PROPOSAL DISERTASI
Oleh:
HERI SETIAWAN
NIM: 208111002
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Promotor
Co-Promotor Co-Promotor
(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D) (Dr. Drs. Fikarwin Zuska, M.A)
NIP. 196505011992032001 NIP.196712191993031003
Dekan
seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan dengan cara acara yang tidak sesuai dengan etika
keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya
siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian
ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau
Heri Setiawan
3
Kata Pengantar
Daftar Isi
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 14
Tujuan Penelitian 16
Manfaat Penlitian 25
Tinjauan Pustaka 26
Masalah Gizi 26
Klasifikasi Status Gizi 32
Balita 34
Budaya 35
Budaya Suku Sunda 40
Budaya Papadangan 41
Strategi Peningkatan Gizi Balita 42
Landasan Teori 43
Kerangka Berfikir 46
Metode Penelitian 49
Jenis Penelitian 49
Lokasi dan Waktu Penelitian 51
5
Pemilihan Informan 53
Siklus Penelitian 55
Instrumen Penelitian 62
Teknik Pengumpulan Data 62
Metode Pengolahan dan Analisa Data 67
Daftar Pustaka 71
6
Daftar Tabel
No Judul Halaman
Daftar Gambar
No Judul Halaman
Daftar Lampiran
Daftar Istilah
Pendahuluan
Latar Belakang
dengan kasus tertinggi anak balita dengan underweight. Hal ini ditunjukkan dari
berdasarkan data posyandu yang ada di wilayah Sukadiri. Berdasarkan hasil analisis
data Puskesmas Sukadiri pada tahun 2021, dari 1.070 anak balita yang ditimbang
ada sekitar 150 anak balita (14,5%) mengalami underweight (BB/U). Kasus
dengan angka underweight tertinggi ada di Desa Pekayon yaitu sekitar 30 balita
peneliti kepada ibu yang memiliki anak balita underweight di Desa Pekayon
yang baik pada anak balita masih kurang. Mereka menganggap bahwa kasus
underweight pada balita dianggap wajar dan tidak memahami dampak jangka
panjang yang akan terjadi akibat kekurangan gizi pada balita. Pemerintah telah
berupaya dan gencar menurunkan angka underweight pada balita dengan berbagai
upaya dan program yang telah berjalan saat ini namun di sisi lain masyarakat
setempat kurang memahami cara pemberian makan balita yang baik dan benar.
penurunan pada tahun 2017 ke tahun 2018, yaitu dari 1.161 kasus (16%) pada tahun
2017 dan pada tahun 2018 menjadi 1.040 kasus (14%), namun pada tahun 2021
11
di Kabupaten Tangerang masih harus berupaya dengan keras lagi karena yang
kegiatan ini secara aktif dilakukan oleh para petugas gizi di puskesmas melalui
belum optimal dengan berbagai program perbaikan gizi yang telah dilaksanakan
oleh petugas gizi seperti pemberian makanan tambahan (PMT), pemberian serbuk
gizi berbahan buah yang disebut sebagai taburia (Taburia) dan pos gizii. (Profil
kasus kejadian di Provinsi Banten, kasus underweight pada tahun 2018 di Provinsi
Data profil Dinas Kesehatan provinsi Banten pada tahun 2018, mencatat bahwa ada
sekitar sebanyak 53.680 balita (15%) mengalami kekurangan gizi. Balita dengan
kota. Salah satu wilayahnya berada di Kabupaten Tangerang dengan jumlah balita
underweight sebanyak 3.636 balita atau 15,6 persen (Dinkes Provinsi Banten,
2018). Sementara itu, dari tahun 2018 ke tahun 2021 kasus underweight di
12
Kabupaten Tangerang meningkat yaitu dari 12,6 persen (Riskesdas, 2018) menjadi
underweight dari tahun 2013 sampai 2018 terjadi penurunan yang tidak signifikan,
masih berada diatas 13 persen (Riskesdas, 2018). hasil SSGI tahun 2021 kasus
underweight atau kekurangan gizi dengan indeks BB/U ada sekitar 17 persen,
artinya Langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah saat ini untuk mengatasi
underweight pada balita saat ini hampir dijumpai di seluruh wilayah Indonesia. Hal
ini merupakan tantangan bagi pemerintah dalam menekan dan menurunkan angka
Health Otganization (WHO) pada tahun 2018 menyebutkan ada sekitar 45,4 juta
anak di seluruh dunia dan 13,6 juta anak dibawah lima tahun menderita
underweight. Data WHO melaporkan ada sekitar 60 persen kematian pada balita
baik langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh kekurangan gizi, dan
kematian tersebut disebabkan oleh praktik pemberian makan yang kurang tepat
pada balita tersebut. Keadaan underweight menjadi salah satu penyebab kematian
anak diseluruh dunia. Kasus Underweight pada balita di Indonesia secara langsung
memiliki dampak terhadap 10,9 juta kematian anak setiap tahunnya. data
13
yang tidak benar pada tahun pertama (infant feeding practice) (Saidah, 2020).
menemukan bahwa program penanganan gizi pada balita sudah dilakukan dengan
baik namun kendala yang terjadi adalah masyarakat menganggap “remeh” terkait
tambahan (PMT) dan taburia, dan mengabaikan pemberian makan yang diupayakan
Selain itu, keluarga yang mendapatkan bantuan berupa susu dan biskuit, sering
PMT tersebut. Ini merupakan faktor klasik yang ada di masyarakat, pola asuh dan
secara ekonomi dan energi yang dikerahkan oleh pemerintah baik pusat maupun
hingga dua milyar dalam pengadaan bahan pemberian makan tambahan (PMT)
seperti susu, biskuit dan serbuk taburia (Profil Dinkes Kabupaten Tangerang, 2018)
Goals (SDGs) dan masuk kedalam capaian ke-3 dimana capaian tersebut membahas
mengenai good health and well being. Capaian ke-3 dalam SDGs merupakan
semua orang disegala usia termasuk masalah gizi pada balita (Freira et al., 2019).
Selain itu tujuan SDGs kedua yaitu nol kelaparan merupakan tantangan dalam
dan obesitas. Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah gizi masyarakat tertuang
perbaikan pola konsumsi makan, perilaku sadar gizi dan peningkatan mutu
pelayanan dan akses terhadap pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan
Upaya Perbaikan underweight pada balita yang telah dilakukan oleh dinas
gizi, Posyandu sepertinya belum optimal dan perlu adanya intervensi tambahan
keluarga dan masyarakat dalam pemberian makan pada balita, karena dengan
makan yang baik akan mempengaruhi status gizi balita (Profil Dinkes Kabupaten
Tangerang, 2018). Status gizi yang baik merupakan investasi pembangunan suatu
bangsa karena kecerdasan anak sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, karena
dengan status gizi yang baik akan membantu menentukan sukses tidaknya sumber
kekurangan gizi mencapai sekitar Rp. 1.042 Miliar hingga Rp. 4.687 Miliar atau
0,01 sampai 0,06 persen dari total PDB Indonesia. Kerugian ekonomi yang
15
yang diakibatkan oleh masalah gizi yang tidak optimal, sehingga secara tidak
Tangerang, masalah yang sering terjadi pada pemberian makan balita adalah balita
kurang mau makan sebanyak 90 persen dan 10 persen lainnya disebabkan oleh
adanya infeksi atau proses penyakit yang diderita , dalam hal ini jika dibiarkan maka
dapat menyebabkan balita kekurangan asupan gizi dalam jumlah yang cukup.
Selain itu, balita kurang mendapat makanan yang beranekaragam, dalam hal ini
terutama untuk konsumsi sayur dan buah sebanyak 70 persen dan baita yang
Menurut Baliwati (2010), faktor gizi merupakan salah satu faktor yang
beperan penting dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul
selain kesehatan, pendidikan dan faktor lainnya. Tentunya kekurangan gizi dapat
merusak SDM dan jangka panjang berdampak pada kesempatan masyarakat untuk
makan yang baik dengan melibatkan keluarga dan lingkungan terdekat (Saidah,
2020).
Faktor yang sangat terlihat jelas dalam kekurangan gizi pada balita adalah
adanya kebiasaan dalam pemberian makan pada balita yang kurang tepat.
Masyarakat menganggap bahwa jika balita tidak mau makan dapat dialihkan
16
dengan pemberian jajanan ataupun susu formula dan menganggapnya sudah cukup,
dan makan dianggap suatu hal yang tidak penting. Padahal asupan makanan yang
baik sangat dibutuhkan oleh balita dalam upaya pemenuhan gizi. Kita ketahui
bahwa masa balita merupakan masa emas dalam tumbuh kembang. Aspek yang
terpenting pada masa emas balita yaitu aspek gizi. Status gizi yang baik dapat
penyakit akibat kekurangan gizi di dalam tubuh. Pertumbuhan yang terjadi pada
balita dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi setiap hari.
