OLEH:
SYUKRON RAHMAD RAMADHAN
NIM. 22521034
KPI 1B
DOSEN PENGAMPUH:
ANRIAL, M.Ag
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3
A. Kesimpulan............................................................................................................ 15
B. Saran.......................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an dan hadits adalah sumber dari berbagai sumber yang
utama dalam segala aspek kehidupan masyarakat muslim. Selain itu, setiap
ummat muslim wajib baginya dalam mengimani dan mengkajinya dalam
rangka memahami dan mempraktikkan apa yang telah dipelajari sebagai
bentuk ibadah kepada Allah Swt. Mengingat bahwasanya al-Qur’an dan
hadits menggunakan bahasa arab, maka perlu bagi para pengkaji atau
peneliti studi al-Qur’an dan hadits memperhatikan beberapa aspek baik
dari kompetensi dirinya sendiri maupun aspek yang menjadi alat untuk
menelitinya. Aspek tersebut berada dalam suatu disiplin ilmu tertentu,
yaitu ‘ulum al-Qur’an dan ‘ulum al-Hadits. Adapun konten dari kedua
keilmuan tersebut seperti definisi al-Qur’an dan hadits, asbab al-Nuzul dan
asbab al-Wurud, nasakh wa al-Mansukh dalam al-Qur’an dan hadits, ayat
amr dan nahi, ayat ahkam dan mutasyabih, pun juga menjadi disiplin
keilmuan dalam al-Qur’an yang berdiri sendiri adalah ilmu qira’at al-
Qur’an. Sedangkan dalam ilmu hadits mempelajari tentang ta’rif al-Hadits
dalam redaksi dan periwayatan seperti sanad, matan dan rawi, rijal al-
Hadits, kualitas hadits seperti sahih, hasan dan dhaif dsb. Sampai saat ini,
model-model penelitian yang dibawa oleh beberapa tokoh al-Qur’an dan
hadits selalu mengerucut pada penelitian kualitatif yang berbentuk kajian
kepustakaan (library research). Sehingga dalam penyajian analisisnya
berbentuk deskriptif kualitatif. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa metode
kajian studinya sebagaimana al-Qur’an menggunakan studi penafsiran
riwayah dan dirayah. Sedangkan hadits lebih menggunakan eksploratif
dan komparatif (dalam al-Qur’an masuk pada ranah dirayah). Sehingga
dalam perwujudannya tidak jarang peneliti atau orang yang sedang
melakukan kajian studinya selalu membuktikan kebenaran al-Qur’an dari
masa ke masa dengan deskripsi dari hasil eksplorasi berbagai literatur baik
dari kitab-kitab tafsir maupun syarh hadits itu sendiri. Serta apabila
metode studi al-Qur’an diadopsi pada studi pendidikan (tarbawi) maka
akan memberikan kontribusi atau sumbangsih yang kuat terhadap pondasi
pendidikan Islam dari berbagai sudut pandang mufassiriin.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Al- Qur’an dan Hadist?
2. Apa saja aspek Kajian dalam Studi Al-Qur’an dan Hadits?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui Pengertian Al- Qur’an dan Hadist
2. Mengetahui aspek-aspek Kajian Dalam Studi Al-Qur’an dan Hadits
1. Pengertian Al-Quran
Al-Quran merupakan istilah dari bahasa arab yang memiliki arti bacaan. Al-
Quran diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril. Al-Quran diturunkan secara
berangsur-angsur di kota besar Mekah dan Madinah sejak tahun 610 M sampai
kematian Nabi Muhammad tiba yaitu pada tahun 632 M.
