Anda di halaman 1dari 39

DAFTAR ISI

Daftar Isi........................ ........................................................................ 2


Kata Pengantar ....................................................................................... 3
A. Pendahuluan …………………………………………………………………….. 4
B. Panduan Penggunaan Modul ............................................................. 4
C. Daftar Ikon ........................................................................................ 5
D. Bacaan Referensi ............................................................................... 6
E. Pengantar Teori ................................................................................. 6
Merancang Fasilitas Kerja Ergonomis ................................................ 6
Beban Kerja Fisik .............................................................................. 11
Beban Kerja Mental ........................................................................... 14
Ergonomi Lingkungan ....................................................................... 19
Tata Cara Kerja ................................................................................. 29
Menentukan Waktu Baku ................................................................. 46
Jam Kerja dan Shift Kerja ..................................................................... 56
Daftar Pustaka ................................................................................... 61
KATA PENGANTAR
Modul pembelajaran interaktif berbasis SKKNI merupakan salah satu media
pembelajaran yang dapat digunakan sebagai media transformasi
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja kepada mahasiswa untuk
mencapai kompetensi tertentu berdasarkan program pendidikan yang
mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

Materi modul teori diformulasikan menjadi 2 (dua) buku, yaitu Buku Materi
dan Buku Asesmen, sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam
penggunaannya sebagai referensi dalam media pembelajaran bagi
mahasiswa, agar pelaksanaan pendidikan pada masa pandemi dapat
dilakukan secara efektif dan efisien.

Untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran tersebut, maka disusunlah


modul teori praktikum ”Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja’’.

Kami menyadari bahwa materi yang kami susun ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan masukan
untuk perbaikan agar tujuan dari penyusunan materi ini menjadi lebih
efektif.

Demikian kami sampaikan, semoga Tuhan YME memberikan tuntunan


kepada kita dalam melakukan berbagai upaya perbaikan dalam menunjang
proses pembelajaran di Jurusan Teknik Industri Agro.

Makassar, Oktober 2022


Penyusun

Nofias Fajri., ST., M.Eng


NIP.19931123 202012 1 003
A. PENDAHULUAN

Tuntutan pembelajaran berbasis kompetensi menjadi sangat penting dalam


meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten, sesuai
dengan tuntutan kebutuhan pasar kerja. Selaras dengan tuntutan tersebut,
maka dibutuhkan mekanisme pembelajaran yang lebih praktis, aplikatif,
serta dapat menarik dilaksanakan sehingga memotivasi para peserta dalam
melaksanakan pelatihan yang diberikan.

Materi praktikum Ergonomi dan Perancang Sistem Kerja ini terdiri dari buku
Panduan Materi dan buku Panduan Asesmen. Serta dilengkapi dengan materi
yang bersifat soft copy seperti materi presentasi dan video.

B. PANDUAN

Beberapa ketentuan panduan penggunaan materi yang harus diperhatikan


adalah sebagai berikut:

1. Materi ini dapat dijadikan rujukan untuk pelaksanaan pembelajaran dimasa pandemi
dengan penggunaannya dapat dikembangkan dan dikontekstualisasikan sesuai
dengan kebutuhan, materi ini terdiri dari:

a. Bacaan Referensi
b. Pengantar Teori
c. Implementasi Unit kompetensi
d. Lampiran:
1) Kamus istilah
2) Daftar referensi
3) Unit kompetensiDaftar penyusun
2. Slide powerpoint dan video merupakan kelengkapan yang dapat dijadikan
referensi bagi para dosen.

3. Peran dosen terkait dengan penggunaan modul, antara lain:

a. Dosen dapat menggunakan modul dengan referensi video dan powerpoint


yang terlampir dalam modul sebagai referensi, diharapkan dapat
mengembangkan bahan yang disesuaikan dengan jurusan masing-masing

b. Proses pembelajaran dapat disampaikan dengan menggunakan berbagai


sumber yang menguatkan peserta pelatihan, baik melalui tahapan
persiapan, pelaksanaan di kelas, praktek, melakukan investigasi,
menganalisa menganalisa, mendiskusikan, tugas kelompok, presentasi,
serta menonton video.

c. Keseluruhan materi yang tersedia sebagai referensi dalam buku ini dapat
menjadi bahan dan gagasan untuk dikembangkan oleh dosen dalam
memperkaya materi yang akan dilaksanakan.

4. Buku penilaian menjadi kesatuan, namun disajikan dalam paket buku


penilaian secara terpisah. Buku penilaian dapat berupa soal tertulis, panduan
wawancara, serta instruksi demonstrasi yang akan dilaksanakan sesuai
dengan proses penilaian yang dilaksanakan.

5. Referensi merupakan referensi yang menjadi acuan dalam penyusunan buku


panduan praktikum ini.

6. Lampiran merupakan bagian yang berisikan lembar kerja serta bahan yang
dapat digunakan sebagai berkas kelengkapan pelatihan.
DAFTAR IKON

Daftar ikon yang dapat digunakan dalam buku ini, antara lain:

Ikon Keterangan

Ikon ini memiliki arti anda diminta untuk mencari atau


menemui seseorang untuk mendapatkan informasi

Pemeriksaan

Ikon ini memiliki arti anda diminta untuk


menuliskan/mencatat, melengkapi, latihan/aktivitas (bermain
peran, presentasi) dan mencatatkan dalam lembar kerja pada
buku/media lain sesuai instruksi
Aktivitas

Ikon ini memiliki arti anda harus melihat pada aturan atau
kebijakan yang berlaku dan prosedur-prosedur atau materi
pelatihan/ sumber informasi lain untuk dapat melengkapi
latihan/ aktivitas ini.

Referensi
material/manual

Ikon ini memiliki arti ambil waktu untuk Anda dapat berpikir/
menganalisa informasi dan catat gagasan-gagasan yang anda
miliki.
Berpikir

Ikon ini memiliki arti berbicara/ berdiskusi lah dengan rekan


anda untuk gagasan yang anda miliki.
Komunikasi/
Diskusi

Ikon ini memiliki arti pilihlah bacaan yang dibutuhkan sesuai


dengan kebutuhan materi pelatihan.
Membaca

Ikon ini memiliki arti pilihlah video/youtube yang dibutuhkan


dalam materi pelatihan.

Video/Youtube
Modul I

Desain Lingkungan Kerja

Ergonomi Lingkungan
Menurut Terry (2006) “Lingkungan kerja dapat diartikan sebagai kekuatan-
kekuatan yang mempengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap kinerja organisasi atau perusahaan”. Selanjutnya Menurut Gomes
(2009) “lingkungan kerja adalah proses kerja dimana lingkungan saling
berinteraksi menurut pola tertentu, dan masing-masing memiliki
karakteristik atau nilai-nilai tertentu mengenai organisasi yang tidak akan
lepas dari pada lingkungan dimana organisasi itu berada, dan manusianya
yang merupakan sentrum segalanya”.