Sementara kualitas dan kuantitas makanan ditentukan oleh pola asuh keluarga
dalam pemberian makan pada balita. Anggota keluarga dalam hal ini orang tua
Kesulitan makan pada balita merupakan masalah utama pada anak yang
perlu diperhatikan baik oleh orang tua maupun praktisi kesehatan, karena kesulitan
makan pada anak memiliki efek jangka panjang yang merugikan untuk tahap
kenaikan berat badan yang sulit dan tidak sesuai usia, mengalami defisiensi nutrisi
serta berkurangnya asupan gizi pada anak yang memiliki pengaruh pada defisiensi
makanan. Komplikasi dari masalah sulit makan pada balita bersifat ringan hingga
berat. Komplikasi ringan seperti perilaku yang mengganggu saat makan atau anak
menjadi lama menghabiskan makanan, dan untuk komplikasi berat dapat terjadi
dibedakan secara garis besar seperti faktor organik, nutrisi, psikologis dan
(1997) menyatakan bahwa pola mengasuh anak yang baik memengaruhi status gizi
anak. Mengasuh anak menurut Engel meliputi pemberian waktu, perhatian dan
dan sosial anak. Salah satu dimensi yang sangat penting dalam mengasuh anak
adalah pemberian makan pada anak. Pengasuh (ibu) harus memperhatikan waktu
pemberian makan, jumlah dan jenis makanan yang dimakan, suasana makan dan
persen kurang mendapat perhatian para ibu yang memiliki balita, mereka tidak
terlalu memperhatikan pola pemberian makan yang baik dan benar pada anaknya.
18
Artinya pemberian makan pada anak merupakan kunci sukses upaya mengatasi
permasalahan underweight pada balita. Selain itu dari hasil observasi yang
dilakukan oleh peneliti, apabila balita mengalami kesulitan makan maka para ibu
tersebut melakukan makan bersama pada anak-anak balita lainnya di desa tersebut.
Kebiasaan makan balita yang memiliki status gizi baik teridentifikasi menerapkan
cara makan dengan sering makan bersama sebanyak 87 persen dengan anak-anak
lain di sekitar rumah, tiga sampai lima orang ibu dan anaknya berkumpul untuk
menerapkan makan bersama. Kebiasaan ini sering dilakukan pada pagi atau sore
hari setiap hari. Kebiasaan makan anak dengan underweight lebih sering dilakukan
sendiri oleh ibu, makan dengan berkumpul anak lain jarang dilakukan, dan tidak
setiap hari.
dari masyarakat suku sunda Provinsi Jawa Barat. Papadangan biasanya banyak
dilakukan oleh keluarga untuk melakukan makan bersama dengan sanak saudara
atau kumpul bersama dengan balita lain dengan harapan meningkatkan nafsu
makan balita. Papadangan ini dapat dilakukan dimana saja, bisa di teras rumah, di
sejak dahulu dan menjadi budaya dari masyarakat suku Sunda umumnya, dan
balita lain antara tiga sampai lima orang untuk makan bersama. Budaya makan
nafsu makan balita oleh masyarakat Jawa Barat khususnya suku Sunda, artinya
19
secara tidak langsung masyarakat telah melakukan upaya peningkatan gizi pada
bersama terutama gizi seimbang. Makanan yang disajikan harus ada sayur, buah,
lauk pauk, nasi dan susu, serta kebersihan makan harus terjaga dengan baik,
memiliki waktu dan lokasi yang jelas serta jumlah balita yang akan mengikuti
para ibu balita dalam mengatasi kesulitan makan anak balita. Di Desa Pekayon
salah satunya, ketika mendapati anak balita yang sulit makan biasanya oleh ibu
balita akan membawa balita tersebut untuk kumpul bersama dengan balita lain
dan dapat dimajukan sebagai kebaharuan dalam penelitian yang penulis lakukan.
Melalui pendekatan budaya papadangan masyarakat suku sunda Jawa Barat, anak
balita mengikuti makan bersama. Kegiatan ini diharapkan dapat diikuti balita
selama kurun waktu enam bulan dan akan dipantau pertambahan berat badannya
selama kurun waktu tersebut. Kegiatan ini mengharuskan ibu membawa makanan
dari rumah dan dapat membaginya ke ibu lain untuk anak mereka. Selama makan
yang dibawa dan manfaatnya. Kemudian ibu yang mengikuti kegiatan wajib
20
bahwa kuatnya sosial budaya dalam pengaruh pola makan masyarakat di Afrika
Selatan, dan menekankan faktor strategi budaya untuk modifikasi praktik makan di
Afrika Selatan. Informasi dalam tulisan ini bemanfaat untuk peneliti selanjutnya
dengan intervensi yang sesuai dengan konsep budaya dengan kaitannya perilaku
menyebutkan bahwa status gizi balita di desa pecuk dapat dipengaruhi oleh faktor
sistem budaya yang diterapkan, pada sistem budaya yang berperan terhadap
polaasuh gizi balita terdiri dari nilai, norma, dan kebiasaan. Gizi balita yang
dipengaruhi oleh pola asuh cenderung akan berdampak pada status gizi pada balita
didesa tersebut seperti penyediaan makanan dan pelayanan Kesehatan pada balita.
Nilai budaya yang dijalankan di desa tersebut berperan dari berbagai unsur system
budaya lainnya sehingga dapat menjalankan pola asuh sesuai gizi seimbang kepada
balita di masyarakat. Nilai budaya juga dapat diartikan sebagai perilaku keluarga
dalam hal ini orang tua terhadap pola asuh gizi balita. Unsur nilai dan dan norma
pemberian asi sampai 2 tahun, sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan antara
mencegah underweight pada anak balita, serta meningkatkan nafsu makan. Budaya
21
dijelaskan oleh peneliti maka hal ini menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut
cara pemberian makan pada anak balita dengan menjadikan budaya makan
Perumusan Masalah
baik namun ironi daerah tersebut terdapat banyak kasus balita dengan underweight
dan terjadi penignkatan jumlah kasus balita dengan underweight dan termasuk yang
oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang demi tercapainya indikator status gizi balita
dengan baik sesuai yang diharapkan. Namun sepertinya upaya perbaikan gizi
wilayahnya (2018 ke 2021 kasus meningkat dari 12,6% ke 16,5%). Pola pikir
wajar dan tidak harus segera dilakukan penanganan. Peneliti dalam hal mengatasi
masalah underweight, ingin memasukan unsur budaya suku sunda yaitu budaya
Budaya makan papadangan ini yang menjadi target adalah para anggota keluarga
bisa ayah, ibu, kakak, atau kerabat terdekat dalam membantu memberikan makanan
kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat, yaitu makan bersama balita, agar
(1) Apakah faktor yang memengaruhi perilaku makan anak dan masalah
Tujuan Penelitian
pada balita,
Manfaat Penelitian
balita dengan memperhatikan gizi seimbang sehingga dapat diterapkan pada balita
didalamnya adalah fokus penanganan balita dengan stunting, gizi buruk dan
underweight.
bagian dari konsep pencegahan masalah gizi balita underweight dan peningkatan
strategi pencegahan underweight pada anak balita. Hail penelitian diharapkan dapat
Tinjauan Pustaka
negara dalam menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif.
Sumber daya manusia yang berkualitas dimulai sejak dini yaitu mulai dari sebelum
kehamilan hingga anak berusia dua tahun atau lebih dikenal dengan 1000 hari
lingkungan yang tidak higienis dan praktik pemberian makan yang tidak benar. Pola
asuh yang tidak baik akan berdampak pada anak dan merupakan sebagai salah satu
penyebab utama masalah gizi pada anak balita. Selain itu akses pelayanan
Kesehatan yang tidak memadai dapt juga berpengaruh terhadap status gizi balita.
Kebijakan yang tegas, strategi yang mudah dilakukan oleh masyarakat, aturan yang
jelas dan kerja sama lintas sectoral merupakan hal yang sangat diperlukan dalam
pada balita melalui edukasi berbasis budaya lokal (Merryana & Bambang, 2012;
Soekirman, 2000).
Masalah Gizi
merupakan hal yang serius dan harus diperhatikan. Proses pembangunan manusia
diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dipengaruhi oleh status
gizi dan kesehatan penduduk. Status gizi pada setiap daur hidup atau kelompok
umur dapat menjadi masalah, demikian pula masalah gizi kelompok umur
memerhatikan usia di masa kritis yaitu pada saat masa kanak-kanak, terutama
ketika anak berada dalam dua tahun pertama kehidupannya, yang merupakan masa
perkembangan anak pada dua tahun pertama setelah kelahiran bayi, dimulai dari
lahirnya bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram, sebagai salah satu
penyebab gizi buruk pada anak. Salah satu yang menyebabkan anak kurang gizi
atau lahir dengan berat badan kurang dari normal ketika ibu hamil mengalami
kekurangan gizi yang mengakibatkan kualitas sumber daya manusia yang rendah.
Jika masalah gizi yang ada tidak dapat ditangani secara serius, dikhawatirkan suatu
2020).
