Anda di halaman 1dari 19

TRANSFORMASI SOSIAL : TELAAH KONSEP KEMODERNAN

DALAM PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID

(KODE MAKALAH “A”)


Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Peserta Intermediate Training (LK II)
HMI Cabang Pekanbaru

GHUFRON AKBARI WARDANA


HMI CABANG CIPUTAT

INTERMEDIATE TRAINING
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG PEKANBARU
1442H/2021M
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, bersyukur penulis kepada Allah SWT sebagai ungkapan rasa


syukur atas nikmat kesempatan dan kemampuan yang Allah anugerahkan kepada
penulis untuk merampungkan makalah ini. Shalawat dan salam penulis kirimkan
kepada tokoh progresif revolusioner yang namanya seringkali disandingkan dengan
Allah SWT., yakninya Nabi Muhammad SAW.

Tujuan primer disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan


peserta mengikuti Latihan Kader II yang diintrodusir oleh HMI Cabang Pekanbaru.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menginformasikan kepada para
pembaca tentang urgensi mereinterpretasikan ulang langkah- langkah mewujudkan
negara Indonesia sebagai negara modern, yang sederajat dengan negara-negara lain
yang telah lebih awal mencapai tahap modern itu sendiri.
Selama pembuatan makalah ini, banyak hambatan yang penulis hadapi baik
dari segi kapasitas pengetahuan maupun dari ketersediaan literasi bacaan. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak yang perlu diinterpretasikan kembali.
Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, sebagai
bahan pertimbangan bagi penulis untuk merekonstruksi ulang penulisan selanjutnya.

Ciputat, 18 Februari 2021


Penulis,

Ghufron Akbari Wardana

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 4


A. Latar Belakang......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 4
D. Pembatasan Masalah .............................................................................. 5
E. Metode Penulisan ................................................................................... 5
F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 7


A. Pembahasan ............................................................................................. 7
B. Transformasi Sosial dan Kompleksitasnya ............................................ 7
C. Modernisasi Sebagai Niscaya .................................................................. 8
D. Revolusi Sebagai Bentuk Perubahan Sosial ............................................ 10
E. Pemikiran Nurcholish Madjid dan Modernisasi ..................................... 13

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 17


DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Segala sesuatu akan berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Sementara
esadaran akan perubahan itu memerlukan stimulasi yang tidak mudah, ia
memerlukan pemahaman yang holistik, kejelian dalam melihat situasi, dan aksi
untuk berpartisipasi aktif dalam dinamika perubahan tersebut. Karenanya,
individu yang telah menyadari akan adanya perubahan, berarti ia juga
menyadari bahwa tidak ada yang tetap selain perubahan itu sendiri.
Adanya perubahan tersebut, dalam konteks sosio-politis, terakomodir
dengan munculnya konsep negara-bangsa modern yang berdampak pada
kesetaraan; hak untuk menyatakan pendapat dan hak untuk mendapatkan
perlakuan yang sama kepada warga negara yang berdomisili di dalamnya (equal
citizenship). Hak untuk menyatakan pendapat inilah, yang menjadi salah satu
motif awal Nurcholish Madjid (Cak Nur) untuk turut berpartisipasi aktif dalam
memodernisasi masyarakat dalam bernegara dan juga beragama.
Namun daripada itu, ide-ide Cak Nur tekait modernisasi dalam bernegara
kerap tidak mendapat perhatian, ia lebih identik pada bidang modernisasi
beragama. Padahal, Cak Nur pernah mendapatkan julukan ‘Natsir Muda’
sebelum menyampaikan pidato kontroversialnya pada tahun 1970. Cak Nur pun
menegaskan pada tulisannya yang menegaskan “Modernisasi adalah
rasionalisasi, bukan westernisasi”. Inilah yang akan penulis uraikan pada
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang di atas, serta telaah terhadap beberapa
perubahan sosio-historis yang terjadi, maka dapat diajukan beberapa pertanyaan
berikut:
1. Bagaimana konsep umum terkait transformasi sosial?
2. Pemikiran apa saja yang menjadi sumbangsih Nurcholish Madjid
perihal transformasi sosial dalam konsep modernisasinya tersebut?
C. Tujuan Penulisan
Berikut adalah beberapa tujuan dari penulisan makalah ini:

