Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KEPANITERAAAN

MODUL PERIODONSIA
PENATALAKSANAAN MOBILITAS GIGI
DENGAN SPLINTING WIRE
(REVISI DISKUSI TANGGAL 30 NOVEMBER 2022)

Nama Kelompok :
1. Dina Anisawati (20204020082)
2. Nurul Noviasari (20204020039)
3. Alfiatu Nurul Rahmanida (20204020035)

Dosen Pembimbing :
drg. Hartanti, Sp. Perio

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2022
BAB I
DESKRIPSI KASUS

Data Pasien
Nama : Ruhaida
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 39 tahun
Alamat : Nogosari, II, Wukirsari, Imogiri, Bantul, Yogyakarta
No CP3DG : 89035

A. Pemeriksaan Subjektif
1. CC : Pasien perempuan berusia 39 tahun datang dengan keluhan terdapat beberapa
giginya yang goyah dan merasa tidak nyaman ketika digunakan untuk makan.

2. PI : Keluhan dirasakan pada gigi depan rahang bawah sejak 7 tahun yang lalu ketika
pasien sedang hamil anak ke-2. Awal mulanya pasien memiliki kebiasaan menggigit
makanan keras di bagian gigi tersebut kemudian pasien merasakan gusinya menjadi
tergores/terluka kemudian turun sehingga ketika terkena rangsang panas dan dingin
giginya giginya menjadi terasa ngilu. Saat ini terdapat rasa sakit yang dirasakan
pasien pada gigi yang dikeluhkan tersebut. Gusi pasien juga bengkak, rasa sakit yang
dirasakan yaitu berdenyut dan berada di skala 8. Faktor yang memperparah
kondisinya ketika menggosok gigi karena pasien mengaku gusinya sering berdarah
ketika menggosok gigi sedangkan faktor yang memperingan kondisi pasien ketika
pasien berkumur air sirih. Saat ini gigi yang dikeluhkan pasien jarang bahkan tidak
digunakan untuk mengunyah karena takut semakin parah. Pasien berkunjung ke
dokter gigi 4 tahun yang lalu untuk konsultasi tanpa tindakan mengenai keluhan
tersebut pada saat hamil anak ke-3. Pasien belum pernah melakukan pembersihan
karang gigi dan untuk mengobati keluhannya tersebut pasien biasa berkumur dengan
air daun sirih.

3. PDH : Pasien pernah datang ke dokter gigi untuk melakukan perawatan tambal gigi
geraham pada saat hamil anak kedua sekitar 7 tahun lalu. Pasien memiliki kebiasaan
menggosok gigi 2x sehari pada saat mandi pagi dan malam sebelum tidur.

4. PMH : Pasien tidak memiliki riwayat opname dalam kurun 1 tahun terakhir. Pasien
memiliki riwayat alergi dingin dan tidak memiliki alergi obat dan makanan. Pasien
tidak dicurigai memiliki riwayat penyakit dalam. Saat ini pasien sedang rutin
mengonsumsi obat KB.

5. FH : Nenek pasien dicurigai memiliki riwayat penyakit darah tinggi sedangkan bapak,
ibu, kakak, dan suami pasien tidak dicurigai memiliki riwayat penyakit dalam.
6. SH : Pasien merupakan guru Paud, memiliki 3 anak dan tinggal di rumah bersama
suami dan mertua. Pasien rutin mengonsumsi sayur dan jarang mengonsumsi buah
dalam sehari-hari. Pasien jarang mengonsumsi makanan dan minuman manis dan
rutin berolah raga seminggu 1x tiap minggunya. Pasien tidak memiliki kebiasaan
minum kopi dan teh.

B. Pemeriksaan Objektif

Terdapat gingiva kemerahan pada gigi 31, 32, 41, dan 42, interdental membulat, konsistensi
lunak dengan poket yang dalam > 3mm dan adanya LOA disertai dengan resesi.