Salah satu masalah gizi yang akan terjadi akan menghasilkan sumber daya
manusia yang tidak kompeten. Sumber daya manusia merupakan potensial bagi
(Priharsiwi, 2006). Menurut Jamra dan Bankwar (2013), beberapa faktor yang
didalamnya pemberian makan dan pemberian ASI Ekslusif. Berat badan bayi lahir
rendah (BBLR) dan gizi selama hamil merupakan salah satu penyebab lain
terjadinya underweight. Sumber lain menjelaskan bahwa ada dua faktor penyebab
underweight pada balita, yaitu faktor internal dan faktor. Faktor internal meliputi
27
Kesehatan, usia, jenis kelamin, dan tinggi badan. Faktor eksternal meliputi
Dampak masalah gizi. Kekurangan gizi pada anak usia satu sampai lima
intelektual secara permanen yang menetap hingga dewasa. Secara lebih spesifik,
tahan tubuh terhadap penyakit infeksi (Santoso, 2005). Akibat lain yang
menjelaskan resiko yang dapat timbul ketika timbul masalah gizi adalah dapat
sangat menghambat pertumbuhan kemampuan fisik, mental dan daya pikir dan pada
akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Kecerdasan (IQ) balita gizi buruk dapat
gizi buruk pada dasarnya mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Dampak
terburuknya adalah kematian pada usia yang sangat dini (Samsul, 2011).
dianjurkan merupakan salah satu penyebab terjadinya gizi kurang pada. Apabila
asupan protein rendah maka akan mempengaruhi energi seseorang termasuk berat
badan anak yang tidak bertambah. Penimbangan berat abdan hal ini dapat dilakukan
gizi makro, manifestasi gizi makro ini pada anak di bawah 5 tahun diawali dengan
bayi baru lahir dengan berat badan rendah (BBLR), pada masa kanak-kanak mereka
kwashiorkor. Masalah gizi buruk dapat diatasi dengan program peningkatan peran
Puskesmas dan Titik Pelayanan fasilitas kesehatan lainnya (Andriani & Wirjatmadi,
2014).
Anak yang mengalami underweight tidak terlalu terlihat pada anak, karena
dengan demikian anak masih dapat melakukan aktivitas layaknya anak kurang gizi,
seperti lemas. Oleh karena itu, berat badan anak di bawah usia 5 tahun harus
baik, anak kurus akan menderita berat badan kurang yang parah, mudah terkena
penyakit infeksi, pembengkakan hati dan kondisi lain seperti infeksi kulit, infeksi
Menurut teori Barker, kondisi gizi kurang gizi dan obesitas pada masa
dari kekurangan gizi yang terjadi pada nalita akan mempengaruhi penurunan
adalah asupan makanan yang tidak memadai baik dari segi jumlah makanan
maupun nilai gizi, pola asuh yang buruk dan akses yang buruk terhadap pelayanan
secara fisik dan komposisi tubuh Pengukuran antropometri merupakan cara yang
paling sederhana, tercepat, cukup teliti dan mudah dilakukan oleh siapa saja,
tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lemak
seseorang, apakah status gizi tersebut baik, buruk, buruk atau baik. Ada beberapa
cara untuk menilai status gizi yaitu dengan pengukuran langsung yang terdiri dari
tidak langsung terdiri dari asupan makanan, statistik vital, dan faktor lingkungan
BB/U (berat badan terhadap umur), TB/A (tinggi badan terhadap umur),
BB/TB (berat badan terhadap tinggi badan), IMT/A (indeks massa terhadap umur)
Tinggi berdasrkan Umur menunjukkan status tinggi badan seorang anak pada usia
tertentu, terlepas dari apakah anak tersebut pendek atau tinggi. Status malnutrisi
gizi yang kurang optimal. Status gizi menurut indeks ini berhubungan dengan
30
kondisi sosial ekonomi, kondisi medis, dan kebiasaan makan yang tidak adekuat
(Gibson 2008).
menggambarkan rasio berat badan terhadap tinggi badan. Berat badan berkaitan
dengantinggi badan. Indeks BB/TB digunakan untuk menilai status gizi saat ini
berdasarkan usia. Indikator ini pun digunakan untuk penurunan berat badan dan
obesitas). Seseorang dengan BB/TB di bawah standar (khusus luar biasa) dapat
indikator yang sangat akurat dari keadaan penurunan berat badan akut apabila
sering disertai dengan kelaparan baik akut maupun penyakit kronis. menurut
(2) Mampu membedakan proporsi tubuh (gemuk, kurus dan normal). Kelemahan
indeks BB/TB adalah: (1) tidak dapat menggambarkan kecil atau besar; (2)
Mengukur tinggi badan sulit, terutama untuk anak kecil, dan memakan waktu lama;
menunjukkan berat dan tinggi badan Anda. BMI adalah indikator lemak tubuh yang
dapat diandalkan pada anak-anak dan remaja. BMI dapat dilihat sebagai alternatif
pengukuran lemak tubuh secara langsung. Pengukuran BMI dianggap murah dan
mudah untuk diperiksa ketika mengklasifikasikan berat badan yang mengarah pada
31
masalah kesehatan. Perhitungan IMT adalah berat badan dalam kilogram dibagi
tinggi badan dalam meter kuadrat, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: BMI =
terhadap usia untuk menghasilkan indeks antropometrik yang disebut BMI/U (Body
Mass Index for Age). Kelebihan dan kekurangan indeks BMI/U adalah sebagai
berikut:
Keunggulan dari IMT/U yaitu (1) dapat memebdakan propors tubuh baik
gemuk, kurus atau normal, (2) Indkes antropometri IMT menurut Umur berguna
untuk pemeriksaan kelebihan berat badan dan obesitas dengan frekuensi terus
menignkat hingga saat ini, (3) IMT/U pada bayi berusia 0 – 6 bulan cenderung
meningkat tajam karena pada bayi bertambahnya berat badan lebih cepat sebanding
dengan pertambahan Panjang badan. kemudiaan menurun saat bayi berusia enam
hingga dua tahun dan akhirnya menjadi relative stabul pada saat bayi berusia dua
Klasifikasi status gizi balita menurut peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor dua
tahun 2009 tentang standar Antropometri pada anak didasarkan pada indeks
antrompometri Berat abdan menurut Umur, tinggi badan menurut umur, dan BMI
menurut umur yang merupakan indeks antropometri sebagai salah satu indikator
pertumbuhan pada anak usia dini yang telah disajikan pada tabel dibawah ini :
32
Tabel 1.
Ambang Batas
Indikator Kaategori Status Gizi
(z-score)
Berat badan sangat kurang (severely
<-3 SD
underweight)
Berat Badan
menurut Umur Berat badan kurang (underweight) - 3 SD sd <- 2 SD
(BB/U) anak usia 0 Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
- 60 bulan
Risiko Berat badan lebih1 > +1 SD
Ambang Batas
Indeks Kategori Status Gizi
(Z-Score)
Indeks Massa Tubuh Gizi buruk (severely thinness) <-3 SD
menurut Underweihght (thinness) - 3 SD sd <- 2 SD
Umur (IMT/U)
anak usia 5 - 18 Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
tahun
Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd +2 SD
karena setiap makanan mengandung nutrisi yang berbeda. Pola makan yang baik
merupakan makanan yang terdiri dari makanan pokok, makanan yang memiliki
kandungan protein hewani atau nabati, sayuran, dan (Kemenkes RI, 2014).
Peneltiian yang dilakukan oleh Bandoh dan Kenu di Ghana yang menilai bahwa
keragaman makan ditemukan bahwa sebagian besar anak di bawah usia lima tahun
mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam (Bandoh & Kenu, 2017). pada naka
balita yang hanya makan satu atau dua jenis makanan biasanya akan menyebabkan
Balita
Balita adalah anak usia 0 sampai 59 bulan dan bayi adalah anak usia 12
sampai 59 bulan. Pada saat itu terjadi banyak percepatan pertumbuhan yang
34
membutuhkan suplai nutrisi yang baik, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
mereka memiliki tumbuh kembang fisik yang berebda satu sama lain baik motoric
bahasa dan komunikasi khusus yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
Balita adalah anak yang batas usianya kurang dari lima tahun, yang sesuai
dengan periode usia setelah lahirnya bayi berusia 0 sampai 5 tahun (Gibney et al.,
2009). Bayi adalah anak yang berumur satu tahun atau lebih, biasanya di bawah
usia lima tahun. Pada masa kanak-kanak, pertumbuhan dan perkembangan anak
sangat cepat dan pesat, sehingga membutuhkan pola makan yang sesuai dengan
tinggi badan, usia tulang dan keseimbangan metabolisme (kalsium dan kadar
nitrogen dalam tubuh). Petumbuhan pada balita cenderung aspek yang dinilai
adalah dari berat badan dan tinggi badan sedangkan Perkembangan merupakan
lebih kearah kognitif pada balita meliputi aspek non fisik (Soetjiningsih, 2012).
Budaya
hukum, estetika, hiburan, dan keterampilan serta kebiasaan yang dimiliki orang
35
segala sesuatu yang diperoleh atau dipelajari orang sebagai anggota masyarakat.
yang sudah dijelaskan dari berbagai para ahli. Kebudayaan dapat diartikan sebagai
hasil dari beberapa pendekatan yang umum dan lazim dilaksanakan untuk
pendekatan, diantaranya :
hukum, adat istiadat dan keterampilan atau kebiasaan yang dilakukan oleh
seseorang sebagai anggot masyarakat. Oleh karena itu, cara yang paling mudah
manusia tidak dilahirkan dengan budaya, melainkan diwarisi dari kebudayaan yang
sudah diterapkan oleh orangtua, dan Ketika lahir manusia akan mempelajari budaya
bentuk warisan social yang dimiliki manusia sejak lahir. Jadi Ketika kita ingin
mempelajari budaya, salah satu caranya adalah dengan mempelajari sifat sosial
hal ini merupakan persepsi seseorang terhadap budaya yang dipelajarinya. Perilaku
36
tersebut merupakan perilaku yang sudah terpola karena dilakukans ecara berulang
– ulang. Sehingga pola budaya tersebut diterima dengan baik oleh seseorang. Cara
terbaik dalam mempelajari suatu budaya yaitu dengan cara melakukan pengamatan
melalui perilaku dan kebiasaan manusia setiap hari. Hal ini dilakukans ebagai
wujud nyata dari pengamatan yang dilakukan oleh mereka yang tertarik akan
budaya tersebut.
dimana manusia dapat melakukan aktifitas kreatif dan menjadi pusat keebradaan
banyak objek material, bukan hanya untuk memuaskan diri sendiri atau orang lain,
tetapi mereka juga ingin mewujudkan kebebasan, kesadaran akan aktifitas secara
kreatif, dan menunjukan bahwa setiap orang akan menjalani kehidupan yang
bahwa orang menjalani kehidupan yang produktif sehingga menjadi manusia yang
generasi telah menciptakan pakaian, menu, gaya hidup, budaya makanan, dan
kebiasaan lainnya. Kebudayaan material adalah benda material yang telah dibuat
oleh manusia menggunakan alat – alat sederhana., seperti alat rumah tangga,
kebiasan makan dan bagian lainnya yang dianggap penting dalam menunjang
kehidupan manusia setiap hari. Manusia yang merupakan bagian dari terciptanya
budaya melakukan percobaan secara berulang kali dengan berbagai cara untuk
37
salah satunya adalah budaya makan papadangan, tujuan dari budaya tersebut adalah
Budaya nonmaterial itu hanya pada bentuk gagasan atau pandangan baru-
sangat dipengaruhi sang pemahaman anda mengenai makna tadi pada nilai
kebudayaan yg siap diterima. Nilai adalah sebuah unsur memilih apakah sesuatu itu
boleh atau nir dilakukan, menggunakan istilah lain nilai adalah sesuatu yg tak
berbentuk mengenai tujuan budaya yg akan kita bangun beserta melalui bahasa,
Norma nilai. Nilai hanya mencakup evaluasi mengenai baik & buruknya
obyek peristiwa, tindakan, atau kondisi, sedangkan kebiasaan lebih adalah baku
konduite. Konsep kebiasaan tak jarang diartikan pada 2 program yang berbeda.
38
atau konduite usual. Para sosiolog pula menjelaskan bahwa kebiasaan misalnya itu
ulang & acapkalikali dipraktikan pada suatu masyarakatKita ketahui bahwa setiap
masyarakat memiliki kebudayaan sendiri sehingga ada rentang perbedaan nilai dan
norma antar anggota masyarakat. Dalam setiap interaksi antarbudaya sebuah pola
kebudayaan sudah tentu berbeda dari kebudayaan itu sendiri dan selanjutnya
Adat (folkways) adalah adat istiadat seperti aturan konvensional yang bisa
dilihat pada situasi yang berbeda tetapi tidak cukup kuat untuk memerintah
kelompok, hanya adat istiadat. Kebiasaan hanya berlaku pada situasi dan waktu
budaya. adalah cara berhubungan dengan suatu tindakan. Norma ini memiliki
kekuatan yang sangat lemah dibandingkan dengan kebiasaan yang berkaitan dengan
tindakan yang diulang dalam bentuk yang sama. Kode etik (selengkapnya) Ada juga
kode etik yang berada pada sekelompok orang yang berguna, sadar atau tidak sadar,
sebagai alat kontrol. Kode Etik berisi peraturan dan larangan dan karenanya
tindakan mereka dengan Kode Etik ini. Kebiasaan adalah aturan perilaku abadi
yang terintegrasi erat ke dalam perilaku masyarakat dan dapat dipadatkan menjadi
Suku sunda merupakan salah satu suku bangsa lain yang ada di Nusantara.
Masyarakat sunda Sebagian besar tinggal di Jawa barat dan Sebagian banten.
Harsojo yang dikutip oleh Koentjaraningrat (2000) mengatakan bahwa orang sunda
secara kultural adalah masyarakat yang menggunakan Bahasa sunda dan dialek
sehari -hari digunakan untuk berkomunikasi dan dilakukan secara turun temurun.
Orang sunda juga disebut sebagai masyarakat pasundan, secara ekologis orang
sunda umumnya tinggal didaerah pegunungan sehingga dahulu orang sunda sering
disebut sebagai orang gunung karena masyarakat suku sunda senang tinggal
didataran tinggi.
gunung sering diungkapkan dalam lagu-lagu Sunda yang bertema gunung atau
Kearifan lokal tradisional yang dimaksud adalah ruang sosial dan budaya
yang mencakup seperangkat nilai budaya yang menghargai dan beradaptasi dengan
asli sunda. Kearifkan lokal masyarakat sunda sangat banyak sekali dari mulai
40
kerajinan tangan berupa angklung, kemudian pakaian berupa batik sunda, seni
berupa jaipong dan music tarling, selain itu kebudayaan masyarakat sunda yang
tempat, dimana para peserta yang terlibat dalam kegiatan papadangan membawa
makanan sendiri dari rumah. Papadangan hanya bermodalkan nasi dan satu jenis
lauk pauk dan kita bisa makan dengan nikmat Bersama dengan balita lain, karena
nantinya makanan yang kita bawa bisa di tukar dengan menu yang dibawa oleh
peserta lain. Papadangan tidak mesti dilakukan ditempat tertutup seperti rumah
maupun ruang beratap, justru kebiasaan orang-orang di tempat dulu peneliti tinggal,
kalau sudah menginjak sore hari tepatnya selepas sholat ashar, mereka sudah siap
sejak lama dan diperkirakan dilakukan pada masyarakat sunda dijaman kerajaan
padjajaran, kegiatan makan Bersama balita dimana terdapat unsur barter makanan
antar balita dengan memperhatikan aspek gizi seimbang merupakan suatu gagasan
budaya yang bermanfaat dalam meningkatkan nafsu makan anak dan mencegah
masalah gizi kurang pada anak balita. Papadangan dilakukan secara sederhana
makan Bersama harapannya adalah porsi makan habis dengan cepat sehingga para
orangtua berharap kebiasaan makan papadangan dapat dilakukan pada balita yang
Salah satu strategi peningkatan gizi masyarakat khususnya anak usia dini
melibatkan ibu, keluarga dan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam hal ini
bertujuan mengajak masyarakat untuk makan bersama balita lainnya dengan cara
menyiapkan dan menyajikan makanan lokal sesuai prinsip “Gizi Seimbang” bagi
menurut PMBA (Infant and Child Feeding Practice Guidelines) untuk mengubah
perilaku dalam memenuhi pemberian makan pada anak agar tidak sakit dari konsep
2021). Papadangan dapat memberikan solusi untuk memperbaiki gizi balita dan
berdikari untuk perbaikan gizi keluarga khususnya perbaikan gizi anak usia dini.
Sasaran dari kegiatan penelitian berbasis masyarakat ini adalah ibu-ibu yang
memiliki bayi dengan berat badan kurang, kepala keluarga terkait penguatan praktik
pemberian makan anak melalui kearifan local budaya makan papadangan. Berbagai
pihak terlibat dalam kegiatan ini, antara lain Dinas Kesehatan Kabupaten
42
mitra penelitian masyarakat untuk mencegah gizi kurang dengan perbaikan gizi
keluarga bagi masyarakat umum, tokoh agama dan tokoh masyarakat desa.
2. Eating out of Eating out of home To carry out this Tanggal publikasi EOH has different
Home: (EOH) is a common study, we examined dibatasi dari 2009 meanings depending
Influence on practice worldwide the published hingga 2020 dan on the country, as
Nutrition, but research gaps literature studying the populasi yang types of restaurants
Health, and have been identified. relationship between dipertimbangkan also vary.
Policies: A The aims of this EOH with body adalah orang dewasa Harmonizing the
Scoping review were (a) to weight and the berusia 18 tahun. definition of EOH is
Review find a common prevalence of Istilah berikut not easy and,
definition for EOH, overweight and digunakan untuk consequently,extrap
(b) to determine the obesity, anthropo- pencarian: Frekuensi olating research on
nutritional metric data, makan di luar rumah EOH from one
contribution of EOH, socioeconomic ATAU dibawa pulang country to another is
and (c) to analyze the factors, and diet ATAU makan di luar. not always possible.
relationship of EOH quality (DQ). Medical Untuk pencarian Web The profile of the
with health Literature Analysis of Science, strategi main out-of-home
parameters in adults. and Retrieval System berikut digunakan: S eater is a highly
Fifty-seven articles Online (MEDLINE) = (makan di luar educated, high-
were finally selected and Web of Scienc income, unmarried
young man.