4
1. Mendeskripsikan konsep umum tentang transformasi sosial yang
berkaitan dengan revolusi dan modernisasi.
2. Memetakan dan mengidentifikasi ide-ide pemikiran Nurcholish
Madjid perihal kemodernan.
D. Manfaat Penelitian
Beberapa nilai surplus atau manfaat yang bisa didapatkan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis, manfaat dari penelitian ini adalah untuk memenuhi
persayaratan menjadi peserta Latihan Kader II (Intermediate Training),
yang diintrodusir oleh HMI Cabang Pekanbaru.
2. Pembaca dapat mengetahui secara holistis, tentang konsep umum dari
proses transformasi sosial, terutama terkait revolusi dan modernisasi.
3. Mengetahui ide-ide Nurcholish Madjid yang berkaitan dengan revolusi
dan modernisasi dalam bernegara, yang sampai saat ini kurang
mendapatkan perhatian
E. Pembatasan Masalah
Untuk lebih mempermudah penjelasan dalam makalah ini, serta tidak
menimbulkan kesan ambivalen, maka penulis membatasi tulisan ini pada dua
sub-tema pokok:
1. Makalah ini difokuskan pada pembahasan dua konsep transformasi
sosial; revolusi dan modernisasi.
2. Mengkaji satu tokoh HMI yang kompeten dalam bidang pemikiran
tentang transformasi sosial, yaitu Nurcholish Madjid, terkait dua idenya
yang membahas “Modernisasi” dan “Sekularisasi”.
F. Metode Penulisan
Metodologi penelitian yang dipakai dalam makalah ini adalah metode
deskriptif, dengan menggunakan analisis library research yaitu menjelaskan
dan mengidentifikasi pemikiran utama pada tokoh yang dijadikan acuan, dalam
hal ini adalah Nurcholish Madjid yang kemudian diinterpretasi oleh penulis
melalui karya-karyanya yang berjudul “Islam Kemodernan dan

5
Keindonesiaan” dan diakhiri dengan generalisasi antara pemikiran tokoh dan
interpretasi penulis.
Penulis juga menggunakan sumber-sumber sekunder lain yang masih
memiliki relevansi pembahasan dengan tema terkait, yang tujuannya adalah
untuk mendukung pemikiran dari tokoh tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Agar tulisan makalah ini sistematis, penulis mengklasifikasikannya pada tiga
sub-bab pembahasan:
1. Bab pertama adalah bagian “Pendahuluan”, yang di dalamnya memuat
latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
pembatasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan.
2. Bab kedua berisi “Pembahasan”, yang di dalamnya mendeskripsikan dan
mengelaborasi isi masalah yang diangkat.
3. Sedangkan pada bab terakhir adalah “Penutup” yang memuat jawaban
atas rumusan masalah pada Bab I.

6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Transformasi Sosial dan Kompleksitasnya
Tidak ada sesuatu yang mutlak selain perubahan itu sendiri. Tidak bisa
tidak, transformasi atau perubahan sosial pasti akan terjadi kapan saja dan
dimana saja, entah dari faktor individu maupun dari kelompok masyarakat.
Sejarah transformasi kehidupan manusia mengalami peralihan yang luar
biasa dalam 1,5 abad terakhir. Perubahan tersebut terjadi karena disebabkan
oleh faktor globalisasi, migrasi penduduk, kemajuan sains dan teknologi, dan
eksplorasi luar angkasa. Perubahan yang besar itu terjadi dalam spektrum sosio-
politik, energi, hukum, tata kota, dan perkembangan ilmu pengetahuan. 1
Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di
dalam sistem sosial, atau terdapat perbedaan antara keadaan sistem tertentu
dalam jangka waktu berlainan. Simpelnya, konsep dasar perubahan sosial
mencakup tiga gagasan pokok. Pertama, perbedaan; Kedua, pada waktu
berbeda; dan ketiga, di antara keadaan sistem sosial yang sama. 2
Terkait definisi-filosofis dari perubahan sosial itu sendiri, terlihat bahwa
berbagai pakar meletakkan tekanan pada jenis perubahan yang berbeda. Namun
sebagian besar mereka memandang pentingnya perubahan struktural dalam
hubungan, organisasi, dan ikatan antara unsur-unsur masyarakat:
a. Macionis (1987)
Perubahan sosial adalah transformasi dalam organisasi masyarakat,
dalam pola berpikir dan dalam perilaku pada waktu tertentu.
b. Farley (1990)
Perubahan sosial adalah perubahan pola perilaku, hubungan sosial,
lembaga dan struktur sosial pada waktu tertentu
c. Persell (1987)

