Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Keluarga

2.1.1. Defenisi Keluarga

Keluarga adalah unit dari masyarakat dan merupakan

lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam

masyarakat, hubungan yang erat antara anggotanya dengan

keluarga sangat menonjol sehingga keluarga sebagai

lembaga/unit layanan perlu diperhitungkan (Friedman, 2010)

dikutip dari Utomo, Gilang Yoga Sulistyo (2017).

Keluarga merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang

hidup bersama dalam keterikatan aturan emosional dan individu

mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari

keluarga. Keadaan ini perlu disadari sepenuhnya bahwa setiap

individu merupakan bagiannya dan di keluarga juga semua dapat

di ekspresikan tanpa hambatan yang berarti (Friedman, 2010)

dikutip dari Belitasari, Triogi (2014).

2.1.2. Fungsi Keluarga

Menurut Marilyn M. Friedman (2010) dalam Utomo, Gilang

Yoga Sulistyo (2017), fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu :

a. Fungsi Afektif

Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi

kebutuhan psikologis anggota keluarga.

b. Fungsi Sosialisasi

Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan


anak sebagai anggota masyarakat yang produktif serta

memberikan status pada anggota keluarga.

c. Fungsi Reproduksi

Untuk mempertahankan komunitas keluarga selama beberapa

generasi dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat.

d. Fungsi Ekonomi

Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.

e. Fungsi Perawatan Kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal,

perawatan kesehatan. (Marilyn M. Friedman, hal 86; 2010) dikutip

dari Utomo, Gilang Yoga Sulistyo (2017).

2.1.3. Tipe dan bentuk keluarga.

Tipe dan bentuk keluarga menurut Clark, 2010 dalam Utomo,

Gilang Yoga Sulistyo (2017), meliputi:

a) Secara tradisional

1) Keluarga Inti (Nuclear Family)

Keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang

direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anak – anak

karena dilahirkan (natural) maupun adopsi.

2) Keluarga Besar (Extended Family)

Keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan

darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu.

3) Keluarga orang tua tunggal (single parent)

Rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak

kandung atau anak angkat, yang disebabkan karena perceraian

atau kematian.
4) Keluarga tanpa anak (dyad family)

b) Secara modern (menurut Clark, 2010) dalam Utomo, Gilang Yoga

Sulistyo (2017).

1) Nuclear conjungal family

Pasangan ibu dan ayah yang menikah dengan anak kandung atau

adopsi

2) Extended family

Hubungan sanak keluarga dari pasangan ayah dan ibu (nenek,

bibi, paman, keponakan).

3) Steep family

Keluarga campuran yang dibentuk dari pernikahan yang kedua

dan satu atau kedua pasangan tersebut memiliki anak dan

kemungkinan anak dari pasangan baru.

4) Skip generation family

Pasangan kakek atau nenek atau nenek atau kakek saja dengan

satu atau lebih cucu.

5) Cohabiting generation family

Pasangan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan

6) Homosexual family

Pasangan sejenis dengan atau tanpa anak

2.1.4. Tahap dan Perkembangan Keluarga

Siklus kehidupan setiap keluarga mempunyai tahapan-tahapan.

Seperti individu-individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan

perkembangan yang berturut-turut, keluarga juga mengalami tahap

perkembangan yang berturut-turut. Adapun tahap-tahap perkembangan


keluarga berdasarkan konsep Duvall dan Miller (Friedman, 2010) dikutip

dari Utomo, Gilang Yoga Sulistyo (2017) adalah :

a. Tahap I

Keluarga pasangan baru keluarga pemula perkawinan dari

sepasang insan menandai bermulanya sebuah keluarga baru dan

perpindahan dari keluarga asal atau status lajang kehubungan baru

yang intim.