6. The influence Food environments A systematic search A total of 45 articles This work
of food are crucial spaces of 5 databases was were included. contributes to the
environments within the food conducted following Overall, studies establishment of
on system for PRISMA guidelines indicated that dietary more robust
dietary understanding and for scoping reviews. behaviours in conceptualizations
behaviour and addressing many of Eligible studies Southeast Asia were of food
nutrition in the shared drivers of included peer- primarily driven by environments within
Southeast malnutrition. In recent reviewed research social, cultural, and diverse settings
Asia: A years, food with adult participants economic factors whichmay aid future
systematic environment research living in Southeast rather than physical policymakers and
scoping has grown rapidly, Asia that examined (e.g. geographical) researchers identify
review however, definitions, the food environment features of food and address the
measures, and as a determinant of environments. Food barriers or obstacles
methods remain dietary behaviour or price and affordability impacting nutrition
highly inconsistent, nutrition. were most and foodsecurity in
leading to a body of consistently identified their communities.
literature that is as key barriers to Further research is
notably achieving healthy needed to strengthen
heterogeneous and diets. this knowledge,
poorly understood, particularly research
particularly within that explicitly
regions of the Asia- explores the macro-
Pacific level mechanisms
and pathways that
influence diet and
nutrition outcomes.
7. Low-Income Limited access to Twelve focus groups Culture emerged as an Our findings
Caregivers’ affordable, healthy with low-income, important theme in highlight the
Attitudes food and identifying adult primary influencing which importance of
and Behaviors as African-American caregivers of children foods participants considering the role
on Children’s or Hispanic- ages 3 to 6 years were cook at home. In some culture might play in
Diets: American are conducted in Texas cases, that influence influencing and
Emergent associated with and the DC- spilled over into the Informing
Themes on greater risk of Maryland-Virginia child’s diet. In other caregivers’
Cultural childhood obesity, region and were instances, the food decisions regarding
segmented by that participants children’s diets, and
46
Influences and especially for low- race/ethnicity and reported making for also better
Perceived income individuals. access to grocery their children varied understanding
Value stores. from the food they caregivers’
of Nutrition make for themselves. perceptions of
Information health care
from providers as a
Healthcare source of nutrition
Providers information for their
children.
8. Culture Eats Parent initiated A semi-structured There were 10 parent C4H is feasible and
Strategy: escalation of care interview guide interviews and 6 nurse acceptable to
Involving within Rapid focused the focus groups. Eight parents and ward
Parents in Response qualitative evaluation parents and all nurses nurses. Evaluation
Escalation of Systems has been to examine the were aware of C4H. highlighted that
Care for the widely implemented. Theoretical Domains All were positive communication
Deteriorating Calling for Help Framework key about C4H. Parents difficulties and
Child (C4H) is a 5-step domains of preferred to be delays by staff
approach for parents knowledge, skills, informed about C4H remain barriers to
to escalate care if beliefs about by nurses at the time effective escalation
concerned about their consequences, of ward admission. of care. A cultural
child’s environmental Nurses’ practicewas change is necessary
Clinical condition in a context and to selectively chose before families and
paediatric hospital. A resources. Parents parents to inform nurses will feel safe
mixed methods who had expressed based voicing their
knowledge concern about their on several factors; concerns.
translation study child’s clinical parents who will most
examined the condition and ward benefit, if concerned
implementation of nurses were about
C4H. purposively selected. worrying parents or
Participant responses about parental
were recorded as capacity to
notes and content judiciously use C4H,
analysis conducted. limited
opportunity due to
patient care priorities,
nurse workload or
communication
barriers.
parent concerns and
reported using C4H to
expedite urgent
medical review.
47
Landasan Teori
disebabkan oleh banyak faktor. Tiga faktor utama yang mempengaruhi status gizi:
gizi, kesehatan dan perawatan. Status gizi yang optimal tercapai bila anak memiliki
akses terhadap makanan yang tepat, bervariasi dan bergizi, pola makan, pelayanan
kesehatan yang tepat, dan lingkungan yang sehat termasuk air bersih, sanitasi, dan
pola hidup bersih dan sehat yang memenuhi kebutuhannya. Faktor-faktor tersebut
secara langsung mempengaruhi asupan gizi bayi. Gizi, kesehatan dan perawatan
dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi dan politik. Setiap negara memiliki
strategi untuk meningkatkan status gizi, salah satunya adalah budaya makan
dalam konteks tertentu sangat penting untuk memberikan solusi yang tepat, efektif
Konsekuensi antargenerasi
Akses rumah tangga ke kuantitas dan kualitas sumber daya yang memadai,
BASIC pendidikan, pekerjaan, pendapatan, teknologi
causes
Gambar 3 Kerangka konseptual: Pengaruh social budaya terhadap status Gizi balita
dan dampak yang terjadi akibat kekurangan gizi pada balita (UNICEF 2013)
49
Kerangka Berfikir
status gizi dan mengelompokannya menjadi gizi baik, underweight dan gizi
2. Setelah membagi kelompok gizi balita tentunya bagi kelompok balita gizi
cukup kami akan menginformasikan agar memertahankan status gizi agar tidak
menjadi gizi buruk melalui perilaku yang diterapkan oleh keluarga balita
melakukan penilaian gizi buruk dengan konsultasi kepada dokter anak dan
Pemulihan Gizi ) adalah pusat pemulihan gizi buruk dengan perawatan serta
pemberian makanan anak secara intensif dan adekuat sesuai usia dan
kondisinya, dengan melibatkan peran serta orang tua (ibu) agar dapat mandiri
ketika kembali.
4. Bagi kelompok underweight yang merupakan sasaran dari penelitian yang akan
khususnya ibu jika teridentifikasi perilaku makan yang buruk yang dilakukan
oleh keluarga maka peneliti akan membuat rencana tindakan melalui forum
5. Setelah melakukan diskusi melalui FGD barulah saya akan mensintesis suatu
kegiatan yang di adopsi dari budaya sunda yaitu modifikasi dan revitalisasi
sunda dalam meningkatkan nafsu makan pada zaman dahulu dengan cara
balita dan harapan dari budaya makan papadangan ini adalah perbaikan gizi
pada orang yang mengalami kesulitan makan. Namun budaya papadangan saat
biasanya sang ibu sering sekali ketika anaknya mengalami kesulitan makan oleh
si ibu anak tersebut diajak main dan berkumpul di rumah saudara atau tetangga
untuk melakukan makan bersama dengan tujuan makanan yang dibawa olehnya
dari rumah agar cepat habis, ini terbukti benar para ibu disana yang memberikan
makan pada anak melalui budaya makan papadangan cepat habis dibandingkan
dengan anak yang tidak melakukan papadangan atau makan dirumah sendiri.
Artinya ini adalah suatu kearifan lokal yang bisa dimodifikasi dan revitalisasi
menjadi suatu kegiatan dalam upaya pencegahan gizi buruk di Indonesia dan
program yaitu balita makan bersama (BMB) yang tentunya program tersebut
tercipta dari modifikasi dan revitalsisi yang peneliti buat dan tidak
PROSES Partisipasi
- Perencanaan
- Kesepakatan Kegiatan
- Pelaksanaan
- Pengawasan
- Monitoring
Kader
Peneliti
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
dan melakukan evaluasi dari tindakan yang dilakukan masyarakat sendiri secara
berulang dengan melibatkan berbagai pihak yang ada dalam kelompok tersebut
untuk ikut berpartisipasi dalam tindakan yang dilakukan mereka. Penelitian ini
merupakan bagian dari Penelitian Disertasi Doktoral dengan judul Modifikasi dan
mengkaji dan melakukan peneltiian saja akan tetapi peneliti juga ikut berpartisipasi
unsur masyarakat sebagai partisipan yang terbuka dan luas. Peneliti berkolaborasi
dan sekaligus kolaborasi dengan anggota sistem tersebut dalam rangka menuju pada
arah yang diinginkan yaitu peningkatan status gizi balita. Riset aksi ini
berkolaborasi dengan keluarga yang memiliki anak balita gizi baik yang
menerapkan budaya makan papadangan dengan anak balita yang tidak menerapkan
budaya makan papadangan. Selain itu partisipasi aktif maupun unsur masyarakat
yang terorganisir sebagai modal sosial seperti tokoh agama dan tokoh adat, secara
dan refleksi merupakan tahapan dalam PAR dengan menggunakan alur kurt (Lewin,
1946).
konstruksi pengetahuan, dan Tindakan pada saat yang berbeda dalam proses
penelitian. Peserta diharapkan terlibat dalam PAR, dimana mereka secara Bersama-
sama membahas aspek integral dari proses penelitian contohnya pertanyaan tentang
siapa yang diuntungkan dari proyek Participatory action research (PAR); apa yang
diproblematisasikan dalam refleksi kritis dan di antara para actor yang berpatisipasi.
Dengans ecara aktif terlibat dalam dialog kritis dan refleksi kolektif, para peserta
54
research (PAR) menjadi sebuah proses dialektis yang hidup, mengubah peneliti,
McIntyre, 2004).
melalui konsep makan berbasis budaya sunda papadangan dengan target semua
balita baik balita gizi baik maupun balita underweight. Alasan pemilihan lokasi
terjadi di wilayah tersebut dari total 300 balita terdapat 10 orang yang mengalami
gizi buruk ada 3 orang, 10 orang underweight dan sisanya balita gizi baik. Alasan
Tangerang memiliki angka underweight masih tinggi yaitu diatas 13 persen dari
total balita yang ada dan Kabupaten Tangerang merupakan kawasan industri
penyangga ibukota yang seharusnya angka gizi buruk dapat dikendalikan dengan
baik namun sebaliknya angka gizi buruk di Kabupaten Tangerang malah tinggi.
mulai 2022 hingga 2024, yang di awali dari survei pendahuluan, penyusunan
baru pemberdayaan masyarakat dalam upaya mengatasi masalah gizi pada balita
Tabel 2
Rencana Kegiatan Penelitian modifikasi dan revitalisasi Budaya makan
Papadangan sebagai strategi Pencegahan Masalah Underweight Anak Balita Pada
di Desa Pekayon Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang
Waktu Kegiatan
Januari 2023 Melakukan finishing persiapan proposal disertasi yang akan
diajukan pada seminar proposal.