1
M Amin Abdullah, Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode Studi Agama dan
Studi Islam Kontemporer, (Yogyakarta: IB Pustaka, 2020), hal. 1
2
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, terj. Alimandan, (Jakarta: Penerbit Kencana,
2009), hal.3

7
Perubahan sosial adalah modifikasi atau transformasi dalam
pengorganisasian masyarakat.
d. Ritzer (1987)
Perubahan sosial mengacu pada variasi hubungan antar-individu,
kelompok, organisasi, kultur, dan masyarakat pada waktu tertentu. 3
Singkatnya perubahan sosial yang terjadi di masyarakat sekitar, salah satu
penyebabnya adalah adanya interaksi yang intens antara satu individu dengan
yang lainnya. Lalu, bagaimana jika orang tidak berinteraksi dengan orang lain
atau kelompok? Atau, bagaimana jika ia tak dapat berinteraksi dengan orang
lain atau kelompok? Apakah ini menjadi problem serius dalam proses
transformasi masyarakat?
“Alienasi Hidup” atau Kehidupan yang terasing, menunjukkan adanya
kehilangan kontak dan komunikasi dengan orang lain dan kelompok. Ia
memang masih bisa melakukan tindakan, tetapi ia tak bisa berhubungan dengan
orang lain karena keterbatasan-keterbatasan material dan jarak yang
diciptakannya. Ia tak dapat mengungkapkan pesan, keinginan, dan pendapatnya
atau memang keinginan dan pendapatnya terbatas mengingat keinginan dan
pikiran orang juga dibentuk oleh interaksi sosial dengan orang lain. Orang yang
tidak mau berinteraksi dengan orang lain ibarat berada dalam keterasingan,
bicara dengan dirinya dan sedikit orang, kar enanya nilai-nilai sosialnya sangat
terbatas.4

Salah satu contoh yang berkaitan dengan alienasi hidup misalnya


keterasingan seseorang karena perbedaan kelompok dan identitas sosial, seperti
ras, suku, agama, dan kebudayaan yang tak jarang menimbulkan streotipe yang
berlebihan. Prasangka-prasangka inilah yang kadang menjadi embrio terjadinya
konflik sosial.5

2.2 Modernisasi Sebagai Niscaya

3
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial…, hal. 5
4
Nurani Soyomukti, Pengantar Sosiologi: Dasar Analisis, Teori & Pendekatan Menuju
Analisis Masalah-Masalah Sosial, Perubahan Sosial, & Kajian-Kajian Strategis, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2014), hal. 237
5
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994)
hal. 63