Tugas perkembangan keluarga tahap ini :

1) Membina hubungan intim yang memuaskan

2) Menetapkan tujuan bersama

3) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok

social

4) Mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB

5) Persiapan menjadi orang tua

6) Memahami prenatal care (pengertian kehamilan, persalinan dan

menjadi orang tua)

Masalah kesehatan yang muncul pada tahap ini adalah :

1) Penyesuaian seksual dan peran perkawinan, aspek luas tentang

KB, penyakit kelamin baik sebelum/sesudah menikah

2) Konsep perkawinan tradisional: dijodohkan, hukum adat Peran

perawat pada tahap ini adalah :

a) Membantu setiap keluarga agar saling memahami satu sama

lain

b. Tahap II

Keluarga dengan anak pra sekolah keluarga sedang mengasuh


anak dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30

bulan.

Tugas perkembangan pada tahap ini :

1) Adaptasi perubahan anggota keluarga (peran, interaksi, seksual,

dan kegiatan)

2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan

3) Membagi peran dan tanggung jawab (bagaimana peran orang tua

terhadap bayi dengan memberi sentuhan dan kehangatan)

4) Bimbingan orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan

anak

5) Konseling KB post partum 6 minggu

6) Menata ruang untuk anak

7) Biaya /dana cild bearning

8) Memfasilitasi Role Learning anggota keluarga

9) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin Masalah

kesehatan keluarga pada tahap ini yaitu:

a. Pendidikan maternitas fokus keluarga, perawatan bayi,

imunisasi, konseling perkembangan anak, KB, pengenalan

dan penanganan masalah kesehatan fisik secara dini.

b. Inaksebilitas dan ketidakadekuatan fasilitas perawatan ibu dan

anak.

Peran perawat pada tahap ini yaitu : mengkaji peran orangtua,

bagaimana kedua orangtua berinteraksi dengan bayi baru dan

merawatnya, dan bagaimana respon bayi.

c. Tahap III

Keluarga dengan anak usia pra sekolah dimulai ketika anak


pertama berusia dua setengah tahun dan berakhir ketika anak berusia

5 tahun.

Tugas perkembangan pada tahap ini :

1) Pemenuhan kebutuhan anggota keluarga

2) Membantu anak bersosialisasi

3) Beradaptasi dengan anak baru lahi, anak yang lain juga terpenuhi

4) Mempertahankan hubungan di dalam maupun di luar keluarga

5) Pembagian waktu, individu, pasangan dan anak

6) Pembagian tanggung jawab

7) Merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh dan

kembang anak

d. Tahap IV

Keluarga dengan anak usia sekolah dimulai ketika anak pertama

berusia 6 tahun dan mulai masuk sekolah dasar dan berakhir pada

usia 13 tahun, awal dari masa remaja.

Tugas perkembangan pada tahap ini :

1) Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah,

sekolah dan lingkungan lebih luas

2) Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual

3) Menyediakan aktifitas anak

4) Menyesuaikan pada aktifitas komuniti dengan mengikutsertakan

anak.

5) Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan

dan kesehatan anggota keluarga

Masalah kesehatan keluarga pada tahap ini yaitu:


1) Kecelakaan dan injuri pada anak

2) Pemenuhan nutrisi pada makanan yang membuat berisiko

hipertensi pada anak-anak.

Peran perawat pada tahap ini adalah: diskusi keselamatan anak

dengan orangtua, melakukan screening atau pemeriksaan diri

melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan diri.

e. Tahap V

Keluarga dengan anak remaja yang dimulai ketika anak pertama

melewati umur 13 tahun, berlangsung selama 6 sampai 7 tahun.

Tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih

awal atau lebih lama jika anak masih tinggal di rumah hingga berumur

19 atau 20 tahun.

Tugas perkembangan pada tahap ini :

1) Pengembangan terhadap remaja (memberikan kebebasan yang

seimbang dan tanggung jawab mengingat remaja adalah seorang

yang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi)

2) Memelihara komunikasi terbuka (cegah gep terbuka)

3) Memelihara hubungan intim dalam keluarga

4) Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan anggota

keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota

keluarga

Masalah kesehatan keluarga pada tahap ini yaitu:

1) Pada remaja: kecelakaan, perkelahian, penggunaan obat-

obatan/NAPZA, alkohol, merokok, pergaulan bebas, kehamilan

tidak dikehendaki.

