Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KALKULUS PEUBAH BANYAK

INTEGRAL LIPAT DUA

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kalkulus Peubah banyak

Dosen Pengampu: Susanti, S.Pd., M.Pd.

OLEH:

Kelompok 6

1. Sindi Sri Cahyani (2103020020)


2. Rini Fitriani (2103020023)
3. Irmayanti (2103020027)
4. Rara Candraninngtyas (2103020040)

KELAS A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNG PINANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT. atas segala nikmat dan rahmat-Nya yang senantiasa
memberi kehidupan kepada makhluk-Nya, dan dengan kasih sayang-Nya lah hingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa
kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari
zaman jahiliyah hingga zaman yang beradab seperti saat ini.Dalam rangka memenuhi
tugas dari Ibu Susanti S.Pd., M.Pd. Selaku dosen mata kuliah Kalkulus Peubah
Banyak, dengan ini penulis membuat makalah yang berjudul “Integral Lipat Dua”.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca umumnya, dan khususnya bagi penulis.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran sangat diharapkan untuk mempermudah penulisan-penulisan berikutnya.
Terimakasih…

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Tanjung Pinang, 15 September 2022

Kelompok 6

Kelompok 6 ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI .....................................................................................................................................iii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 2
BAB II ............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 3
A. Penerapan Integral Lipat Dua ............................................................................................ 3
B. Integral Lipat Dua pada Persegi Panjang ........................................................................... 8
C. Integral Berulang ............................................................................................................. 12
D. Integral Lipat Dua pada Daerah Bukan Persegi Panjang ................................................. 13
E. Integral Lipat Dua pada Koordinat Polar ......................................................................... 16
F. Pemakaian Integral Lipat Dua ......................................................................................... 19
BAB III .......................................................................................................................................... 23
PENUTUP ..................................................................................................................................... 23
A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 23
B. Saran................................................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 24

Kelompok 6 iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum mempelajari materi Kalkulus Peubah Banyak selanjutnya, alangkah
perlu untuk memahami pengertian integral lipat dua. Hal ini karena setiap materi
saling berkaitan. Pada kalkulus integral, integral tunggal 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 Ditentukan oleh
fungsi dengan satu peubah (variabel) f(x) dalam interval [a, b], dan dikembangkan dari
konsep Jumlah Riemann

𝑏 𝑏

lim ∑ 𝑓(𝑥)∆𝑥 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥


∆𝑥→0
𝑥=𝑎 𝑎

= [𝐹(𝑥)]𝑏𝑎 = 𝐹(𝑏) − 𝐹(𝑎)

dengan nama, F (x) adalah anti diferensial dari f(x).

Pada Kalkulus Peubah Banyak, Integral Lipat-Dua

∬ 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 𝑑𝑥, 𝑎𝑡𝑎𝑢 ∬ 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 𝑑𝑦


𝑅 𝑅

ditentukan oleh fungsi dengan dua variabel f(x, y) dalam daerah inegrasi R. Artinya,
sebagai batas- batas integrasi bukan berupa interval; akan tetapi berupa daerah /
kawasan/ Region tertutup —R di bidang xy.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penerapan Integral Lipat-Dua?
2. Bagaimana Penerapan Integral Lipat-Dua pada Persegipanjang?
3. Bagaimana Penerapan Integral Berulang?
4. Bagaimana Penerapan Integral Lipat-Dua pada Daerah Bukan
Persegipanjang?
5. Bagaimana Penerapan Integral Lipat-Dua dalam Koordinat Polar?
6. Bagaimana Pemakaian Integral Lipat-Dua?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar Mengetahui tentang Penerapan Integral Lipat-Dua
2. Agar Mengetahui tentang Penerapan Integral Lipat-Dua pada
Persegipanjang
3. Agar Mengetahui tentang Penerapan Integral Berulang
4. Agar Mengetahui tentang Penerapan Integral Lipat-Dua pada
Daerah Bukan Persegipanjang
5. Agar Mengetahui tentang Penerapan Integral Lipat-Dua dalam
Koordinat Polar
6. Agar Mengetahui tentang Pemakaian Integral Lipat-Dua

Kelompok 6 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penerapan Integral Lipat Dua


Penerapan integral lipat-dua yang paling jelas adalah dalam penghitungan volume
benda pejal. Penggunaan integral lipat-dua yang demikian telah diilustrasikan secara luas,
sehingga sekarang kita berpaling ke penerapan lain (massa, pusat massa, momen inersia,
dan jejari girasi).

Perhatikan suatu pelat tipis yang demikian tipisnya sehingga dapat kila pandang
sebagai berdua-dimensi. Dalam Subbab 5.6, pelat yang demikian itu kita sebut lamina,
tetapi di sana kita hanya memandang lamina-lamina yang kerapatannya konstanta Di sini
kita ingin mempelajari lamina-lamina yang kerapatannya berubah, yaitu lamina yang
terbuat dari bahan tak homogen (Gambar 1).

Misalkan bahwa suatu lamuna mencakup daerah S di bidang-ry dan kerapatan


(massa per satuan luas) di (x, y) dinyatakan oleh ô(x, y). Partisikan S ke dalam
persegipanjang kecil 𝑅1 , 𝑅2 , … , 𝑅𝑘 seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Ambil sebuah titik
𝑥̅𝑘 , 𝑦̅𝑘 dalam 𝑅𝑘 . Maka secara aproksimasi, massa 𝑅𝑘 , adalah 𝛿(𝑥̅𝑘 , 𝑦̅𝑘 )𝐴(𝑅𝑘 ) dan massa
total lamina secara aproksimasi adalah

m=∑𝑛𝑘=1 𝛿 (𝑥
̅̅̅,
𝑘 ̅̅̅)𝐴(𝑅
𝑦𝑘 𝑘)

Masa aktualnya m diperoleh dengan mengambil limit ekspresi di atas ketika


norma patisi mendekati nol, yang tentu saja berupa suatu integral lipat dua.

m= ∬𝑆 𝛿 (𝑥, 𝑦)𝑑𝐴

CONTOH 1:

Kelompok 6 3
Sebuah lamina dengan kerapatan 𝛿 (x, y) = xy dibatasi oleh sumbu-x garis x = 8. dan
kurva y = 𝑥 2⁄3 (Gambar 3). Carilah massa totalnya.

PENYELESAIAN:

8 𝑥 2⁄3
m= ∬𝑆 𝑥𝑦 𝑑𝐴 = ∫0 ∫0 𝑥𝑦 𝑑𝑦 𝑑𝑥

8 𝑥𝑦 2 𝑥 2⁄3 1 8
= ∫0 [ 2
] 0 𝑑𝑥 = ∫ 𝑥 7⁄3 𝑑𝑥
2 0

1 3 768
= 2 [10 𝑥10/3 ] 80 = = 153,6
5

Kami sarankan agar Anda menelaah ulang konsep pusat massa dari Subbab 5.6.
Di sana kita mempelajari bahwa jika 𝑚1 , 𝑚2 , … … , 𝑚𝑛 adalah koleksi titik massa yang
masing-masing ditempatkan di (𝑥1 , 𝑦1), (𝑥2 , 𝑦2 ), … , (𝑥𝑛 , 𝑦𝑛 ) pada bidang, maka momen
total terhadap sumbu-y dan sumbu-x diberikan oleh

𝑀𝑦 = ∑𝑛𝑘=1 𝑥𝑘 𝑚𝑘 𝑀𝑥 = ∑𝑛𝑘=1 𝑦𝑘 𝑚𝑘

Lebih lanjut, koordinat (𝑥̅ , 𝑦̅) dari pusat massa (titik keseimbangan) adalah

𝑀𝑦 ∑𝑛
𝑘=1 𝑥𝑘 𝑚𝑘 𝑀𝑘 ∑𝑛
𝑘=1 𝑦𝑘 𝑚𝑘
𝑥̅ = = ∑𝑛
𝑦̅ = = ∑𝑛
𝑚 𝑘=1 𝑚𝑘 𝑚 𝑘=1 𝑚𝑘

Sekarang pandang suatu lamina yang kerapatannya berupa variabel 8(x, y)


meliputi suatu daerah S di bidang-xy, seperti pada Gambar 1. Partisikan lamina ini seperti
pada Gambar 2 dan asumsikan sebagai suatu aproksimasi bahwa massa tiap R, terpusat
̅̅̅,
di (𝑥 𝑘 ̅̅̅),
𝑦𝑘 𝑘 = 1,2, … , 𝑛. Akhirnya, ambil limit ketika norma partisi menuju ke nol. Ini
menghasilkan rumus

𝑀𝑦 ∬𝑠 𝑥𝛿(𝑥,𝑦)𝑑𝐴 𝑀𝑥 ∬𝑆 𝑦𝛿(𝑥,𝑦)𝑑𝐴
𝑥̅ = = 𝑦̅ = =
𝑚 ∬𝑠 𝛿(𝑥,𝑦)𝑑𝐴 𝑚 ∬𝑆 𝛿(𝑥,𝑦)𝑑𝐴

Kelompok 6 4
CONTOH 2 carilah pusat massa lamina dari contoh 1

PENYELESAIAN dalam contoh 1, kita perlihatkan bahwa massa m dari lamina


768
ini adalah . Momen-momen 𝑀𝑥 dan 𝑀𝑦 , masing-masing terhadap sumbu-y dan
5

sumbu-x adalah
2
8 𝑥3
𝑀𝑦 = ∬𝑆 𝑥𝛿(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴 = ∫0 ∫0 𝑥 2 𝑑𝑦 𝑑𝑥

8 10
1 12.288
= 2 ∫0 𝑥 3 𝑑𝑥 = = 945,23
13

2
8 𝑥3
𝑀𝑥 = ∬𝑆 𝑦𝛿(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴 = ∫0 ∫0 𝑥𝑦 2 𝑑𝑦 𝑑𝑥

1 8 1024
=
3
∫0 𝑥 3 𝑑𝑥 = 3
= 341,33

Kita simpulkan bahwa:

𝑀𝑦 80 𝑀𝑥 20
𝑥̅ = = = 6,15 𝑦̅ = = = 2,22
𝑚 13 𝑚 9

Perhatikan pada gambar 3 bahwa pusat massa (𝑥̅ , 𝑦̅) berada di bagian kanan atas S. tetapi
itu memang di harapkan karena suatu lamina dengan kerapatan 𝛿 ( x,y ) = xy menjadi
semakin berat ketika jarak dari sumbu-x dan sumbu-y bertambah.

CONTOH 3:

Carilah pusat massa lamina yang berbentuk seperempat lingkaran berjejar a, yang
kerapatannya sebanding terhadap jarak dari pusat lingkaran (Gambar 4)

PENYELESAIAN:

Menurut hipotesis 𝛿(𝑥, 𝑦) = 𝑘√𝑥 2 + 𝑦 2 dengan k konstanta. Bentuk S menyarankan


penggunaan koordinat polar.

Kelompok 6 5
𝜋⁄2 𝑎
m=∬𝑠 𝑘 √𝑥 2 + 𝑦 2 𝑑𝐴 = 𝑘 ∫0 ∫0 𝑟𝑟 𝑑𝑟 𝑑𝜃

𝜋⁄2 𝑎3 𝑘𝜋𝑎3
= k∫0 𝑑𝜃 =
3 6

Juga,

𝜋⁄2 𝑎
𝑀𝑦 = ∬𝑠 𝑥𝑘 √𝑥 2 + 𝑦 2 𝑑𝐴 = 𝑘 ∫0 ∫0 (𝑟 cos 𝜃) 𝑟 2 𝑑𝑟 𝑑𝜃

𝜋/2 𝑎4 𝑘𝑎4 𝑘𝑎4


= k∫0 cos 𝜃 𝑑𝜃 = [ sin 𝜃] 𝜋/2
0
=
4 4 4

Kita simpulkan bahwa

𝑀𝑦 𝑘𝑎4 /4 3𝑎
𝑥̅ = 𝑚 = 𝑘𝜋𝑎3/6 = 2𝜋

Karena kesimetrian lamina, kita kenali bahwa 𝑥̅ = 𝑦̅ sehingga perhitungan lebih lanjut
tidak diperlukan.

