Anda di halaman 1dari 25

LK. 1.

2 Eksplorasi Penyebab Masalah

Nama : Okta Purnawirawan


NIM : 223153913302
Kelas : 002 Teknik Komputer dan Informatika
Prodi PPG : Pendidikan Teknik Informatika/FT
LPTK PPG : Universitas Negeri Malang

Masalah yang
Hasil eksplorasi
No. telah Analisis eksplorasi penyebab masalah
penyebab masalah
diidentifikasi
1 Kurangnya 1. Orang tua yang Kajian Teoris
keterlibatan tidak mengetahui Orang tua di dalam kehidupan keluarga mempunyai posisi sebagai kepala
orang tua dalam tentang keluarga atau pemimpin rumah tangga, orang tua sebagai pembentuk pribadi
mendukung perkembangan pertama dalam kehidupan anak, kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup
anaknya untuk akademik siswa di mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan
bersekolah, sekolah sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh.
misalnya orang Orang tualah yang paling bertanggungjawab dalam proses perkembangan
tua cenderung keseluruhan eksistensi anak, termasuk di sini kebutuhan-kebutuhan fisik dan
memasrahkan psikis sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang kearah yang harmonis
semuanya dan matang, (Singgih, 1983: 151).
kegiatan Menurut Suryo Subroto (dalam Ilyas: 2004) komunikasi orang tua dengan
akademik pada anaknya sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Apabila
guru dan komunikasi orang tua berpengaruh baik kepada anaknya maka hal akan
pengelola sekolah menyebabkan anak berkembang baik pula. Suasana komunikasi orang tua di
rumah mempunyai peranan penting dalam menentukan kehidupan anak di
sekolah. Orang tau harus menjadikan rumah sebagai wadah untuk
berkomunikasi secara intens dengan anaknya.

Daftar Pustaka:
Gunarsa, Singgih D. (1983). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta
Pusat: BPK Gunung Mulia.
Ilyas. (2004). Skripsi. Persepsi perawat pelaksana tentang budaya organisasi,
hubungannya dengan kinerja di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Depok: FIK
Universitas Indonesia.

Kajian Empiris
Menurut Dessy, dkk. (2019) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Perhatian Orang Tua dan Motivasi Terhadap Hasil Belajar menyatakan bahwa
perhatian orangtua dan motivasi memiliki korelasi dengan hasil belajar.
Berdasarkan hasil penelitian ini saran yang disampaiakn adalah siswa
diharapkan untuk lebih semangat sehingga mencapai hasil belajar yang baik di
sekolah. Meskipun perhatian orangtua dan motivasi yang diterapkan orangtua
kurang baik tetapi tidak menjadi pengaruh utama dalam hasil belajar. Namun
orangtua hendaknya memberikan perhatian yang baik untuk anaknya seperti
seperti memberikan perhatian, dukungan agar anak dapat mengembangkan
hasil belajar yanhg dimiliki dengan baik.
Menurut Rofiqul dan Muhammad, (2016) Hasil belajar adalah tolak ukur untuk
menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami
pelajaran yang didapatnya berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan setelah
siswa mengalami proses belajar. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh banyak
faktor, diantaranya adalah perhatian orang tua dan motivasi belajar. Tingginya
perhatian orang tua dan motivasi belajar dapat menunjang prestasi belajar
yang dicapai siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhatian orang tua
terhadap pendidikan anak ialah tinggi, dan motivasi belajar para peserta didik
juga termasuk tinggi.

Daftar Pustaka:
Indah Saputri, Dessy. (2019). Pengaruh Perhatian Orang Tua dan Motivasi
Terhadap Hasil Belajar. Jurnal Pedagogik dan Pembelajaran. 2(3). 369-376.
Link: https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JP2/article/view/19285

