BEDAGANG
OLEH KELOMPOK 3
Dhia Firda Hajidah : 220101010026
Fathiina Amini : 220101010302
Muhammad Ilham Ramnai : 220101010422
Kel 3
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdagang memang sudah menjadi kebiasaan orang orang banjar dari dulu
sampai sekarang, bahkantak sedikit yang berdagang keluar daerah mereka untuk
berdagang di daerah lain maupul di luar pulau. Sehingga dalam makalah ini kami
mencoba menjabarkan bagaimana orang orang banjar dalam berdagang.
B. TUJUAN
Makalah ini di buat ntuk memperkenalkan bagaimana cara orang orang
banjar berdagang.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Bedagang
Bedagang sudah di lakukan oleh orang-orang banjar sejak zaman dulu kala.
Mekipun tidak ada kendaraan darat namun orang orang banjar seringkali berdagang
melalui sungai, karena di banjar sungai dan perahu memberikan bentuk
perdagangan antar peduduk kenyamanan, dan biasanya barang barang yang di
perjual belikan ialah alat-alat dan bahan bahan pokok untuk kehidupan sehari-hari.
Para penjual biasanya melakukan kegiatan bisa dalam menjalani sungai dari
desa kedesa, dari desa ke kota, dari pakan ke pakan , sampai ke pasar dengan kurun
waktu tertentu yang biasanya di lakukan sehari dalam satu minggu.
Tak tanggung mereka rela melakukan perjalanan panjang hanya umtuk
menjual dagangan mereka atau menuju ke pasar yang di adakan masarakat suatu
daerah setiap minggunya.
Peragangan orang banjar dulu di bagi menjadi dua yaitu :
a. perdagangan antar sungai
perdagangan antar sungai iasalah proses dimana si pedagang melalui sungai
demi sungai dalam menjual dagangannya, baik itu dalam lingkup satu desa, dari
desa ke desa, maupun dari desa ke kota. Biasanya mereka menggunakan pealatan
yang di sebut “Jukung” oleh masyarakat sekitar. Dengan jukung biasanya
msyarakat mejual dan mengangkut barang dagangan mereka melewati sungai.
Kota kota kecil dan desa-desa di tepian sungai Barito, sungai Bahan, sungai
Nagara, dan sungai Martapura. Selain mereka mengadakan pasar di darat, mereka
juga memperluas perdagangan melalui sungai, yang mana bisa di sebut sebagai
“pasar terapung” oleh masyarakat.1
Pada saat pekan, biasanya para pedagang menjual beberapa barang tertentu,
biasanya mereka menjual alat-alat memasak atau kerja yang tahan lama dan
1
M.Suriansyah Ideham, B.A. dkk. URANG BANJAR DAN KEBUDAYAANNYA. Pustaka
Banua. 2005. Banjarmasin. Hal 197
2
musiman. Dan biasanya perahu yang mereka bawa itu di beri sebutan dengan
barang apa yang mereka bawa. Seperti perahu semangka, perahu iwak, dan lain lain.
Sampai sekarangpun aktiviitas berjuala melalui sungai masih di
pertahankan oleh masyarakat agar aktivitas yang sudah menjadi budaya ini tidak
luntur begitu saja oleh perkembangan zaman. Buktinya masih terdapat pasar
terapung di kota banjar masin yang sekarang juga sekaligus di jadikan sebagai suatu
tempat wisata yang masih ramai di kunjungi oleh masyarakat. 2
2
Ibid. Hal 198
3
Ibid. Hal 199
3
akhir abad ke-17 lah daerah Banjar mulai di kenal sebagai pusat perdagangan. Baik
masa kerajaan maupu setelah di perintah secara langsung oleh pemerintah Hindia
Belanda. Bertahannya perdagangan yang selama berabad-abad itu di rencanakan
potensi wilayah itu yang sifatnya simbiotis, daerah pedalaman sebagai penghasil
yang terus menerus memasok daerah daerah pedalaman sebagai penghasil yang
terus menerus memasok daerah pesisir yang berfungsi sebagai pusat perdagangan.