Faktor-Faktor Lingkungan Kerja Fisik


Pencahayaan
Pencahayaan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan merupakan
salah satu faktor penting dalam meningkatkan kenyamanan dalam bekerja.
Pencahayaan yang kurang baik dapat menyebabkan berbagai keluhan
kesehatan khususnya pada kesehatan mata.
Pemilihan sistem pencahayaan perlu disesuaikan dengan fungsi ruang dan
rincian aktivitas yang dilakukan dengan menentukan system pencahayaan
seperti:
1. General Lighting/pencahayaan merata
2. Localized lighting/task lighting/pencahayaan setempat
Teknik dalam distribusi cahaya ada pencahayaan buatan dapat dibedakan
menjadi dua:
1. Direct/pencahayaan langsung
2. In-direct pencahayaan tidak langsung

Nilai Ambang Batas Pencahayaan


Nilai ambang batas pencahayaan merupakan suatu acuan nilai yang
ditentukan untuk menjaminkan keadaan suatu lingkungan kerja
menerapkan intensitas pencahayaannya dengan baik. Berikut adalah nilai
tingkatan pencahayaan pada lingkungan kerja.
Kebisingan
Kebisingan menurut Suma’mur P.K, 2009 adalah suara yang tidak disukai
atau tidak diharapkan yang sifat getarannya selalu berubah-ubah dan dapat
mengganggu seseorang. Bising secara subyektif adalah suara yang tidak
disukai atau tidak diharapkan seseorang. Secara obyektif bising terdiri dari
getaran suara yang kompleks yang sifat getarannya tidak periodik.

Nilai Ambang Batas (NAB)


Menurut Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51/MEN/1999 tentang
NAB faktor fisika di tempat kerja, yang dimaksud NAB adalah standart faktor
tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit
atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak
lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Tabel Ambang Batas Paparan Kebisingan

Warna
Warna merupakan tembok ataupun alas kerja yang ada disekitar tempat
kerja. Warna berpengaruh terhadap kemampuan mata dalam melihat sebuah
objek, juga memberikan pengaruh seperti:
1. Warna Merah: bersifat merangsang
2. Warna Kuning memberikan kesan myang terang dan leluasa
3. Warna hijau atau biru memberikan kesan sejuk, aman dan menyegarkan
4. Warna Gelap memberikan kesan leluasa dan lain-lain.

Termal Kerja
Kondisi termal tempat kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja yang
dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu dari aspek ligkungan fisik seperti
suhu, kelembaban relatif, pergerakan udara serta dari aspek personal seperti
insulasi pakaian dan jenis kegiatan. Paparan panas (heat exposure) terjadi
ketika tubuh menyerap atau memproduksi panas lebih besar daripada yang
dapat diterima melalui proses regulasi termal (thermoregulation process).
Peningkatan pada suhu dalam tubuh yang berlebih dapat mengakibatkan
penyakit dan kematian (Parsons, 1993). Panas berlebih di tubuh baik akibat
proses metabolisme tubuh maupun paparan panas dari lingkungan kerja
dapat menimbulkan masalah kesehatan (heat strain) dari yang sangat ringan
seperti heat rash, heat syncope, heat cramps, heat exhaustion hingga yang
serius yaitu heat stroke. Pada saat seseorang bekerja di lingkungan suhu
ekstrim panas maka suhu inti tubuhnya akan mulai naik dan keringat
diproduksi oleh tubuh dengan tujuan untuk melepaskan panas berlebih di
tubuh melalui proses penguapan keringat. Kondisi temperatur yang
memberikan pengaruh sebagai berikut:
1. ± 49o C: Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh diatas
tingkat kemampuan fisik atau mental.
2. ± 30o C: Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan
cenderung untuk dalam pekerjaan, serta
3. ± 24o C : Kondisi optimum
4. ± 10o C : Kekakuan fisik ekstrim mulai muncul

Bahan dan Alat


1. Produk yang akan dirakit
2. Alas Kerja
3. Sound Level Meter
4. Lux Meter
5. Stopwatch
6. Kamera
7. Produk

Kegiatan Praktikum
1. Melakukan perakitan produk
2. Menghitung Kesalahan perakitan

Sistematika Laporan

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Praktikum
1.2 Tujuan Praktikum
1.3 Manfaat Praktikum
1.4 Metode Praktikum

2 LANDASAN TEORI

3 METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Lokasi dan Waktu Praktikum
3.2 Sampel yang Digunakan
3.3 Data yang Digunakan
3.4 Pengolahan Data

4 Pengumpulan dan Pengolahan Data


4.1 Pengumpulan Data
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Uji Kenormalan Data
4.2.2 Perhitungan ANAVA untuk Pengujian Hipotesis
4.3 Perhitungan Faktor Dominan
4.3.1 Faktor Intensitas Cahaya (a)
4.3.2 Faktor Intensitas Bunyi (b)
4.3.3 Faktor Alas Kerja (c)

5 ANALISIS DAN EVALUASI

6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Modul II

Penilaian Beban dan Risiko Kerja

Beban Kerja Fisik


Tubuh manusia dirancang untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Adanya
masa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh berat tubuh,
memungkinkan kita untuk dapat menggerakkan tubuh dan melakukan
pekerjaan.
Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh
seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik,
kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban
tersebut. Menurut (Suma’mur, 1984) bahwa kemampuan kerja seseorang
tenaga kerja berbeda satu sama lain dan sangat tergantung dari tingkat
keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan
ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan.

Kerja Fisik dan Konsumsi Energi


Secara umum yang dimaksud dengan kerja fisik (physical work) adalah kerja
yang memerlukan energi fisik atau otot manusia sebagai sumber tenaganya
(power). Kerja fisik sering disebut manual operation dimana performs kerja
sepenuhnya tergantung manusia baik yang berfungsi sebagai nsumber
tenaga (power) ataupun kendali (control).
Dalam hal ini energi dapat diukur melalui konsumsi oksigen yang diisap.
Dalam hal ini konversi umum digunakan adalah:

1LiterO2 =4,8Kkal=20KJ

Nilai diatas menyatakan bahwa nilai kalori dari O2 setiap liter oksigen yang
dihirup akan menghasilka rata-rata energi sebesar 4,8 Kkal atau 20 KJ.

Penilaian Beban Kerja Fisik


Penilaian beban kerja dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif,
yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung.