OHI 6,2 (Sedang)

PI 93,7 %
PD PD (Bukal/ Labial) PD (Palatal/ Lingual) CAL bukal CAL lingual
(elemen) (PD+resesi) (PD+resesi)
32 5 mm (mesiobukal, +) 6 mm (mesiobukal, +) 6 mm + 2 = 8 6 mm + 2 = 8
6 mm (midbukal, +) 6 mm (midlingual, +)
5 mm (distobukal, +) 4 mm (distolingual, +)
31 6 mm (mesiobukal, +) 6 mm (mesiolingual, +) 5 mm + 2 = 7 6 mm + 2 = 8
5 mm (midbukal, +) 6 mm (midlingual, +)
5 mm (distobukal, +) 5 mm (distolingual, +)
41 5 mm (mesiobukal, +) 6 mm (mesiolingual, +) 6 mm + 4 = 10 5 mm + 2 = 7
6 mm (midbukal, +) 5 mm (midlingual, +)
6 mm (distobukal, +) 5 mm (distolingual, +)
42 5 mm (mesiobukal, +) 5 mm (mesiolingual, +) 6 mm + 3 = 9 5 mm +2 = 7
6 mm (midbukal, +) 5 mm (midlingual, +)
5 mm (distobukal, +) 5 mm (distolingual, +)

Luksasi derajat 1 : 33, 43


Luksasi derajat 2 : 31, 32, 41, 42
 Pemeriksaan Penunjang

Interpretasi Radiograf
1. Gigi 31 :
 Mahkota : Normal
 Akar : Terdapat akar berjumlah 1 dengan masing-masing 1
saluran akar.
 Alveolar crest : Terdapat penurunan alveolar crest secara horizontal
pada sisi mesial dan distal
 Periapikal : Terdapat kehilangan tulang hingga sepertiga apikal
2. Gigi 32 :
 Mahkota : Normal
 Akar : Terdapat akar berjumlah 1 dengan masing-masing 1
saluran akar.
 Alveolar crest : Terdapat penurunan alveolar crest secara horizontal
pada sisi mesial dan distal
 Periapikal : Terdapat kehilangan tulang hingga sepertiga apikal

3. Gigi 41 :
 Mahkota : Normal
 Akar : Terdapat akar berjumlah 1 dengan masing-masing 1
saluran akar.
 Alveolar crest : Terdapat penurunan alveolar crest secara horizontal
pada sisi mesial dan distal
 Periapikal : Terdapat kehilangan tulang hingga sepertiga apikal

4. Gigi 42 :
 Mahkota : Normal
 Akar : Terdapat akar berjumlah 1 dengan masing-masing 1
saluran akar.
 Alveolar crest : Terdapat penurunan alveolar crest secara horizontal
pada sisi mesial
 Periapikal : Terdapat kehilangan tulang hingga sepertiga apikal
C. Assessment
Diagnosis : generealized periodontitis kronis disertai luksasi derajat 2 pada gigi 31, 32,
41, 42
Diagnosis banding : localized periodontitis kronis

D.Treatment Planning
1. KIE
2. Scaling dan root planning
3. Kuretase dan splinting
4. Kontrol dan evaluasi sampai 3 bulan pasca splinting
BAB II
DASAR TEORI

A. Periodontitis Kronis

Periodontitis adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung gigi


(periodontium). Pemeriksaan klinis pada penderita periodontitis mendapatkan
peningkatan kedalaman poket, perdarahan saat probing yang dilakukan dengan
perlahan ditempat aktifnya penyakit dan perubahan kontur fisiologis. Dapat juga
ditemukan gingiva yang kemerahan dan bengkak dan biasanya tidak terdapat rasa
sakit. Tanda klinis yang membedakan periodontitis dengan gingivitis adalah
adanya attachment loss (hilangnya perlekatan). Kehilangan perlekatan ini
seringkali dihubungkan dengan pembentukan poket periodontal dan berkurangnya
kepadatan serta ketinggian dari tulang alveolar dibawahnya.