Mula-mula merupakan perdagangan lkal, kemudian menyebar ke pulau pulau lain
yang di wiliyah nusantara, produksi daerah pedalaman dan perdagangan di pesisir
menjadi kian besar ketika orang-orang barat yang merupakan konsumen besar
mulai mengarahkan pandangannya ke arah Banjar. Pola organisasi, penentuan jenis
tanaman senantiasa berubah selama kurun waktu 1700-an sampai 1900-an. Tetapi
semua jenis komodoti perdagangan itu sebagai keseluruhan tetap merupakan dasar
utama perekonomian daerah Banjar. 4
4
Drs. H. Sjarifuddin, Vida Pervaya Rusianti Kusmartono, S.S. dkk. SEJARAH BANJAR.
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan. 2003 Banjarmasin. Hal
139-140
5
Ibid. Hal 140
4
pasar pasar ini beraktivitas pada sore sampai ke malam hari atau pagi
sampai terbit matahari.
2. Warung dan kios
Di kampung kampung banyak sekali di temukan warung-
warung teh dan kios kios yang melayani warga kampung itu sendiri.
Para penyadap karet biasanya minum atau makan pagi disana
sebelum pergi menuju kebunnya dan ketika kembali juga singgah
terlebih dahulu ssebelum kembali ke rumahnya. Begitu juga para
petani dan nelayan. Di warung warung ini biasanya selain menjual
minuman juga menjual makanan sseperti kue kue atau biasanya di
sebut waday yang di titipkan oleh tetangga mereka, di buat oleh
mereka sendiri, maupun yang baru mereka beli sebelum subuh di
toko. Selain itu juga terdapat kios kios yang biasanya menjual
barang barang sehari-hari masyarakat di desa.
3. Perniagaan intan
Sejalan dengan pemberian hak kepada anggota kerabat
sultantertentu untuk memungut hasil dari daerah daerah tertentu,
para pendulang intan pada zaman kerajaan berkewajiban menjual
intan yang di perolehnya kepada bangsawan yang mempunyai hak
atas pungutan daerah itu dengan harga tertentu dan khusus untuk
intan yang besar besar wajib di jual kepada sultan sendiri dengan
harga yang ditentukan lebih dahulu.
Intan langsung di beli oleh tengkulak-tengkulak- di daerah
penduluan, atau langsung di jual di pasarintan di martapura. Para
pendulang intan ada yang langsung menjual kepada saudagar intan
tertentu di rumahnya, intan intan ada juga yang langsung adi jual ke
rumah saudagar intan,ini biasanya ilegal, karena tidak terdeteksi
oleh badan pengawas pajak, sehingga pajaknya tidak terpungut.6
4. Berdangan perhiasan
6
Alfani Daud. Islam dan Masyarakat banjar. Hal 135-139
5
Orang banjar terkenal dimana-mana terkenal sebagai perdagang
permata dan perhiasan yang ulet. Di martapura terdapat beberapa
orang pedagang yang membawa perhiasan ke Jambi tembilahan di
Sumatera,Manado,Ujung Pandang di Sulawesi, ke berbagai kota di
Jawa, dan di kota-kota penting di Kalimantan itu sendiri. Selain yang
memiliki agen pernjualan di kota besar, biasanya perhiasan yang di
bawanya di beli langsung dari saudagar intan dan pengrajin
perhiasan. Dalam hal ini harganya biasanya di bayar saat dia pulang
dari perdagangan. Adakalanya ia membeli intan sendiri( kontan atau
berhutang) dan menyuruh orang buatkan perhiasan.
Yang terakhir yaitu pedagang perhiasan yang menerima
komisi dari pemilik. Ini beiasanya di lakukan oleh pembalijaan atau
wanita wanita yang menjual dari rumah ke rumah.7
2. Akad Jual Beli orang banjar
masyarakat Banjar merupakan masyarakat yang menganut mazhab Shāfi’ī.
Masyarakat Banjar senantiasa menggunakan sumber-sumber dari kalangan mazhab
Shāfi’ī dalam berbagai aktivitas keagamaan yang berhubungan dengan hukum
mengikuti tata aturan yang berkaitan dengan ibadah, transaksi dagang, maupun
perkawinan,. Tradisi dagang orang Banjar dapat dilihat dari sikap mereka ketika
memaknai akad sebagai sesuatu yang sangat prinsip sehingga mereka menganggap
tidak sah suatu transaksi jika tidak dinyatakan dengan akad yang jelas.