Penilaian Langsung
Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang
dikeluarkan (energy expenditure) melalui asuan oksigen selama bekerja.
Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan
untuk dikonsumsi. Meskipun metode pengukuran asupan lebih akurat,
namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan
diperlukan peralatan yang mahal. Berikut kategori beban kerja yang
didasarkan pada metabolisme, respirasi suhu tubuh dan denyut jantung
menurut Christen pada Tabel dibawah:
Dalam penentuan konsumsi energi biasanya digunakan suatu bentuk hubungan
energi dengan kecepatan denyut jantung yaitu sebuah persamaan regresi kuadratis
sebagai berikut:
E= 1,80411 – 0,0229038 X +4,71733 x 104 X2
Dimana:
E=Energi (Kkal/menit)
X=Kecepatan denyut jantung/nadi (denyut/nadi)

Penilaian Beban Kerja secara Tidak Langsung


Metode penilaian tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama bekerja.
Pengukuran denyut jantung selama bekerja merupakan suatu metode untuk menilai
cardiovasculer dengan metode 10 denyut (Kilbon, 1992). Dimana metode ini dapat dihitung nadi
kerja sebagai berikut ini:

Denyut Jantung (denyut/menit) = 10 Denyut x 60 Waktu

Penggunaan denyut nadi kerja untuk menilai berat ataun ringanya beban kerja mempunyai
beberapa keuntungan, selain mudah, cepat sangkil dan murah juga tidak diperlukan peralatan
yang mahal serta hasilpun cukup reliable dan tidak mengganggu atau menyakiti orang yang
diperiksa. Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis
yaitu:
1. Denyut Nadi Istirahat (DNI) adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai
2. Denyut Nadi Kerja (DNK) adalah rerata denyut nadi selama bekerja
3. Nadi Kerja (NK) adalah selisih antara denyut nadi istirahat dengan denyut nadi kerja.
Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting dalam peningkatan cardia
output dari istirahat sampai kerja maksimum yang dapat juga diartikan sebagai Heart Rate
Reserve (HR Reserve) yang diekspresikan dalam persentase dan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus.
Denyut nadi maksimum (Dnmax) adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200-umur) untuk
perempuan untuk lebih lanjut menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan
peningkatan denyut nadi kerja, denyut nadi maksimum karena beban cardiovasculer
= %CVL dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

100(DNK − DNI)
% 𝐶𝑉𝐿 =
𝑁𝑚𝑎𝑥 − 𝐷𝑁𝐼

Dari hasil %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah
ditetapkan sebagai berikut:

Perhitungan Beban Kerja tidak Langsung


Metode Broha
Perhitungan secara tidak langsung dengan metode Cardiovascular Strain
yang dapat diestimasikan dengan menggunakan denyut nadi pemulihan
(heart rate recover). Keuntungan dari metode ini adalah tidak perlu
menghentikan aktivitas selama kerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung
pada akhir 30 detik pertama, kedua, dan ketiga. P1, P2 dan P3 adalah rata-
rata dari ketiga nilai tersebut yang dihubungkan dengan total cardiac cost
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika P1-P3 ≥ 10, atau P1, P2, P3, seluruhnya < 90, maka nadi pemulihan normal.
2. Jika rata-rata P1, tercatat ≤ 110, dan P1 – P3 ≤ 10, maka beban kerja tidak
berlebih.
3. Jika P1-P3 < 10, dan P3 > 90 perlu ada perbaikan

Rumus penentuan waktu istirahat adalah:

1. RT = 0.................................................Untuk nilai K < S

𝐾 𝑇 (𝐾−𝑆)
( −1) 𝑥 100+
2. 𝑅𝑇 = 𝑆 𝐾−𝐵𝑀
.............................Untuk S ≤ K ≥ 2S
2

𝑇 (𝐾−𝑆)
3. RT= 𝑥 1,11 .................................Untuk ≥ 2S
𝐾−𝐵𝑀
Keterangan:
RT = Waktu Istirahat
K = Energi yang dikeluarkan selama bekerja (kkal/menit)
= Konsumsi energi saat bekerja – Konsumsi energi saat bekerja
= Et – Ei
S = Energi rata-rata yang digunakan manusia (Wanita 4 kkal/menit, pria
5 kkal/menit)
BM = Metabolisme Basal (Wanita 1,4 kkal/menit, pria 1,7 kkal/menit)

Biomekanika Kerja
Biomekanika Kerja berasal dari dua kata yaitu bios yang berarti hidup
dan mechonos yang berarti gaya. Jadi biomekanika adalah ilmu yang
mempelajari tentang gaya yang bekerja pada tubuh. Berikut ini adalah
macam-macam persamaan dalam pembebanan tubuh

RWL (Recommended Weight Limit)


RWL merupakan rekomendasi batas beban yang dapat diangkat oleh
manusia tanpa menimbulkan cedera meskipun pekerjaan tersebut dilakukan
secara berulang dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Berdasarkan
frekuensi angkat per menit dan duarasi kerja dapat ditentukan bagaimana
pegangan objeknya berpedoman pada tabel faktor pengali frekuensi. Berikut
ini adalah data yang diperlukan untuk perthitungan RWL (Irbach, dkk 2021)
Nilai RWL dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
RWL =LC x HM x VM x DM x AM x FM x VM x CM
Dimana :
RWL = Batas beban yang direkomendasikan
LC = Lifting Constant = 23 kg
HM = Horizontal Multiplier = 25/H
VM = Vertical Multiplier = 1-0,00326│V-69│
DM = Distance Multiplier = 0,82 + 4,5/D
AM = Asymetric Multiplier = 1-0,0032A
FM = Frequency Multiplier
CM = Coupling Multiplier

Besarnya nilai VM dan CM dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:


Untuk frequency Multiplier (FM) adalah:
1. Durasi pendek: 1 Jam atau Kurang
2. Durasi Sedang: Antara 1- 2 jam
3. Durasi Panjang : 2 – 8 Jam
Lifting Index (LI)
LI adalah proses perhitungan setelah menghitung RWL untuk mengetahui
penyimpangan beban diangkat terhadap batas beban yang direkomendasikan. Jika
nilai LI kecil dari 1 maka dikatakan aman untuk pengangkatan beban. Nilai LI lebih
besar dari 1 maka berisiko cidera pada operator (Sutalaksana, 2006). Nilai LI sama
dengan 1 maka akan optimal. Rumus yang digunakan untuk menentukan LI yaitu
sebagai berikut :

𝐿
𝐿𝐼 =
𝑅𝑊𝐿
Dimana :
L = Beban

Postur Kerja
Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang
berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja
sebaiknya postur dilakukan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi
timbulnya cidera muskuloskeletal. Kenyamanan tercipta apabila pekerja telah
melakukan postur kerja yang baik dan aman. Postur kerja yang baik sangat
ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja (Tarwaka, Sholichul, & Lilik.
2004).

