Anda di halaman 1dari 24

IMPLIKASI REKONSTRUKSI

DISUSUN OLEH :

1. LUTFIA UMAMI (2021057)


2. REVI YANA (2021064)
3. RIZKI MAHARANI (2021030)
4. WULAN NOPFITRI (2021051)
5. DESTARIA (2021065)
6. FADLI (2021025)
7. CLARA JULIA (2021043)

DOSEN PENGAMPU : DIAN RAMADA LAZUARDI, M.Pd,

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS PGRI SILAMPARI LUBUKLINGGAU

2022/202

0
PEMBAHASAN

A. Tipe-tipe Perubahan Fonetis

Pada waktu mengadakan rekonstruksi fonem-fonem proto, tampak bahwa perubahan


sebuah fonem proto ke dalam fonem-fonem bahasa kerabat sekarang ini berlangsung dalam
beberapa macam tipe. Pola-pola pewarisan yang terpenting adalah sebagai berikut:

1. Pewarisan Linear

Pewarisan lincar adalah pewarisan sebuah fonem proto ke dalam bahasa sekarang dengan
tetap mempertahankan ciri-cin fonetis fonem protonya Misalnya fonem proto /p/ menurunkan
fonem /p/ dalam bahasa A, fonem /d/ menurunkan fonem /d/ dan sebagainya Fonem fonem
Austronesia Purba dalam kata/ikan/ diturunkan secara linear dalam kata /ikan/ pada bahasa
Melayu sekarang fonem-fonem proto dalam kata /rakit/ Austronesia Purba diturunkan secara
lincar dalam kata Melayu /rakit/ dan sebagainya. Foncm */e/ dalam bahasa Austronesia Purba
seperti terdapat dalam kata /taka/ datang dipantulkan secara lincar menjadi fonem /3/ dalam
kata/tǝka/ bahasa Lamalera, fonem /a/ Austronesia Purba diturunkan secara lincar menjadi fonem
/a/ seperti tampak dalam kata: "/apuy/ Austronesia Purba menjadi /apuy/ dalam bahasa Bisaya

2. Pewarisan dengan Perubahan

Pewarisan dengan perubahan terjadi bila suatu fonem proto mengalami perubahan dalam
bahasa sekarang Misalnya fonem proto Austronesia Purba // dalam kata /ikur/ ckor berubah
menjadi fonem /e/ dalam kata /ekor/ bahasa Melayu Fonem /1/ Austronesia Purba dalam kata
/lamuk/ menjadi /n/ dalam kata /ñamuk/ bahasa Melayu sekarang Fonem // Austronesia Purba
menjadi /a/ dalam bahasa Melayu sekarang, seperti tampak pada kata */ǝnǝm/ Austronesia Purba
menjadi anam/ bahasa Melayu

3. Pewarisan dengan Penghilangan

Pewarisan dengan penghilangan adalah suatu tipe perubahan fonem di mana fonem proto
menghilang dalam bahasa sekarang Misalnya fonem /a/ dalam suatu bahasa proto berubah
menjadi fonem zero // dalam bahasa sekarang Dalam bahasa Austronesia Purba ada kata */hub/
ubi dalam bahasa Melayu menjadi kata /ubi/ Kata /turut/ dalam bahasa Jawa Kuno menjadi /tut/
dalam bahasa Jawa sekarang yang memperlihatkan hilangnya fonem /r/. kata /tasik/ dalam
bahasa Lamalera Kuno menjadi /tai/ dalam bahasa Lamalera sekarang yang memperlihatkan
menghilangnya fonem /s/ dan fonem /k/.

Dalam bahasa bahasa Barat kita memperoleh contoh-contoh seperti

Latin sentire 'merasa menjadi sentir dalam bahasa Prancis, kata lampas 'lampu' Latin
menjadi lamp dalam bahasa Barat Moderen Bahasa Austronesia Purba /datar/ datar' menjadi

1
*/lata/ dalam bahasa Polinesia Purba, demikian selanjutnya kata-kata */ǝnǝm/ 'enam',
/gilaŋ/'mengkilap dalam bahasa Austronesia Purba menjadi /ono/ dan /kila/ dalam balasa
Polinesia Purba. Contoh-contoh tersebut memperlihatkan menghilangnya fonem-fonem dalam
bahasa Polinesia Purba

4. Pewarisan dengan Penambahan

Yang dimaksud dengan pewarisan dengan penambahan adalah suatu proses perubahan
berupa munculnya suatu fonem baru dalam bahasa sekarang, sedangkan dalam bahasa proto
tidak terdapat fonem semacam itu dalam sebuah segmen tertentu. Dalam beberapa bahata proses
semacam itu dikenal dengan istilah vokalizari yaitu penambahan suatu vokal pada suku kata
akhir yang tertutup; atau ada proses lain yang disebut naraltsari hamorgan yaitu penambahan
sengau homorgas sebelum sebuah konsonan

Penambahan vokal pada suku kata terakhir misalnya terdapat dalam bahasa Malagasi
Kata Austronesia Purba /urat/ dalam bahasa Malagasi menjadi /uzatra: Austronesia Purba /basar
besar menjadi /maBesatra/ dan sebagainya Contoh lain yang dapat dikemukakan dalam bahasa
Austronesia Purba adalah kata "luh/ ar mata dalam bahasa Polinesia Purba menjadi /lo/, dalam
bahasa Lamalera Kuno menjadi /losuk/ dan dalam bahasa Lamalera sekarang menjadi lou/
Sedangkan proses nasalisasi homorgan dapat dilihat pula dalam contoh-contoh berikut:
Austronesia Purba /pat/ empar menjadi /ǝmpat/ dalam bahasa Melayu, "/pagu/ menjadi /ampadu/
dalam bahasa Melayu, "/tubuh/ Austronesia Purba menjadi /tumbuh dalam bahasa Melayu,
"/upan/ timpang menjadi /umpan/ dalam bahasa Melayu, /buni/ Austronesia Purba menjadi
/sǝmbuni/ dalam bahasa Melayu, dan sebagainya.

Tipe perubahan ini dapat saja dimasukkan dalam tipe pembelahan (split) yang
dikondisikan oleh lingkungannya. Dalam bahasa Inggra Kuno kata/pymle/ menjadi /thimble/
dalam bahasa Inggris Moderen Dalam bahasa-bahasa Barat stop homorgan sering muncul dalam
perubahan kata-kata, misalnya likuida dan rasal yang timbul bersama akan diikuti oleh /s/ atau
konsonan lain misalnya sr→ str, ms→ mps, nl→ndl, mr→ mbr, ns→nts, seperti terdapat pada
kata tremulous- tremble, humility humble, memory (re)-member, dan sebagainya.

5. Penanggalan Parsial

Yang dimaksud dengan penanggalan parsial atau penghilangan sebagian adalah suatu
proses pewarisan di mana sebagian dari fonem proto menghilang dalam bahasa kerabat
sedangkan sebagian lain dan cari fonem proto bertahan dalam bahasa kerabat tersebut. Proses in
masih jelas terlihat dalam bahasa Inggris, misalnya fonem /k/ dalam bahasa Inggris Kano ada
yang berahan stap ada menghilang Dalam kata legmest fenen sedangkan dalam kata Inteley Sem
el menghilang, secara ortografis dipertahankan. Bes pola fonem al met dalam kata-kata lain
sepertic knife, kos, kner, knapsack, red, k knock, knob, bright, dan sebagainya, tetapi foom s
kata-kata lain: king, kind, kill, keep, but, id, dan sebagainy bertahan Demikian juga fonem fl

2
dalam bahasa Inggris Kuno mengg dalam bahasa Inggris Moderen seperti tampak dalam kata-
kata: hring- ring, knappian→ nap, hlud-loud, tetapi bertahan pada kata-kata: help-health,
healan→ heal.

6. Perpaduan (Merger)

Perpaduan atau merger adalah satu proses perubahan boys di mana dea fonem proto atau
lebih berpadu menjadi satu focom bare dalam bahasa sekarang, Perpaduan dapat juga beragad
penggabungas amara satu fonem purba dengan satu ciri fonctis dari fonem lainnya.

Proses perpaduan dua fonem misalnya dapat dilihat dalam bahasa Inggris Tengahan /e/
dan /2/ yang bersama-sama menjadi /y/ dalam bahasa Inggris sekarang bahasa Inggris
Tengahan /drd/ dan/gz a menjadi /diyd/ dan/grys/ dalam bahasa Inggris Moderen masing masing
untuk kata 'deed' dan 'geese' Demikian pula Inggris Tengahan fbit/ 'beet' dan /bet/ 'beat' keduanya
diucapkan /biyt/ sekarang m Bahasa Austronesia Purba /hatay/ hati, "/apey/ "api", "boray! ben,
"/binay/ "bini' fonem */ay/ dan "/ay/ menjadi /i/ dalam bahasa Melayu: /hati/, /api/, /baril, dan
/bin/ Bahasa Austronesia Purba */dawǝu/menjadi/daun/ dalam bahasa Melayu, menjadi /ron/
dalam bahasa Jawa, dan /16-lo/ dalam bahasa Lamalera, kata Austronesia Purba /lawad/ "laut, air
pasang menjadi laut/ dalam bahasa Melayu. Kata /darum/ dalam bahasa Austronesia Purba
menjad /dom/ dalam bahasa Jawa, dan kata Austronesia Purba /dahat/ jahat menjadi /dat(a)/
dalam bahasa Lamalera yang berarti jahat atau ‘kikir’.

