Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA DAN SEMISOLIDA

“Sediaan Gel Na Diklofenak”

Dosen pengampu : apt. Lidya Ameliana, S.Si.,M.Farm.

Hari, tanggal : Senin, 1 November 2021

Disusun oleh:

Kelompok C1.2

Jeanne Sonya Dhiharsiwi 192210101043

Nur Faiza Mandarini 192210101107

Farhanne Putri N. H. 192210101145

Dwi Anggoro Wisnu Aji 192210101151

BAGIAN FARMASETIKA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER

2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Praktikum ............................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 3
2.1 Dasar Teori ....................................................................................................................... 3
2.2 Evaluasi Produk Referen ................................................................................................. 10
2.3 Studi Praformulasi Bahan Aktif ...................................................................................... 12
2.4 Alasan Pemilihan Bahan Aktif, pemilihan Bentuk Sediaan dan Aturan Pakai ................ 13
2.4.1 Alasan Pemilihan Bahan Aktif ............................................................................ 13
2.4.3 Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan ...................................................................... 13
2.4.3 Aturan Pakai ...................................................................................................... 15
2.5 Studi Praformulasi Bahan Tambahan ............................................................................. 15
BAB III METODE ................................................................................................................. 22
3.1 Alat dan Bahan................................................................................................................ 22
3.2 Susunan Formula per Satuan Kemasan .......................................................................... 22
3.3 Komposisi Bahan Yang Direncanakan ............................................................................ 22
3.4 Rancangan Spesifikasi ..................................................................................................... 25
3.5 Cara Pembuatan ............................................................................................................. 26
3.6 Prosedur Evaluasi Sediaan .............................................................................................. 27
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................................ 32
4.1 Formulasi gel Na Diklofenak pada Video Praktikum ...................................................... 32
4.2 Alasan Pemilihan Bahan Tambahan ............................................................................... 32
4.3 Pilihan Ekspien Lainnya ................................................................................................. 33
4.4 Cara Pembuatan Gel Na Diklofenak ............................................................................... 34
4.5 Evaluasi sediaan .............................................................................................................. 37
4.5 Kesimpulan ..................................................................................................................... 41
Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 42

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inflamasi merupakan respon pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing, kerusakan
jaringan atau keduanya. Inflasi dapat disebabkan oleh mikroorganisme, trauma mekanis,
zat-zat kimia dan pengaruh fisika. Respon inflasi meliputi rubor (kemerahan), kalor (panas),
dolor (nyeri), dan tumor (pembengkakan) (Corwin, 2008). Salah satu penyakit yang
berhubungan erat dengan nyeri/dolor adalah Osteoarthritis (OA).
Osteoarthritis (OA) adalah penyakit yang menyerang persendian kronis dimana terjadi
proses pelemahan dan disintegrasi dari tulang rawan yang disertai dengan pertumbuhan
tulang rawan baru pada sendi. Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2017,
diperkirakan penderita OA di dunia mencapai 9,6% pada laki-laki dan 18% pada
perempuan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyebutkan prevalensi
penyakit sendi di Indonesia sebesar 7,3% dengan 6,1 % pada laki-laki dan 8,5% menyerang
perempuan. Prevalensi osteoarthritis meningkat seiiring bertambahnya usia dengan
prevalensi 18,6% pada usia di atas 65 tahun dan 18,9% pada usia di atas 75 tahun (Budiman,
N.Y., dkk., 2020). Berdasarkan data tersebut, penyakit OA membutuhkan penanganan yang
serius untuk mengobati dAan meredakan rasa nyeri pada sendi dengan obat NSAID.
NSAID (nonsteroidal antiinflamasi) adalah obat yang memberikan efek analgesik,
antipiretik, dan anti-inflamasi. salah satu obat NSAID digunakan untuk meringankan nyeri
dan inflamasi otot rangka dan penyakit sendi misalnya, rheumatoid arthritis, osteoarthritis,
dan ankylosing spondylitis, keseleo; dan nyeri lainnya seperti renal colic, acute gout adalah
diklofenak. Bentuk senyawa yang aktif sebagai anti-inflamasi adalah bentuk garam natrium
dan garam dietil amonium, dimana yang paling umum digunakan adalah Na diklofenak
(Anggraeni, Y., dkk., 2012). Na diklofenak bekerja menghambat COX secara nonselektif.
Disamping itu, Na diklofenak mengakibatkan efek samping tukak lambung karena
berkurangnya sifat proteksi mukosa lambung, permasalahan pada sediaan intramuscular,
suppositoria, dan sediaan mata. Oleh karena itu, Na diklofenak dibuat dalam bentuk topical
untuk meminimalkan efelk samping dan memberikan kenyamanan (Katzung, 2007).
Pemilihan sediaan topical untuk Na diklofenak salah satunya adalah sediaan gel.
Berdasarkan uraian di atas, sebagai calon farmasis harus mengetahui formula yang
sesuai untuk pembuatan gel Na diklofenak dan dapat mempraktikkan cara pembuatannya

1
sampai evaluasi sediaan sehingga didapatkan sediaan yang efektif, aman, dapat diterima,
dan stabil.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa dapat melakukan studi praformulasi sediaan gel Na diklofenak.
2. Mahasiswa dapat memahami dan membuat formula sediaan gel Na diklofenak secara
baik dan benar
3. Mahasiswa dapat memahami dan mempraktikkan prosedur pembuatan dan evaluasi
sediaan gel Na diklofenak secara baik dan benar.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


a. Gel
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan
mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang
disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989).
Berdasarkan jenis fase terdispersinya gel dibagi menjadi gel fase tunggal dan gel sistem
2 fase. Gel satu fase atau fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar
merata dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara
molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel ini dapat dibuat dari makromolekul
sintetik seperti karbomer atau dari gom alam seperti tragakan. Sedangkan sistem gel
dua fase (magma) terbentuk jika massa gel terdiri dari kelompok partikel kecil yang
terpisah, contohnya yaitu gel aluminium hidroksida. Dalam sistem dua fase, jika ukuran
partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai
magma, misalnya magma bentonite. Gel dan magma memiliki sifat tiksotropik yaitu
akan membentuk fase semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair saat diberi pengocokan
(Depkes RI, 2020).
Berdasarkan kepolarannya, gel dibagi menjadi dua, yaitu gel lipofilik atau oleogel
dan gel hidrofilik. Gel lipofilik/hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel
anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi
antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara
spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989).
Pembuatan gel lipofilik menggunakan basis non polar yang terdiri dari parafin cair,
polietilen, atau minyak lemak yang ditambah dengan silika koloid atau sabun-sabun
aluminium atau seng (Gaur et al, 2008). Contoh sediaan gel berbasis lipofilik ialah
emulgel. Emulgel bersifat thixotropic, tidak berminyak, mudah menyebar, mudah
dihapus dari permukaan kulit, emolien, tidak meninggalkan noda, transparan dan
memiliki akseptabilitas yang baik.Emulgel juga memiliki kemampuan penetrasi kulit
yang baik dan masa simpan yang lama (Panwar, et al., 2011 ; Ashara, et al., 2016).
Selain itu, emulgel juga mempunyai kelemahan dalam segi iritasi kulit pada dermatitis
kontak karena obat dengan ukuran partikel yang besar sulit diserap ke dalam kulit dan
pembuatan emulgel dirasa lebih sulit dibandingkan gel karena kemungkinan terjadinya

3
gelembung dan membutuhkan proses yang lebih panjang (Sreevidya., 2019). Gel
hidrofilik terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau
disatukan dengan molekul dari fase pendispersi (Ansel, 1989) dengan menggunakan
basis yang bersifat hidrofilik atau polar seperti air, gliserol atau propilen glikol, yang
ditambah gelling agent seperti amilum, turunan selulosa, carbomer dan magnesium-
aluminum silikat. Gel hidrofilik umummnya mengandung komponen bahan
pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (Voigt, 1994).
Berdasarkan sifat pelarutnya yang terdiri dari hidrogel, organogel, dan xerogel.
Hydrogel (sering disebut juga aquagel) merupakan bentuk jaringan tiga dimensi dari
rantai polimer hidrofilik yang tidak larut dalam air tapi dapat mengembang didalam air.
Karena sifat hidrofil dari rantai polimer, hidrogel dapat menahan air dalam jumlah
banyak di dalam struktur gelnya (superabsorbent). Kedua, organogel ialah bahan
padatan non kristalin dan thermoplastik yang terdapat dalam fase cairan organik yang
tertahan dalam jaringan cross-linked tiga dimensi. Cairan dapat berupa pelarut organik,
minyak mineral, atau minyak sayur dan dispersi logam stearat dalam minyak. Ketiga,
xerogel yang berbentuk gel padat hasil pengeringan dengan cara penyusutan.
Karakteristik xerogel antara lain mempertahankan porositas yang tinggi (25%), luas
permukaan yang besar (150-900 m2/g), dan ukuran porinya kecil (1-10 nm). Kondisi
yang diinginkan jika tidak ada penyusutan jaringan dan porous-dengan nama lain
terbentuk aerogel- dapat dilakukan dengan penambahan agen yang menyerap dan
mengembangkan matriks gel seperti gelatin kering, selulosa kering, dan polistirena.
Karakteristik gel umumnya sediaan semi padat yang jernih dan tembus cahaya
yang mengandung zat aktif di dalamnya, konsentrasi dan BM dari bahan pembentuk
gel harus rendah supaya menghasilkan gel yang mudah dikeluarkan. Bahan pembentuk
gel atau gelling agent yang ideal untuk sediaan farmasi kosmeyik harus bersifat inert,
aman, dan tidak bereaksi dengan komponen lain (Lachman, 1994). Sifat atau
karakteristik gel lainnya terkait prosedur pembentukan gel dapat dilakukan du acara,
yakni melalui penurunan temperature atau pemanasan thermogelation (Lachman,
1994). Tetapi jika dilakukan dengan pemanasan suhu tinggi, gel akan mengalami
kekakuan karena Sebagian dari seolvennya menguap.
Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut:
a. Kemampuan penyebarannya baik pada kulit
b. Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit
c. Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis
4
d. Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik
e. Pelepasan obatnya baik
Sediaan gel penting adanya bahan pembentukan gel atau gelling agent yang bekerja
mengentalkan dan menstabilkan berbagai macam sediaan obat, dan sediaan kosmetik.
Gelling agent merupakan komponen polimer dengan bobot molekul tinggi yang
merupakan gabungan molekul-molekul dan lilitan-lilitan dari molekul polimer yang
akan memberikan sifat kental dan gel yang diinginkan. Molekul polimer berikatan
melalui ikatan silang membentuk stuktur jaringan tiga dimensi dengan molekul pelarut
terperangkap dalam jaringan. Penambahan gelling agent dalam formula perlu
dipertimbangkan yaitu tahan selama penyimpanan dan tekanan tube selama pemakaian
topikal. Berikut macam golongan yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Sulaiman
dkk, 2008).
Tabel 1. Macam-macam Bahan Gelling Agent
Bahan Pembentuk Gel (Gelling agent) Kadar (%)
1. Protein
Kolagen 0.2-0,4
Gelatin 2-15
2. Polisakarida
Agar 0,1-1
Tragakan 2-5
Starch 6
3. Polimer semi sintetik (derivate
selulosa)
Na-CMC 4-6
Hidroksipropil selulosa 8-10
Hidroksipropilmetil selulosa 2-10
4. Polimersintetik
Carbomer 0,5-2
Polaxomer 15-50
Polyacrylamide 4
Polyvinyl alcohol 0-20
5. Bahan anorganik
Aluminium hidroksida 3-5
Bentonit 5
Uraian pada tabel di atas dijelaskan di bawah ini
1. Protein
Protein yang termasuk gum alam dapat membentuk suatu gel dengan cara
dispersi sederhana dalam air atau melaluicara interaksi kimia. Terbentuknya gel
disebabkan karena ikatan sambung silang yang mengikat molekul polisakarida
sesamanya, sedangkan sisanya tersolvasi, misalnya seperti kolagen dan gelatin