8
Semua bagian di muka bumi ini pasti mengalami modernisasi (kebaruan).
Hanya saja yang membedakan antara satu wilayah dengan yang lainnya adalah
proses percepatan dari modernisasi itu sendiri. Cakupan aspek modernisasi
sangatlah luas, hampir tidak bisa dibatasi ruang lingkup dan masalahnya; mulai
dari aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan seterusnya. 6
Secara spesifik, konsep modernisasi dalam definisi yang telah disepakati
oleh teoritisi modernisasi di tahun 1950-an dan tahun 1960-an, didefinisikan
dalam tiga cara: historis, relatif, dan analisis.
Secara historis, modernisasi sama dengan westernisasi atau
Amerikanisasi. Modernisasi dilihat sebagai gerakan menuju cita-cita masyarakat
yang dijadikan model. Secara relatif, modernisasi berarti upaya yang bertujuan
untuk menyamai standar yang dianggap modern baik oleh masyarakat banyak
maupun oleh penguasa. Definisi analisis berciri lebih spesifik dari pada kedua
definisi sebelumnya yakni melukiskan dimensi masyarakat modern dengan
maksud untuk ditanamkan dalam masyarakat tradisional atau masyarakat pra-
modern.7
Sebagai gerakan sosial “modernisasi” bersifat revolusioner (perubahan
pola yang sangat cepat; dari “tradisi” ke “modern”). Selain itu modernisasi juga
berwatak kompleks melalui banyak cara dan disiplin ilmu, sistematik, menjadi
gerakan global yang akan mempengaruhi semua gerakan manusia, melalui
proses yang bertahap untuk menuju suatu homogenis (convergency) yang
bersifat progresif.8
Sementara itu, sesuatu bisa dikategorikan telah melakukan proses
“modernisasi” jika memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Cara berpikir yang ilmiah (Scientific thinking)
Pola pikir ilmiah ini harus terinternalisasi dan terinstitusi dalam kelas
pengusaha maupun masyarakat. Hal ini menghendaki suatu sistem
pendidikan dan pengajaran yang tersistematisasi dengan baik.

6
Ellya Rosana, “Modernisasi dan Perubahan Sosial”, Jurnal TAPIs Vol.7, No.12, 2011, hal.
32-33
7
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial…, hal. 152-153
8
Rauf A. Hatu, Sosiologi Pembangunan, (Yogyakarta: Interpena, 2013), hal. 11-12

9
b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan
birokrasi.
c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur dan terpusat
pada suatu lembaga atau badan tertentu. Hal ini memerlukan
penelitian yang kontinou, agar data tidak tertinggal.
d. Penciptaan iklim yang favourable dari masyarakat terhadap
modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa. Hal
ini harus dilakukan tahap demi tahap, karena banyak sangkut pautnya
dengan sistem kepercayaan masyarakat (belief system).
e. Tingkat organisasi yang tinggi, di satu pihak berarti disiplin, di lain
pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial (Social
Planning). Apabila tidak dilakukan, maka perencanaan akan
terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan dari kepentingan-kepentingan
yang ingin mentransformasikan perencanaan tersebut demi
kepentingan suatu golongan kecil dalam masyarakat. 9
Singkatnya, Indonesia bisa menjadi salah satu bagian negara modern jika
telah menerapkan beberapa persyaratan di atas. Akan tetapi perlu
digarisbawahi, sebutan negara modern tidak mengharuskan suatu bangsa
bertindak menjadi westernisasi atau Amerikanisasi, sebab pemaknaan yang
demikian pada dasarnya membatasi suatu bangsa untuk mengembangkan ciri
khasnya sendiri, dan Indonesia bisa menjadi modern tanpa harus menjadi
westernis.
2.3 Revolusi Sebagai Bentuk Perubahan Sosial
Revolusi merupakan wujud perubahan sosial paling spektakuler. Revolusi
menjadi indikasi perpecahan mendasar dalam proses historis, revolusi juga
mengandaikan pembentukan ulang masyarakat dari dalam dan pembentukan
ulang manusia. Revolusi tidak menyisakan apa pun seperti keadaannya
sebelumnya. Revolusi menutup epos lama dan membuka epos baru.10

9
Soerjono Soekanto, Pengantar Sosiologi…, hlm 387.
10
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial…, hal. 337

