Anda di halaman 1dari 3

Rene Descartes, Skeptisme Kritis

Descartes menggunakan keraguan untuk mengatasi keraguan. Menurutnya, salah satu cara
untuk menentukan sesuatu yang pasti dan tidak dapat diragukan lagi ialah dengan melihat
seberapa jauh hal itu bisa diragukan. Bila kita secara sistematis meragukan pengetahuan kita,
akhirnya kita akan mencapai titik yang tidak bisa diragukan lagi, sehingga pengetahuan kita
dibangun di atas dasar kepastian (Hadi, 1994: 29).

Metode keraguan yang dikemukakan oleh Descartes ini disebut “keraguan metodis
universal”. Keraguan ini bersifat universal karena direntang tanpa batas sampai keraguan itu
membatasi diri. Artinya, usaha meragukan itu akan berhenti tatkala tidak ada sesuatu yang
diragukan lagi. Usaha meragukan ini disebut metodik karena keraguan yang diterapkan
merupakan cara yang diragukan oleh penalaran reflektif filosofis untuk mencapai kebenaran
(Hadi, 1994: 29). Dalam bahasa Hardiman (2004: 38), Descartes dianggap telah memberikan
suatu bentuk metode baru di dalam berfilsafat, yakni yang disebutnya sebagai metode
skeptisisme, atau bisa juga disebut sebagai skeptisisme metodis. Tujuan dari metode ini
adalah untuk mendapatkan kepastian dasariah dan kebenaran yang kokoh. Inilah tujuan utama
filsafat menurut Descartes. Untuk mendapatkan kepastian dasariah dan kebenaran yang
kokoh itu, Descartes mulai dengan meragukan segala sesuatu. Descartes meragukan kepastian
benda-benda material yang ada di sekitarnya, dan bahkan sampai meragukan keberadaan
dirinya sendiri. Bagi Descartes, persoalan dasar epistemologi bukannya bagaimana kita dapat
tahu, tetapi mengapa kita dapat membuat kekeliruan. Kekeliruan merupakan momok yang
menakutkan bagi pikiran. Descartes yakin bahwa budi dapat mencapai kebenaran, sehingga
kekeliruan baginya suatu kekecualian. Baginya, kekeliruan tidak terletak pada kegagalan
untuk melihat sesuatu, tetapi terjadi tatkala kita mengira tahu sesuatu yang sebenarnya tidak
diketahui, atau sebaliknya, mengira tidak tahu sesuatu yang diketahuinya (Hadi, 1994: 29).

Namun apakah yang menyebabkan kekeliruan tersebut? Menurut Descartes, kekeliruan


terjadi karena kurang penuhnya perhatian. Atau karena kita kurang hati-hati atau
serampangan dalam berpikir. Padahal pengetahuan pada dasarnya adalah perhatian. Maka
seseorang yang ingin mencapai kebenaran dan terhindar dari kekeliruan, hanya perlu
membangkitkan usaha penuh untuk memperhatikan. Bahwa bila kita telah menuntut
perhatian penuh dari diri sendiri, kita telah menghapus sumber kesalahan. Bahwa bila kita
disiplin di dalam memberikan persetujuan hanya kepada hal-hal yang pasti, kita tidak akan
pernah keliru. Singkatnya, “sejauh mana saya benar-benar tahu” merupakan pertanyaan yang
hanya bisa dijawab setelah saya menentukan “sejauh mana saya berhasil di dalam
meragukannya” (Hadi, 1994: 29-30).