5
serta tambahan contoh lainnya adalah alginat, karagen, tragakan, pektin dan gum
xantan.
Gelatin merupakan kolagen yang terdenaturasi pada kondisi asam atau basa
untuk memperoleh gelatin tipe A atau B. Karakter gel yang terbentuk tergantung
pada kadar protein, rata-rata BM, suhu, pH dan bahan tambahan. Gel dibuat dengan
mendispersikan gelatin ke dalam air panas kemudian didinginkan. Cara lain dengan
menambahkan 3-5 bagian pelarut organik seperti etil alkohol atau propilen glikol
sehingga polimer tidak mengembang kemudian ditambah air panas dan
didinginkan (sulaiman dkk, 2008).
2. Polisakarida
Jenis golongan polisakarida yang ada di alam adalah starch dan tragakan.
• Starch (amilum)
Amilum merupakan polisakarida utama pada berbagai tanaman tingkat
tinggi termasuk jagung, gandum dan kentang. Jenis gel yang terbentuk
tergantung amilum yang digunakan; amilum jagung gel membentuk gel yang
rigid dan opaque, sedangkan amilum kentang membentuk gel jernih dan non
rigid.
• Tragakan
Tragakan dalam NF disebutkan diperoleh dari eksudasi Astragalus
gummifer Labillardiere atau spesies yang lain dari Astragalus (Famili
Leguminose). Gom tragakan sering digunakan sebagai pembentuk gel dan stabil
pada pH 4-8. Asam benzoat 0,1%, atau kombinasi 0,17% metil paraben dan
0,03% propil paraben digunakan sebagai pengawet pada gel ini. Gom tragakan
cenderung untuk menggumpal ketika ditambah air sehingga dispersi dalam air
dilakukan dengan penambahan tragakan ke dalam air dengan pengadukan kuat.
Penggunaan etanol, gliserin atau propilenglikol untuk membasahi tragakan juga
merupakan cara efektif membantu proses dispersi. Jika dalam formula gel
terdapat bahan serbuk lain maka serbuk dapat dicampur terlebih dahulu dengan
tragakan dalam keadaan kering (sulaiman dkk, 2008).
3. Polimer Semi Sintetik (Turunan Selulosa)
Turunan selulosa yang mudah terurai karena reaksi enzimatik dari aktivitas
bakteri harus disterilisasi dari sistem dalam air atau penambahan pengawet.
Turunan selulosa yang dapat digunakan untuk membentuk gel adalah

6
metilselulosa, Na-CMC, hidroksietilselulosa dan hidroksipropilselulosa (larut
dalam cairan polar organik) (Agoes dan Darijanto, 1993). Berikut penjelasannya.
• Karboksimetil selulosa (CMC-Na) ialah polimer anionik yang stabil pH 2-10
dengan medium air tetapi rentan terhadap pertumbuhan mikroba. Proses
pembentukan gelnya memerlukan penambahan suatu kation. CMC-Na ini larut
dalam air dan campuran air-gliserin.
• Hidroksipropil selulosa (HPC) dan hidoksipropil metilselulosa (HPMC). HPMC
membentuk gel pada pemanasan. Gel dengan medium air stabil pada pH 6-8
dam kompatibel dengan alkohol. HPMC membentuk gel pada suhu 50-900C dan
stabil pada pH 3-11.
• Larutan metilselulosa membentuk gel dengan pemanasan. Kekuatan gel dan
temperatur pembentukan gel tergantung pada kadar, derajat subsitusidan BM.
Temperatur pembentukan gel dapat diturunkan dengan penambahan gula atau
elektrolit (Sulaiman dkk, 2008).
4. Polimer Sintetik
Polimer sintetik sebagai gelling agent antara lain polaxommer, polyacrylamid,
polyvinyl alcohol dan carbomer. Berikut penjelasannya.
• Larutan Polaxomer (pluronic) relatif stabil dengan adanya asam, basa, dan ion
logam. Penggunaanya dalam gel harus ditambah suatu preservatif. Polaxomer
yang biasa digunakan adalah polaxomer 124 (L-44 grade), 188(F-68 grade),
237(F-87 grade), 338 (F-108 grade) dan 407 (F-127 grade).
• Polivinil alkohol (PVA) kurang larut dalam air dingin. Untuk hasil lebih baik
biasanya PVA didispersikan dalam air dingin kemudian ditambah air panas.
• Karbopol 934 merupakan polimer cross-linked kelompok acrilis dengan
polialkenil ether. Nama lain karbopol adalah acitamer, acryclic acid, polimer,
karbomer, carboxyvinyl polimer. Karbopol sebagian digunakan sebagai
suspending agentdan bersifat hidrofil,sehingga mudah terdispersi dalam air dan
dengan konsentrasi kecil yaitu 0,5 - 2,0% mempunyai kekentalan yang cukup
sebagai basis gel (Rowe, 2006). Pemerian serbuk putih, higroskopik, bersifat
asam, dan mempunyai bau khas. Dapat larut dalam air, etanol (95%) dan gliserin
(Anonim, 2020). Pembuatan gel dengan Karbopol dilakukan dengan
mendispersikannya yang biasanya dalam bentuk asam dalam media air,
Karbopol dapat membentuk gel pada konsentrasi 0,5% dan viskositas berada

7
pada rentang 6-11. Setelah udara yang terperangkap keluar sempurna, maka gel
akan terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang sesuai, misalnya TEA
(trietanolamin, KOH, Na bikarbonat, dan NaOH (HPE halaman 112). Masuknya
muatan negatif sepanjang rantai polimer menyebabkan kumparan lepas dan
berekspansi ((Sulaiman dkk, 2008).
5. Bahan anorganik
Gelling agent yang biasanya digunakan dari golongan bahan anorganik, antara lain:
• Aluminium Hidroksida
Aluminium hidroksida membentuk gel fase ganda. Gel ini larut dalam
lingkungan asam dan dalam lingkungan sangat alkali; kompatibel dengan
berbagai bahan tambahan termasuk gliserin, sakarin dan beberapa preservatif.
Gel ini terutama digunakan dalam sediaan antasida oral (sulaiman dkk, 2008).
• Bentonit
Bentonit dapat digunakan sebagai gelling agent dengan cara meneteskan
bentonit ke dalam air panas dan dibiarkan selama 24 jam dengan sekali-kali
diaduk, bisa juga ditambahkan gliserin untuk membasahi bentonit sebelum
dicampur air. Suspensi bentonit dalam air stabil pada pH diatas 6, dan dengan
adanya asam akan mengendap. Pembentukan gel meningkat dengan
penambahan bahan alkalis seperti magnesium oksid. Bentonit mempunyai sifat
tiksotropi; berupa gel semirigid yang akan menjadi sol ketika diaduk dan
kemudian akan membentuk gel kembali ketika didiamkan (sulaiman dkk, 2008).
b. Na Diklofenak
Na diklofenak adalah golongan obat non steroid dengan aktivitas antiinflamasi,
analgesik dan antipiretik. Na diklofenak mempunyai aktivitas dengan menghambat
enzim siklooksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat. Na diklofenak
cepat diabsorbsi setelah pemberian oral dan mempunyai waktu paruh yang pendek,
yakni 1-2 jam, pada kadar terapetik terikat 99% pada protein plasma dan mengalami
efek metabolisme lintas pertama (first-pass) sebesar 40- 50% bila diberikan peroral.
Oleh karena waktu paruh biologisnya singkat, Na diklofenak harus sering diberikan
(Nokhodci, 2011; Farmakologi dan Terapi, 240; Anggraeni, Y., dkk., 2012).
Seperti NSAID pada umumnya, diklofenak sering kali menyebabkan gangguan
gastrointestinal, seperti ketidaknyamanan gastrointestinal, mual, dan diare,
menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan pada tempat injeksi ketika diklofenak diberikan

8
secara intramuscular. Suppositoria diklofenak dapat menyebabkan iritasi lokal.
Berdasarkan efek samping tersebut, penggunaan Na diklofenak secara topical dinilai
lebih aman dan lebih mudah untuk diterapkan pasien. Sediaan Na diklofenak topikal
yang banyak ditemui adalah berupa gel.
Sediaan semi padat yang digunakan pada kulit, dengan sasaran terdapat pada
dermis yang kaya akan proteoglikan dengan berat molekul tinggi dengan sifat
hidrofobik dan memungkinkan penyerapan obat yang larut dalam air. Selain itu,
jaringan kapiler dan limfatik yang padat memungkinkan penetrasi ke jaringan lemak
subkutan yang lebih dalam di mana agen lipofilik dapat menumpuk. Penetrasi sistemik
dari agen topikal tergantung pada liposolubilitas, berat molekul, muatan parsial
molekul, kelarutan dalam air, adanya gugus fungsi tertentu pada molekul obat, dan
kinetika aliran darah dengan mengacu pada vaskularisasi anatomik relatif (Rainsford et
al 2008). Keuntungan penggunaan topikal pada obat Na diklofenak terbukti
menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi pada jaringan adiposa dan otot rangka yang
berdekatan daripada sediaan oral. Namun, konsentrasi sinovial sediaan topikal lebih
rendah dibandingkan dengan penggunaan oral (Miyatake et al, 2009). Tetapi, Na
diklofenak yang bersifat lipofil dengan koefisien partisi 13,4 (Florey, 1986) sulit
menggunakan basis gel bersifat hidrofil. Untuk itu, perlu ditambahkan alkalizing agent
untuk meningkatkan kelarutan Na diklofenak dimana zat aktif akan mudah lepas dari
basisnya pada pH basa.