Tabel 3
Rencana Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Pencegahan Underweight Anak Balita
Melalui modifikasi dan revitialisasi budaya makan papadangan di Desa Pekayon
Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang
Waktu Kegiatan
April 2023 s/d Pelaksanaan action research dikeluarga dengan balita.
Juli 2023 Interkasi dilakukan dengan 20 keluaarga partisipan untuk
pelaksanaan intervensi pada siklus pertama.
Agustus 2023 s/d Pelaksanaan action research di rumah tangga dan interaksi
Oktober 2023 dengan 30 keluarga partisipan untuk pelaksanaan intervensi
siklus kedua.
Pemilihan Informan
baik yang mempunyai anak balita dengan underweight atau anak balita dengan
termasuk tenaga gizi, kepala desa dan pihak terkait yang ditemukan di lapangan.
dengan batasan usia 22 sampai 59 bulan dengan kriteria balita dengan berat badan
57
makanan yang dibawa, waktu dan jumlah peserta. Rencana yang diajukan peneliti
bersama untuk satu kali makan papadangan dengan alokasi waktu selama 60 menit,
papadangan dapat menaikan berat badan balita dan menaikan nafsu makan balita
yang sulit makan. Partisipan akan memiliki fungsi sebagai agen pelaku perubahan
pola makan balita yang memiliki masalah underweight melalui partisipasi aksi
bergerak bersama dan bersinergi dalam pelaksanaan program balita makan bersama
dibagi menjadi beberapa kelompok. Pertama kelompok leader yang terdiri dari
pejabat kelurahan dan tokoh masyarakat. Kelompok kedua terdiri dari anggota
keluarga balita seperti ibu, ayah, kakak, nenek atau saudara lainnya. Kelompok
ketiga terdiri dari balita dengan berat badan normal, balita underweight sebagai
Definisi konsep Berdasarkan dari kerangka teori dan kerangka fikir penelitian,
maka defenisi konsep dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut, faktor
internal adalah seluruh faktor yang berperan. Secara internal sebagai baseline data
dalam aksi partisipasi masyarakat dalam upaya mengatasi masalah gizi balita yaitu
58
pada keluarga yang memiliki balita dengan berat badan normal dan underweight,
memberikan makan pada balita. Tokoh pengerak awal, adalah partisipan penelitian
yang juga berperan sebagai tokoh – tokoh perubahan dari partisipasi masyarakat
Siklus Penelitian
Intervensi pada penelitian ini adalah jenis action yang dihasilkan dan
disepakati bersama oleh masyarakat dalam proses PAR. Data yang dikumpulkan
adalah data anak balita underweight dan faktor-faktor yang mempengaruhi, status
dan direvitalisasi sesuai gizi seimbang untuk dilaksanakan pada ibu dengan anak
balita underweight.
nantinya berfungsi untuk proses pemahaman peneliti tentang status gizi pada anak
Tangerang.
59
Dalam tahap ini peneliti mencari informasi tentang keadaan sosial, struktur
mengenali kebutuhan agar bisa dibuat desain penelitian yang tepat bagi subjek
penelitian. Tahapan ini dilakukan kegiatan (a) menemukan informan pangkal yang
akan menjadi agent of change yaitu pelaku positive deviance (b) menganalisis
dengan gizi kruang. (c) melakukan pengumpulan data sosial ekonomi keluarga
Tangerang dan tenaga gizi Puskesmas Sukadiri, bidan desa Pekayon tentang faktor-
peneliti dapatkan pada riset pendahuluan dijadikan sebagai epdoman untuk berbaur
yaitu mengajak masyarakat untuk memilih solusi terhadap masalah yang ada di
berpartisipasi dalam rangka membuat kondisi sosial menjadi lebih baik, sesuai
mendorong perubahan. Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah mencari
potensi dan menyelesaikan masalah yang ada pada masyarakat melalui indepth
bersama yang telah direncanakan pada aksi sebelumnya. Rencana kegiatan yang
dan perilaku) dengan kolaborasi pendekatan budaya papadangan. Pada tahapan ini
dengan unsur gizi seimbang. Pengayaan materi pada budaya papadangan dan
premis bahwa solusi untuk masalah komunitas sudah ada di dalam komunitas dan
61
hanya perlu ditemukan dan solusi, modifikasi dan revitalisasi Papadangan yang
tidak hanya sekdar untuk menyelsaikan persoalan itu sendiri, melainkan merupakan
proses dalam pembelajaran partisipan dan potensi dari kearifan lokal masyarakat
suku sunda tentang budaya makan papadangan., sehingga terbangun pranata dan
kebiasan baru baik dalam komunitas tersebut yang dapat kepada masyarakat sekitar.
lapangan. Action atau tindakan dilakukan dalam rentang waktu minimal selama
empat bulan. Action merupakan promosi pendidikan gizi dan pangan lokal melalui
papadangan yang terdiri dari kegiatan, yaitu : (1) promosi budaya makan kepada
partisipan yang mempunyai anak balita dengan masalah status gizi tentang pola
asuh, pola makan serta sanitasi dan higiene anak balita , (2) melakukan modifikasi
budaya makan papadangan sebagai strategi pencegahan underweight pada balita (3)
yang telah terjadi diperiksa secara kritis. Pada fase ini semua informasi
dilaksanakan, peneliti dan masyarakat merefleksikan semua proses dan hasil yang
dicapai (dari awal sampai akhir). Pada tahapan ini dilakukan wawancara
pengukuran pengetahuan, sikap dalam pola asih anak, kebiasaan pemberian makan
anak (asupan zat gizi dan keragaman pangan anak balita) serta sanitasi dan higiene
anak balita, waktu pemberian makan dan status Imunisasi dasar lengkap.
pelaku budaya papadangan dan peneliti serta kader kesehatan yang ada di Desa
responden. Fenomena yang didapat dari hasil riset yang terdapat di lapangan, proses
pembelajaran bersama keluarga yaitu proses pencegahan masalah gizi anak balita
aksi pada keluarga, peneliti bersama dengan keluarga partisipan merefleksi semua
proses, hasil yang diperoleh dan keputusan terhadap pendidikan gizi dan budaya
papadangan.
63
Bersama dengan kelompok dan peneliti melakukan diskusi semua kegiatan pada
siklus satu dan membuat perbaikan dan rencana baru sebagai tindak lanjut dari
rencana yang telah dibuat dilakukan secara Bersama - sama oleh partisipan, tokoh
masyarakat, ahli budaya yang diikuti Bersama oleh peneliti dan masyarakat.
sikap dalam pola asuh anak, pola pemberianmakan pada anak (asupan zat gizi dan
keragaman pangan anak balita) serta sanitasi dan higiene anak balita, waktu
diusulkan dan dipakai oleh peneliti dengan memberikan kebebasan pada partisipan
aksi dalam serta pengisian. Self report dari semua rangkaian prinsip beneficience
dan prosedur penelitian. Kemudian penelitian juga dapat memberi manfaat pada
64
partisipan dan masyarakat dalam meminimalkan hal yang merugikan partisipan dan
sampel, informan, dan partisipan penelitian dengan memberikan kode pada setiap
etik penelitian diputuskan tidak bertentangan dengan nilai norma dan kemanusiaan
nomor (di isi dari komisi etik) Pertimbangan etik (ethical clearance) harus
lapangan. Tujuan dari pertimbangan etik tentunya dapat memberikan norma dan
kaidah yang berlaku dalam penelitian agar peneliti selalu berada dalam koridor
peneltian yang baik dan benar, tidak melanggar HAM, dan tentunya menghasilkan
Instrumen Penelitian
Denzin & Lincoln (2005) berpendapat bahwa instrumen penelitian atau alat
penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Dalam penelitian kualitatif, peneliti
adalah kunci terpenting untuk menemukan fakta lapangan dan peneliti adalah alat
yang tepat untuk menemukan data penelitian kualitatif. Alat bantu yang digunakan
dalam proses pengumpulan data adalah : a)Formulir mengukur status gizi balita,
b)Formulir recall-24 jam digunakan untuk mencatat jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi anak balita dalam ukuran rumah tangga dan ukuran porsi makan anak
balita dengan tujuan untuk mengukur status gizi balita, c) Formulir pengukuran
observasi dan wawancara mendalam, f) Buku catatan, alat tulis, notebook dan
kamera.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Proses
makan dan siapa saja yang terlibat dalam proses kebudayaan makan papdangan,
dan status gizi anak balita. Wawancara mendalam (indepth interview) difokuskan
guide dengan tujuan agar pertanyaan yang disampaikan tetap fokus pada perumusan
masalah
mengamati dan melihat langsung dengan dekat pola dan kebiasaan makan serta
yang underweight. Observasi yang dilakukan peneliti perlu membuka dan menjalin
kebiasaan makan Papadangan yang mempunyai balita Gizi Baik dan informan
66
lainnya (seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tenaga kesehatan, kader dan
pihak yang dilibatkan. Pertemuan penyuluhan dan konseling ini juga untuk
memperkuat subjek dan kelompok pendukung untuk melakukan program yang baru
dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah dilakukan pada saat focus group
pemberdayaan masyarakat dalam merubah perilaku untuk menuju status gizi balita
Peneliti memastikan bahwa buku harian wawancara dan buku harian observasi para
lainnya.
sampai suatu saat peneliti yakin tidak ada lagi perbedaan. Metode triangulasi yang
(b) membandingkan observasi dan perilaku sendiri dengan orang lain, (c)
dengan teori, teknik ini digunakan untuk mengungkapkan hasil sebelumnya berupa
dikumpulkan adalah pola asuh anak, pemberian makan anak, keragaman makanan
yang diberikan sesuai gizi seimbang dan sanitasi dan higiene makan anak.