Francis Bacon, Metode Induksi-Ekperimental

Secara umum induksi dijelaskan sebagai proses berpikir di mana orang berjalan dari yang
kurang universal menuju yang lebih universal, atau dengan kata lain dari yang individual/
partikular menuju ke yang umum/ universal. Induksi bisa mengantarkan manusia pada
tingkatan inderawi dan individual menuju ke tingkatan intelektual dan universal.3 Dalam
segala bentuknya yang lebih khusus induksi merupakan persoalan generalisasi empiris, yakni
kita berargumen bahwa karena sesuatu telah terbukti benar dalam sejumlah kasus yang
diamati, besar kemungkinan yang diperoleh tidak bersifat pasti (kecuali dalam kasus-kasus
khusus), tapi bisa menjadi sangat besar kemungkinannya dan seluruh prediksi rasional kita
mengenai masa depan tergantung pada referensi ini. Pengambilan kesimpulan dengan induksi
sudah pasti tidak sekedar masalah empiris karena kita bisa menggunakannya untuk
menyimpulkan apa yang belum kita amati. 4

3. Hubungan Metode Induksi Dan Eksperimen Merujuk pada pernyataan David Hume,
“bahwa argumentasi yang bersifat induktif bersandar pada suatu keanekaragaman, kebiasaan
dan pengalaman, hal ini sesuai dengan apa yang menjadi stressing point Francis Bacon
dengan menekankan aspek eksperimen sebagai hal penting untuk menaklukan alam dengan
rahasianya (to torture nature for her secrets).5 Dalam hal ini Bacon menyebutnya sebagai
komposisi sejarah alamiah dan eksperimental (the composition of a natural anda experimental
history). Menurutnya, eksperimen sangat penting karena jika kita dengan sederhana
mengamati tentang apa-apa yang terjadi di sekitar kita, maka kita dibatasi dalam data-data
yang kita kumpulkan, ketika kita menampilkan sebuah percobaan kita mengendalikan
keadaan pengamatan sejauh mungkin dan memanipulasi keadaan dari percobaan untuk
melihat apa yang terjadi dalam lingkungan-lingkungan di mana hal sebaliknya tidak pernah
terjadi. Eksperimen memungkinkan kita untuk menanyakan “apa yang terjadi jika kita
melakukan percobaan-percobaan ...?”. Bacon menyatakan bahwa dengan mengadakan
percobaan-percobaan kita mampu menaklukan alam dan rahasianya. Berdasarkan
pemikirannya tersebut, Bacon merumuskan dasar-dasar berpikir induktif modern.
Menurutnya, metode induksi yang tepat adalah induksi yang bertitik pangkal pada
pemeriksaan yang diteliti dan telaten mengenai data-data partikular, yang pada tahap
selanjutnya rasio dapat bergerak maju menuju penafsiran terhadap alam (interpretatio natura).

Auguste Comte, Positivisme

Positivisme diperkenalkan oleh Aguste Comte (1798-1857) yang tertuang dalam karya utama
Aguste Comte adalah Cours de Philosophic Positive. Positivisme berasal dari kata "positif".
Kata "positif" di sini sama artinya dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta.
Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta. Sedangkan menurut
istilah positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains.
Atau juga bisa diartikan sebagai suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan
metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.6

Untuk memahami fisafat positivisme Auguste Comte dalam pandangan umum dan khususnya
dalam pengertian pengembangan, perlu sekiranya memahami lebih dulu apa yang dimaksud
dengan “positif” menurut Auguste Comte: Sebagai lawan atau kebalikan atas sesuatu yang
bersifat khayal, maka pengertian “positif” pertama diartikan sebagai sesuatu ‘yang nyata’.
Sebagai lawan atau kebalikan atas sesuatu yang tidak bermafaat, maka pengertian “positif”
diartikan sebagai pensifatan sesuatu ‘yang bermanfaat’. Sebagai lawan atau kebalikan sesuatu
yang meragukan, maka pengertian “positif” diartikan sebagai pensifatan sesuatu ‘yang pasti’.
Sebagai lawan atau kebalikan sesuatu yang kabur, maka pengertian “positif” diartikan
sebagai pensifatan sesuatu ‘yang jelas atau tepat’. Sebagai lawan atau kebalikan sesuatu yang
negatif, maka pengertian “positif” dipergunakan untuk menunjukkan sifat-sifat pandangan
filsafatnya yang selalu menuju ke arah penataan atau penertiban.9

Anda mungkin juga menyukai