10
Di saat revolusi, masyarakat mengalami puncak agennya, meledakkan
potensi transformasi dirinya sendiri. Segera sesudah revolusi, masyarakat dan
anggotanya seperti dihidupkan kembali, hampir menyerupai kelahiran kembali.
Dalam artian ini revolusi adalah tanda kesejahteraan sosial. Dibandingkan
dengan bentuk perubahan sosial lain, revolusi berbeda dalam lima hal.
a. Menimbulkan perubahan dalam cakupan terluas, menyentuh semua
tingkat dan dimensi masyarakat: ekonomi, politik, kultur, organisasi
sosial, kehidupan sehari-hari, dan kepribadian manusia.
b. Dalam semua bidang tersebut, perubahannya radikal, fundamental,
menyentuh inti bangunan dan fungsi sosial.
c. Perubahan yang terjadi sangat cepat, tiba-tiba, seperti ledakan dinamit
di tengah aliran lambat proses historis.
d. Dengan semua alasan itu, revolusi adalah pertunjukan perubahan
paling menonjol; waktunya luar biasa cepat dan karena itu sangat
mudah diingat. Revolusi membangkitkan emosional khusus dan reaksi
intelektual pelakunya dan mengalami ledakan mobilisasi massa,
antusiasme, kegemparan, kegirangan, kegembiraan, optimisme dan
harapan.11

Konsep sosiologi tentang revolusi mengacu pada penggunaan gerakan


massa atau ancaman paksaan dan kekerasan terhadap penguasa untuk
melaksanakan perubahan mendasar dan terus-menerus dalam masyarakat mereka.
Pusat perhatian bergeser dari pola menyeluruh, dari arah dan hasil akhir yang
dipentingkan, ke agen penyebab, mekanisme, dan skenario alternatif dari proses
sosial yang berarti bahwa orang digunakan untuk membentuk dan membentuk
ulang sejarah. Revolusi dipandang sebagai perwujudan terkuat kreativitas
manusia yang dinyatakan dalam tindakan kolektif di saat proses historis berada di
titik kritis. Ini berarti pandangan yang lebih bebas, yang

11
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial; Perspektif Klasik, Modern, Post-Modern,
dan Poskolonial, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2012) hal. 408

11
menekankan pada agen dan peluang. Konsep ini lebih khas digunakan dalam
teori perubahan sosial tokoh post-perkembangan kini12
Orang masih dapat mengemukakan alasan ontologis yang lebih mendasar
mengenai tidak teramalkannya peristiwa revolusi ini. Meramalkan peristiwa
revolusi bukan hanya sulit tetapi pada dasarnya tidak mungkin, berikut adalah
alasan kenapa revolusi tidak mungkin terjadi.13
Pertama, Kejadian revolusi tergantung pada tindakan yang dilakukan
sejumlah besar individu; revolusi terjadi sebagai pengaruh gabungan dari
sejumlah besar keputusan individual. Setiap keputusan yang diambil individu
berdasarkan situasi biografis dan situasi sosial unik, sekurangnya tidak teratur,
tidak terduga dan tidak menentukan atas apa yang ia putuskan untuk dikerjakan.
Jadi, kondisi “kekacauan” seperti yang dilukiskan dalam ilmu alam secara makro
itu akan membuat orang tidak bisa membuat ramalan khusus.
Kedua, peramalan sukar dilakukan karena untuk memobilisasi dan
mengoordinasi tindakan revolusioner memerlukan pemimpin yang kuat, dan
keberadaan pemimpin yang berbakat, berwibawa dan berkarisma seperti itu,
sebagian besar merupakan rahasia genetik yang belum terungkapkan.

Ketiga, fenomena revolusi merupakan gabungan berbagai proses


(meningkatnya keluhan dan ketidakpuasan, mobilisasi massa, reaksi elite yang
bertahan, tekanan kekuatan dari luar, dan sebagainya), yang meski masing-
masing mungkin teratur sehingga dapat dianalisis secara teoretis dan hingga taraf
tertentu mungkin dapat diramalkan, namun dalam kenyataannya ini’ merupakan
kombinasi unik, saling berpotongan pada saat historis tertentu sehingga proses ini
menghasilkan fenomena yang sama sekali baru yang tidak dapat dijelaskan atau
diramalkan berdasarkan teori yang ada, yang hanya memusatkan perhatian pada
aspek khusus saja.
Dan Keempat, Bila ada teori yang meramal atau memprediksi tentang
revolusi, itu jelas dilakukan oleh teoretisi yang cenderung mempertahankan rezim
lama yang ketika itu masih mempunyai kekuatan cukup untuk