Hal semacam ini dilaksanakan tanpa melihat situasi dan kondisi dimana
transaksi itu dilaksanakan, seperti apa yang terjadi di sungai Pasar Terapung sebagai
salah satu pusat kegiatan mu’amalah bagi orang Banjar. Akad jual beli di Pasar
Terapung dalam masyarakat Banjar telah memperhatikan asas-asas hukum yang
menjadi landasan dalam rangka untuk mewujudkan “asas kemaslahatan hidup dan
asas kebebasan dan kesukarelaan” dalam jual beli. Praktik akad jual beli di Pasar
7
Ibid. Hal 139-140
6
Terapung telah memenuhi syarat akad dalam jual beli, yang intinya adalah
mengarah pada kerelaan dan kesepahaman antara penjual dan pembeli.8
8
H.M. Hanifah. Akad Jual Beli Dalam Dalam Tradisi Pasar Terapung Mayarakat Banjar.
Al-Tahrir, Vol. 15, No. 1 Mei 2015. Hal 215.
7
PASAR TERAPUNG
Banjarmasin dengan kondisi geografisnya yang dikelilingi sungai sehingga
dikenal dengan kota seribu sungai, juga memiliki masyarakat yang sangat
menghargai dan tetap melestarikan budaya lokalnya. Pasar terapung ini merupakan
salah satu kearifan lokal Banjarmsin yang masih eksis hingga sekarang. Hal ini
tidak lepas dari peran pemerintah dalam mengelola tatanan kotanya. Dengan
menjadikan pasar terapung sebagai objek wisata dan berusaha memperbaiki
fasilitas sekitar pasar terapung. Sungai menjadi tempat aktivitas utama dari dulu
hingga sekarang, terutama dalam aktivitas perdagangan dan transportasi. Karena
keadaan wilayahnya yang dikelilingi oleh sungai besar dan sungai kecil ini sehingga
mempengaruhi corak kebudayaan masyarakat sungai. Masyarakat terbiasa
melakukan seluruh aktivitasnya melalui sungai misalnya saja mandi, mencuci, dan
berdagang pun juga di sungai.
Hal inilah yang menjadikan pasar terapung tetap eksis hingga sekarang
walaupun ada bebrapa tantangan harus dihadapi seiring dengan perkembangan
zaman. Seperti yang terdapat dalam (Yudha, 2018), bahwa revolusi industry
mengacu kepada berbagai teknologi baru yang menghubungkan dunia fisik, digital
dan biologis (augmented reality, internet, robotika canggih, big data, dan lain
sebagainya) yang secara fundamental akan berdampak pada berbagai disiplin ilmu,
industry dan ekonomi.sehingga mensyaratkan perubahan paradigm tentang
bagaimana kita merespon, mengelola, dan mengatur teknologi agar meminimalisasi
resiko dan meningkatkan manfaat. Oleh sebab itu, berkaitan dengan eksistensi
budaya lokal Banjar maka sebagai pemuda harus menentukan langkah apa saja
untuk menjaga eksistensi budaya lokal dengan menggunakan perkembangan
teknologi yang ada.
A. PENGERTIAN
8
yang selalu bersliweran kian ramai dan selaalu oleng dimainkan gelombang sungai.
Kebanyakan para pedagang aalah wanita. Menariknya, di pasar terapung ini juga
masih berlaku sistem barter antar pedagang. Tak ada organisasi pedagang sehingga
jumlah mereka yang berjualan tak terhitung. Mereka datang untuk berjualan, dan
bubar dengan sendirinya ketika matahari mulai terik.
Pasar terapung sudah ada sejak abad ke-18 di sepanjang pesisir sungai Martapura.