Periodontitis berdasarkan gejala klinis gambaran radiografis diklasifikasikan


menjadi periodontitis agresif dan periodontitis kronis. Periodontitis agresif dikenal
juga sebagai early-onset periodontitis. Periodontitis agresif diklasifikasikan
sebagai periodontitis agresif lokal dan periodontitis agresif generalis. Periodontitis
agresif biasanya mempengaruhi individu sehat yang berusia di bawah 30 tahun.
Periodontitis agresif berbeda dari periodontitis kronis pada usia serangan,
kecepatan progresi penyakit, sifat, dan komposisi mikroflora subgingiva yang
menyertai, perubahan dalam respon imun host, serta agregasi familial penderita

Selain peridontitis kronis, ada pun periodontitis kronis yang merupakan


penyakit yang secara progresif berjalan lambat. Penyakit ini disebabkan oleh
faktor lokal dan sistemik. Kondisi dan tingkat keparahan dari periodontitis kronis
akan terpengaruh oleh adanya penyakit sistemik atau faktor lingkungan yang dapat
memodifikasi respon host pada akumulasi plak seperti diabetes, kebiasaan
merokok, stress sehingga pada pasien dengan kasus-kasus tersebut, perkembangan
penyakit periodontitis akan lebih agresif. Meskipun periodontitis kronis sering
terjadi pada pasien usia dewasa, periodontitis kronis dapat muncul pada pasien
anak-anak dan remaja sebagai respon terhadap plak kronis dan akumulasi plak.
Etiologi dari periodontitis kronis adalah formasi mikroba pada plak, inflamasi
periodontal dan attachment loss dan turunnya tulang alveolar. Karaktistik klinis
dari pasien dengan periodontitis kronis umumnya terdapat akumulasi plak
supragingiva dan subgingiva, inflamasi gingival, formasi poket, attachment loss,
kehilangan tulang alveolar dan occasional suppuration.