Jenis merger yang kedua disebut merger parsial atau dapat disebut uga split parnal
(pembelahan sebagian) Peristiwa perubahan itu disebut demikian karena sebagian dari fonem
proto bergabung dengan fonem lain yang diturunkan oleh sebuah fonem proto yang lain, atau
disebut split parsial karena fonem proto tadi memang membelah sebagian menurunkan sebuah
fonem baru, dan sebagian lagi bergabung dengan Vonem lain jadi Dalam bahasa Latin Kuno
terdapat fonem /s/ dan /r/, sebaliknya dalam bahasa Latin Klasik ada fonem /s/ yang c diturunkan
dari /s/ dan ada fonem /r/ yang diturunkan dari fonem /r/ Latin, tetapi ada juga fonem /r/ yang
diturunkan dari fonem /s/ Kata-kata flot kembang, ustur terbakar, dan dia ada ada yang tetap
berbentuk/s/ tetapi ada yang berubah bentuk menjadi // misalnya floris bentuk genitif dari flos,
uri bentuk infinitif pasif erit bentuk futur orang kedua tunggal Sedangkan kata miror cermin
selalu memiliki /r/inter-vokalik seperti bentuk genitif miroris.

7. Pembelahan (Split)

Pembelahan atau split adalah suatu proses perubahan fonem di mana suatu fonem proto
membelah diri menjadi dua fonem baru atau lebih, atau suatu fonem proto memantulkan
sejumlah fonem yang berlainan dalam bahasa kerabat atau dalam bahasa yang lebih muda
Pembelahan ini dapat juga berujud suatu fonem proto membelah diri sebagian menjadi fonem
yang baru, sedangkan sebagian yang lain dari ciri-ciri fonetisnya bergabung dengan sebuah
fonem yang lain (= merger parsial).

3
Dalam bahasa Latin fonem /k/ menurunkan tiga fonem yang berbeda dalam bahasa
Prancis yaitu fonem /k/. /s/, dan /6/ Misalnya fonem /k/ dalam kata-kata cor hati, clarus terang
dan quando bilamana memantulkan /k/ dalam bahasa Prancis seperti tampak dalam kata
turunannya coeur hat clair terang dan quand "bilamana Di samping itu fonem /k/ Latin
menurunkan juga fonem /s/ dalam bahasa Prancis-seperti terlihat dalam kata-kata berikut Lat
centum 'seratus Prancis cent, Lat cervus 'rusa Prancis cerf, Lat cinis abu- Prancis cendre, dan
pembelahan yang lain adalah fonem /k/ menjadi // dalam bahasa Prancis sekarang seperti tampak
dalam kata-kata Lat cantare 'menyanyi Prancis chanter, Lat carbo arang Prancis charbon, Lat
causa 'sebab Prancis 'chose"

Dalam bahasa Austronesia juga dapat diperoleh split yang lebih dari dua fonem pantulan
seperti yang dirumuskan oleh van der Tuuk dalam hukum RDL dan RGH Hukum ini dapat
dijelaskan sebagai berikut suatu fonem Austronesia Purba rakan menurunkan tiga fonem baru
dalam bahasa-bahasa Austronesia sekarang yaitu /r/, /d/, // yaitu semuanya merupakan fonem
yang daerah artikulasinya berdekatan yaitu di sekitar alveolum Demikian pula suatu fonem
Austronesia Purba /R/(trill uvular) menurunkan fonem-fonem pantulannya berupa /R/, g/h/
dalam bahasa-bahasa Austronesia yang sekarang, yaitu semuanya merupakan fonem-fonem yang
daerah artikulasinya berdekatan sekitar velum Dari kedua 'hukum' van der Tuuk tersebut dapat
dilihat dua hal sekaligus yaitu adanya proses pembelahan, danadanya proses perpaduan.

B. Macam-macam Perubahan Bunyi

Macam-macam perubahan bunyi dalam uraian ini dibedakan dari tipe perubahan bunyi.
Tipe perubahan bunyi lebih meneropong perubahan bunyi secara individual, yaitu semata-mata
mempersoalkan bunyi proto itu tanpa mengaitkannya dengan fonem-fonem lain dalam
lingkungan yang dimasukinya. Sebaliknya macam-macam perubahan bunyi didasarkan pada
hubungan bunyi tertentu dengan fonem-fonem lainnya dalam sebuah segmen, atau dalam
lingkungan lebih luas Perubahan-perubahan seperti yang dimaksud dalam bagian ini adalah
antara lain asimilasi, disimilasi, metatesis, dan sebagainya.

1. Asimilasi

Asimilasi merupakan suatu proses perubahan bunyi di mana dua fonem yang berbeda
dalam bahasa proto mengalami perubahan dalam bahasa sekarang menjadi fonem yang sama.
Penyamaan kedua fonem itu dapat berujud fonem yang mendahului disamakan dengan fanem
yang menyusulnya, atau fonem kedua disamakan dengan fonem yang mendahuluinya. Bila
fonem yang mengalami perubahan itu terletak sebelum fonem yang mempengaruhinya maka
perubahan itu disebut asimilari regresif. Asimilasi regresif dalam bahasa Latin terdapat pada kata
yang diturunkan ke dalam bahasa Italia seperti somnus tidur, octo 'delapan, ruptum pecah, rusak
menjadi tonno, olto, dan rolle dalam bahasa Italia. Bila fonem berikutnya yang berubah dan
disesuaikan dengan fonem sebelumnya maka asimilasi semacam itu disebut asimilasi progresif
Asimilasi progresif dijumpai dalam kata Latin collis 'bukit yang diturunkan dari Pra-Latin colnis,

4
kata Inggris hill bukit dari kata Pra-German hin, kata Indo-Eropa Purba /pl 'nos/ "penuh
menjadi /purnah/ dalam bahasa Sanskerta, Lithaunia /pilnas/ diasimilasikan dalam German Kuno
/follasz/ Gotik /fulls/, Inggris Kuno /full/ Kata Indo-Eropa Purba /wl.na/ bulu domba menjadi
/urga/ Sanskerta, Lithaunia /vilna/ diasimilasikan menjadi German Kuno /wollo:/, Gotik /wulla/,
dan Inggris Kuno /wull/

Melihat sifat penyamaan yang terjadi maka asimilasi dapat dibedakan pula atas asimilast
total dan asimilasi parsial. Asimilasi total terjadi bila kedua bunyi disamakan secara identik
seperti diperlihatkan oleh contoh-contoh yang telah disebut di atas sonno, collis, volio, di
samping itu kata kata berikut juga memperlihatkan proses asimilasi total: ad-nectere Lat
mengikat menghasilkan annex, ad-templare 'mencoba menurunkan kata attempt dalam bahasa
Inggris Sebaliknya bila hanya sebagian ciri artikulatoris atau fonetis yang disamakan, maka akan
diperoleh asimilasi parsial misalnya in persible menjadi impossible, complete menjadi com plas
Asimilasi bisa juga bersifat langsung maupun tak langsung Asimilasi langang terjadi antara dua
fonem yang berdekatan seperti contoh-contoh yang dikemukakan di atas. Sebaliknya asimilasi ak
yang mengasimilasikan itu letaknya berjauhan Misalnya kata /oranjutan dalam bahasa Inggris
merupakan pinjaman dari bahasa Melayu /oran +utan/ di mana // pada orang mengasimilasi /n/
pada utan sehingga berubah menjadi /n/

Perpanjangan pengimbang (compensatory lengthening) merupakan suatu jenia asimilasi


di mana dengan menghilangnya sebuah fonem konsonan menyebabkan vokal yang
mendahuluinya mengalami perpanjangan Misalnya Pra-Inggris temp gigi fimflima, dan gons
menjadi Inggris Kuno lip, fif, dan gas (yang dapat ditulis sebagai toop, filf, dan gooryang
merupakan asimilasi langsung dan total).

Dilihat dari sudut lain, ada asimilasi yang disebut dengan istilah harmoni pokal (vowel
harmony) seperti sering dijumpai dalam bahasa Finn, Hungar dan Turki. Dalam bahasa Finn
fonem /e/ dipakai untuk menyatakan kasus ilatif seperti masih terdapat dalam kata sii-hen "ke
dalamnya Tetapi dalam hal-hal lain vokal sebelumnya mempe- ngaruhi /e/ dalam segmen /hen/
sehingga terjadilah asimilasi yang disebut harmoni vokal itu misalnya paa-hän kepala, pai-hin
puu-hun 'pohon maa-han tanah, suo-hon tanah berlumpur, ky hyn ular berbisa' jo-hon 'malam,
tie-hen jalan', dan sebagainya. Dalam bahasa Turki harmoni vokal terjadi antara vokal akar kata
dan vokal akhiran kasus: su "air', genitif sunun, acc. suyu, abl sadan. Berdasarkan harmoni vokal
maka genetif dari kata e 'rumah' adalah ein, kata goz 'mata' genitifnya gözun, at "kuda' genitifnya
adalah alim, yol "jalan' yolun.