RULA
RULA (Rapid Upper Limb Assessment) dikembangkan oleh Dr.Lynn
McAtamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonom dari universitas
di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of Occupational
Ergonomis). Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomi
pada tahun 1993 (Lueder, 1996). RULA adalah metode yang dikembangkan
dalam bidang ergonomi yang menginvestigasi dan menilai posisi kerja yang
dilakukan oleh tubuh bagian atas. Peralatan ini tidak memerlukan piranti
khusus dalam memberikan suatu pengukuran postur leher, punggung, dan
tubuh bagian atas, sejalan dengan fungsi otot dan beban eksternal yang
ditopang oleh tubuh. Penilaian dengan menggunakan RULA membutuhkan
waktu sedikit untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar
aktivitas yang mengindikasikan adanya pengurangan risiko yang diakibatkan
pengangkatan fisik yang dilakukan operator. RULA diperuntukkan pada
bidang ergonomi dengan bidang cakupan yang luas (McAtamney,1993).

REBA
Rapid Entire Body Assestment (REBA) adalah sebuah metode yang dikembangkan
dalam bidang ergonomic yang dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi
kerja atau postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang
operator. Metode ini dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn McAtamney
yang merupakan ergonom dari universitas Notingham. Pertama kali di dijelaskan
dalam bentuk jurnal ergonomi pada tahun 2000 (Hignett dan Mc Atamney, 2000).
Bahan dan Alat
1. Stopwatch
2. Stetoskop
3. Tredmill
4. Meteran
5. Goniometer
6. Kamera
7. Pengukur Sudut tubuh
8. Antropometer set

Kegiatan Praktikum
1. Melakukan pengukuran beban kerja
2. Melakukan perhitungan biomekanika kerja
3. Melakukan perhitungan antropometri tubuh
4. Membuat rancangan produk alat bantu

Asumsi-asumsi yang Digunakan


Asumsi-asumsi yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai beriku:
1. Alat dan bahan yang digunakan berada pada kondisi baik atau standar
2. Frekuensi pengangkatan 8 angkatan/menit
3. Kriteria pegangan fair
4. Durasi kerja operator 6 jam kerja

Sistematika Laporan

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Praktikum
1.2 Tujuan Praktikum
1.3 Manfaat Praktikum
1.4 Metode Praktikum
1.5 Asumsi-asumsi dalam praktikum

2 LANDASAN TEORI

3 METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Lokasi dan Waktu Praktikum
3.2 Sampel yang Digunakan
3.3 Data yang Digunakan
3.4 Pengolahan Data
4 Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.1 Pengumpulan Data Fisiologi
4.2 Pengolahan Data Fisiologi
4.2.1 Metode Langsung
4.2.2 Metode Tidak Langsung
4.2.2.1 Perhitungan % CVL
4.2.2.2 Perhitungan Metode Broha
4.2.2.3. Penentuan Waktu Istirahat
4.3 Pengumpulan Data Biomekanika
4.3.1 Pengumpulan Data RWL
4.3.2 Pengolahan RWL
4.3.3 Pengumpulan Data MPL
4.3.4 Pengolahan MPL
4.3.5 Pengumpulan Data Postur Kerja
4.3.6 Pengolahan Postur Kerja
4.4 Rancangan Usulan Rancangan Alat Bantu
4.4.1 Dimensi Alat Bantu
4.4.2 Analisis Antropometri Dimensi Alat
4.4.3 Gambar Rancangan Alat Bantu

5 ANALISIS DAN EVALUASI

6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Modul III

Peta Kerja dan Perhitungan Waktu Kerja

Peta Kerja
Instruksi kerja adalah suatu pedopan kerja menjadi suatu hal yang penting dalam
menjalankan suatu pekerjaan. Tanpa adanya instruksi kerja maka urutan proses
pekerjaan akan berjalan secara tidak sesuai aturan. Dalam membuat suatu instruksi
kerja dibutuhkan suatu pendekatan ergonomi agar dapat berjalan dengan baik. Studi
gerak adalah analisis terhadap beberapa bagian badan pekerja dalam menyelesaikan
pekerjaannya agar gerakan-gerakan yang tidak efektif dapat dikurangi bahkan
dihilangkan sehingga akan diperoleh penghematan waktu kerja dan kelelahan dari
pekerja dapat diminimalisasi. Suatu pekerjaan dapat diuraikan menjadi beberapa
elemen gerakan untuk dilakukan studi guna mendapatkan rangkaian gerakan yang
lebih efisien dengan cara menghilangkan gerakan-gerakan kerja yang tidak efektif dan
tidak diperlukan, menyederhanakan gerakan kerja, serta menetapkan gerakan dan
urutan langkah kerja yang paling efektif guna mencapai tingkat efisiensi kerja yang
optimal. Gilbreth membagi elemen gerakan dasar menjadi 17 elemen gerakan yang
disebut Therblig (Sutalaksana, 1979). Ketujuh belas elemen Therblig tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi Therblig efektif dan Therblig inefektif. Therblig efektif adalah
semua elemen dasar yang berkaitan langsung dengan aktivitas kerja. Therblig ini sulit
untuk dihilangkan, tetapi waktu gerakannya dapat diperpendek. Therblig tidak efektif
adalah elemen therblig yang tidak berkaitan dengan aktivitas penyelesaian pekerjaan
secara langsung dan seharusnya dihilangkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
dasar analisa operasi kerja dan ekonomi gerakan.

Therbig Efektif
a. Phisical Basic Division
1. Menjangkau (Reach)
Menjangkau adalah gerakan tangan berpindah tempat tanpa beban, baik gerakan
mendekati maupun menjauhi objek. Gerakan ini biasanya didahului oleh gerakan
melepas (Release) dan diikuti oleh gerakan memegang (Grasp). Therblig ini dimulai
pada saat tangan mulai berpindah dan berakhir pada saat tangan sudah berhenti.
2. Memegang (Grasp)
Therblig ini adalah gerakan untuk memegang didahului menjangkau
dilanjutkan membawa (Move). Gerakan ini merupakan gerak yang efektif yang sulit
untuk dihilangkan meskipun masih dapat dikurangi dalam beberapa keadaan.
3. Membawa (Move)
Gerakan ini merupakan gerakan perpindahan tangan dalam keadaan dibebani oleh
suatu benda. Gerakan membawa biasanya didahului oleh gerakan memegang (Grasp)
dan dilanjutkan oleh melepas (Release) atau dapat juga oleh gerakan mengarahkan
(Position).
4. Melepas (Release Load)
Gerakan ini terjadi bila seorang pekerja melepaskan objek herblig ini dimulai pada
saat pekerja mulai melepaskan tangannya dari objek dan berakhir bila seluruh jarinya
sudah tidak menyentuh objek lagi.
5. Mengarahkan (Pre-position)
Mengarahkan sementara adalah gerakan mengarahkan objek pada suatu tempat
secara sementara. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemegangan apabila objek
tersebut akan dipakai kembali.