Periodontitis kronis dibagi menjadi dua berdasarkan lokasi spesifik yaitu


localized dan generalized. Dikatakan localized periodontitis jika area yang
mengalami periodontitis dengan karakteristik attachment loss dan bone loss
kurang dari 30% dari keseluruhan area. Sedangkan, generalized periodontitis
terjadi ketika lebih dari 30% area rongga mulut mengalami periodontitis dengan
karakteristik adanya attachment loss dan bone loss. Resorbsi tulang alveolar pada
peridontitis kronis dapat secara vertical maupun horizontal. Resorbsi tulang
secara horizontal merupakan penurunan ketinggian tulang alveolar dan biasanya
dihubungkan dengan poket supraboni, sedangkan resorbsi tulang secara vertikal
merupakan kehilangan tulang yang membentuk sudut tajam terhadap permukaan
akar dan umumnya dihubungkan dengan poket infraboni. Berdasarkan tingkat
keparahan kasus, periodontitis kronis dibagi menjadi:
a. Slight (mild) periodontitis
Kerusakan jaringan periodontal yang terjadi dalam kategori ringan
berupa clinical attachment loss tidak lebih dari 1-2 mm.
b. Moderate periodontitis
Kerusakan jaringan periodontal yang terjadi dalam kategori sedang
berupa clinical attachment loss ada di antara 3-4 mm.
c. Severe periodontitis
Kerusakan jaringan periodontal yang terjadi berupa clinical attachment loss sebesar
lebih dari atau sama dengan 5 mm (Carranza, 2006). Walaupun etiologi utama dari
periodontitis adalah spesies bakteri pathogen, faktor resiko memainkan peran
penting dalam perubahan dan resistensi individu terhadap penyakit tersebut.
Beberapa faktor resiko dalam penyakit periodontitis adalah lifestyle (seperti merokok
dan konsumsi alkohol), kondisi-kondisi medis (seperti diabetes mellitus, obesitas
dan osteopenia), usia, dan jenis kelamin.
B. Kerusakan pada Tulang
Penyakit periodontal mengubah ciri morfologi tulang selain mengurangi tinggi
tulang. Penyebab paling umum kerusakan tulang pada penyakit periodontal adalah
perpanjangan peradangan dari marginal gingiva ke dalam jaringan periodontal
pendukung. Invasi peradangan pada permukaan tulang dan hilangnya tulang awal
yang mengikuti tanda transisi dari gingivitis ke periodontitis. Terdapat macam-
macam karakteristik kehilangan tulang, yaitu:
1. Kehilangan Tulang secara Horisontal Hilangnya tulang horizontal adalah pola
kehilangan tulang yang paling umum terjadi penyakit periodontal.Tinggi tulang
berkurang, namun tulangnya tetap tegak lurus terhadap permukaan gigi.
2. Deformitas Vertikal atau Angular Deformitas vertikal atau angular adalah yang
terjadi pada arah oblique, meninggalkan lubang di tulang sepanjang akar.
C. Kegoyahan gigi
Periodontitis melibatkan hilangnya tulang alveolar disekitar gigi secara
progresif dan jika tidak diobati, dapat menyebabkan kegoyahan dan kehilangan gigi.
Untuk mengevaluasi keefektifan perawatan periodontal, pemeriksaan mobilitas gigi penting
dan harus dilakukan. Pemeriksaan mobilitas gigi merupakan alat diagnostik penting dalam
menentukan tingkat keparahan penyakit periodontal.
Terdapat klasifikasi derajat kegoyahan gigi menurut Miller, yaitu dimana derajat I
apabila kegoyahan gigi sampai 1 mm pada arah horizontal, derajat II apabila kegoyahan
antara 1-2 mm pada arah horizontal, dan derajat III apabila kegoyahan gigi lebih dari 2 mm
dan dapat disertai dengan vertical diplacement.

Splinting adalah merupakan prosedur perawatan yang bertujuan untuk


menstabilisasi gigi yang mengalami mobiliti akibat terkena trauma atau penyakit agar
gigi dapat kembali ke posisi fungsionalnya. Splinting dapat dalam bentuk lepasan
ataupun cekat yang dapat dibuat dari bahan tambalan komposit, akrilik, kawat,
ataupun kombinasi bahan komposit dengan fiber memiliki keuntungan dan kerugian
yang berbeda serta di indikasikan untuk tujuan yang berbeda.

Indikasi splinting yaitu:

1. Menstabilkan kegoyangan gigi yang sedang

2. Apabila mengganggu fungsi pengunyahan

3. Menstabilkan gigi akibat pergerakan orthodontik

4. Menstabilkan gigi setelah terjadi trauma, contoh: sublukasi, avulsi

5. Mencegah terjadinya pergerakan tipping atau drifting pada gigi

6. Mencegah ekstrusi gigi yang tidak ada antagonisnya


Kontraindikasi splinting, yaitu:

1. Mobilitas gigi sedang sampai berat dengan adanya peradangan periodontal dan /
atau trauma oklusal primer

2. Kurangnya jumlah gigi penyangga yang memadai untuk menstabilkan gigi


yang goyah

3. Oklusal adjustment sebelumnya belum dilakukan pada gigi dengan trauma


oklusal atau gangguan oklusi.

D. Jenis Splinting

American Academic of Periodontlogy (AAP) tahun 1996 mendefinisikan splint


sebagai alat atau perangkat yang digunakan untuk mencegah gerakan atau perpindahan
dari bagian yang bergerak atau mengalami injuri dalam rangka mendistribusikan
tekanan oklusal secara merata. Splint merupakan suatu piranti yang dibuat untuk
menstabilkan atau mengencangkan gigi-gigi yang goyang akibat suatu trauma atau
penyakit. Berdasarkan bentuknya, splint dapat berupa splint cekat atau lepasan, yang
dapat dipasang di ekstraoronal maupun intrakoronal (Djais, 2011). Splint berfungsi
menstabilkan gigi yang tersisa serta menggantikan gigi yang hilang (Sari dan
Oktarinasari, 2021).