Seorang pembaca yang cerdas mungkin menanyakan sesuatu pada tahap ini
Bagaimana jika lamina homogen: yaitu, bagaimana jika 𝛿(x, y) = k suatu konstanta?
Apakah rumus-rumus yang diturunkan dalam subbab ini, yang menyangkut integral lipat-
dua, akan sesuai dengan yang dalam Subbab 5.6, yang hanya melibatkan integral tunggal!
Jawabnya adalah ya Untuk memberikan pembenaran sebagian, perhatikan penghitungan
M untuk suatu daerah S yang sederhana-y (Gambar 5)

𝑏 ∅ (𝑥) 𝑏
𝑀𝑦 = ∬𝑠 𝑥𝑘 𝑑𝐴 = 𝑘 ∫𝑎 ∫∅ 2(𝑥) 𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑥 = 𝑘 ∫𝑎 𝑥 [∅2 (𝑥) − ∅1 (𝑦)] 𝑑𝑥
1

Integral tunggal di ruas kanan adalah yang diberikan di Subbab 5.6.

Momen Inersia Dari fisika, kita pelajari bahwa energi kinetis, KE, dari suatu partikel
bermassa m dan kecepatan v, yang bergerak pada suatu garis lurus adalah

Kelompok 6 6
1
(1). KE=2 𝑚𝑣 2

Jika partikel tidak bergerak sepanjang suatu garis lurus, melainkan berputar terhadap
suatu sumbu dengan suatu kecepatan sudut 𝜔 radian per detik, maka kecepatan linear nya
adalah v=r𝜔, dengan merupakan jejari lintasannya yang berbentuk lingkaran. Ketika kita
substitusikan ini ke dalam (1), kita peroleh

1
KE = (𝑟 2 𝑚)𝜔2
2

Ekspres 𝑟 2 𝑚 disebut momen inersia partikel tersebut dan dinyatakan oleh I. Jadi, untuk
partikel yang berputar itu.

1
(2). KE = 2 𝐼𝜔2

Kita simpulkan dari (1) dan (2) bahwa momen inersia suatu benda dalam gerak putar
memainkan peranan yang serupa terhadap massa benda dalam gerak linear

Untuk suatu sistem n partikel di bidang yang bermassa 𝑚1 , 𝑚2 , … , 𝑚𝑛 yang


berjarak 𝑟1 , 𝑟2 , … , 𝑟𝑛 dari garis L, maka momen inersia sistem itu terhadap L didefinisikan
sebagai

I=𝑚1 𝑟12 + 𝑚2 𝑟22 + ⋯ + 𝑚𝑛 𝑟𝑛2 = ∑𝑛𝑘=1 𝑚𝑘 𝑟𝑘2

Dengan perkataan lain, kita tambahkan momen-momen inersia dari masing-


masing partikel.

Sekarang perhatikan suatu lamina dengan kerapatan 𝛿(x, y) yang mencakup suatu
daerah S dari bidang-xy (Gambar 1). Jika kita partisikan S seperti pada Gambar 2.
aproksimasikan momen inersia tiap keping 𝑅𝑘 - tambahkan, dan ambil limit, maka kita
dibawa ke rumus berikut. Momen-momen inersia (juga disebut momen-momen kedua)
lamina terhadap sumbu-sumbu x, y dan z diberikan oleh

𝐼𝑥 = ∬𝑠 𝑦 2 𝛿(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴 𝐼𝑦 = ∬𝑠 𝑥 2 𝛿(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴

𝐼𝑧 = ∬𝑠 (𝑥 2 + 𝑦 2 ) 𝛿(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴 =𝐼𝑥 + 𝐼𝑦

Kelompok 6 7
CONTOH 4:

Tentukan momen inersia terhadap sumbu-sumbu x,y dan z untuk lamina pada contoh 1.

PENUELESAIAN:

8 𝑥 2/3 1 8 6144
𝐼𝑥 = ∬𝑠 𝑥𝑦 3 𝑑𝐴 = ∫0 ∫0 𝑥𝑦 3 𝑑𝑦 𝑑𝑥 = ∫ 𝑥11/3 𝑑𝑥 = ≈ 877,71
4 0 7

2
13
8 𝑥3 3 1 8
𝐼𝑥 = ∬𝑠 𝑥 3 𝑦 𝑑𝐴 = ∫0 ∫0 𝑥 𝑦 𝑑𝑦 𝑑𝑥 = ∫ 𝑥 3 𝑑𝑥 = 6144
4 0

49.152
𝐼𝑧 = 𝐼𝑥 + 𝐼𝑦 = ≈ 7021,71
7

Tinjau masalah penggantian suatu sistem massa umum yang massa totalnya m oleh
sebuah titik tunggal bermassa m dengan momen inersia I yang sama terhadap suaru garis
L. (Gambar 6). Seberapa jauh seharusnya titik ini berada dari L? Jawabannya adalah
𝑟̅ 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑚𝑟̅̅̅2 = 𝐼. Bilangan

𝐼
𝑟̅ = √𝑚

disebut jejari girasi sistem. Jadi energi kinetis dari sistem yang berputar mengelilingi L
dengan kecepatan sudut 𝜔 adalah

1
𝐾𝐸 = 𝑚𝑟̅ 2 𝜔2
2

B. Integral Lipat Dua pada Persegi Panjang


Diferensiasi dan integrasi merupakan proses utama didalam kalkulus. Kita telah
mempelajari diferensiasi di ruang dua-dimensi dan tiga-dimensi. Hubungan erat antara
integrasi dan diferensiasi dinyatakan dengan jelas dalam Teorema Dasar Kalkulus,
terorema ini mengandung prinsip-prinsip teoritis untuk menghitung integral tunggal.

Kelompok 6 8
Disini kita menyederhanakan integral lipat menjadi rangkaian integral tunggal, dan lagi-
lagi Teorema Dasar Kedua akan memainkan peranan yang penting.