Istilah Al-Quran berasal dari kata kerja qara’a yang artinya membaca. Istilah Al-
Quran juga tertulis di dalam Al-Quran itu sendiri, bahkan istilah Al-Quran muncul
sebanyak 70 kali, salah satunya tercantum dalam surat At-taubah ayat 111 yang
berbunyi,
اِ َّن هّٰللا َ ا ْشت َٰرى ِمنَ ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ اَ ْنفُ َسهُ ْم َواَ ْم َوالَهُ ْم بِا َ َّن لَهُ ُم ْال َجنَّ ۗةَ يُقَاتِلُوْ نَ فِ ْي َسبِ ْي ِل هّٰللا ِ فَيَ ْقتُلُوْ نَ َويُ ْقتَلُوْ نَ َو ْعدًا َعلَ ْي ِه َحقًّا فِى التَّوْ ٰرى ِة
ك هُ َو ْالفَوْ ُز ْال َع ِظ ْي ُمَ َِوااْل ِ ْن ِج ْي ِل َو ْالقُرْ ٰا ۗ ِن َو َم ْن اَوْ ٰفى بِ َع ْه ِد ٖه ِمنَ هّٰللا ِ فَا ْستَ ْب ِشرُوْ ا بِبَ ْي ِع ُك ُم الَّ ِذيْ بَايَ ْعتُ ْم بِ ٖ ۗه َو ٰذل
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah;
sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain
Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan
demikian itulah kemenangan yang agung.”
Isi atau tubuh dari Al-Quran disusun dalam bentuk bahasa Arab Klasik, hal ini juga
diyakini merupakan transkrip literal dari Allah SWT yang kemurnian atau keasliannya
sangat terjaga. Hal ini bahkan dijanjikan dalam Al-Quran itu sendiri pada surat Al-
Buruj ayat 21-22 yang berbunyi:
Tentunya, kata Al-Quran yang muncul ini dalam bentuk yang berbeda dengan
berbagai arti. Banyak ahli yang mengatakan bahwa istilah Al-Quran merupakan
padanan dalam bahasa Syiria yang artinya adalah ‘membaca kitab suci atau pelajaran’.
Terlepas dari itu, kata Al-Quran menjadi istilah dalam bahasa Arab.
Dalam ayat lain. istilah Al-Quran merujuk pada satu hal yang dibacakan oleh Nabi
Muhammad. Konteks ini terlihat dalam surat Al-Araf ayat 203-204 yang berbunyi,
َص ۤا ِٕى ُر ِم ْن َّربِّ ُك ْم َوهُدًى و ََّرحْ َمةٌ لِّقَوْ ٍم يُّْؤ ِمنُوْ ن َّ ََواِ َذا لَ ْم تَْأتِ ِه ْم بِ ٰايَ ٍة قَالُوْ ا لَوْ اَل اجْ تَبَ ْيتَهَ ۗا قُلْ اِنَّ َمٓا اَتَّبِ ُع َما يُوْ ٰ ٓحى اِل
َ َي ِم ْن َّرب ۗ ِّْي ٰه َذا ب
ِ َواِ َذا قُ ِرَئ ْالقُرْ ٰانُ فَا ْستَ ِمعُوْ ا لَهٗ َواَ ْن
َصتُوْ ا لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُموْ ن
“Dan apabila engkau (Muhammad) tidak membacakan suatu ayat kepada mereka,
mereka berkata, “Mengapa tidak engkau buat sendiri ayat itu?” Katakanlah
(Muhammad), “Sesungguhnya aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan Tuhanku
kepadaku. (Al-Qur’an) ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu
mendapat rahmat.”
2. Pengertian Hadist
Istilah hadits berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti berita atau cerita,
atau wacana. Hadits adalah catatan tradisi atau ucapan-ucapan Nabi Muhammad.
Umat muslim meyakini bahwa hadits merupakan kata-kata, dan juga perbuatan serta
persetujuan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Ketika hadits-hadits ini
terkumpul, maka muncul gambaran yang lebih besar atau disebut dengan sunnah.
Hadits ini diterima oleh umat muslim sebagai sumber hukum agama dan pedoman
moral setelah Al-Quran. Hadits atau sunnah ini bisa didefinisikan sebagai biografi
Nabi Muhammad yang diabadikan oleh ingatan para sahabat-sahabatnya.
Perkembangan hadits adalah elemen paling penting selama tiga abad pertama dalam
sejarah islam.