12
Indraddin dan Irwan, Strategi dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Deepublish
Publisher, 2016) hal. 35
13
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial…, hal. 357

12
melumpuhkan revolusi dan mencegah kemenangannya. Barangkali interpretasi
setelah kejadian, dan menyusun konsep dari pengalaman historis yang kompleks
itu dan meningkatkan pemahaman atas kejadian yang sangat kacau itulah yang
paling banyak dapat diharapkan dari teori tentang revolusi.14 Jadi, dalam konteks
saat ini revolusi sangatlah sulit untuk diterapkan bahkan bisa dikatakan, konsep
revolusi di masa seperti sekarang telah runtuh.
2.4 Pemikiran Nurcholish Madjid dan “Modernisasi”
Nurcholish Madjid15 (untuk mempermudah, selanjutnya disebut Cak Nur),
merupakan salah satu dari pemikir Islam terbaik Indonesia yang telah
mengontribusi pemikiran-pemikiran keislaman kontemporer, khususnya dalam
apa yang ia sebut pada tahun 1990 sebagai mempersiapkan “umat Islam
Indonesia memasuki zaman modern.”
Seperti juga para pemikir “modernis” atau “liberal” Indonesia atau dunia
lainnya, sangat menyadari adanya perubahan sosial yang besar di dunia dewasa
ini yang juga telah mempengaruhi Dunia Islam. Perubahan yang terjadi di Dunia
Islam dewasa ini, sudah sejak awal abad 19, secara keseluruhan berpengaruh dan
mendorong kepada perubahan-perubahan di kalangan umat Islam di Indonesia.
Secara garis besar pemikiran Cak Nur dapat diklasifikasikan pada dua
periodisasi. Periode I (1965-1978): Tahap keislaman-keindonesiaan, dan periode II
(1984-2005): Tahap keislaman-kemodernan.16
Fokus yang dihasilkan dari “Periode I” pemikiran keislaman-
keindonesiaan Nurcholish (1965-1978) adalah sekularisasi dan pembaruan Islam
di Indonesia. Sementara fokus yang dihasilkan dari “Periode II” pemikiran
keislaman-kemodernan Nurcholish (1984-2005) adalah paham humanisme Islam,
yang di dalamnya termasuk pengolahan isu-isu Islam, demokrasi, hak asasi
manusia, termasuk pluralisme. Sedangkan antara 1978 - 1984 adalah masa transisi
di mana Nurcholish kuliah dan menulis disertasi di University of Chicago.

14
Mansour Fakih. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. (Yogyakarta:
Insistpress, 2009), hal. 22
15
Nurcholish Madjid lahir di Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur pada 17 Maret 1939 (26 Muharram
1358) dan meninggal pada 29 Agustus 2005 pada usia 66 tahun.
16
Budhy Munawwar Rachman dalam Pengantar, Karya Lengkap Nurcholish Madjid,
(Jakarta: Nurcholish Madjid Society, 2020), hal. xxxi-xxxii