Ingat kembali bahwa kita membentuk suatu partisi p dari interval [a,b] menjadi
subinterval yang panjangnya ∆𝑥𝑘 , k = 1, 2, …. N. mengambil sebuah, titik contoh 𝑥̅𝑘 dari
subinterval ke-k, dan kemudian menuliskan

𝑏 𝑛

∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 = lim ∑ 𝑓(𝑥̅𝑘 ) ∆𝑥𝑘


𝑎 ||𝑃||→0
𝑘=1

Kita meneruskan dalam cara yang persis sama untuk mendefinisikan integral untuk fungsi
dua variable. Misalkan R adalah sebuah persegipanjang dengan sisi-sisi sejajar sumbu-
sumbu koordinat; yaitu, misalkan

R = {(x,y); a ≤ x ≤ b, c ≤ y ≤ d}

Bentuk sebuah partisi P dari R dengan menggunakan sarana berupa garis-garis sejajar
sumbu-x dengan sumbu-y. Pembuatan partisi ini membagi R menjadi subpersegipanjang
– subpersegipanjang, katakanlah n buah, dimana kita menotasikannya dengan 𝑅𝐾 . K = 1,
2, …, N. Misalkan ∆𝑥𝑘 dan ∆𝑦𝑘 adalah panjang sisi-sisi 𝑅𝑘 dan misalkan ∆𝐴𝑘 = ∆𝑥𝑘 ∆𝑦𝑘
adalah luasnya. Dalam 𝑅𝑘 ambil sebuah titik contoh (𝑥̅𝑘 , 𝑦̅𝑘 ) dan bentuklah jumlah
Riemann
𝑛

∑ 𝑓(𝑥̅𝑘 , 𝑦̅𝑘 )∆𝐴𝑘


𝑘=1

Yang berpaduan (jika f(x,y) ≥ 0) dengan jumlah volume dari n kotak. Dengan membuat
partisi tersebut semakin mengecil sedemikian rupa sehingga semua 𝑅𝑘 juga mengecil,
akan mengarahkan ke konsep yang kita inginkan.

Definisi Integral Lipat Dua

Misalkan f suatu fungsi dua variabel yang terdefinisi pada suatu persegipanjang tertutup
R. Jika

Kelompok 6 9
lim ∑𝑛𝑘=1 𝑓(𝑥𝑘 , 𝑦𝑘 ) ∆𝐴𝑘
||𝑃||→0

Ada, kita katakan bahwa f dapat diitegrasikan pada R

∬𝑅 𝑓(𝑥, 𝑦) dA, yang disebut integral lipat dua f pada R, diberikan oleh

∬𝑅 𝑓(𝑥, 𝑦) dA = lim ∑𝑛𝑘=1 𝑓(𝑥̅𝑘 , 𝑦̅𝑘 ) ∆𝐴𝑘


||𝑃||→0

Definisi integral lipat dua ini mengandung limit ketika ||P|| → 0. Ini bukanlah limit seperti
yang diuraikan pada Bab 1, sehingga kita harus memperjelas arti yang sebenarnya. Kita
katakan bahwa lim ∑𝑛𝑘=1 𝑓(𝑥̅𝑘 , 𝑦̅𝑘 ) ∆𝐴𝑘 = L jika untuk setiap ∈ >0 terdapat 8 > 0
||𝑃||→0

sedemikian rupa sehingga, untuk setiap partisi P dari persegipanjang R oleh garis-garis
sejajar sumbu-x dan sumbu-y yang memenuhi ||P||< 8 dan untuk sembarang pilihan titik
contoh (𝑥̅𝑘 , 𝑦̅𝑘 ) di dalam persegipanjang ke-k, kita mempunyai |∑𝑛𝑘=1 𝑓(𝑥̅𝑘 , 𝑦̅𝑘 ) ∆𝐴𝑘 – L
𝑏
| < ∈. Ingat kembali bahwa jika f(x) ≥ 0, ∫𝑎 𝑓(𝑥)𝑑𝑥menyatakan luas daerah dibawah

kurva y = f(x) diantara a dan b. Dengan cara serupa, jika f(x, y) ≥ 0, maka ∬𝑅 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴
menyatakan volume benda pejal dibawah permukaan z = f(x,y) dan di atas
persegipanjang R. Faktanya, kita menggunakan integral ini sebagai definisi dari volume
benda pejal seperti itu.

SIFAT – SIFAT INTEGRAL LIPAT-DUA

1. Integral lipat dua bersifat lincar, yaitu

A. ∬𝑅 𝑘𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴 = 𝑘 ∬𝑅 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴

B. ∬𝑅 [𝑓(𝑥, 𝑦)] 𝑑𝐴= ∬𝑅 𝐹(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴 + ∬𝑅 𝑔(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴


1

2. Integral lipat dua bersifat aditif (dapat dijumlahkan) pada persegi panjang yang
saling berimpit pada hanya sebuah ruas garis.

∬𝑅 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴 = ∬𝑅1 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴 + ∬𝑅2 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴

3. Sifat perbandingan berlaku jika f(x,y) ≤ g(x,y) untuk semua (x,y) di R, maka

Kelompok 6 10
∬𝑅 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴 ≤ ∬𝑅 𝑔(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴

Semua sifat-sifat ini berlaku pada himpunan-himpunan yang lebih umum


daripada peersegipanjang.

Contoh soal

1. Misalkan f adalah fungsi tangga yaitu misalkan,


f(x,y) = 1. Jika 0 ≤ x ≤ 3, 0 ≤ 𝑦 ≤ 1
2.jika 0 ≤ 𝑥 ≤ 3, 1 < 𝑦 ≤ 2
3. jika 0 ≤ 𝑥 ≤ 3, 2 < 𝑦 ≤ 3

Hitunglah ∬𝑅 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴 dimana R = {(x,y); 0 ≤ 𝑥 ≤ 3, 0 ≤ 𝑦 ≤ 3}

Penyelesaian : Dari fungsi tersebut dapat dibuat persegipanjang 𝑅1 , 𝑅2 ,


𝑅3 sebagai berikut,
𝑅1 = {(x,y); 0 ≤ 𝑥 ≤ 3, 0 ≤ 𝑦 ≤ 1}
𝑅2 = {(x,y); 0 ≤ 𝑥 ≤ 3, 1 ≤ 𝑦 ≤ 2}
𝑅3 = {(x,y); 0 ≤ 𝑥 ≤ 3,2 ≤ 𝑦 ≤ 3}

Kemudian, dengan menggunakan sifat penjumlahan dari integral lipat


dua, kita peroleh

∬ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴
𝑅

= ∬ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴 + ∬ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴 + ∬ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴


𝑅1 𝑅2 𝑅3

= 1𝐴(𝑅1 ) + 2A(𝑅2 ) + 3A(𝑅3 )


= 1 . 3 + 2 . 3 + 3 . 3 = 18
Dalam penurunan itu, kita juga menggunakan kenyataan bahwa nilai f
pada perbatasan persegipanjang tidak memenuhi nilai integral.