Status gizi anak balita. Status gizi balita yang diukur menggunakan indeks
BB/U (berat badan menurut umur) dan PB/U,TB/U (panjang badan atau tinggi
badan menurut umur). Pengumpulan data dilakukan dengan cara : Anak balita
ditimbang dan diukur tinggi badannya untuk menentukan status gizi. Usia anak
dalam beberapa bulan dinilai dengan menggunakan dua sumber, pertama dari
jawaban ibu ketika diwawancarai, dan kedua berdasarkan tanggal lahir yang
berbasis budaya makan papadangan memiliki anak balita status gizi baik tetapi
68
dapat diterapkan pada keluarga yang memiliki balita underweight di Desa Pekayon.
keluarga yang lain yang mempunyai anak balita stunting atau kurang gizi atau
wasting. Perilaku positif yang ditularkan berupa pemberian makanan kepada anak
yang telah disepakati dengan partisipan dalam penelitian ini dipromosikan oleh
makan biasanya para keluarga akan mengajak tiga sampai lima balita untuk makan
bersama dengan harapan makanan yang dibawa cepat habis. Kebiasaan makan
papadangan dilakukan di luar rumah biasanya di teras rumah, di pos desa dan di
papadangan klasik tidak menerapkan berbagai aturan yang jelas terkait keragaman
makanan, kandungan gizi, dan kebersihan makan. Budaya makan papadangan yang
akan dilakukan modifikasi dan revitalisasi tentunya akan disisipi unsur gizi
seimbang dan kebersihan makan yang dikonsumsi balita, Selain itu waktu
pemberian makan pun disetting dengan memperhatikan waktu yang baik dilakukan
pemberian makan pada balita. Waktu makan yang baik pada balita dilakukan pada
pagi hari, siang hari dan sore hari. Selain berbagi makanan pada budaya makan
papadangan peneliti berharap para orang tua yang mengikuti kegiatan budaya
lengkap, tumbuh kembang anak baik motorik kasar dan motorik halus, serta
yaitu analisis yang terjadi di lapangan berdasarkan data-data yang diperoleh. Data
analisis univariat dan bivariat. Data yang bersifat kuantitatif adalah status gizi
balita, usia, pola konsumsi balita, waktu makan balita dan frekuensi makan balita
(keragaman pangan dan asupan zat gizi), pengetahuan gizi, Imunisasi dasar
lengkap, sanitasi dan higiene anak balita serta status gizi anak balita. Analisis data
menerapkan budaya makan papadangan dan yang tidak menerapkan budaya makan
dihasilkan dari reduksi data akan memberi gambaran yang lebih jelas tentang hasil
pengamatan.
Penyajian data adalah cara menyajikan data dalam bentuk tabel dan
gambaran umum atau bagian tertentu dari penelitian yang dilakukan. Secara teknis,
informasi penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Materi yang
Inferensi dan konfirmasi dibuat untuk menarik kesimpulan dari data yang
Daftar Pustaka
Böhm, M., Krcmar, H., Gedrich, K., Hauner, H. and Holzapfel, C., (2022).
Stress eating: an online survey of eating behaviours, comfort foods, and
healthy food substitutes in German adults. BMC public health, 22(1), pp.1-12.
Gesteiro, E., García-Carro, A., Aparicio-Ugarriza, R. and González-Gross, M.,
(2022). Eating out of Home: Influence on Nutrition, Health, and Policies: A
Scoping Review. Nutrients, 14(6), p.1265.
Gibney, J., Michael, Barnie, M., Margaret, John, M.K, & Lenore, A., (2009). Gizi
Kesehatan Masyarakat, Jakarta: EGC.
Gibson, E., Stacey, N., Sunderland, T. C. H., and Adhuri, D. S., (2020). Dietary
diversity and fish of mothers and their children in fisher households in
Komodo District, eastern Indonesia. PLoS ONE, 15(4).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0230777.
Gibson, R. (2005). Principal of Nutritional Assessment (II). Oxford University
Press: New York.
Gibson. (2008). Pengukuran Antropometri Anak, Surabaya: PT Amelia.
Gill, F., Leslie, G. and Marshall, A., (2019). Culture Eats Strategy: Involving
Parents in Escalation of Care for the Deteriorating Child. Australian Critical
Care, 32, pp.S2-S3.
Harjatmo,T.P., H.M. Par’i dan S. Wiyono., (2017). Penilaian Status Gizi. Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Jakarta.
Has, D.F.S., (2021). Pemberdayaan Kader Posyandu Dalam Program Pencegahan
Stunting Pada Balita Di Masa Pandemi Covid-19. Indonesian Journal of
Community Dedication in Health (IJCDH), 1(02), pp.7-14.
Hebding, Daniel E. and Leonard Glick., (1994). Introduction to Sociology: A Text
with Readings. Forth Edition. McGraw-Hill Inc dan Philipine Graphic Art Inc,
Pilipina.
Heron, John. (1981). "Philosophical Basis for a New Paradigm," pp. 19-35 in Peter
Reason and John Rowan, eds., Human Inquiry. New York: John Wiley and
Sons.
Hidayat. (2009). Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Hughes. (2016). Socio Cultural factors influencing food consumption patterns in
the black Africa University Of missisipi medical Center. Missisipi:
Departement of Preventive Medicine Jackson.
Huiracocha-Tutiven, L., Orellana-Paucar, A., Abril-Ulloa, V., Huiracocha-Tutiven,
M., Palacios-Santana, G. and Blume, S., (2019). Child development and
nutritional status in Ecuador. Global Pediatric Health, 6,
p.2333794X18821946.
Jamra, V. and Bankwar, V., (2013). Effect Of Short-Term Community Based
Intervention to Reduce the Prevalence of Under Nutrition in Under-Five
Children. National Journal of Community Medicine, 4(03), pp.413-417.
76
Kasmini, W.O., (2017). Pengaruh Dukungan sistem budaya terhadap pola asuh
gizi balita. Semarang: Universitas Diponegoro.
Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas. (2019). Laporan
Pemantuan kinerja Anggaran dan Pembangunan Program Percepatan dan
Penurunan Stunting. Jakarta: Kementerian Keuangan dan Bappenas.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). (2010). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). (2012). Panduan Gerakan Nasional
Sadar Gizi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun
2013. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). (2014). Pedoman Gizi Seimbang.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). (2017). Hasil Pemantauan Status Gizi
(PSG) Balita Tahun 2017. In Kementrian Kesehatan RI. file:///E:/jurnal
skripsi/mau di print/referensi/Buku-Saku-Nasional-PSG-2017_975.pdf.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). (2020). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri
Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Khandelwal, S., Zemore, S.E. and Hemmerling, A., (2018). Nutrition education in
internal medicine residency programs and predictors of residents’ dietary
counseling practices. Journal of medical education and curricular
development, 5, p.2382120518763360.
Khomsan, A. (2007). Study Implementasi Program Gizi: Pemanfaatan, Cakupan
Keefektifan dan Dampak Terhadap Status Gizi, Bogor: Departemen Gizi
Masyarakat Institusi Pertanian Bogor.
Khomsan, D., (2012). Gizi Anak Sekolah. Jakarta: Buku Kompas.
Koentjaraningrat. (1970). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan,
Jakarta.
.(2000). Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Umum.
Koesoemadinata R.P., (1982). Prinsip Sedimentologi: Jilid 2. Jurusan Teknik
Geologi ITB. Bandung.
Lewin, K. (1946). Action Research and Minority Problems. Journal of Social
Issues, 2(4), 34-46.
Liliweri, A. (2002). Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta:
LKiS Yogyakarta. Diakses 20 Oktober 2013 dari http://goo.gl/1EAxrG.
(2004), Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Pustaka Pelajar.
77
Yogyakarta.
Marylin. (2014). Pedoman Gizi Pediatrik Pendekatan Algoritmik. Jakarta: EGC.
Maula, M., (2020). Hubungan Pola Makan Dengan Tingkat Kejadian Hipertensi
Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Tonjong (Doctoral dissertation,
Universitas Peradaban).
McIntyre, A. (2004). Participatory Action Research Qualitative methods Serie 52.
California, USA: A Sage University Paper.
McTaggart, R. (1997a). Participatory Action Research. International Contexts and
Consequences. In The effects of brief mindfulness intervention on acute pain
experience: An examination of individual difference (Vol. 1).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.
Merryana, A. & Bambang, W., (2012). Pengantar Gizi Masyarakat. Kencana.