9
2.2 Evaluasi Produk Referen
1. Voltaren gel 20 gram
Nama pabrik : PT. Boehringer Ingelheim Indonesia untuk PT. Novartis Indonesia
Kandungan : Diclofenac diethylammon 0.1%
Deskripsi :Voltaren gel merupakan obat topikal yang mengandung Na
diklofenak yang digunakan untuk mengatasi nyeri dan
pembengkakan.
Indikasi :Inflamasi traumatik pada tendon, ligamen otot, persendian, salah
urat, terkilir, memar. Reumatik jaringan lunak yang terlokalisir :
tendovaginitis, bursitis. Periartropati. Penyakit reumatik
(osteoartitis pada sendi perifer dan vertebral)
Dosis : 3-4 kali sehari
Penyimpanan :Simpan ditempat sejuk dan kering, terhindar dari paparan sinar
matahari langsung
Perhatian :Asma, Urtikaria, rinitis akut yang ditimbulkan oleh salisilat atau
obat NSAID lain
Efek samping :Dermatitis kontak alergi atau non alergik, ruam, reaksi
hipersensitivitas, dan fotosensitivitas
2. Voltadex gel 1% 20 gram
Nama pabrik : PT. Dexa Medica
Kandungan : Sodium diklofenak 1%
Indikasi : Inflamasi traumatik dari tendon, ligamen, otot dan sendi. Bentuk
lokal dari reumatisme jaringan dan penyakit rematik, periartropati
Dosis : 3-4 kali sehari
Cara penyimpanan: Simpan di tempat yang kering dan terlindung dari cahaya
Perhatian : Hindari kontak dengan mata atau membran mukosa, tidak digunakan
pada luka
Efek samping : Jarang terjadi gatal, ruam kulit, kulit memerah, pedih dikulit
3. Galtaren
Nama pabrik : PT. Galenium Pharmasia Laboratories
Kandungan : Na diklofenak 1%
Indikasi : Terapi akut dan kronik untuk AR, OA, spondilitis ankilosa, dan
meredakan nyeri
Dosis : 3-4 kali sehari
10
Penyimpanan : Simpan dibawah suhu 30oC
Perhatian : Kejadian trombotik kardiovaskuler, hipertensi, gagal jantung
kongesif, edema, riwayat tukak atau perdarahan saluran cerna
Efek samping : Ruam kulit, pruitusm tinitus, reaksi hipersensitivitas dan f
otosensitivitas
4. Flammar gel 20 gram
Nama pabrik : PT. Sanbe Farma
Kandungan : Natrium diklofenak
Deskripsi : Gel yang mengandung diklofensk yang mempunyai efek penghilang
rasa sakit dan anti peradangan
Indikasi : Inflamasi karena trauma pada tendom, ligamen, otot dan persendian
seperti yang disebabkan oleh salah urat, terkilir dan memar, reumatik
jaringan lunak, dan penyakit-penyakit reumatik yang terlokalisir
seperti osteoartritis pada sendi perifer dan kolumna.
Dosis : 3-4 kali sehari
Perhatian : Hipersensitivitas terhadap diklofenak, pada pasien yang terserang
asma, urtikaria atau rhinitis akut
Efek samping : Iritasi lokal, eritema, pruritus atau dermatitis, sensitif terhadap
cahaya pada kulit, pengelupasan

11
2.3 Studi Praformulasi Bahan Aktif
Bahan aktif yang dipilih untuk sediaan gel ini yaitu natrium diklofenak dengan sifat
fisika kimia sebagai berikut:
Diclofenac Sodium (C14H10Cl2NO2Na)

Pemerian : Serbuk hablur; putih hingga hampir putih; higroskopik. Melebur pada
suhu 284°C.
BM : 318,13 g/mol
Titik lebur : 284°C
Kelarutan : Mudah larut dalam methanol(1: >24); larut dalam etanol; agak sukar
larut dalam air; (1:>9) praktis tidak larut dalam kioroform dan eter.
pH : Antara 7,0 dan 8,5 dalam larutan (1 dalam 100). pKa : 4,2
logP : 4,5
Koefisien partisi: 13,4

Tabel 1. Hasil Studi Pustaka Bahan Aktif (FI VI, hal. 417; Martindale 36th Ed.)
Nama Bahan Efek utama Efek samping Karakteristik Karakteristik
fisik kimia
Na diklofenak Meredakan nyeri Nyeri, mual, Pemerian: Rumus molekul
dan peradangan muntah, diare, serbk halus BM: 318,13
pada berbagai pendarahan hablur putih g/mol
kondisi: gangguang gastrointestinal, hingga Titik lebur: 284
moskuloskeleton menjadi agen hampir putih, derajat celcius
dan sendi seperti penyebab higroskopis, pH 7,0 – 8,5
rheuniatoidarthritis, ulserasi kolon, kelarutan: (FI VI hal 417)
asteoarthritis, perforasi usus mudah larut Stabilitas gel
osteoarthritis, dan halus, dan colitis dalam Na diklofenak
ankyolosing psudomembran. methanol. harus disimpan
spondylisis: Serta Larut dalam pada suhu 25
gangguan menyebabkan etanol, agak derajat celcius
particular seperti muncul reaksi sukar larut dan terlindungi
bursitis dan kulit seperti dalam air, dari panas dan
tendinitis: dermatitis dan praktis tidak stabil tanpa

12
gangguan jaringan eritema larut dalam adanya O2 dan
lunak seperti multiforme, dan kloroform dan dalam buffer
keseleo dan sltrain adanya eter (FI VI hal pH 7,6
dan kondisi hepototoksisitas 417) (Martindale 36th
menyakitkan (Martindale 36th ed., hal 46)
lainnya seperti ed., hal 46)
koligenik akut,
dismenorea,
migran (Martindale
36th ed., hal 46)

2.4 Alasan Pemilihan Bahan Aktif, pemilihan Bentuk Sediaan dan Aturan Pakai
2.4.1 Alasan Pemilihan Bahan Aktif
Bahan aktif yang terpilih yaitu Natrium Diklofenak. Natrium diklofenak
merupakan salah satu bentuk garam dari dikofenak yang merupakan analgesik
nonsteroid turunan asam fenilasetat yang mempunyai khasiat sebagai
antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. Pemakaian natrium diklofenak terutama
digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan peradangan dalam berbagai
kondisi seperti gangguan muskuloskeletal dan sendi seperti rheumatoid arthritis,
osteoartritis, dan ankylosing spondylitis; gangguan peri-artikular seperti bursitis
dan tendinitis; gangguan jaringan lunak seperti keseleo dan ketegangan; dan
kondisi nyeri lainnya seperti kolik ginjal, gout akut, dismenorea, migrain,
dan setelah beberapa prosedur pembedahan (Martindale 36th ed, halaman 46).
Natrium diklofenak dipilih sebagai bahan aktif karena memiliki efek
samping pada kardiovaskular lebih rendah dan memiliki efek yang minimal pada
aktivitas hati dan ginjal daripada etoricoxib dan celecoxib (Pavelka, 2012). Selain
itu sediaan gel natrium diklofenak memiliki laju permeasi yang lebih cepat dan
memberikan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dietilamin diklofenak. Hal
ini dikarenakam natrium diklofenak memiliki lipofilisitas yang lebih baik, ukuran
molekul yang lebih kecil dan persentase ionisasi yang lebih besar dibandingkan
dietilamin diklofenak, sehingga daya penetrasi natrium diklofenak lebih baik
(Wardhana, et al, 2014).
2.4.3 Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan
Bentuk sediaan yang dipilih pada praktikum kali ini adalah sediaan topikal
gel. Gel, kadang-kadang disebut Jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik

13
yang besar yang terpenetrasi oleh suatu cairan (Depkes RI, 2014). Sediaan gel
dipilih karena natrium diklofenak mengalami first pass metabolism saat diberikan
secara oral, sehingga sekitar 50% obat mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk
yang tidak berubah. Diklofenak juga diserap secara perkutan. Pada konsentrasi
terapeutik, lebih dari 99% terikat pada protein plasma. Waktu paruh plasma
terminal adalah sekitar 1 sampai 2 jam. Diklofenak dimetabolisme menjadi 4′-
hydroxydiclofenac, 5- hydroxydiclofenac, 3′-hydroxydiclofenac dan 4′,5-
dihydroxydiclofenac yang kemudian diekskresikan dalam bentuk glukuronida dan
konjugat sulfat, terutama dalam urin (sekitar 60%); juga dalam empedu (sekitar
35%) dan <1% diekskresikan sebagai diklofenak tidak berubah. Natrium
diklofenak memiliki efek samping yaitu mual, muntah, gastritis, gangguan
lambung, gangguan fungsi ginjal dan hati serta reaksi kulit.Penggunaan natrium
diklofenak topikal lebih aman dibanding penggunaan secara sistemik karena
memiliki efek samping yang lebih rendah. Penggunaan natrium diklofenak
sebagai obat luar misalnya dalam bentuk gel pada osteoartritis lutut dan tangan,
ternyata sama efektifnya dengan penggunaan per oral (Martindale 36th ed,
halaman 45-46 dan Tjay dan Rahardja, 2015).
Gel merupakan sistem semipadat berupa suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan terpenetrasi oleh suatu
cairan (Depkes RI, 2014). Komponen air yang tinggi pada gel memungkinkan
penyebaran obat yang lebih baik, dan memungkinkan pelepasan obat yang lebih
mudah dibandingkan dengan salep atau krim, namun karena mengandung banyak
air, gel akan lebih sulit untuk formulasi obat yang bersifat hidrofobik seperti
Na Diklofenak, oleh karena itu seringkali pada formula ditambahkan penetration
enhancer. Selain sediaan gel, terdapat juga jenis sediaan lain yang merupakan
pengembangan gel, sediaan ini disebut emulgel. Emulgel adalah campuran basis
gel dengan emulsi tipe minyak dalam air (O/W) untuk bahan lipofilik atau emulsi
tipe air dalam minyak(W/O) untuk bahan hidrofilik. Emulgel bersifat thixotropic,
tidak berminyak, mudah menyebar, mudah dihapus dari permukaan kulit,
emolien, tidak meninggalkan noda, transparan dan memiliki akseptabilitas yang
baik.Emulgel juga memiliki kemampuan penetrasi kulit yang baik dan masa
simpan yang lama (Panwar, et al., 2011 ; Ashara, et al., 2016).
Emulgel dapat dibuat dari minyak tertentu yang disesuaikan kelarutan,