Kelompok 6 11
C. Integral Berulang
Sekarang kita akan menghadapi persoalan yang sesungguhnya dalam

menghitung ∬𝑅 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴 di mana R adalah persegipanjang


R= {(x,y); a ≤ 𝑥 ≤ 𝑏, 𝑐 ≤ 𝑦 ≤ 𝑑}
Misalkan untuk saat ini bahwa f(x,y) > 0 pada R sehingga kita dapat
menginterpresentasikan integral lipat dua sebagai volume V dari benda
pejal di bawah permukaan

V = ∬𝑅 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴

Terdapat cara lain untuk menghitung volume benda pejal ini, yang paling
tidak secara intuitif keliatannya valid. Iris benda pejal itu menjadi
lempengan-lempengan yang sejajar terhadap bidang-xz. Luas muka
lempengan ini tergantung pada seberapa jauh lempengan tersebut dan
bidang-ez, yaitu tergantung pada y; karena itu, kita nyatakan luas ini oleh
A(y).
Volume lempengan ∆v secara aproksimasi deberikan oleh
∆v = A (y) ∆y
Dan dengan mengingat kembali semboyan kita (iris, aproksimasikan,
integrasikan), kita boleh tuliskan
𝑑
v = ∫𝑐 𝐴(𝑦) 𝑑𝑦
Sebaliknya, untuk y tetap kita dapat menghitung A(y) dengan
menggunakan integral tunggal biasa, faktanya
𝑏
A (y) ∫𝑎 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥
Jadi kita mempunyai benda pejal yang luas penampang melintangnya
diketahui berupa A (y). Masalah pencarian volume suatu daerah yang
menampang melintangnya diketahui. Kita simpulkan bahwa
𝑑 𝑑 𝑏
V = ∫𝑐 𝐴(𝑦) 𝑑𝑦 = ∫𝑐 [ ∫𝑎 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥 ] dy
Ekpresi yang terakhir ini disebut Integral Berulang (iterated integral).
Ketika kita menyamakan ekspresi untuk v dari (1) dan (2), kita peroleh
hasil yang kita kehendaki.

Kelompok 6 12
𝑑 𝑏
∬ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴 = ∫ [∫ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥] 𝑑𝑦
𝑅 𝑐 𝑎

Jika kita memulai proses diatas dengan cara mengiris benda pejal dengan
bidang-bidang sejajar bidang-yz. Kita akan memperoleh integral berulang
lain dengan integrasi berlangsung dalam urutan yang berlawanan.
𝑏 𝑑
∬ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴 = ∫ [∫ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑦 ] 𝑑𝑥
𝑅 𝑎 𝑐

Menghitung Integral Berulang. Kita mulai dengan sebuah contoh


sederhana
2 3
2. Hitunglah ∫1 [ ∫0 (2𝑥 + 3𝑦) 𝑑𝑦] 𝑑𝑥
Penyelesaian :
3 3 2 3
∫0 (2𝑥 + 3𝑦) 𝑑𝑦 = [ 2𝑥𝑦 + 𝑦 ]
2 0
27
= 6𝑥 +
2
Jadi,

2 3 2 27 27 2
∫1 [ ∫0 (2𝑥 + 3𝑦) 𝑑𝑦 ] 𝑑𝑥 = ∫1 [ 6𝑥 + ] dx = [ 3𝑥 2 + ]
2 2 1
27 45
= 12 + 27 − ( 3 + )=
2 2

D. Integral Lipat Dua pada Daerah Bukan Persegi Panjang


Tinjaulah himpunan sebarang S tertutup dan terbatas di bidang. Keliling S oleh suatu
persegipanjang R dengan sisi-sisinya sejajar sumbu-sumbu koordinat. MIsalkan bahwa
f(x,y) terdefinisi pada S dan definisikan (atau definisikan ulang, jika perlu) f(x,y) = 0 pada
bagian R yang di luar S. Kita katakan bahwa f dapat diintegrasikan pada S jikaf dapat
diintegrasikan pada R dan tuliskan :

∬ 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴 = ∬ 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴


𝑆 𝑅

Kelompok 6 13
Kita nyatakan bahwa integral lipat-dua pada himpunan S yang umum adalah linear, aditif
(dapat ditambahkan) pada himpunan-himpunan yang bersekutu hanya pada kurva-kurva
mulus, dan memenuhi sifat pembandingan.

Perhitungan Integral Lipat-Dua pada Himpunan Umum Himpunan dengan batas-


batas melengkung dapat menjadi sangat rumit. Untuk keperluan kita, sudah cukup untuk
meninjau apa yang disebut himpunan sederhana-x dan himpunan sederhana-y (dan
gabungan terhingga himpunan yang demikian). Suatu himpunan S adalah sederhana-y
jika S sederhana dalam arah-y, bermakna bahwa suatu garis dalam arah ini memotong S
dalam interval tunggal (atau titik atau tidak sama sekali). Jadi, suatu himpunan S adalah
sederhana-y (y-simple) jika terdapat fungsi-fungsi 𝜙1 dan 𝜙2 pada [𝑎, 𝑏] sedemikian
rupa sehingga :

𝑆 = {(𝑥, 𝑦): 𝜙1 (𝑥) ≤ 𝑦 ≤ 𝜙2 (𝑥), 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏}

Himpunan S adalah sederhana-x jika terdapat fungsi-fungsi 𝜙1 dan 𝜙2 pada


[𝑐, 𝑑]sedemikian rupa sehingga :

𝑆 = {(𝑥, 𝑦): 𝜙1 (𝑥) ≤ 𝑥 ≤ 𝜙2 (𝑥), 𝑐 ≤ 𝑦 ≤ 𝑑}

memperlihatkan suatu himpunan yang tidak sederhana –x ataupun sederhana –y

Sekarang misalkan kita ingin menghitung integral lipat-dua dari suatu fungsi
𝑓(𝑥, 𝑦)pada himpunan S yang sederhana-y. Kita masukkan S dalam suatu
persegipanjang R dan membuat 𝑓(𝑥, 𝑦) = 0 di luar S. Maka:

𝑏 𝑑
∬ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝐴 = ∬ 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴 = ∫ [∫ 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦] 𝑑𝑥
𝑎 𝑐
𝑆 𝑅

𝑏 𝜙2 (𝑥)
= ∫ [∫ 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦] 𝑑𝑥
𝑎 𝜙1 (𝑥)

Secara ringkas :
𝑏 𝜙2 (𝑥)
∬ 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴 = ∫ ∫ 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 𝑑𝑥
𝑎 𝜙1 (𝑥)
𝑆

Kelompok 6 14
Dalam integral sebelah dalam, x dipertahankan tetap; jadi integral ini adalah sepanjang
garis tebal vertikal dari . Integrasi ini menghasilkan luas A(x) diintegrasikan mulai daro
a sampai b.

Jika himpunan S adalah sederhana –x , penalaran serupa akan menghasilkan rumus :

𝑑 𝜙2 (𝑥)
∬ 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴 = ∫ ∫ 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑐 𝜙1 (𝑥)
𝑆

Jika himpunan S bukan sederhana-x maupun sederhana-y , biasanya ia dapat dipandang


sebagai suatu gabungan potongan-potongan yang mempunyai salah satu diantara sifat
ini. Sebagai contoh cincin dalam tidak sederhana dalam arah manapun, tetapi cincin ini
adalah gabungan dua himpunan sederhana-y yaitu 𝑆1dan 𝑆2 . Integral pada potongan-
potongan ini dapat dihitung dan ditambahkan bersama untuk memperoleh integral pada
S.

Contoh soal :

Hitunglah integral berulang

5 𝑥2
∫ ∫ (4𝑥 + 10𝑦) 𝑑𝑦 𝑑𝑥
3 −𝑥

Penyelesaian : Pertama kita melaksanakan integrasi sebelah dalam terhadap y,


sememntara memikirkan x sebagai suatu konstanta, dan mendapatkan :

5 𝑥2 5
𝑥2
∫ ∫ (4𝑥 + 10𝑦) 𝑑𝑦 𝑑𝑥 = ∫ [4𝑥𝑦 + 5𝑦 2 ] 𝑑𝑥
3 −𝑥 3 −𝑥

5
= ∫ [(4𝑥 3 + 5𝑥 4 ) − (−4𝑥 2 + 5𝑥 2 )]𝑑𝑥
3

5
𝑥3 5
=∫ (5𝑥 4 + 4𝑥 − 𝑥3 2 )𝑑𝑥 5
= [𝑥 + 𝑥 − ] 4
3 3 3

Kelompok 6 15
10.180 1
= = 3393
3 3

E. Integral Lipat Dua pada Koordinat Polar


Misalkan R mempunyai bentuk pada yang kita namakan suatu persegipanjang polar dan
segera akan dijelaskan secara analitis. Misalkan 𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦) menentukan suatu
permukaan pada R dan misalkan f adalah kontinu dan tak-negatif. Maka volume V dari
benda pejal dibawah permukaan ini dan di atas Rdiberikan oleh :

(1)

𝑉 = ∬ 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴
𝑅

Dalam koordinat polar, suatu persegipanjang polar R berbentuk

𝑅 = {(𝑟, 𝜃): 𝑎 ≤ 𝑟 ≤ 𝑏, ∝≤ 𝐴 ≤ 𝛽}

Dengan 𝑎 ≥ 0 dan 𝛽 − 𝛼 ≤ 2𝜋. Persamaan permukaan dapat juga dituliskan sebagai

𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑓(𝑟 cos 𝜃 , 𝑟 sin 𝜃) = 𝐹(𝑟, 𝜃)

Kita akan menghitung volume V dengan suatu cara baru menggunakan koordinat polar.

Partisikan R ke dalam persegipanjang polar yang lebih kecil 𝑅1 , 𝑅2 , … , 𝑅𝑛 dengan


menggunakan suatu kisi polar dan misalkan ∆𝑟𝑘 dan ∆𝜃𝑘 menunjukkan ukuran
lempengan 𝑅𝑘 yang khas, seperti diperlihatkan. Luas 𝐴(𝑅𝑘 ) :

𝐴(𝑅𝑘 ) = 𝑟̅𝑘 ∆𝑟𝑘 ∆𝜃𝑘

Dengan 𝑟𝑘 adalah jejari rata-rata dari 𝑟𝑘 . Jadi,


𝑛

𝑉 ≈ ∑ 𝐹(𝑟̅𝑘 , 𝜃𝑘̅ ) 𝑟̅𝑘 ∆𝑟𝑘 , ∆𝜃𝑘


𝑘=1

Ketika kita mengambil limit untuk norma dari partisi mendekati nol, kita seharusnya
memperoleh volume yang sebenarnya. Limit ini adalah suatu integral lipat-dua.

Kelompok 6 16
(2)

𝑉 = ∬ 𝐹(𝑟, 𝜃) 𝑟 𝑑𝑟 𝑑𝜃 = ∬ 𝑓(𝑟 cos 𝜃, 𝑟 sin 𝜃) 𝑟 𝑑𝑟 𝑑𝜃


𝑅 𝑅

Sekarang kita mempunyai dua rumus untuk V, yaitu (1) dan (2). Dengan Menyamakan
keduanya dihasilkan :

∬ 𝑓(𝑥, 𝑦)𝑑𝐴 = ∬ 𝑓(𝑟 cos 𝜃 , 𝑟 sin 𝜃) 𝑟 𝑑𝑟 𝑑𝜃


𝑅 𝑅

Hasil dalam kotak diturunkan dengan asumsi bahwa f tak-negatif tetapi hasil tersebut
adalah valid untuk fungsi-fungsi yang sangat umum, khususnya untuk fungsi-fungsi
kontinu bertanda sebarang.

