dibawahnya.
2. Tes darah

25
Hitung darah lengkap. LED-anemia, trombositosis dan kenaikan
penanda menunjukkan adanya proses penyakit kronis. Biokimiawi
hasil tes fungsi hati yang abnormal menunjukkan kemungkinan
keganasan.
3. CT scan
Sangat bermanfaat untuk menentukan sifat massa retroperitoneal dan
mungkin lebih sensitif dalam mengidenfitikasi pembesaran KGB intra
abdomen.
4. MRI
Banyak digunakan, khususnya bagi massa adrenal atau massa yang
berasal dari tulang.
5. Biopsi
Jika ada keraguan mengenai sifat suatu massa intra abdomen, biasanya
bisa dilakukan aspirasi sel untuk pemeriksaan sitologi atau biopsi
perkuatan dengan bantuan USG atau CT scan.
2. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien

Menurut Tucker (1998) 70%-80% dari sebagian pasien hepatitis adalah


orang dengan mengkonsumsi alkohol berlebihan, infeksi virus hepatitis A
(HAV) biasanya mengenai pasien dewasa muda, serum virus B (HBV)
mengenai semua kelompok umur, non-A, non-B, Hepatitis C hanya sedikit
yang diketahui mengenai virus hepatitis tetapi manifestai gejalanya
menyerupai HBV.
b. Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh adanya ikterus, anoreksia, mual, muntah, kulit gatal, dan
gangguan pola tidur. Pada beberapa pasien juga mengeluh demam ringan,
nyeri otot, nyeri dan merasa ada benjolan pada abdomen kanan atas,
keluhan nyeri kepala, keluahan riwayat mudah mengalami perdarahan,
serta bias didapatkan adanya perubahan kesadaran secara progresif sebagai

26
respons dari hepatic ensefalopati, seperti agitasi (gelisah), tremor,
disorientasi, confussion, kesadaran delirium sampai koma.
c. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat menderita hepatitis virus, khususnya hepatitis B dan C,


riwayat penggunaan alcohol, dan riwayat penyakit kuning yang
penyebabnya belum jelas.
d. Riwayat penyakit psikososialspiritual

Akan didapatkan peningkatan kecemasan, serta perlunya pemenuhan


informasi intervensi keperawatan dan pengobatan. Pada pasien dalam
kondisi terminal, pasien dan keluarga membutuhkan dukungan perawat
atau ahli spiritual sesuai dengan keyakinan pasien.
e. Pola fungsional

Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya keruskan/gangguan


hati.
1) Aktivitas

(1) Kelemahan

(2) Kelelahan

(3) malaise

2) Sirkulasi

(1) Bradikardi (hiperbirilirun berat)

(2) Ikterik pada sclera kulit, membran mukosa

3) Eliminasi

(1) Urine gelap

(2) Diare feses

4) Makanan dan cairan

27
(1) Anoreksia

(2) Berat bada menurun

(3) Mual dan muntah

(4) Peningkatan oedema

(5) Asites

5) Neurosensori

(1) Peka terhadap rangsang

(2) Cenderung tidur

(3) Letargi

(4) asteriksis

6) Nyeri/kenyamanan

(1) Kram abdomen

(2) Nyeri tekan pada kuadran kanan

(3) Myalgia

(4) Altralgia

(5) Sakit kepala

(6) Gatal (pruritus)

7) Keamanan

(1) Demam

(2) Urtikaria

(3) Lesi makulopopuler

28
(4) Eritema

(5) Splemomegali

(6) Pembesaran nodus servikal posterior

8) Seksualitas

(1) Pola hidup/perilaku meningkatkan resiko terpajan

f. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan menuurt Marilynn E.


Doenges. 2000 Rencana Asuhan Keperawatan. page 535-536:
1. Laboratorium

a. Tes fungsi hati seperti:

- AST (SGOT)/ALT (SGPT): awalnya meningkat dapat


meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak
menurun.