Ala, Rofiqul dan Muhamad Rifa'i Subhi. (2016). Perhatian Orang Tua dan
Motivasi Belajar Siswa. Jurnal Ilmiah Madaniyah. 6(2). 242-259.
Link:
https://www.journal.stitpemalang.ac.id/index.php/madaniyah/article/view/96
2. Tidak adanya Kajian Teoritis
komunikasi atau Menurut Suryo Subroto (dalam Ilyas: 2004) komunikasi orang tua dengan
interaksi sosial yang anaknya sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Apabila
sehat diantara orang komunikasi orang tua berpengaruh baik kepada anaknya maka hal akan
tua dan siswa di menyebabkan anak berkembang baik pula. Suasana komunikasi orang tua di
lingkungan keluarga rumah mempunyai peranan penting dalam menentukan kehidupan anak di
sekolah. Orang tau harus menjadikan rumah sebagai wadah untuk
berkomunikasi secara intens dengan anaknya.
Menurut Widjaja, (2000) bahwa karakteristik komunikasi yang baik harus
memiliki sikap terbuka. Keterbukaan (opnnes) yaitu sejauhmana memiliki
keinginan terbuka dengan orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang
terjadi dalam komunikasi memungkinkan perilaku dapat memberikan
tanggapan secara jelas terhadap segala pikiran dan perasaan yang
diungkapannya. Keterbukaan terjadi jika adanya (1) Kesediaan untuk
berkomunikasi, berinteraksi dan tidak saling menutupi, (2) kesediaan untuk
saling berinterasi memberikan respon/umpan balik dan (3) memiliki perasaan
dan pikiran yang sama.

Daftar Pustaka
Ilyas. (2004). Skripsi. Persepsi perawat pelaksana tentang budaya organisasi,
hubungannya dengan kinerja di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Depok: FIK
Universitas Indonesia.
Widjaja, A.W. (2000). Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: Rineka Cipta.

Kajian Empiris
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayatul Masruroh dan iwan W.
Widayat (2014) yang berjudul Strategi Orang tua dalam Mengembangkan
Kreativitas Anak Gifted. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa
terdapat tujuh strategi yang digunakan oleh orang tua dalam mengembangkan
kreativitas anak gifted. Ketujuh strategi tersebut adalah aktivitas eksplorasi
umum, aktivitas pilihan individu, proyek individu, bertukar ide, penyediaan
fasilitas, pendorong dan apresiasi. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Rosana
Yulianti (2014) yang berjudul Peranan Orang Tua dalam Mengembangkan
Kreativitas Anak Usia Dini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap
anak memiliki potensi kreatif pada setiap pribadinya. Hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah perhatian orang tua dan
motivasi belajar. Tingginya perhatian orang tua dan motivasi belajar dapat
menunjang prestasi belajar yang dicapai siswa. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perhatian orang tua terhadap pendidikan anak ialah tinggi, dan motivasi
belajar para peserta didik juga termasuk tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh
Muh. Sain Hanafy dan Nikawati (2017) yang berjudul Pengaruh Perhatian
Orang tua kepada Anak Terhadap Kreativitas Belajar Peserta Didik di MTs
Muhammadiyah Julubori Kecamatan Palangga Kabupaten Gowa”. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh perhatian orang tua terhadap
kreativitas belajar peserta didik tidak memberikan pengaruh yang positif.

Daftar Pustaka
Masruroh, hidayatul, W, Iwan. (2014). Strategi Orang Tua dalam
Mengembangkan Kreativitas Anak Gifted. Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Perkembangan. 3(3). 213-220.
Link:
http://journal.unair.ac.id/JPPP@strategi-orangtua-dalam-mengembangkan-
kreativitas-anak-gifted-article-8180-media-53-category-10.html

Yulianti, Tri Rosana. (2014). Peranan Orang Tua dalam Mengembangkan


Kreativitas Anak Usia Dini. Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar
Sekolah. 3(1). 11-24.
Link:
http://e-
journal.stkipsiliwangi.ac.id/index.php/empowerment/article/view/569

Muhammad Sain Hanafy dan Nikawati. 2017. Pengaruh Perhatian Orang tua
kepada Anak Terhadap Kreativitas Belajar Peserta Didik di MTs
Muhammadiyah Julubori Kecamatan Palangga Kabupaten Gowa. Jurnal
Inspiratif Pendidikan. 6(2). 197-209.
Link:
https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/Inspiratif-
Pendidikan/article/view/5219
3. Karakter siswa Kajian Teoritis
yang tidak bisa Menurut Rakhmat (2007), komunikasi orang tua dengan anak dikatakan efektif
bersikap terbuka bila kedua belah pihak saling dekat, saling menyukai dan komunikasi
dengan orang tua diantaranya keduanya merupakan hal yang menyenangkan dan adanya
terkait kondisi keterbukaan sehingga tumbuh rasa percaya diri. Komunikasi yang efektif
akademik yang dia dilandasi adanya keterbukaan dan dukungan yang positif pada anak agar anak
alami. dapat menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh orang tua. Sehingga
komunikasi orang tua sangat berpengaruh baik pada anaknya. Komunikasi
orang tua dapat menimbulkan perhatian dan efek tertentu pada anak.
Menurut Widjaja, (2000) bahwa karakteristik komunikasi yang baik harus
memiliki sikap terbuka. Keterbukaan (opnnes) yaitu sejauhmana memiliki
keinginan terbuka dengan orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang
terjadi dalam komunikasi memungkinkan perilaku dapat memberikan
tanggapan secara jelas terhadap segala pikiran dan perasaan yang
diungkapannya. Keterbukaan terjadi jika adanya (1) Kesediaan untuk
berkomunikasi, berinteraksi dan tidak saling menutupi, (2) kesediaan untuk
saling berinterasi memberikan respon/umpan balik dan (3) memiliki perasaan
dan pikiran yang sama.