2) Terdapat beda persepsi antara orangtua dan anak remaja


3) Perhatian pada gaya hidup keluarga yang sehat

Peran perawat pada tahap ini yaitu: memberikan konseling dan

pendidikan tentang seks education, memberikan persepsi remaja

tentang seks education, uji kehamilan, AIDS dan aborsi

f. Tahap VI

Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda yang ditandai

oleh anak pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir

dengan rumah kosong, ketika anak terakhir meninggalkan rumah.

Tahap ini dapat singkat atau agak panjang, tergantung pada berapa

banyak anak yang belum menikah yang masih tinggal di rumah. Fase

ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan dan oleh anak-anak

untuk kehidupan dewasa yang mandiri.

Tugas perkembangan pada tahap ini :

1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar

2) Mempertahankan keintiman

3) Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di

masyarakat.

4) Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima

kepergian anaknya

5) Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga

6) Berperan suami-istri kakek dan nenek

7) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi

anak-anaknya.

Masalah kesehatan keluarga pada tahap ini yaitu:

1) Masalah komunikasi anak dengan orangtua (jarak), perawatan

usia lanjut, masalah penyakit kronis; Diabetes, Hipertensi,

kolestrol dll.
Peran perawat pada tahap ini yaitu: memberikan strategi promosi

kesehatan dan gaya hidup sehat.

g. Tahap VII

Orang tua usia pertengahan, dimulai ketika anak terakhir

meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pensiun atau kematian

salah satu pasangan.

Tugas perkembangan pada tahap ini :

1) Mempunyai lebih banyak dan waktu kebebasan dalam mengolah

minat social dan waktu santai

2) Memulihkan hubungan antara generasi muda tua

3) Keakraban dengan pasangan

4) Persiapan masa tua/ pensiun

Masalah kesehatan keluarga pada tahap ini yaitu:

1) Masalah hubungan perkawinan, komunikasi dengan anak-anak dan

teman sebaya, masalah ketergantungan perawatan diri

Peran perawat pada tahap ini yaitu: kebutuhan promosi

kesehatan, pemeriksaan berkala.

h. Tahap VIII

Keluarga dalam masa pensiun dan lansia dimulai dengan salah

satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun, hingga salah

satu pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan lainnya

meninggal.

Tugas perkembangan pada tahap ini :

1) Penyesuaian tahap masa pensiun dengan cara merubah cara

hidup

2) Menerima kematian pasangan-pasangannya, kawan dan


mempersiapkan kematian

3) Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat

4) Melakukan Life review masa lalu Masalah kesehatan pada tahap

ini yaitu:

a) Menurunnya fungsi dan kekuatan fisik

b) Sumber-sumber financial yang tidak memadai

c) Isolasi social

Kesepian dan banyak kehilangan lainnya yang dialami lansia

menunjukan adanya kerentanan psikofisiologi dari lansia. Peran

perawat pada tahap ini yaitu: memfasilitasi perawatan kesehatan

bagi lansia.

2.1.5. Struktur Keluarga

2.1.5.1. Struktur Peran Keluarga

Terdapat 2 perspektif dasar mengenai peran orientasi struktural

yang menekankan pengaruh normatif yaitu pengaruh yang berkaitan

dengan status – status tertentu dan peran – peran terkaitnya dan

orientasi interaksi yang menekankan timbulnya kualitas peran yang

lahir dari interaksi sosial. (Turner, 1970 dalam Friedman, 2010) dikutip

dari Utomo, Gilang Yoga Sulistyo (2017).

a. Peran Formal

Keluarga membagi peran secara merata kepada para

anggota keluarga seperti cara masyarakat membagi peran –

perannya, bagaimana pentingnya pelaksanaan peran bagi suatu

sistem. Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga

(pencari nafkah, ibu rumah tangga, tukang perbaiki rumah,

pengasuh anak, dan manager keuangan). (Friedman, 2003).


Menurut Gaces (1976, dalam Friedman, 2010)

mendefinisikan 6 peran dasar yang membentuk posisi sebagai

suami (ayah) dan istri (ibu), peran – peran tersebut adalah peran

sebagai provider (penyedia), peran sosialisasi anak, peran

rekreasi, peran persaudaraan, peran terapeutik, (memenuhi

kebutuhan afektif dari pasangan), peran seksual.

b. Peran Informal

Peran informal bersifat implisit biasanya tidak tampak

kekuasaan permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi

kebutuhan – kebutuhan emosional individu dan untuk menjaga

keseimbangan dalam keluarga (Stir, 1976 dalam Friedman, 2010).

2.1.5.2. Struktur Nilai

Nilai adalah sebuah keyakinan abadi yang mempunyai

bentuk perilaku spesifik (Rokeach, 1973 dalam Friedman, 2010)

dikutip dari Utomo, Gilang Yoga Sulistyo (2017). Sedangkan nilai

– nilai keluarga didefinisikan sebagai suatu sistem ide, sikap, dan

kepercayaan tentang nilai suatu keseluruhan atau konsep yang

secara sadar mupun tidak sadar mengikat bersama – sama

seluruh anggota keluarga dalam suatu budaya lazim.

2.1.5.3. Struktur Kekuatan Keluarga

Kekuasaan merupakan kemampuan potensial maupun aktual

dari seorang individu untuk mengontrol, mempengaruhi, mengubah

tingkah laku seseorang (Friedman, 2010). Kekuasan keluarga

sebagai sebuah karakteristik dari sistem keluarga adalah kemampuan

untuk potensial maupun aktual dari seorang anggota individu untuk


mengubah tingkah laku anggota keluarga. (Olson & Cromwell, 1975

dalam Friedman, 2010) dukutip dari Utomo, Gilang Yoga Sulistyo

(2017).

2.1.5.4. Pola dan Proses Komunikasi

1) Pola interaksi keluarga yang berfungsi bersifat terbuka dan

jujur, selalu menyelesaikan konflik, berfikiran positif, tidak

mengulang – ulang isu dan pendapat sendiri.

2) Karakteristik keluarga berfungsi sebagai karakteristik pengirim

dan karakteristik penerima. Karakteristik pengirim berfungsi

dalam mengemukakan sesuatu pendapat yang disampaikan

jelas dan berkualitas, selalu meminta dan menerima umpan

balik. Sedangkan karakteristik penerima berfungsi siap

mendengarkan, memberikan umpan balik, melakukan validasi.

(Setiyowati & Murwani, 2008). Dikutip dari Utomo, Gilang Yoga

Sulistyo (2017).

2.1.7. Proses dan strategi koping keluarga

Menurut Friedman (2010) dalam Utomo, Gilang Yoga Sulistyo

(2017). Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga ada beberapa

peran yang dapat dilakukan oleh perawat diantaranya :

a. Memberikan asuhan keperawatan kepada anggota keluarga yang

sakit.

b. Koordinator atau menjadi pelayan kesehatan dan perawatan keluarga.

c. Menjadi fasilitator dalam pelayanan kesehatan.Menjadi penyuluh,

pendidikan dan konsultan kesehatan

2.1.8. Keluarga Sebagai Klien


Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan keluarga menurut

(Friedman, 2010) dalam Utomo, Gilang Yoga Sulistyo (2017), yang

membagi keluarga kedalam bidang kesehatan yang dapat dilakukan,

yaitu :

1. Dapat mengenal masalah kesehatan disetiap anggota keluarga yang

mengalami masalah.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi

keluarga yang bermasalah dengan kesehatannya.

3. Memberikan keperawatan untuk melakukan terhadap anggota

keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan dan dapat

membantu dirinya sendiri yang cacat atau usianya yang terlalu masih

muda.

4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan untuk

kesehatan anggota keluarga yang lainnya.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan.

2.1.9. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan

2.1.10.