Berdasarkan lamanya waktu pemakaian, splint dibagi menjadi tiga, yaitu splint
sementara, splint semi permanen, dan splint permanen (Sari dan Oktarinasari, 2021).
Berikut adalah penjelasan serta indikasi masing-masing splint:

1. Splint sementara diindikasikan pada gigi dengan kegoyahan parah baik sebelum
maupun selama dilakukan terapi periodontal. Jenis splint ini memiliki kelebihan,
yaitu dapat mengurangi trauma saat perawatan (Sari dan Oktarinasari, 2021).

2. Splint semi permanen diindikasikan pada gigi yang mengalami mobilitas progresif,
adanya resiko kehilangan gigi selama perawatan karena penurunan jaringan
pendukung yang signifikan. Splint semi permanen digunakan saat dilakukan
penentuan prognosis jangka panjang melalui observasi secara periodik (Sari dan
Oktarinasari, 2021).

3. Splint permanen diindikasikan pada gigi penyangga yang mengalami kegoyahan


parah dengan dukungan jaringan periodontal tidak adekuat, dimana sebelumnya
telah dilakukan perawatan periodontal. Tujuan penggunaan splint permanen, yaitu
untuk menstabilkan gigi dengan mendistribusikan beban oklusal secara merata agar
dapat mengurangi trauma dan menjaga jaringan periondontal tetap adekuat (Sari
dan Oktarinasari, 2021).

Berdasarkan bahan yang digunakan, dikenal wire-composite splint, resin splint, dan
Kevlar/fiber glass splint. Wire-composite splint meliputi kawat lentur yang
diadaptasikan pada lengkung gigi dan difiksasi ke gigi dengan komposit adhesive. Wire-
composite memiliki kelebihan yaitu lebih banyak digunakan, lebih murah dan mudah
diaplikasikan, tetapi juga memiliki kekurangan yaitu mudah patah akibat tekanan oklusi.
Metode resin splint dilakukan dengan pemasangan full resin splint ke permukaan gigi.
Kevlar/fiber glass splint menggunakan fiber nilon, Kevlar bands atau fiber glass yang
dibasahi dalam resin dan dipasang dengan serangkaian polimerisasi ke permukaan gigi
yang telah dietsa. Kelebihan splinting menggunakan bahan fiber atau fiber glass splint
adalah nilai estetik yang tinggi, tidak berwarna, serta biokompatibilitas (Djais, 2011).

Berdasarkan lokasi pemasangan, splint dapat dibagi menjadi:


1. Splint Eksternal

Teknik splinting yang biasanya dilakukan dengan menempatkan fiber resin –


komposit atau material splinting lainnya pada permukaan email langsung tanpa
adanya preparasi gigi. Teknik ekstrakoronal ini biasanya sementara dan
diaplikasikan pada gigi permanen. Indikasi dari teknik ekstrakoronal adalah:

 Gigi anterior dengan kegoyangan sedang

 Retensi post-orthodontic tanpa pergerakan

 Untuk memberikan kestabilan pada kasus trauma akut dan memberikan


kesembuhan ligament periodontal, pembentukan kembali tulang alveolar,
pemeliharaan posisi gigi, dan kenyamanan selama berfungsi.

 Prosedur regenerasi di mana kegoyangan mungkin meningkat sementara.

 Lesi endodontic-periodontic

Teknik ini memiliki kelebihan berupa hanya membutuhkan sedikit waktu


karena tidak perlu preparasi gigi, lebih reversible. Kerugiannya adalah kompromi
awal fonetik dan kenyamanan, dapat membatasi kemampuan pasien untuk
melakukan oral hygiene.