14
emulgator, dan zat anti mikroba yang digunakan sehingga masalah kelarutan obat
sepeti yang bersifat hidrofobik hampir dapat diatasi. Obat hidrofobik
iniakanmembentuk globul dalam emulgel sehingga dapat menembus stratum
korneum dan obat dapat menuju target aksi. Globul obat yang dapat menembus
stratum korneum ini mengakibatkan luas permukaanyang tersedia untuk tindakan
obat menjadi relatif lebih besar, akibatnya dosis obat yang lebih sedikit dapat
memberikan lebih banyak efek farmakologis (Ashara, et al., 2016). Selain itu,
emulgel juga memiliki kekurangan diantaranya dapat mengiritasi kulit pada
dermatitis kontak, adanya kemungkinan alergi, beberapa obat memiliki
permeabilitas yang buruk ketika diberikan melalui kulit, obat dengan ukuran
partikel yang besar sulit diserap, dan pembuatan emulgel dinilai lebih sulit
daripada gel seperti kemungkinan terjadinya gelembung dan membutuhkan
proses yang lebih panjang (Sreevidya., 2019).
2.4.3 Aturan Pakai
Gel natrium diklofenak 1% untuk menghilangkan gejala lokal nyeri dan
peradangan diterapkan secara merata pada bagian yang diharapkan sebanyak 2 atau
4 kali sehari; pengobatan harus ditinjau setelah 14 hari atau setelah 28 hari jika
digunakan untuk osteoarthritis. Gel natrium diklofenak 3% digunakan untuk
keratosis aktinik; diaplikasikan dua kali sehari selama 60 sampai 90 hari
(Martindale 36th Ed., hal. 46).

2.5 Studi Praformulasi Bahan Tambahan

• HPMC
(Handbook of Pharmaceutical Excipient 5th Edition hal 641-643, Farmakope
Indonesia VI)

Pemerian:
Serbuk halus tidak berbau dan tidak berasa, putih atau hampir putih.
Kelarutan:

15
Larut dalam air dingin; praktis tidak larut dalam kloroform, etanol (95%), dan eter,
tetapi larut dalam campuran etanol dan dichloromethane, campuran metanol dan
dichloromethane, dan campuran air dan alkohol.
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik dan kering
Kegunaan : Gelling agent
Stabilitas :
Merupakan bahan yang stabil, meskipun higroskopis setelah pengeringan. Larutan
stabil pada pH 3–11. Dengan meningkatnya suhu dapat mengurangi viskositas larutan.
HPMC mengalami transformasi sol-gel yang dapat dibalik saat pemanasan dan
pendinginan. Larutan relatif tahan terhadap enzim, memberikan stabilitas viskositas
yang baik selama penyimpanan jangka panjang. Namun, penggunaan larutan rentan
terhadap kerusakan mikroba dan harus diawetkan dengan pengawet antimikroba.
Inkompatibilitas:
Inkompatibel dengan beberapa agen pengoksidasi. Karena nonionik, HPMC tidak akan
kompleks dengan garam logam atau organik ionik untuk membentuk presipitasi yang
tidak larut.
% konsentrasi: 5 – 15 %
Alasan pemilihan HPMC sebagai gelling agent karena dapat membentuk gel
yang jernih dan bersifat netral serta memiliki viskositas yang stabil pada penyimpanan
jangka panjang.

• Propilenglikol (C3H8O2)
(Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal 592-593, Farmakope
Indonesia Edisi V hal 1070-1071)

Pemerian:
Cairan kental, jemih, tidak berwarna, rasa khas manis dan sedikit tajam menyerupai
gliserin, praktis tidak berbau, dan menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan:
Dapat bercampur dengan air, aseton, kloroform, etanol (95%), dan gliserin, larut dalam
eter dan dalam beberapa minyak esensial, tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
Penyimpanan:

16
Propilen glikol bersifat higroskopis dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan kering.
Kegunaan : Sebagai humektan, enhancer, kosolven

Titik didih : 188°C

Titik lebur : -59°C

Bobot jenis : Antara 1,035 dan 1,037

Stabilitas :
Pada suhu dingin, propilen glikol stabil dalam wadah tertutup rapat, tetapi pada suhu
tinggi dan di tempat terbuka cenderung teroksidasi sehingga menimbulkan produk
seperti propionaldehida, asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat. Propilen glikol
secara kimiawi stabil bila dicampur dengan etanol (95%), gliserin, atau air, larutan
encer dapat disterilkan dengan autoklaf.
Inkompatibilitas:
Tidak sesuai dengan reagen pengoksidasi seperti kalium permanganat.
% konsentrasi : sekitar 15 %
Natrium diklofenak adalah garam dari diklofenak yang merupakan analgesik
nonsteroid turunan fenilasetat yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, antipiretik dan
analgesik. Pada kelompok kami gel natrium diklofenak diindikasikan tertama untuk
meredakan nyeri otot dan sendi. Kulit terdiri dari epidermis, dermis dan hipodermis.
Dermis mengandung ujung saraf yang mengirimkan berbagai rangsangan seperti rasa
nyeri, gatal, tekanan, dan suhu. Hal itu artinya target site natrium diklofenak yaitu pada
lapisan dermis. Untuk mencapai dermis artinya natrium diklofenak harus menembus
epidermis yang terdiri dari stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum,
stratum spinosum dan stratum germinativum sehingga membutuhkan enhancer untuk
mencapai target. Enhancer adalah bahan kimia yang berinteraksi dengan unsur kulit
untuk meningkatkan aliran/penyerapan obat sehingga tidak mempengaruhi warna
sediaan.
Alasan dipilih propilen glikol sebagai enhancer karena dalam sediaan topikal
dianggap memberikan iritasi yang minimal. Selain itu dapat meningkatkan difusi obat
menembus membran sel dan memberikan efek hidrasi pada kulit, yaitu melunakkan
lapisan keratin pada stratum korneum sehingga meningkatkan jumlah obat yang
berpenetrasi melewati kulit. Alasan dipilih propilen glikol sebagai humektan karena

17
dapat mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga sifat fisik dan stabilitas
sediaan selama penyimpanan dapat dipertahankan.Propilen glikol memiliki stabilitas
yang baik pada pH 3-6.

• Metilparaben/Nipagin (C8H8O3)
(Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal 441-442, Farmakope
Indonesia Edisi VI)

Pemerian:
Hablur kecil tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau khas
lemah, sedikit rasa terbakar
Kelarutan:
Sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam karbon tetraklorida, mudah larut dalam
etanol dan dalam eter, praktis tidak larut dalam minyak mineral
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya di tempat yang sejuk
dan kering
Kegunaan:
Methylparaben menunjukkan aktivitas antimikroba pada pH 4-8. Kemanjuran
pengawet menurun dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion fenolat.
Paraben lebih aktif melawan ragi dan jamur daripada melawan bakteri. Paraben juga
lebih aktif melawan bakteri Gram-positif daripada melawan bakteri Gram-negatif.
Titik lebur: 125-128°C
Stabilitas:
Larutan aqueous metilparaben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf pada
120°C selama 20 menit, tanpa dekomposisi. Larutan aqueous pada stabil pH 3–6
(dekomposisi kurang dari 10%) hingga sekitar 4 tahun pada suhu kamar, sementara
larutan aqueous pada pH 8 atau lebih dapat mengalami hidrolisis cepat (10% atau lebih
setelah sekitar 60 hari penyimpanan di suhu kamar)
Inkompatibilitas:

18
Aktivitas antimikroba dari methylparaben dan paraben lainnya sangat berkurang
dengan adanya surfaktan nonionik, seperti polisorbat 80, sebagai hasil dari miselisasi.
Inkompatibel dengan, seperti bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragacanth, natrium
alginat, minyak atsiri, sorbitol, dan atropine, serta bereaksi dengan berbagai gula dan
alkohol gula terkait. Methylparaben berubah warna dengan adanya besi dan mengalami
hidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat.
% konsentrasi: 0.02 – 0.3%

• Propylparaben/ Nipasol
(Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal 596-597, Farmakope
Indonesia Edisi VI)

Pemerian: Serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa


Kelarutan:
Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam air mendidih, mudah larut dalam etanol
dan dalameter
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan:
Menunjukkan aktivitas antimikroba pada pH 4-8. Kemanjuran pengawet menurun
dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion fenolat. Paraben lebih aktif
melawan ragi dan jamur daripada melawan bakteri. Paraben juga lebih aktif melawan
bakteri Gram-positif daripada melawan bakteri Gram-negatif. Aktivitas propylparaben
meningkat Ketika dikombinasikan dengan metilparaben.
Titik didih: 295°C
Titik lebur: 95-98°C
Stabilitas:
Larutan aqueous propylparaben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf, tanpa
dekomposisi. Larutan aqueous stabil pada pH 3–6 (dekomposisi kurang dari 10%)
hingga sekitar 4 tahun pada suhu kamar, sementara larutan pada pH 8 atau lebih dapat

19
mengalami hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah sekitar 60 hari penyimpanan di suhu
kamar)
Inkompatibilitas:
Aktivitas antimikroba dari propilparaben dan paraben lainnya sangat berkurang dengan
adanya surfaktan nonionik, sebagai hasil dari miselisasi. Propilparaben berubah warna
dengan adanya besi dan mengalami hidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat.
% konsentrasi: 0.01 – 0.6%
Alasan dipilih nipagin dan nipasol sebagai pengawet karena keduanya dapat
dikombinasikan, dimana kombinasi keduanya dapat memberikan efek pengawet lebih
baik karena penambahan nipagin dapat meningkatkan aktivitas nipasol.
• Asam Sitrat
(Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal. 181-182; Farmakope
Indonesia Edisi VI hal. 195-196).

Pemerian:
Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus, putih, tidak
berbau atau praktis tidak berbau; rasa sangat asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara
kering
Kelarutan:
Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter.
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan: sebagai buffer agent
pH: 2,2 dalam larutan berair 1 % w/w
Titik lebur: 100°C
Stabilitas:
Asam sitrat monohidrat kehilangan air kristalisasi di udara kering atau saat dipanaskan
hingga suhu 40°C. Asam sitrat sedikit berubah warna di udara lembab.
% konsentrasi: 0,1-2%
Alasan pemilihan dapar sitrat ini karena dapar sitrat memiliki 3 nilai Pka dan
rentang pH cukup panjang 2,1 – 7,4 (Martindale ed. 36). Nilai ini berada pada kisaran
pH kulit yaitu 4,5-6,5 (Tranggono dan Latifah, 2007). Dimana nilai pH yang kurang

20
dari 4,5 dapat mengiritasi kulit sedang pH yang lebih dari 6,5 dapat membuat kulit
menjadi bersisik (Sharon et al., 2013).

• NaOH
(Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal. 648-649; Farmakope
Indonesia Edisi VI hal. 1224-1225).
Pemerian:
Putih atau praktis putih, keras, rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur. Jika terpapar
di udara, akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab. Massa melebur, berbentuk
pelet kecil, serpihan atau batang atau bentuk lain.
Kelarutan: Mudah larut dalam air dan dalam etanol.
Penyimpanan: Dalam wadah bukan logam kedap udara di tempat yang sejuk dan
kering.
Kegunaan: sebagai buffer agent, agen alkali.
Titik lebur: 318°C
Stabilitas:
Saat terpapar udara, natrium hidroksida dengan cepat menyerap kelembapan dan
cairan,tetapi kemudian menjadi padat kembali karena penyerapan karbon dioksida dan
pembentukan natrium karbonat.

• Aquadest/Air (H2O)
(Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal. 766; Farmakope Indonesia
Edisi VI hal. 69)

Pemerian: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.


Kelarutan: Dapat bercampur dengan pelarut polar.
Kegunaan: Sebagai pelarut/solven
Titik didih: 100°C
Titik leleh: 0°C
Stabilitas: Stabil pada pH 7
Alasan dipilih air sebagai pelarut karena air merupakan pelarut yang umum
digunakan, dapat melarutkan berbagai macam bahan dalam sediaan, tidak

21
menimbulkan efek toksik dan bersifat relatif kompatibel dengan bahan lain (pelarut
universal).

BAB III
METODE

3.1 Alat dan Bahan


Alat : Bahan :
- Neraca analitik - Na Diklofenak
- Cawan porselin - HPMC
- Mortir dan stamper - Propilenglikol
- Beaker glass - Nipagin
- Batang pengaduk - Nipasol
- Gelas ukur - Asam sitrat
- Pipet tetes - NaOH
- Waterbath - Aquadest
3.2 Susunan Formula per Satuan Kemasan

R/ Na Diklofenak 1%
HPMC 5%
Nipagin 0,18%
Nipasol 0,02%
Asam sitrat 1,1%
NaOH 0,3%
Propilenglikol 15%
Aquadest 77,4%
3.3 Komposisi Bahan Yang Direncanakan

Tabel 3. Rancangan Formula per Satuan Kemasan


Bahan Fungsi %Pemakaian % Jumlah skala Jumlah
Rentang Dipakai kecil (20 skala besar
gram) (100 gram)
Na Diklofenak Bahan aktif - 1% 0,2 gram 1 gram

22
HPMC Gelling agent 5-15% 5% 1 gram 5 gram
Nipagin Pengawet 0,18% 0,18% 0,036 gram 0,18 gram
Nipasol Pengawet 0,02% 0,02% 0,004 gram 0,02 gram
Asam Sitrat Dapar 0,1-2% 1,1% 0,22 gram 1,1 gram
NaOH Dapar - 0,3% 0,06 gram 0,3 gram
Propilenglikol Humektan, 5-80% 15% 3 ml 15 ml
enhancer,
kosolven
Aquadest Pelarut - 77,4% 15,48 ml 77,4 ml

Penimbangan Bahan
• Skala kecil (20 gram)
1
- Na Diklofenak = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,2 𝑔𝑟𝑎𝑚
5
- HPMC = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 1 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,18
- Nipagin = 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,036 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
0,02
- Nipasol = 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,004 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
1,1
- Asam Sitrat = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,22 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,3
- NaOH = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,06 𝑔𝑟𝑎𝑚
15
- Propilenglikol = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,3 𝑔𝑟𝑎𝑚 → 3 𝑚𝐿
- Aquadest = 20 - (0,2+1+0,036+0,004+0,22+0,06+3)
= 20 – 4,52 = 15,48 ml
15,48 𝑚𝑙
Aquadest = 𝑥100 = 77,4%
20 𝑚𝑙
• Skala besar (100 gram)
- Na Diklofenak = 0,2 gram x 5 = 1 gram
- HPMC = 1 gram x 5 = 5 gram
- Nipagin = 0,036 gram x 5 = 0,18 gram
- Nipasol = 0,004 gram x 5 = 0,02 gram
- Asam sitrat = 0,22 gram x 5 = 1,1 gram
- NaOH = 0,06 gram x 5 = 0,3 gram
- Propilenglikol = 3 gram x 5 = 15 gram → 15 mL
- Aquadest = 15,48 ml x 5 = 77,4 ml

Perhitungan Kelarutan
• Nipagin (larut dalam 5 bagian propilenglikol)

23
5 𝑚𝑙
𝑥 0,036 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,18 𝑚𝑙
1 𝑔𝑟𝑎𝑚
• Nipasol (larut dalam 3,9 bagian propilen glikol)
3,9 𝑚𝑙
𝑥 0,004 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,0156 𝑚𝑙
1 𝑔𝑟𝑎𝑚
• Na Diklofenak (propilenglikol dapat meningkatkan kelarutan natrium diklofenak
dalam fase air (Simon, 2012))
Sisa propilenglikol = 3 ml – (0,18 ml + 0,0156 ml)
= 2,8 ml
• NaOH (larut dalam 0.9 bagian air)
0,9 𝑚𝑙
𝑥 0,06 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,054 𝑚𝑙
1 𝑔𝑟𝑎𝑚
• Asam sitrat (larut dalam < 1 bagian air)
1 𝑚𝑙
𝑥 0,22 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,22 𝑚𝑙
1 𝑔𝑟𝑎𝑚
Sisa aquades = 15,48 ml – (0,054 ml + 0,22 ml)
= 15,206 ml

Perhitungan dapar sitrat


pH yang digunakan yaitu pH 6
pKa 1 : 3,15
pKa 2 : 4,77
pKa 3 : 6,40 → mendekati pH yang diinginkan
log[𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚]
- pH = pKa + ⁄[𝑎𝑠𝑎𝑚]

log[𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚]
6 = 6,4 + ⁄[𝑎𝑠𝑎𝑚]

log[𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚]
-0,4 = ⁄[𝑎𝑠𝑎𝑚]

[𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚]
0,4 = ⁄[𝑎𝑠𝑎𝑚]

[garam] = 0,4 [asam]


- pH = 6 → 6 = -log [H+]

[H+] = 10-6

pKa = 6,4→6,4 = -log Ka

24
Ka = 3,4 x 10-7

2,303C.Ka[H+]
- β = (𝐾𝑎+[𝐻+])2
2,303C x 3,4 x 10−7 x 10−6
0,01 = (3,4 𝑥 10−7 𝑥 10−6)2
2,303C x 3,4 x 10−3
0,01 = 1,7956 𝑥 10−12

0,01 = 2,303C x 1,9


2,303
C = 4,38

= 0,5267 M
- C = [G] + [A]
0,5267 = 0,4[A] +[A]
[A] = 0,38 M
Sehingga [G] = 0,4 x 0,5267
= 0,2107 M
Perhitungan massa dapar :
- H3Sitrat (Mr = 210,14 g/mol)
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
𝑥 = 0,5267 M
210,14 10

Massa = 1,1 gram


- NaOH (Mr = 40 g/mol)
(0,2107 + 0,5267 = 0,7374 M)
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
𝑥 = 0,7374
40 10

Massa = 0,3 gram

3.4 Rancangan Spesifikasi


Bentuk sediaan : Gel
Bahan aktif : Na diklofenak
Kadar bahan aktif : Na diklofenak 1%
Bahan tambahan :
- HPMC = gelling agent
- Nipagin = pengawet
- Nipasol = pengawet
- Asam sitrat = buffer agent
- NaOH = buffer agent

25
- Propilenglikol = humektan, enhancer, dan kosolven
- Aquadest = pelarut
Warna : bening atau transparan
pH :6
Kemasan : Tube 20 gram

3.5 Cara Pembuatan


Ditimbang bahan-bahan yang akan digunakan (Na diklofenak, HPMC, nipagin, nipasol,
propilen glikol, Asam sitrat, dan NaOH).

Disiapkan masing-masing campuran.

Dilarutkan nipagin Na diklofenak 0,2 Basis gel HPMC 1 Dilarutkan Asam


0,036 g dan g dilarutkan ke g dikembangkan sitrat 0,22 g dan
nipasol 0,004 g dalam dalam aquades NaOH 0,06 g
dalam propilenglikol 2 ml yang telah dalam aquades
propilenglikol 1 dalam beaker dipanaskan pada dan diaduk
ml dalam beaker glass, lalu diaduk suhu 80-90°C sampai homogen.
glass, lalu diaduk sampai homogen. selama 15 menit
sampai homogen. menggunakan
mortir.

Dicampurkan Setelah 15 menit,


dan diaduk basis gel diaduk
sampai homogen sambil ditambah
(campuran a). campuran a sedikit
demi sedikit hingga
homogen. Lalu
ditambahkan
larutan dapar dan
sisa aquades,
diaduk sampai
homogen.

Dimasukkan dalam
tube, dilakukan
evaluasi sediaan,
lalu dimasukkan
kemasan sekunder.
26
3.6 Prosedur Evaluasi Sediaan

1. Uji Orgoleptis
Uji ini dilakukan dengan melakukan pengamatan sediaan gel secara kualitatif yang
meliputi:
• Bau
• Bentuk
• Warna
2. Uji Homogenitas

Dioleskan gel pada kaca transparan dimana sediaan diambil 3 bagian atas, tenagh, dan
bawah

Homogenitas ditunjukkan dengan tidak adanya butiran kasar

3. Uji Viskositas
Viskositas gel diuji menggunakan alat viskotester VT-04 pada suhu ruang.
Viskositas sediaan semisolida yang cocokuntuk dikeluarkan dari kemasan tube, dan
selanjutnya untuk memudahkan pemakaiannya adalah sekitar 50 sampai 1000 dPas,
optimalnya 200dPas (Nurahmanto et al., 2017).

Dilakukan penimbangan sampel 50 gram

Viskotester dikaitkan pada statif kemudian spindle dipasangkan ke viskotester dan


ujungnya dimasukkan ke dalam sampel

Apitan jarum meter dipindahkan hingga arah berlawanan

Power switch dinyalakan pada posisi on

Ketika spndle mulai berputar, jarum indokator viskositas secara berkala bergerak ke
kanan

Nilai viskositas (dPas) dapat dibaca dari skala pada rotor


4. Uji pH
Syarat uji pH harus memenuhi kriteria pH kulit yaitu 4,5-6,5 (Tranggono dan Ltifa,
2007).
Disiapkan alat pengukur pH meter
27
Ditimbang gel 1 gram, kemudian diencerkan dengan aquadest bebas CO2 10 ml dalam
beaker glass

pH meter yang telah dikalibrasi, dimasukkan dalam beaker glass yang telah berisi gel

Diamati pH yang tertera pada alat

5. Uji Daya Sebar


Daya sebar gel yang baik antara 5-7 cm (Adnan, 2016).

Sebanyak 1 gram sampel diletakkan pada pusat anatra dua lempeng gelas kaca bulat

Ditambahkan beban sberat 5 gram pada bagian atas lempeng selama 1 menit

Diamati sebaran sampel

Pengamatan dilakukan terus-menerus hingga doperoleh diameter yang konstan untuk


melihat pengaruh beban terhadap perubahan diameter sebar gel
6. Uji Daya Lekat
Syarat waktu daya lekat yang baik adalah tidak kurang dari 4 detik (Ulaenet al.,
2012).

Sebanyak 0,25 gram sampel diletakkan pada gelas objek dan ditekan dengan beban 1 kg
selama 5 menit

Gelak objek dipasang pada alat tes

Alat tes diberi beban 80 gram

Dicatat waktu pelepasan gel dari gelas objek

28
KEMASAN

Kemasan Tube

29
Kemasan Box

30
Brosur

DermaC2
Gel Antiinflamasi
Natrium diklorofenak 1%
Komposisi:
1gram sediaan gel DermaC2 mengandung zat aktif 10 mg Natrium diklorofenak.
Indikasi:
Gel natrium diklorofenak 1% untuk menghilangkan gejala lokal nyeri dan peradangan pada
berbagai kondisi: gangguan musculoskeletal dan sendi seperti rheumatoid arthritis,
osteoarthritis, dan ankylosing spondylitis; gangguan peri-artikular seperti bursitis dan
tendinitis; gangguan jaringan lunak seperti keseleo dan strain; dan kondisi menyakitkan lainnya
seperti kolik ginjal, gout akut, dismenorea, migren.

Kontraindikasi:
Hipersensitifitas terhadap Na diklorofenak. Pasien yang mengalami serangan asma, urtikaria,
atau reaksi sensitivitas lain yang disebabkan oleh asam asetilsalisilat atau NSAIA lain.

Dosis dan Cara Pemakaian:


Gel natrium diklorofenak 1% untuk menghilangkan gejala lokal nyeri dan perdangan
Diterapkan atau dioleskan secara merata pada bagian yang diharapkan sebanyak 3 atau 4 kali
sehari.

Efek Samping:
Infeksi, hipersensitif, edema, angionefrotik, dermatis.ruam kulit, kulit gatal.

Peringatan:
Hindari kontak dengan mata dan luka terbuka

Jauhkan dari jangkauan anak-anak

Simpan pada suhu dibawah 30°C, dan terlindung dari cahaya

P.No.3
Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian dari badan

HANYA UNTUK PEMAKAIAN LUAR


TIDAK UNTUK DIMAKAN

31
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Formulasi gel Na Diklofenak pada Video Praktikum

4.2 Alasan Pemilihan Bahan Tambahan


1. Carbomer pada formula 1 digunakan sebagai gelling agent. Carbomer menghasilkan
gel yang bening/transparan dan bersifat hidrofil sehingga lebih mudah terdispersi dalam
air meskipun konsentrasinya kecil. Pada proses pembentukan gelnya memerlukan
penambahan suatu kation, yaitu TEA, KOH, Na bikarbonat dan NaOH. Keunggulan
carbomer antara lain viskositasnya lebih tinggi karena carbopol merupakan polimer
asam, dan daya lekat paling kuat disebabkan carbopol memiliki matriks gel yang saling
berikatan erat satu sama lain. Tetapi, kelemahan yang muncul pada Carbomer adalah
daya sebarnya kurang (Fujiastuti, T. dan N.Sugihartini, 2015).
2. CMC Na pada formulasi 2 digunakan sebagai gelling agent. Selain digunakan sebagai
gelling agent, CMC Na juga dapat digunakan sebagai stabilisator dan dalam beberapa
kasus sebagai pengemulsi.
3. TEA atau Trietanolamin berfungsi sebagai alkalizing agent pada pH 10,5. TEA
digunakan bersamaan dengan carbomer karena dengan sifat TEA yang basa bertemu
dengan Carbomer yang merupakan dispersi koloid bersifat asam, akan membentuk
basis gel yang optimal saat dinetralkan. TEA akan mengionisasi carbomer,

32
menghasilkan muatan negatif sepanjang struktur blackbone polimer sehingga
menghasilkan adanya tolakan elektrostatik. Akibat adanya tolakan elektristatik tersebut
terbentuklah struktur tiga dimensi diperpanjang yang membentuk adanya massa gel
yang padat (Tsabitah A.F., dkk. 2019). Tetapi jika ditambahkan basayang berlebihan
membuat gel menjadi encer karena kation-kation melindungi gugus-gugus karboksil
dan juga mengurangi gaya tolak-menolak elektrostatis
4. Propilen glikol sebagai kosolven dan enhancer. Propilen glikol dapat melarutkan
nipagin dan nipasol dalam formulasi gel. Kegunaan sebagai enhancer bertujuan
meningkatkan aliran/penyerapan obat pada lapisan dermis (lipofilik) dengan bekerja
memodifikasi atau melemahkan susunan lipid interseluller pada stratum corneum
sehingga transfer obat melalui kulit dapat ditingkatkan (Nurahmanto et al., 2017).
5. Na EDTA sebagai agen pengkhelat sehingga dapat mencegah oksidasi yang terjadi pada
sediaan saat penyimpanan dan pemakaian (Nuriani, M. E., dkk. 2013). Ion-ion logam
penyebab terjadinya oksidasi, dimana ion-ion logam ini dapat ditemui kebanyakan pada
serbuk. Proses penyatuan bahan pada suatu wadah yang memiliki unsur logam dapat
ikut terbawa pada serbuk. Disamping itu, aquadest kemungkinan juga mengandung ion-
ion logam karena tidak demineralized atau tidak dipurifikasi lebih lanjut, yang nnatinya
terjadi proses hidrolisis.
6. Metil paraben digunakan sebagai pengawet untuk menghindari kontaminasi
mikroorganisme dan tahan selama penyimpanan.
7. Propil paraben sebagai pengawet. Kombinasi metil paraben dan propil paraben
bertujuan untuk memberikan efek pengawet lebih baik karena penambahan metil
paraben dapat meningkatkan aktivitas propil paraben dengan perpanjang rantai/gugus
alkil. Selain itu kombinasi konsentrasi 0,18% untuk nipagin dan 0,02% untuk nipasol
akan mendapatkan kombinasi pengawet yang baik dan saling menguatkan aktivitasnya
(Karmilah, dkk., 2018).
8. Aquadest digunakan sebagai pelarut. Pada formula 1, aquadest dicampurkan dengan
carbomer, kemudian ditambahkan TEA. Pada formulasi 2, aquadest dipanaskan untuk
melarutkan CMC Na, yang hanya larut padas air panas.

4.3 Pilihan Ekspien Lainnya


1. Gelling agent : HPMC
Hydroxypropyl Methyl Cellulose atau HPMC memiliki karakteristik stabil pada pH 6-
8 dan kompatibel dengan alkohol. HPMC membentuk gel pada suhu 50-900C dan stabil

33
pada pH 3-11. Dibandingkan methyl cellulose, HPMC menghasilkan cairan lebih
jernih. HPMC memiliki daya sebar paling besar dibandingkan CMC Na dan Carbomer
karena HPMC termasuk ke dalam golongan polisakarida sehingga mudah mengembang
dan viskositasnya lebih kecil. Tetapi, HPMC memliki daya lekat paling kecil diantara
ketiga gelling agent tersebut (Fujiastuti, T. dan N.Sugihartini, 2015).
2. Kosolven : Etanol
Nipagin dan nipasol mudah larut dalam etanol.
3. Enhancer : Asam Oleat
Berdasarkan penelityian Anita (2010) asam oleat dapat meningkatkan difusi natrium
diklofenak 3,26 kali sediaan tanpa enhancer. Jumlah asam oleat optimum sebagai
enhancer adalah 20% (6% w/v) dalam 30% (w/v).
4. Pengawet : metil hidroksi benzoat 0,2 % w/v dgn propil hidroksi benzoat 0,02 %
w/v.
Metil hidroksi benzoate dan propil hidroksi benzoate biasa digunakan pada sediaan gel
dengan gelling agentnya CMC Na. pemerian Metil hidroksi benzoate antara lain berupa
hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau khas lemah,
mempunyai sedikit rasa terbakar. Sukar larut dalam air, benzen, CCl4, namun mudah
larut dalam etanol dan dalam eter. Dalam air pada suhu 25oC larut sebesar 2,5 gr/L
dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet adalah 87,4% pada range pH 8,5. Pemerian
propil hidroksi benzoate berupa hablur kecil atau serbuk putih dan tidak berwarna.
Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter dan sukar larut
dalam air mendidih. Dalam air pada suhu 25oC larut sebesar 2,5 gr/L dengan bentuk
yang aktif sebagai pengawet adalah 89,1% pada range pH 8,5. Garam natriumnya
mudah larut dalam air pada suhu 25oC dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet
adalah 89,1% pada range pH 8,5.