Menurut penuturan salah seorang keturunan Khatib Dayan (ulama) Kerajaan Banjar
yang bernama Syarif Bistamy, keberadaan pasar terapung ini memang tidak lepas
dengan berdirinya Kerajan Banjar sekitar tahun 1595. Namun, Syarif yakin
berdasarkan dari catatan sejarah yang dimiliki keluarganya bahwa pasar terapung
itu berdiri atau sudah ada sebelum berdirinya kerajaan Banjar. Menurutnya,
kawasan pasar terapung merupakan bagian dari pelabuhan sungai yang bernama
Bandarmasih. Pelabuhan sungai ini meliputi aliran Sungai Barito, dari Sungai Kuin
hingga Muara Kelayan, Banjarmasin Selatan (Hanafiah, 2015). Keberadaan pasar
terapung di muara kuin memang tumbuh bersamaan dengan adanya komune-
komune yang secara tetap mengalami daerah sekitarnya. Diareal muara sungai Kuin
dan sekitarnya terdapat lima kelompok suku yang hidup berdampingan secara
damai. Keberadaan masyarakat yang mendiami lokasi yang menjadi cikal-bakal
kota Kerajaan Banjar dengan ditetapkannya pangeran Samudera sebagai raja oleh
patih Masih pada tahun 1595 (Hanafiah, 2015). Ketika pemerintah menetapkan
sector pariwisata sebagai aset untuk meningkatkan devisa negara, maka sejak tahun
1980-an Pasar Terapung ikut mendapat perhatian untuk dijual kepada wisatawan
baik domestic maupun mancanegara. Pasar terapung kemudian menjadi terkenal.
Inilah sejarah singkat dari pasar terapung yaitu dengan keunikan pasar dan
kekhasanya sesuai kearifan lokal banjar yang dimiliki Banjarmasin, Kalimantan
Selatan.
9
Kota Banjarmasin secara administrative pada tahun 2016 masih masuk ke
dalam wilayah provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi ini memiliki struktur geologi
tanah basah (alluvial) yang kemudian memunculkan potensi geografis berupa
banyak sungai yang berpangkal di Pegunungan Meratus dan bermuara ke Laut jawa
dan Selat Makasar (BPS, 2015). Kota Banjarmasin terletak pada 3°15' sampai 3°22'
Lintang Selatan dan 114°32' Bujur Timur, ketinggian tanah asli berada pada 0,16 m
di bawah 19 permukaan laut dan hampir seluruh wilayah digenangi air pada saat
pasang. Kota Banjarmasin berlokasi daerah kuala sungai Martapura yang bermuara
pada sisi timur sungai Barito. Letak Kota Banjarmasin nyaris di tengah-tengah
Indonesia.
10
D. KEARIFAN LOKAL PASAR TERAPUNG
Kearifan lokal adalah pengetahuan dasar yang diperoleh dari hidup dalam
keseimbangan dengan alam. Hal ini terkait dengan budaya di masyarakat yang
terakumulasi dan diteruskan. Kebijaksanaan ini menjadi abstrak dan konkret, tetapi
karakteristik penting kearifan lokal adalah bahwa itu berasal dari pengalaman nyata
memadukan tubuh, jiwa dan lingkungan (Mungmachon, 2012). Selain itu, kearifan
lokal merupakan suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup;
pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan
kearifan lokal. Di Indonesia, kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada
budaya atau etnik tertentu, tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya atau lintas
etnik sehingga membentuk nilai budaya yang bersifat nasional. Sesuai dengan
kearifan lokal yang ada di Kalimantan Selatan khususnya Banjarmasin, yaitu
budaya sungai yang masih lestari hingga kini salah satunya adalah pasar terapung.
Sungai bukan hanya sekedar sarana transportasi dan komunikasi bagi Urang
Banjar, tetapi juga sebagai urat nadi kehidupan, untuk; mandi, cuci, dan kakus.
Ketika proses islamisasi Banjarmasin telah berlangsung sejak abad ke-15,
pemakaian air sungai menjadi intensif mengingat ajaran-ajaran islam yang sangat
11
mementingkan arti kebersihan. Sungai sebagai alat transportasi dan tidak bisa di
pisahkan dari alat transportasi sungai, yakni; lanting paring atau rakit bamboo dan
jukung atau perahu (Noor, 2016). Masyarakat banjar pada umumnya menggunakan
jukung sebagai alat pengangkut barang dagangan yang paling efektif. Karena itulah
yang menjadikan pasar terapung itu unik dan menarik untuk dibahas.