2. Splint Internal

Disebut juga splint intra-koronal. Melibatkan gigi tetangga serta


menghilangkan celah interproksimal. Dapat diperkuat dengan menggunakan kawat
metal, pin, atau fiber glassreinforced. Teknik splinting intra koronal memerlukan
preparasi berbentuk horizontal dengan lebar 2-3 mm dan kedalaman 1-2 mm.

Splinting intrakoronal paling sering digunakan untuk pembuatan preparasi


kavitas pada permukaan lingual, palatal, atau oklusal. Preparasi bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan dan retensi dari material restorasi. Ada 2 macam
Intracoronal Splint, yaitu :

a. Continuous Splint digunakan pada regio mandibular karena dimensi


mesiodistal dari incisive mandibula relatif pendek.

b. Discontinuous Splint lebih sering digunakan pada region maxillae.

Indikasi splinting intrakoronal:


- Gigi dengan jaringan periodontium yang berkurang

- Overbite yang dalam

- Gigi dengan akar sangat pendek atau terdapat resorbsi akar.

- Evaluasi potensial abutment gigi

- Gigi dengan amputasi akar dan goyang

- Untuk menghindari kesalahan penempatan selama prosedur regenerasi

- Post-orthodontics, terutama pada kasus intrusion, extrusion, rotation, pathologic


migrations, dan molar uprighting.

- Pasien dengan kegoyangan gigi yang tidak dapat di terapi dengan cara lain.

Kelebihan dari teknik ini adalah untuk memberikan kenyamanan saat


mengunyah, membantu menstabilkan gigi, memperpanjang ketahanan gigi tersebut
dalam rongga mulut, lebih estetis, dan memfiksasi gigi sebelum dipasang splin
permanen, meskipun harus dilakukan preparasi gigi.
BAB III
PROSEDUR KERJA

A. Alat dan Bahan

Alat Bahan
Diagnostic Set Wire 0.03/0.025
Gunting Etsa
Light curing Bonding
Brush Flowable composite
Low speed Pumice murni
Glass plate Cotton roll
Stone bur Articulating paper
Bur polishing (alphin
bur)

B. Prosedur Kerja
1. Operator mencuci tangan dengan 6 langkah WHO dan menggunakan APD.
2. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
3. Pasien duduk di dental chair.
4. Operator mengatur posisi kerja disebelah kanan pasien.
5. Melakukan initial terapi yaitu scaling USS dan kuretase.
6. Dilakukan pengukuran panjang kerja menggunakan dental floss dengan panjang 2x
panjang kerja
7. Wire dipotong sesuai dengan panjang kerja kemudian dibuat dalam bentuk twist.
8. Keringkan gigi dengan menggunakan 3-way syringe
9. Lakukan isolasi dengan menggunakan cotton roll
10. Aplikasikan etsa pada bagian lingual di 1/3 incisal gigi selama 15 detik, kemudian
dibilas dengan semprotan air lalu keringkan dengan semprotan udara
11. Aplikasikan bonding pada area yang telah di etsa kemudian di angin-anginkan
12. Lalu lakukan curing dengan LC selama 10 detik
13. Aplikasikan wire pada area gigi yang telah dibonding
14. Aplikasikan resin komposit di pertengahan mesio distal gigi lakukan penyinaran
selama 20 detik
15. Lakukan finishing dan polishing serta cek adanya traumatik oklusi pada gigi pasien
dengan artikulating paper
16. Pasien diajarkan melakukan kontrol plak dengan menggunakan alat bantu khusus
seperti sikat interdental untuk membersihkan daerah intraproksimal.