13
Pemikiran Cak Nur pada dua tahap ini juga menghasilkan milestone atau
tonggak yang bisa dianggap sebagai kemajuan dalam pemikiran dan
perkembangan Islam di Indonesia. Milestone itu adalah: Periode I (1965-1978):
-Disahkannya Nilai Dasar Perjuangan (NDP) sebaga ideologi Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) se-Indoenesia, Perdebatan tentang sekularisasi dan
pembaruan Islam. Periode II (1984-2005): Konsep neo-modernisme Islam atau
yang kemudian lebih dikenal sebagai Islam Liberal, Paham Islam
inklusif/pluralisme, Pemikiran tentang humanisme Islam, Pemikiran tentang
reformasi (demokrasi dan civil society).17
Pada pembahasan ini kita akan memfokuskan ide-ide cak Nur pada periode
pertama, hal ini didasarkan karena hampir secara keseluruhan idenya yang
memuat tentang “modernisasi” terakomodir dalam periode pertamanya;
modernisasi, sekularisasi dan desakralisasi
a. Modernisasi
Pada tahun 1968, Cak Nur menulis sebuah artikel yang cukup
panjang dengan judul “Modernisasi Ialah Rasionalisasi, Bukan
Westernisasi”, dalam artikel tersebut ia mendefinisikan modernisasi
sebagai pengertian yang identik, atau hampir identik, dengan pengertian
rasionalisasi. Dan hal itu berarti proses perombakan pola berpikir dan
tata kerja lama yang tidak akliah (rasional), dan menggantikannya
dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang akliah. Kegunaannya ialah
untuk memperoleh daya guna dan efisiensi yang maksimal. Hal itu
dilakukan dengan menggunakan penemuan mutakhir manusia di bidang
ilmu pengetahuan.18
Jika diteliti pada pengertian modernisasi yang telah dijabarkan pada
bab sebelumnya, pemikiran modernisasinya Cak Nur ini lebih mengarah
pada modernisasi relative yang bertujuan untuk menyamai dengan model
kondisi modern saat ini
Ide modernisasi cak Nur tidak bisa dikategorisasikan sebagai sebuah
gerakan modernisasi historis, yang arahnya menuju pada proses

17
Budhy Munawwar Rachman dalam Pengantar…, hal. xxxii
18
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 2008),
hal 108

14
westernisasi. Dengan tegas Cak Nur mengungkapkan bahwa modernisasi
ialah rasionalisasi yang ditopang oleh dimensi-dimensi moral, dengan
berpijak pada prinsip iman kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Cak Nur tidak bermaksud untuk menjadikan modernisasinya sebagai
penerapan atas westernisasi sebab ia sendiri menolak westernisme. Dan
westernisme yang dimaksudkan itu ialah suatu keseluruhan paham yang
membentuk suatu total way of life, di mana faktor yang paling menonjol
ialah sekularisme, dengan segala percabangannya..
b. Sekularisasi
Satu hal yang turut menjadi indikasi bahwa Cak Nur adalah seorang
yang berpikiran modernis, ketika ia menulis makalah “Keharusan
Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat” yang di
dalamnya memuat tentang sub pembahasan “sekularisasi”.
Secara konseptual sekularisme itu pada hakikatnya adalah paham
tentang pemisahan antara agama dan politik. Jadi dengan pemahaman
seperti itu berarti agama itu adalah urusan pribadi dan masyarakat;
bukan urusan politik.19
Sekularisasinya dimaksudkan sebagai bentuk liberating
development. Proses pembebasan ini diperlukan karena umat Islam,
akibat perjalanan sejarahnya sendiri, tidak sanggup lagi membedakan
nilai-nilai yang disangkanya Islami itu, mana yang transendental dan
mana yang temporal. Malahan, hirarki nilai itu sendiri sering terbalik,
transendental semuanya, bernilai ukhrawi, tanpa kecuali.
Jadi, sekularisasi tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan dari apa
yang dimaksud dengan sekularisme dan mengubah kaum Muslimin
menjadi sekularis. Sehingga tujuan utama sekularisasi tersebut adalah
menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya bersifat duniawi, dan
melepaskan umat Islam dari kecenderungan untuk

19
Budhy Munawwar Rachman, Reorientasi Pembaharuan Islam: Sekularisme,
Liberalisme, dan Pluralisme, (Malang: Intrans Publishing, 2017) hal. 174.

