Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

JOKO

22160041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

Mahasiswa

(JOKO)

Mengetahui :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )
ISOLASI SOSIAL

A. Definisi
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain. (Kusumawati dan Hartono, 2011).
Isolasi sosial atau menarik diri merupakan keadaan seorangindividu yang
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidakmampu berinteraksi dengan orang
lain di sekitarnya. Pasien mungkinmerasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membinahubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat & Akemat, 2015).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individumengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampuberinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasaditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membinahubungan
yang berarti dengan orang lain (Damayanti, 2012)
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yangmerupakan mekanisme
individu terhadap sesuatu yang mengancamdirinya dengan cara menghindari interaksi
dengan orang lain danlingkungan (Keliat, 2015)
Isolasi sosial adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri /cita-
cita /harapan langsung menghasilkan perasaan berharga. (Hartono, 2010).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa isolasi social
adalah keadaan dimana seorang individu tidak mampu berinterkasi dengan orang lain
disekitarnya.

B. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

- Menyendiri - Merasa sendiri - Manipulasi


(solitude) (loneliness)
- Impulsif
- Otonomi - Menarik diri
- Bekerjasama (withdrawal) - Narsisme
(mutualisme) - Tergantung
- Saling (dependent)
bergantung
(interdependence
)

(Stuart & Sudden, 2013)


C. Jenis dan Klasifikasi
Jenis isolasi sosial
1. Isolasi Ruang
Isolasi ruang dapat dipaksakan dari luar dengan meniadakan kontak seperti yang
terjadi ketika seorang dikucilkan dari pergaulan komuntasnya atau dipenjara.
Akibatnya, individu akan tercabut dari perlindungan kelompoknya.
2. Isolasi Organik
Gejala keterasingan yang disebabkan bukan karena ketiadaan kontak yang dipaksa
dari luar, melainkan karena ketiadaan kontak yang disebabkan karena kecacatan
individu seperti kebutaan dan ketulian. Akibat penting kecacaan seperti itu ialah
kurangnya pengalaman bersama tertentu dengan semua orang normal (Keliat, 2010).

D. Tanda dan Gejala


1. Data Subyektif
a. Mengatakan perasaan ditolak atau sepi
b. Mengungkapkan perasaan tidak dimengerti orang lain
2. Data Obyektif
a. Menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri
c. Tidak melakukan kontak mata
d. Sedih dan afek datar
e. Asyik dengan pikiran dan dirinya sendiri
f. Kontak mata kurang/tidak mau menatap lawan bicara
g. Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun dan
berdiam diri (Stuart & Sudden, 2013)

E. Penyebab
Menurut Kusumawati dan Hartono (2010) penyebab isoalasi social antara lain:
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya
gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang
mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada
otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic
dan daerah kortikal
b. Psikologis
c. Sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan
oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota
keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
2. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan
eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yait stress yang ditimbulkan oleh
faktorsosial budaya seperti keluarga.

b. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis yaitu stress terjadi akibat ansietas yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu
untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.

F. Akibat
Perilaku isolasi sosial klien memungkinkan klien menjadi autism dan motisme yang
disertai dengan disorientasi, konsentrasi yang rendah sehingga berakibat pada adanya
gangguan persepsisensori halusinasi. Adanya perilaku isolasi sosial ini juga menunjukkan
adanya penurunan motivasi klien dalam berhubungan sosial atu kehilangan keinginan.
Hal iniakibat penurunan kadar neurotransmitter serotonin otak yang menyebabkan
produktivitas menurun sehingga menjadi malas beraktivitas. Klien dengan isolasisosial
selain malas berhubungan sosial juga kehilangan keinginan untuk melakukan perawatan
diri sehingga mengalami masalah deficit perawatan diri. Halini dapat berdampak pada
penykit kulit dan penurunan berat badan jika berlangsung lama. (Videbeck, 2012).

G. Psikopatologi
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang disebabkan eleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami klien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan
kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan
berhubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur,
mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan
kebersihan diri. Klien semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan dan
tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga
berakibat lanjut halusinasi (Stuart & Sudden, 2013).

H. Diagnosis Keperawatan Utama


Diagnosa keperawatan utama adalah isolasi sosial.

I. Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik
diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan  dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan
otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan
dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia
sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee).
Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung.
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur ,
tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung .
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine.
Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing,
mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP),
glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Kusumawati dan
Hartono, 2010)
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab
isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila
berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara
berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang
lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan
dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga,
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk
berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan hariannya (Videbeck, 2012).
3. Terapi kelompok
Menurut (Videbeck, 2012), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun
tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang
dan setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan
pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh
benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat
ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu
diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul
padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.

b. Tingkah laku sosial


Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya,
berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan
waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul
dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak
meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan
sebagainya.

J. Fokus Intervensi
1. Tindakan mandiri
SP I
a. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial dengan pasien
b. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
c. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
d. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
e. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian.
SP II
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan
orang lain
c. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian.
SP III
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan
dua orang atau lebih.
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalamkegiatan harian.
2. Terapi Modalitas
a. Melibatkan dalam terapi kognitif, jika ada distorsi ataupenyimpangan dalam
berfikir (misal ketidakpercayaan terhadap orang lain, berhubungn sosial tidak ada
manfaatnya, tidak mempunyai kemampuan untuk bicara dengan orang lain).
1) Identifikasi derajat isolasi dengan mendngarkan pandangan klien tentang
kesendirian.
2) Buat interaksi yang singkat tetapi mengkomunikasikan minat, kekhawatiran
dan perhatian.
3) Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk klien ( klien lain,perawat,
keluarga, teman).
4) Identifikasi hubungan keluarga,pola komunikasi.
5) Catat perasaan makna diri klien dan keyakinan tentang identitas
individu/peran dalam pergaulan dan lingkungan
b. Melibatkan dalam terapi aktivitas kelompok (sosialisasi, stimulasi sensasi)
3. Terapi Kolaborasi
a. Memberikan obat-obatan sesuai program pengobatan pasien
b. Memantau keefektifan dan efek samping obat yang diminum (vital sign dan
pemeriksaan fisik lain
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, M., & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama
Hartono, Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.

Kelliat, dkk, 2010. Buku Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.

Keliat, B. A. 2015. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC

Kusumawati & Hartono. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Stuart & Sudden. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Videback. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Yosep, I. 2011. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Refika Aditama.


STRATEGI PELAKSANAAN: ISOLASI SOSIAL
1. Kondisi Klien
DS : -
DO : Klien dengan isolasi social menarik diri jarang bahkan tidak mampu melakukan
interaksi dengan orang lain. Klien sering menunjukan tanda dan gejala seperti kurang
spontan, apatis, ekspresi wajah kurang berseri, afek datar, kontak mata kurang,
komunikasi verbal menurun, mengisolasi diri (menyendiri), posisi (ceritakan kondisi
klien, gambaran pasiennya seperti apa).
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi Sosial, MenarikDiri
3. Tujuan
a. Mampu membina hubungan saling percaya dengan klien
b. Klien mampu menyebutkan penyebab isolasi social menarik diri
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
d. Klienmampuberkenalandengan orang lain.
4. Strategi pelaksanaan:
SP1:Berdiskusi tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain dan mengajarkan
cara berkenalan
Orientasi :
1. Orientasi (Perkenalan):
“Selamat pagi ”
“Perkenalkan saya Joko, Saya mahasiswa keperawatan dari Universitas Respati Yogyakarta,
saya yang akan membantu merawat bapak dari sekarang sampai 1 minggu kedepan
“Siapa nama bapak? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-
teman bapak S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau
berapa lama S...? Bagaimana kalau 15 menit”
2. Kerja:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang
bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? Apakah S merasa sendirian? Siapa saja yang S
kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman? Wah benar, ada teman
bercakap-cakap. Apalagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau
kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apalagi ? (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya temanya. Kalau begitu
inginkah S belajar berteman dengan orang lain ? Bagus….Bagaimana kalau sekarang kita
belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama
panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang dipanggil Si. Asal
saya dari magelang, hobi memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama
mas siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal
yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga,
pekerjaan dan sebagainya.”
3. Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada.
Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien lain.
Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan teman
saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”

Kelliat, dkk, 2010. Buku Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai