Anda di halaman 1dari 108

MODIFIKASI DAN REVITALISASI BUDAYA MAKAN

“PAPADANGAN” SEBAGAI STRATEGI PENCEGAHAN


UNDERWEIGHT PADA ANAK BALITA
DI KABUPATEN TANGERANG

PROPOSAL DISERTASI

Oleh:

HERI SETIAWAN
NIM: 208111002

PROGRAM STUDI S3 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TAHUN 2023
1

Judul Disertasi : Modifikasi dan Revitalisasi Budaya Makan


“Papadangan” sebagai Strategi Pencegahan
Underweight pada Anak Balita di Kabupaten
Tangerang
Nama Mahasiswa : Heri Setiawan
Nomor Induk
Mahasiswa : 208111002
Program Studi : S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Menyetujui
Komisi Pembimbing

Promotor

( Prof. Dr. Ir. Evawany Yunita Artionang, M.Si )


NIP. 195811101984031002

Co-Promotor Co-Promotor

(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D) (Dr. Drs. Fikarwin Zuska, M.A)
NIP. 196505011992032001 NIP.196712191993031003

Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)


NIP. 196803201993082001
2

Pernyataan Keaslian Disertasi

Saya menyatakan dengan ini bahwa Disertasi saya yang berjudul

“Modifikasi dan Revitalisasi Budaya Makan “Papadangan” sebagai Strategi

Pencegahan Underweight pada Anak Balita di Kabupaten Tangerang” beserta

seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan

penjiplakan atau pengutipan dengan cara acara yang tidak sesuai dengan etika

keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya

siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian

ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau

klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Januari 2023

Heri Setiawan
3

Kata Pengantar

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Puji syukur ke hadirat Ilahi Rabbi atas


karunia dan izin Nya sehingga penulis dimampukan untuk menyelesaikan
penyusunan Disertasi yang berjudul “Modifikasi dan Revitalisasi Budaya Makan
“Papadangan” sebagai Strategi Pencegahan Underweight pada Anak Balita di
Kabupaten Tangerang”.
Penyusunan Disertasi memberikan banyak pembelajaran dan makna bagi
penulis. Berbagai bentuk masukan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak
sangat membantu penulis dalam merampungkan karya ilmiah ini. Dengan segenap
kerendahan hati, dan keikhlasan, penulis menyampaikan rasa terimakasih yang
sangat dalam kepada:
1. Dr. Muryanto Amin, S. Sos, M. Si, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
3. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D, selaku Ketua Program Studi S3 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah
memberikan masukan, dan bimbingan untuk penyempurnaan disertasi ini
4. Prof. Dr.Ir. Evawany Yunita Aritonang,.M.Si, merupakan Promotor penulis yang
telah membimbing, memberi arahan dan semangat kepada penulis.
5. Ir. Etti Sudaryati, MKM, PhD, selaku Co-Promotor, yang telah memberikan
masukan, arahan, bimbingan dan semangat kepada penulis.
6. Dr. Fikarwin Zuska, M.A, selaku Co-Promotor, yang telah memberikan saran dan
perbaikan untuk penyempurnaan Disertasi.
7. Para Dosen dan staf Program Studi S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat, yang selama ini
memberikan ilmu pengetahuan dan informasi yang sangat bermanfaat.
Penulis menyadari bahwa banyak keterbatasan dalam penyampaian buah pikir
penulis dalam karya ini. Saran dari seluruh pengguna Disertasi sangat penulis butuhkan.
Semoga Disertasi ini memberi manfaat dalam pengembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat,
khususnya Bidang Kesehatan ilmu gizi. Barakallah.
Medan, Janauri 2023
Penulis
Heri Setiawan
4

Daftar Isi

Pernyataan Keaslian Disertasi ii


Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar vii
Daftar Lampiran viii
Daftar Istilah ix

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 14
Tujuan Penelitian 16
Manfaat Penlitian 25

Tinjauan Pustaka 26
Masalah Gizi 26
Klasifikasi Status Gizi 32
Balita 34
Budaya 35
Budaya Suku Sunda 40
Budaya Papadangan 41
Strategi Peningkatan Gizi Balita 42
Landasan Teori 43
Kerangka Berfikir 46

Metode Penelitian 49
Jenis Penelitian 49
Lokasi dan Waktu Penelitian 51
5

Pemilihan Informan 53
Siklus Penelitian 55
Instrumen Penelitian 62
Teknik Pengumpulan Data 62
Metode Pengolahan dan Analisa Data 67

Daftar Pustaka 71
6

Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Kategori Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks BB/PB 32


atau BB/TB
2 Rencana Pelaksanaan Kegiatan Penelitian modifikasi
52
dan revitalisasi Budaya makan Papadangan sebagai
strategi Pencegahan Masalah Underweight Anak Balita
Pada di desa Pekayon Kecamatan Sukadiri Kabupaten
Tangerang.
3 Rencana Kegiatan Penelitian Lapangan Pencegahan
Underweight pada anak Balita Melalui modifikasi dan
50
revitialisasi budaya makan “papadangan” di Desa
Pekayon Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang
4 Hasil Penelitian Serupa terkait Disertasi 54
7

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka Teori Penelitian 43


2 Kerangka Pikir Penelitian 46
3 Skema alur Penelitian 68
8

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman


1 Daftar Pertanyaan Wawawncara 78
2 Lembar Observasi kegiatan masyarakat menggunakan 79
Participatory Action Research (PAR)
3 Lembar Penjelasan Penelitian 80
4 Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan 82
5 Surat Studi Pendahuluan dari FKM Universitas 83
Sumatera Utara
6 Surat jawaban Studi Pendahuluan Dinas Kesehatan 84
Kab.Tangerang
9

Daftar Istilah

PMBA Praktik pemberian Makan


BALITA Bayi dibawah lima tahun
FGD Focus Group Discussion
PAR Partisipatory Action Research
SDGS Suistanable Development Goals
SDM Sumber Daya Manusia
MDGS Milineum Development Goals
10

Pendahuluan

Latar Belakang

Kecamatan Sukadiri merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Tangerang

dengan kasus tertinggi anak balita dengan underweight. Hal ini ditunjukkan dari

data Puskesmas Sukadiri ada sekitar 15 persen balita mengalami underweight

berdasarkan data posyandu yang ada di wilayah Sukadiri. Berdasarkan hasil analisis

data Puskesmas Sukadiri pada tahun 2021, dari 1.070 anak balita yang ditimbang

ada sekitar 150 anak balita (14,5%) mengalami underweight (BB/U). Kasus

underweight tersebar di 12 desa di wilayah Kecamatan Sukadiri, salah satu desa

dengan angka underweight tertinggi ada di Desa Pekayon yaitu sekitar 30 balita

(20%) balita mengalami underweight. Berdasarkan wawancara yang dilakukan

peneliti kepada ibu yang memiliki anak balita underweight di Desa Pekayon

didapatkan informasi bahwa perhatian keluarga terhadap praktik pemberian makan

yang baik pada anak balita masih kurang. Mereka menganggap bahwa kasus

underweight pada balita dianggap wajar dan tidak memahami dampak jangka

panjang yang akan terjadi akibat kekurangan gizi pada balita. Pemerintah telah

berupaya dan gencar menurunkan angka underweight pada balita dengan berbagai

upaya dan program yang telah berjalan saat ini namun di sisi lain masyarakat

setempat kurang memahami cara pemberian makan balita yang baik dan benar.

Kasus underweight di Kecamatan Sukadiri penyumbang kasus underweight

di Kabupaten Tangerang. Kasus underweight di Kabupaten Tangerang terjadi

penurunan pada tahun 2017 ke tahun 2018, yaitu dari 1.161 kasus (16%) pada tahun

2017 dan pada tahun 2018 menjadi 1.040 kasus (14%), namun pada tahun 2021
11

mengalami peningkatan yaitu menjadi 17,9 persen. Penurunan kasus underweight

di Kabupaten Tangerang masih harus berupaya dengan keras lagi karena yang

diharapkan target nasional adalah di bawah 10 persen. Upaya penurunan salah

satunya adalah kegiatan deteksi underweight melalui pemantauan status gizi,

kegiatan ini secara aktif dilakukan oleh para petugas gizi di puskesmas melalui

penimbangan di posyandu setiap bulannya, namun masih diperlukan upaya

pendukung yang dilakukan dengan mempertimbangkan potensi lokal dan kebiasaan

di masyarakat untuk menurunkan kasus underweight, apalagi tahun 2021 dijumpai

peningkatan kasus underweight. Adanya peningkatan kasus underweight di

Kabupaten Tangerang menunjukkan bahwa penanganan underweight sepertinya

belum optimal dengan berbagai program perbaikan gizi yang telah dilaksanakan

oleh petugas gizi seperti pemberian makanan tambahan (PMT), pemberian serbuk

gizi berbahan buah yang disebut sebagai taburia (Taburia) dan pos gizii. (Profil

Dinkes Kabupaten Tangerang, 2018; SSGI 2021).

Kasus underweight di Kabupaten Tangerang ini memengaruhi juga angka

kasus kejadian di Provinsi Banten, kasus underweight pada tahun 2018 di Provinsi

Banten ditemukan sebanyak 13 persen, dan berada pada urutan ke 20 di Indonesia.

Data profil Dinas Kesehatan provinsi Banten pada tahun 2018, mencatat bahwa ada

sekitar sebanyak 53.680 balita (15%) mengalami kekurangan gizi. Balita dengan

underweight di Provinsi Banten menyebar diwilayah empat kabupaten dan empat

kota. Salah satu wilayahnya berada di Kabupaten Tangerang dengan jumlah balita

underweight sebanyak 3.636 balita atau 15,6 persen (Dinkes Provinsi Banten,

2018). Sementara itu, dari tahun 2018 ke tahun 2021 kasus underweight di
12

Kabupaten Tangerang meningkat yaitu dari 12,6 persen (Riskesdas, 2018) menjadi

16,5 persen (SSGI, 2021).

Kasus underweight pada balita di Indonesia secara umum sebesar 17,9

persen, diantaranya yang mengalami underweight sebesar 13 persen. Prevalensi

underweight dari tahun 2013 sampai 2018 terjadi penurunan yang tidak signifikan,

masih berada diatas 13 persen (Riskesdas, 2018). hasil SSGI tahun 2021 kasus

underweight atau kekurangan gizi dengan indeks BB/U ada sekitar 17 persen,

artinya Langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah saat ini untuk mengatasi

mengatasi masalah underweight pada anak balita di Indonesia masih belum

maksimal dengan program-program yang telah dibuat oleh pemerintah. Masalah

underweight pada balita saat ini hampir dijumpai di seluruh wilayah Indonesia. Hal

ini merupakan tantangan bagi pemerintah dalam menekan dan menurunkan angka

underweight di seluruh provinsi yang ada di Indonesia termasuk di Provinsi Banten.

Kasus underweight bukan hanya melanda Indonesia saja, namun ada di

negara-negara berkembang lainnya di dunia. Berdasarkan laporan dari World

Health Otganization (WHO) pada tahun 2018 menyebutkan ada sekitar 45,4 juta

anak di seluruh dunia dan 13,6 juta anak dibawah lima tahun menderita

underweight. Data WHO melaporkan ada sekitar 60 persen kematian pada balita

baik langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh kekurangan gizi, dan

kematian tersebut disebabkan oleh praktik pemberian makan yang kurang tepat

pada balita tersebut. Keadaan underweight menjadi salah satu penyebab kematian

anak diseluruh dunia. Kasus Underweight pada balita di Indonesia secara langsung

memiliki dampak terhadap 10,9 juta kematian anak setiap tahunnya. data
13

menyebutkan bahwa kematian tersebut berkaitan dengan praktik pemberian makan

yang tidak benar pada tahun pertama (infant feeding practice) (Saidah, 2020).

Berdasarkan survei awal yang telah peneliti lakukan di Puskesmas Sukadiri

Kabupaten Tangerang, dengan mewawancarai petugas gizi Puskesmas Sukadiri,

menemukan bahwa program penanganan gizi pada balita sudah dilakukan dengan

baik namun kendala yang terjadi adalah masyarakat menganggap “remeh” terkait

underweight tersebut. Keluarga balita underweight menjadi lebih manja dan

ketergantungan pada program karena sering mendapatkan pemberian makanan

tambahan (PMT) dan taburia, dan mengabaikan pemberian makan yang diupayakan

sendiri di rumah, yang merupakan komponen terpenting dalam perbaikan gizi.

Selain itu, keluarga yang mendapatkan bantuan berupa susu dan biskuit, sering

membagi-bagikannya kepada saudara/tetangga bahkan ada yang menjual bantuan

PMT tersebut. Ini merupakan faktor klasik yang ada di masyarakat, pola asuh dan

pemberian makan merupakan kunci dalam penanganan underweight tersebut.

Kemudian kerugian dari masalah underweight tersebut sangatlah banyak, kerugian

secara ekonomi dan energi yang dikerahkan oleh pemerintah baik pusat maupun

daerah, anggaran underweight saja di wilayah Kabupaten Tangerang menelan

hingga dua milyar dalam pengadaan bahan pemberian makan tambahan (PMT)

seperti susu, biskuit dan serbuk taburia (Profil Dinkes Kabupaten Tangerang, 2018)

Program gizi pada balita sudah tertuang dalam Suisstanable Develompment

Goals (SDGs) dan masuk kedalam capaian ke-3 dimana capaian tersebut membahas

mengenai good health and well being. Capaian ke-3 dalam SDGs merupakan

capaian yang menjamin kehidupan sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk


14

semua orang disegala usia termasuk masalah gizi pada balita (Freira et al., 2019).

Selain itu tujuan SDGs kedua yaitu nol kelaparan merupakan tantangan dalam

menurunkan masalah gizi apapun bentuknya, baik underweight, stunting, wasting

dan obesitas. Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah gizi masyarakat tertuang

dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 yang bertujuan

meningkatkan kualitas gizi, baik individu maupun masyarakat, diantaranya melalui

perbaikan pola konsumsi makan, perilaku sadar gizi dan peningkatan mutu

pelayanan dan akses terhadap pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan

perkembangan kemajuan ilmu dan teknologi (Utami & Mubasyiroh, 2020).

Upaya Perbaikan underweight pada balita yang telah dilakukan oleh dinas

Kesehatan kabupaten Tangerang berupa pemberian makanan tambahan (PMT), pos

gizi, Posyandu sepertinya belum optimal dan perlu adanya intervensi tambahan

terkait permasalahan underweight pada balita diantaranya adalah pemberdayaan

keluarga dan masyarakat dalam pemberian makan pada balita, karena dengan

makan yang baik akan mempengaruhi status gizi balita (Profil Dinkes Kabupaten

Tangerang, 2018). Status gizi yang baik merupakan investasi pembangunan suatu

bangsa karena kecerdasan anak sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, karena

dengan status gizi yang baik akan membantu menentukan sukses tidaknya sumber

daya manusia yang akan datang.

Sementara itu, kerugian yang diakibatkan kekurangan gizi akan

menimbulkan kerugian secara ekonomi. Secara nasional, kerugian ekonomi akibat

kekurangan gizi mencapai sekitar Rp. 1.042 Miliar hingga Rp. 4.687 Miliar atau

0,01 sampai 0,06 persen dari total PDB Indonesia. Kerugian ekonomi yang
15

dimaksud adalah kerugian ekonomi yang disebabkan oleh rendahnya produktiivitas

yang diakibatkan oleh masalah gizi yang tidak optimal, sehingga secara tidak

langsung dapat menyebabkan masalah ekonomi bagi pemerintah (Bappenas, 2019).

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di Desa Pekayon Kabupaten

Tangerang, masalah yang sering terjadi pada pemberian makan balita adalah balita

kurang mau makan sebanyak 90 persen dan 10 persen lainnya disebabkan oleh

adanya infeksi atau proses penyakit yang diderita , dalam hal ini jika dibiarkan maka

dapat menyebabkan balita kekurangan asupan gizi dalam jumlah yang cukup.

Selain itu, balita kurang mendapat makanan yang beranekaragam, dalam hal ini

terutama untuk konsumsi sayur dan buah sebanyak 70 persen dan baita yang

konsumsi buah dan sayur sebanyak 30 persen.

Menurut Baliwati (2010), faktor gizi merupakan salah satu faktor yang

beperan penting dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul

selain kesehatan, pendidikan dan faktor lainnya. Tentunya kekurangan gizi dapat

merusak SDM dan jangka panjang berdampak pada kesempatan masyarakat untuk

berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Sedangkan menurut Saidah (2020),

kesulitan makan pada anak seringkali dikaitkan dengan kegagalan tumbuh.

Diperlukan suatu pendekatan multidisiplin untuk melakukan praktik pemberian

makan yang baik dengan melibatkan keluarga dan lingkungan terdekat (Saidah,

2020).

Faktor yang sangat terlihat jelas dalam kekurangan gizi pada balita adalah

adanya kebiasaan dalam pemberian makan pada balita yang kurang tepat.

Masyarakat menganggap bahwa jika balita tidak mau makan dapat dialihkan
16

dengan pemberian jajanan ataupun susu formula dan menganggapnya sudah cukup,

dan makan dianggap suatu hal yang tidak penting. Padahal asupan makanan yang

baik sangat dibutuhkan oleh balita dalam upaya pemenuhan gizi. Kita ketahui

bahwa masa balita merupakan masa emas dalam tumbuh kembang. Aspek yang

terpenting pada masa emas balita yaitu aspek gizi. Status gizi yang baik dapat

membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta dapat mencegah

penyakit akibat kekurangan gizi di dalam tubuh. Pertumbuhan yang terjadi pada

balita dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi setiap hari.

Sementara kualitas dan kuantitas makanan ditentukan oleh pola asuh keluarga

dalam pemberian makan pada balita. Anggota keluarga dalam hal ini orang tua

sangat berperan penting dalam pengasuhan anak (Supariasa dkk., 2012).

Kesulitan makan pada balita merupakan masalah utama pada anak yang

perlu diperhatikan baik oleh orang tua maupun praktisi kesehatan, karena kesulitan

makan pada anak memiliki efek jangka panjang yang merugikan untuk tahap

pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Kerugian yang didapat berupa

kenaikan berat badan yang sulit dan tidak sesuai usia, mengalami defisiensi nutrisi

serta berkurangnya asupan gizi pada anak yang memiliki pengaruh pada defisiensi

makanan. Komplikasi dari masalah sulit makan pada balita bersifat ringan hingga

berat. Komplikasi ringan seperti perilaku yang mengganggu saat makan atau anak

menjadi lama menghabiskan makanan, dan untuk komplikasi berat dapat terjadi

kekurangan gizi, dan gagal tumbuh (Saidah, 2020).

Kesulitan makan merupakan ketidakmampuan anak dalam mengkonumsi

berbagai varian makannan yang diperlukannya. Balita yang dengan kesulitan


17

makan diantaranya menderita malnutrisi ringan hingga sedang sehingga akan

mempengaruhi tumbuh kembang balita. Penyebab kesulitan makan dapat

dibedakan secara garis besar seperti faktor organik, nutrisi, psikologis dan

lingkungan (Marylin, 2014).

Pada Tahun 2019, telah diperkenalkan mengenai etnoparenting yang

dilatarbelakangi oleh kondisi Indonesia yang memiliki banyak budaya.

Etnoparenting merupakan aktivitas parenting yang didasarkan pada budaya lokal

atau etnis tertentu, contohnya parenting sunda (Sundanese Parenting).

Etnoparenting juga dikatakan sebagai indigenous parenting atau pengasuhan anak

yang dilakukan berdasarkan nilai kearifan lokal (Rachmawati, 2021).

Pengasuhan anak berdasarkan kearifan lokal dapat dijadikan suatu

pendekatan untuk meningkatkan pertumbuhan anak. Engel, Menon dan Haddad

(1997) menyatakan bahwa pola mengasuh anak yang baik memengaruhi status gizi

anak. Mengasuh anak menurut Engel meliputi pemberian waktu, perhatian dan

dukungan keluarga dan masyarakat untuk kepentingan pertumbuhan fisik, mental

dan sosial anak. Salah satu dimensi yang sangat penting dalam mengasuh anak

adalah pemberian makan pada anak. Pengasuh (ibu) harus memperhatikan waktu

pemberian makan, jumlah dan jenis makanan yang dimakan, suasana makan dan

selera anak terhadap makanan.

Hasil survei pendahuluan, mendapatkan bahwa pemberian makan pada

balita di Desa Pekayon, Kecamatan Sukadiri, Kabupaten Tangerang sebanyak 80

persen kurang mendapat perhatian para ibu yang memiliki balita, mereka tidak

terlalu memperhatikan pola pemberian makan yang baik dan benar pada anaknya.
18

Artinya pemberian makan pada anak merupakan kunci sukses upaya mengatasi

permasalahan underweight pada balita. Selain itu dari hasil observasi yang

dilakukan oleh peneliti, apabila balita mengalami kesulitan makan maka para ibu

tersebut melakukan makan bersama pada anak-anak balita lainnya di desa tersebut.

Kebiasaan makan balita yang memiliki status gizi baik teridentifikasi menerapkan

cara makan dengan sering makan bersama sebanyak 87 persen dengan anak-anak

lain di sekitar rumah, tiga sampai lima orang ibu dan anaknya berkumpul untuk

menerapkan makan bersama. Kebiasaan ini sering dilakukan pada pagi atau sore

hari setiap hari. Kebiasaan makan anak dengan underweight lebih sering dilakukan

sendiri oleh ibu, makan dengan berkumpul anak lain jarang dilakukan, dan tidak

setiap hari.

Budaya makan “papadangan” merupakan kebiasaan makan yang berasal

dari masyarakat suku sunda Provinsi Jawa Barat. Papadangan biasanya banyak

dilakukan oleh keluarga untuk melakukan makan bersama dengan sanak saudara

atau kumpul bersama dengan balita lain dengan harapan meningkatkan nafsu

makan balita. Papadangan ini dapat dilakukan dimana saja, bisa di teras rumah, di

kebun, di pos desa dan di tempat lainnya.

Budaya makan “papadangan” sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan

sejak dahulu dan menjadi budaya dari masyarakat suku Sunda umumnya, dan

disebut sebagai budaya makan “papadangan”, yaitu dengan mengikut sertakan

balita lain antara tiga sampai lima orang untuk makan bersama. Budaya makan

papadangan dapat dijadikan salah satu alternatif masyarakat dalam meningkatkan

nafsu makan balita oleh masyarakat Jawa Barat khususnya suku Sunda, artinya
19

secara tidak langsung masyarakat telah melakukan upaya peningkatan gizi pada

balita melalui makan bersama di wilayah tersebut

Peneliti tertarik untuk menerapkan budaya makan “papadangan” sebagai

upaya meningkatkan gizi balita, dengan memodifikasi pelaksanaan “papadangan”,

dimana peneliti ingin memberikan edukasi gizi sewaktu pelaksanaan makan

bersama terutama gizi seimbang. Makanan yang disajikan harus ada sayur, buah,

lauk pauk, nasi dan susu, serta kebersihan makan harus terjaga dengan baik,

memiliki waktu dan lokasi yang jelas serta jumlah balita yang akan mengikuti

makan papadangan. Budaya makan papadangan sering dijadikan suatu kegiatan

para ibu balita dalam mengatasi kesulitan makan anak balita. Di Desa Pekayon

salah satunya, ketika mendapati anak balita yang sulit makan biasanya oleh ibu

balita akan membawa balita tersebut untuk kumpul bersama dengan balita lain

dengan harapan meningkatkan nafsu makan.

Modifikasi dan revitalisasi budaya makan “papadangan” dalam dugaan

sementara penulis dapat dijadikan sebagai suatu strategi pencegahan underweight,

dan dapat dimajukan sebagai kebaharuan dalam penelitian yang penulis lakukan.

Melalui pendekatan budaya papadangan masyarakat suku sunda Jawa Barat, anak

balita mengikuti makan bersama. Kegiatan ini diharapkan dapat diikuti balita

selama kurun waktu enam bulan dan akan dipantau pertambahan berat badannya

selama kurun waktu tersebut. Kegiatan ini mengharuskan ibu membawa makanan

dari rumah dan dapat membaginya ke ibu lain untuk anak mereka. Selama makan

bersama berlangsung pendamping (kader) menjelaskan kandungan gizi makanan

yang dibawa dan manfaatnya. Kemudian ibu yang mengikuti kegiatan wajib
20

menjaga kebersihan makanan, serta memastikan makanan tersebut telah dimakan

oleh balita tersebut sesuai dengan target yang akan dicapai.

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Hughes (2016), yang menyatakan

bahwa kuatnya sosial budaya dalam pengaruh pola makan masyarakat di Afrika

Selatan, dan menekankan faktor strategi budaya untuk modifikasi praktik makan di

Afrika Selatan. Informasi dalam tulisan ini bemanfaat untuk peneliti selanjutnya

dengan intervensi yang sesuai dengan konsep budaya dengan kaitannya perilaku

makan yang telah diteliti di Afrika Selatan.

Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Kasmini (2017) peneliti

menyebutkan bahwa status gizi balita di desa pecuk dapat dipengaruhi oleh faktor

sistem budaya yang diterapkan, pada sistem budaya yang berperan terhadap

polaasuh gizi balita terdiri dari nilai, norma, dan kebiasaan. Gizi balita yang

dipengaruhi oleh pola asuh cenderung akan berdampak pada status gizi pada balita

didesa tersebut seperti penyediaan makanan dan pelayanan Kesehatan pada balita.

Nilai budaya yang dijalankan di desa tersebut berperan dari berbagai unsur system

budaya lainnya sehingga dapat menjalankan pola asuh sesuai gizi seimbang kepada

balita di masyarakat. Nilai budaya juga dapat diartikan sebagai perilaku keluarga

dalam hal ini orang tua terhadap pola asuh gizi balita. Unsur nilai dan dan norma

menjadikan suatu kebiasaan, seeprti kebiasaan dalam hal pemberian makan,

pemberian asi sampai 2 tahun, sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan antara

nilai dan norma budaya terhadap status gizi anak balita.

Budaya makan “papadangan” dapat dijadikan suatu strategi dalam

mencegah underweight pada anak balita, serta meningkatkan nafsu makan. Budaya
21

makan papadangan menjadi suatu alternatif dalam membantu mengatasi

permasalahan underweight balita. Dari penjelasan latar belakang yang sudah

dijelaskan oleh peneliti maka hal ini menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut

cara pemberian makan pada anak balita dengan menjadikan budaya makan

papadangan sebagai strategi dalam pencegahan underweight.

Perumusan Masalah

Kecamatan Sukadiri salah satu kecamatan di KabupatenTangerang yang

lokasinya dekat dengan pusat pemerintahan negara Republik Indonesia hanya

berjarak 27 KM dan merupakan daerah penyangga ibukota yang terletak di

Kabupaten Tangerang, merupakan wilayah dengan laju pertumbuhan ekonomi yang

baik namun ironi daerah tersebut terdapat banyak kasus balita dengan underweight

dan terjadi penignkatan jumlah kasus balita dengan underweight dan termasuk yang

tertinggi diantara kecamatan lainnya.

Kebijakan penanganan gizi balita oleh pemerintah pusat yang dilakukan

oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang demi tercapainya indikator status gizi balita

dengan baik sesuai yang diharapkan. Namun sepertinya upaya perbaikan gizi

tersebut masih dirasa belum mampu untuk menanggulangi kondisi underweight di

wilayahnya (2018 ke 2021 kasus meningkat dari 12,6% ke 16,5%). Pola pikir

masyarakat masih mengganggap bahwa keadaan underweight adalah keadaan yang

wajar dan tidak harus segera dilakukan penanganan. Peneliti dalam hal mengatasi

masalah underweight, ingin memasukan unsur budaya suku sunda yaitu budaya

makan papadangan dalam pemberian makan pada balita dengan underweight.


22

Budaya makan papadangan ini yang menjadi target adalah para anggota keluarga

bisa ayah, ibu, kakak, atau kerabat terdekat dalam membantu memberikan makanan

melalui perilaku papadangan tersebut. Tentunya masyarakat pun dilibatkan dalam

pencegahan underweight melalui perilaku papadangan, sehingga menjadi suatu

kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat, yaitu makan bersama balita, agar

terwujud manusia yang berkualitas sehingga terciptanya sumber daya manusia di

Indonesia yang unggul dan lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

(1) Apakah faktor yang memengaruhi perilaku makan anak dan masalah

underweight pada balita,

(2) Bagaimanakah budaya makan papadangan dapat membantu mengatasi kesulitan

makan anak balita dengan underweight,

(3) Bagaimana budaya makan “papadangan” dapat dimodifikasi dan direvitalisasi

dalam praktik pemberian makan balita dengan underweight sebagai strategi

pencegahan masalah underweight pada anak balita.

(4) Bagaimana menerapkan modifikasi dan revitalisasi budaya makan

“papadangan” dalam peningkatan pertambahan berat badan balita.

(5) Bagaimanakah rancangan strategi yang digunakan untuk mencegah masalah

underweight anak balita melalui modifikasi dan revitalisasi budaya makan

“papadangan” yang ada di salah satu Provinsi Banten yaitu Kabupaten

Tangerang terpatnya di Desa Pekayon Kecamatan Sukadiri.


23

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian. Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan

umum penelitian adalah merancang strategi pencegahan masalah underweight anak

balita melalui modifikasi dan revitalisasi budaya makan “papadangan” di Desa

Pekayon Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang.

Tujuan khusus penelitian. Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan

khusus diantaranya adalah :

(1) Mengeksplorasi faktor-faktor perilaku makan anak dan masalah underweight

pada balita,

(2) Mengeksplorasi budaya makan papadangan dapat membantu mengatasi

kesulitan makan anak balita dengan underweight.

(3) Mengeksplorasi budaya makan “papadangan” dapat dimodifikasi dan

direvitalisasi dalam praktik pemberian makan balita dengan underweight

sebagai strategi pencegahan masalah underweight pada anak balita.

(4) Menerapkan modifikasi dan revitalisasi budaya makan “papadangan” dalam

meningkatkan pertambahan berat badan balita.

Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis diharapkan dari hasil penelitian yang dilakukan dapat

bermanfaat sebagai kontribusi ilmiah untuk perkembangan ilmu kesehatan

masyarakat khususnya ilmu gizi sebagai bahan dari konsep penanganan

underweight pada balita melalui modifikasi dan revitalisasi budaya makan

“papadangan” untuk dikembangkan menjadi suatu konsep makan Bersama pada


24

balita dengan memperhatikan gizi seimbang sehingga dapat diterapkan pada balita

yang mengalami masalah gizi underweight.

Manfaat praktis hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar dalam

menetapkan kebijakan kesehatan dalam penanganan kasus underweight pada balita

melalui pendekatan budaya makan balita “papadangan”, secara lokal maupun

nasional untuk menjadi panduan dan arah pembangunan nasional dalam

penanganan underweight. Peneliti berupaya ikut serta mensukseskan rencana

pembangunan jangka panjang yaitu Suistanable Development Goals (SDG’s) yang

didalamnya adalah fokus penanganan balita dengan stunting, gizi buruk dan

underweight.

Manfaat akademis dari hasil penelitian ini dapat berkontribusi ilmiah

dalam pengembangan ilmu Kesehatan masyarakat khususnya ilmu gizi sebagai

bagian dari konsep pencegahan masalah gizi balita underweight dan peningkatan

gizi melalui modifikasi dan revitalisasi budaya makan “papadangan” sebagai

strategi pencegahan underweight pada anak balita. Hail penelitian diharapkan dapat

digunakan sebagai bahan perkembangan ilmu pengetahuan tentang budaya makan

papadangan sebagai strategi pencegahan underweight pada balita sehingga dapat

dijadikan referensi bagi penelitian yang akan datang.


25

Tinjauan Pustaka

Intervensi terkait gizi dan kesehatan masyarakat merupakan suatu strategi

negara dalam menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif.

Sumber daya manusia yang berkualitas dimulai sejak dini yaitu mulai dari sebelum

kehamilan hingga anak berusia dua tahun atau lebih dikenal dengan 1000 hari

pertama kehiudpan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi diantaranya adalah faktor

lingkungan yang tidak higienis dan praktik pemberian makan yang tidak benar. Pola

asuh yang tidak baik akan berdampak pada anak dan merupakan sebagai salah satu

penyebab utama masalah gizi pada anak balita. Selain itu akses pelayanan

Kesehatan yang tidak memadai dapt juga berpengaruh terhadap status gizi balita.

Kebijakan yang tegas, strategi yang mudah dilakukan oleh masyarakat, aturan yang

jelas dan kerja sama lintas sectoral merupakan hal yang sangat diperlukan dalam

mencapai pemberdayaan masyarakat yang bertujuan menurunkan underweight

pada balita melalui edukasi berbasis budaya lokal (Merryana & Bambang, 2012;

Soekirman, 2000).

Masalah Gizi

Membangun manusia yang kompeten, sehat, cerdas dan produktif

merupakan hal yang serius dan harus diperhatikan. Proses pembangunan manusia

diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dipengaruhi oleh status

gizi dan kesehatan penduduk. Status gizi pada setiap daur hidup atau kelompok

umur dapat menjadi masalah, demikian pula masalah gizi kelompok umur

sebelumnya dapat mempengaruhi masalah gizi kelompok selanjutnya

(intergenerational effect). Untuk menjaga kualitas sumber daya manusia, perlu


26

memerhatikan usia di masa kritis yaitu pada saat masa kanak-kanak, terutama

ketika anak berada dalam dua tahun pertama kehidupannya, yang merupakan masa

emas untuk pertumbuhan dan perkembangan terbaik Anak-anak. Pertumbuhan dan

perkembangan anak pada dua tahun pertama setelah kelahiran bayi, dimulai dari

lahirnya bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram, sebagai salah satu

penyebab gizi buruk pada anak. Salah satu yang menyebabkan anak kurang gizi

atau lahir dengan berat badan kurang dari normal ketika ibu hamil mengalami

kekurangan gizi yang mengakibatkan kualitas sumber daya manusia yang rendah.

Jika masalah gizi yang ada tidak dapat ditangani secara serius, dikhawatirkan suatu

bangsa akan menghadapi generasi yang hilang (UNICEF/WHO/World Bank Group,

2020).

Salah satu masalah gizi yang akan terjadi akan menghasilkan sumber daya

manusia yang tidak kompeten. Sumber daya manusia merupakan potensial bagi

negara dalam banyak hal diantaranya adalah politik, ideologi, suprastruktur,

struktur ekonomi dan, ekonomi keluarga, pendidikan, pengetahuan dan kesehatan

(Priharsiwi, 2006). Menurut Jamra dan Bankwar (2013), beberapa faktor yang

berkontribusi terhadap kejadian underweight, diantaranya adalah faktor

kemiskinan, Pendidikan dan pengetahuan orangtua. serta pola asuh termasuk

didalamnya pemberian makan dan pemberian ASI Ekslusif. Berat badan bayi lahir

rendah (BBLR) dan gizi selama hamil merupakan salah satu penyebab lain

terjadinya underweight. Sumber lain menjelaskan bahwa ada dua faktor penyebab

underweight pada balita, yaitu faktor internal dan faktor. Faktor internal meliputi
27

Kesehatan, usia, jenis kelamin, dan tinggi badan. Faktor eksternal meliputi

Pendidikan, pengetahuan, penyakit menular dan pendapatan (Radiansyah, 2007).

Dampak masalah gizi. Kekurangan gizi pada anak usia satu sampai lima

tahun dapat mengakibatkan cacat perkembangan fisik, mental, sosial, dan

intelektual secara permanen yang menetap hingga dewasa. Secara lebih spesifik,

malnutrisi dapat memperlambat pertumbuhan tubuh, yang terpenting

memperlambat perkembangan otak, dan juga menurunkan atau menurunkan daya

tahan tubuh terhadap penyakit infeksi (Santoso, 2005). Akibat lain yang

menjelaskan resiko yang dapat timbul ketika timbul masalah gizi adalah dapat

sangat menghambat pertumbuhan kemampuan fisik, mental dan daya pikir dan pada

akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Kecerdasan (IQ) balita gizi buruk dapat

menurun hingga 10 persen (Kemenkes, 2007). Situasi tersebut menunjukkan bahwa

gizi buruk pada dasarnya mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Dampak

terburuknya adalah kematian pada usia yang sangat dini (Samsul, 2011).

Konsumsi energi dan protein yang tidak memenuhi kecukupan yang

dianjurkan merupakan salah satu penyebab terjadinya gizi kurang pada. Apabila

asupan protein rendah maka akan mempengaruhi energi seseorang termasuk berat

badan anak yang tidak bertambah. Penimbangan berat abdan hal ini dapat dilakukan

melalui penimbangan bulanan. Kekurangan energi dan protein merupakan masalah

gizi makro, manifestasi gizi makro ini pada anak di bawah 5 tahun diawali dengan

bayi baru lahir dengan berat badan rendah (BBLR), pada masa kanak-kanak mereka

menderita kekurangan gizi, bahkan dapat menyebabkan bentuk-bentuk yang parah.

gejala klinis seperti ini. seperti marasmus, kwashiorkor atau marasmus


28

kwashiorkor. Masalah gizi buruk dapat diatasi dengan program peningkatan peran

serta masyarakat dalam penimbangan balita di Posyandu, pemantauan tumbuh

kembang balita, dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan gizi di

Puskesmas dan Titik Pelayanan fasilitas kesehatan lainnya (Andriani & Wirjatmadi,

2014).

Anak yang mengalami underweight tidak terlalu terlihat pada anak, karena

dengan demikian anak masih dapat melakukan aktivitas layaknya anak kurang gizi,

seperti lemas. Oleh karena itu, berat badan anak di bawah usia 5 tahun harus

dikontrol melalui penimbangan di posyandu, karena jika tidak dipantau dengan

baik, anak kurus akan menderita berat badan kurang yang parah, mudah terkena

penyakit infeksi, pembengkakan hati dan kondisi lain seperti infeksi kulit, infeksi

penyakit organ (Andriani & Wirjatmadi, 2014).

Menurut teori Barker, kondisi gizi kurang gizi dan obesitas pada masa

kanak-kanak rentan mengalami penyakit degeneratif saat tumbuh dewasa

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), 2017). Penyebab lain

dari kekurangan gizi yang terjadi pada nalita akan mempengaruhi penurunan

tingkat kecerdasan, ketidakmampuan beraktivitas secara optimal, kreativitas rendah

yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Penyebab utamanya

adalah asupan makanan yang tidak memadai baik dari segi jumlah makanan

maupun nilai gizi, pola asuh yang buruk dan akses yang buruk terhadap pelayanan

kesehatan masyarakat (Soekirman, 2000).


29

Penilaian Status Gizi Metode Antropometri

Metode penliaian menggunakan anntropometri berdasarkan pengukuran

secara fisik dan komposisi tubuh Pengukuran antropometri merupakan cara yang

paling sederhana, tercepat, cukup teliti dan mudah dilakukan oleh siapa saja,

dengan atau tanpa pelatihan. Pengukuran antropometri meliputi parameter seperti

tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lemak

subkutan. Dengan bantuan pengukuran antropometri dapat ditentukan status gizi

seseorang, apakah status gizi tersebut baik, buruk, buruk atau baik. Ada beberapa

cara untuk menilai status gizi yaitu dengan pengukuran langsung yang terdiri dari

pengukuran antropometri, biokimia, klinis, dan biofisik, sedangkan pengukuran

tidak langsung terdiri dari asupan makanan, statistik vital, dan faktor lingkungan

(Gibson, 2008). Menurut World Health Organization (WHO), pengukruan

antropomteri dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan tubuh seseorang. Indeks

antropometri yang sering digunakan sebagai indikator status gizi adalah:

BB/U (berat badan terhadap umur), TB/A (tinggi badan terhadap umur),

BB/TB (berat badan terhadap tinggi badan), IMT/A (indeks massa terhadap umur)

dengan karakteristik atau ambang batas (cutoff) (Hidayat, 2009).

Indeks Antropometri berdasarkan tinggi badan menurut umur. Indeks

Tinggi berdasrkan Umur menunjukkan status tinggi badan seorang anak pada usia

tertentu, terlepas dari apakah anak tersebut pendek atau tinggi. Status malnutrisi

terkait tinggi/usia menunjukkan keterbelakangan karena kesehatan dan/atau status

gizi yang kurang optimal. Status gizi menurut indeks ini berhubungan dengan
30

kondisi sosial ekonomi, kondisi medis, dan kebiasaan makan yang tidak adekuat

(Gibson 2008).

Indeks Antropometri berdasarkan Berat badan menurut Tinggi badan.

menggambarkan rasio berat badan terhadap tinggi badan. Berat badan berkaitan

dengantinggi badan. Indeks BB/TB digunakan untuk menilai status gizi saat ini

berdasarkan usia. Indikator ini pun digunakan untuk penurunan berat badan dan

obesitas). Seseorang dengan BB/TB di bawah standar (khusus luar biasa) dapat

diberi label "wasted", sedangkan angka di atas standar menunjukkan obesitas

(Kemenkes RI, 2012).Indeks berat badan menurut Tinggi badan merupakan

indikator yang sangat akurat dari keadaan penurunan berat badan akut apabila

sering disertai dengan kelaparan baik akut maupun penyakit kronis. menurut

Gibson (2008) ada beebrapa kelebihan dan kekurangan menggunakan indeks

antropometri Berat badan menurut Tinggi badan sebagai berikut :

Keunggulan Indeks BB/TB adalah: (1) Tidak memerlukan informasi usia;

(2) Mampu membedakan proporsi tubuh (gemuk, kurus dan normal). Kelemahan

indeks BB/TB adalah: (1) tidak dapat menggambarkan kecil atau besar; (2)

Mengukur tinggi badan sulit, terutama untuk anak kecil, dan memakan waktu lama;

(3) Diperlukan dua orang dan dua jenis alat ukur.

Indeks BMI/U antropometrik. Indeks massa tubuh adalah angka yang

menunjukkan berat dan tinggi badan Anda. BMI adalah indikator lemak tubuh yang

dapat diandalkan pada anak-anak dan remaja. BMI dapat dilihat sebagai alternatif

pengukuran lemak tubuh secara langsung. Pengukuran BMI dianggap murah dan

mudah untuk diperiksa ketika mengklasifikasikan berat badan yang mengarah pada
31

masalah kesehatan. Perhitungan IMT adalah berat badan dalam kilogram dibagi

tinggi badan dalam meter kuadrat, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: BMI =

berat badan (kg) / tinggi badan (m)2

BMI dapat menjadi indikator pertumbuhan yang berguna ketika diplot

terhadap usia untuk menghasilkan indeks antropometrik yang disebut BMI/U (Body

Mass Index for Age). Kelebihan dan kekurangan indeks BMI/U adalah sebagai

berikut:

Keunggulan dari IMT/U yaitu (1) dapat memebdakan propors tubuh baik

gemuk, kurus atau normal, (2) Indkes antropometri IMT menurut Umur berguna

untuk pemeriksaan kelebihan berat badan dan obesitas dengan frekuensi terus

menignkat hingga saat ini, (3) IMT/U pada bayi berusia 0 – 6 bulan cenderung

meningkat tajam karena pada bayi bertambahnya berat badan lebih cepat sebanding

dengan pertambahan Panjang badan. kemudiaan menurun saat bayi berusia enam

hingga dua tahun dan akhirnya menjadi relative stabul pada saat bayi berusia dua

hingga lima tahun.

Klasifikasi Status Gizi

Klasifikasi status gizi balita menurut peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor dua

tahun 2009 tentang standar Antropometri pada anak didasarkan pada indeks

antrompometri Berat abdan menurut Umur, tinggi badan menurut umur, dan BMI

menurut umur yang merupakan indeks antropometri sebagai salah satu indikator

pertumbuhan pada anak usia dini yang telah disajikan pada tabel dibawah ini :
32

Tabel 1.

Kategori Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks BB/PB atau BB/TB

Ambang Batas
Indikator Kaategori Status Gizi
(z-score)
Berat badan sangat kurang (severely
<-3 SD
underweight)
Berat Badan
menurut Umur Berat badan kurang (underweight) - 3 SD sd <- 2 SD
(BB/U) anak usia 0 Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
- 60 bulan
Risiko Berat badan lebih1 > +1 SD

Panjang Badan atau Sangat pendek (severely stunted) <-2 SD


Tinggi Badan
Pendek (stunted) - 3 SD sd <- 2 SD
menurut Umur
(PB/U atau TB/U) Normal -2 SD sd + 3 SD
anak usia 0 - 60
bulan Tinggi2 > +3 SD

Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD

Underweight (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD


Berat Badan
menurut Panjang Gizi Baik (normal) -2 SD sd +1 SD
Badan atau Tinggi
Badan (BB/PB atau Gizi lebih berisiko > + 1 SD sd +2
BB/TB) anak usia 0 (possible risk of overweight) SD
- 60 bulan > + 2 SD sd + 3
Gizi lebih (overweight)
SD
Obesitas (obese) > + 3 SD

Gizi buruk (severely wasted)3 <-3 SD

Underweight (wasted)3 - 3 SD sd <- 2 SD

Indeks Massa Tubuh Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD


menurut Umur
(IMT/U) anak usia Gizi lebih berisiko > + 1 SD sd + 2
0 - 60 bulan (possible risk of overweight) SD
> + 2 SD sd + 3
Gizi lebih (overweight)
SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
(bersambung)
33

Ambang Batas
Indeks Kategori Status Gizi
(Z-Score)
Indeks Massa Tubuh Gizi buruk (severely thinness) <-3 SD
menurut Underweihght (thinness) - 3 SD sd <- 2 SD
Umur (IMT/U)
anak usia 5 - 18 Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
tahun
Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd +2 SD

Obesitas (obese) > + 2 SD

Sumber: (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020


Tentang standar Antropometri anak).

Status gizi anak berkaitan dengan tumbuh kembang anak dapat

dioptimalkan dengan mengenalkan dan menawarkan variasi makanan sejak dini,

karena setiap makanan mengandung nutrisi yang berbeda. Pola makan yang baik

merupakan makanan yang terdiri dari makanan pokok, makanan yang memiliki

kandungan protein hewani atau nabati, sayuran, dan (Kemenkes RI, 2014).

Peneltiian yang dilakukan oleh Bandoh dan Kenu di Ghana yang menilai bahwa

keragaman makan ditemukan bahwa sebagian besar anak di bawah usia lima tahun

mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam (Bandoh & Kenu, 2017). pada naka

balita yang hanya makan satu atau dua jenis makanan biasanya akan menyebabkan

kekruangan gizi pada balita (Andadari dan Mahmudiono, 2017).

Balita

Balita adalah anak usia 0 sampai 59 bulan dan bayi adalah anak usia 12

sampai 59 bulan. Pada saat itu terjadi banyak percepatan pertumbuhan yang
34

membutuhkan suplai nutrisi yang baik, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Kelompok anak berada dalam siklus pertumbuhan dan perkembangan, dimana

mereka memiliki tumbuh kembang fisik yang berebda satu sama lain baik motoric

kasar maupunmotorik halus, selain itu kecerdasaran seperti kemampuan berfikir,

kreativitas, kecerdasan emosional, dan kecerdesan spiritual, serta kecerdasan sosial,

bahasa dan komunikasi khusus yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan

perkembangan anak (Kemenkes, 2012).

Balita adalah anak yang batas usianya kurang dari lima tahun, yang sesuai

dengan periode usia setelah lahirnya bayi berusia 0 sampai 5 tahun (Gibney et al.,

2009). Bayi adalah anak yang berumur satu tahun atau lebih, biasanya di bawah

usia lima tahun. Pada masa kanak-kanak, pertumbuhan dan perkembangan anak

sangat cepat dan pesat, sehingga membutuhkan pola makan yang sesuai dengan

kebutuhannya (Khomsan, 2012).

Pertumbuhan dan perkembanganpada balita tergantung pada berat badan,

tinggi badan, usia tulang dan keseimbangan metabolisme (kalsium dan kadar

nitrogen dalam tubuh). Petumbuhan pada balita cenderung aspek yang dinilai

adalah dari berat badan dan tinggi badan sedangkan Perkembangan merupakan

lebih kearah kognitif pada balita meliputi aspek non fisik (Soetjiningsih, 2012).

Budaya

Taylor mendefinisikan budaya terdiri dari kategori kesamaan umum yang

disebut kebiasaan, yang meliputi teknologi, pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,

hukum, estetika, hiburan, dan keterampilan serta kebiasaan yang dimiliki orang
35

sebagai anggotanya. diperoleh. perusahaan Dengan kata lain, budaya mencakup

segala sesuatu yang diperoleh atau dipelajari orang sebagai anggota masyarakat.

Pendekatan atas pengertian kebudayaan. Dari berbagai kebudayaan

yang sudah dijelaskan dari berbagai para ahli. Kebudayaan dapat diartikan sebagai

hasil dari beberapa pendekatan yang umum dan lazim dilaksanakan untuk

memahami sebuah kebudayaan tersebut. menurut Liliweri, 2002 ada beberapa

pendekatan, diantaranya :

Pendekatan deskriptif. Menurut para ahli antropologi dikatakan bahwa

budaya merupakan entitas yang kompleks meliputi pengetahuan, seni, moralitas,

hukum, adat istiadat dan keterampilan atau kebiasaan yang dilakukan oleh

seseorang sebagai anggot masyarakat. Oleh karena itu, cara yang paling mudah

untuk menggambarkan budaya adalah dengan mendeksripsikan secara detail dari

suatu kebiasaan kelompok orang pada budaya tertentu.

Pendekatan internal sosial diyakini bahwa budaya dapat diturunkan dari

orangtua kepada anak – anaknya. Kemudian dijelaskan bahwa pada dasarnya

manusia tidak dilahirkan dengan budaya, melainkan diwarisi dari kebudayaan yang

sudah diterapkan oleh orangtua, dan Ketika lahir manusia akan mempelajari budaya

setempat setempat sepanjang hidupnya. Belajar memahami budaya merupakan

bentuk warisan social yang dimiliki manusia sejak lahir. Jadi Ketika kita ingin

mempelajari budaya, salah satu caranya adalah dengan mempelajari sifat sosial

sekelompok orang dalam budaya tertentu.

Pendekatan observasional dibentuk oleh tingkah laku manusia, dimana

hal ini merupakan persepsi seseorang terhadap budaya yang dipelajarinya. Perilaku
36

tersebut merupakan perilaku yang sudah terpola karena dilakukans ecara berulang

– ulang. Sehingga pola budaya tersebut diterima dengan baik oleh seseorang. Cara

terbaik dalam mempelajari suatu budaya yaitu dengan cara melakukan pengamatan

melalui perilaku dan kebiasaan manusia setiap hari. Hal ini dilakukans ebagai

wujud nyata dari pengamatan yang dilakukan oleh mereka yang tertarik akan

budaya tersebut.

Budaya materi terbentuk Ketika manusia sebagai objek budaya material,

dimana manusia dapat melakukan aktifitas kreatif dan menjadi pusat keebradaan

manusia. Kemudian perkembangan budaya material hanya terjadi melalui jaringan

sosial yang dibentuk oleh masyarakat setempat. Manusia dapat menghasilkan

banyak objek material, bukan hanya untuk memuaskan diri sendiri atau orang lain,

tetapi mereka juga ingin mewujudkan kebebasan, kesadaran akan aktifitas secara

kreatif, dan menunjukan bahwa setiap orang akan menjalani kehidupan yang

produktif sehingga manusia kesadaran akan aktivitas kreatif, dan menunjukkan

bahwa orang menjalani kehidupan yang produktif sehingga menjadi manusia yang

sesungguhnya, baik secara individu maupun sosial. Sepanjang sejarah manusia,

generasi telah menciptakan pakaian, menu, gaya hidup, budaya makanan, dan

kebiasaan lainnya. Kebudayaan material adalah benda material yang telah dibuat

oleh manusia menggunakan alat – alat sederhana., seperti alat rumah tangga,

kebiasan makan dan bagian lainnya yang dianggap penting dalam menunjang

kehidupan manusia setiap hari. Manusia yang merupakan bagian dari terciptanya

budaya melakukan percobaan secara berulang kali dengan berbagai cara untuk
37

memperluas pengetahuan dan keterampilan mereka sehingga material yang

dihasilkan berfungsi untuk mendukung kehiudpan.

Masyarakat Sunda Provinsi Jawa Barat mewarisi berbagai budaya makanan,

salah satunya adalah budaya makan papadangan, tujuan dari budaya tersebut adalah

untuk meningkatkan nafsu makan anak-anak anggota keluarganya yang kurus.

Budaya Papadangan leluhur memiliki keutamaan yang dapat diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari, terutama dalam mengasuh anak kecil.

Budaya nonmaterial. Suatu warga kebudayaan nir hanya membentuk

budaya material yg ditangkap melalui indera, dipakai, dimakan & diminum.

Adapula budaya nonmaterial yg dipakai menjadi acum konduite gerombolan warga

Budaya nonmaterial itu hanya pada bentuk gagasan atau pandangan baru-

pandangan baru yg diikuti menggunakan penuh pencerahan bahkan menggunakan

penuh ketakutan jika orang nir menjalankannya. Itulah yg dianggap nilai,

kebiasaan, agama & bahasa.

Nilai komunikasi antar manusia. Komunikasi antar budaya yg efektif

sangat dipengaruhi sang pemahaman anda mengenai makna tadi pada nilai

kebudayaan yg siap diterima. Nilai adalah sebuah unsur memilih apakah sesuatu itu

boleh atau nir dilakukan, menggunakan istilah lain nilai adalah sesuatu yg tak

berbentuk mengenai tujuan budaya yg akan kita bangun beserta melalui bahasa,

simbol, & pesan mulut juga nonverbal (Liliweri, 2002).

Norma nilai. Nilai hanya mencakup evaluasi mengenai baik & buruknya

obyek peristiwa, tindakan, atau kondisi, sedangkan kebiasaan lebih adalah baku

konduite. Konsep kebiasaan tak jarang diartikan pada 2 program yang berbeda.
38

Norma merujuk dalam konduite homogen-homogen yg kita temui pada suatu

warga. Kita menjelaskan menjadi konduite homogen-homogen, konduite tipikal,

atau konduite usual. Para sosiolog pula menjelaskan bahwa kebiasaan misalnya itu

menjadi statistical norms buat memperlihatkan suatu bentuk konduite yg berulang-

ulang & acapkalikali dipraktikan pada suatu masyarakatKita ketahui bahwa setiap

masyarakat memiliki kebudayaan sendiri sehingga ada rentang perbedaan nilai dan

norma antar anggota masyarakat. Dalam setiap interaksi antarbudaya sebuah pola

kebudayaan sudah tentu berbeda dari kebudayaan itu sendiri dan selanjutnya

digunakan untuk mengintegrasikan pesan komunikasi (Liliweri, 2002).

Adat (folkways) adalah adat istiadat seperti aturan konvensional yang bisa

dilihat pada situasi yang berbeda tetapi tidak cukup kuat untuk memerintah

kelompok, hanya adat istiadat. Kebiasaan hanya berlaku pada situasi dan waktu

tertentu. Kebiasaan adalah tindakan yang diulang karena orang menyukainya.Adat

budaya. adalah cara berhubungan dengan suatu tindakan. Norma ini memiliki

kekuatan yang sangat lemah dibandingkan dengan kebiasaan yang berkaitan dengan

tindakan yang diulang dalam bentuk yang sama. Kode etik (selengkapnya) Ada juga

kode etik yang berada pada sekelompok orang yang berguna, sadar atau tidak sadar,

sebagai alat kontrol. Kode Etik berisi peraturan dan larangan dan karenanya

berfungsi langsung sebagai alat bagi anggota masyarakat untuk menyesuaikan

tindakan mereka dengan Kode Etik ini. Kebiasaan adalah aturan perilaku abadi

yang terintegrasi erat ke dalam perilaku masyarakat dan dapat dipadatkan menjadi

kebiasaan. Biasanya anggota masyarakat yang melanggar adat menghadapi

hukuman berat, kadang-kadang dijatuhkan secara tidak langsung (Soekanto, 1996).


39

Budaya Suku Sunda

Suku sunda merupakan salah satu suku bangsa lain yang ada di Nusantara.

Masyarakat sunda Sebagian besar tinggal di Jawa barat dan Sebagian banten.

Harsojo yang dikutip oleh Koentjaraningrat (2000) mengatakan bahwa orang sunda

secara kultural adalah masyarakat yang menggunakan Bahasa sunda dan dialek

sehari -hari digunakan untuk berkomunikasi dan dilakukan secara turun temurun.

Orang sunda juga disebut sebagai masyarakat pasundan, secara ekologis orang

sunda umumnya tinggal didaerah pegunungan sehingga dahulu orang sunda sering

disebut sebagai orang gunung karena masyarakat suku sunda senang tinggal

didataran tinggi.

Menurut Koesoedinata (1982), orang Sunda adalah orang yang mencintai

gunung. Hal ini dibuktikan dengan bertambahnya tempat tinggalnya di daerah

pegunungan dan bercocok tanam di daerah pegunungan sebagai pertanian dan

peternakan. Apalagi tanda-tanda kedekatan orang Sunda dengan gunung atau

gunung sering diungkapkan dalam lagu-lagu Sunda yang bertema gunung atau

kehidupan gunung. Berdasarkan bentuk alam pegunungan atau pegunungan,

masyarakat Sunda sebelumnya dikenal sebagai “masyarakat pedesaan”, dan tetap

sebagai petani dan sebaliknya.

Kearifan lokal tradisional yang dimaksud adalah ruang sosial dan budaya

yang mencakup seperangkat nilai budaya yang menghargai dan beradaptasi dengan

lingkungan alam. tersusun teratur dalam tatanan kebiasaan masyarakat penduduk

asli sunda. Kearifkan lokal masyarakat sunda sangat banyak sekali dari mulai
40

kerajinan tangan berupa angklung, kemudian pakaian berupa batik sunda, seni

berupa jaipong dan music tarling, selain itu kebudayaan masyarakat sunda yang

terkenal adalah budaya makan papadangan (Hidayat 2009).

Budaya Makan Papadangan

Papadangan sangat familiar bagi warga masyarakat yang hidupnya di

pedesaan. Budaya makan papadangan diartikan sebagai makan Bersama disuatu

tempat, dimana para peserta yang terlibat dalam kegiatan papadangan membawa

makanan sendiri dari rumah. Papadangan hanya bermodalkan nasi dan satu jenis

lauk pauk dan kita bisa makan dengan nikmat Bersama dengan balita lain, karena

nantinya makanan yang kita bawa bisa di tukar dengan menu yang dibawa oleh

peserta lain. Papadangan tidak mesti dilakukan ditempat tertutup seperti rumah

maupun ruang beratap, justru kebiasaan orang-orang di tempat dulu peneliti tinggal,

kalau sudah menginjak sore hari tepatnya selepas sholat ashar, mereka sudah siap

menanak nasi untuk di bawa ke sebuah kebun atau pesawahan. Jadi

Papahare/Papadangan bisa pula dilakukan ditempat terbuka.

Papadangan merupakan kebiasaan makan Bersama balita yang sudah ada

sejak lama dan diperkirakan dilakukan pada masyarakat sunda dijaman kerajaan

padjajaran, kegiatan makan Bersama balita dimana terdapat unsur barter makanan

antar balita dengan memperhatikan aspek gizi seimbang merupakan suatu gagasan

budaya yang bermanfaat dalam meningkatkan nafsu makan anak dan mencegah

masalah gizi kurang pada anak balita. Papadangan dilakukan secara sederhana

biasanya dilakukan ditempat yang menyenangkan sehingga Ketika anak diajak


41

makan Bersama harapannya adalah porsi makan habis dengan cepat sehingga para

orangtua berharap kebiasaan makan papadangan dapat dilakukan pada balita yang

mengalami kesulitan makan.

Strategi Peningkatan Gizi Balita

Salah satu strategi peningkatan gizi masyarakat khususnya anak usia dini

adalah Desa Pekayon Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang dengan

melibatkan ibu, keluarga dan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam hal ini

bertujuan mengajak masyarakat untuk makan bersama balita lainnya dengan cara

menyiapkan dan menyajikan makanan lokal sesuai prinsip “Gizi Seimbang” bagi

balita untuk membesarkan balita sehat. Berikut adalah langkah-langkah

pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan pemberian makan pada bayi

menurut PMBA (Infant and Child Feeding Practice Guidelines) untuk mengubah

perilaku dalam memenuhi pemberian makan pada anak agar tidak sakit dari konsep

pemberian makan berdasarkan budaya makanan yang ada di Papadangaan. (Topi,

2021). Papadangan dapat memberikan solusi untuk memperbaiki gizi balita dan

memantapkan praktik-praktik pemberian makan yang baik untuk mencegah

underweight pada anak balita.. Sehingga masyarakat dan lingkungan dapat

berdikari untuk perbaikan gizi keluarga khususnya perbaikan gizi anak usia dini.

Sasaran dari kegiatan penelitian berbasis masyarakat ini adalah ibu-ibu yang

memiliki bayi dengan berat badan kurang, kepala keluarga terkait penguatan praktik

pemberian makan anak melalui kearifan local budaya makan papadangan. Berbagai

pihak terlibat dalam kegiatan ini, antara lain Dinas Kesehatan Kabupaten
42

Tangerang yang bertindak sebagai pengambil keputusan dalam program

peningkatan gizi masyarakat, Kabupaten Sukadiri yang terlibat dalam dukungan

politik, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang bekerja.

Sebagai peneliti Program Perbaikan Gizi, Puskesmas Sukadiri berperan sebagai

mitra penelitian masyarakat untuk mencegah gizi kurang dengan perbaikan gizi

keluarga bagi masyarakat umum, tokoh agama dan tokoh masyarakat desa.

Hasil-Hasil Penelitian status gizi yang Relevan

Penelitian berkaitan status gizi underweight pada anak balita yang


dipengaruhi oleh lingkungan, pola asuh dan sosial berdasarkan faktor faktor dan
variabel yang berkaitan dengan kondisi status gizi balita. Faktor dan variabel yang
diteliti antara lain meliputi pengetahuan, sikap, dukungan sosial, faktor internal dan
eksternal, pelaksana program pencegahan underweight pada balita. Hasil penelitian
memberikan rekomendasi rekomendasi yang dapat menjadi dasar pemikiran untuk
penelitian selanjutnya. Rekomendasi yang diberikan antara lain kerjasama dengan
masyarakat perlu diperkuat, meningkatkan pengetahuan dan dukungan masyarakat,
mengoptimalkan faktor sumber daya, dan mengembangkan penelitian dari sudut
pandang masyarakat. Beberapa hasil penelitian status gizi balita dapat dilihat pada
tabel 1.
43
Tabel 1 hasil penelitian yang relevan terkait budaya makan

No Title Background Method Result Conclusion


1. Parental The association We conducted a Sixteen percent of Parentalunderestima
perception of between parental cross-sectional children in the tion of child's
child's weight, perception of child’s analysis of SENDO SENDO project had weight was
their attitudes weight and their cohort participants parents who associated with
towards child's attitudes towards recruited between underestimated their unhealthy attitudes
dietary habits his/her dietary habits January 2015 and weight. Parents who towards child’s
and the risk of has not been reported June 2020. All under- estimated their dietary hab- its.
obesity yet. This study aimed information was child’s weight status Pediatricians and
to assess the collected through were more likely to public health
association between online questionnaires have unhealthy practitioners should
parental completed by parents. attitudes toward pay attention to the
underestimation of We calculated crude his/her dietary habits parental perception
child’s weight and and multivariable- [OR 3.35; 95% CI of child’s weight to
parental attitudes adjusted odds ratio (1.71–6.53)]. identify parents who
towards child’s (OR) and 95% underestimate it as
dietary habits. confidence intervals an at-risk group in
(CI) for unhealthy which to inquire
attitudes towards about lifestyle and
child’s dietary habits dietary habits.
associated with
parental
underestimation of
child’s weight.

2. Eating out of Eating out of home To carry out this Tanggal publikasi EOH has different
Home: (EOH) is a common study, we examined dibatasi dari 2009 meanings depending
Influence on practice worldwide the published hingga 2020 dan on the country, as
Nutrition, but research gaps literature studying the populasi yang types of restaurants
Health, and have been identified. relationship between dipertimbangkan also vary.
Policies: A The aims of this EOH with body adalah orang dewasa Harmonizing the
Scoping review were (a) to weight and the berusia 18 tahun. definition of EOH is
Review find a common prevalence of Istilah berikut not easy and,
definition for EOH, overweight and digunakan untuk consequently,extrap
(b) to determine the obesity, anthropo- pencarian: Frekuensi olating research on
nutritional metric data, makan di luar rumah EOH from one
contribution of EOH, socioeconomic ATAU dibawa pulang country to another is
and (c) to analyze the factors, and diet ATAU makan di luar. not always possible.
relationship of EOH quality (DQ). Medical Untuk pencarian Web The profile of the
with health Literature Analysis of Science, strategi main out-of-home
parameters in adults. and Retrieval System berikut digunakan: S eater is a highly
Fifty-seven articles Online (MEDLINE) = (makan di luar educated, high-
were finally selected and Web of Scienc income, unmarried
young man.

3. Family Kebiasaan makan Penelitian Hasil penelitian The current


influences on merupakan salah satu menggunakan survey menunjukan bahwa literature review
food choices yang sangat analitik dengan kebiasan makan balita shows evidence of
and nutrition: berpengaruh terhadap metode deskripsi adalah baik yaitu how family, an
What does the status gizi balita, dengan uji cros sebanyak 21 (57%) important part of the
literature say? kebiasaan makan sectional. Sampel responden dari home food
yang baik akan berjumlah 37 keseluruhan environment, could
berdampak pada responden dengan responden dan status influence the
status gizi baik balita gizi balita baik yaitu nutrition of family
44

begitupun sebaliknya Teknik purposive 29 (78%) dari members.


kebiasan buruk akan sample. keseluruhan Specifically, we
berdampak pada responden. reviewed how
status gizi buruk family functioning,
balita parental feeding
styles, and family
meals are related to
BMI and eating
habits. With the
information from
this review, we
would like to
contribute to the
discussion of having
family as a key
element in any
nutrition
intervention.
4. Hubungan Asupan nutrisi pada Jenis penelitian ini Hasil penelitian Menurut hasil
praktik anak memegang adalah dekriptif menunjukkan bahwa penelitian ini,
pemberian peranan penting korelasi dengan ada hubungan antara disarankan bagi ibu-
makan dengan dalam tumbuh pendekatan cross praktik pemberian ibu selalu
status gizi kembang pada anak, sectional. Penelitian makan dengan status menerapkan praktik
anak usia 3 – 5 keadekuatan asupan ini dilakukan di Desa gizi dengan nilai (p= pemberian makan
tahun di pos nutrisi dapat dinilai Tegal Kunir Lor 0,000 < 0,05) yang baik
gizi desa tegal dengan keadaan status Mauk Kabupaten maksudnya dalam
kunir lor gizi. Anak Usia 3-5 Tangerang pada bulan pemilihan
mauk. tahun merupakan Agustus 2016, sampel makanannya dan
tahapan dimana anak dalam penelitian ini gizi makananny
mengalami tumbuh berjumlah 77
kembang dan responden. Analisa
aktivitas yang pesat, yang digunakan
serta masih dalam penelitian ini
bergantung pada adalah analisa
orang tua dalam hal univariat dan bivariat
pemberian makan, dengan menggunakan
anak sudah bisa uji chi-square.
memilih makanan
yang disukainya.

5. Perilaku orang permasalahan tentang Desain penelitian Hasil: Simpulan:


tua dalam gizi anak masih observasional dengan Rerata status gizi anak Ada hubungan
pemberian menjadi masalah di rancangan usia 2-5 tahun antara perilaku
makan dan negara-negara cross sectional berdasarkan z-skor orang tua dalam
status gizi berkembang termasuk . Subjek penelitian BB/TB = 0,17 yang pemberian makan
anak usia 2-5 Indonesia. Saat 153 orang tua dengan menunjukkan kondisi pada anak dengan
tahun ini terjadi anak usia 2-5 tahun normal. Orang tua status gizi anak usia
permasalahan ganda yang sesuai kriteria yang melibatkan anak 2-5 tahun
terkait gizi anak inkusi dan ekslusi di dalam perencanaan
karena masalah gizi wilayah posyandu dan persiapan makan
kurang yang belum binaan Rumah Sakit berhubungan positif
teratasi dan pada saat Katolik St. Vincentius dengan status gizi
yang sama masalah a Paulo Surabaya. anak pada anak yang
kelebihan gizi makin Perilaku orang tua sangat kurus hingga
meningkat. Orang tua dalam pemberian gemuk (ρ=0,43;
45

bertanggung jawab makan dinilai p=0,001). Orang tua


dalam pengasuhan menggunakan yang memberikan
anak termasuk comprehensive tekanan saat anak
memenuhi asupan feeding practices makan berhubungan
gizi yang questionnaire negatif dengan status
seimbang. Perilaku (CFPQ). Status gizi gizi pada anak yang
orang tua dalam anak dinilai sangat kurus hingga
pemberian makan berdasarkan indikator gemuk (ρ=-0,34
pada anak merupakan berat badan menurut p=0,001). Pembatasan
faktor yang sangat tinggi badan (BB/TB) asupan makanan
penting dalam yang dibandingkan untuk mengontrol
mempengaruhi dengan standar z-skor berat badan
asupan nutrisi anak WHO 2006. Data berhubungansignifika
dianalisis dengan n secara positif
menggunakan dengan status gizi
korelasi Spearman anak yang sangat
kurus sampai gemuk
(ρ=0,29; p=0,001).

6. The influence Food environments A systematic search A total of 45 articles This work
of food are crucial spaces of 5 databases was were included. contributes to the
environments within the food conducted following Overall, studies establishment of
on system for PRISMA guidelines indicated that dietary more robust
dietary understanding and for scoping reviews. behaviours in conceptualizations
behaviour and addressing many of Eligible studies Southeast Asia were of food
nutrition in the shared drivers of included peer- primarily driven by environments within
Southeast malnutrition. In recent reviewed research social, cultural, and diverse settings
Asia: A years, food with adult participants economic factors whichmay aid future
systematic environment research living in Southeast rather than physical policymakers and
scoping has grown rapidly, Asia that examined (e.g. geographical) researchers identify
review however, definitions, the food environment features of food and address the
measures, and as a determinant of environments. Food barriers or obstacles
methods remain dietary behaviour or price and affordability impacting nutrition
highly inconsistent, nutrition. were most and foodsecurity in
leading to a body of consistently identified their communities.
literature that is as key barriers to Further research is
notably achieving healthy needed to strengthen
heterogeneous and diets. this knowledge,
poorly understood, particularly research
particularly within that explicitly
regions of the Asia- explores the macro-
Pacific level mechanisms
and pathways that
influence diet and
nutrition outcomes.
7. Low-Income Limited access to Twelve focus groups Culture emerged as an Our findings
Caregivers’ affordable, healthy with low-income, important theme in highlight the
Attitudes food and identifying adult primary influencing which importance of
and Behaviors as African-American caregivers of children foods participants considering the role
on Children’s or Hispanic- ages 3 to 6 years were cook at home. In some culture might play in
Diets: American are conducted in Texas cases, that influence influencing and
Emergent associated with and the DC- spilled over into the Informing
Themes on greater risk of Maryland-Virginia child’s diet. In other caregivers’
Cultural childhood obesity, region and were instances, the food decisions regarding
segmented by that participants children’s diets, and
46

Influences and especially for low- race/ethnicity and reported making for also better
Perceived income individuals. access to grocery their children varied understanding
Value stores. from the food they caregivers’
of Nutrition make for themselves. perceptions of
Information health care
from providers as a
Healthcare source of nutrition
Providers information for their
children.
8. Culture Eats Parent initiated A semi-structured There were 10 parent C4H is feasible and
Strategy: escalation of care interview guide interviews and 6 nurse acceptable to
Involving within Rapid focused the focus groups. Eight parents and ward
Parents in Response qualitative evaluation parents and all nurses nurses. Evaluation
Escalation of Systems has been to examine the were aware of C4H. highlighted that
Care for the widely implemented. Theoretical Domains All were positive communication
Deteriorating Calling for Help Framework key about C4H. Parents difficulties and
Child (C4H) is a 5-step domains of preferred to be delays by staff
approach for parents knowledge, skills, informed about C4H remain barriers to
to escalate care if beliefs about by nurses at the time effective escalation
concerned about their consequences, of ward admission. of care. A cultural
child’s environmental Nurses’ practicewas change is necessary
Clinical condition in a context and to selectively chose before families and
paediatric hospital. A resources. Parents parents to inform nurses will feel safe
mixed methods who had expressed based voicing their
knowledge concern about their on several factors; concerns.
translation study child’s clinical parents who will most
examined the condition and ward benefit, if concerned
implementation of nurses were about
C4H. purposively selected. worrying parents or
Participant responses about parental
were recorded as capacity to
notes and content judiciously use C4H,
analysis conducted. limited
opportunity due to
patient care priorities,
nurse workload or
communication
barriers.
parent concerns and
reported using C4H to
expedite urgent
medical review.
47

Landasan Teori

Kerangka konseptual UNICEF mendefinisikan status gizi bayi yang

disebabkan oleh banyak faktor. Tiga faktor utama yang mempengaruhi status gizi:

gizi, kesehatan dan perawatan. Status gizi yang optimal tercapai bila anak memiliki

akses terhadap makanan yang tepat, bervariasi dan bergizi, pola makan, pelayanan

kesehatan yang tepat, dan lingkungan yang sehat termasuk air bersih, sanitasi, dan

pola hidup bersih dan sehat yang memenuhi kebutuhannya. Faktor-faktor tersebut

secara langsung mempengaruhi asupan gizi bayi. Gizi, kesehatan dan perawatan

dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi dan politik. Setiap negara memiliki

masalah sosial ekonomi dan politik yang berbeda, termasuk Indonesia.Secara

sosial, Indonesia memiliki banyak budaya makanan yang digunakan sebagai

strategi untuk meningkatkan status gizi, salah satunya adalah budaya makan

papadangan. Memahami penyebab langsung dan mendasar dari kekurangan gizi

dalam konteks tertentu sangat penting untuk memberikan solusi yang tepat, efektif

dan berkelanjutan yang memenuhi kebutuhan anak-anak secara memadai.


48

Kerangka Konseptual Teori

Konsekuensi antargenerasi

Konsekuensi jangka panjang:


Konsekuensi jangka pendek: Tinggi badan , kemampuan kognitif,
Mortalitas, morbiditas, ekonomi produktivitas, kinerja
kecacatan reproduksi, penyakit metabolik dan
kardiovaskular

Kekurangan gizi Ibu


dan anak

IMMEDIATE Asupan makanan yang Penyakit


causes tidak memadai

Kerawanan Lingkungan rumah tangga


UNDERLYING pangan rumah Praktik pemberian yang tidak sehat dan
causes tangga makan yang tidak baik pelayanan kesehatan yang
tidak memadai

Akses rumah tangga ke kuantitas dan kualitas sumber daya yang memadai,
BASIC pendidikan, pekerjaan, pendapatan, teknologi
causes

Modal finansial, manusia, fisik dan social yang tidak memadai

Sosial budaya, ekonomi dan Kondisi Politik

Gambar 3 Kerangka konseptual: Pengaruh social budaya terhadap status Gizi balita
dan dampak yang terjadi akibat kekurangan gizi pada balita (UNICEF 2013)
49

Kerangka Berfikir

Keterangan kerangka berfikir yang akan saya lakukan adalah:


1. Mengumpulkan balita melalui kegiatan posyandu dan melakukan penilaian

status gizi dan mengelompokannya menjadi gizi baik, underweight dan gizi

buruk berdasarkan KMS dan table z score dari WHO.

2. Setelah membagi kelompok gizi balita tentunya bagi kelompok balita gizi

cukup kami akan menginformasikan agar memertahankan status gizi agar tidak

menjadi gizi buruk melalui perilaku yang diterapkan oleh keluarga balita

tersebut tanpa adanya rencana tindakan dan implementasi.

3. Bagi kelompok severely underweight tentunya kita akan menyarankan

melakukan penilaian gizi buruk dengan konsultasi kepada dokter anak dan

rencana implementasi yang sudah diterapkan seperti dan pemberian makanan

tambahan (PMT). TFC (Therapeutic Feeding Centre) atau PPG (Pusat

Pemulihan Gizi ) adalah pusat pemulihan gizi buruk dengan perawatan serta

pemberian makanan anak secara intensif dan adekuat sesuai usia dan

kondisinya, dengan melibatkan peran serta orang tua (ibu) agar dapat mandiri

ketika kembali.

4. Bagi kelompok underweight yang merupakan sasaran dari penelitian yang akan

penliti modfikasi dan revitalisasi adalah dengan melakukan tindakan

pencegahan melalui partisipasi masyarakat serta pemberdayaan keluarga

khususnya ibu jika teridentifikasi perilaku makan yang buruk yang dilakukan

oleh keluarga maka peneliti akan membuat rencana tindakan melalui forum

group Diskusi (FGD) dalam menentukan rencana tindakan.


50

5. Setelah melakukan diskusi melalui FGD barulah saya akan mensintesis suatu

kegiatan yang di adopsi dari budaya sunda yaitu modifikasi dan revitalisasi

budaya makan papadangan menjadi suatu strategi pencegahan underweight.

6. Budaya makan papadangan merupakan suatu kebiasaan makan masyarakat

sunda dalam meningkatkan nafsu makan pada zaman dahulu dengan cara

berkumpul bersama sambil makan dengan tujuan meningkatkan nafsu makan

balita dan harapan dari budaya makan papadangan ini adalah perbaikan gizi

pada orang yang mengalami kesulitan makan. Namun budaya papadangan saat

ini sudah sulit ditemukan di masyarakat modern. Masyarakat sunda pedesaan

biasanya sang ibu sering sekali ketika anaknya mengalami kesulitan makan oleh

si ibu anak tersebut diajak main dan berkumpul di rumah saudara atau tetangga

untuk melakukan makan bersama dengan tujuan makanan yang dibawa olehnya

dari rumah agar cepat habis, ini terbukti benar para ibu disana yang memberikan

makan pada anak melalui budaya makan papadangan cepat habis dibandingkan

dengan anak yang tidak melakukan papadangan atau makan dirumah sendiri.

Artinya ini adalah suatu kearifan lokal yang bisa dimodifikasi dan revitalisasi

menjadi suatu kegiatan dalam upaya pencegahan gizi buruk di Indonesia dan

merekomendasikan perilaku budaya papadangan tersebut menjadi suatu

program yaitu balita makan bersama (BMB) yang tentunya program tersebut

tercipta dari modifikasi dan revitalsisi yang peneliti buat dan tidak

membutuhkan biaya yang besar namun hanya melibatkan partisipasi

masyarakat saja dalam mendukung program tersebut.


51

Modifikasi dan Revitalisasi Perubahan status gizi


budaya Makan Papadangan balita dari
OUTPUT underweight menjadi
status gizi baik

Partisipasi Keluarga dan


Masyarakat

PROSES Partisipasi
- Perencanaan
- Kesepakatan Kegiatan
- Pelaksanaan
- Pengawasan
- Monitoring

Sumber daya keluarga

Tokoh Masyarakat Budaya Makan


Papadangan.
INPUT -

Kader

Peneliti

Gambar 2. Kerangka pikir penelitian Modifikasi dan revitalisasi budaya makan


papadangan di Kabupaten Tangerang.
52

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan salah satu jenis penelitian Participatory Action

Research (PAR), merupakan Tindakan dari suatu metode penelitian kelompok

sosial untuk melakukan tiindakan ilmiah dalam upaya megaahkan, memperbaiki

dan melakukan evaluasi dari tindakan yang dilakukan masyarakat sendiri secara

berulang dengan melibatkan berbagai pihak yang ada dalam kelompok tersebut

untuk ikut berpartisipasi dalam tindakan yang dilakukan mereka. Penelitian ini

merupakan bagian dari Penelitian Disertasi Doktoral dengan judul Modifikasi dan

Revitalisasi Budaya Makan Papadangan sebagai strategi pencegahan Underweight

di Desa Pekayon Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang.

Pendekatan pada penelitian PAR memposisikan peneliti tidak hanya

mengkaji dan melakukan peneltiian saja akan tetapi peneliti juga ikut berpartisipasi

serta berbaur Bersama masyarakat sebagai fasilitator yang menjembatani

terlaksananya suatu kegiatan (Creswell Jhon W, 2012; Stringer, 2007). Rancangan

penelitian participatory action research digunakan sebagai strategi pencegahan

underweight pada balita melalui modifikasi dan revitalisasi budaya makan

Papadangan yang dilakukan masyarakat Desa Pekayon Kecamatan Sukadiri

Kabupaten Tangerang Provinsi Banten dengan melibatkan masyarakat dan unsur-

unsur masyarakat sebagai partisipan yang terbuka dan luas. Peneliti berkolaborasi

dengan masyarakat dalam pengambilan keputusan sebagai mitra dan melibatkan

partisipan secara setara untuk memastikan kesejahteraan mereka, melibatkan


53

masyarakat sebagai dengan pendekatan budaya Papadangan dari keluarga yang

memiliki anak balita underweight (McIntyre, 2004).

Penelitian PAR mempunyai dua komitmen yaitu mempelajari sebuah sistem

dan sekaligus kolaborasi dengan anggota sistem tersebut dalam rangka menuju pada

arah yang diinginkan yaitu peningkatan status gizi balita. Riset aksi ini

berkolaborasi dengan keluarga yang memiliki anak balita gizi baik yang

menerapkan budaya makan papadangan dengan anak balita yang tidak menerapkan

budaya makan papadangan. Selain itu partisipasi aktif maupun unsur masyarakat

yang terorganisir sebagai modal sosial seperti tokoh agama dan tokoh adat, secara

bersamaan proses penelitian juga dijalankan. perencanaan, Tindakan, pengamatan

dan refleksi merupakan tahapan dalam PAR dengan menggunakan alur kurt (Lewin,

1946).