Objective Basic Division


6. Memakai (Use)
Gerakan memakai terjadi bila satu atau kedua tangan dipakai untuk menggunakan
alat. Lamanya waktu yang digunakan untuk gerak ini tergantung dari jenis pekerjaan
dan keterampilan dari pekerjanya.
7. Merakit (Assembly)
Merakit adalah gerakan menggabungkan suatu objek dengan objek lain sehingga
menjadi satu kesatuan. Gerakan ini biasanya didahului oleh Therblig membawa
(Move) atau mengarahkan (Position) dan dilanjutkan oleh Therblig melepas (Release).
8. Lepas Rakit (Disassembly)
Therblig ini merupakan kebalikan dari Therblig merakit (Assembly), yaitu gerakan
melepaskan dua bagian objek dari satu kesatuan.

Therblig yang Tidak Efektif


Mental/semi mental basic divisions
1. Mencari (Search)
Mencari merupakan gerakan dasar dari pekerja untuk menemukan lokasi suatu
objek. Biasanya yang banyak bekerja dalam gerakan ini adalah mata. Gerakan ini
dimulai pada saat mata bergerak mencari objek dan berakhir bila objek sudah
ditemukan
2. Memilih (Select)
Memilih adalah gerakan untuk menemukan suatu objek yang tercampur. Tangan dan
mata adalah dua bagian badan yang digunakan untuk melakukan gerakan ini.
Therblig ini dimulai pada saat tangan dan mata mulai memilih, dan berakhir bila
objek sudah ditemukan.
3. Mengarahkan (Position)
Gerakan ini mengarahkan suatu objek pada suatu lokasi tertentu. Mengarahkan
biasanya didahului oleh gerakan membawa (Move) dan diikuti oleh gerakan merakit
(Assembly). Gerakan ini dimulai sejak tangan mengendalikan objek dan berakhir pada
saat gerakan merakit (Assembly) atau memakai (Use) dimulai.
4. Memeriksa (Inspection)
Gerakan ini merupakan gerakan memeriksa objek untuk mengetahui apakah objek
telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
5. Merencanakan
Merencanakan (Plan) merupakan proses mental, dimana operator berpikir untuk
menentukan tindakan yang akan diambil selanjutnya. Biasanya gerakan ini terjadi
pada seorang pekerja baru.
Peta Kerja
Peta Kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis
dan jelas (biasanya kerja produksi). Informasi- informasi yang didapatkan melalui
peta kerja antara lain:
1. Benda kerja, berupa gambar kerja, jumlah dan spesifikasi material,
dimensi/ukuran pekerjaan.
2. Jenis proses yang dilakukan, jenis dan spesifikasi mesin, peralatan produksi,
tooling.
3. Waktu operasi (waktu standar) untuk setiap proses atau elemen kegiatan di
samping total waktu penyelesaiannya.
4. Kapasitas mesin atau kapasitas kerja lainnya yang dipergunakan

Pada dasarnya peta-peta kerja yang ada sekarang bisa dibagi dalam dua kelompok
besar berdasarkan kegiatannya, yaitu:
1. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja
keseluruhan
2. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja setempat

Metodologi analisis dan perbaikan kerja terdiri dari:


1. Analisis dan perbaikan kerja dilakukan berdasarkan fakta-fakta kondisi kerja
yang ada secara sistematis dan ilmiah. Peta-peta kerja merupakan alat yang
digunakan untuk menggambarkan fakta-fakta tersebut dan untuk
mempermudah analisis.
2. Secara garis besar, perbaikan sistem kerja dilakukan melalui langkah-langkah
berikut:
a. Membuat peta-peta kerja keseluruhan kondisi sekarang.
b. Membuat peta-peta kerja setempat kondisi sekarang.
c. Membuat rancangan peta-peta kerja setempat yang baru.
d. Membuat peta-peta kerja keseluruhan berdasarkan rancangan peta-peta kerja
setempat yang baru

Simbol-simbol yang digunakan dalam peta-peta kerja dapat dilihat pada Tabel dibawah ini
Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan apabila kegiatan tersebut
melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk membuat
produk yang bersangkutan. Jenis peta-peta kerja yang digunakan
untuk kelompok kegiatan kerja keseluruhan antara lain:
a. Peta Rakitan
b. Peta Proses Operasi
c. Peta Aliran Proses
d. Peta Proses Kelompok Kerja - Diagram aliran
Peta Rakitan
Peta Rakitan adalah gambaran grafis dari urutan aliran komponen dan rakitan bagian
ke dalam rakitan suatu produk. Peta Rakitan menunjukkan cara yang mudah
dipahami tentang:

1. Komponen-komponen yang membentuk produk


2. Bagaimana komponen-komponen ini bergabung bersama - Komponen yang
menjadi bagian suatu rakitan bagian
3. Aliran komponen ke dalam sebuah rakitan
4. Keterkaitan antara komponen dengan rakitan-bagian
5. Gambaran menyeluruh dari proses rakitan
6. Urutan waktu komponen bergabung bersama
7. Suatu gambaran awal dari pola aliran bahan

Tujuan dari Peta Rakitan terutama untuk menunjukkan keterkaitan antara


komponen-komponen yang menyusun sebuah produk.