15
mengukhrawikannya. Lebih lanjut, sekularisasi dimaksudkan untuk lebih
memantapkan tugas duniawi manusia sebagai “khalifah Allah di
bumi”.20 Dengan demikian, kesediaan mental untuk selalu menguji dan
menguji kembali kebenaran suatu nilai di hadapan kenyataan- kenyataan
material, moral ataupun historis, menjadi sifat kaum Muslimin. 21
Respon terhadap ide sekularisasinya Cak Nur cukup beragam, bahkan
salah satu tokoh seperti Prof. H.M Rasjidi yang juga menjadi idola Cak
Nur dengan keras menolak ide sekularisasi, menurutnya Cak Nur telah
menganut paham kemutlakan akal. Kritik lain juga muncul dari satu
gerakan terstruktur yang bernama Post-Tradisionalisme. Secara
simplistis, gerakan Post-Trad ini merupakan suatu gerakan yang menolak
ide-ide pembaharuan Cak Nur dan lebih mengarah pada Abdurrahman
Wahid (Gus Dur).
Kritik dari gerakan Post-Tradisionalis ini salah satunya dilancarkan
oleh Ahmad Baso, ia berpendapat bahwa Islam Liberal yang diusung
oleh Cak Nur sebagai ideologi yang merasionalisasi penggunaan simbol
keagamaan untuk berkolaborasi dengan pemerintah atau didorong oleh
kehendak kuasa.22
Terlepas dari apapun itu ide sekularisasinya Cak Nur telah
menstimulasi masyarakat untuk mentransformasikan pola hidup yang
telah ketinggalan zaman dengan ide-ide baru yang lebih segar.

20
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan…, hal. 229
21
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis tentang
Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan, (Jakarta: Gramedia, 2019), hal. 103
22
Carool Kersten, Berebut Wacana; Pergulatan Wacana Umat Islam Indonesia Era
Reformasi, (Bandung: Mizan, 2018), hal. 164

16
BAB III
KESIMPULAN

Antara konsep “modernisasi” dan “revolusi” pada intinya memiliki korelasi


yang cukup erat, sebab dalam proses menuju modern pasti membutuhkan
perubahan yang sangat cepat, begitupun dalam revolusi, ia lahir sebagai
konsekuensi dari modernisasi itu sendiri.
Yang membedakannya, revolusi mengacu pada penggunaan gerakan massa
atau ancaman paksaan dan kekerasan terhadap penguasa untuk melaksanakan
perubahan mendasar dan terus-menerus dalam masyarakat mereka. Sementara
modernisasi tidak mengharuskan adanya kekerasan.
Sementara itu, Nurcholish Madjid adalah seorang yang cenderung
mengarah pada corak pemikir yang mengembangkan konsep modernisasi. Hal itu
terindikasi dari ide-ide pembaharuannya yang membahas “modernisasi” dan
“sekularisasi”.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M Amin. 2020. Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode


Studi Agama dan Studi Islam Kontemporer. Yogyakarta: IB Pustaka
Hatu, Rauf. 2013. Sosiologi Pembangunan. Yogyakarta: Interpena
Indraddin dan Irwan. 2016. Strategi dan Perubahan Sosial. Yogyakarta:
Deepublish Publisher
Madjid, Nurcholish. 2008. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung:
Mizan
Madjid, Nurcholish. 2009. Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis
tentang Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan. Jakarta: Gramedia
Mansour Fakih. 2009. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.
Yogyakarta: Insistpress
Nanang, Martono. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial; Perspektif Klasik, Modern,
Post-Modern, dan Poskolonial. Jakarta, PT RajaGrafindo Persada
Rachman, Budhy Munawwar. 2017. Reorientasi Pembaharuan Islam:
Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme. Malang: Intrans Publishing
Rosana, Ellya. “Modernisasi dan Perubahan Sosial”, Jurnal TAPIs Vol.7, No.12,
2011
Soekanto, Soerjono. 1994. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Soyomukti, Nurani. 2014. Pengantar Sosiologi: Dasar Analisis, Teori &
Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah Sosial, Perubahan Sosial, &
Kajian-Kajian Strategis. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Sztompka, Piotr. 2009. Sosiologi Perubahan Sosial, terj. Alimandan, Jakarta:
Penerbit Kencana
Tim Penyusun. 2020. Karya Lengkap Nurcholish Madjid.Jakarta: Nurcholish
Madjid Society
Kersten, Carool. 2018. Berebut Wacana; Pergulatan Wacana Umat Islam Indonesia
Era Reformasi. Bandung: Mizan

18
Lampiran Biodata Diri Calon Peserta LK II

19

Anda mungkin juga menyukai