2.2. Konsep Lansia

2.2.1. Defenisi Lanjut Usia

Lanjut usia adalah keadaan dimana mengalami kegagalan

dalam mempertahankan keseimbangan tubuh seseorang terhadap

stress fisiologisnya. Kegagalan disini diartikan sebagai penurunan

pada daya kemampuan dalam hidup dan meningkatkan kepekaan

seseorang (Muhith dan Siyoto, 2016).


Menurut World Health Organization (WHO), lanjut usia

adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 keatas. Lansia

merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki

tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang

dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut

Aging Process atau proses penuaan.

Istilah usia lanjut secara umum dipakai untuk

mengelompokkan masyarakat dewasa yang sudah berumur lebih

dari 60 tahun. Pada kenyataannya, istilah yang digunakan

tersebut memiliki cakupan dalamkehidupan yang jauh lebih luas

dari sekedar batas umur karenausia lanjut memiliki berbagai

masalah yang saling terkait seiring bertambahnya usia. Perlu

dibedakan antara usia lanjut dan geriatri. Usia lanjut adalah orang

dengan umur lebih dari 60 tahun dengan penakit tunggal.

Sedangkan geriatri adalah orang dengan umur lebih dari 60 tahun

dengan penyakit lebih dari satu (Saryono & Badrushshalih, 2010).

2.2.2. Klasifikasi Lanjut Usia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (Wahyudi, Nugroho,

2000) siklus hidup lansia yaitu :

1. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45

sampai 59 tahun.

2. Lansia (elderly), dengan usia antara 60 sampai 74 tahun.

3. Lansia tua (old), dengan usia 60-75 dan 90 tahun.

4. Lansia sangat tua (very old), dengan usia diatas 90 tahun.

(Muhith dan Siyoto, 2016)


Menurut Prof.Dr.Koesoemato Setyonegoro dalam Muhith

dan Siyoto (2016). Pengelompokan lansia sebagai berikut:

1. Usia dewasa muda (elderly adulhood): 18/20-25 tahun.

2. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas: 25

tahun-60/65 tahun.

3. Lansia (geriatric age): lebih dari 65/70 tahun. Geriatric age

dibagi menjadi 3, yaitu: young old (70-75 tahun), old(75-80

tahun), dan very old (lebih dari 80 tahun).

2.2.3. Karakteristik lansia

Lansia mempunyai karakteristik menurut Budi Anna Keliat

(1999) dalam Maryam, dkk (2008) sebagai berikut :

1. Seseorang dengan usia 60 tahun keatas (pada pasal 1

ayat 2, 3, 4, UU No.13 tentang kesehatan).

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat

sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai

spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi

maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.2.4. Tipe lansia

Menurut Nugroho (2000) tipe lansia tergantung dari karakter,

ekonomi, kondisi fisik, mental, pengalaman hidup, sosial dan

lingkungannya. Tipe-tipe lansia bisa dijabarkan sebagai berikut:

1. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri

dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,

bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,

memenuhi undangan, dan menjadi panutan.


2. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif

dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan

memenuhi undangan.

3. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit

dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.

4. Tipe Pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan

keagamaan, dan melakukan pekerjaan apa.

5. Tipe Bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

Selain tipe lansia yaitu tipe konstruktif, tipe optimis, tipe

dependen (ketergantungan), tipe militan dan serius, tipe devensif

(bertahan),tipe putus asa (benci terhadap dirinya) serta tipe

pemarah/frustasi (kekecewaan karena gagal dalam melakukan

sesuatu).(Maryam dkk, 2008).

2.2.5. Permasalahan Lansia

Menurut Siyoto dan Muhith (2016) permasalahan yang berkaitan

dengan lanjut usia antara lain:

1. Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan

kemunduran dari berbagai masalah, baik secara fisik, biologis,

mental, maupun sosial ekonomi terutama pada kemampuan

fisiknya, yang akan mengakibatkan adanya gangguan didalam


kebutuhannya dalam kehidupan. Selain itu, akan berakibat

menurunnya peranan dalam sosialnya yang menjadikan

peningkatan ketergantungan kepada orang lain dalam

memerlukan bantuan.

