PEMBAHASAN
a. Efisiotomi
b. Pertolongan persalinan normal
c. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
d. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
e. Pemberian tablet tambah darah ibu hamil
f. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
g. Fasilitasi/ bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif
h. Memberikan uterotonika pada manajemen aktif kla III dan postpartum
i. Penyuluhan dan konseling
j. Bimbingan pada kelompok ibu hamil
k. Pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran
2. Faktor penghambat
Faktor penghambat adalah ketersediaan sumber daya kesehatan. Sebagaimana
dimaksud pada pasal 1 ayat (2) UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yaitu : sumber
daya dibidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan,
kesediaan parmasi dan alat-alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan
teknologi yang dimanfaaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
a. Kurangnya tenaga kesehatan bidan dimana penyebaran bidan belum merata
disetiap desa, karena masih ada bidan yang bertugas di dua desa sekaligus
sehingga bayi baru lahir tidak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan optimal.
b. Kurangnya tingkat pengetahuan bidan karena bidan yang bertugas masih kurang
berpengalaman sehingga terampil atau skil yang dimiliki masih rendah serta masih
kurangnya komitmen dalam menjalankan tugas disebabkan bidan sering
meninggalkan tempat tugas.
c. Kurangnya sarana transfortasi mengakibatkan bidan sulit untuk menjangkau desa-
desa diwilayah kepulauan, adanya kondisi tersebut berpengaruh kepada bidan untuk
melakukan kunjungan pada bayi baru lahir. Hal ini juga berpengaruh pada
masyarakat didaerah kepulauan yang sulit menjangkau dan mendapatkan pelayanan
kesehatan di puskesmas.
d. Alat kesehatan dan kesediaan farmasi (obat) dibeberapa desa yang belum lengkap
tentu saja sangat menghambat dalam upaya pemenuhan dan peningkatan
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan di masyarakat. Berdasarkan uraian di
atas bahwa ketersediaan sumber daya kesehatan yang ada di puskesmas kaleroang
belum sesuai antara data yang ada dengan ketersediaan kebutuhan sumber daya di
lapangan.
G. Tanjung jawab bidan dalam menangani pasien non kebidanan di kaitkan dengan
manajemen terpadu balita sakit dan manajemen terpadu bayi muda
WHO ( word Health Organization ) tahun 2005 telah mengakui bahwa pendekatan
manajemen terpadu balita sakit ( yang selanjutnya di singkat dengan MTBS ) dan
manajemen terpadu bayi muda ( yang selanjutnya di singkat dengan MTBM ) sangat cocok
di terapakan di Negara-negara berkembaang dalam upaya menurunkan kematian,
kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita bila dilaksanakan dengan lengkap dan baik.
Program pemerintah dalam permenkes No. 28 tahun 2017 tentang penyelenggaran praktik
kebidanan memang memperbolehkan bidan dalam menangani bayi balita sakit sesuai
dengan pedoman MTBM dan MTBS, tetapi dalam hal pemberian obat terhadap bayi dan
balita sakit bidan tidak memiliki wewenang dan tidak memiliki kompetensi sehingga disini
dapta terjadi konfilik.
Tanggung jawab bidan dalam memberikan obat kepada pasien non kebidanan
dikaitkan dengan MTBS dan MTBM dalam Undang -undang tahun 2014 tentang tenaga
kesehatan ( UU Tenaga Kesehatan) terbaru, kenaga kebidanan adalah salah satu jenis
tenaga kesehatan. Sebagai salah satu tenaga kesehatan, bidan dalam menjalankan praktek
harus sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada kompetensi yang dimilikinya
( pasal 62 ayat 1 undang -undang tenaga kesehatan.
Ketentuan sanksi ini diatur dalam pasal 82 ayat 1 UU tenaga kesehatan. sanksi yang
kenal dalam UU tenaga kesehatan adalah sanksi administratif, yakni sanksi ini dijatuhkan
jika bidang yang bersangkutan dalam menjalankan praktiknya tidak sesuai dengan
kompetensi yang dimilikinya. Dengan kata lain, jika memang memberikan obat atau
suntikan bukanlah komptensi yang dimilikinya makan sanksi yang berlaku padanya adalah
sanksi administratif bukan pidana. Akan tetapi , apabila ternyata pertolongan persalinan itu
merupakan suatu kelalaian berat yang menyebabkan penerima pelayanan menderita luka
berat, makan bidan yang bersangkutan dapat dipidana dengan pidana penjara palinglama 3
tahun. Sedangkan jika kelalaian berat itu mengakibatkan kematian, bidan tersebut dipadana
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun (pasal 84 tenaga kesehatan).
Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh bidan atau perawat dilakukan diluar
kewenangannya karena mendapat pelimpahan wewenang. Hal ini disebutdalam pasal 65
ayat UU tentang kesehatan yang berbunyi bahwa dalam melakukan pelayanan kesehatan,
tenaga kesehatan dalam menerima pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis. Adapun
yang dimksud dari tenaga medis dalam pasal 11 ayat 2 UU tenaga kesehatan adalah
Dokter, Dokter Gigi, Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis. Kemudian yang dimaksud
dengan tenaga kesehatan yang disebut dalam pasal di atas anatra lain adalah bidan dan
perawat.
Apabila menurut penilaian MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian tersebut terjadi
bukan karena kesalahan atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut telah melakukan tugasnya
sesuai dengan standar profesi, maka IBI melalui MPA wajib memberikan bantuan hokum
kepada bidan tersebut dalam menghadapi tuntutan atau gugutan di pengadilan.
Bidan boleh melakukan penanganan atau pemberian obat terhadap bayi dan balita
tetapi sesuai dengan panduan MTBS dan MTBM dan sesuai dengan Batasan-batasan
penyakit yang sudah di tentukan. Penyakit yang dapat di tangani oleh bidan sesuai dengan
MTBS dan MTBM adalah diare, demam, masalah telinga, status gizi, dan anemia, dan
catatan masih dalam klasifikasi yang berat maka pasien tersebut harus di rujuk.
Undang kesehatan no 36 tahun 2009 bab I ketentuan umum pasal ayat 6 pasal ini
mempertegas bahwa petugas kesehatan wajib melakuakan upaya kesehatan termasuk
dalam pelayanan gawat darurat yang terjadi baik dalam pelayanan sehari-hari maupun
dalam keadaan bencana. Undang – undang no 36 tahun 2009 terdiri dari 22 bab dan pasal
27, tenaga kesehatan berhak mendapatkan perlindungan hukum
H. Lingkup Praktis
Ruang lingkup praktik kebidanan adalah Batasan dari kewenangan bidan dalam
menjalankan praktik yang berkaitan dengan upaya pelayanan kebidanan dan jenis
pelayanan kebidanan. Ruang lingkup kebidanan secara umum diartikan sebagai luas area
suatu profesi.
Ruang lingkup praktik kebidanan, lingkup praktik kebidanan meliputi asuhan
mandiri/otonomi pada anak -anak perempuan, remaja putri dan wanita dewasa sebelum,
selama kehamilan dan selanjutnya. Bidan memberikan pengawasan, asuhan serta nasehat
bagi wanita selama hamil, bersalin dan nifas. Asuhan kebidanan termasuk pengawasan
pelayanan kesehatan masyarakat di posyandu ( tindakan dan pencegahan), penyuluhan
dan Pendidikan kesehatan pada ibu, keluarga dan masyarakat termasuk persiapan menjadi
orang tua, menentukan KB, deteksi dini kondisi upnormal pada bayi dan ibu usaha
memperoleh pendampingan khusus bila diperlukan (konsultasi atau rujukan) pelaksanaan
pertolongan kegawatduratan primer dan skunder.
Sasaran /Klien Pelayanan Kebidanan
1. Bayi dan balita
2. Anak -anak usia sekolah
3. Remaja Putri
4. PUS terutama IBU dan WUS
5. Wanita klimakterium/ menopause
6. Meliputi upaya promotive, preventif, kuratif dan rehabilitative
Secara khusus ruang lingkup praktik kebidanan digunakan untuk menemukan
Batasan yang bisa dilakukan seorang bidan
I. Legislasi
Legislasi adalah peroses pembuatan undang- undang atau penyempurnaan
perangkat hokum yang sudah ada melalui serangkaian kegiatan sertifikasi (pengaturan
kompetensi) registarsi (pengaturabn kewenangan) dan lisensi (peraturaan pemyelenggaraan
kewenangan).
Tujuan legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap
pelayanan yang telah di berikan. Bentuk perlindungan tersebut meliputi :
1. Menjamin kualitas pelayanan
2. Memberikan kewenangan
3. Menjamin perlindungan hokum
4. Mengikatkan profesionalisme
DAFTAR PUSTAKA