Gambar Contoh Peta Rakitan

Peta Proses Operasi

Peta proses operasi adalah suatu diagram yang menggambarkan langkah-


langkah proses yang dialami oleh bahan baku mengenai urutan- urutan
operasi dan pemeriksaan sejak awal sampai menjadi produk jadi utuh
maupun sebagai komponen. Peta proses operasi juga membuat informasi-
informasi yang diperlukan untuk analisis lebih lanjut, seperti: waktu yang
dihabiskan, material yang digunakan, tempat atau alat atau mesin yang
digunakan. Beberapa kegunaan dari Peta Proses Operasi antara lain:
1. Untuk mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya
2. Untuk memperkirakan kebutuhan akan bahan baku
3. Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik
4. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang dipakai
5. Sebagai alat untuk latihan kerja
Prinsip-prinsip pembuatan Peta Proses Operasi adalah sebagai berikut:
a. Pertama-tama pada baris atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses Operasi”
yang diikuti oleh identifikasi lain seperti: nama objek, nama pembuat peta,
tanggal dipetakan, cara lama atau cara sekarang, nomor peta dan nomor
gambar.
b. Material yang akan diproses diletakkan diatas garis horizontal, yang
menunjukkan bahwa material tersebut masuk kedalam proses.
c. Komponen yang paling banyak membutuhkan operasi harus dipetakan terlebih
dahulu.
d. Lambang-lambang yang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan
terjadinya perubahan proses.
e. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai
dengan nomor urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk
tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi
f. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri
dan prinsipnya sama dengan penomoran kegiatan operasi.
Peta Aliran Proses
Peta Aliran Proses adalah suatu diagram yang menunjukkan urutan- urutan dari
operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu dan penyimpanan yang terjadi selama
satu proses atau prosedur berlangsung. Peta Aliran Proses juga memuat informasi-
informasi yang diperlukan untuk analisis seperti waktu yang dibutuhkan dan jarak
perpindahan. Waktu dalam Peta Aliran Proses biasanya dinyatakan dalam jam dan
jarak perpindahan biasanya dinyatakan dalam meter, walaupun hal ini tidak
terlampau mengikat. Peta Aliran Proses terbagi atas:
1. Peta Aliran Proses Tipe Bahan, yaitu peta yang menggambarkan kejadian yang
dialami bahan (bisa merupakan salah satu bagian dari poduk jadi) dalam suatu
proses atau prosedur operasi.
2. Peta Aliran Proses Tipe Orang
Peta aliran proses pekerja yang menggambarkan aliran kerja sekelompok manusia,
sering disebut Peta Proses Kelompok Kerja. Pada umumnya Peta Aliran Proses tipe
orang adalah suatu peta yang menggambarkan suatu proses dalam bentuk aktivitas-
aktivitas manusianya. Kegunaan dari Peta Aliran Proses antara lain:
1. Khusus untuk peta yang hanya menggambarkan aliran yang dialami oleh
suatu komponen atau satu orang, secara lebih lengkap, maka peta ini
merupakan suatu alat yang
2. Mengetahui aliran bahan atau aktivitas orang mulai awal masuk dalam suatu
proses atau prosedur sampai aktivitas terakhir.
3. Memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian suatu proses atau
prosedur.
4. Mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan atau dilakukan oleh orang
selama proses atau prosedur berlangsung.
5. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan-perbaikan proses atau metode kerja
6. Khusus untuk peta yang hanya menggambarkan aliran yang dialami oleh
suatu komponen atau satu orang secara lebih lengkap, sehingga peta ini
merupakan suatu alat yang akan mempermudah proses analsis untuk
mengetahui tempat-tempat dimana terjadi ketidak efisienan atau terjadi
ketidaksempurnaan pekerja, sehingga dengan sendirinya dapat digunakan
untuk menghilangkan ongkos-ongkos yang tersembunyi

Peta Proses Kelompok Kerja


Peta ini digunakan dalam suatu tempat kerja dimana untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut memerlukan kerjasama yang baik dari sekelompok pekerja. Jenis pekerjaan
atau tempat kerja yang mungkin memerlukan analisis melalui Peta Proses Kelompok
Kerja misalnya pekerjaan-pekerjaan: pergudangan, pemeliharaan atau pekerjaan-
pekerjaan pengangkutan material. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa Peta Proses
Kelompok Kerja merupakan kumpulan dari beberapa Peta Aliran Proses dimana tiap
Peta Aliran Proses tersebut dipetakan dalam arah horizontal, sehingga paralel satu
sama lain, yang satu di bawah/di atas yang lainnya. Peta Proses Kelompok Kerja
dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis aktivitas suatu kelompok kerja.
Tujuan utama yang harus dianalisis dari kelompok kerja ini adalah meminimumkan
waktu menunggu (delay). Berkurangnya waktu menunggu berarti bisa mencapai
tujuan lain diantaranya:
a. Mengurangi ongkos produksi atau proses.
b. Mempercepat waktu penyelesaian produksi atau proses.
Diagram Alir
Diagram Aliran merupakan suatu gambaran menurut skala dari susunan
lantai dan gedung, yang menunjukkan lokasi dari semua aktivitas yang
terjadi dalam Peta Aliran Proses. Kegunaan Diagram Aliran antara lain:
1. Lebih memperjelas suatu Peta Aliran Proses.
2. Membantu dalam perbaikan tata letak tempat kerja.
Menentukan Waktu Baku
Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki
tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan (Wignjosoebroto,
2000). Pada waktu baku terdapat kelonggaran waktu yang diberikan dengan
memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan Waktu baku
dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang
menyatakan berapa lama kegiatan harusberlangsung dan berapa output yang akan
dihasilkan, serta berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan tersebut (Freivalds dan Niebel, 2009). Waktu baku adalah waktu yang
digunakan sebagai standar berapa lama suatu pekerjaan harus dilakukan. Mengapa
harus standar? Berikut beberapa hal mengenai pentingnya waktu baku:
a. Digunakan untuk menghilangkan pemborosan sekaligus meningkatkan
produktivitas kerja.
b. Digunakan sebagai dasar penentuan upah dan jumlah buruh atau pekerja
c. Digunakan sebagai dasar penentuan lot (jumlah) bahan/ material yang dibeli
d. Digunakan sebagai dasar penjadwalan produksi
e. Digunakan sebagai parameter mengenai baik buruknya kualitas operasi maupun
pelayanan (dalam jasa)

Waktu baku dibentuk secara tidak langsung, melainkan perlu adanya penambahan
seperti kelonggaran dan penyesuaian. Hal itu dilakukan karena tidak semua orang
memiliki kemampuan yang sama dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.
Misalnya, satu orang bekerja lebih lambat dibanding pekerja yang lainnya. Hal
tersebut dipengaruhi oleh faktor internal seperti kapasitas fisik individu, motivasi,
dan lain- lain. Perbedaan performansi juga diakibatkan oleh faktor lingkungan fisik
yang berbeda seperti temperatur, kelembaban, pencahayaan, kebisingan dan lain-
lain. Manfaat Waktu Baku :
1. Penjadwalan produksi (Production Schedulling)
2. Perencanaan kebutuhan tenaga kerja (Man Power Planning)
3. Perencanaan sistem kompensasi
4. Menunjukkan kemampuan pekerja berproduksi
5. Mengetahui besaran - besaran performansi sistem kerja berdasar data produksi
aktual
Terdapat dua tahapan menentukan waktu baku, yaitu:
1. Menambahkan penyesuaian pada waktu siklus, sehingga menjadi waktu normal
2. Menambahkan kelonggaran pada waktu normal, sehingga menjadi waktu baku
Waktu Siklus
Waktu siklus adalah waktu pekerja menyelesaikan pekerjaannya saat diamati pada
waktu itu juga. Waktu ini merupakan waktu dasar pekerja menyelesaikan
pekerjaannya dalam kondisi yang ia terima di lapangan dandalam situasi yang wajar.
Artinya pekerja tidak dalam kondisi termotivasi (sehingga waktu dipercepat) atau
dalam kondisi terdemotivikasi (sehingga waktu melambat). Penentuan waktu siklus
yang baik dapat dilakukan beberapa kali sehingga dibantingkan antara hasil pengukuran
satu dengan yang lainnya. Waktu siklus dapat juga ditentukan dengan rumus:
∑𝑥𝑖
𝑊𝑠 =
𝑁
Dimana :
Ws : Waktu Siklus
Xi : Waktu pengamatan ke-i
N : Jumlah Pengamatan