Contoh Soal :

1. Hitunglah :

∬ 𝑦 𝑑𝐴
𝑆

Dengan S adalah daerah di kuadran pertama yang berada diluar lingkaran r = 2 dan
didalam kardioida 𝑟 = 2(1 + cos 𝜃)

Penyelesaian : Karena S adalah suatu himpunan sederhana-r, kita tuliskan integral yang
diberikan sebagai suatu integral berulang polar, dengan r sebagai variabel integral
pertama. Dalam integrasi sebelah dalam ini, 𝜃 dipertahankan tetap; integrasi adalah
sepanjang garis tebal dari mulai dari 𝑟 = 2(1 + cos 𝜃).

𝜋/2 2(1+cos 𝜃)
∬ 𝑦 𝑑𝐴 = ∫ ∫ (𝑟 sin 𝜃) 𝑟 𝑑𝑟 𝑑𝜃
0 2
𝑆

Kelompok 6 17
𝜋/2 2(1+cos 𝜃)
𝑟3
=∫ [ sin 𝜃] 𝑑𝜃
0 3 2

8 𝜋/2
= ∫ [(1 + cos 𝜃)3 sin 𝜃 − sin 𝜃] 𝑑𝜃
3 0

𝜋/2
8 1
= [− (1 + cos 𝜃)4 + cos 𝜃]
3 4 0

8 1 22
= [− + 0 − (−4 + 1)] =
3 4 3

2. Hitunglah integral berikut dengan terlebih dahulu merubahnya dalam koordinat


polar!
2
1 √1−𝑦

∫ ∫ sin(𝑥 2 + 𝑦 2 ) 𝑑𝑥𝑑𝑦
0 0

PENYELESAIAN:

Sederhanakan fungsi dan batasnya:

1. Fungsi sin(𝑥 2 + 𝑦 2 ) = sin(𝑟 2 cos 2𝜃 + 𝑟 2 sin 2𝜃) = sin(𝑟 2 )


2. Batas
x=0 samapi 𝑥 = √1 − 𝑦 2
𝑥2 = 1 − 𝑦2 → 𝑥2 + 𝑦2 = 1

𝐷𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑟 𝑑𝑎𝑛 𝜃
𝑟: 0 → 1
𝜃: 0 → 𝜋⁄2

Maka:
2
1 √1−𝑦

=∫ ∫ sin(𝑥 2 + 𝑦 2 ) 𝑑𝑥 𝑑𝑦
0 0
𝜋⁄2 1
= ∫0 ∫0 sin(𝑟 2 ) 𝑟 𝑑𝑟 𝑑𝜃

Kelompok 6 18
𝜋⁄2 1 1
= ∫0 𝑐𝑜𝑠(𝑟 2 ) × −2] 𝑑𝜃
0
𝜋⁄2
1 1
= ∫ cos( 1) − 1] 𝑑𝜃
−2 0
0

cos(1) − 1 𝜋⁄2
= 𝜃]
−2 0
𝜋
= (1 − cos 1)
4

F. Pemakaian Integral Lipat Dua


Pada integral rangkap dua f (x,y) atas daerah S, adalah:

∫ 𝒔 ∫ 𝒇(𝒙, 𝒚) 𝒅𝒙 𝒅𝒚 = 𝐥𝐢𝐦 ∑𝒏𝟏 𝒇(𝒙𝒊 , 𝒚𝒊 ) ∆𝑨𝒊


𝒏→~

= 𝐥𝐢𝐦 ∑𝒏𝟏 𝒇(𝒙𝒊 ,𝒚𝒊 ∆𝒙𝒊 ∆𝒚𝒊


𝒏→~

Secara geometri dapat juga diartikan sebagai berikut: Pandanglah daerah S pada bidang
x0y dengan luas A dan S merupakan proyeksi dari permukaan z=f(x,y) terhadap bidang
koordinat x0y atau S merupakan perpotongan permukaan z=f(x,y) dan bidang koordinat
x0y, seperti pada gambar disamping. Dengan pengambilan (𝑥𝑖 ,𝑦𝑖 ) dalam elemen ∆𝐴𝑖 ,
maka hasil ganda z= f (𝑥𝑖 ,𝑦𝑖 ) dan elemen ∆𝐴𝑖 adalah f(𝑥𝑖 ,𝑦𝑖 )∆𝐴𝑖 .

Untuk n → ~ atau ∆𝐴𝑖 → 0 maka f(𝑥𝑖 , 𝑦𝑖 ) ∆𝐴𝑖 dapat diartikan sebagai isi tabung atau
balok dengan alas ∆𝐴𝑖 dan tinggi f(𝑥𝑖 ,𝑦𝑖 ). Selanjutnya pandang lah isi benda V yang
dibatasi oleh permukaan z = f(x, y) dan daerah S sebagai alasnya.

V dibagi dalam n bagian menurut arah sumbu z sedemikian sehingga bagian isi ke i
ialah ∆𝑉𝑖 merupakan tabung atau balok yang mempunyai alas ∆𝐴𝑖 dan tinggi f(x,y), di
mana i = 1, 2, 3,.............n.

Dengan demikian ∆𝑉𝐼 ≅ 𝑓 (𝑥𝑖, 𝑦𝑖 )∆𝐴𝑖 dan dengan mengambil limit untuk 𝑛 → ~ natau
∆𝐴𝐼 →0, maka diperoleh :

Kelompok 6 19
Isi benda V yang dibatasi oleh permukaan z = f(x, y) dan alas S [di mana S adalah
proyeksi permukaan z = f(x, y) terhadap bidang xoy atau perpotongan z = f(x, y) dengan
bidang x0y] adalah :

V= lim ∑𝑛1 𝑓(𝑥𝑖 ,𝑦𝑖 )∆𝐴𝑖 = ∫ 𝑆 ∫ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥 𝑑𝑦


𝑛→~

Bila f(x,y) = 1, maka diperolah luas daerah S, yaitu A :

A= ∫ 𝑆 ∫ 𝑑𝑥 𝑑𝑦

1. Momen, titik berat dan momen inersia,

(i). Bila f(x, y) = x, maka diperoleh momen daerah S terhadap sumbu y, yaitu:

My= ∫ 𝑆 ∫ 𝑘𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑦

Keterangan:

k = kerapatan dan

k = k(x, y) sebagai fungsi x dan y.