Melihat arah penyesuaian fonem-fonem itu, maka asimilasi dapat dibedakan atas
palatalisasi, labialisan, dan faringealisasi.

5
Palatalisasi adalah suatu proses perubahan yang terjadi atas konsonan /k/yang berubah
menjadi konsonan palatal karena pengaruh vokal depan, atau sebuah fonem dental menjadi
fonem palatal karena sebuah vokal belakang Pra-Inggris/geldan/→ Inggris Kuno /jeldan/ Inggris
Moderen yield; Pra-Inggris ke si→ Inggris Kuno /ki:ese/ Inggris Moderen cheese; Pra-Inggris
/gern/+ Inggris Kuno /yarn/ Inggris Moderen yarn, dan sebagainya. Bahasa Latin catenam →→
Inggris chain, Latin cantare, cathedrum, cameram menjadi Prancis Kuno chanter, Inggris chant,
chair, dan chamber Bahasa Sanskerta çalam seratus, Avesta satom, Lithaunia fimtas/, sementara
Yunan /hekaton/, Laun /kentum/, Irlandia Kuno /ke, yang menghasilkan rekonstruksi Indo-Eropa
Kuno "/km'tom/ Dilihat dan satu sudut terdapat proses palatalisasi dari /k/ ke /s/.

Dalam bahasa-bahasa Austronesia kita jumpai contoh-contoh palatalisasi dalam kata-kata


Austronesia Purba /d'avuh/ jauh Melayu jauh, Austronesia Purba /d'arum/ Jarum Melayu jarum/,
Austronesia Purba /d'alan/ jalan - Melayu /jalan, dan Austronesia Purba /pod'am/ menjadi
/pajam/ 'memejamkan mata dalam bahasa Melayu.

Labialisasi merupakan suatu proses yang terjadi pada vokal Disebut demikian karena
proses ini terjadi dengan peranan yang penting dari bibir yang menentukan cin-cin fonem yang
mengalami perubahan itu. Sebuah vokal /a/ yang terletak di depan vokal /u/ akan menjadi //
misalnya kata/landu dalam bahasa Pra-Nordis Kuno berubah menjadi /lond/ dalam bahasa Pra-
Nordis. Begitu juga fonem /al, lel dan /i/ berturut-turut akan menjadi /o/, /e/, /y/ bila fonem-
fonem itu sebelum /w/, misalnya /sekkwa/ tenggelam dalam bahasa Pra-Nordis Kuno menjadi
/sokkua/, /linwa/ menjadi /lyn/ sejenis tumbuhan Proses ini disebut labialisasi karena vokal-vokal
berubah menjadi vokal bundar.

Dalam bahasa-bahasa Semit dikenal pula suatu proses yang disebut proses faringealisasi
yaitu semacam asimilasi yang dalam tata bahasa bahasa-bahasa tersebut dinamakan emfans.
Bentuk-bentuk yang dari akar dengan emfasis, akan mengalami proses faringealisasi dalam
konsonan maupun vokalnya. Misalnya kata Pab ayah dalam bahasa Arab-Mesir akan mengalami
proses faringealisasi bila mendapat sufiks dualis atau pluralis, sebaliknya kata Pam ibu tidak
mengalami faringealisasi (Lehmann, 1964: hal. 166):

dualis : Pab- Pab →Pabben, pum-pumme:m

pluralis : pab- pabbaha:t pum-pummaha:t

Asimilasi dapat juga terjadi dalam pengucapan vokal. Bila ada sekelompok vokal yang
berdampingan dengan konsonan-konsonan tertentu seperti /y/ dalam suatu bahasa, maka vokal-
vokal di dekatnya akan berubah pengucapannya sesuai atau mendekati pengucapan vokal-vokal
tadi. Misalnya fonem Proto Indo-Eropa /e/ yang terletak sebelum /y/ dalam bahasa German akan
diucapkan lebih tinggi dengan demikian Proto Indo-Eropa /ey/ akan menjadi Proto German //,

6
seperti tampak dalam Inggris Kuno sfigan, Jerman Tinggi Kuno sfigan memanjat, bandingkan
dengan Yunani steikhe "datang, kata kerabat dalam bahasa Inggris adalah sty dan stile.

Dalam bahasa Proto German vokal /e/ juga diasimilasikan menjadi fi/ dalam suku kata
berikutnya, seperti tampak dalam kata /mijis/ Gotik, Inggris Kuno /midd/ 'tengah, Latin medius
Asimilasi jenis ini yang jauh jangkauannya (tak langsung) dalam bahasa Jerman terjadi dalam
masa-masa awal terjadinya dialek-dialek, dan umumnya dikenal dengan istilah umlaut atau
mutasi. Fonem Pra-Inggris Kuno /a-o-u/ panjang entah pendek, yang terletak di depan /y/ atau di
depan /i/ pendek atau panjang dari suku kata berikutnya akan menjadi vokal depan a→e, o-
ekemudian menjadi e, dan u menjadi y, lalu i. Proto German musiz menjadi Inggris Kuno mys
'tikus-tikus', Proto German domyan 'hak m' menjadi Inggris Kuno deman lalu menjadi deman
dan dalam Inggris Moderen menjadi deem. Kata Gotik satan menjadi Inggris Kuno settan
menempatkan' (to set). Proses inilah yang dapat menjelaskan bentuk-bentuk jamak dalam bahasa
Inggris dan Jerman seperti mouse mice, louse- lice, goase-geese, doom deem, man men, dan
sebagainya (Lehmann, 1964: hal. 165-166):

2. Disimilasi

Disimilasi adalah suatu proses perubahan bunyi yang merupakan kebalikan dari
asimilasi./Proses ini berujud perubahan.serangkaian foncin yang sama menjadi fonem-fonem
yang berbeda, Bila asimilasi terjadi karena usaha penyederhanaan, maka sebaliknya disimilasi
terjadi karena rasa kelegaan. Dalam bahasa Ngaju Daya' suatu urutan fonem/s...s/ akan
didisimilasikan menjadi /ts/ Hal ini disimpulkan dengan mempergunakan bahasa Melayu sebagai
bahan perbandingan untuk memperoleh bentuk protonya:

Melayu : sisik -susu 'sisik', 'susu’

Ngaju : tisik -tuso

Tagalog : sisid -suksok ‘ menyelam', 'menusuk’

Ngaju : Leser -tusok

Atau seperti terlihat dalam kata-kata Austronesia Purba berikut yang berubah dengan
proses disimilasi untuk menurunkan kata kerabat dalam bahasa Melayu:

7
Austronesia Purba: "Tambut, "Takit, "tulit, tudur, tatik, lanit, rahul yang menurunkan
kata-kata Melayu sambut, sakit, tulis, tidur, tasik, tanju, dan ratus.

Karena prinsip kelegaan, maka sering urutan nasal dan likuida memperoleh pengaruh
timbal-balik sedemikian rupa sehingga likuida dapat diganti dengan nasal atau sebaliknya.
Misalnya bahasa Finn: Talisi pembebasan pajak →ranssi, kumppani→ kumppali 'perserikatan',
dalam bahasa Italia venenu→ veleno racun', bahasa Hittit naman - laman ‘nama’. Urutan likuida
yang sama dapat didiferensiasikan dengan menggantikan salah satunya dengan fonem lain, yaitu
dengan sebuah trill atau lateral Misalnya: Latin peregrinus "musafir”- pilgrim dalam bahasa
Inggris, bahasa Cheremis lolpo sejenis tanaman→ lorpo. Atau urutan dental juga
didiferensiasikan, misalnya bahasa Finn :nysi/nyde-lysi-lyde ‘gagang’.

Disimilasi juga merupakan suatu kecenderungan untuk me- nyederhanakan bentuk-


bentuk yang ada sehingga efeknya terjadi bunyi-bunyi yang tidak sama. Misalnya bunyi-bunyi
yang dirasakan agak kompleks dalam contoh-contoh berikut akan mengalami penyederhanaan
Lat turtur tekukur → Inggris turtle Lat peregrinus musafir→ Inggris pilgrim Lat marmer batu
pualam→ Inggris marble 'batu pualam' Walaupun sangat jarang disimilasi tak langsung terjadi
juga pada stop, misalnya Jerman Kartoffel kentang di mana /k/ awal merupakan hasil disimilasi
dari fonem /t/ dalam abad XVII, kata yang lama berbentuk Tartuffeln yang merupakan pinjaman
dari Italia tartufelli.

Disimilasi juga mencakup proses menghilangnya sebuah segmen dalam sebuah bentuk
Penghilangan terjadi karena dua segmen yang sema, yang berurutan dalam sebuah konstruksi
disusutkan sehingga hanya satu kali muncul Peristiwa ini disebut juga dengan nama haplologi
Kata Latin nutri inx berubah menjadi nutrix perawat, stipi pendium Lat menjadi stupendum pajak
upah Jerman Super- intendani menjadi Superindent Kata Inggris haplology juga sering
mengalami haplologi menjadi haplogy Istilah morphophoneme yang dikenal di Amerika, oleh
orang di Eropa disebut morphoneme.

Dalam bahasa Inggris peristiwa ketatabahasaan untuk membentuk adverbium dengan by


pada kata yang berakhir pada le juga mengalami haplologi gentle + ly menjadi gently, simple +
menjadi simply. Kata England juga merupakan haplologi dan kata Engla lond negeri orang
Angel.