Penyesuaian
Penyesuaian diberikan jika pengamat (pengukur) meyakini bahwa waktu siklus yang
didapat tidak wajar. Dimana pengamat yakinb bahwa pekerja yang diukur tidak
dalam kondisi yang wajar, seperti kondisi yang termotivasi, grogi karena merasa
diamati dan hal lainnya sehingga waktu didapat tidak sesuai dengan kondisi yang
seharusnya (bisa lebih lambat atau cepat dari yang biasa dilambangkan dengan (p).
Jika operator bekerja lebih cepat dari yang biasa maka nilai (p>1). Jika lebih lambat
maka nilai (p<1). Namun jika pengamat meyakini bahwa waktu siklus yang didapat
sudah wajar maka penyesuaian yang diberikan (p=1).
Maksud dimasukkan faktor penyesuaian adalah untuk menjaga kewajaran kerja,
sehingga tidak akan terjadi kekurangan waktu karena terlalu idealnya kondisi kerja
yang diamati. Faktor penyesuaian dalam pengukuran waktu kerja dibutuhkan untuk
menentukan waktu normal dari operator yang berada dalam sistem kerja tertentu.
Beberapa metode dalam menentukan besar faktor penyesuaian antara lain:
1. Metode Schummard
2. Metode Westinghouse
3. Metode Objektif

Metode Schummard
Metode Schumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas
kinerja dan setiap kelas memiliki nilai sendiri sendiri. Tabel 7.1 menunjukkan
pembagian kelas dalam metode Schumard.
Metode Schumard menetapkan bahwa nilai kerja yang dilakukan secara
normal adalah 60. Nilai ini dijadikan sebagai nilai pembanding untuk
operator lain dengan faktor penyesuaian tertentu. Faktor penyesuaian
dengan metode Schumard dihitung dengan rumus berikut:

P = Nilai penyesuaian / 60

Misalnya pengamat mengamati bahwa operator bekerja dengan nilai 80,


maka faktor penyesuaian adalah:

P = 80/60 = 1,33

Metode Westinghouse

Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada empat faktor yang dianggap


menentukan kewajaran dan ketidakwajaran dalam bekerja yaitu
keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Setiap faktor terbagi
dalam kelas–kelas dengan nilai masing- masing.
Metode Objektif

Metode objektif yaitu metode penyesuaian yang memperhatikan dua faktor


yaitu kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan. Kedua faktor ini
dipandang secara bersama-sama untuk menentukan faktor penyesuaian
guna mendapatkian waktu normal.

Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan. Pengukur


melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja operator. Jika
operator bekerja lebih cepat dari yang biasa maka nilai (p1 >1). Jika lambat
dari biasanya maka (p1<1). Namun jika pengamat meyakini bahwa operator
kecepatan penyesuaian adalah (p1 =1). bekerja wajar, yang dengan maka
diberikan. Untuk kesulitan kerja, disediakan sebuah tabel yang
menunjukkan berbagai kesulitan kerja dan dihubungkan dengan
penggunaan anggota badan, pedal kaki, penggunaan tangan, koordinasi
mata dan tangan, peralatan serta berat beban. Nilai dari setiap kondisi
kesulitan kerja dari pekerjaan yang diukur dijumlahkan menghasilkan
persentase kesulitan kerja (p2 ). Tabel dibawah menunjukkan faktor
penyesuaian kesulitan kerja (dalam perseratus) dengan metode objektif.
Faktor penyesuaian dengan metode ini dihitung menggunakan rumus
berikut:

P = P1 x P2 = P1 x (1 + Nilai Tabel/100)

Waktu Normal

Waktu normal merupakan waktu kerja yang telah mempertimbangkan faktor


penyesuaian, yaitu waktu siklus rata- rata dikalikan dengan factor
penyesuaian. Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah
semata-mata menunjukan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik
akan bekerja menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan kerja yang normal.
Walaupun demikian pada prakteknya kita akan melihat bahwa tidaklah bisa
diharapkan operator tersebut akan mampu bekerja terus- menerus
sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama sekali. Disini pada
kenyataannya operator akan sering menghentikan kerja dan membutuhkan
waktu khusus untuk keperluan seperti personal needs, istirahat melepas
lelah, dan alasan lain yang berada diluar kontrolnya (Wignjosoebroto, 2003).

Kegiatan pengukuran waktu dikatakan selesai apabila semua data yang


didapat memiliki keseragaman yang dikehendaki dan jumlahnya telah
memenuhi tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan.
Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga diperoleh
waktu baku. Untuk menghitung waktu normal digunakan rumus sebagai
berikut:Waktu normal merupakan waktu kerja dengan telah
mempertimbangkan faktor penyesuaian.

Wn=Wsxp

Dimana :

Wn = waktu normal

Ws = waktu siklus

p = faktor penyesuaian

Kelonggaran

Setelah didapatkan waktu normal, yaitu waktu penyelesaian suatu pekerjaan


yang dianggap wajar, langkah selanjutnya adalah menentukan waktu baku.
Tiga unsur yang belum ditambahkan sebelum mendapatkan waktu baku
adalah dengan menambahkan unsur kebutuhan pribadi pekerja,
menghilangkan rasa lelah dan hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiga faktor ini disebut dengan kelonggaran.

Pemberian kelonggaran ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan


kepada operator untuk melakukan hal - hal yang harus dilakukannya,
sehingga waktu baku yang diperoleh dapat dikatakan data waktu kerja yang
lengkap dan mewakili sistem kerja yang diamati. Kelonggaran yang diberikan
antara lain :

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah (fatique )

3. Kelonggaran yang tidak dapat dihindarkan

Pemberian faktor kelonggaran dan penyesuaian secara bersama-sama,


selayaknya dapat dirasakan adil (fair), baik dari sisi operator maupun dari
sisi manajemen.
Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi

Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal hal seperti minum
sekedarnya untuk menghilangkan haus, ke kamar kecil, bercakap dengan
teman sekerja sekedarnya. Kebutuhan ini terlihat sebagai suatu kebutuhan
yang mutlak. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi
seperti itu berbeda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap
pekerjaan berbeda karakteristiknya.

Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pria dan


wanita berbeda. Bagi pria kelonggarannya 2%-2,5%, sedangkan untuk wanita
2,5%-5%.

Kelonggaran untuk Menghilangkan Rasa lelah

Rasa lelah biasanya terlihat saat hasil produksi menurun baik kuantitas
maupun kualitas. Jika rasa lelah telah datang dan pekerja dituntut untuk
menghasilkan performansi normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja
lebih besar dan dari normal dan ini menambah rasa lelah.