2. Tidak hanya kemunduran fisik yang dialami oleh lansia, tetapi

juga berpengaruh pada kondisi mental. Semakin seseorang

itu lanjut usia, kehidupan sosialnya juga mengalami

penurunan. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya

integrasi dengan lingkungannya yang akan berdampak pada

kebahagiaan seseorang.

3. Mereka yang sudah lanjutusia, ada beberapa dari mereka

yang masih ada kemampuan untuk bekerja. Tetapi,

masalahnya mereka yang sudah lansia bagaimana

menggunakan keberfungsian dalam kemampuan dan

tenaganya dalam keterbatasan pada kesempatan bekerja.

4. Sebagian lansia masih ada yangmengalami keterlantaran.

Mereka tidak mempunyai bekal hidup dan

pekerjaan/penghasilan, terkadang juga tidak mempunyai

keluarga/sebatang kara.

5. Terkadang lansia akan dihargai dan dihormati ketika mereka

di dalam masyarakat tradisional, sehingga mereka masih

berguna 11bagi masyarakat dan berperan didalamnya.

Berbeda dengan masyarakat industri, cenderung mereka

kurang dihargai yang akan mengakibatkan mereka menjauh

dari kehidupan masyarakat. Keadaan inilah yang

menyebabkan menurunnya kualitas hidup lanjut usia.


6. Karena kondisinya, lanjut usia memerlukan tempat tinggal

atau fasilitas perumahan yang khusus.

2.2.6. Masalah pada lansia

Menurut Nugroho (2016) dalam bukunya mengatakan bahwa

perubahan system tubuh pada lansia sebagai berikut :

1. Sel

a) Pada lansia, jumlah akan lebih sedikit dan ukurannya akan

lebih besar.

b) Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang.

c) Proporsi protein di otak, oto, ginjal, darah, dan hati juga ikut

berkurang.

d) Jumlah sel otak akan menurun.

e) Mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan otak

menjadi atropi.
2. Sistem pernafasan

a) Rata-rata berkurangnya saraf neurocortical sebesar 1 per

detik (Pakkenberg dkk, 2003).

b) Hubungan persyarafan cepat menurun.

c) Lambat dalam merespons, baik dari gerakan maupun jarak

dan waktu, khusus dengan stress.

d) Mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi kurang

sensitif terhadap sentuhan.

3. Sistem Pendengaran

a) Gangguan pada pendengaran (presbiakusis).

b) Membran timpani atropi.

c) Terjadi penggumpalan dan pengerasan scrumen karena

peningkatan kreatin.

d) Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami

ketegangan jiwa dan stres.

4. Sistem Penglihatan

a) Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya

respon terhadap sinar.

b) Kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis).

c) Lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak.

d) Meningkatkan ambang.

e) Pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap

kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat

dalam keadaan gelap.

f) Hilangnya daya akomodasi.


g) Menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya

untuk membedakan antara warna biru dan hijau pada

skala pemeriksan.

5. Sistem Kardiovaskular

a) Elastisitas dinding aorta menurun.

b) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1%

setiap tahunnya sesudah berumur 20 tahun. Hal ini

menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya

efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,

sering terjadi postural hipotensi.

e) Tekanan darah meningkat diakibatkan oleh

meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.

6. Sistem Pengaturuan suhu tubuh

a) Suhu tubh menurun (Hipotermia) secara fisiologisnya

+35 C. Hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang

menurun.

b) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat

memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi

rendahnya aktivitas otot.

7. Sistem pernafasan

a) Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi

kaku.

b) Menurunnya aktivitas dari silia.

c) Paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas

residu meningkat.
d) Menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan

maksimum menurun dan kedalamanbernapas menurun.

e) Ukuran alveoli melebar, dari normal dan jumlahnya

berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75

mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan

penurunan kekuatan otot pernapasan.

8. Sistem gastrointestinal

a) Kehilangan gigi, indera pengecapan mengalami

penurunan.

b) Esofagus melebar.

c) Sensitivitas akan rasa lapar menurun.

d) Produksi asam lambung dan waktu pengosongan

lambung menurun.

e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

f) Fungsi absorbsi menurun

g) Hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat

menyimpan.

h) Berkurangnya suplai aliran darah.

9. Sistem genitourinarial

a) Ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah

ke ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang

(berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk

mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun,

protein uria biasanya +1), Blood Urea Nitrogen(BUN)

meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap

glukosa meningkat.
b) Otot-otot kandung kemih (vesika urinaria) melemah

kapasitasnya, menurun hingga 200 ml dan

menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat,

kandung kemih dikosongkan sehingga meningkatkan

retensi urine.

c) Pria dengan 65 tahun ke atas sebagian besar

mengalami pembesaran prostat hingga +75% dari besar

normalnya.

10. Sistem endokrin

Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas

tiroid, basal metabolik rate (BMR), daya pertukaran gas,

produksi aldosteron, serta sekresi hormon kelamin seperti

progesteron, estrogen, dan testosterone.

11. Sistem Integumen

a) Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

b) Permukaan kulit kasar dan bersisik.

c) Menurunnya respons terhadap trauma, mekanisme

proteksi kulit menurun.

d) Kulit kepala dan rambut menipis serta berwana kelabu.

e) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

f) Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan

vaskularisasi.

g) Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras

dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan

seperti tanduk

h) Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.i.Kuku

menjadi pudar dan kurang bercahaya.


12. Sistem Muskuloskeletal

a) Tulang kehilangan kepadatan (density) dan semakin

rapuh.

b) Kifosis

c) Persendian membesar dan menjadi kaku

d) Tendon mengkerut dan mengalami sclerosis

e) Atropi serabut ototsehingga gerak seseorang menjadi

lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor.

2.3. Konsep Dasar Jatuh

2.3.1. Pengertian Jatuh

Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita

atau saksi mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan

seseorang mendadak terbaring atau terduduk di lantai atau tempat

yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau

luka (Darmojo, 2009).

Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita

atau saksi mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan

seseorang mendadak terbaring atau terduduk di lantai atau tempat

yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau

luka (Darmojo, 2009).

Jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang

dalam keadaan sadar mengalami jatuh (Stanley, 2006).

2.3.2. Faktor Resiko Penyebab Jatuh

Faktor penyebab jatuh pada lansia dibagi menjadi 2 bagian yaitu

faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik:

a) Faktor Intrinsik
1. System saraf pusat

Stroke dan TIA (Tarancient Ischemic Attack) yang

menyebabkan hemiprase sering mengakibatkan jatuh pada

lansia. Parkinson yang mengakibatkan kekakuan alat alat

gerak, maupun depresi yang menyebabkan lansia tidak

terlalu perhatiaan saat berjalan.

2. Demensia

Demensia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi

hilangnya fungsi intelektual dan ingatan atau memori yang

menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Lansia dengan

demensia menunjukan persepsi yang salah terhadap

bahaya lingkungan, terganggunya keseimbangan tubuh

dan apraxiasehingga insiden jatuh meningkat.

3. Gangguan system sensorik

Gangguan penglihatan (gangguan sistem sensori) seperti

katarak, glukoma, degenerasi mokular, gangguan visus

paska stroke, dan reiopati diabetic meningkat sesuai

dengan umur. Adanya gangguan penglihatan pada lansia

menyebabkan lansia kesulitan saat berjalansehingga lansia

sering menabrak objek kemudian terjatuh. Dalam pebelitian

Kerr et.,all.(2011) menyatakan bahwa gangguan

penglihatan memiliki resiko untuk menyebabkan kejadian

jatuh atau insiden lain yang membuat cidera.

4. Muskulosketal

Gangguan musculoskeletal menyebabkan gangguan gaya

berjalan dan keseimbangan. Hal ini berhubungan dengan

proses menua yang fisiologis. Perubahan tersebut


mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang pendek,

penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak

dapat menapak dengan kuat dan cenderung mudah goyah.