- Alkali Fospatase: agak meningkat (kecuali ada kolestatis


berat)

- Bilirubin serum: diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200


mg/ml prognosis buruk mungkin berhubungan dengan
peningkatan nekrosis seluler)

b. Darah Lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan


hidup SDM (gangguan enzim hati)

c. Leukimia : tromobositopenia mungkin ada (splenomegali)

d. Feses : warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)

e. Albumin serum menurun

f. Anti-HAVIgM : positif pada tipe A

29
g. HbsAG : dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).

h. Urinalisa : peninggian kadar bilirubin, protein/hematuria dapat


terjadi

i. Tes ekskresi BSP : kadar darah meningkat

1. Radiologi

a. Foto polos abdomen : menunjukan densitas klasifikasi pada


kandung empedu, pankreas, hati juga dapat menimbulkan
splenomegali

b. Skan hati: membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan


parenkim

2. Pemeriksaan Tambahan

Biopsi hati : menunjukan diagnosis dan luasnya nekrosis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

2. Nyeri akut berhubungan dengan pencederaan fisik

3. Konstipasi berhubungan dengan ketidacukupan asupan serat

30
C. INTERVENSI

NO SDKI SLKI SIKI


1 D.0019 Status Nutrisi MANAJEMEN NUTRISI (I.
03119)
L.03030
Defisit Nutrisi 1. Observasi
berhubungan dengan  Identifikasi status nutrisi
Definisi  Identifikasi alergi dan
ketidak mampuan intoleransi makanan
mencerna makanan Keadekuatan asupan  Identifikasi makanan yang
nutrisi untuk memenuhi disukai
kebutuhan metabolisme.  Identifikasi kebutuhan
Asupan nutrisi tidak cukup
kalori dan jenis nutrient
untuk memenuhi kebutuhan  Identifikasi perlunya
Ekspektasi
metabolisme penggunaan selang
nasogastrik
Membaik  Monitor asupan makanan
Penyebab  Monitor berat badan
Kriteria Hasil  Monitor hasil pemeriksaan
1. Ketidakmampuan menelan laboratorium
 Porsi makanan yang 2. Terapeutik
makanan  Lakukan oral hygiene
dihabiskan sebelum makan, jika perlu
2. Ketidakmampuan  Kekuatan otot  Fasilitasi menentukan
pengunyah pedoman diet (mis.
mencerna makanan  Kekuatan otot menelan Piramida makanan)
Serum albumin  Sajikan makanan secara
3. Ketidakmampuan menarik dan suhu yang
 Verbalisasi keinginan
sesuai
mengabsorbsi nutrien untuk meningkatkan  Berikan makan tinggi
nutrisi serat untuk mencegah
4. Peningkatan kebutuhan  Pengetahuan tentang konstipasi
pilihan makanan yang  Berikan makanan tinggi
metabolisme kalori dan tinggi protein
sehat
 Berikan suplemen
5. Faktor ekonomi (mis, makanan, jika perlu
 Pengetahuan tentang  Hentikan pemberian
finansial tidak mencukupi) pilihan makan melalui selang
 minuman yang sehat nasigastrik jika asupan
6. Faktor psikologis (mis, Pengetahuan tentang oral dapat ditoleransi
standar 3. Edukasi
stres, keengganan untuk  Anjurkan posisi duduk,
 asupan nutrisi yang
jika mampu
tepat  Ajarkan diet yang