Hadits juga disebut sebagai tulang punggung dalam peradaban islam dan di dalam
agama islam otoritas hadits sebagai sumber hukum agama dan pedoman hidup
menempati urutan kedua setelah kitab suci Al-Quran. Otoritas hadits berasal dari Al-
Quran yang memerintahkan umat islam untuk mentaati dan mengikuti ucapan Nabi
Muhammad. Hal ini tertera dalam surat An-nur ayat 54 dan surat Al-Ahzab ayat 21,
yang berbunyi,
قُلْ اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َواَ ِط ْيعُوا ال َّرسُوْ ۚ َل فَا ِ ْن تَ َولَّوْ ا فَاِنَّ َما َعلَ ْي ِه َما ُح ِّم َل َو َعلَ ْي ُك ْم َّما ُح ِّم ْلتُ ۗ ْم َواِ ْن تُ ِط ْيعُوْ هُ تَ ْهتَ ُدوْ ۗا َو َما َعلَى ال َّرسُوْ ِل ِااَّل ْالبَ ٰل ُغ
ُْال ُمبِيْن
“Katakanlah, “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul; jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya kewajiban Rasul (Muhammad) itu hanyalah apa yang
dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu hanyalah apa yang dibebankan
kepadamu. Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Kewajiban
Rasul hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas.”
لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِ ْي َرسُوْ ِل هّٰللا ِ اُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َم ْن َكانَ يَرْ جُوا هّٰللا َ َو ْاليَوْ َم ااْل ٰ ِخ َر َو َذ َك َر هّٰللا َ َكثِ ْير ًۗا
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak
mengingat Allah.”
Meskipun jumlah ayat yang berkaitan dengan hukum dalam Al-Quran tidak terlalu banyak,
hadits memberikan arahan tentang segala hal mulai dari rincian kewajiban ritual seperti
mandi, wudhu, dan tata cara sholat, sampai bentuk salam yang benar hingga pentingnya
berbuat baik kepada para budak. Jadi, sebagian besar aturan syariah atau hukum islam berasal
dari hadits, bukan dari Al-Quran.
1. Ibn ‘Amir, seorang qadhi di Damaskus pada masa pemerintahan Al- Walid bin Abd. Malik.
Nama panggilannya adalah Abu ‘Imran. Adalah seorang tabi’in dan mengambil qira`at dari
al-Mughîrah Abî Syihâb al- Makhzumi, dari ‘Usmân bin ‘Affân, dan dari Rasulullah SAW.
Beliau wafat di Damaskus pada tahun 118 H. Dua orang perawinya adalah Hisyam dan Ibn
Zakwân.
2. Ibn Katsir. Dia juga seorang tabi’in dan bertemu dengan Abdullah bin Zubair, Abu Ayyub
al-Anshari dan Anas in Malik. Beliau wafat di Mekkah tahun 120 H. Dua orang perawinya
adalah al-Bazi dan Qunbul.
3. ‘Ashim al-Kufi. Beliau adalah seorang tabi’in dan wafat di Kufah tahun 128 H. Dua orang
perawinya adalah Syu’bah dan Hafsh.
4. Abu Amr. Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Yahya dan dikatakan bahwa
namanya adalah kunyahnya. Beliau wafat di Kufah tahun 154 H. Dua orang perawinya
adalah al-Daurî dan al-Susi.
5. Hamzah al-Kufi. Beliau wafat di Halwân tahun 156 H pada masa pemerintahan Abu Ja’far
al-Manshûr. Dua orang perawinya adalah Khalaf dan Khalad.
6. Nafi’. Beliau berasal dari Isfahan dan wafat di Madinah tahun 169 H. Dua orang
Perawinya adalah Qâlûn dan Warasy.
7. Al-Kisa’i, seorang imam ilmu Nahwu di Kufah. Beliau di beri gelar dengan Abû al Hasan.
Dinamakan al-Kisâi karena beliau memakai “kisâ’ ketika ihram. Dia wafat di Barnabawaih,
sebuah desa di Ray ketika menuju ke Khurâsân bersama dengan Rasyîd tahun 189 H.