Proses penelitian dapat tercapai melalui berbgai proses siklus eksplorasi,

konstruksi pengetahuan, dan Tindakan pada saat yang berbeda dalam proses

penelitian. Peserta diharapkan terlibat dalam PAR, dimana mereka secara Bersama-

sama membahas aspek integral dari proses penelitian contohnya pertanyaan tentang

siapa yang diuntungkan dari proyek Participatory action research (PAR); apa yang

dimaksud dengan data; bagaimana pengambilan keputusan akan dilaksanakan; dan

bagaimana, dan kepada siapa, informasi yang dihasilkan dalam proyek

Participatory action research (PAR) akan disebarluaskan. Seiring berkembangnya

proses Participatory action research (PAR), pertanyaan lainnya kembali

diproblematisasikan dalam refleksi kritis dan di antara para actor yang berpatisipasi.

Dengans ecara aktif terlibat dalam dialog kritis dan refleksi kolektif, para peserta
54

participatory action research (PAR) menyadari bahwa mereka memiliki

kepentingan dalam keseluruhan proyek. Dengan demikian, Participatory action

research (PAR) menjadi sebuah proses dialektis yang hidup, mengubah peneliti,

partisipan, dan situasi dimana mereka melakukan Tindakan (McTaggart, 1997a;

McIntyre, 2004).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pekayon Kecamatan Sukadiri Kabupaten

Tangerang, dengan pendekatan partisipasi keluarga dengan balita underweight

melalui konsep makan berbasis budaya sunda papadangan dengan target semua

balita baik balita gizi baik maupun balita underweight. Alasan pemilihan lokasi

penelitian di Desa Pekayon Sukadiri Kabupaten Tangerang karena kasus banyak

terjadi di wilayah tersebut dari total 300 balita terdapat 10 orang yang mengalami

gizi buruk ada 3 orang, 10 orang underweight dan sisanya balita gizi baik. Alasan

peneliti memilih lokasi penelitian di Kabupaten Tangerang adalah Kabupaten

Tangerang memiliki angka underweight masih tinggi yaitu diatas 13 persen dari

total balita yang ada dan Kabupaten Tangerang merupakan kawasan industri

penyangga ibukota yang seharusnya angka gizi buruk dapat dikendalikan dengan

baik namun sebaliknya angka gizi buruk di Kabupaten Tangerang malah tinggi.

Peneliti sangat tertarik dengan kejadian underweight yang terjadi di Kabupaten

Tangerang hingga kasus underweight dapat teratasi. Waktu penelitian direncanakan

mulai 2022 hingga 2024, yang di awali dari survei pendahuluan, penyusunan

proposal, penelitian dan penyusunan hasil penelitian hingga menarasikan strategi


55

baru pemberdayaan masyarakat dalam upaya mengatasi masalah gizi pada balita

dengan perilaku makan berbasis papadangan.

Tabel 2
Rencana Kegiatan Penelitian modifikasi dan revitalisasi Budaya makan
Papadangan sebagai strategi Pencegahan Masalah Underweight Anak Balita Pada
di Desa Pekayon Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang
Waktu Kegiatan
Januari 2023 Melakukan finishing persiapan proposal disertasi yang akan
diajukan pada seminar proposal.

Februari 2023 Seminar proposal, perbaikan, proses mencetak proposal,


mengurus ethical clearance dan perizinan penelitian.

Maret sampai Juli Menghimpun data kuantitatif di lapangan terhadap keluarga


2023 yang mempunyai anak balita di Desa Pekayon Kecamatan
Sukadiri Kabupaten Tangerang. Melaksanakan wawancara
mendalam kepada tenaga gizi dinas kesehatan kabupaten
Tangerang, kabid gizi Kabupaten Tangerang, kepala desa
Pekayon, Tenaga Gizi Puskesmas Sukadiri, sekretaris desa,
bidan desa, kepala lingkungan dan kader Posyandu dan
responden yang dikumpulkan data kuantitatif.

September Analisis data kuantitatif dan data kualitatif. Data hasil


sampai Desember indepth interview dilakukan penyusunan dalam pembuatan
2023 transkip dari hasil wawancara. Kemudian pada tahap
selanjutnya analisis dilakukan untuk Menyusun kategorisasi
data, melanjutkan pembuatan subtema, sampai
menghasilkan tema yang merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi status gizi balita didesa pekayon.

Interkasi yang dilakukan Bersama partisipan. Mulai dari


interaksi dengan masyarakat khususnya pada keluarga balita
di desa Pekayon menentukan partisipan, dan membangun
rapport dengan partisipan
(bersambung)
56

Tabel 3
Rencana Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Pencegahan Underweight Anak Balita
Melalui modifikasi dan revitialisasi budaya makan papadangan di Desa Pekayon
Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang

Waktu Kegiatan
April 2023 s/d Pelaksanaan action research dikeluarga dengan balita.
Juli 2023 Interkasi dilakukan dengan 20 keluaarga partisipan untuk
pelaksanaan intervensi pada siklus pertama.

Analisis data action research. Pengamatan dilakukan dari


hasil aksi, dan evaluasi terhadap intervensi pada siklus
pertama.

Agustus 2023 s/d Pelaksanaan action research di rumah tangga dan interaksi
Oktober 2023 dengan 30 keluarga partisipan untuk pelaksanaan intervensi
siklus kedua.

Analisis data aksi dalam penelitian yaitu melakukan


pengamatan hasil aksi, evaluasi terhadap intervensi pada
siklus kedua.

November 2023 Menyusun hasil penelitian dilakukan secara terus menerus


s/d Februari 2024 mulai dari hasil analisis kuantitatif dan kualitatif dan
dilanjutkan dengan hasil action research.

Pemilihan Informan

Informan Penelitian. Informan pada penelitian merupakan keluarga balita,

baik yang mempunyai anak balita dengan underweight atau anak balita dengan

berat badan normal di Desa Pekayon Kecamatan Sukdiri Kabupaten Tangerang.

Informan pendukung juga diambil kader, tenaga kesehatan dari puskesmas

termasuk tenaga gizi, kepala desa dan pihak terkait yang ditemukan di lapangan.

Jumlah informan, sesuai dengan kecukupan informasi yang diperoleh atau

mencapai saturasi data. Teknik pengambilan informan menggunakan snow ball.

Partisipasi masyarakat akan dipilih dari keluarga yang memiliki anak

dengan batasan usia 22 sampai 59 bulan dengan kriteria balita dengan berat badan
57

normal, underweight dan severely underweight. Aksi ditentukan berdasrkan hasil

diskusi dengan masyarakat setempat di lokasi penelitian, untuk menentukan aturan

yang dibuat untuk implementasi makan bersama dalam papadangan, termasuk

makanan yang dibawa, waktu dan jumlah peserta. Rencana yang diajukan peneliti

akan didiskusikan bersama, sebagai contoh akan dipaparkan seperti, berkumpul

bersama untuk satu kali makan papadangan dengan alokasi waktu selama 60 menit,

3x seminggu dalam sebulan dengan harapan selama proses makan balita

papadangan dapat menaikan berat badan balita dan menaikan nafsu makan balita

yang sulit makan. Partisipan akan memiliki fungsi sebagai agen pelaku perubahan

pola makan balita yang memiliki masalah underweight melalui partisipasi aksi

dengan pendekatan budaya makan suku sunda yaitu papadangan, kemudian

bergerak bersama dan bersinergi dalam pelaksanaan program balita makan bersama

(BMB). Partisipan yang dipilih terutama yang mempunyai komtimen dalam

berpartisipasi dalam perbaikan gizi balita dengan underweight. Partisipan akan

dibagi menjadi beberapa kelompok. Pertama kelompok leader yang terdiri dari

pejabat kelurahan dan tokoh masyarakat. Kelompok kedua terdiri dari anggota

keluarga balita seperti ibu, ayah, kakak, nenek atau saudara lainnya. Kelompok

ketiga terdiri dari balita dengan berat badan normal, balita underweight sebagai

kelompok sasaran dalam implementasi program makan berbasis budaya tersebut.

Definisi konsep Berdasarkan dari kerangka teori dan kerangka fikir penelitian,

maka defenisi konsep dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut, faktor

internal adalah seluruh faktor yang berperan. Secara internal sebagai baseline data

dalam aksi partisipasi masyarakat dalam upaya mengatasi masalah gizi balita yaitu
58

pada keluarga yang memiliki balita dengan berat badan normal dan underweight,

kondisi sosial ekonomi masyarakat yang memiliki perilaku buruk dalam

memberikan makan pada balita. Tokoh pengerak awal, adalah partisipan penelitian

yang juga berperan sebagai tokoh – tokoh perubahan dari partisipasi masyarakat

yang dilakukan. Dinamika perilaku masyarakat dalam memberikan makan pada

balita,fenomena-fenomena dari aktivitas dan dinamika masyarakat yang menjadi

bagian sasaran dari aksi partisipasi yang akan dilakukan.

Siklus Penelitian

Intervensi pada penelitian ini adalah jenis action yang dihasilkan dan

disepakati bersama oleh masyarakat dalam proses PAR. Data yang dikumpulkan

adalah data anak balita underweight dan faktor-faktor yang mempengaruhi, status

gizi dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Selanjutnya dilaksanakan intervensi

strategi pemberian makan berbasis budaya papadangan yang sudah dimodifikasi

dan direvitalisasi sesuai gizi seimbang untuk dilaksanakan pada ibu dengan anak

balita underweight.

Tahap 1. perencanaan. Langkah awal yang peneliti lakukan adalah

mencari informasi awal berkaitan dengan determinan penyebab underweight pada

balita dengan pencegahan melalui budaya makan papadangan. Database ini

nantinya berfungsi untuk proses pemahaman peneliti tentang status gizi pada anak

balita underweight yang terjadi di Desa Pekayon Kecamatan Sukadiri Kabupaten

Tangerang.
59

Dalam tahap ini peneliti mencari informasi tentang keadaan sosial, struktur

masyarakat, serta upaya mengidentifikasi masalah. Tahap ini melakukan, langkah

mengenali kebutuhan agar bisa dibuat desain penelitian yang tepat bagi subjek

penelitian. Tahapan ini dilakukan kegiatan (a) menemukan informan pangkal yang

akan menjadi agent of change yaitu pelaku positive deviance (b) menganalisis

budaya papadangan dan mengembangkan menjadi suatu strategi pencegahan balita

dengan gizi kruang. (c) melakukan pengumpulan data sosial ekonomi keluarga

seperti pendidikan, pengetahuan makanan dan gizi, jumlah anggota keluarga

serumah dan pendapatan keluarga (d) melakukan wawancara mendalam kepada

keluarga yang masih menerapkan budaya makan papadangan (e) melakukan

wawancara mendalam kepada petugas kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten

Tangerang dan tenaga gizi Puskesmas Sukadiri, bidan desa Pekayon tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi status gizi anak balita.

Immersion. melebur atau disebur immersion merupakan Langkah

selanjutnya Bersama dengan masyarakat setempat. Informasi sementara yang

peneliti dapatkan pada riset pendahuluan dijadikan sebagai epdoman untuk berbaur

Bersama masyarakat. Peneliti melakukan pendekatan dan mulai berbincang atau

diskusi dengan masyarakat untuk membicarakan terkait tema strategi pencegahan

underweight melalui budaya makan papadangan dimana dalam kegiatan beberapa

warga berkumpul untuk melakukan makan Bersama dengan balita lain.

Perumusan action. Setelah proses immersion dilakukan, tahap berikutnya

yaitu mengajak masyarakat untuk memilih solusi terhadap masalah yang ada di

masyarakat. Tujuan kegiatan ini yaitu mengajak masyarakat untuk ikut


60

berpartisipasi dalam rangka membuat kondisi sosial menjadi lebih baik, sesuai

dengan prinsip Participatory Action Research. Langkah mengumpulkan informasi

sebanyak mungkin dan langkah partisipatif merumuskan aksi bersama dalam

mendorong perubahan. Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah mencari

potensi dan menyelesaikan masalah yang ada pada masyarakat melalui indepth

interview kepada kepala keluarga, tokoh agama, tokoh masyarakat, tenaga

kesehatan, untuk mengambil keputusan bersama tentang intervensi yang akan

diberikan kepada keluarga dengan anak balita underweight dilakukan analisa

SWOT berdasarkan hasil wawancara kepada partisipan dan observasi terhadap

kegiatan yang dilakukan partisipan.

Tahap 2. Tindakan atau action. Peneliti bersama dengan kelompok

masyarakat yang ada merencanakan kegiatan yang membawa perubahan pada

keluarga dengan balita underweight. Langkah mengimplementasikan rumusan aksi

bersama yang telah direncanakan pada aksi sebelumnya. Rencana kegiatan yang

dilakukan adalah implementasi program berdasarkan hasil indepth interview yang

telah disepakati (pembinaan pemberdayaan masyarakat dalam merubah tindakan

dan perilaku) dengan kolaborasi pendekatan budaya papadangan. Pada tahapan ini

kegiatan yang dilakukan dengan mengembangkan budaya makan papadangan

dengan unsur gizi seimbang. Pengayaan materi pada budaya papadangan dan

memberikan intervensi yang telah disepakati dengan masyarakat pada keluarga

dengan balita gizi kurang dengan kolaborasi pemberdayaan keluarga dengan

menerapkan budaya papadangan. Pendekatan budaya papadangan didasarkan pada

premis bahwa solusi untuk masalah komunitas sudah ada di dalam komunitas dan
61

hanya perlu ditemukan dan solusi, modifikasi dan revitalisasi Papadangan yang

ditemukan didalam komunitas lebih berkelanjutan daripada solusi yang dibawa ke

komunitas dari luar (The Core Group, 2003).

Program problem sloving (pemecahan masalah) persoalan proses perubahan

tidak hanya sekdar untuk menyelsaikan persoalan itu sendiri, melainkan merupakan

proses dalam pembelajaran partisipan dan potensi dari kearifan lokal masyarakat

suku sunda tentang budaya makan papadangan., sehingga terbangun pranata dan

kebiasan baru baik dalam komunitas tersebut yang dapat kepada masyarakat sekitar.

Mengkomunikasikan action. Mengkomunikasikan hasil rumusan yang

dihimpun berdasarkan hasil wawancara mendalam dan membuat kesepakatan untuk

pelaksanaan action. Melaksanakan action pencegahan masalah gizi anak balita

melalui modifikasi dan revitalisasi budaya makan papadangan sebagai strategi

pencegahan underweight. Melaksanakan action merupakan hasil analisis temuan

lapangan. Action atau tindakan dilakukan dalam rentang waktu minimal selama

empat bulan. Action merupakan promosi pendidikan gizi dan pangan lokal melalui

pengembangan budaya papadangan pada keluarga dengan balita underweight.

Melaksanakan budaya makan papadangan melalui pengembangan budaya

papadangan yang terdiri dari kegiatan, yaitu : (1) promosi budaya makan kepada

partisipan yang mempunyai anak balita dengan masalah status gizi tentang pola

asuh, pola makan serta sanitasi dan higiene anak balita , (2) melakukan modifikasi

budaya makan papadangan sebagai strategi pencegahan underweight pada balita (3)

merevitalisasi budaya makan papadangan untuk diterapkan pada balita dengan

underweight dengan menyisipi unsur gizi seimbang.


62

Langkah 3 memverifikasi proses perubahan. Dalam operasi, perubahan

yang telah terjadi diperiksa secara kritis. Pada fase ini semua informasi

direkonsiliasi, dalam proses evaluasi yang dilakukan untuk menanggapi langkah-

langkah yang dilaksanakan, dipertimbangkan kekurangan, kekuatan, kelemahan

dan kekuatan dari langkah-langkah pemberdayaan yang dilaksanakan. Berdasarkan

hasil penelitian, proses pembelajaran masyarakat dan program aksi yang

dilaksanakan, peneliti dan masyarakat merefleksikan semua proses dan hasil yang

dicapai (dari awal sampai akhir). Pada tahapan ini dilakukan wawancara

pengukuran pengetahuan, sikap dalam pola asih anak, kebiasaan pemberian makan

anak (asupan zat gizi dan keragaman pangan anak balita) serta sanitasi dan higiene

anak balita, waktu pemberian makan dan status Imunisasi dasar lengkap.

Refleksi. Kegiatan yang tidak berhasil dikaji bersama-sama partisipan,

pelaku budaya papadangan dan peneliti serta kader kesehatan yang ada di Desa

Pekayon Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, untuk

melakukan rencana ulang kegiatan intervensi yang membuat perubahan pada

responden. Fenomena yang didapat dari hasil riset yang terdapat di lapangan, proses

pembelajaran bersama keluarga yaitu proses pencegahan masalah gizi anak balita

melalui pengembangan budaya papadangan pada kelaurga dengan balita

underweight aksi yang sudah terlaksana merupakan bagian dari program-program

aksi pada keluarga, peneliti bersama dengan keluarga partisipan merefleksi semua

proses, hasil yang diperoleh dan keputusan terhadap pendidikan gizi dan budaya

papadangan.
63

Merencanakan ulang kegiatan intervensi. Kegiatan pada siklus satu

Bersama dengan kelompok dan peneliti melakukan diskusi semua kegiatan pada

siklus satu dan membuat perbaikan dan rencana baru sebagai tindak lanjut dari

siklus sebelumnya. Perencanaan pada siklus II akan disepakati bersama dengan

partisipan, pelaku budaya makan papadangan dan peneliti.

Melakukan intervensi dan mengamati kembali. kesepakan berdasarkan

rencana yang telah dibuat dilakukan secara Bersama - sama oleh partisipan, tokoh

masyarakat, ahli budaya yang diikuti Bersama oleh peneliti dan masyarakat.

Mengkaji kembali dan evaluasi keberhasilan intervensi yang

diberikan. Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II akan dievaluasi pengetahuan,

sikap dalam pola asuh anak, pola pemberianmakan pada anak (asupan zat gizi dan

keragaman pangan anak balita) serta sanitasi dan higiene anak balita, waktu

pemberian makan dan lokasi dilaksanakannya budaya papadangan. Pada tahapan

ini juga dilakukan pengukuran status gizi anak balita.

Pertimbangan etik atau yang disebut ethical clearance yang akan

diusulkan dan dipakai oleh peneliti dengan memberikan kebebasan pada partisipan

(outonomy), berbuat baik (beneficience), tidak merugikan (non maleficience), serta

kerahasiaan (confidentiality). Pada prinsip outonomy dilaksanakan dengan cara

meminta persetujuan (informed consent) sampel penelitian, informasi penelitian

dan partisipan penelitian ketika menandatangani informed consent serta komitmen

aksi dalam serta pengisian. Self report dari semua rangkaian prinsip beneficience

dilaksanakan berbagai rangkaian kegiatan yang sesuai dengan rangkaian kegiatan

dan prosedur penelitian. Kemudian penelitian juga dapat memberi manfaat pada
64

partisipan dan masyarakat dalam meminimalkan hal yang merugikan partisipan dan

masyarakat (non maleficience). Penelitian ini harus menjaga kerahasiaan identitias

sampel, informan, dan partisipan penelitian dengan memberikan kode pada setiap

instrumen yang diberikan dalam memenuhi prinsip confidentiality. Pertimbangan

etik penelitian diputuskan tidak bertentangan dengan nilai norma dan kemanusiaan

nomor (di isi dari komisi etik) Pertimbangan etik (ethical clearance) harus

dilakukan oleh peneliti dalam memenuhi syarat sebelum melakukan penelitian di

lapangan. Tujuan dari pertimbangan etik tentunya dapat memberikan norma dan

kaidah yang berlaku dalam penelitian agar peneliti selalu berada dalam koridor

peneltian yang baik dan benar, tidak melanggar HAM, dan tentunya menghasilkan

penelitian yang bermanfaat.

Instrumen Penelitian

Denzin & Lincoln (2005) berpendapat bahwa instrumen penelitian atau alat

penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Dalam penelitian kualitatif, peneliti

adalah kunci terpenting untuk menemukan fakta lapangan dan peneliti adalah alat

yang tepat untuk menemukan data penelitian kualitatif. Alat bantu yang digunakan

dalam proses pengumpulan data adalah : a)Formulir mengukur status gizi balita,

b)Formulir recall-24 jam digunakan untuk mencatat jenis dan jumlah makanan yang

dikonsumsi anak balita dalam ukuran rumah tangga dan ukuran porsi makan anak

balita dengan tujuan untuk mengukur status gizi balita, c) Formulir pengukuran

antropometri untuk menentukan status gizi anak balita, d)Formulir kuesioner

digunakan untuk panduan wawancara dalam mendata keluarga, e) Pedoman


65

observasi dan wawancara mendalam, f) Buku catatan, alat tulis, notebook dan

kamera.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Proses

pengumpulan data dalam penelitian ini :

Wawancara. Wawancara dilakukan dengan dua cara yaitu wawancara

menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam (indepth interview).