Daftar Pustaka
Rakhmat, Jalaludin. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Widjaja, A.W. (2000). Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: Rineka Cipta.

Kajian Empiris
Menurut Yuli, dkk.,(2017) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh
kesiapan menjadi orang tua dan pola asuh psikososial terhadap perkembangan
sosial anak menyatakan bahwa semakin matang usia istri dan suami saat
menikah maka akan semakin matang kesiapannya menjadi orang tua dan
semakin baik pula stimulasi psikososial yang diberikan. Hal ini
meningkatkan peluang perkembangan sosial anak untuk menjadi lebih baik.
Secara keseluruhan kesiapan menjadi orang tua termasuk kategori tinggi pada
dimensi kesiapan emosi, fisik dan kestabilan hubungan, tetapi dimensi
kesiapan finansial tergolong rendah dan dimensi sosial serta menejemen
tergolong sedang. Rerata pola asuh psikososial terkategori rendah dan hampir
sebagian besar anak memiliki tingkat perkembangan sosial tergolong rendah.
Faktor yang berpengaruh signifikan positif terhadap perkembangan sosial anak
adalah usia orang tua saat menikah, tingkat pendidikan orang tua, kesiapan
menjadi orang tua dan pola asuh psikososial.
Menurut Agus, dkk. (2017) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Pengaruh Penggunaan Media Baru Terhadap Pola Interaksi Sosial Anak Di
Kabupaten Sukoharjo menyatakan bahwa tingkat penggunaan media baru di
kalangan anak usia 8–12 tahun di Kabupaten Sukoharjo dalam kategori sedang
(1,89) dan interaksi sosialnya dalam kategori tinggi (2,45). Asumsi yang
menyatakan bahwa semakin tinggi penggunaan media baru maka interaksi
sosial anak akan cenderung semakin rendah dapat diterima kebenarannya
dengan koefisien korelasi sebesar 0,54 pada derajat kebebasan 0,05 atau
tingkat kepercayaan 95%.

Daftar Pustaka
Setyowati, Yuli Dwi. dkk. (2017). Pengaruh Kesiapan Menjadi Orang Tua Dan
Pola Asuh Psikososial Terhadap Perkembangan Sosial Anak. Jurnal Ilmu
Keluarga dan Konsumen. 10(2). 95-106.
Link:
https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/16839

Efendi, Agung dkk. (2017). Analisis Pengaruh Penggunaan Media Baru


Terhadap Pola Interaksi Sosial Anak Di Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Penelitian
Humaniora. 18(2). 12-24.
Link:
https://journals.ums.ac.id/index.php/humaniora/article/view/5188

2. Kurangnya 1. Kurangnya Kajian Teoritis


semangat dan antusias atau Kern dalam bukunya Literacy and Laguange Teaching (2000: 16) literasi dapat
motivasi siswa ketertarikan siswa diimplementasikan dalam bentuk praktik situasional, historis dan kultural
dalam dalam kegiatan dalam menciptakan dan mengintrepretasikan makna melalui teks atau bacaan,
menumbuhkan program literasi literasi memerlkukan sebuah kepekaan yang tidak terucap tentang hubungan-
pagi sebelum hubungan antara konvensi tekstual dan kontekstual untuk berefleksi kritis.
budaya kegiatan Menurut Kern (2000: 17) Prinsip-Prinsip literasi yaitu (1) Literasi melibatkan
literasi/membaca pembelajaran interprestasi, (2) Literasi melibatkan kolaborasi, (3) Literasi melibatkan konvensi,
(4) Literasi melibatkan pengetahuan kultural, (5) Literasi melibatkan pemecahan
masalah, (6) Literasi melibatkan refleksi dan refleksi diri, dan (7) Literasi
melibatkan penggunaan bahasa.