4.4 Cara Pembuatan Gel Na Diklofenak


Pada pembuatan gel berbasis carbopol diawali dengan menimbang dengan sejumlah
carbopol sesuai perhitungan lalu digerus menggunakan mortir dan stamper hingga halus.
Penggerusan ini dilakukan karena carbopol bersifat higroskopis sehingga jika kontak
dengan udara akan menggumpal, maka dari itu perlu digerus terlebih dahulu agar sediaan
menjadi lebih mudah homogen. Setelah itu ditambahkan aquades sekitar 10x bobotnya
sedikit demi sedikit dan diaduk hingga tercampur merata. Setelah itu, dimasukkan TEA
kedalam campuran carbopol-aquades dan diaduk sampai homogen (hingga terbentuk massa

34
gel). Kemudian dilarutkan bahan-bahan lain termasuk Na diklofenak menggunakan
propilen glikol, diaduk hingga homogen. Supaya cepat larut dapat dibantu dengan
pemanasan. Setelah semua bahan tambahan lain dalam kondisi terlarut, campuran tersebut
dimasukkan ke dalam basis gel sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen. Sisa
air bisa ditambahkan pada tahap akhir. Setelah sediaan gel terbentuk, dilakukan evaluasi
sediaan untuk mengetahui kestabilan dari sediaan gel tersebut.
Konsentrasi Carbomer sebagai gelling agent adalah 0,5-2% (HPE Ed. 6; halaman
110). Pada formula 1 sudah berada pada rentang, yaitu 1%. Carbomer merupakan dispersi
koloid yang bersifat asam. Carbomer perlu dinetralkan dengan basa agar pHnya menjadi
netral karena carbomer dapat membentuk gel saat dinetralkan dan agar pH sediaan tetap
berada di kisaran pH kulit yaitu 4,5-6,5 (Tranggono dan Latifah, 2007). Untuk menetralkan
pH dapat digunakan KOH, Na bikarbonat, NaOH, trietanolamin. Menurut HPE edisi 6
halaman 754, TEA berfungsi untuk menetralkan carbomer yang merupakan dispersi koloid
bersifat asam. Pada umumnya, TEA merupakan penetral pH yang bagus karena proses
pembentukan gel terjadi secara perlahan-lahan, berbeda halnya dengan NaOH. Jika
menggunakan NaOH pembentukan gel akan terjadi lebih cepat sehingga sediaan rawan
akan ketidakstabilan. Menurut HPE edisi 6 hal 754, % konsentrasi TEA yang
digunakan sebagai alkalizing agent adalah 2-4%. Berdasarkan literatur tersebut, %
konsentrasi TEA pada formulasi tidak sesuai yaitu 1%. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Tsabitah dkk. (2019), penggunaan TEA sebagai alkilyzing agent untuk memperbaiki
sifat carbopol agar dapat membentuk sediaan gel disesuaikan dengan komposisi dari
carbopol dengan perbandingan kurang lebih 1:1. Dengan perbandingan tersebut, akan
memperbaiki sifat dari carbopol dengan baik, dalam hal ini adalah mengubah pH carbopol
yang awalnya asam menjadi netral sehingga dapat membentuk basis gel yang baik.
Dalam formula, propilen glikol digunakan sebagai pelarut bahan-bahan tambahan
selain basis gel. Menurut HPE edisi 6 halaman 592, % konsentrasi propilen glikol yang
digunakan sebagai solven dalam sediaan topikal yaitu 5-80%, sehingga konsentrasi
yang digunakan pada formula ini sudah memenuhi rentang penggunaan sesuai literatur.
Selain itu, propilen glikol juga dapat meningkatkan efikasi preparatif yaitu metilparaben.
Dalam formula ini, penggunaan propilen glikol juga digunakan sebagai penetration
enhancer bagi Na diklofenak karena target site Na diklofenak sebagai anti-inflamasi dan
anti nyeri adalah pada bagian dermis. Untuk dapat mencapai dermis, Na diklofenak perlu
menembus bagian-bagian kulit sebelum akhirnya sampai ke dermis sehingga memerlukan
suatu enhancer. Menurut Nurahmanto dkk. (2017), zat yang dapat digunakan untuk
35
meningkatkan penetrasi senyawa yaitu propilen glikol dan gliserin. Dalam hal ini propilen
glikol bekerja sebagai enhancer dengan cara memodifikasi atau melemahkan susunan lipid
interseluller stratum corneum sehingga transfer obat melalui kulit dapat ditingkatkan
(Nurahmanto dkk., 2017). Selain itu, propilenglikol juga digunakan sebagai humektan pada
formula ini, karena dapat mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga sifat
fisik dan stabilitas sediaan selama penyimpanan dapat dipertahankan.
Konsentrasi Na EDTA sebagai agen pengkhelat pada sediaan topikal adalah
0,005-0,1% (HPE edisi 6; halaman 243). Pada formula yang telah dibuat sudah masuk
dalam rentang, yaitu 0,05%. Pada formula ini Na EDTA digunakan sebagai agen
pengkhelat, karena air yang digunakan pada pembuatan sediaan gel ini hanya berupa
aquadest, tidak demineralized atau tidak dipurifikasi lebih lanjut sehingga kemungkinan
dapat mengandung logam-logam. Adanya logam-logam tersebut dapat menimbulkan
masalah pada ketidakstabilan sediaan sehingga perlu penambahan Na EDTA. Selain itu,
sediaan topikal rentan terhadap mikroorganisme. Oleh karena itu diberikan pengawet
dalam formula ini adalah kombinasi dari metilparaben dan propilparaben. Metil paraben
dan propil paraben merupakan pengawet yang banyak digunakan dalam sediaan farmasi.
Keduanya digunakan sebagai pengawet karena dapat dikombinasikan, dimana kombinasi
keduanya dapat memberikan efek pengawet lebih baik karena penambahan metil paraben
dapat meningkatkan aktivitas propil paraben. Menurut HPE edisi 6 halaman 442,
konsentrasi metilparaben yang digunakan sebagai pengawet yang dikombinasikan
adalah 0,18% sedangkan konsentrasi propilparaben yaitu 0,02%. Konsentrasi
metilparaben dan propilparaben pada formula sudah sesuai literatur. Perservatif akan dapat
bekerja sebagai pengawet jika dalam bentuk larut dan berada pada fase airnya. Oleh karena
itu, metilparaben dan propilparaben perlu dilarutkan terlebih dahulu sampai larut dalam
propilen glikol dan dihindari mencampurkannya langsung pada basis gel karena
kemungkinan ada sejumlah bahan yang tidak larut.
Pada umumnya, proses pembuatan gel berbasis CMC Na sama dengan pembuatan gel
berbasis carbopol. Perbedaannya yaitu terletak pada pembuatan basis gelnya. Pada
pembuatan basis gel CMC Na dilakukan dengan menabur CMC Na diatas air panas
sejumlah 20x bobot CMC Na lalu didiamkan selama 15 menit sampai gel mengembang,
setelah itu dilakukan pengadukan hingga terbentuk massa gel. Penggunaan CMC Na
sebagai basis gel tidak memerlukan penambahan TEA sebagai alkalizing agent pada basis
gel CMC Na seperti halnya pada carbopol. Menurut HPE edisi 6 hal 119, konsentrasi
CMC Na yang diperlukan sebagai basis gel yaitu 3-6% sehingga pada formula ini
36
konsentrasi CMC Na sudah memenuhi rentang yang ditentukan yaitu sebesar 3%. Pada
penggunaan CMC Na, semakin tinggi konsentrasi, maka akan semakin tinggi
viskositasnya. CMC Na memiliki karakteristik berwarna hampir putih, tidak berbau, dan
berupa bubuk granular sehingga sebagai basis gel dapat menghasilkan sediaan gel dengan
warna yang lebih keruh dibandingkan dengan sediaan gel dengan basis carbopol.

4.5 Evaluasi sediaan


1. pH sediaan
• Basis CMC Na 6,78
• Basis Carbopol 7,13
Gel Na dikofenak digunakan secara topical dan diaplikasikan ke atas
permukaan kulit, sehingga pH harus sesuai dengan pH kulit. Ketentuan pH
kulit yaitu 4,5-6,5 (Tranggono dan Latifa, 2007). Dalam percobaan kali ini
diperoleh pH dengan dua basis yaitu CMC Na 6,78, dan Carbopol 7,13. Dapat
disimpulkan bahwa pH sediaan memenuhi ketentuan.
2. Viskositas sediaan
• Basis CMC Na 220 dPas
• Basis Carbopol 330 dPas
Pada uji viskositas ini optimalnya yaitu 200 dPas (Nurahmantoet al.,
2017). Pada praktikum kali ini dihasilkan nilai viskositasnya yaitu untuk basis
CMC Na 220 dPas, sedangkan pada basis Carbopol 330 dPas. Dapat
disimpulkan bahwa viskositas sediaannya sudah baik. Namun jika
dibandingkan antara CMC Na dengan Carbopol viskositasnya lebih baik CMC
Na, dikarenakan viskositas CMC Na mendekati optimal.
3. Uji daya sebar sediaan
• Basis CMC Na 6 cm
• Basis Carbopol 4,5 cm
Pada uji daya sebar gel yang baik memiliki daya sebat antara 5-7 cm
(Adnan, 2016). Pada praktikum kali ini didapatkan daya sebar pada basis
CMC Na yaitu 6 cm, sedangkan pada basis Carbopol 4,5 cm. Dapat
disimpulkan bahwa sediaan dengan basis CMC Na baik, karena memenuhi
persyaratan. Sedangkan untuk basis Carbopol tidak baik karena belum
memenuhi persyaratan daya sebar yang baik.
4. Uji Sineritis

37
Uji sineresis dilakukan dengan menyimpan gel pada suhu ±10°C selama 72 jam.
Masing masing gel ditempatkan pada cawan untuk menampung air yang dibebaskan
dari gel selama penyimpanan. Sineresis dihitung dengan mengukur kehilangan berat
selama penyimpanan lalu dibandingkan dengan berat awal gel (Kuncari et al., 2014),
Sineresis dapat diartikan sebagai kontraksi gel yang disebabkan oleh interaksi antara
partikel-partikel dari fase terdispersi sehingga terjadi penekanan pada fase luar dan
menyebabkan gel menyusut.
5. Uji Sifat Alir
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi
memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non–
newton (menggunakan alat brookfield) yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas
dan peningkatan laju aliran. Syarat agar memenuhi sebagai gel yang baik yaitu
konsistensi gel menghasilkan aliran pseudoplastis tiksotropik. Sifat aliran ini sangat
penting pada penyebaran sediaan jika dioleskan pada kulit tanpa penekanan yang berarti
pada pemencetan dapat keluar dari wadah misalnya tube (Lieberman, 1989: Martin and
Cammarata, 1990).
Penentuan viskositas dan sifat alir dilakukan dengan viskometer Brookfield.
Sediaan dimasukkan dalam gelas beaker 250 ml, lalu spindel diturunkan ke dalam
sediaan hingga batas yang ditentukan. Pengukuran dilakukan dengan kecepatan diatur
mulai dari 0,5; 1; 2; 2,5; 5; 10; 20 rpm kemudian dibalik 20; 10; 5; 2,5; 2; 1; 0,5 rpm.
Pada masing-masing pengukuran dengan perbedaan rpm dibaca skalanya ketika jarum
merah yang bergerak telah stabil. Nilai viskositas lalu dihitung. Data yang diperoleh
diplotkan terhadap tekanan geser atau shearing stress (dyne/cm2) dan kecepatan geser
(rpm), kurva rheology dibuat dengan memplotkan kecepatan geser (rpm) sebagai
sumbu X dan shearing stress (dyne/cm2) sebagai sumbu Y (Kuncari, et al., 2014).
6. Penetapan Kadar Natrium diklofenak
Penetapan kadar Na diklofenak menggunakan KCKT dengan kondisi analisisnya
sebagai berikut: fase gerak berupa methanol P: Dapar Fosfat pH 2,5 (70:30). Detektor
254 nm dan kolom ukuran 4,6 mm x 25 cm. laju alir lebih kurang 1 mL per menit.
Langkah-langkah penetapan kadar Na Diklofenak menurut FI VI (2020) adalah
ditimbang saksama lebih kurang 450 mg zat, dilarutkan dalam 25 mL asam asetat
glasial P. Lalu, dititrasi dengan asam perklorat o,1 N LV. Selanjutnya, ditetapkan titik
akhir secara potensiometrik dan dilakukan penetapan blangko. Syarat: tiap mL asam
perklorat 0,1 N setara dengan 31,81 mg C14H10Cl2NnaO2.
38
7. Uji Minimum
Tujuan uji minimum untuk mengetahui jumlah minimum sediaan semisolid yang masih
diperbolehkan dalam pengisian kemasan dan memastikan jumlah bahan yang diisi ke
dalam produk sesuai dengan jumlah pada label (USP 41).
Prosedur untuk sediaan bukan aerosol:
Untuk wadah yang diberi etiket bobot
1. Diambil 10 wadah, jika terdapat etiket hilangkan semua etiket yang dapat
mempengaruhi bobot pada waktu isi wadah dikeluarkan
2. Dibersihkan dan dikeringka dengan sempurna bagian luar wadah dengan cara yang
sesuai dan timbang satu per satu
3. Dikeluarkan isi secara kuantitatif dari masing-masing wadah
4. Dipotong ujung wadah, jika perlu cuci dengan pelarut yang sesuai, hati-hati agar
tutup dan bagian lain wadah yang pada awal telah ditimbang tidak terpisah
5. Dikeringkan dan timbang kembali masing-masing wadah kosong beserta bagian-
bagiannya yang telah ditimbang pada penimbangan pertama
6. Ditentukan bobot bersih masing-masing isi wadah dan rata-rata isi bersih dari
seluruh wadah
7. Perbedaan antara kedua penimbangan adalah bobot bersih isi wadah.

39
8. Prosedur alternatif : Dituang isi dari 10 wadah ke dalam 10 gelas ukur yang sesuai,
hingga seluruh isi keluar dengan sempurna. Dicatat volume dari masing-masing isi
wadah.

40
4.5 Kesimpulan
- Pada formulasi yang dibuat penggunaan Na diklofenak sudah sesuai dengan literature
HPE yaitu 1%
- Diperlukan enhancer yang berfungsi untuk menghantarkan Na diklofenak sampai ke
dermis. Enhancer yang dapat digunakan menurut formula yang telah dibuat yaitu
propilen glikol.
- Konsentrasi propilen glikol yang digunakan sebagai fungsi melarutkan zat-zat dalam
sediaan topikal yaitu 5-80%, sehingga konsentrasi yang digunakan pada formula ini
sudah memenuhi rentang penggunaan sesuai literature
- Penggunaaan kombinasi metil paraben dan propil paraben bertujuan untuk memberikan
efek pengawet lebih baik karena penambahan metil paraben daparmeningkatkan
aktivitas propil paraben.

41
Daftar Pustaka

Adnan, Jumasni. 2016. Formulasi Gel Ekstrak Daun Beluntas (Plucea indica Less) dengan Na-
CMC sebagai Basis Gel. Journal of Pharmaceutical Science and Herbal Technology.
1(1): 41-44.
Agoes, G., dan S.T. Darijanto. 1993.Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida. Bandung:
Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati.
Allen, L. V. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition. Rowe R. C.,
Sheskey, P. J., Queen, M. E. (Editor). London: Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Assosiation.
Anggraeni, Yuli., Esti, Hendradi., Tutiek, Purwanti. 2012. Karakteristik Sediaan Dan
Pelepasan Natrium Diklofenak Dalam Sistem Niosom Dengan Basis Gel Carbomer
940. PharmaScientia, 1 (1) : 1-15
Anonim. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Depkes RI.
Ashara, K., M. Soniwala., dan K. Shah. 2016. Emulgel: A Novel Drug Delivery System.
Journal of Pakistan Association of Dermatologists. 26(3): 244-249.
Corwin, E.J., 2008. Handbook of pathophysiology 3Th edition. Philadelphia Lippincort
Williams & Wilkins.
Fujiastuti T, dan N. Sugihartini. Sifat Fisik dan Daya Iritasi Gel Ekstrak Etanol Herba Pegagan
Centella aisiatica L.) dengan Variasi Jenis Gelling Agent. PHARMACY. 12(1).
Gaur, R., M. Azizi., J. Gan., P. Hansal., K. Harper., R. Mannan., A. Panchal., K. Patel., M.
Patel.,N. Patel., J. Rana., dan A. Rogowska .2008. British Pharmacopoeia 2009.
(Electronic version).
Karmilah dan N. Rusli. 2018. Formulasi dan Uji Efektivitas Masker Peel Off Pati Jagung (Zea
mays sacchrata) sebagai Pertawatan Kulit Wajah. Jurnal Ilmiah Manuntung. 4(1): 59-
66.
Katzung, B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: penerbit Salemba Medika.
Kuncari, E. S., Iskandarsyah, dan Praptiwi. 2014. Evaluasi, Uji Stabilitas Fisik dan Sineresis
Sediaan Gel yang Mengandung Minoksidil, Apigenin dan Perasan Herba Seledri (Apium
graveolens L.). Bul. Penelitian Kesehatan, 42(4) : 213-222

Lachman, L., danH. A. Lieberman. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta. UI
Press.

42
Lieberman, H. A; Ringer, M. M and Banker, G. S. 1989. Pharmaceutical Dosage Forms:
Dosage System Vol. 2, 2nd edition, Marcel Dekker Inc., New York, hal. 94, 423-443,
495-499.
Martin, A., Swarbrick, J., dan Cammarata, A., 1993. Dasar-dasar Kimia Fisik dalam Ilmu
Farmasetik. Vol. 2, Ed 3, diterjemahkan oleh Yoshita, hal 1077-1120, 1170-1183, 1222-
1269, UI Press, Jakarta.

Martindale. 2009. The Complete Drug Reference, 36th Edition. London: Pharmaceutical Press.
Miyatake S., H. Ichiyama., E. Kondo., danK. Yasuda. 2009. Randomized Clinical Comparisons
Of Diclofenac Concentration In The Soft Tissues And Blood Plasma Between Topical
And Oral Applications. British Journal of Clinical Pharmacology. 67(1):125–129.
Nurahmanto D., Mahrifah I.R., Firda R., Imaniah N. dan Rosyidi V.A., 2017. Formulasi
Sediaan Gel Dispersi Padat Ibuprofen : Studi Gelling Agent dan Senyawa Peningkat.
Jurnal Ilmiah Manuntung, 3 (1), 96–105.
Panwar, A.S., N. Upadhyay., M. Bairagi., S. Gujar., G. N. Darwhekar., dan D. K. Jain. 2011.
Emulgel: Review. Asian Journal of Pharmacy and Life Science. 1 (3): 333-343.
Sharon,. N., Anam, S., Yuliet. 2013. Formulasi Krim ekstrak Etanol Bawang Hutan
(Eleutherine palmifolia L.Merr). Online Journal of Natural Sciece, Vol 2(3): 111-122.

Sreevidya, V.S. 2019. An Overview on Emulgel. International Journal of Pharmaceutical and


Phytopharmacological Research. 9(1): 92-97.
Sweetman, C Sean.2009. Martindale The Complete Drug The Complete Drug Reference. Six-
edition. London: Parmaceutical Press
Tranggono, R.I., dan F. Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta:
PT. Gramedia.
Tsabitah, Amira Fawwaz., Abdul K., Mae Sri H. dan Dwi Aris. 2019. Optimasi Carbomer,
Propilen Glikol, dan Trietanolamin Dalam Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun
Kembang Bulan (Tithonia diversifolia). Majalah Farmaseutik, 16(2): 111-118.
Ulaen, Selfie PJ, Yos Banne, and Ririn A. Suatan. 2012. Pembuatan Salep Anti Jerawat Dari
Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Jurnal Ilmiah Farmasi.
3(2): 45-49.
Voight, R. 1971. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

43

Anda mungkin juga menyukai