Wawancara menggunakan Kuesioner pengumpulan data yang disusun secara

terstruktur meliputi tentang karakteristik keluarga seperti waktu makan, kebiasaan

makan dan siapa saja yang terlibat dalam proses kebudayaan makan papdangan,

dan status gizi anak balita. Wawancara mendalam (indepth interview) difokuskan

kepada pertanyaan penelitian yang sebelumnya telah disusun ke dalam interview

guide dengan tujuan agar pertanyaan yang disampaikan tetap fokus pada perumusan

masalah

Tehnik observasi (pengamatan). Observasi dilakukan peneliti untuk

mengamati dan melihat langsung dengan dekat pola dan kebiasaan makan serta

faktor-faktor yang mempengaruhinya pada keluarga yang mempunyai anak balita

yang underweight. Observasi yang dilakukan peneliti perlu membuka dan menjalin

kerjasama yang baik dengan informannya. Mengumpulkan data yang akurat,

peneliti tinggal di lingkungan informan. Pengamatan partisipatif langsung

dilakukan oleh peneliti dengan berinteraksi dengan keluarga yang menerapkan

kebiasaan makan Papadangan yang mempunyai balita Gizi Baik dan informan
66

lainnya (seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tenaga kesehatan, kader dan

tenaga dari dinas kesehatan)

Penyuluhan dan konseling gizi. Penyuluhan dan konseling dilakukan

untuk memberikan informasi kepada subjek penelitian, kelompok pendukung para

pihak yang dilibatkan. Pertemuan penyuluhan dan konseling ini juga untuk

memperkuat subjek dan kelompok pendukung untuk melakukan program yang baru

dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah dilakukan pada saat focus group

disscusion (FGD). Kegiatan penyuluhan dan konseling guna pembinaan

pemberdayaan masyarakat dalam merubah perilaku untuk menuju status gizi balita

yang lebih baik.

Uji validitas data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi data.

Peneliti memastikan bahwa buku harian wawancara dan buku harian observasi para

informan dikumpulkan, kemudian meninjau materi dalam buku harian wawancara

untuk memastikan tidak ada informasi yang bertentangan antara catatan

wawancara, catatan observasi, sesi konseling dan konsultasi. Ketika terdapat

perbedaan data yang tidak signifikan, peneliti menelusuri sumber perbedaan

tersebut dan mengkonfirmasi perbedaan tersebut dengan informan dan sumber

lainnya.

Proses triangulasi berlanjut melalui pengumpulan data dan analisis data

sampai suatu saat peneliti yakin tidak ada lagi perbedaan. Metode triangulasi yang

digunakan meliputi: (a) membandingkan data observasi dengan data wawancara,

(b) membandingkan observasi dan perilaku sendiri dengan orang lain, (c)

membandingkan data dokumenter dengan wawancara, (d) membandingkan hasil


67

dengan teori, teknik ini digunakan untuk mengungkapkan hasil sebelumnya berupa

diskusi dengan atasan dan rekan kerja.

Data yang dikumpulkan

Data karakteristik keluarga. Data yang dikumpulkan adalah pendapatan,

jumlah anggota keluarga dan pengeluaran untuk pangan dilakukan dengan

wawancara menggunakan formulir kuesioner

Pengetahuan dan perilaku. Perubahan pengetahuan dan perilaku

partisipan terhadap intervensi yang diberikan kepada partisipan melalui pendekatan

budaya makan papadangan. Pengetahuan dan perilaku para peserta yang

dikumpulkan adalah pola asuh anak, pemberian makan anak, keragaman makanan

yang diberikan sesuai gizi seimbang dan sanitasi dan higiene makan anak.

Status gizi anak balita. Status gizi balita yang diukur menggunakan indeks

BB/U (berat badan menurut umur) dan PB/U,TB/U (panjang badan atau tinggi

badan menurut umur). Pengumpulan data dilakukan dengan cara : Anak balita

ditimbang dan diukur tinggi badannya untuk menentukan status gizi. Usia anak

dalam beberapa bulan dinilai dengan menggunakan dua sumber, pertama dari

jawaban ibu ketika diwawancarai, dan kedua berdasarkan tanggal lahir yang

tercantum pada kartu / catatan pemantauan kesehatan di “posyandu”. Jika bulan

tidak cocok, digunakan registrasi "posyandu" sebagai sumber utama.

Budaya makan papadangan. Pendekatan budaya makan papadangan untuk

mengidentifikasi berbagai perilaku keluarga yang menerapkan kebiasaan makan

berbasis budaya makan papadangan memiliki anak balita status gizi baik tetapi
68

dapat diterapkan pada keluarga yang memiliki balita underweight di Desa Pekayon.

Perilaku keluarga yang positif menularkan kebiasaan positif tersebut kepada

keluarga yang lain yang mempunyai anak balita stunting atau kurang gizi atau

wasting. Perilaku positif yang ditularkan berupa pemberian makanan kepada anak

balita, pengasuhan, kebersihan, dan mendapatkan pelayanan kesehatan. Intervensi

yang telah disepakati dengan partisipan dalam penelitian ini dipromosikan oleh

pelaku yang memodifikasi dan merevilisasi budaya makan papadangan. Budaya

makan Papadangan dilakukan sangat sederhana ketika anak mengalami kesulitan

makan biasanya para keluarga akan mengajak tiga sampai lima balita untuk makan

bersama dengan harapan makanan yang dibawa cepat habis. Kebiasaan makan

papadangan dilakukan di luar rumah biasanya di teras rumah, di pos desa dan di

area terbuka lainnya. Kebiasaan makan papadangan selalu dijadikan alternative

ketika anak balita mengalami kesulitan makan, namun kebiasaan makan

papadangan klasik tidak menerapkan berbagai aturan yang jelas terkait keragaman

makanan, kandungan gizi, dan kebersihan makan. Budaya makan papadangan yang

akan dilakukan modifikasi dan revitalisasi tentunya akan disisipi unsur gizi

seimbang dan kebersihan makan yang dikonsumsi balita, Selain itu waktu

pemberian makan pun disetting dengan memperhatikan waktu yang baik dilakukan

pemberian makan pada balita. Waktu makan yang baik pada balita dilakukan pada

pagi hari, siang hari dan sore hari. Selain berbagi makanan pada budaya makan

papadangan peneliti berharap para orang tua yang mengikuti kegiatan budaya

makan papadangan saling memberikan informasi Kesehatan seperti Imunisasi dasar


69

lengkap, tumbuh kembang anak baik motorik kasar dan motorik halus, serta

penanganan anak balita sakit dirumah.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data. Bahan penelitian yang terkumpul diolah secara manual

di komputer. Hasilnya disajikan dalam bentuk teks dan tabel

Analisis data. Analisis data dilakukan dengan tehnik on going analysis

yaitu analisis yang terjadi di lapangan berdasarkan data-data yang diperoleh. Data

yang bersifat kuantitatif akan dianalisis menggunakan program SPSS berupa

analisis univariat dan bivariat. Data yang bersifat kuantitatif adalah status gizi

balita, usia, pola konsumsi balita, waktu makan balita dan frekuensi makan balita

(keragaman pangan dan asupan zat gizi), pengetahuan gizi, Imunisasi dasar

lengkap, sanitasi dan higiene anak balita serta status gizi anak balita. Analisis data

kualitatif dilakukan setelah pengumpulan data yang meliputi reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Reduksi data ini merupakan tehnik mengumpulkan informasi yang

memfokuskan pada hal-hal yang berkaitan kebiasaan makan balita yang

menerapkan budaya makan papadangan dan yang tidak menerapkan budaya makan

papadangan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah gizi. Data yang

dihasilkan dari reduksi data akan memberi gambaran yang lebih jelas tentang hasil

pengamatan.

Penyajian data adalah cara menyajikan data dalam bentuk tabel dan

menyajikan berbagai informasi dari data yang dianalisis untuk mendapatkan


70

gambaran umum atau bagian tertentu dari penelitian yang dilakukan. Secara teknis,

informasi penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Materi yang

disajikan juga menggambarkan informasi yang ditemukan selama wawancara.

Inferensi dan konfirmasi dibuat untuk menarik kesimpulan dari data yang

dikumpulkan. Pada awalnya, kesimpulannya mungkin masih dipertanyakan, tetapi

dengan bertambahnya pengetahuan dan pengawasan terus menerus selama

penelitian, kesimpulannya mungkin lebih mendalam dan akurat. Kesimpulan juga

didasarkan pada penerimaan dan efektivitas ukuran tertentu.


71

Skema Alur Penelitian

a. Menganalisis kebiasaan makan keluarga suku


1 Perencanaan
sunda dan faktor-faktor lainnya
b. Menilai status gizi balita di desa Pekayon

Kegiatan yang dilakukan


- Menemukan partisipan pangkal (pelaku yang menerapkan budaya makan papadangan)
- Wawancara mendalam dengan subjek penelitian, tokoh masyarakat, tokoh keluarga,
tenaga kesehatan dan tenaga dari dinas kesehatan kabupaten Tangerang

Immersion Melebur bersama masyarakat setempat


2
Kegiatan yang dilakukan : pendekatan kepada masyarakat setempat dengan cara tinggal
di desa Pekayon Sukadiri dengan mengikuti kegiatan Posyandu dan kegiatan sosial
Perumusan action Mengenal potensi dan memilih solusi masalah
3

Kegiatan yang dilakukan :


- mengumpulkan informasi sebanyak mungkin
- indept interview kepada tokoh masyarakat, tenaga kesehatan, dinas Kesehatan
pangan untuk penguatan kebiasaan makan berbasis budaya paapdangan
- merumuskan aksi bersama dalam mendorong perubahan (mengkomunikasikan aksi
yang akan dilaksanakan bersama partisipan dan pelaku budaya makan papadangan)
Implementasi Program Intervensi pendidikan
Tindakan atau action
4 gizi dan penerapan kebiasaan makan budaya
makan papadangan pada balita underweight

Kegiatan yang dilakukan :


Promosi makan berbasis budaya Papdangan oleh keluarga yang memiliki anak balita
underweight melalui kegiatan pendidikan gizi berbasis budaya dipandu oleh peneliti yang
sudah modifikasi makan papdangan yang akan diterapkan pada balita underweight
- Mengulas secara kritis tentang perubahan yang
5 Melakukan dan terjadi setelah intervensi yang dilakukan bersama-
mengamati proses sama partisipan
perubahan
Kegiatan yang dilakukan :
- wawancara kepada tentang proses intervensi yang diberikan
- Pengukuran pengetahuan, sikap dan ketrampilan partisipan tentang penerapan makan
berbasis budaya papadangan yang memperhatikan gizi seimbang, praktik pemberian
makan dan makanana hygiene pada anak balita

Refleksi - Kegiatan yang sudah dilakukan dikaji bersama-sama


partisipan yang memiliki balita underweight dengan
6 menerapkan budaya makan papadangan

Kegiatan yang dilakukan :


Siklus I - menanggapi aksi-aksi yang telah dilaksanakan dengan mempertimbangkan kekurangan,
kelebihan, kelemahan dan kekuatan dari aksi pemberdayaan yang telah dilakukan
72

Merencanakan ulang - Mengkaji kegiatan yang tidak berhasil


intervensi Siklus - Mendiskusikan kembali intervensi yang akan
7 kedua diberikan

Melakukan Melaksanakan secara bersama-sama intervensi


intervensi dan makan berbasis budaya makan papadangan
8 mengamati kembali dengan kelompok yang lebih kecil lagi (3 – 4
orang)

- Mengkaji keberhasilan kegiatan yang telah


Mengkaji kembali dan
dilakukan pada siklus kedua bersama
evaluasi keberhasilan partisipan yang menerapkan budaya
9 intervensi yang papadangan
diberikan - Komitment melaksanakan budaya makan
papadangan

Kegiatan yang dilakukan :


- Menilai keseluruhan penelitian PAR yang telah dilakukan
Siklus II - Menilai status gizi anak balita
- Penilaian perubahan perilaku kebiasaan makan yang baik
- Sosialisasi hasil penelitian
- Advokasi kepada pemegang kebijakan

Gambar 5. Skema alur penelitian


73

Daftar Pustaka

Admin. (2008). Marasmus, http//www.library.usu.co.id diakses tanggal 22 Oktober


2021.
Afriyanto. (2010). Keperawatan Dengan Kurang Gizi. Jakarta : EGC
Almatsier, S. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Alshammari, G.M., Osman, M.A., Alabdulkarem, K.B., Alsoghair, S.M.,
Mohammed, M.A., Al-Harbi, L.N. and Yahya, M.A., (2022). The effect of
dietary behaviors on the nutritional status and associated factors of Yemeni
students in Saudi Arabia. PloS one, 17(5), p.e0268659.
Andadari, D.P.P.S. & Mahmudiono, T., (2017). Keragaman Pangan dan Tingkat
Kecukupan Energi serta Protein Pada Balita. Amerta Nutrition, 1(3), pp.172-
179.
Andriani, M. & Wirjatmadi, B., (2014). Gizi dan Kesehatan Balita Peranan Mikro
Zinc Pada Pertumbuhan Balita. Jakarta: Kencana.
Aprillia, Y.T., Mawarni, E.S. and Agustina, S., (2020). Pengetahuan ibu tentang
makanan pendamping ASI (MP-ASI). Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 9(2), pp.865-872.
Argyris, C. and Schön, D.A., (1989). Participatory action research and action
science compared: A commentary. American behavioral scientist, 32(5),
pp.612-623.
Aritonang, Irianton. (2013). Memantau dan Menilai Status Gizi Anak. Yogyakarta:
Leutika Books.
Baliawati, D. (2010). Pola Makan anak Balita. Jakarta: Penebar Swadaya.
Bandoh, D. A. & Kenu, E., (2017). Dietary diversity and nutritional adequacy of
under-fives in a fishing community in the central region of Ghana. BMC
Nutrition, 3(1), 2. https://doi.org/10.1186/s40795-016-0120-4.
Boog, B.W., (2003). The emancipatory character of action research, its history and
the present state of the art. Journal of Community & Applied Social
Psychology, 13(6), pp.426-438.
Bourges, H., Sotomayor, A., Mendoza, E. and Chavez, A., (1971). Utilization of
the alga Spirulina as a protein source. Nutrition Reports International, 4(1),
pp.31-43.
Brown, L. R. (1982). Building a Sustainable Society. Society. 19 (2).
Caldwell, H.D., Kromhout, J. and Schachter, J., (1981). Purification and partial
characterization of the major outer membrane protein of Chlamydia
trachomatis. Infection and immunity, 31(3), pp.1161-1176.
Creswell Jhon W. (2012). Educational Research Planning, Conducting, and
74

Evaluating Quantitative and Qualitative Research (Fourth Edi). Pearson.


De Oliveira, E.C.V., Madruga, F.P., Retondario, A., Jagher, A., de Oliveira, P.D.P.,
Alves, R.C., Almeida, C.C.B. and de Cerqueira, M.M.O., (2022). School food
in child daycare centers: Poor in macro and micronutrients. Clinical Nutrition
Open Science.
Dorado, J.B., Azaña, G.P., Viajar, R.V., Ramirez, M.A.R.M., Ferrer, E.B., Buyco,
N.G., Aguila, D.V. and Capanzana, M.V., (2020). Assessing school-lunch
feeding and nutrition education strategy for healthier kids in selected
Philippine public schools. Nutrition and Health, 26(3), pp.231-242.
Departemen Kesehatan RI (Depkes RI). (2005). Pemeliharaan Gizi Paripurna,
Departemen Kesehatan Indonesia.
Departemen Kesehatan RI (Depkes RI). (2007). Program Perbaikan Gizi Makro,
Akses 15 September 2021 http://gizi.depkes.go.id/kebijakan-
gizi/download/GIZI MAKRO.doc.
Departemen Kesehatan RI (Depkes RI). (2008). Pedoman Pelaksanaan Respon
Cepat Penanggulangan Gizi Buruk.
Departemen Kesehatan RI (Depkes RI). (2009). Profil Kesehatan Tahun 2008.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI (Depkes RI). (2010). Profil Kesehatan Indonesia,
Jakarta.
Devi, N. (2010). Nutrition and food: gizi untuk keluarga. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Engle, P. L., Menon, P., & Haddad, L. (1997). Care and nutrition: Concepts and
measurement. Washington DC: International Food Policy Research Institute.
Food and Agriculture Organization (FAO). (2010). Guidelines for measuring
household and individual dietary diversity. European Union.
Freira, S., Fonseca, H., Williams, G., Ribeiro, M., Pena, F., do Céu Machado, M.
and Lemos, M.S., (2019). Quality-of-life outcomes of a weight management
program for adolescents based on motivational interviewing. Patient
Education and Counseling, 102(4), pp.718-725.
García-Blanco, L., Berasaluce, A., Romanos-Nanclares, A., Martínez-González,
M.Á., Moreno-Galarraga, L. and Martín-Calvo, N., (2022). Parental
perception of child's weight, their attitudes towards child's dietary habits and
the risk of obesity. World Journal of Pediatrics, pp.1-8.
Gaupholm, J., Papadopoulos, A., Asif, A., Dodd, W. and Little, M., (2022). The
influence of food environments on dietary behaviour and nutrition in Southeast
Asia: A systematic scoping review. Nutrition and Health,
p.02601060221112810.
Gemesi, K., Holzmann, S.L., Kaiser, B., Wintergerst, M., Lurz, M., Groh, G.,
75

Böhm, M., Krcmar, H., Gedrich, K., Hauner, H. and Holzapfel, C., (2022).
Stress eating: an online survey of eating behaviours, comfort foods, and
healthy food substitutes in German adults. BMC public health, 22(1), pp.1-12.
Gesteiro, E., García-Carro, A., Aparicio-Ugarriza, R. and González-Gross, M.,
(2022). Eating out of Home: Influence on Nutrition, Health, and Policies: A
Scoping Review. Nutrients, 14(6), p.1265.
Gibney, J., Michael, Barnie, M., Margaret, John, M.K, & Lenore, A., (2009). Gizi
Kesehatan Masyarakat, Jakarta: EGC.
Gibson, E., Stacey, N., Sunderland, T. C. H., and Adhuri, D. S., (2020). Dietary
diversity and fish of mothers and their children in fisher households in
Komodo District, eastern Indonesia. PLoS ONE, 15(4).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0230777.
Gibson, R. (2005). Principal of Nutritional Assessment (II). Oxford University
Press: New York.
Gibson. (2008). Pengukuran Antropometri Anak, Surabaya: PT Amelia.
Gill, F., Leslie, G. and Marshall, A., (2019). Culture Eats Strategy: Involving
Parents in Escalation of Care for the Deteriorating Child. Australian Critical
Care, 32, pp.S2-S3.
Harjatmo,T.P., H.M. Par’i dan S. Wiyono., (2017). Penilaian Status Gizi. Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Jakarta.
Has, D.F.S., (2021). Pemberdayaan Kader Posyandu Dalam Program Pencegahan
Stunting Pada Balita Di Masa Pandemi Covid-19. Indonesian Journal of
Community Dedication in Health (IJCDH), 1(02), pp.7-14.
Hebding, Daniel E. and Leonard Glick., (1994). Introduction to Sociology: A Text
with Readings. Forth Edition. McGraw-Hill Inc dan Philipine Graphic Art Inc,
Pilipina.
Heron, John. (1981). "Philosophical Basis for a New Paradigm," pp. 19-35 in Peter
Reason and John Rowan, eds., Human Inquiry. New York: John Wiley and
Sons.
Hidayat. (2009). Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Hughes. (2016). Socio Cultural factors influencing food consumption patterns in
the black Africa University Of missisipi medical Center. Missisipi:
Departement of Preventive Medicine Jackson.
Huiracocha-Tutiven, L., Orellana-Paucar, A., Abril-Ulloa, V., Huiracocha-Tutiven,
M., Palacios-Santana, G. and Blume, S., (2019). Child development and
nutritional status in Ecuador. Global Pediatric Health, 6,
p.2333794X18821946.
Jamra, V. and Bankwar, V., (2013). Effect Of Short-Term Community Based
Intervention to Reduce the Prevalence of Under Nutrition in Under-Five
Children. National Journal of Community Medicine, 4(03), pp.413-417.
76