Pengesti, (2018) landasan filosofi dari program literasi yaitu Sumpah Pemuda
butir ketiga (3) menyatakan, “menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia“
yang memiliki makna pengakuan terhadap keberadaan ratusan bahasa daerah
yang memiliki hak hidup dan peluang penggunaan bahasa asing sesuai dengan
keperluannya. Butir ini menegaskan pentingnya pembelajaran berbahasa dalam
pendidikan nasional.
Pangesti, (2018) landasan hukum dari program literasi yaitu beberapa peraturan
perundang-undangangan, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri dalam
negeri, peraturan menteri pendidikan nasional. Salah satunya yaitu:
Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31, Ayat 3: “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun
2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan
Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah dan peraturan lainnya.

Daftar Pustaka
Kern, Richard. (2000). Literacy and Laguange Teaching. Oxford: Oxforf University
Press.
Pagesti dkk. (2018). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Edisi 2. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Kajian Empiris
Kegiatan literasi sekolah merupakan salah satu program gerakan yang
pemerintah terapkan untuk menumbuhkan minat baca siswa. Namun pada
kenyataannya minat baca siswa masih tergolong rendah. Menurut Mega, (2022)
pada penelitiannya yang berjudul optimalisasi penerapan kegiatan literasi dalam
meningkatkan minat baca siswa sekolah dasar menyatakan kegiatan gemar
membaca harus tetap ditingkatkan bahkan harus menjadikannya sebuah
budaya demi masa depan cerah yang dimiliki setiap generasi penerus
bangsa. Rendahnya minat baca merupakan permasalahan yang harus diatasi
adapun langkah -langkah yang harus ditempuh untuk mengatasi permasalahan
rendahnya minat baca ini adalah dengan mengoptimalkan gerakan literasi pada
siswa di sekolah dasar. Dalam mengatasi masalah rendahnya minat baca peran
penting adalah orang tua. Selain orang tua lingkungan keluarga, dan guru juga
sangat menentukan dalam menumbuhkan minat baca. Dukungan guru
juga sangat dibutuhkan, dalam meningkatkan minat baca. Adapun upaya yang
dapat dilakukan oleh guru antara lain menyiapkan pojok baca dan mengganti
buku-buku setiap saat sehingga anak merasa tertarik untuk membaca.
Menurut Muhammad, dkk. (2018) dalam penelitiannya yang berjudul gerakan
literasi sekolah di sekolah dasar menyatakan bahwa kegiatan literasi kurang
efektif karena hanya dilaksanakan selama 15 menit saja sebelum dimulainya
kegiatan belajar mengajar di kelas, sarana dan prasarana jumlah buku yang ada
di sekolah masih kurang, orang tua kurang peduli terkait budaya membaca pada
anak, kurangnya minat membaca, dan kurangnya manajemen program literasi
di sekolah.

Daftar Pustaka
Prasrihamni, Mega dkk. (2022). Optimalisasi Penerapan Kegiatan Literasi Dalam
Meningkatkan Minat Baca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Cakrawala Pendas. 8(1).
128-134.
Link:
https://www.ejournal.unma.ac.id/index.php/cp/article/view/1922
Hidayat, Muhammad Hilal dkk. (2018). Gerakan Literasi Sekolah Di Sekolah
Dasar. Jurnal Pendidikan Teori, Penelitian, dan Pengembangan. 3(6). 810-817.
Link:
http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/article/view/11213

2. Implementasi Kajian Teoritis


pelaksanaan Menurut cahyani, (2007: 98) menyatakan bahwa membaca merupakan kegiatan
program membaca yang dapat meningkatkan keterampilan untuk menyampaikan pesan-
literasi/membaca pesan melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Komponen dasar-dasar proses
di sekolah tidak membaca diantaranya yaitu recording, decoding, dan meaning. Membaca dapat
efektif dimaknai sebagai proses berfikir, membaca, pemahaman literal, intrepetasi,
membaca kritis, dan membaca kreatuif.
Pengesti, (2018) landasan filosofi dari program literasi yaitu tertuang pada
beberapa konvesi diantaranya:
1. Konvensi PBB tentang Hak Anak pada tahun 1989 tentang pentingnya
penggunaan bahasa ibu. Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa,
khususnya mikrokultur-mikrokultur tertentu perlu difasilitasi dengan
bahasa ibu saat mereka memasuki pendidikan dasar kelas rendah (kelas I,
II, III).
2. Konvensi PBB di Praha tahun 2003 tentang kecakapan literasi dasar dan
kecakapan perpustakaan yang efektif merupakan kunci bagi masyarakat
yang literat dalam menghadapi derasnya arus informasi teknologi. Lima
komponen esensial literasi informasi adalah basic literacy, library literacy,
media literacy, technology literacy, dan visual literacy.