Dalam bahasa Indonesia juga terdapat gejala-gejala semacam ini seperti pada kata kotrek
dari kata Belanda kurketrekker walaupun hal ini bukan menyangkut masalah warisan langsung.
Tetapi kita mendapat Juga contoh-contoh lain untuk peristiwa semacam ini kelelawar menjadi
kelawar, perlahan-lahan menjadi pelan-pelan. Gunung Sundoro di Pulau Jawa merupakan
haplologi dari nama Susundoro; kata begini dan begitu merupakan haplologi dari kata bagai+ini
dan bagai+itu.

8
Jadi haplologi adalah semacam disimilasi yang mencakup hilangnya suatu segmen
Sebagai suatu proses perubahan haplologi tidak terlalu sering terjadi.

3. Perubahan Berdasarkan Tempat

Perubahan bunyi yang bersifat asimilatif dan disimilatif dilihat dari sudut perubahan
kualitas bányi. Di samping kualitas bunyi ada juga perubahan lain yang semata-mata dilihat dari
tempat terjadinya A perubahan bunyi pada sebuah bentuk Berdasarkan tempatnya dapat
diperoleh beberapa macam perubahan bunyi metalasi aferenta (apheresis), inkap (syncope),
apokop (apocope), protesi, epenters, dan paragog.

Metatesis merupakan suatu proses perubahan bunyi yang berujud pertukaran tempat dua
fonem Dalam bahasa Austronesia Purba terdapat kata "lak dalam bahasa Melayu menjadi kilat,
Austronesia Purba "kikil dalam bahasa Lamalera menjadi kelik ketiak Austronesia Purba kaip
menjadi panik dalam bahasa Melayu Malahan proses metatesis ini juga masih bekerja terus
dalam bahasa yang sama sehingga dihasilkan bentuk ganda untuk suatu pengertian yang sama
atau mirip seperti dalam kata-kata Indonesia atau Melayu berikut rontal-lontar, peluk pekul,
beting tebing apus usap sapu, lutut telut, berantas banteras, kelikir-kerikil, resap serap, tebal-
lebat, dan sebagainya.

Dalam bahasa Sakson axian, dox, flaxe, waxan menjadi kata Inggris: ask, dusk, flask,
wash. Dalam hal-hal tertentu dapat juga terjadi metatesis antara konsonan dan vokal, misalnya
Inggris Kuno: liros → hors bandingkan Jerman Ross kuda Inggris Kuno: birda dari kata Oridda
bandingkan dengan Jerman drille dan Inggris Moderen three Dalam bahasa Latin periculum
bahaya karena proses metatesis berubah menjadi peligro dalam bahasa Spanyol, parabola Latin
menjadi palabra 'kata dalam bahasa Spanyol Juga dapat dicatat bahwa metatesis sering terjadi
dengan likuida seperti Inggris Tengahan brid→→→ bird Inggris Moderen, Inggris Kuno
wyrtha→ wright 'pekerja, Inggris Kuno be(o)rht Inggris Moderen bright.

Metatesis sering memperlihatkan gejala yang teratur yang mempengaruhi suatu urutan
tertentu dalam fonotaktik suatu bahasa Jika likuida (r/1) dinyatakan dengan /R/, sedangkan vokal
dengan V dan konsonan dengan K, maka metatesis dalam bahasa-bahasa Slavia dapat dinyatakan
dengan suatu kaidah (K)VRK → (K)RVK Bandingkan kata Inggris rebet (dari bahasa Tjeko)
dengan kata orphan (darı Latin Akhir) dan Jerman Arbeit 'kerja', di mana kedua kata terakhir
memperlihatkan tempat asli dari /r/ Kata gordu menjadi Slavia Kuno gradu kota', melti menjadi
Slavia Kuno Gereja mieli 'menggerinda' Dalam bahasa Spanyol Kuno urutan /dl/ dari bahasa
Latin berubah menjadi /d/ seperti tampak dalam kata titulum→ tilde, modulum molde
'membentuk', capitulum cabildo 'bab'.

Dengan mempergunakan korespondensi dalam bahasa T dapat terlihat pula metatesis


dalam bahasa Ilocano antara /t Is. Misalnya Tagalog tubus tebus, tangis 'menangis, tigu

9
'menuangkan, tamis, galos triliun, tastas sobek akan menjadi subbot, sa-ngit, si.gil, samgit, gasul
'seratus dalam bahasa Ilocano

Aferesis adalah suatu proses perubahan bunyi antara bahasa kerabat berupa penghilangan
sebuah fonem pada awal sebuah kata Antara bahasa Austronesia Purba dan Polinesia Purba biasa
terjadi peristiwa kebahasaan ini dukut→ ukut menyelam, rabi→afi malam "rǝbah rebahofa
binasakan "hatay-ate hati, hatul-alu teratur, higun-uu hidung "hubi "ufi ubi, hudan→ "ua hujan,
honay →one 'pasir Begitu juga antara Austronesia Purba dan bahasa Melayu terjadi aferesis
dalam bahasa Melayu seperti tampak pada kata-kata hubi→ ubi, "hudan udang, "hatul- atur.

Bila perubahan bunyi itu berujud penghilangan sebuah fonem di tengah kata, maka
disebut sinkop Seperti halnya dengan aferesis, maka dalam bahasa Austronesia Purba terdapat
sejumlah kata yang akan mengalami perubahan dalam bahasa Polinesia Purba, misalnya: *ural
→ua urat, ira→ "mea (ma-tra) "merah, "iyata 'dia', "piya 'kesukaan *fia 'kehendak, taru→ tau
manusia, "niyur → *niu 'nyiur', "luwang→ lua lubang, l'untuhlutu jatuh, runtuh', "navu →nao
menangkap ikan, "tiram,→ *tio turam, tipau→ *tia "perut, dan tuha→ *tua 'tua'.

Kata Inggris kuno stanas menjadi stones (/stowns/) dalam Inggris Moderen, family →
famly, memory → memry.

Apokop (apocope) merupakan perubahan bunyi berupa menghilang nya sebuarionem


pada akhir kata Dalam bahasa Inggris Kuno bentuk orang pertama tunggal pada kata kerja
berakhir pada /e/ misalnya helpe 'menolong Dalam bahasa Inggris Tengahan akhiran itu
menghilang. Begitu juga (ie) singe 'saya menyanyi' berubah menjadi (1) sing.

Kata-kata Polinesia Purba yang mempunyai padanan dalam Austronesia Purba juga
mengalami perubahan pada akhir kata seperti: "biltfili belit', "bubung-fufu 'bubung', "buwang→
*fua"kosongkan", "bubuk 'serbuk' fufu hancur', 'dalam → *lalo 'dalam', 'datar-lata 'datar', kabar-
kopa 'kembar', *kabut-*kofu dibungkus, *kǝlut → *kolu 'kerut'.

Protesis adalah suatu proses perubahan kata berupa penambahan sebuah fonem pada
awal kata. Dalam bahasa Melayu dan Indonesia kata-kata: alang, amas, ampat, ampedu
merupakan hasil protesis atas kata lang, mas, pat, dan pedu. Begitu pula dari kata Austronesia
Purba ambat diturunkan kata Melayu hambus.

Antara bahasa Austronesia Purba dan Polinesia Purba juga terdapat sejumlah kata yang
memperlihatkan bahwa telah terjadi protesis pada kata-kata Polinesia Purba seperti tampak
dalam kata-kata berikut: "Hang mila merah, indina ibu, inak menyenangkan mina menghendaki,
"ipan "nife- "gigi", "kaka-taka "kakak", "nitu hanitu ‘arwah’.

10
Bahasa Latin schola sekolah mengalami protesis dalam bahasa Prancis Kuno menjadi
escola, Spanyol escuela, Portugis escala Latin scutella mangkuk Prancis furile, Latin seribere
menulis- Prancis ecrire.

penambahan sangau hontorgan pada sebuah konsonan merupakan gejala yang umum
Misalnya kata-kata Austronesia Purba berikut akan memperoleh proses epentesis berupa nasal
homorgan dalam bahasa Melayu: "kapak kampak kapung kampung, padan pandan, "lipanga
timpang, "tubuh tumbuh, tuduk- tunjuk matah-→→ mentah. Dalam bahasa Inggris Kuno
terdapat kata acer yang mengandung epenteris bila dibandingkan dengan Eslandia Kuno akr.
Inggris Moderen acre, Inggris Kuno ofen Falandia Kuno off oven Inggris Kuno brambel di
samping brimel 'sejenis tanaman".

Bila sebuah kata mengalami perubahan berupa penambahan fonem pada akhir kata, maka
peristiwa ini disebut paragog. Antara Austronesia Parba dan Polinesia Purba terdapat juga proses
perubahan ini "bun- funu tutup, "but futi menyentak, "kom genggam 'menekan, ufak 20 "ndaki
menolak.

4. Perubahan-perubahan Lain

Bila suatu proses merger terjadi atas dua vokal proto dan mengubah kedua vokal itu
menjadi sebuah vokal runggal, maka perubahan itu disebut manaflongisan Sebaliknya bila samu
fonem proto (dalam hal ini. vokal) beg sehingga menghasilkan dus vokal maka proses itu disebut
diftongisan, Proses terakhir ini boleh saja disebut pembelahan (split) tetapi harus diingat bahwa
pembelahan ini terjadi pada sebuah bentuk yang sama, atau pada kata yang sama.