C. Prognosis
Prognosis dalam kasus ini adalah poor prognosis karena kegoyahan gigi termasuk
derajat 2 dan tidak memiliki penyakit sistemik.
BAB IV
KESIMPULAN

Periodontitis Kronis adalah penyakit infeksius yang menghasilkan inflamasi


pada jaringan pendukung gigi, attachment loss yang progresif dan kehilangan tulang.
Pada penyakit ini, ditemukan bakteri dalam plak dengan jumlah besar dan gambaran
radang kronis pada jaringan pendukung gigi dengan hilangnya tulang alveolar secara
horizontal.
Penyakit ini utamanya disebabkan oleh bakteri Porphyromonas gingivalis,
Tannerella forsythia, Prevotella intermedia, Campylobacter rectus, Eikonella
corrodens, Fusobacterium nucleatum, Actinobacillus actinomycetemcomitas,
Peptostreptococcus micros, spesies Treponema dan Eubacterium. Periodontitis
kronis dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor pendukung yaitu usia, jenis kelamin,
lifestyle, habit, intake nutrisi dan kebiasaan merokok hingga konsumsi minuman
beralkohol. Apabila faktor-faktor pendukung dapat di eliminasi maka risiko
penyembuhan yang lebih lambat hingga risiko munculnya kembali penyakit ini pun
dapat dikurangi.
Perawatan yang dapat dilakukan pada kasus periodontitis kronis bertahap,
mulai dari analisa faktor etiologi dan faktor pendukung, scalling dan root planning,
medikasi antibiotik, analgesik dan antiinflamasi, koreksi traumatic oklusi, hingga
kuretase open flap, splinting serta bone graft. Perawatan yang dilakukan hendaknya
bertahap dan dievaluasi tingkat keberhasilan perawatan tersebut. Apabila didapatkan
hasil negatif, maka dapat dipertimbangkan untuk melangkah ke perawatan tingkat
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ambarawati, I. G. A. D. (2019). Penatalaksanaan mobilitas gigi dengan splinting


fiber komposit. Medicina, 50(2), 226-229.
2. Bernal G, Carvajal J. A Review of the Clinical Management of Mobile Teeth. The
Journal of Contemporary Dental Practice, Volume 3, No. 4, November 15, 2002.
3. Djais, A. I. Berbagai Jenis Splint untuk Mengurangi Kegoyangan Gigi Sebagai
Perawatan Penunjang Penyakit Periodontal. Dentofasial Journal. Vol.10 No.2, Juni
2011 : 124-127.
4. Hussain, S., T., 2020. Periodontal Splinting: A Review
5. Kathariya R, Devanoorkar A, Golani R, Bansal N, Vallakatla V, Bhat MYS. To
Splint or Not To Splint: The Current Status of Periodontal Splinting. Journal of The
internasional Academy of Periodontology. 2016; 18(2): 45-56
6. Mittal S, Kataria P, etc.Tooth Mobility : A Review. Heal Talk Vol 5. November –
Desember 2012
7. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. Carranza’s Clinical Periodontology. Edisi
ke-12. Carranza F. 2015; p. 51
8. Octavia M, Soeroso Y, Kemal Y, Airina. Adjunctive Intracoronal Splint in
Periodontal Treatment: Report of Two Cases. Journal of Dentistry Indonesia. 2014;
21(3): 94-9
9. Sianturi, T. W. R., & Nasution, R. O. (2021). Splinting Periodontal Estetik Dengan
Fiber Komposit Tinjauan Pustaka. B-Dent: Jurnal Kedokteran Gigi Universitas
Baiturrahmah, 8(2), 115-120.
10. Suwandi T. Perawatan awal penutupan diastema gigi goyang pada penderita
periodontitis kronis dewasa. Jurnal PDGI. 2010; 59(3): 105-9.
11. Sari, Retno., Oktarinasari, Dewi., (2021). Implikasi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan
Kerangka Logam Dalam Mempertahankan Jaringan Periodontal. Jurnal Ilmu
Kedokteran Gigi (JIKG). Vol 4. No 1.

Anda mungkin juga menyukai