Kasmini, W.O., (2017). Pengaruh Dukungan sistem budaya terhadap pola asuh
gizi balita. Semarang: Universitas Diponegoro.
Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas. (2019). Laporan
Pemantuan kinerja Anggaran dan Pembangunan Program Percepatan dan
Penurunan Stunting. Jakarta: Kementerian Keuangan dan Bappenas.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). (2010). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). (2012). Panduan Gerakan Nasional
Sadar Gizi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun
2013. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). (2014). Pedoman Gizi Seimbang.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). (2017). Hasil Pemantauan Status Gizi
(PSG) Balita Tahun 2017. In Kementrian Kesehatan RI. file:///E:/jurnal
skripsi/mau di print/referensi/Buku-Saku-Nasional-PSG-2017_975.pdf.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). (2020). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri
Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Khandelwal, S., Zemore, S.E. and Hemmerling, A., (2018). Nutrition education in
internal medicine residency programs and predictors of residents’ dietary
counseling practices. Journal of medical education and curricular
development, 5, p.2382120518763360.
Khomsan, A. (2007). Study Implementasi Program Gizi: Pemanfaatan, Cakupan
Keefektifan dan Dampak Terhadap Status Gizi, Bogor: Departemen Gizi
Masyarakat Institusi Pertanian Bogor.
Khomsan, D., (2012). Gizi Anak Sekolah. Jakarta: Buku Kompas.
Koentjaraningrat. (1970). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan,
Jakarta.
.(2000). Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Umum.
Koesoemadinata R.P., (1982). Prinsip Sedimentologi: Jilid 2. Jurusan Teknik
Geologi ITB. Bandung.
Lewin, K. (1946). Action Research and Minority Problems. Journal of Social
Issues, 2(4), 34-46.
Liliweri, A. (2002). Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta:
LKiS Yogyakarta. Diakses 20 Oktober 2013 dari http://goo.gl/1EAxrG.
(2004), Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Pustaka Pelajar.
77

Yogyakarta.
Marylin. (2014). Pedoman Gizi Pediatrik Pendekatan Algoritmik. Jakarta: EGC.
Maula, M., (2020). Hubungan Pola Makan Dengan Tingkat Kejadian Hipertensi
Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Tonjong (Doctoral dissertation,
Universitas Peradaban).
McIntyre, A. (2004). Participatory Action Research Qualitative methods Serie 52.
California, USA: A Sage University Paper.
McTaggart, R. (1997a). Participatory Action Research. International Contexts and
Consequences. In The effects of brief mindfulness intervention on acute pain
experience: An examination of individual difference (Vol. 1).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.
Merryana, A. & Bambang, W., (2012). Pengantar Gizi Masyarakat. Kencana.
Naipan, T., Vizcarra, M., Cuevas, C. and Galvez, P., (2022). Family influences on
food choices and nutrition: What does the literature say?. Revista chilena de
nutrición, 49(3), pp.384-390.
Nency, Y. and Arifin, M.T., (2005). Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang.
Jurnal Inovasi Online Kesehatan, Vol.5, No.XVII.
Nilasari, A. (2013). Analisis Hubungan Antara Pendapatan Dengan Proporsi
Pengeluaran Pangan Dan Kecukupan Gizi Rumah Tangga Petani Di
Kabupaten Cilacap.
Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Edisi Revi). PT.
Rineka Cipta.
Novita, W. N. & Widya, R., (2016). Ketersediaan dan Keragaman Pangan serta
Tingkat Ekonomi sebagai Prediktor Status Gizi Balita. Indonesian Journal of
Human Nutrition, 3(1), 80–90.
Okubo, H., Miyake, Y., Sasaki, S., Tanaka, K. and Hirota, Y., (2016). Feeding
practices in early life and later intake of fruit and vegetables among Japanese
toddlers: the Osaka Maternal and Child Health Study. Public health
nutrition, 19(4), pp.650-657.
Pawson, R. and Tilley. N., (1997). Realistic Evaluation. London: SAGE Publication
Ltd.
Perdani, Z.P., Hasan, R. and Nurhasanah, N., (2017). Hubungan praktik pemberian
makan dengan status gizi anak usia 3-5 tahun di Pos Gizi Desa Tegal Kunir
Lor Mauk. Jurnal Jkft, 1(2), pp.9-17.
Priharsiwi. (2006). Potret Buram Anak Indonesia di-Era Otonomi Daerah “Busung
Lapar”. Yogyakarta: Media Pasindo.
Profil Dinkes Kabupaten Tangerang. (2018). Laporan Kasus Gizi. Tangerang:
Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang.
Profil Dinkes Provinsi Banten. (2018). Laporan Gizi Balita. Serang: Dinas
78

Kesehatan Provinsi Banten.


Purnama, N.L.A., Lusmilasari, L. and Julia, M., (2015). Perilaku orang tua dalam
pemberian makan dan status gizi anak usia 2-5 tahun. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia, 11(3), pp.97-104.
Puskesmas Sukadiri. (2022). Laporan Kasus Gizi Balita 2022. Sukadiri: Profil
Puskesmas Sukadiri.
Rachmawati. (2021). Complementary Feeding Practices During Covid-19
Outbreak in Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia, and Its Related Factor.
Yogyakarta: http://eprints.uad.ac.id/id/eprint/24469.
Radiansyah. (2007). Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita, diakses Pada
tanggal 23 September 2021 : http://www.digilib. Unimus.ac.id.
Rahmawati, W., van der Pligt, P., Worsley, A. and Willcox, J.C., (2021).
Indonesian antenatal nutrition education: A qualitative study of healthcare
professional views. Women's Health, 17, p.17455065211066077.
Reason, P., Rowan, J. and Bradbury, H. eds., (1981). Human Inquiry: A Sourcebook
of New Paradigm Research. John Wiley & Sons.
Riskesdas. (2013). Hasil Utama Riskesdas 2013. Jakarta: Kemenkes RI.
Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta: Kemenkes RI.
Safitri, A.M., Pangestuti, D.R. and Aruben, R., (2017). Hubungan Ketahanan
Pangan Keluarga dan Pola Konsumsi dengan Status Gizi Balita Keluarga
Petani (Studi di Desa Jurug Kabupaten Boyolali Tahun 2017). Jurnal
Kesehatan Masyarakat (Undip), 5(3), pp.120-128.
Saidah, H. (2020). Feeding Rule Sebagai Pedoman Penatalaksanaan Kesulitan
Makan pada Balita. Malang: Ahlimedia.
Samsul. (2011). Dampak Gizi Buruk Bagi Anak-Anak Penerus Bangsa, diakses
pada tanggal 27 September 2021 Pukul 18.45
http://samsuljoker.blogspot.com/2011/01/dampak gizi-buruk-bagi-anak-
anak.html.
Santoso, Soegeng. (2005). Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sedin, Å., Landin-Olsson, M. and Cloetens, L., (2022). Nutrient intake and
adherence to the Nordic nutrition recommendations in a Swedish cohort with
abdominal obesity. Nutrition and Health, p.02601060221105751.
Seol, E.M., Koh, C.K. and Kim, E.K., (2020). Critical care nurses’ perceptions of
parenteral and enteral nutrition at the end-of-life in South Korea. Journal of
Palliative Care, 35(2), pp.110-115.
Shilts, M.K., Diaz Rios, L.K., Panarella, K.H., Styne, D.M., Lanoue, L.L., Drake,
C.M., Ontai, L. and Townsend, M.S., (2021). Feasibility of Colocating a
Nutrition Education Program into a Medical Clinic Setting to Facilitate
Pediatric Obesity Prevention. Journal of primary care & community
health, 12, p.21501327211009695.
79

Simatupang, R., (2016). Hubungan Perilaku Ibu Dalam Penimbangan Balita


dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Kota
Sibolga Tahun 2016.
Simelane, K.S. and Worth, S., (2020). Food and nutrition security theory. Food and
Nutrition Bulletin, 41(3), pp.367-379.
Sirajuddin, Sirajuddin, S., Razak, A., Ansariadi, Thaha, R.M. and Sudargo, T.,
(2021). The intervention of maternal nutrition literacy has the potential to
prevent childhood stunting: Randomized control trials. Journal of Public
Health Research, 10(2), pp.jphr-2021.
Sodikin. (2013). Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan, Jakarta: EGC.
Soekanto and Soekanto, S., (1996). Meninjau hukum adat Indonesia: suatu
pengantar untuk mempelajari hukum adat. Raja Grafindo Persada.
Soekirman. (2000). Ilmu Gizi Dan Aplikasinya Untuk Keluarga Dan Masyarakat.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Soenardi, T. (2005). Variasi Makanan Balita. Jakarta: Gramedia.
Soetjiningsih. (2012). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi
Terhadap Status Gizi Balita di Puskesmas Aganjuk Arga Makmur Dimana
Status Ekonomi Keluarga Mempengaruhi Status Gizi Balita, (Skripsi).
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Stringer, E. T. (2007). Action Research (3rd Editio). SAGE Publications Inc.
Sunita, A., Susirah, S., & Moesijanti, S., (2011). Gizi Seimbang dalam Daur
Kehidupan. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Supariasa. (2012). Konsep Dasar Ilmu Riset Dalam Keperawatan Jilid 2, Jakarta:
Nuha Medika.
Supariasa, I.D.N., Bakri, B., dan Fajar, I., (2012). Penilaian Status Gizi, Jakarta:
EGC.
The Core Group. (2003). Positive Deviance/Hearth A Resource Guide for
Sustainably Rehabilitating Malnourished Children. In The Core Group (Issue
February). www.positivedeviance.org/pdf/hearth_book.pdf.
UNICEF. (1988). Program perbaikan gizi makro. UNICEF.
UNICEF. (1998). The State of The World’s Children. Oxford University press.
UNICEF. (2013). Improving child nutrition: the achievable imperative for global
progress. New York: UNICEF, 114.
UNICEF. (2020). Laporan Tahunan 2019 Uniceff: Vol. Mei.
UNICEF / WHO / World Bank Group. (2020). Joint Child Malnutrition Estimates
Key findings. https://doi.org/10.18356/6ef1e09a-en.
Utami, N.H. and Mubasyiroh, R., (2020). Keragaman Makanan dan Hubungannya
dengan Status Gizi Balita: Analisis Survei Konsumsi Makanan Individu
80

(SKMI). Gizi Indonesia, 43(1), pp.37-48.


https://doi.org/10.36457/gizindo.v43i1.467.
Utarini, A. (2020). Penelitian Kualitatif dalam Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Wernio, E., Kłosowska, A., Kuchta, A., Ćwiklińska, A., Sałaga-Zaleska, K.,
Jankowski, M., Kłosowski, P., Wiśniewski, P., Wierzba, J. and Małgorzewicz,
S., (2022). Analysis of Dietary Habits and Nutritional Status of Children with
Down Syndrome in the Context of Lipid and Oxidative Stress
Parameters. Nutrients, 14(12), p.2390.
World Health Organization (WHO). (2006). Multicentre Growth Reference Study
Group. WHO Child Growth Standards: Length/height-for-age, Weight-for-
age, Weight-for-length, Weight-for-height and Body mass index-for-age:
Methods and Development. Geneva: World Health Organization.
World Health Organization (WHO). (2018). Primary Health Care : Closing the gap
Between Public Health and Primary care through integration.
Yu, K., Wu, F. and Eisenberg Colman, M.H., (2021). Low-Income Caregivers’
Attitudes and Behaviors on Children’s Diets: Emergent Themes on Cultural
Influences and Perceived Value of Nutrition Information from Healthcare
Providers. Journal of Primary Care & Community Health, 12.
81

Lampiran 1. Daftar pertanyaan Wawancara


I. Alat yang dibutuhkan :
1. Tape recorder / Camera perekam
2. Alat tulis dan kertas kosong
3. Alat pelindung diri seperti Masker
II. Data Demografi Partisipan
Inisial partisipan :
Umur :
Status perkawinan :
Alamat :
III. Data Wawancara
Waktu wawancara :
Lama wawancara :
Tanggal :
Tempat :
Pewawancara :
IV. Isi wawancara

No. Pertanyaan Penelitian Jawaban Partisipan


Apa yang Bapak / Ibu ketahui tentang
1. budaya makan papadangan yang ada
di desa ini?
Bagaimana Pemahaman Bapak / Ibu
2. terkait pelaksanaan budaya makan
papadangan pada balita ?
Apa manfaat yang didapat dari
3. penerapan budaya makan papadangan
didesa saat ini?
4. Certiakan bagaiamana budaya makan
itu dilakukan pada balita di desa ini?
82

Lampiran 2. Lembar Observasi kegiatan masyarakat menggunakan


Participatory Action Research (PAR)
Nama Peneliti :

Bulan :

Lokasi :

No. Tanggal Hari Nama Partisipan Aktifitas


Papadangan

Keterangan :

Peneliti mengamati perubahan berat badan dan perubahan perilaku masyarakat


melakukan Budaya makan papadangan yang berkaitan dengan kebutuhan
seksualitas pada lansia dan mencatatnya di lembar observasi untuk mendukung
hasil wawancara

Mengetahui,

Kepala Desa RT / RW / Kader

( ) ( )
83

Lampiran 3. Lembar Penjelasan Penelitian

Yang Terhormat,
Calon partisipan di tempat

Sehubungan dengan proses penyelesaian penelitian tugas akhir (Disertasi) yang


sedang Saya jalani di Program Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dengan ini Saya yang
beridentitas di bawah ini:

Nama : Heri Setiawan


Nomor Induk Mahasiswa : 208111002
No Handphone : 085811175250

Akan melaksanakan penelitian tentang “Modifikasi dan Revitalisasi Budaya


Makan Papadangan sebagai Strategi Pencegahan Underweight pada Anak
Balita di Kabupaten Tangerang”. Demi jalannya penelitian tersebut, dengan
penuh rasa hormat, Saya bermaksud memohon kesediaan Bapak/Ibu apabila
berkenan untuk berpartisipasi menjadi partisipan dalam penelitian ini. Berikut
beberapa penjelasan tentang penelitian ini yang dapat Bapak/Ibu baca terlebih
dahulu:

1) Secara garis besar, tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengeksplorasi
persepsi seksualitas pada lansia kaitannya dengan penerapan budaya pisah
ranjang di Desa bumi Jaya Kabupaten Lampung selatan.Penelitian ini
merupakan jenis penelitian kualitatif dimana peneliti akan melakukan
penelitian dengan metode wawancara semi struktur dengan beberapa
pertanyaan terkait pelaksanaan papadangan di desa tersebut
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dasar untuk
penelitian berikutnya dalam menentukan intervensi yang tepat yang berkaitan
dengan pencegahan gizi kurang melalui budaya makan papadangan.
3) Bapak/Ibu memiliki hak untuk menentukan keikutsertaan dalam penelitian ini
tanpa ada unsur keterikatan tertentu dengan peneliti. Meskipun Bapak/Ibu
telah memutuskan untuk berpartisipasi, Bapak/Ibu tetap bisa mundur dalam
kegiatan penelitian kapan saja tanpa adanya sanksi yang diberlakukan.
4) Penelitian ini merupakan penelitian yang meminta Bapak/Ibu untuk bercerita
tentang pengalamannya dengan menjawab pertanyaan yang peneliti ajukan.
Semua jawaban dan data pribadi Bapak/Ibu akan dirahasiakan dan tidak
ada maksud kegunaan lain selain kepentingan dalam hal akademis.
5) Waktu wawancara yang akan dilakukan yaitu selama kurang lebih 60 menit.
84

6) Demi kenyamanan Bapak/Ibu, maka Bapak/Ibu berhak untuk menentukan


lokasi dan waktu yang tepat untuk proses wawancara.
7) Secara umum, penelitian ini tidak menimbulkan risiko bermakna apa pun
sebab tidak ada manipulasi yang diberlakukan pada Bapak/Ibu. Namun,
Bapak/Ibu bisa saja merasa kelelahan atau tidak nyaman ketika sedang
melakukan proses wawancara dengan peneliti.
8) Peneliti menjamin bahwa keikutsertaan Bapak/Ibu benar-benar murni tidak
akan ada keterikatan yang memaksa. Bapak/Ibu berhak undur diri kapan pun.
Bapak/Ibu juga berhak untuk tidak menjawab pertanyaan peneliti apabila
dirasa tidak ingin mengungkapkan.
9) Untuk meminimalisir dampak yang merugikan bagi Bapak/Ibu, peneliti
memastikan bahwa peneliti telah melakukan vaksinasi lengkap sebelum
bertemu Bapak/Ibu. Selain itu, selama proses wawancara berlangsung, peneliti
juga akan menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 agar
Bapak.
10) Peneliti juga menjamin bahwa seluruh partisipan dalam kegiatan penelitian ini
akan diperlakukan sama antara satu dengan yang lainnya tanpa ada yang
dibeda- bedakan. Aspek yang ditanyakan dalam wawancara, rasa hormat,
antisipasi hingga kompensasi seluruh partisipan bernilai sama.
11) Apabila paska wawancara Bapak/Ibu mengalami ketidaknyamanan atau
terdapat keluhan fisik/psikologis, Bapak/Ibu dapat menghubungi Saya selaku
penanggungjawab dalam penelitian ini ke nomor handphone 085811175250.

Demikian surat permohonan ini Kami sampaikan, atas bantuan dan kesediaan
Bapak/Ibu, Kami ucapkan terimakasih.

Tangerang, Januari 2023

Hormat Saya

Heri Setiawan

Peneliti
85

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama :

Usia :

No Handphone :

Alamat :

Telah mendapatkan keterangan secara terinci dan jelas mengenai:

1) Penelitian yang berjudul “Persepsi seksualitas pada lanjut usia kaitannya


dengan budaya “Modifikasi dan Revitalisasi Budaya Makan
Papadangan sebagai Strategi Pencegahan Underweight pada Anak
Balita di Kabupaten Tangerang”
2) Perlakuan yang akan diterapkan pada subjek
3) Manfaat ikut sebagai subjek penelitian
4) Bahaya yang akan timbul dan Hak untuk Undur Diri

Partisipan mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai segala sesuatu


yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh karena itu saya:

BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA*

secara sukarela untuk menjadi partisipan penelitian dengan penuh kesadaran serta
tanpa keterpaksaan. Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sebenar-benarnya
tanpa ada tekanan dari pihak manapun.

_____________, __________ 2023

Peneliti Partisipan

Heri Setiawan ( )

NPM. 208111002

*coret salah satu


86

Lampiran 5. Surat Studi Pendahuluan dari FKM Universitas Sumatera Utara


87

Lampiran 6. Sura jawaban Studi Pendahuluan Dinas Kesehatan Kabupaten


Tangerang.
88

Lampiran 7 : Surat keterangan telah melakukan Studi pendahuluan


89

Lampiran 8. Buku Pegangan Modifikasi dan Revitalisasi penerapan budaya makan


papadanga sebagai strategi pencegahan underweight.

Modifikasi dan Revitalisasi penerapan budaya


makan papadangan sebagai strategi
pencegahan underweight pada Balita di
Tangerang.

Oleh :

Heri Setiawan

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
90

Daftar Isi
Halaman
Pendahuluan…..................................................... 3
Latar Belakang..................................................... 3
Tujuan dan sasaran ............................................ 3
Ruang Lingkup. ................................................... 4
Alur Kegiatan makan Papadangan .................... 5
Gizi seimbang………………………... .................. 6
Penilaian status gizi…… .................................... 11
Langkah Kegiatan Papadanga………………....... 14
Langkah 1 : Identifikasi Status Gizi…… .............. 15
Langkah 2 : Analisis Pemecahan Masalah ........ 17
Langkah 3 : Perencanaan untuk Solusi ............. 19
Langkah 4 : Kesepakatan Keluarga ................... 20
Langkah 5 : Pelaksanaan Kesepakatan ............ 22
Langkah 6 : Monitoring Kegiatan ....................... 25
Langkah 7 : Evaluasi Kegiatan Papadangan ....... 27

BAB 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kebiasaan makan papadangan merupakan kebiasaan makan yang

berasal dari masyarakat suku sunda Provinsi Jawa Barat. Papadangan

biasanya banyak dilakukan oleh keluarga untuk melakukan makan bersama

dengan sanak saudara atau kumpul bersama dengan balita lain dengan

harapan meningkatkan nafsu makan balita. Papadangan ini dapat


91

dilakukan dimana saja, bisa di teras rumah, di kebun, di pos desa dan di

tempat lainnya.

Kebiasaan seperti ini sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan sejak

dahulu dan menjadi budaya dari masyarakat suku Sunda umumnya, dan

disebut sebagai budaya makan “papadangan”, yaitu dengan mengikut

sertakan balita lain antara tiga sampai lima orang untuk makan bersama.

Budaya makan papadangan dapat dijadikan salah satu alternatif

masyarakat dalam meningkatkan nafsu makan balita oleh masyarakat Jawa

Barat khususnya suku Sunda, artinya secara tidak langsung masyarakat

telah melakukan upaya peningkatan gizi pada balita melalui makan

bersama di wilayah tersebut

Modifikasi dan revitalisasi budaya makan papadangan dalam

dugaan sementara penulis dapat dijadikan sebagai suatu strategi

pencegahan underweight, dan dapat dimajukan sebagai kebaharuan dalam

penelitian yang penulis lakukan. Melalui pendekatan budaya papadangan

masyarakat suku sunda Jawa Barat, anak balita mengikuti makan bersama.