Kelonggaran untuk Hambatan-hambatan yang Tak Terhindarkan

Hambatan dalam hidup ini selalu ada, itulah yang dinamakan hidup jika
hidup jika tidak ada hambatan maka bukan hidup namanya. tapi bukan
hambatan dalam kajian itu kita bahas sekarang. Hambatan dalam
melaksanakan pekerjaan itu ada dua jenisnya, yang pertama hambatan yang
dapat dihindarkan dan yang kedua hambatan yang tidak dapat dihindarkan.
Beberapa contoh dari hambatan yang tidak dapat dihindarkan adalah:
menerima atau meminta petunjuk dari pengawas, melakukan penyesuaian
mesin, memperbaiki kemacetan kemacetan singkat, mengasah peralatan
potong, mengambil alat alat khusus, hambatan hambatan karena kesalahan
pemakaian, mesin mati karena mati listrik.

Waktu Baku

Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang
pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku
merupakan waktu untuk satu siklus lengkap dari suatu operasi dengan
metode yang dianjurkan setelah dikombinasikan dengan faktor penyesuaian
yang tepat dan kelonggaran yang masih dalam batas kontrol operasi.
Penentuan waktu baku didapat sebagai berikut:

Wb = Wn x (1 + L)

Dimana:

Wb = waktu baku

Wn = waktu normal L = kelonggaran

Bahan dan Alat


Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Kamera Vidio
2. Stopwatch
3. Tempat Perakitan

Bahan yang digunakan adalah:


1. Produk yang akan dirakit
2. Alat pengujian produk

Kegiatan Praktikum
1. Melakukan pembuatan layout perakitan
2. Melakukan perakitan produk
3. Membuat peta kerja
4. Menghitung waktu kerja proses perakitan produk

Asumsi-asumsi yang Digunakan


Asumsi-asumsi yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai beriku:
1. Operator bekerja secara normal
2. Semua alat yang digunakan dalam perakitan dalam keadaan normal
3. Jika ada data yang dalam uji kecukupan data tidak cukup dianggap dalam keadaan cukup
4. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% dan ketelitian 5%
5. Jika ada data yang tidak seragam dilakukan revisi selama 2 kali, dan data diasumsikan seragam.

Sistematika Laporan

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Praktikum
1.2 Tujuan Praktikum
1.3 Manfaat Praktikum
1.4 Metode Praktikum
1.5 Asumsi-asumsi dalam praktikum
2 LANDASAN TEORI

3 METODOLOGI PRAKTIKUM
1.3.1 Lokasi dan Waktu Praktikum
1.3.2 Sampel yang Digunakan
1.3.3 Data yang Digunakan
1.3.4 Pengolahan Data

4 Pengumpulan Data
1.4.1 Lokasi Penelitian
1.4.2 Spesifikasi Produk
1.4.3 Peta Proses Perakitan
1.4.4 Diagram Alir untuk Kegiatan Individual
1.4.5 Peta Tangan Kanan dan Tangan Kiri Operator Individual
1.4.6 Uraian dan Layout Metode Kerja
1.4.4 Data Waktu Siklus Operator Kerja Individual

5 Pengolahan Data
5.1. Pengolahan Data Stopwatch Time Study
5.1.1 Uji Keseragaman Data
5.1.2 Uji Kecukupan Data
5.2. Penentuan Waktu Standar
5.2.1 Penentuan Waktu Siklus
5.2.3 Penentuan Rating Factor
5.2.4 Penentuan Waktu Normal
5.2.5 Penentuan Allowance
5.2.6 Perhitungan Waktu Standar

6. Analisis dan Evaluasi

7 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Barnes, R M. (1980). Motion and Time Study Design and Measurement of Work.
Seventh Edition. Jhon Wiley & Sons
Bennett, C. A. (1971). Toward empirical, practicable, comprehensive task
taxonomy. Human Factors: The Journal of the Human Factors and
Ergonomics Society, 13(3), 229-235.
Freivalds, A. dan Niebel, B. W. (2009). Methods, standards, and work design.
Twelfth Edition. New York: McGraw-Hill.
Grandjean, E. (1988). Fitting the Task to the Man. Fourth Edition. Taylor &
Francis. New York.
Kroemer, K. H. dan Grandjean, E. (1997). Fitting the task to the human: a
textbook of occupational ergonomics. Fifth Edition. CRC press.
Kuswadji, S. (1997). Pengaturan Tidur Pekerja Shift. Cermin Dunia
Kedokteran,116, 42-48.
MacCormick, E. J., dan Ilgen, D. R. (1983). Industrial psychology. Allen &
Unwin.
Meyers, F. E. dan Stewart, J. R. (2002). Motion and time study for lean
manufacturing (Vol. 370). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Technology?. Ergonomics,10(2), 167-176.
Murrel K. F. H. (1965). Ergonomics: Man in his working environment. London.
Niebel (2001). Methods, Standards, and Work Design. Tenth Edition. New
York: McGraw Hill.
Nurmianto, E. (1996). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi
pertama. Cet, 3. Penerbit Guna Widya, Surabaya.
Sanders, M. S., dan McCormick, E. J. (1987). Human factors in engineering
and design . McGRAW-HILL book company.
Pulat, B. M. (1997). Fundamentals of industrial ergonomics. Waveland
PressInc.
Sanders, M. S., dan McCormick, E. J. (1987). Human factors in engineering
and design . McGRAW-HILL book company.
Smith, M. J., Colligan, M. J., dan Tasto, D. L. (1982). Health and safety
consequences of shift work in the food processing industry.
Ergonomics, 25(2), 133-144.
Suma’mur, P. K. (1994). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung
Agung, Jakarta.
Sutalaksana, I. Z., Anggawisastra, R., Tjakraatmadja, J. H. (1979). Teknik
Tata Cara Kerja, Jurusan Teknik Industri ITB, Bandung.
Wedderburn, A. A. I. (1967). Social factors in satisfaction with swiftly rotating
shifts. Occupational psychology, 41(2), 85-107.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu.
Surabaya: Prima Printing.
NAMA PENYUSUN
NO. NAMA PROFESI

1. Nofias Fajri., M.Eng • Dosen Teknik Industri


Agro Politeknik ATI
Makassar

2 Dr. Arminas ST., MM • Dosen Teknik Industri


Agro Politeknik ATI
Makassar

3 Della Ginza Ramadha, • Dosen Teknik Industri


ST., MT Agro Politeknik ATI
Makassar

4 Dedy Chrisdianto, ST • PLP Lab. Ergonomi dan


TPSK

5 Nurulinzany, ST., MT • Teknisi Lab. Ergonomi


dan TPSK

Anda mungkin juga menyukai