Peran al-Qur’an dan hadits tidak bisa dipungkiri dalam perkembangannya. Hingga
para akademisi yang sampai saat ini tetap giat dalam meneliti tentangnya menjadi sebuah
karya nyata dan selalu eksis dalam popularitas akademiknya. Sehingga dari semua kalangan
baik dari kalangan akademisi tersendiri hingga diluar wilayah tersebut menikmati buah
karyanya. Hal tersebut dalam prosesnya juga menemui tantangan tersendiri sebagaimana Ali
Ridho dalam konsepnya adalah survivalitas. adalah karakter yang harus dibawa oleh peneliti
dalam meneliti al-Qur’an dan hadits. Dalam metodologi studi al-Qur’an, Abuddin Nata
mengenalkan beberapa metodenya dengan menyandarkan terhadap para tokoh al-Qur’an itu
sendiri. Adapun model-model tersebut adalah sebagai berikut:
Metode yang digunakan dalam penelitian atau penafsiran al-Qur’an, menurut al-
Ghazali menggunakan 2 metode, yaitu metode klasik dan modern. Adapun metode klasik
adalah mengikuti penafsiran yang dilakukan oleh para ‘ulama zaman sebelumnya. Yaitu
dengan memahami makna dan kandungan yang ada di dalam al Qur’an. Sehingga metode
klasik inilah yang juga disebut dengan metode
memahami al-Qur’an itu sendiri27. Sedangkan metode modern
menurutnya adalah berangkat dari metode-metode sebelumnya yang terbilang lemah.
Sehingga menurut al-Ghazali, metode modern dalam praktiknya menggunakan pendekatan
atsariyyah atau tafsir bi al- Ma’tsur. Model studi penelitian yang diungkapkan oleh ketiga
tokoh tersebut, menjadikan Amin Abdullah mengomentari tentang beberapa metode dalam
meneliti dan atau menafsirkan al-Qur’an. Menurutnya, metode penafsiran pada zaman
modern ini masih ada kontaminasi dari warisan metode pada zaman sebelumnya yaitu
mendominasinya penafsiran al-Qur’an secara leksiografis (lughawi)28. Meski begitu, ketika
ia memahami tafsir modern karya ‘Aisyah Abd. Rahman yang berjudul al-Tafsir al-Bayan li
al-Qur’an al-Karim, Amin menuturkan bahwasanya karya tersebut menggunakan metode
komparatif dalam memahami dan menafsirkan suatu kosakata dalam al-Qur’an29.
Ringkasnya, metode dalam melakukan suatu kajian atau penelitian al-Qur’an secara garis
besar menggunakan metode dirayah dan riwayah. Selanjutnya dalam penelitian atau kajian
suatu hadits, Abuddin Nata juga membagi menjadi 4 model, yang mana dari ke empat model
tersebut memunculkan banyak metode. Sebab dalam kajian atau penelitian hadits sendiri
perlu disadari bahwasanya fungsi daripada hadits itu sendiri sebagai bayan al-Tafsir. yaitu
berfungsi sebagai menafsirkan al-Qur’an atau bahkan menguatkan (bayan taqrir atau ta’kid).
Objek penelitian ini adalah warga dusun Curup. Berikut hasil wawancara beberapa warga
Dusun Curup:
Syukron : “ Baik Bapak apakah saya boleh mewawancarai bapak mengenai Al-Qur’an
dan Hadist?’
Bapak Wawan: “ Alhamdulillah Bisa tapi tajwidnya belum pas dan sedang dipelajari
sekarang”
Syukron : “ Apa pendapat dan harapan bapak mengenai pengadaan pengajian di Dusun
Curup ini?”
Bapak Wawan : “ Setuju karena sangat bagus untuk masyarakat disini contohnya saya
yang lagi mempelajari dan memperlancar bacaan Al-Qur’an”
Syukron : “ Baik Bapak apakah saya boleh mewawancarai bapak mengenai Al-Qur’an
dan Hadist?’
Bapak Toni: “ Al-quran adalah pedoman hidup, Hadist itu ucapan atau perbuatan nabi”
Syukron : “ Apa pendapat dan harapan bapak mengenai pengadaan pengajian di Dusun
Curup ini?”
Bapak Toni : “ sangat setuju karena sangat bagus untuk masyarakat disini”
Syukron: “Wassalamualaikum”
Syukron : “ Baik Ibu apakah saya boleh mewawancarai mengenai Al-Qur’an dan
Hadist?’