Kegiatan ini diharapkan dapat diikuti balita selama kurun waktu enam bulan

dan akan dipantau pertambahan berat badannya selama kurun waktu

tersebut. Kegiatan ini mengharuskan ibu membawa makanan dari rumah

dan dapat membaginya ke ibu lain untuk anak mereka. Selama makan

bersama berlangsung pendamping (kader) menjelaskan kandungan gizi

makanan yang dibawa dan manfaatnya. Kemudian ibu yang mengikuti

kegiatan wajib menjaga kebersihan makanan, serta memastikan makanan


92

tersebut telah dimakan oleh balita tersebut sesuai dengan target yang akan

dicapai.

1.2. Tujuan dan Sasaran


Merancang strategi pencegahan masalah underweight anak balita
melalui modifikasi dan revitalisasi budaya makan papadangan di Desa
Pekayon Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang.
Sasaran dari kegiatan ini adalah balita underweight yang mengalami
kesulitan makan.
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup merupakan batasan batasan beberapa pengertian
yang terkait dengan budaya makan papadangan.
Status Gizi : Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dapat pula diartikan
sebagai tanda fisik yang diakibatkan oleh karena adanya keseimbangan
antara pemasukan dan pengeluaran gizi melalui variabel-variabel tertentu
yaitu indikator status gizi
Papadangan : Budaya makan Bersama balita dengan tujuan
menghabiskan makanan dan ada unsur barter dalam kegiatan tersebut.
Partisipasi : keikutsertaan anggota keluarga dalam kegiatan makan
Bersama atau disebut Papadangan.
Penilaian status gizi :
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat
tanda dan gejala kurnag gizi.
93

1.4. Alur Kegiatan Budaya Makan Papadangan Balita di Masyarakat.

LANGKAH KEGIATAN
Identifikasi kondisi
Menceritakan
sanitasi dasar Observasi
pengalaman.
pada rumah tangga

Analisis Pemecahan Mengelompokkan Memberi tanda baik


Masalah status gizi balita dan kurang baik

Perencanaan untuk Membuat urutan Menentukan


solusi kemudahan solusi pembagian tugas

Kesepakatan Keluarga Menyepakati


pembagian tugas

Pelaksanaan Melaksanakan
Mencatat
budaya makan
kesepakatan pelaksanakan
Papadangan
tugas sanitasi

Monitoring kegiatan Mengecek Mencatat


pelaksanaan tanggapan

Menghitung proporsi Memberi


tugas terlaksana. penghargaan
Evaluasi kegiatan Observasi
94

BAB 1. Peningkatan Status Gizi


1. Gizi Seimbang

Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi
dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan, dan berat badan (BB) ideal.Jika seseorang mengalami
kekurangan gizi, yang terjadi akibat asupan gizi di bawah kebutuhan, maka ia
akan lebih rentan terkena penyakit dan kurang produktif. Sebaliknya, jika
memiliki kelebihan gizi akibat asupan gizi yang melebihi kebutuhan, serta pola
makan yang padat energi (kalori) maka ia akan beresiko terkena berbagai
penyakit seperti diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung dsb. Karena
itu, pedoman gizi seimbang disusun berdasarkan kebutuhan yang berbeda
pada setiap golongan usia, status kesehatan dan aktivitas fisik. Untuk
membantu setiap orang memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat,
kebutuhan asupan gizi divisualisasikan dalam bentuk Tumpeng Gizi Seimbang
(TGS), yang terdiri atas potongan-potongan tumpeng. Luasnya potongan
menunjukkan porsi yang harus dikonsumsi setiap hari. TGS dialasi air putih,
artinya air putih merupakan bagian terbesar dari zat gizi esensial bagi
kehidupan untuk hidup sehat dan aktif.
95

Gambar 1. Menu Gizi Seimbang

2. Budaya makan Papadangan.


Papadangan sangat familiar bagi warga masyarakat yang hidupnya di
pedesaan. Budaya makan papadangan diartikan sebagai makan Bersama
disuatu tempat, dimana para peserta yang terlibat dalam kegiatan papadangan
membawa makanan sendiri dari rumah. Papadangan hanya bermodalkan nasi
dan satu jenis lauk pauk dan kita bisa makan dengan nikmat Bersama dengan
balita lain, karena nantinya makanan yang kita bawa bisa di tukar dengan menu
yang dibawa oleh peserta lain. Papadangan tidak mesti dilakukan ditempat
tertutup seperti rumah maupun ruang beratap, justru kebiasaan orang-orang di
tempat dulu peneliti tinggal, kalau sudah menginjak sore hari tepatnya selepas
sholat ashar, mereka sudah siap menanak nasi untuk di bawa ke sebuah kebun
atau pesawahan. Jadi Papahare/Papadangan bisa pula dilakukan ditempat
terbuka. Papadangan merupakan kebiasaan makan Bersama balita yang sudah
ada sejak lama dan diperkirakan dilakukan pada masyarakat sunda dijaman
kerajaan padjajaran, kegiatan makan Bersama balita dimana terdapat unsur
barter makanan antar balita dengan memperhatikan aspek gizi seimbang
merupakan suatu gagasan budaya yang bermanfaat dalam meningkatkan nafsu
makan anak dan mencegah masalah gizi kurang pada anak balita. Papadangan
dilakukan secara sederhana biasanya dilakukan ditempat yang menyenangkan
sehingga Ketika anak diajak makan Bersama harapannya adalah porsi makan
habis dengan cepat sehingga para orangtua berharap kebiasaan makan
papadangan dapat dilakukan pada balita yang mengalami kesulitan makan.

-
96

Gambar 2.Budaya makan Papadangan

3. Pengukuran berat badan balita

Metode penliaian menggunakan anntropometri berdasarkan pengukuran

secara fisik dan komposisi tubuh Pengukuran antropometri merupakan cara

yang paling sederhana, tercepat, cukup teliti dan mudah dilakukan oleh siapa

saja, dengan atau tanpa pelatihan. Pengukuran antropometri meliputi

parameter seperti tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar

kepala, lingkar dada, lemak subkutan. Dengan bantuan pengukuran

antropometri dapat ditentukan status gizi seseorang, apakah status gizi

tersebut baik, buruk, buruk atau baik. Ada beberapa cara untuk menilai status

gizi yaitu dengan pengukuran langsung yang terdiri dari pengukuran

antropometri, biokimia, klinis, dan biofisik, sedangkan pengukuran tidak

langsung terdiri dari asupan makanan, statistik vital, dan faktor lingkungan

(Gibson, 2008). Menurut World Health Organization (WHO), pengukruan

antropomteri dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan tubuh seseorang.

Indeks antropometri yang sering digunakan sebagai indikator status gizi

adalah:

a. BB/U (berat badan terhadap umur), TB/A (tinggi badan terhadap umur),

BB/TB (berat badan terhadap tinggi badan), IMT/A (indeks massa

terhadap umur) dengan karakteristik atau ambang batas (cutoff) (Hidayat,

2009).

b. Indeks Antropometri berdasarkan tinggi badan menurut umur. Indeks

Tinggi berdasrkan Umur menunjukkan status tinggi badan seorang anak

pada usia tertentu, terlepas dari apakah anak tersebut pendek atau tinggi.
97

Status malnutrisi terkait tinggi/usia menunjukkan keterbelakangan karena

kesehatan dan/atau status gizi yang kurang optimal. Status gizi menurut

indeks ini berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi, kondisi medis, dan

kebiasaan makan yang tidak adekuat (Gibson 2008).

Ambang Batas
Indikator Kaategori Status Gizi
(z-score)
Berat badan sangat kurang
<-3 SD
Berat Badan (severely underweight)
menurut Umur Berat badan kurang - 3 SD sd <- 2
(BB/U) anak (underweight) SD
usia 0 - 60 Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
bulan
Risiko Berat badan lebih1 > +1 SD
Panjang Sangat pendek (severely
<-2 SD
Badan atau stunted)
Tinggi Badan - 3 SD sd <- 2
Pendek (stunted)
menurut Umur SD
(PB/U atau
Normal -2 SD sd + 3 SD
TB/U) anak
usia 0 - 60 Tinggi2 > +3 SD
bulan
Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD
Berat Badan - 3 SD sd <- 2
menurut Underweight (wasted)
SD
Panjang
Badan atau Gizi Baik (normal) -2 SD sd +1 SD
Tinggi Badan
Gizi lebih berisiko > + 1 SD sd +2
(BB/PB atau
(possible risk of overweight) SD
BB/TB) anak
usia 0 - 60 > + 2 SD sd + 3
Gizi lebih (overweight)
bulan SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Indeks Massa Gizi buruk (severely wasted)3 <-3 SD
Tubuh
menurut Umur - 3 SD sd <- 2
Underweight (wasted)3
(IMT/U) anak SD
usia
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
0 - 60 bulan
98

Gizi lebih berisiko > + 1 SD sd + 2


(possible risk of overweight) SD
> + 2 SD sd + 3
Gizi lebih (overweight)
SD
Obesitas (obese) > + 3 SD

BAB 2. Langkah Kegiatan Pemberdayaan Keluarga dalam Pengelolaan


Sanitasi Dasar

Pemberdayaan keluarga balita yang dimaksud dalam panduan ini


adalah upaya memampukan keluarga untuk berpartisipasi melalui
pendampingan dalam pembagian tugas kegiatan budaya makan
papadangan untuk meningkatkan status gizi balita dan mencegah masalah
gizi balita seperti underweight.
Langkah langkah dalam kegiatan budaya makan balita papadangan
sesuai pedoman umum gizi seimbang (PUGS). Langkah yang dilakukan
terdiri dari 7 langkah, yaitu : (1) identifikasi status gizi balita (2) analisis
pemecahan masalah, (3) perencanaan untuk solusi, (4) kesepakatan
keluarga, (5) pelaksanaan kesepakatan, (6) monitoring kegiatan, (7)
evaluasi kegiatan budaya makan papadangan.
Pada setiap langkah akan diuraikan tentang tujuan, perkiraan waktu,
tata cara kegiatan, peran pendamping dan peran keluarga, serta catatan.
Setiap langkah ini akan diaplikasikan pada keluarga di rumah tangga
dengan bantuan pendamping.
Pelaksanaan kegiatan akan menggunakan alat bantu untuk
memudahkan penyampaian dan pemahaman materi yang disampaikan.
Alat bantu yang digunakan adalah gambar gambar, kertas dan karton,
spidol berwarna, selotip, dan lain lain dapat disesuaikan dengan kondisi
pada keluarga.
99

Langkah 1 : Identifikasi Perilaku makan Papadangan


Tujuan : mengetahui manfaat budaya makan Papadangan
Perkiraan waktu : 40 menit
Bahan : Gambar gambar fasilitas dan kegiatan makan papadangan, lembar
observasi status gizi, spidol, kertas berperekat (sticky note), karton, buku
catatan.
Tata cara kegiatan :
- Anggota keluarga diajak berkumpul untuk bersama sama
membicarakan pembagian tugas pemberian makan kepada balita.
- Anggota keluarga diminta menceritakan pengalamannya tentang
kebiasaan makan papadangan yang ada didesa Pekayon Sukadiri
Tangerang.
- Anggota keluarga bersama dengan pemdamping melakukan
observasi statusg gizi balita dengan menggunakan lembar
observasi.
- Setelah selesai bercerita, pendamping meminta anggota keluarga
untuk menuliskan di kertas hal hal yang dikemukakan pada saat
bercerita, untuk membuat konsep makan papadangan. Pemetaan
meliputi hal hal yang sudah baik, dan masalah masalah yang
ditemukan selama melaksanakan budaya makan papadangan.
Hasil yang dicapai : pemetaan kondisi status gizi balita yang menerapkan
budaya makan papadangan.

Catatan :
- mengembangkan diskusi dengan membahas adanya manfaat
menerapkan budaya makan papadangan sebagai pencegahan gizi
kurang pada balita.
- mencatat hal hal penting yang mungkin akan ditindak lanjuti
100

Tabel Peran Pendamping dan Keluarga


Peran Pendamping Peran keluarga

Langkah 2 : Analisis pemecahan masalah


Tujuan : Memahami kondisi status gizi balita yang tidak menerapkan
budaya makan papadangan.
Perkiraan waktu : 45 – 60 menit
Bahan : Tulisan “dilakukan” dan “tidak dilakukan” pada sticky note,
kertas yang berisi tulisan tentang kebiasaan makan papadangan yang telah
ditulis anggota keluarga.
Tata cara kegiatan :
- Persiapkan selembar karton, beri garis pada tengah karton, sehingga
terdapat dua bidang pada karton. Pada bagian atas masing masing
bidang, ditempelkan tulisan “dilakukan” dan “tidak dilakukan”
- Anggota keluarga diminta untuk menempelkan kertas yang telah berisi
tulisan tentang hasil observasi, dan kebiasaan makan papdangan
ditempelkan pada karton, sesuaikan dengan posisi “dilakukan” dan
“tidak dilakukan”
- Mendiskusikan hasil pengelompokan observasi budaya makan
papadangan.
101

Hasil yang dicapai : Balita menerapkan budaya makan papadangan


sebagai strategi pencegahan gizi kurang pada balita.
Catatan :
- Menuliskan hasil pengelompokan pada buku catatan kegiatan
budaya makan papadangan pada balita.

Tabel Peran Pendamping dan Keluarga


Peran Pendamping Peran keluarga

Langkah 3. Perencanaan untuk solusi


Tujuan : Mengembangkan hasil pengelompokan kondisi status gizi
balita yang menerapkan kebiasaan makan papadangan dan balita yang
tidak melakukan budaya makan papadangan menjadi rancangan solusi.
Perkiraan waktu : 40 menit
Bahan : lembaran karton telah berisi pengelompokan kebiasaan
makan papadangan setiap hari “DILAKUKAN” dan “TIDAK DILAKUKAN”,
kertas, spidol. pada sticky note. kemudian menuliskan waktu kebiasaan
makan papadangan dilaksanakan.
Tata cara kegiatan :
- Pendamping menyampaikan bahwa kita sudah mengetahui hal hal yang
perlu dipertahankan dan yang perlu diperbaiki. Kita akan membuat suatu
perencanaan pencegahan masalah gizi kurang pada balita.
102

- Anggota keluarga diminta untuk membuat urutan kegiatan yang akan


dilakukan dengan kriteria “SANGAT MUDAH”, “MUDAH” dan “SUKAR”
dan siapa yang melakukan, agar seluruh keluarga terlibat dalam
kebiasaan makan papadangan.
- Pendamping mengingatkan kembali bahwa kebiasaan makan
papadangan akan dilaksanakan dengan kerjasama seluruh anggota
keluarga, tidak terfokus hanya pada ibu.
Hasil yang dicapai : Perencanaan kegiatan makan Bersama balita
dilaksanakan setiap hari dengan melibatkan seluruh anggota keluarga.
Catatan :
- Hasil yang dicapai diletakkan pada dinding rumah, untuk dapat dilihat
kembali oleh anggota keluarga
- Proses dan hasil yang dicapai ditulis dalam buku catatan kegiatan
budaya makan papadangan.
Tabel Peran Pendamping dan Keluarga
Peran Pendamping Peran keluarga

Langkah 4. Kesepakatan Keluarga


Tujuan : Menerapkan budaya makan papadangan pada balita dalam
meningkatkan status gizi balita dan mencegah terjadinya gizi kurang pada
balita Bersama dengan keluarga.
Perkiraan waktu : 30 menit
103

Bahan : lembaran karton telah berisi perencanaan melibatkan


seluruh anggota keluarga, kertas, spidol. Tulisan “AYAH” “IBU” “KAKAK”
“NENEK DAN KAKEK” dan “TANTE” pada sticky note.
Tata cara kegiatan :
- Kertas yang berisi urutan kegiatan yang akan dilakukan dengan kriteria
“SANGAT MUDAH” “MUDAH” dan “SUKAR” di tempelkan pada dinding
rumah
- Anggota keluarga diminta untuk menempelkan siapa yang akan
melaksanakan budaya makan papadangan sebagai bentuk pembagian
tugas dalam hal pemberian makan anak.
- Pembagian tugas sesuai dengan kesepakatan anggota keluarga
- Anggota keluarga bersepakat untuk memulai kegiatan budaya makan
papadangan dengan pembagian tugas
Hasil yang dicapai : Kesepakatan keluarga untuk menentukan pembagian
tugas dalam menerapkan budaya makan papadangan.
Catatan :
- Semua hasil kesepakatan dicatat pada buku catatan kegiatan.
- Menempelkan hasil kesepakatan pada dinding rumah agar seluruh
anggota keluarga dapat selalu melihatnya.
- Membuat rangkuman Rencana Kegiatan Keluarga dalam bentuk tabel
Tabel Peran Pendamping dan Keluarga
Peran Pendamping Peran keluarga

Tabel 1. Rencana Kegiatan Keluarga


Nama KK :
Alamat :
Jumlah Anggota Keluarga :
No. Kegiatan Papadangan Pelaksana Keterangan
104

Langkah 5. Pelaksanaan Kesepakatan


Tujuan : Mengaplikasikan kegiatan budaya makan papadangan
berdasarkan kesepakatan keluarga
Perkiraan waktu : 30 hari
Bahan : Tabel rencana kegiatan keluarga, spidol, kertas, sticky note
Tata cara kegiatan :
- Pendamping menyampaikan resume rencana kegiatan budaya makan
papadangan.
- Anggota keluarga menyepakati waktu pelaksaan budaya makan
papadangan untuk tahap pertama
- Keluarga menyepakati salah satu anggota keluarga untuk mencatat
pelaksanaan pembagian tugas dalam pelaksanaan budaya makan
papadangan.
- Setiap anggota keluarga melaksanakan tugas-tugas yang telah
disepakati
- Setiap anggota keluarga memberikan tanggapan terhadap kegiatan yang
dilaksanakannya
Hasil yang dicapai : Anggota keluarga akan melaksanakan kegiatan
budaya makan papadangan sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.
Catatan :
- Pendamping mencatat hasil yang dicapai pada buku catatan kegiatan
Tabel Peran Pendamping dan Keluarga
Peran Pendamping Peran keluarga
105

Tabel 2. Rekapitulasi Rencana Kegiatan Keluarga


Lingkungan :
Kelurahan :
Jumlah anggota keluarga :

No. Nama KK Yang ingin dilakukan Keterangan


Kegiatan yang Pelaksana
dilakukan

Langkah 6 : Monitoring Kegiatan


Tujuan : Mengontrol pelaksanaan kegiatan budaya makan
papadangan yang telah disepakati oleh keluarga.
Perkiraan waktu : 30 menit
Bahan : Tabel rencana kegiatan keluarga, tabel monitoring kegiatan,
spidol, ballpoint, kertas, sticky note
Tata cara kegiatan :
- Anggota keluarga bersama pendamping melakukan pengecekan
pelaksanaan kegiatan
- Pendamping menanyakan tanggapan anggota keluarga tentang
pembagian tugas dalam kegiatan budaya makan papadangan.
106

- Anggota keluarga menceritakan tanggapannya, dan hal positif maupun


negatif yang dirasakan dalam melaksanakan budaya makan
papadangan.
Hasil yang dicapai : Penerapan Budaya makan Papadangan dengan
pembagian tugas pada anggota keluarga sudah terlaksana
Catatan :
- Pendamping mencatat hasil monitoring pada buku catatan kegiatan
Tabel Peran Pendamping dan Keluarga
Peran Pendamping Peran keluarga

Tabel 3. Formulir Monitoring kegiatan pelaksanaan budaya makan


papadangan.
Kelurahan :
Kecamatan :
Kab./ Kota :
Jumlah rumah tangga :
Nama KK Jenis kegiatan Jumlah Jumlah Indikator Keterangan
yang yang yang
diren- telah diamati
canaka dilaksa-
n nakan

Langkah 7 : Evaluasi Kegiatan Budaya Makan Papadangan


Tujuan : Mengumpulkan pengalaman pelaksanaan kegiatan budaya
makan papadangan pada balita yang melibatkan keluarga.
107

Perkiraan waktu : 40 menit


Bahan : Lembar monitoring kegiatan, Lembar observasi, ballpoint,
kertas, penghargaan berupa tanaman produktif dan stiker rumah.
Tata cara kegiatan :
- Menghitung persentase kegiatan yang terlaksana
- Menghitung persentase kegiatan yang belum terlaksana
- Pendamping dan anggota keluarga melakukan budaya makan
papadangan pada balita.
- Meminta tanggapan dan saran dari anggota keluarga
- Memberi penghargaan
- Membuat rencana tindak lanjut
Hasil yang dicapai : Terhitungnya proporsi kegiatan yang terlaksana dan
tidak terlaksana, serta pemetaan kegiatan budaya makan papadangan
pada balita setelah dilaksanakannya pembagian tugas pelaksanaan
budaya makan papadangan.
Catatan :
- Pendamping mencatat hasil yang dicapai pada buku catatan kegiatan
Tabel Peran Pendamping dan Keluarga
Peran Pendamping Peran keluarga

Anda mungkin juga menyukai