Antara bahasa Austronesia Purba dan bahasa Polinesia Purba sering terjadi proses
monoftougisasi seperti dapat dilihat dalam contoh- contoh berikut: hatay//ate/ hati binay//fa-fine/
"bini', /hanay/fonel 'pasir/polay!/fole/ melemahkan, "/tapay/ /sape/ sampai, kata/apuy//all/ 'api:
kata "/babau/- /fafo/ sebelah atas, "/danau//lano//ilau/"bercermin'-"/ilo/ 'mengetahui,/katau//kaso/
ataplakau/ mengubah,/lagau//lago lalat/linau/ tenang /panau →/fano/ ‘pergi’.

Perubahan dengan proses monoftangisani juga antara bahasa Austronesia Purba dengan
bahasa pantulannya seperti tampak dalam kata-kata hatay/ /hati/ dalam bahasa Melayu, /ate/
dalam bahasa Lamalera /binay/ menjadi bini dalam bahasa Melayu /apuy/ menjadi /api/ dalam
bahasa Melayu, /ape/ dalam bahasa Lamalera, */matay/ menjadi /mati/ dalam bahasa Melayu dan
/ma:te/ dalam bahasa Lamalera, panau menjadi /pana/ berjalan dalam bahasa Lamalera

Diftongisasi terjadi dalam kata kata berikut bila kita menganggap kata/kuto/ dalam
bahasa Ma anyan berubah menjadi /kutau/ dalam bahasa Campa, kata babi/ dalam bahasa
Melayu berubah menjadi /bawuy/ dalam bahasa Ma anyan atau bawoi/ dalam bahasa Ngaju
Dayak, /asu/ dalam bahasa Batak, Nias, Bali dan sebagainya menjadi /athau/ dalam bahasa
Campa, dan sebaganya.

11
Sebuah proses lain yang mengubah bentuk kata adalah anapliku atau suara bakti yaitu
proses penambahan suatu bunyi pada sebuah kata untuk melancarkan ucapan Beberapa contoh
yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan pengertian ini adalah kata loka Sans menjadi seloka
dalam bahasa Melayu demikian juga kata-kata glana menjadi gelana atau gulana kata ergala
menjadi serigala, dan kata candra menjadi cendera atau candera.

Suatu peristiwa perubahan yang mirip dengan anapriksis adalah Samprasarana Istilah ini
dipergunakan untuk menyebut suatu peristiwa perubahan fonem yang bersifat non-silabus tetapi
karena sonoritasnya yang tinggi bila dibandingkan dengan konsonan-konsonan lain yang ada di
sekitarnya, berubah menjadi silabis. Misalnya dalam bahasa Inggris sub-standar kata elm sejenis
pohon akan mengalami perubahan berupa samprasarana atas fonem /m/ yang menjadi silabis
karena sonoritasnya lebih tinggi dari /1/ sehingga menjadi /clm/ Dalam bahasa Sanskerta
samprasarana dapat dilihat pada kata-kata seperti pilt 'ayah, prt peperangan, pertempuran, dre
melihat, mtu kematian, dan sebagainya Fonem /r/ pada kata-kata tersebut berubah menjadi silabis
karena sonoritasnya yang tinggi dari konsonan konsonan lain yang berada di sekitarnya.

Samprasarana biasanya diikuu oleh perubahan lain yang sudah dikemukakan di atas yaitu
anaptiksis, yaitu umbulnya sebuah vokal di samping konsonan tadi untuk melancarkan ucapan
padu segmen tadi Kata Indo-Eropa Kuno "/agros] ladang menurunkan Pra-Latm [agr]. Fonem /r/
dalam kata (agr) ini mendapat fungsi silabis atau mengalami proses samprasarana sehingga
menjadi /r/ Sejalan dengan proses samprasarana itu muncullah sebuah vokal anaptiksis, sehingga
kata itu menjadi /ager/ "ladang dalam bahasa Latin. Peristiwa semacam itu kita jumpai pula pada
kata German Kuno [akraz] ladang. foglaz burung', /tayknan/ menandai /may@maz/ 'barang
berharga Padanannya dalam bahasa Gotik adalah (akrs), fugls), taykn), dan (may@ms),
semuanya bersifat non-silabis. Dalam bahasa Inggris Kuno terjadi anaptiksis sehingga kata-kata
itu menjadi 'Eker], ['fugol], ['ta ken/ dan ('ma dom/ yang mengubah kluster terakhir bersifat
silabis (Bloomfield, 1962 hal 384).

C. Perubahan Morfemis

Perubahan yang terjadi pada sebuah kata atau sebuah morfem sejauh hanya menyangkut
perubahan bunyi tidak merupakan obyek perubahan morfemis. Tetapi bila perubahan-perubahan
itu terjadi berdasarkan percontohan bentuk-bentuk (morfem yang lain, maka perubahan itu
dimasukkan dalam perubahan morfemis. Dalam hal ini, sejak jaman Yunani Kuno sudah dikenal
suatu proses perubahan morfemis yang sangat penting yaitu analogi atau keteraturan dengan
lawannya anomalie tau kelak-teraturan Kata Inggris brother berdasarkan perkembangan
sejarahnya berasal dari kata Proto Indo-Eropa /bhräter/ Sementara itu kata father tidak dapat
dijelaskan asal-usulnya bahwa kata itu berasal dari kata Proto Indo-Eropa dan Pra-Germanik
päter Menurut kaidah Lautverschiebung sebagai yang dirumuskan oleh Jakob Grimm, /t/ Proto
Indo-Eropa harus menjadi /p/ atau menjadi /8/ sebelum tekanan Tetapi kata Proto Indo-Eropa
palér tekanannya terletak sesudah /t/, sehingga seharusnya menjadi /d/, tetapi ternyata menjadi

12
/8/ Dalam hal ini perubahan kata patér menjadi father dalam bahasa Inggris Moderen hanya bisa
dijelaskan berdasarkan analogi dengan kata bhrater.

Dengan demikian analogi mempakan suatu proses yang mengubah marf-morf alau
kombinasi morf morf atau pola pola linguistik berdasarkan bentuk-bentuk yang sudah ada, atau
menciptakan morfem morfem baru berdasarkan morfem morfem yang sudah ada.

Dalam bahasa Inggris Tengahan ada kata rim, kemudian bentuk itu diubah menjadi
rhyme sebab penulis-penulis Inggris Moderen Awa menghubungkan kata itu dengan rhythm.
Inggris Tengahan delite dam kata Prancis Kuno deliteg yang lebih jauh berasal dari kata Lati
delectare, tetapi dalam bahasa Inggris Moderen ditulis delight karen dianggap ada hubungan
dengan light.

Suatu peristiwa perubahan yang lain yang terjadi karena analogi adalah perubahan bentuk
yang terjadi karena pencampuran antara dua bentuk yang berlainan yang memiliki bidang
semantik yang berbeda. Peristiwa ini disebut kontaminasi atau perancuan. Kata Inggris femelle
wanita berubah menjadi female karena pengaruh kata male laki-laki kata Latin grasi berat
berubah menjadi grevis karena pengaruh kata levis 'ringan kata Latin sinister "kiri berubah
menjadi sinexter kanan karena pengaruh kata dexter yang juga berarti kanan', demikian jug kata
reddere menyerah berubah menjadi rendere karena pengaruh kata prendere menangkap Bila
kontaminasi tadi terjadi karena pengaruh antonimnya, maka dalam bahasa Finn kontaminasi
terjadi karena sinonimnya Kata vispale "irisan, potongan berubah menjadi supale karena
pengaruh kata siivu yang juga berarti potongan' atau irisan Dalam bahasa Prancis Kuno ada kata
cite-ain dan denz-ein yang berarti penduduk asli Dalam bahasa Anglo-Norman, kata cite-ain
berubah dengan mengambil fonem /z/ dari kata denz-ein sehingga menjadi cilezen, sebaliknya
kata kedua yaitu denz-ein mengambil fonem /i/ dari cite-ain sehingga menjadi denizein Kedua
bentuk yang terjadi karena kontaminasi itu akhirnya menurunkan kata Inggris citizen dan
denizen yang berarti penghuni atau warga (Anttila. 1972: hal. 76).

Suatu bentuk analogi yang lain adalah perkorek yaitu suatu proses yang dimaksudkan
untuk memperbaiki suatu bentuk yang sebenarnya sudah betul, tetapi diadakan perubahan
sehingga salah Dalam bahasa Sicilia urutan /II/ antar vokal akan diganti dengan /dd/ misalnya
kata Latin stella bintang akan menjadi /sudda/ Pendatang baru ke daerah itu memperluas
korespondensi itu sampai ke posisi awal sehingga kata /luna/ "bulan' diubah menjadi /dduna/.