(ii). Bila f(x, y) = y, maka diperoleh momen daerah S terhadap sumbu x, yaitu:

𝑀𝑥 = ∫ 𝑆 ∫ 𝑘𝑥 dx dy

̅̅̅̅̅
(iii). Bila (𝑥, 𝑦̅) adalah titik berat daerah S, maka :

𝑀𝑦 𝑀𝑥
𝑥̅ = 𝑑𝑎𝑛 𝑦̅ = ,
𝑀 𝑀

di mana M = massa daerah S.

(iv). Bila f(x, y) = x², maka diperoleh momen inersia daerah S terhadap sumbu y,
yaitu:

𝐼𝑦 = ∫ 𝑆 ∫ 𝑘𝑥 2 𝑑𝑥 𝑑𝑦

(v). Bila f(x, y) = y2, maka diperoleh momen inersia daerah S terhadap sumbu
x,yaitu:

𝐼𝑥 = ∫ 𝑆 ∫ 𝑘𝑦 2 𝑑𝑥 𝑑𝑦

Kelompok 6 20
(vi). Bila f(x, y)=𝑥 2 + 𝑦 2 maka diperoleh momen inersia daerah S terhadap titik asal
0, yaitu:

𝐼0 = ∫ 𝑆 ∫ 𝑘 (𝑥 2 + 𝑦 2 ) 𝑑𝑥 𝑑𝑦

Jadi, 𝐼0 = 𝐼𝑥 + 𝐼𝑦

(vii). Radius girasi diberikan dengan rumus :

𝑅𝑥2 = 𝐼𝑥/𝑀 𝑑𝑎𝑛𝑅𝑦2 = 𝐼𝑦/𝑀

masing-masing terhadap sumbu x dan sumbu y.

2. Menghitung volume Benda

Menghitung volume benda dihitung dengan dodel integral,hanya apabila benda


tersebut dibawah luasan 𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦),diatas region R . dalam hal ini, konsep jumlah
Riemann tetap menjadi acuan.

∆𝐴 = ∆𝑥, ∆𝑦 dipandang sebagai unsur luas region R Karena 𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦)sebagai


ketinggian luasan/ permukaan, maka 𝑧∆𝐴 = 𝑧. ∆𝑥. ∆𝑦 dapat dipandang sebagai unsur
volume dari parallel epipedum/prisma segiempat, manakala ∆𝑥 → 0 𝑑𝑎𝑛 ∆𝑦 → 0 .
Dengan demikian 𝑧∆𝐴 = 𝑧. ∆𝑥. ∆𝑦 menyatakan unsur volume ∆𝑉 ,atau ∆𝑉 = 𝑧. ∆𝑥. ∆𝑦.
Untuk selanjutnya dapat ditulis:
𝑔(𝑦)
𝑉 = lim ∑𝑛 ∑𝑚 𝑧. ∆𝑥. ∆𝑦 = lim ∑𝑑 ∑𝑥−𝑓(𝑦) 𝑧. ∆𝑥. ∆𝑦
∆𝑥→0 ∆𝑥→0
∆𝑦→0 ∆𝑦→0

𝑑 𝑔(𝑦)
= ∫ ∫𝑥=𝑓(𝑦) 𝑧. 𝑑𝑥. 𝑑𝑦 = ∬𝑅 𝑧. 𝑑𝑥. 𝑑𝑦

Sehingga rumus volume benda dibawah permukaan z=f(x,y) diatas region R adalah

𝑉 = ∬ 𝑧. 𝑑𝑥. 𝑑𝑦
𝑅

𝑉 = ∬ 𝑧. 𝑑𝑦. 𝑑𝑥
𝑅

Kelompok 6 21
3. Menghitung Nilai Rata-Rata Fungsi
1
Nilai rata-rata fungsi dari f pada daerah 𝑅 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑅 ∬𝑅 𝑓𝑑𝐴

CONTOH:Tentukan nilai rata rata dari 𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑥 cos 𝑥𝑦 pada daerah 𝑅: 0 ≤ 𝑥 ≤ 𝜋, 0 ≤ 𝑦 ≤ 1.

Jawab:

𝑅: 0 ≤ 𝑥 ≤ 𝜋, 0 ≤ 𝑦 ≤ 1.

Sehingga

𝜋 1

∬ 𝑓𝑑𝐴 = ∫ ∫ 𝑥 cos 𝑥𝑦 𝑑𝑦 𝑑𝑥
𝑅 0 0
𝜋 𝑥 1
= ∫0 + 𝑥 sin 𝑥𝑦] 𝑑𝑥
0
𝜋
= ∫0 + sin 𝑥 − sin 0 𝑑𝑥
𝜋
= ∫0 sin 𝑥 𝑑𝑥
𝜋
= − cos𝑥]
0
= [− cos𝜋] − [− cos0]
= 1 − (−1)
=2
Luas daerah R = panjang x lebar
=𝜋×1
=𝜋
1
Rata-rata f pada 𝑅 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑅 ∬𝑅 𝑓𝑑𝐴
1
= .2
𝜋
2
=𝜋

Kelompok 6 22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Integral lipat-dua (double integrals) merupakan bentuk integral biasa/tunggal
yang hasil pengintegralan pertama harus diintegralkan kembali. Jika terdapat nilai batas
atas dan batas bawah, maka integral tersebut dikatakan sebagai integral lipat-dua
tertentu (definite double integrals).

Integral lipat-dua juga memiliki beberapa penerapan. Penerapan yang paling


jelas adalah dalam perhitungan volume benda pejal. Namun, bukan hanya dalam
perhitungan volume benda pejal saja. Akan tetapi, integral lipat-dua juga memiliki
penerapan-penerapan lain khususnya dibidang Fisika yaitu meliputi massa, pusat massa,
momen inersia dan jejari garis.

B. Saran
Agar pembaca lebih mengetahui bagaimana langkah-langkah dalam
menyelesaikan integral lipat-dua (double integrals) beserta penerapan-penerapan yang
menggunakan prinsip integral lipat-dua tersebut.

Kelompok 6 23
DAFTAR PUSTAKA
Varberg, Dale, Edwin J. Purcell & Steven E. Rigdon. 2008. Kalkulus Edisi

Kesembilan Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Hw, Slamet. 2017. Kalkulus Peubah Banyak. Jawa Tengah : Muhammadiyah

University Press.

Kelompok 6 24

Anda mungkin juga menyukai