Keterlambatan mengantisipasi bila terpleset, tersandung,

dan kejadian tiba-tiba dikarenakan terjadi perpanjangan

waktu reaksi sehingga memudahkan jatuh (Reuben, 1996;

Kane, 1994; Tinneti, 1992; Campbell & Brochlehurst, 1987

dalam Darmojo, 2008).

b) Faktor Ekstrinsik

1. Lingkungan

Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yanb kurang,

benda-benda di lantai (seperti tersandung karpet),

peralatan rumah yang tidak stabil, tangga tanpa pagar,

tempat tidur atau tempat buang air terlalu rendah, lantai

yang tidak rata, licin atau menurun, karpet yang tidak

dilem dengan baik, keset yang tebal atau menekuk

pinggirnya, benda-benda alas lantai yang licin dan mudah

tergeser serta alat bantu jalan yang tidak tepat (Yuli Reny,

2014).

2. Aktivitas

Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan

aktifitas biasa seperti berjalan, naik atau turun tangga dan

mengganti posisi. Jatuh juga sering terjadi pada lansia

dengan banyak melakukan kegiatan dan olahraga,

mungkin disebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya

yang lebih banyak. Jatuh juga sering terjadi pada lansia

yang immobile(jarang bergerak ketika tiba-tiba ingin


pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa

pertolongan (Suyanto, 2008).

3. Obat-obatan

Jumlah obat yang diminum merupakan faktor yang

bermakna terhadap penderita. Obat-obatan meningkatkan

resiko jatuh diantaranya obat golongan sedative dan

hipnotik yang dapat mengganggu stabilitas postur tubuh,

yang mengakibatkan efek samping menyerupai sindrom

Parkinson seperti diuretic/antihipertensi, antidepresen,

antipsikotik, obat-obatan hipoglikemik dan alkohol.

2.3.3. Akibat Jatuh Pada Lansia

Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusak

fisik dan psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari

kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis fraktur lain yang

sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur pergelangan tangan,

lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak

psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok setelah

jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak

konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri,

pembatasan dalam aktifitas sehari-hari, falafobia atau fobia jatuh

(Stanley, 2006).

2.3.4. Komplikasi Jatuh

Menurut Kane (1996), dalam Darmojo (2004), komplikasi-

komplikasi jatuh adalah:

a) Perlukaan (injury)Perlukaan (injury) mengakibatkan

rusaknya jaringan lunak yang terasasangat sakit berupa


robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteria tau

vena, patah tulang atau fraktur misalnya fraktur pelvis,

femur, humerus, lengan bawah, tungkai atas.

b) Disabilitas

Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang

berhubungan dengan perlukaan fisik dan penurunan

mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan kepercayaan diri

dan pembatasan gerak.

c) Kematian

2.3.5. Pencegahan Jatuh

Menurut Tinetti (1992), yang dikutip Darmojo (2004), ada 3 usaha

pokok untuk pencegahan jatuh yaitu:

a) Identifikasi faktor resiko

Setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk

mencari adanya faktor intrinsic risiko jatuh, perlu dilakukan

assessment keadaan sensorik, neurologis,

musculoskeletal dan penyakit sistematik yang sering

menyebabkan jatuh.Keadaan lingkungan rumah yang

berbahaya dan dapat menyebabakan jatuh harus

dihilangkan. Penerangan harus cukup tetapi tidak terlalu

menyilau, lantai datar tidak licin dan bersih sehingga tidak

menganggu jalan atau aktivitas lansia.

b) Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan

Lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan

tubuhnya dalam melakukan gerakan pindah tempat,

pindah posisi. Bila goyangan tubuh pada saat berjalan


sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan

oleh rehabilitas medis.

c) Mengatur atau mengatasi faktor situsional

Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah

dengan mengusahakan perbaikan lingkungan, faktor

situasional yang berupa aktivitas fisik dapat dibatasi sesuai

dengan kondisi kesehatan lanjut usia. Aktivitas tersebut

tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan

baginya sesuai pemeriksaan kondisi fisik. Maka dianjurkan

lanjut usia tidak melakukan aktivitas fisik yang sangat

melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.

Anda mungkin juga menyukai