Etimologi rakyat (folks etymology, popular etymology) merupakan pembentukan yang


sebenarnya tidak sesuai dengan sejarah perkem- bangan itu sendiri Secara semantik etimologi
rakyat kabur penjelasannya. Kata Latin homo 'manusia', 'orang dalam bahasa Inggris Kuno hanya
dijumpai dalam bentuk majemuk seperti: bryd-guma "orang yang sudah kawin' bandingkan
dengan kata Jerman Bräutigam Tetapi kemudian kata bryd-guma diubah menurut suatu bentuk

13
yang tersebar luas groom yang berarti 'mengurus', 'merawat', bukan mempergunakan bentuk tua
atau kuno guma 'orang laki-laki', sehingga menjadi bride-groom. Bentuk kuno yang tidak teratur
dan maknanya yang sudah kabur digantikan oleh bentuk-bentuk baru yang lebih umum walaupun
agak jauh dari kebenarannya. Misalnya kata kuno Inggris sham-fast (shame-fast) 'sederhana'
diubah menjadi shame-faced. Inggris Kuno em Hind yang berarti 'setengah untuk kata sam,
dalam jaman Elisabeth diubah menjadi sand-blond Kata-kata yang berasal dari bahasa asing yang
diserap ke dalam sebuah bahasa sering juga dibentuk dengan cara tersebut. Kata Prancis Kuno
menu, Inggris Tengahan crise diganti dengan crayfish atau cross-ch'udang karang Kata
mandragera berubah menjadi man draks sejenis tanaman, dan asparagus diubah menjadi
sparegras (Bloomfield, op dit hat 423 Anttila, op cit. hal, 93).

Dalam bahasa Indonesia juga terdapat kata-kata yang dibentuk berdasarkan analogi. Kata
berniaga sebenarnya merupakan suatu bentukan baru berdasarkan analogi, yang umum terjadi
dalam bahasa Melayu, yaitu pembentukan sebuah kata jadian dengan memperguna kan prefiks
ber. Menurut sejarahnya kata berniaga seluruhnya adalah kata dasar yang berasal dari kata sana
lala menjadi bestis yang kemudian dalam bahasa Minang menjadi bentpage atau baning Bentuk
terakhir ini berdasarkan analogi dialihkan ke bahasa Melayu menjadi berniaga. Demikian kata
berjuang tidak dibentuk dari kata dasar jung Mula-mula dalam bahasa Minang kata ita berbentuk
basjang lalu. berdasarkan analogi dibentuk berjuang.

Di samping itu ada perubahan morfemis lain yang terjadi karena salah analisa. Dalam
bahasa Jawa Kuno awalan ma- akan berubah menjadi pa- kalau konsonan /n/ berdasarkan proses
disimilasi Sebab itu konstruksi seperti dan mangan akan berubah menjadi tan pangan. Karena
salah menganalisa konstruksi tersebut t diturunkan kata tanpa yang disederajatkan dengan cender
dalam bahasa Belanda atau without dalam bahasa Inggris. Kata perlu juga terjadi karena salah
analisa. Kata itu sebenarnya berasal dari konstruksi siddhir atta hendaknya sempurna Makna kata
'sempurna yang didukung oleh kata siddhi dialihkan ke kata arta adalah, di samping itu
unsur/r/yang seharusnya merupakan bagian dari jiddhi diceraikan dan digabungkan dengan asta
sehingga terbentuklah kata rastu atau reslu.

Sebagai sudah dikemukakan di atas masalah analogi sudah dipersoalkan secara akademis
sejak jaman Yunani Kuno. Dewasa ini pun pengertian dan sejarah kata itu masih dipersoalkan
lagi. Ada dua sarjana yang menyediakan waktu yang khusus untuk mempersoalkan analogi ini
yaitu Kurylowics (Acta Linguistica, 5 hal. 15-37, 1945-1949), dan Mańczak (Lingua, 7: hal 298-
325, dan 387-420, 1958).

Kurylowics mengajukan sejumlah kaidah berdasarkan prinsip Linguistik Umum dan


hubungan antar bentuk-bentuk untuk menjelaskan terjadinya analogi dalam bahasa Mengenai
timbulnya analogi itu ia mengajukan dalil-dalilaya sebagai berikut:

14
(1) Penanda-penanda morfologis ganda cenderung menggantikan yang tunggal Misalnya
akhiran jamak dalam bahasa Jerman yang dalam beberapa hal diikuti umlaul, seperú Gal Gaste
diperluas sehingga diperlakukan juga pada kata Baum Baume menggantikan Baume.

Walaupun begitu ada juga kas is yang menunjukkan bahwa kaidah itu tidak selalu diikuti
Misalnya kata irennen trennie getrenni tetap mempertahankan penanda tunggal dibandingkan
dengan rennen gerannt.

(2) Analogi bergerak dari bentuk dasar ke bentuk-bentuk turunan Sputnik-Sputniks


sebaliknya bentuk prase-pea bertentangan dengan kaidah ini

(3) Sebuah konstruksi yang terdiri dari sebuah bentuk tetap dan sebuah variabel dipakai
sebagai sebuah pola bagi sebuah bentuk isolasi dengan fungsi yang sama. Misalnya wrongly dari
wrong dipakai sebagai model pembentukan adverbia lain slowly

(4) Sebuah bentuk analogi yang baru mengambil alih fungsi utama sebuah konstruksi,
sementara bentuk yang digantikannya itu dipakai untuk fungsi sekunder Misalnya bentuk
brothers dipakai untuk jamak dari brother sedangkan bentuk yang digantikannya brethern tetap
mempertahankan fungsi periferal

Sebaliknya Mańczak mengajukan kaidah-kaidah berikut:

(1) Kata-kata yang panjang, kecuali paradigma sering dibentuk kembali menurut kata-
kata yang pendek bukan kebalikannya. Kata bride-groam dibentuk menurut groom bukan groom
menurut bride-groom

(2) Alternasi akar-akar lebih sering diabaikan daripada dimanfaatkan

(3) Bentuk infleksi yang panjang sering kali dibentuk kembali menurut bentuk yang
pendek Kata Prancis chauffer berasal dan calefare yang dibentuk menurut kata calfat
menggantikan kata calefacere

(4) Akhiran zero sering diganti dengan akhiran penuh. Misalnya word word diganti
dengan word words

D. Usia Unsur Bahasa

Hubungan antara sebuah bahasa proto dengan bahasa-bahasa kerabat secara metodologis
bermanfaat untuk suatu tujuan lain yaitu menetapkan usia unsur-unsur bahasa Hubungan antara
bahasa proto dan bahasa-bahasa pantulannya itu merupakan hasil observasi empiris, yang
menghasilkan kesimpulan-kesimpulan:

15
(1) bahasa-bahasa berubah secara teratur, sekurang-kurangnya sejauh menyangkut sistem
fonologinya.

(2) perubahan semacam itu dalam sebuah bahasa terjadi dalam jangka waktu tertentu

(3) perubahan dalam jangka waktu tertentu itu dapat dirumuskan dalam kaidah-kaidah
yang berlaku bagi trap segmen dengan tidak memandang soal makna, frekuensi, dan status
gramatikal dari kata atau morfem tempat terdapatnya fonem tadi.

Prinsip pertama dan kedua sebagai dikemukakan di atas, dapat dipergunakan sebagai
dasar untuk menghitung usia unsur-unsur bahasa. Yang dimaksud dengan usta di sini adalah
urutan waktu relauf yang dianggap ada antara dua korespondensi Pada waktu membicarakan
rekonstruksi fonemis telah dikemukakan sebuah dalil bahwa bila telah ditetapkan suatu fonem
proto sebagai fonem yang memantulkan seperangkat korespondensi fonemis, maka fonem proto
yang sama tidak boleh dipergunakan lagi untuk melambangkan seperangkat korespondensi yang
lain Dalil ini dipakai dengan asumsi bahwa korespondensi-korespondensi tersebut berlangsung
dalam suatu masa-laku yang sama Dalam kenyataan korespondensi- korespondensi yang ada
secara empiris dewasa ini tidak harus berasal darı masa-laku yang sama, tetapi dari runtunan
masa yang berlainan Dengan demikian bila ada beberapa korespondensi semacam itu, maka
data-data tersebut dapat dipergunakan untuk menyusun usia unsur-unsur bahasa tersebut, seperti
yang dimaksud dalam bagian ini.

1. Bahasa-bahasa Eropa

Dalam sejarah bahasa Belanda dan Jerman di satu pihak dan bahasa Inggris di pihak lain,
terdapat korespondensi fonemis antara /a/ dan // Kesimpulan ini dibuktikan oleh rekurensi
berikut:

Glos belanda jerman inggris

Minuman xedran gedrank orcn

Panggang braden braten brco

Pangjang lan lan lcn

Jatuh fal fal fcl

Menurut catatan sejarah, korespondensi ini terjadi pada suatu waktu udak lama sesudah
suku-suku Anglo-Sakson memisahkan diri dari Frisia dan Saksen darat pada abad XII XIII
Korespondensi ini bahkan masih terasa sampai abad XVI- XVII, misalnya seperti tampak dalam
kata /bas/ dan /bos/, yang memang tercatat baru muncul pada saat itu.