31
makan)  Penyiapan dari diprogramkan
penyimpanan makanan 4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
yang aman
Gejala dan Tanda Mayor medikasi sebelum makan
 Penyiapan dan (mis. Pereda nyeri,
penyimpanan minuman antiemetik), jika perlu
Subjektif     : (tidak yang aman Sikap  Kolaborasi dengan ahli
tersedia) terhadap gizi untuk menentukan
 makanan/minuman jumlah kalori dan jenis
sesuai dengan tujuan nutrient yang dibutuhkan,
Objektif : jika perlU
kesehatan
 Perasaan cepat 2. PROMOSI BERAT BADAN
1. Berat badan menurun
kenyang
minimal 10% di bawah 1. Observasi
 Nyeri abdomen
rentang ideal . Sariawan  Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
 Rambut rontok
 Monitor adanya mual dan
 Berat badan muntah
 indeks Massa Tubuh  Monitor jumlah
Gejala dan Tanda Minor (IMT) Frekuensi makan kalorimyang dikomsumsi
 Nafsu makan sehari-hari
 Monitor berat badan
Subjektif :
 Monitor albumin, limfosit,
 Bising usus Tebal dan elektrolit serum
1. Cepat kenyang setelah lipatan kulit trisep 2. Terapeutik
 Berikan perawatan mulut
makan
 Membran mukosa sebelum pemberian
makan, jika perlu
2. Kram/nyeri abdomen
 Sediakan makan yang
tepat sesuai kondisi
3. Nafsu makan menurun  .
pasien( mis. Makanan
dengan tekstur halus,
makanan yang diblander,
Objektif : makanan cair yang
diberikan melalui NGT
1. Bising usus hiperaktif atau Gastrostomi, total
perenteral nutritition sesui
2. Otot pengunyah lemah indikasi)
 Hidangkan makan secara
3. Otot menelan lemah menarik
 Berikan suplemen, jika
4. Membran mukosa pucat perlu
 Berikan pujian pada
5. Sariawan pasien atau keluarga untuk
peningkatan yang dicapai

32
6. Serum albumin turun 3. Edukasi
 Jelaskan jenis makanan
7. Rambut rontok berlebihan yang bergizi tinggi,
namuntetap terjangkau
 Jelaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan

2. D.0077 L.03019 I. 09330

Fungsi Gastrointestinal Terapi sentuhan


Nyeri Akut berhubungan
dengan pencederaan fisik Definisi Definisi

Definisi : Kemampuan saluran cema Menggunakan tangan ke tubuh


untuk memasukan dan atau bagian tubuh tertentu untuk
Pengalaman sensorik atau mencerna makanan serta memfokuskan, mengarahkan
emosional yang berkaitan dengan menyerap nutrisi dan
membuang zat sisa Tindakan Observasi
kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset Ekspektasi : Identifikasi keinginan melakukan
mendadak atau lamat dan Membaik intervensi Identifikasi tujuan dari
berintensitas ringan hingga berat terapi sentuhan yang diinginkan
yang berlangsung kurang 3 bulan. Kriteria Hasil : Monitor respons relaksasi dan
 Toleransi terhadap perubahan lain yang diharapkan
makanan Nafsu
Penyebab
makan Terapeutik
1. Agen pencedera fisiologis (mis.  Mual
 Muntah  Ciptakan lingkungan yang
infarmasi, lakemia, neoplasma)
 Dispepsia nyaman tanpa distraksi
 Nyeri abdomen  Posisikan duduk atau
Distensi abdomen terlentang dengan nyaman
 Regurgitasi  Fokuskan diri pada kekuatan
 Jumlah residu cairan batin
lambung  Fokus pada niat untuk
 saat aspirasi Darah memudahkan penyembuhan
pada feses  Pikirkan pasien sebagai
 Hematemesis kesatuan dan fasilitasi aliran
 Frekuensi BAB energi pasien terbuka dan
seimbang

33
 Konsistensi feses  Letakkan telapak tangan
 Peristaltik usus menghadap pasien 3 sampai
 Jumlah feses 5 inci dari tubuh
 Warna feses  Fokus pada niat
memfasilitasi kesimetrisan
dan penyembuhan di area
yang terganggu
 Gerakkan tangan perlahan
dan terus sebanyak
mungkin, mulai dari kepala
hingga kaki
 Gerakkan tangan dengan
sangat lembut ke bawah
melalui medan energy
pasien
 Perhatikan keseluruhan pola
aliran energy, terumata area
yang mengalami gangguan,
yang mungkin dirsakan
melalui tangan (mis.
Perubahan suhu,
kesemutan,atau perasaan
gerakan halus lainnya)

