Anda di halaman 1dari 3

Nama : Syafira Marsya Metta

Kelas : XI MIPA 3

Lihatlah Orang Bukan Dari Perkataan


Orang Saja Cobalah Untuk Mendekatinya

Saat itu di sebuah Sekolahan Menengah Atas Negeri Caca menemukan


sosok baru yang akan menemaninya selama 6 semester, tidak tahu apakah bisa
membuatnya menjadi sosok yang lebih baik atau sebaliknya. Caca pikir dia akan
menjadi pribadi yang pendiam dan tertutup, tetapi pikiran itu sirna dalam sekejap
mata, ia sama seperti Caca kecil yang aktif dan periang. Caca tidak pernah berpikir
dari sifat periangnya akan menimbulkan guncangan – guncangan hebat dalam
hidupnya. Awalnya Caca tanya menganggap hal tersebut sebagai angin lalu.
Semester 3 tepatnya kelas XI Menengah Atas, Caca selalu salah mengambil
keputusan dan hal tersebut tentu saja hal yang disadarinya. Namun, kesadaran
tersebut muncul saat keputusan sudah dibulatkan. Caca saat itu ingin mengatakan
dengan lantang akan keputusannya, namun itu semua menjadi kesalahpahaman
yang semakin besar. Kesalahpahaman tersebut juga berujung ketidak senangan
orang lain yang nyatanya tidak mengenali Caca. Membuat mereka yang belum
mengenalnya berpikir buruk tentang Caca.
Tepatnya saat ini, Caca yakin sudah memilih keputusan yang menurutnya
benar. Tapi tetap saja saat saran dari Caca dan teman – teman sudah dikumpulkan
dan menjadi hasil yang mereka inginkan, tapi pikiran Caca selalu terganggu
bayangan – bayangan akan jadi apa keputusannya itu. Caca ingin sekali mundur
dari pertanyaan – pertanyaan orang lain yang tidak dapat hadir pada pengambilan
suara tersebut, namun tetap saja Caca dipanggil dan mereka bertanya, yang hanya
Caca bisa ialah berpikir sekeras mungkin atas mengapa Caca mengambil
keputusan tersebut.
“Ca, tadi kamu milih siapa? Si Fanya apa si Januar?” Tanya salah satu teman
Caca. “Aku kan kemarin gak bisa hadir karena ada acara keluarga” Sedihnya.
“Ohh, kalau Caca bagaimana? Kamu pilih Januar atau Fanya?”
“Ah, kemarin aku pilih si Janu, soalnya gimana ya. Menurutku si dia
kompeten, dan baik. Terus kita dapat kabar, kalau si Fanya anaknya suka marah –
marah kalau gak sesuai ekspektasi dia, aku takutnya organisasi yang kena.”
Jawabku disertai alasan yang menurutku dapat dicerna dengan mudah oleh
temanku.
“Ohh, aku kira Fanya anaknya baik. Soalnya selama ini aku liatnya anaknya
mudah berbaur, deket juga tuh sama anak – anak, terus juga dia paling sering
datang kalau kita ada kegiatan di organisasi.” Balas temanku.
“Yah, aku juga kurang tahu deh. Tapi itu pengakuan dari teman Fanya.
Kalau dari aku pribadi si dia emang anaknya pemikir keras tapi dia maksain diri
sendiri.” Jelasku kepada temanku.
“Oke deh, terima kasih ya infonya Ca. Untung kamu kasih tahu baik
buruknya dia, coba aku kurang teliti pasti sudah ku pilih dengan semangat.” Kata
temanku dengan ibu jari sebelah kanan dinaikan lalu mengubahnya dengan
lambaian tangan. “ Aku duluan ya, Ca.”
Sementara itu Caca tidak menerangkan kepada temannya bahwa banyak
yang terjadi saat pemungutan suara. Misalnya saja, adanya konflik antara kakak
tingkat mereka dan juga bocornya informasi antara pemungut suara dan calon
tersebut.
“Ya sudahlah, nanti dia juga tahu sendiri kalau ada acara.” Putus Caca
melangkahkan kakinya menuju kelasnya.
Sementara itu di lain sisi, Sheril sudah menunggu Caca untuk membahas
permasalahan yang ada kemarin. Saat Caca sudah memasuki kelas mereka Sheril
langsung memanggil Caca untuk membahas hal tersebut.
“Ca, kemarin keadaannya kacau banget ya. Kemarin aku sempat liat
temennya Fanya tuh ngasih tau ke si Fanya kalau dia diomongin di tempat
pemungutan suara.” Jelas Sheril
“Jadi saat kita terang – terangan bahas baik buruknya calon ketua
selanjutnya temennya Fanya, bocorin ke Fanya?” Tanyaku.
“Iya Ca, kayaknya temennya Fanya juga gak suka sama kamu deh. Tapi aku
kurang suka juga sama temennya Fanya, dia merasa kalau dia ketuanya. Aku jadi
males banget kalau ada kumpul organisasi lagi.”
“Ohh, yaudah mau gimana lagi, itukan pendapat dia tentang aku, hak dia
juga gak suka sama aku. Tapi kamu jangan males – malesan ngumpul kan ada
aku.”
“Iya sih, tapi kan dia sudah ngomongin anak – anak yang gak suka sama dia,
terutama kamu tahu ca! Aku sempet denger dari kelas sebelah.”
“Ya gapapa Ril, mereka kan tau aku dari ucapan orang lain bukan liat
langsung seperti apanya aku.”
“ihh, kamu tuh jangan gitu. Coba sekali – kali marah biar mereka tau kamu
gimana, tunjukin bahwa kamu tuh gak seperti yang diomongin sama mereka, Ca.”
“Percuma aku marah, Ril. Masalah harus dihadapi dengan kepala dingin,
jangan apa – apa langsung marah.”
Dan perdebatan tersebut terus berlanjut. Dan akhirnya Sheril mengalah dan
merenungi apa yang telah Caca sampaikan, bahwa semua yang Caca sampaikan
benar, kata Caca “Biarkan mereka menilaimu dari perkataan orang lain. Namun,
bila dia mendekatimu tunjukkan bahwa semua perkataan tersebut hanyalah omong
kosong.”

Anda mungkin juga menyukai