Kebanyakan pasar biasanya terletak didarat tetapi pasar yang satu ini
berbeda karena pasar ini terletak diatas air. Orang banjar biasa menyebutnya pasar
terapung. Pasar terapung adalah sebuah pasar tradisional yang seluruh aktivitasnya
dilakukan diatas air dengan menggunakan jukung. Suasana yang unik dan menarik
dalam pasar terapung ini adalah ketika para pedagang yang menggunakan jukung
saling berdesak desakan untuk mencari pembeli. Kebanyakan pedagang di pasar
terapung ini adalah wanita. Tentu sebagai wanita mereka harus pandai dalam
mengatur waktu terutama dalam mengurus keluarga. Beberapa keunikan lain juga
karena sebagian besar 22 pedagangnya adalah kaum wanita dengan usia sekitar 30-
50 tahuan.
12
Selain para pedagangnya yang unik system perdagangannya juga unik karena masih
banyak dari mereka yang menggunakan sistem barter.
Pasar terapung merupakan salah satu budaya sungai yang masih eksis di
Kalimantan Selatan. Perahu-perahu bergerak menuju lokasi pasar terapung
merupakan salah satu keeksotikan masyarakat banjar yang hampir seluruh
kehidupannya dilakukan disungai. Selain itu, ada keunikan tersendiri ketika para
pedagang yang membawa barang dagangannya menggunakan jukung (perahu)
menuju lokasi dagang. Kebanyakan dari pedagangnya adalah perempuan. Para
pedagang perempuan ini juga menggunakan tanggui yang menjadi ciri khas mereka
sejak dulu bahkan hingga saat ini 24 masih digunakan oleh masyarakat Banjar.
Dengan beberapa ciri khas itulah yang menjadikan pasar terapung menjadi semakin
unik.
13
1. Di Kalimantan hanya ada 2 Pasar Terapung, yaitu di di Lok Baintan dan di
Kuin Banjarmasin.
2. Pasar Terapung Lok Baintan bukan berada di wilayah Banjarmasin, tapi
masuk Kabupaten Banjar.
3. Semua pedagang di pasar terapung adalah perempuan.
4. Pasar Terapung ini bukan rekayasa untuk menarik perhatian wisatawan, tapi
merupakan budaya dari masyarakat setempat.
5. Para pedagang di pasar terapung telah meninggalkan rumah sejak setelah
Sholat Subuh.
6. Jukung adalah alat transportasi yang digunakan di Pasar Terapung.
7. Pasar Terapung tidak diam di tempat, tapi bergerak mengikuti aliran sungai.
8. Yang dijual adalah hasil kebun dari masyarakat setempat.
9. Nama topi yang banyak dipakai oleh para pedagang dinamakan “Tanggui”
dalam bahasa Banjar.
10. Uang merupakan alat transaksi yang dipakai, namun barter juga masih
dilakukan.
14
BAB III
KESIMPULAN
Dapat di simpulkan, kegiatan bedagang itu tidak lepas dari kehidupan
sehari-harinya masyarakat banjar. Banyak sekali masyarakat banjar yang
melakukan aktivitasnya untuk berdagang. Dengan begitu banyaknya cara atau
tempat yang memungkinkan untuk berdagang maka disana akan terjadi sebuah
kegiatan dimana orang akan mencoba untuk berdagang. Banyak sekali pedagang
yang menjual barang-barang kebutuhan hidup sehari” di banjar bahkan dimana-
mana, sehingga tidak sulit untuk mencari barang barang keperluan sehari-hari di
banjar.
Orang banjar juga merupakan pedagang yang gigih, mereka berjualan tidak
hanya di banjar namun juga suka berdagang ke luar daerah bahkan sampai ke luar
pulau agar dapat memperdagangkan dagangannya.
15
DAFTAR PUSTAKA
.M. Hanifah. Akad Jual Beli Dalam Dalam Tradisi Pasar Terapung Mayarakat Banjar.
Al-Tahrir, Vol. 15, No. 1 Mei 2015
Alfani Daud. Islam dan Masyarakat banjar.
Drs. H. Sjarifuddin, Vida Pervaya Rusianti Kusmartono, S.S. dkk. SEJARAH BANJAR.
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan. 2003 Banjarmasin.
M.Suriansyah Ideham, B.A. dkk. URANG BANJAR DAN KEBUDAYAANNYA. Pustaka
Banua. 2005. Banjarmasin.
Nurul Fauzyiah, Fathurrahman, Muhammad Fitri. PASAR TERAPUNG, EKSISTENSI
BUDAYA LOKAL BANJARMASIN. Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional Jember Social and
Political Days 2018. Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
16