Edukasi
 Anjurkan beristirahat
selama 20 menit atau lebih
setelah perawatan

34
D.0049 L.04033 I.04155
3
Eliminasi fekal Manajemen
Konstipasi berhubungan
Konstipasi
dengan ketidakcukupan Definisi :
asupan serat Observasi:
Proses defekasi
 Definisi normal yang disetai Periksa tanda dan
dengan pengeluaran gejala
Penurunan defekasi normal
feses mudah dan
yang disertai pengeluaran Periksa pergerakan
kosistensi, frekuensi
feses sulit dan tidak tuntas usus, karakteristik
serta bentuk feses
serta fases kering dan banyak feses
normal.
 Penyebab Identifikasi faktor
risiko konstipasi
Fisiologis Ekspektasi :

1. Penurunan motilitas Membaik


Edukasi
gastrointestinal
Kriteria hasil :
Jelaskan etiologi
2. Ketidakadekuatan
Kontrol pengeluaran masalah dan alasan
pertumbuhan gigi feses tindakan Anjurkan

3. Ketidakcukupan diet peningkatan asupan


Keluhan defekasi
cairan, jika tidak ada
4. Ketidakcukupan asupan lama dan sulit

serat Mengejan saat


defekasi kontraindikasi
5. Ketidakcukupan asupan

cairan Distensi abdomen Ajarkan cara


mengatasi
6. Aganglionik (mis. Terasa massa pada
konstipasi/impaksi
penyakit Hircsprung) rektal

35
7. Kelemahan otot abdomen Urgency

Nyeri abdomen Terapeutik: Anjurkan


Psikologis diet tinggi serat
Kram abdomen
1. Konfusi Lakukan masase
Konsistensifeses
2. Depresi abdomen, jika perlu
Frekuensi defekasi
3. Gangguan emosional Lakukan evakuasi
Pristaltik usus feses secara manual,
jika perlu
Situasional

1. Perubahan kebiasaan Berikan enema atau


irigasi, jika perlu
makan (mis. jenis

makanan, jadwal makan)


Kolaborasi
2. Ketidakadekuatan

toileting Kolaborasi
penggunaan obat
3. Aktivitas fisik harian
pencahar, jika perlu
kurang dari yang

dianjurkan

4. Penyalahgunaan laksatif

5. Efek agen farmakologis

6. Ketidakteraturan

kebiasaan defekasi

7. Kebiasaan menahan

dorongan defekasi

8. Perubahan lingkungan

36
Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. Defekasi kurang dari 2

kali seminggu

2. Pengeluaran fases lama

dan sulit

Objektif

1. Feses keras

2. Peristalitik usus menurun

3. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Mengejan saat defekasi

Objektif

1. Distensi abdomen

2. Kelemahan umum

3. Teraba massa pada rektal

D. EVALUASI

37
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini dilakukan
dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan dan kriteria
hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan.

38
BAB II

A. KESIMPULAN

Hepatitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus menyebakan


peradangan pada hati. Hepatitis selain disebakan oleh virus disebabkan
juga al&oholdan juga obat'obatan dan bahan'bahan kimia. Hepatitis pada
anak'anak sebagian besar disebabkan oleh bahan'bahan kimia yang
terkandung dalam sna&k. ,elain itu jugaanak'anak kurang memperhatikan
akan kebersihan sehingga memudahkan virus untuk masuk ke dalam
tubuh.

B. SARAN

Orang tua harus memberikan perhatian khusus pada anak dalam


pemilihanmakanan serta memberikan pendidikan akan pentingnya
kebersihan agar tidak terkenavirus yag dapat menyebabkan penyakit
hepatitis. ada bayi sebaiknya ibu memberikanimunisasi se&ara tepat waktu
untuk men&egah terjadinya hepatitis.

39
DAFTAR PUSTAKA

Bibliography
D, S. G. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan . Jakarta: Gunung Mulia.
Ermawati, D. (2009). Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta: Trans Info
Media.
RI, K. (2013). Komunikasi Dalam Keperawatan Modul 2. Jakarta: Badan PPSDM
Kesehatan.
Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
http://bnetpwj.blogspot.co.id/2016/09/makalah-komunikasi-terapeutik-pada-
bayi.html

40

Anda mungkin juga menyukai