16
Di samping korespondenas /a/ dan /o/, ada juga sejumlah besar kata yang berasal dari
Prancis, yang masuk sesudah korespondensi /a/ dan a berakhir. Kata-kata yang baru masuk ini
membentuk suatu korespondensi baru berups/a/dan/e/, seperti tampak pada kata-kata:

Gloss belanda inggris

Gerasi garadz gaeridz

Tangan hant haent

Gantung han haen

Tanah lant laen

Lampu lamp laemp

Dengan bantuan ilmu sejarah dan lain-lain, dapat ditentukan bahwa waktu
berlangsungnya korespondensi itu sesudah abad XVII. Di samping kedua korespondensi tersebut
terdapat pula sebuah korespondensi yang lain yaitu antara /a/ dan/a/seperti terdapat dalam kata
vader, Valer, dan father.

Berdasarkan keterangan sejarah dan sebagainya dapat ditentukan bahwa urutan


berlakunya korespondensi antara bahasa Inggris dan Belanda Jerman adalah mula-mula /a/-/a/,
kemudian /a/-/o/, dan terakhir antara /a/ - /æ/.

Penetapan usia unsur bahasa dapat juga dilakukan dalam sebuah bahasa, misalnya antara
Inggris Kuno dan Inggris Moderen. Masa berlangsungnya fonem /u/ dalam bahasa Inggris Kuno
hanya akan berlangsung dalam waktu tertentu, sampai diganti oleh fonem lain yaitu Jou/ dalam
bahasa Inggris Moderen Hal itu terbukti dari kenyataan lain di luar bahasa Inggris sendiri yaitu:
bahwa kata-kata seperti mutur "bisu' dalam bahasa Latin, ketika masuk dalam bahasa Inggris
bukan berubah menjadi /ou/ tetapi menjadi /u/ Hal ini menunjukkan bahwa korespondensi
fonemis antara /u/-/ou/ pada suatu waktu telah berakhir dan diganti dengan korespondensi baru
antara/u/-/yu/, seperti terdapat dalam kata-kata: acutus-acute, fumus- fume, dan lain lain. Antara
kedua korespondensi itu terdapat suatu masa yang terpisah, dan kaidah-kaidah itu harus
dinyatakan pula dalam urutan kronologisnya. Jika kaidah semacam itu yang terdapat dalam
semua bahasa kerabat dikumpulkan bersama-sama, maka secara ideal dapat diramalkan hasil
yang berbeda-beda dalam bahasa-bahasa kerabat itu.

Pentingnya masalah ini adalah bahwa observasi empiris tadi diubah menjadi kaidah-
kaidah teoretis, yang kemudian dapat dipergunakan kembali untuk menjadi unsur individual
dengan kaidah kaidah yang sesuai Jika kaidah-kaidah itu bersifat umum, maka tidak boleh ada
kekecualian maka hal itu dapat ditampung dalam kaidah-kaidah lain.

17
Harus diperhatikan pula bahwa korespondensi itu tidak perlu berlangsung dengan pola
satu satu, tetapi dapat juga berlangsung dengan pola satu- banyak. Pola satu-banyak dapat dilihat
misalnya pada fonem /t/ Indo-Eropa yang berubah menjadi /t/Jerman dalam konteks /s/dan/k dan
lain-lain, tetapi akan menjadi /th/ dalam hal-hal yang lain. Kaidah yang bersifat sensitif terhadap
konteks semacam itu menggambarkan perkembangan yang terpisah dari variasi alofonis asli.
Penyimpangan lain terjadi karena pengaruh analogi dari bentuk- bentuk yang berdekatan, baik
secara semantik maupun secara gramatikal. Misalnya suatu contoh dalam bahasa Jerman adalah
bentuk genitif adverbial des Nachts dibentuk berdasarkan pola lawan katanya des Tags. Dalam
keadaan lain analogi dapat disebabkan oleh hubungan sintagmatik, seperti tampak dalam contoh
bahasa Latin eorum deum digantikan oleh bentuk eorum deorum.

2. Bahasa-bahasa Austronesia Barat

Pada waktu membicarakan masalah ko-okurensi sudah dikemuka kan masalah


menghilangnya fonem /r/antar vokal dalam bahasa Jawa, Bali dan Lamalera Dalam ketiga bahasa
itu fonem /r/ menghilang secara bertahap. bentuk-bentuk yang menunjukkan bahwa fonem /r/
mula-mula diganu dengan /h/, kemudian fonem /h/ menghilang tetapi kedua vokal masih
dipertahankan, dan akhirnya menjadi vokal pendek karena mengalami sandi dalam Contoh yang
memperlihatkan peristiwa itu adalah:

Jawa : manhuri →manhuhi → maŋwi

Turut – tuhut – tuut – tut – tut

Rarah – rahah – raah – rah – rah

Secara kuantitatif dan kualitatif perbedaan antara /u/ dan /u/ serta antara /a/ dan /a/ dalam
bahasa Jawa Kuno memang ada. Tetapi kemudian perbedaan secara kualitatif tidak ada lagi
dalam bahasa Jawa sekarang.

Dengan bertolak dari contoh-contoh di atas, secara relatif dapat ditentukan bahwa bentuk-
bentuk seperti maghuri, turut, dan rarah lebih tua dari maŋwi, tut, dan rah Kenyataan ini
memberi suatu kemungkinan, sekurang-kurangnya memberi suatu kesimpulan yang sama seperti
dilakukan terhadap bahasa-bahasa Indo-Eropa, bahwa korespondensi antara bahasa kerabat
sebenarnya tidak terjadi pada waktu yang sama. Bila kita menerima pendirian ini, maka timbul
masalah berikutnya yaitu kapan suatu korespondensi mulai berlaku dan kapan korespondensi itu
berakhir.

Beberapa contoh dapat dikemukakan lagi mengenai usaha penetapan usia relatif unsur-
unsur bahasa dalam bahasa-bahasa Austronesia Barat tersebut. Dalani bahasa Melayu misalnya
tidak terdapat suatu kata yang mengandung fonem /3/ pada akhir kata sebaliknya dalam bahasa

18
Jawa dan Bali suku kata akhir dapat mengandung fonem itu Sementara itu baik dalam bahasa
Melayu Jawa dan Bali suku kata akhir dapat mengandung vokal /a/ seperti tampak dalam contoh-
contoh berikut:

Jawa/Bali : senen – peten; lintan – bintan

Melayu : senan – petan; lintan – bintan

Dari data-data di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua macam korespondensi fonemis,
yaitu antara /a/ dan/a/ dan antara /a/ dan /a/ Mungkin sekali pada suatu waktu kata /sanan/ dalam
bahasa Melayu diucapkan dengan /sanan, tetapi karena pergeseran tekanan, maka kata itu
berubah menjadi /sanan/.

Demikian pula masih terdapat korespondensi fonemis lain dalam bahasa Melayu dan
Jawa yang dapat mengungkapkan usia relatif dari unsur-unsur bahasa tersebut, misalnya:

Melayu Jawa : ular – lapan – sandar – ipar

Jawa : ulc – lcpc – sende – ipe

Dari kedua korespondensi di atas yaitu antara /ar/ dan /5/ dan antara /ar/ dan /e/, dapat
diturunkan suatu hipotesa bahwa ada dua masa korespondensi, yaitu:

(1) masa hilangnya fonern /r/ dalam segmen /-ar/ didampingi oleh fonem /o/, dan

(2) masa fonem /r/ didampingi hilangnya fonem /X/ menjadi fonem /e/.

Kedua korespondensi itu harus berasal dari jaman yang berbeda Korespondensi kedua
harus melalui suatu jaman di mana /r/ Melayu didampingi oleh fonem /y/ dalam bahasa Jawa,
yaitu /sandar/ */sanday/, /ipar/-/ipay/ Sesudah melewati masa korespondensi di atas, terjadilah
proses sandi dalam pada bentuk */sanday/ dan */ipay/ hingga menjadi /sande/ dan /ipe/
Selanjutnya bentuk /sande/ karena proses asimilasi berubah menjadi /sonde/. Sebaliknya
korespondensi /ular/ →/ul/ terjadi pada masa yang lain, yaitu mula-mula /r/ Melayu pada posisi
akhir didampingi fonem /e/ pada bahasa Jawa, baru fonem /a/ yang terbuka pada bahasa Jawa
berubah menjadi /e/.

Mengapa kita sampai kepada hipotesa ini? Kesimpulan bahwa bentuk /ipar/ dan /sandar/
pada suatu waktu berubah menjadi /sanday/ dan pay/ didasarkan pada perbandingan dengan
bahasa bahasa lain. Dalam bahasa Sunda misalnya terdapat kata /oray/ yang berarti Bentuk /oray/
dapat dimasukkan dalam kategori /sanday/ dan */ipay/

Untuk mengadalan perhitungan usia unsur-unsur bahasa sepert dikemukakan di atas,


sangat diperlukan catatan-catatan deskriptif yang mungkin akan sangat berguna untuk

19
menjelaskan bermacam- macam peristiwa historis yang belum terungkapkan Dalam bahasa
Melayu dan dialek Jakarta misalnya, terdapat pula peristiwa-peristiwa semacam itu:

Melayu : buah – patah – kata – gila

Jakarta : bue – paye – kate – gile

Data-data di atas menunjukkan bahwa di samping adanya dua perangkat korespondensi


fonemis, terdapat juga masalah ko-okurensi Dalam hal ini kita dihadapkan pada persoalan mana
yang mula-mula hilang apakah fonem /h/ menghilang lebih dahulu kemudian fonem/a/ berubah
menjadi fonem /e/ atau fonem /a/ berubah lebih dahulu menjadi /E/, baru kemudian fonem /h/
menghilang dari segmen itu Atau dengan kata lain: apakah dari kata /buah/ diturunkan /bua/
lalu /bue/, atau apakah dari kata /buah/ diturunkan /buch/ lalu menjadi /buɛ/

Seperti halnya dengan masalah /sonde/ dan /ipe/ dalam bahasa Jawa, maka persoalan usia
relatif kata-kata /buah/ - /buɛ/ dan sebagainya akan lebih mantap dipecahkan kalau diadakan pula
perbandingan dengan bahasa lain berdasarkan data-data deskriptif Di Palembang misalnya fonem
// pada akhir kata berkorespondensi dengan /a/ yang terbuka (unprotected) dalam bahasa Melayu,
seperti terlihat dalam contoh berikut:

Terbuka tertutu

(unprotected) (protected)

Melayu : tua buah

Palembang : tui buah

Berdasarkan data dari dialek Palembang ini, kita mengambil kesimpulan bahwa mula-
mula terjadi korespondensi antara /a/ dan /e/ dalam bahasa Melayu dan Jakarta Kemudian kata-
kata /buah/ /payah/, dan sebagainya mula-mula ketanggalan /h/ sebagai suatu ko-okurensi,
sehingga menjadi /bua/ dan /paya/, baru kemudian berubah menjadi /buɛ/ dan /payɛ/.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa:

(1) berdasarkan korespondena fonemis kita dapat menentukan secara relatif usia dari
unsur-unsur tertentu dalam suatu bahasa.

(2) Dalam menetapkan korespondensi fonemis untuk menentukan usia unsur-unsur


bahasa, kita harus mempergunakan bahan-bahan dari Linguistik Deskriptif.

E. Status Bentuk Rekonstruksi

20
Bagi setiap keluarga bahasa, bahasa proto dapat dianggap sebagai suatu bahasa induk
yang khusus, sedangkan bentuk-bentuk rekonstruksi dapat diperlakukan sebagai mewakili bahan
dokumenta- si dari jaman sejarah Perlu ditegaskan hal ini mengingat bahwa keadaan sebenarnya
barangkali berlainan dengan bentuk rekonstruksi itu Tetapi dengan memegang asumsi tadi, maka
kita dapat menelusuri sejarah bahasa-bahasa kejaman pra-historisnya, dan dapat memahami pula
segi-segi strukturalnya.

Metode perbandingan sebagai yang dikemukakan sejauh ini memberi kesan seolah-olah
metode itu berusaha untuk mengadakan rekonstruksi kata-kata proto sebanyak mungkin Hal ini
perlu dipersoalkan, karena kenyataannya kata-kata kerabat dalam bahasa- bahasa kerabat
biasanya berjumlah kecil saja. Sedangkan untuk menentukan uniformitas sebuah keluarga
bahasa, dibutuhkan pula penemuan kesamaan kesamaan struktur morfologis bahasa-bahasa
anggota

Buku Franz Bopp yang klasik, bukan secara kebetulan memperguna kan judul Ueber das
Conjugationssystem der Sanskritsprache in Vergleichung mil jenem der griechischen,
lateinischen, persischen, und germanischen Sprache Buku ini secara definitif menciptakan
bahasa Indo-Eropa pada waktu terbitnya dalam tahun 1816. Bukti relasi genetis dari bahasa-
bahasa tersebut terletak dalam morfologi perbandingan, misalnya:

Sanskerta yunani latin lithaunia gotik hitti rekontruksi

Asmi eimi sum esmi im esmi *esmi

Asi essi es esi is - *es(s)i

Asti esti est esti ist eszi *es-ti

Santi enti sunt - sind asanzi *s-enti

Rekonstruksi bagi kata 'ada' seperti dinyatakan oleh bentuk-bent di atas, memperlihatkan
pada kita bahwa untuk bentuk tanggal rekonstruksi akar katanya adalah *es, sedangkan untuk
bentuk jamak adalah*.s Dalam hal ini sebuah alomorf akar untuk bentuk tunggal presens lebih
banyak mengandung vokal, sedangkan alomorf akar untuk bentuk jamak presens dan perfek
kurang vekalnya berdasarkan prinsip ablaut Dari kaidah ablaut dan korespondensi bunyi antara
bahasa-bahasa kerabat, dapat diramalkan variasi bentuknya. Hal itu dapat diperkuat dengan
contoh-contoh berikut:

Yunani : hi-stam-mi ‘saya berdiri’

Hi- sta-men ‘ kami berdiri’

di-do-mi ‘saya memberi’

21
di-do-men ‘kami memberi’

sanskerta : da-dami ‘saya memberi’

da-d-mas ‘kami memberi’

inggris : sing- sung

bite-bit

write-written

Dari bentuk-bentuk rekonstruksi dapat disusun sebuah Tata bahasa Indo-Eropa, yang
pada gilirannya sering dapat menerangkan bentuk-bentuk gramatikal dari bahasa-bahasa kerabat
yang secara sinkronis dianggap tak teratur (irregular) Bentuk jamak bahasa Inggris: esen,
children, secara sinkronis bersifat isolauf Namun berkat perbandingan, dapat dijelaskan bahwa
akhiran jamak tersebut (-en dan -), secara historis adalah akhiran yang sama seperti terdapat
dalam bahasa Latin in Ironis singa dari stem lace strabo strabonis orang yang bermata juling dari
stem strabon ordo ordinu aturan tertib image imagini dari stem imagis dan sebagainya. Unsur /n/
mi sama dengan unsur // pada bahasa Sanskerta jandi janasas dan bisa menjadi /r/ dalam bahasa
Latin: graus generis kelamin jenis Dalam bahasa Jerman bentuk warisan ini diberi interpretasi
fungsi yang baru, sesudah kehilangan bermacam-macam akhiran kasus dan stem sebagai sebuah
kelas yang terpisah Contoh bentuk jamak semacam itu lebih sering terdapat dalam bahasa
Jerman Lamm Lammer Rind Rinder, Kind Kinder, Buch Bücher Sementara itu khusus bentuk /n/
dapat dilihat dalam bentuk-bentuk seperti. Ochie Ochsen, Mahle Mühlen, Republik-Republiken,
dan sebagainya meskipun bentuk-bentuk itu tidak terlalu produktif lagi.

Bentuk-bentuk gramankal yang berkoresponden dalam bahasa- bahasa kerabat dalam


banyak hal memperlihatkan kesamaan baik dalam komposisi maupun distribusi morfem-morfem
dan struktur morfologisnya. Itulah sebabnya ketika diketemukan pada awal abad ini, bahasa
Hittit dikelompokkan dalam bahasa Indo-Eropa.

berdasarkan struktur morfologisnya, khususnya berdasarkan distribusi karakteristik dari


alomorf tertentu, dan bukan karena kesamaan kata-katanya Unsur kata kata yang
memperlihatkan kesamaan sangat jarang dan meragukan Kesamaan struktur morfologis
tampaknya bersifat esensil untuk menetapkan suatu keluarga bahasa dan untuk menetapkan
keanggotaannya, dan dalam hal yang ekstrim dapat mengatasi ketidak hadiran kosa kata yang
berkoresponden. Sebab itu untuk tujuan operasional bahasa induk (bahasa mojang atau parent
language) akan dibatasi sebagai sebuah representant abstrak dari suatu tahap dalam
perkembangan anggota-anggola sebuah keluarga bahasa, yang dengannya dapat diadakan
perbandingan kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam bahasa-bahasa itu dalam jaman sejarah.

22
PENUTUP

KESIMPULAN

implikasi rekonstruksi mengemukakan metode-metode untuk menemukan bentuk bahasa


proto. Hubungan-hubungan antar bahasa kerabat maupun usaha menemukan bentuk protonya
dapat dilihat dalam bidang fonologi dan morfologi, serta ada juga usaha untukmelihat hubungan
sintaksis, walaupun tidak memuaskan. Kedua tatarn pertama membawahasil yang jauh lebih
memuaskan. Walaupun tidak mencakup seluruh unsur kedua tatarantersebut.Pola-pola pewarisan
yang terpenting adalah pewarisan linear, pewarisan denganperubahan, pewarisan dengan
penghilangan, pewarisan dengan penambahan, penanggalanparsial, perpaduan, pembelahan.
Sedangkan macam-macam perubahan bunyi ada empat yaitu; asimilasi, dismilasi, perubahan
berdasarkan tempat, dan perubahn-perubahan lain.

Perubahan morfemis yang terjadi pada sebuah kata atau sebuah morfem sejauh hanya
perubahan bunyi tidak merupakan objek perubahan morfemis. Tetapi bila perubahan-perubahan
itu terjadi berdasarkan percontohan bentuk-bentuk morfem yang lain, maka perubahan itu
dimasukkan dalam perubahan morfemis. Status bentuk rekonstruksi, bagi setiap keluarga bahasa,
bahasa proto dapat dianggap sebagai suatu bahasa induk yang khusus sedangkan bentuk-bentuk
rekonstruksi dapat diperlakukan sebagai mewakili bahan dokumentasi dari zaman sejarah. Hal
ini mengingatkan bahwa keadaan sebenarnya barangkali berlainan dengan bentuk rekonstruksi.

DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.

23

Anda mungkin juga menyukai