Ibu Aisyah: “ Al-qur’an itu kitab suci kita umat islam kalau hadist perbuatan atau ucapan
dari Rasullalah SAW”
Ibu Aisyah: “ Untuk sekarang saya masih belum lancar membaca Al- Qur’an”
Syukron : “ Apa pendapat dan harapan bapak mengenai pengadaan pengajian di Dusun
Curup ini?”
Ibu Aisyah: “Bagus sekali, saya sangat setuju, karena dapat membantu kami untuk
memperlancar bacaan Al-Qur’an”
4. Tina 22 tahun
Syukron : “ Baik apakah saya boleh mewawancarai mengenai Al-Qur’an dan Hadist?’
Tina: “ Al-qur’an itu kitab suci kita umat islam yang paling sempurna kalau hadist
merupakan perbuatan atau ucapan dari Rasullalah SAW”
Syukron : “ Apa pendapat dan harapan bapak mengenai pengadaan pengajian di Dusun
Curup ini?”
Tina: “Saya sangat setuju, karena dapat membantu kami untuk memperlancar bacaan Al-
Qur’an dan mempererat silaturahmi”
Tina: “ waalaikumsalam”
5. Aurel 15 tahun
Syukron : “ Baik dek apakah saya boleh mewawancarai mengenai Al-Qur’an dan
Hadist?’
Aurel: “ Al-qur’an itu yang sering saya baca disekolah, kalau hadist saya tidak tahu ”
Syukron : “ Apa pendapat dan harapan bapak mengenai pengadaan pengajian di Dusun
Curup ini?”
Aurel: “Bagus kak, kalau ada pengajian kami bisa belajar mengaji disana”
Syukron: “Wassalamualaikum”
Aurel: “ waalaikumsalam”
Dari penelitian diatas dapat dilihat bahwa masih kurangnya pengetahuan mengenai
Al-Qur’an dan hadist di Dusun Curup, banyak sekali masyarakat yang kurang fasih
membaca Al-quran dari yang muda sampai yang tua sehingga pengadaan program
pengajian sangat dianjurkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Quran merupakan istilah dari bahasa arab yang memiliki arti bacaan. Al-Quran
diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril. Al-Quran diturunkan secara berangsur-
angsur di kota besar Mekah dan Madinah sejak tahun 610 M sampai kematian Nabi
Muhammad tiba yaitu pada tahun 632 M. Hadits berasal dari bahasa Arab yang memiliki
arti berita atau cerita, atau wacana. Hadits adalah catatan tradisi atau ucapan-ucapan Nabi
Muhammad. Umat muslim meyakini bahwa hadits merupakan kata-kata, dan juga
perbuatan serta persetujuan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Ketika hadits-hadits
ini terkumpul, maka muncul gambaran yang lebih besar atau disebut dengan sunnah.
Peran al-Qur’an dan hadits tidak bisa dipungkiri dalam perkembangannya. Hingga para
akademisi yang sampai saat ini tetap giat dalam meneliti tentangnya menjadi sebuah
karya nyata dan selalu eksis dalam popularitas akademiknya. Sehingga dari semua
kalangan baik dari kalangan akademisi tersendiri hingga diluar wilayah tersebut
menikmati buah karyanya. Hal tersebut dalam prosesnya juga menemui tantangan
tersendiri sebagaimana Ali Ridho dalam konsepnya adalah survivalitas. adalah karakter
yang harus dibawa oleh peneliti dalam meneliti al-Qur’an dan hadits. Dari penelitian
diatas dapat dilihat bahwa masih kurangnya pengetahuan mengenai Al-Qur’an dan hadist
di Dusun Curup, banyak sekali masyarakat yang kurang fasih membaca Al-quran dari
yang muda sampai yang tua sehingga pengadaan program pengajian sangat dianjurkan.
B. Saran
Dalam Penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi bahasanya
maupun penulisannya. Penulis mengharapkan kritik dan sarannya untuk memperbaiki
segala keterbatasan. Semoga penelitian ini senantiasa menambahkan wawasan serta
pengetahuan bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Shalih, Shubhi, 2005, Mabahits fî Ulum Al-Qur`an, Cet. 26, Lebanon: Dâr al-
Ilm li al-Malayin.