Naipan, T., Vizcarra, M., Cuevas, C. and Galvez, P., (2022). Family influences on
food choices and nutrition: What does the literature say?. Revista chilena de
nutrición, 49(3), pp.384-390.
Nency, Y. and Arifin, M.T., (2005). Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang.
Jurnal Inovasi Online Kesehatan, Vol.5, No.XVII.
Nilasari, A. (2013). Analisis Hubungan Antara Pendapatan Dengan Proporsi
Pengeluaran Pangan Dan Kecukupan Gizi Rumah Tangga Petani Di
Kabupaten Cilacap.
Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Edisi Revi). PT.
Rineka Cipta.
Novita, W. N. & Widya, R., (2016). Ketersediaan dan Keragaman Pangan serta
Tingkat Ekonomi sebagai Prediktor Status Gizi Balita. Indonesian Journal of
Human Nutrition, 3(1), 80–90.
Okubo, H., Miyake, Y., Sasaki, S., Tanaka, K. and Hirota, Y., (2016). Feeding
practices in early life and later intake of fruit and vegetables among Japanese
toddlers: the Osaka Maternal and Child Health Study. Public health
nutrition, 19(4), pp.650-657.
Pawson, R. and Tilley. N., (1997). Realistic Evaluation. London: SAGE Publication
Ltd.
Perdani, Z.P., Hasan, R. and Nurhasanah, N., (2017). Hubungan praktik pemberian
makan dengan status gizi anak usia 3-5 tahun di Pos Gizi Desa Tegal Kunir
Lor Mauk. Jurnal Jkft, 1(2), pp.9-17.
Priharsiwi. (2006). Potret Buram Anak Indonesia di-Era Otonomi Daerah “Busung
Lapar”. Yogyakarta: Media Pasindo.
Profil Dinkes Kabupaten Tangerang. (2018). Laporan Kasus Gizi. Tangerang:
Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang.
Profil Dinkes Provinsi Banten. (2018). Laporan Gizi Balita. Serang: Dinas
78
Bulan :
Lokasi :
Keterangan :
Mengetahui,
( ) ( )
83
Yang Terhormat,
Calon partisipan di tempat
1) Secara garis besar, tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengeksplorasi
persepsi seksualitas pada lansia kaitannya dengan penerapan budaya pisah
ranjang di Desa bumi Jaya Kabupaten Lampung selatan.Penelitian ini
merupakan jenis penelitian kualitatif dimana peneliti akan melakukan
penelitian dengan metode wawancara semi struktur dengan beberapa
pertanyaan terkait pelaksanaan papadangan di desa tersebut
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dasar untuk
penelitian berikutnya dalam menentukan intervensi yang tepat yang berkaitan
dengan pencegahan gizi kurang melalui budaya makan papadangan.
3) Bapak/Ibu memiliki hak untuk menentukan keikutsertaan dalam penelitian ini
tanpa ada unsur keterikatan tertentu dengan peneliti. Meskipun Bapak/Ibu
telah memutuskan untuk berpartisipasi, Bapak/Ibu tetap bisa mundur dalam
kegiatan penelitian kapan saja tanpa adanya sanksi yang diberlakukan.
4) Penelitian ini merupakan penelitian yang meminta Bapak/Ibu untuk bercerita
tentang pengalamannya dengan menjawab pertanyaan yang peneliti ajukan.
Semua jawaban dan data pribadi Bapak/Ibu akan dirahasiakan dan tidak
ada maksud kegunaan lain selain kepentingan dalam hal akademis.
5) Waktu wawancara yang akan dilakukan yaitu selama kurang lebih 60 menit.
84
Demikian surat permohonan ini Kami sampaikan, atas bantuan dan kesediaan
Bapak/Ibu, Kami ucapkan terimakasih.
Hormat Saya
Heri Setiawan
Peneliti
85
Usia :
No Handphone :
Alamat :
BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA*
secara sukarela untuk menjadi partisipan penelitian dengan penuh kesadaran serta
tanpa keterpaksaan. Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sebenar-benarnya
tanpa ada tekanan dari pihak manapun.
Peneliti Partisipan
Heri Setiawan ( )
NPM. 208111002
Oleh :
Heri Setiawan
Daftar Isi
Halaman
Pendahuluan…..................................................... 3
Latar Belakang..................................................... 3
Tujuan dan sasaran ............................................ 3
Ruang Lingkup. ................................................... 4
Alur Kegiatan makan Papadangan .................... 5
Gizi seimbang………………………... .................. 6
Penilaian status gizi…… .................................... 11
Langkah Kegiatan Papadanga………………....... 14
Langkah 1 : Identifikasi Status Gizi…… .............. 15
Langkah 2 : Analisis Pemecahan Masalah ........ 17
Langkah 3 : Perencanaan untuk Solusi ............. 19
Langkah 4 : Kesepakatan Keluarga ................... 20
Langkah 5 : Pelaksanaan Kesepakatan ............ 22
Langkah 6 : Monitoring Kegiatan ....................... 25
Langkah 7 : Evaluasi Kegiatan Papadangan ....... 27
BAB 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kebiasaan makan papadangan merupakan kebiasaan makan yang
dengan sanak saudara atau kumpul bersama dengan balita lain dengan
dilakukan dimana saja, bisa di teras rumah, di kebun, di pos desa dan di
tempat lainnya.
dahulu dan menjadi budaya dari masyarakat suku Sunda umumnya, dan
sertakan balita lain antara tiga sampai lima orang untuk makan bersama.
masyarakat suku sunda Jawa Barat, anak balita mengikuti makan bersama.
Kegiatan ini diharapkan dapat diikuti balita selama kurun waktu enam bulan
dan dapat membaginya ke ibu lain untuk anak mereka. Selama makan
tersebut telah dimakan oleh balita tersebut sesuai dengan target yang akan
dicapai.
LANGKAH KEGIATAN
Identifikasi kondisi
Menceritakan
sanitasi dasar Observasi
pengalaman.
pada rumah tangga
Pelaksanaan Melaksanakan
Mencatat
budaya makan
kesepakatan pelaksanakan
Papadangan
tugas sanitasi
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi
dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan, dan berat badan (BB) ideal.Jika seseorang mengalami
kekurangan gizi, yang terjadi akibat asupan gizi di bawah kebutuhan, maka ia
akan lebih rentan terkena penyakit dan kurang produktif. Sebaliknya, jika
memiliki kelebihan gizi akibat asupan gizi yang melebihi kebutuhan, serta pola
makan yang padat energi (kalori) maka ia akan beresiko terkena berbagai
penyakit seperti diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung dsb. Karena
itu, pedoman gizi seimbang disusun berdasarkan kebutuhan yang berbeda
pada setiap golongan usia, status kesehatan dan aktivitas fisik. Untuk
membantu setiap orang memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat,
kebutuhan asupan gizi divisualisasikan dalam bentuk Tumpeng Gizi Seimbang
(TGS), yang terdiri atas potongan-potongan tumpeng. Luasnya potongan
menunjukkan porsi yang harus dikonsumsi setiap hari. TGS dialasi air putih,
artinya air putih merupakan bagian terbesar dari zat gizi esensial bagi
kehidupan untuk hidup sehat dan aktif.
95
-
96
yang paling sederhana, tercepat, cukup teliti dan mudah dilakukan oleh siapa
parameter seperti tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar
tersebut baik, buruk, buruk atau baik. Ada beberapa cara untuk menilai status
langsung terdiri dari asupan makanan, statistik vital, dan faktor lingkungan
adalah:
a. BB/U (berat badan terhadap umur), TB/A (tinggi badan terhadap umur),
2009).
pada usia tertentu, terlepas dari apakah anak tersebut pendek atau tinggi.
97
kesehatan dan/atau status gizi yang kurang optimal. Status gizi menurut
indeks ini berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi, kondisi medis, dan
Ambang Batas
Indikator Kaategori Status Gizi
(z-score)
Berat badan sangat kurang
<-3 SD
Berat Badan (severely underweight)
menurut Umur Berat badan kurang - 3 SD sd <- 2
(BB/U) anak (underweight) SD
usia 0 - 60 Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
bulan
Risiko Berat badan lebih1 > +1 SD
Panjang Sangat pendek (severely
<-2 SD
Badan atau stunted)
Tinggi Badan - 3 SD sd <- 2
Pendek (stunted)
menurut Umur SD
(PB/U atau
Normal -2 SD sd + 3 SD
TB/U) anak
usia 0 - 60 Tinggi2 > +3 SD
bulan
Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD
Berat Badan - 3 SD sd <- 2
menurut Underweight (wasted)
SD
Panjang
Badan atau Gizi Baik (normal) -2 SD sd +1 SD
Tinggi Badan
Gizi lebih berisiko > + 1 SD sd +2
(BB/PB atau
(possible risk of overweight) SD
BB/TB) anak
usia 0 - 60 > + 2 SD sd + 3
Gizi lebih (overweight)
bulan SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Indeks Massa Gizi buruk (severely wasted)3 <-3 SD
Tubuh
menurut Umur - 3 SD sd <- 2
Underweight (wasted)3
(IMT/U) anak SD
usia
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
0 - 60 bulan
98
Catatan :
- mengembangkan diskusi dengan membahas adanya manfaat
menerapkan budaya makan papadangan sebagai pencegahan gizi
kurang pada balita.
- mencatat hal hal penting yang mungkin akan ditindak lanjuti
100