Daftar Pustaka
Cahyani Isah, Hodijah. (2007). Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah
Dasar. Bandung: UPI Press.
Pagesti dkk. (2018). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Edisi 2. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Kajian Empiris
Perkembangan tentang Literasi di Indonesia sampai saat ini masih dikatakan
rendah. Hal tersebut tertulis dalam hasil kajian dari program for international
student assesment ( PISA) yang mengungkapkan dalam pengetahuan membaca
Indonesia menduduki tempat dengan urutan 57 dari 65 negara di dunia.
Menurut Puspasari, (2021) dalam penelitiannya yang berjudul implementasi
gerakan literasi sekolah di sekolah dasar menyatakan bahwa Pembiasaan literasi
di dalam kelas dilaksanakan secara rutin setiap hari. Siswa membaca buku
dengan nyaring ataupun di dalam hati selama 15 menit sebelum pembelajaran
dimulai. Untuk menambah variasi sumber bacaan di pojok baca ruangan kelas,
guru mengarahkan siswa melaksanakan pertukaran buku antar kelas.
pembiasaan literasi di luar kelas dilaksanakan pada perpustaakaan, mading dan
juga taman baca. Kegiatan literasi di luar kelas dilaksanakan secara bergilir
untuk menghindari terjadinya bentrok antar kelas. Guru mengarahkan siswa
keluar kelas menuju taman baca untuk mengamati lingkungan sekolah yang
sebelumnya guru sudah memberikan topik untuk diamati oleh siswa. Siswa
mengamati lingkungan sekolah dan menuliskan hasil pengamatannya pada
buku tulis masing-masing. Di lingkungan sekolah juga tedapat bahan bacaan
yang terletak pada koridor sekolah dan hasil karya tulis siswa yang ditempel
pada mading kelas.
Menurut Suyono, (2017) dalam penelitiannya yang berjudul Implementasi
Gerakan Literasi Sekolah pada Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar bahwa
pola implementasi gerakan literasi sekolah meliputi (1) pola kegiatan literasi pada
buku tematik dan (2) pola kegiatan literasi di sekolah. Pola kegiatan literasi pada
buku tematik yang ditemukan berjumlah dua belas pola meliputi kegiatan
prabaca, membaca, dan pascabaca. Pola kegiatan literasi di sekolah ditemukan
tiga belas pola kegiatan meliputi tiga aspek, yaitu pola strategi dan pelaksanaan
kegiatan literasi, sumber buku dan lingkungan literasi, serta kerja sama kegiatan
literasi. pola kegiatan literasi pada buku tematik siswa berjumlah dua belas pola.
Pola tersebut adalah (1) skemata-baca-tulis, (2) skemata-baca-coba, (3) skemata-
baca-jawab, (4) pertanyaan-baca-coba, (5) tujuan-baca-tulis, (6) skemata-baca-
pertanyaan, (7) tujuan-dengarkantulis, (8) skemata-baca-cerita, (9) tujuan-
bacacerita, (10) pertanyaan-baca-jawab, (11) tujuanbaca-jawab, dan (12)
pertanyaan-baca-tulis.
Daftar Pustaka
Puspasari, Iin dan Febrina Dafit. (2021). Implementasi Gerakan Literasi Sekolah
Di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu. 5(3). 1390-1400.
Link:
https://jbasic.org/index.php/basicedu/article/view/939

Suyono, dkk. (2017). Implementasi Gerakan Literasi Sekolah pada Pembelajaran


Tematik di Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktik
Pendidikan. 26(2).116-123.
Link:
http://journal2.um.ac.id/index.php/sd/article/view/3050

3. Kegiatan Kajian Teoritis


literasi/membaca Menurut Klein, (1996) membaca mencakup (1) membaca merupakan suatu
di kegiatan proses, (2) membaca adalah strategi dan (3) membaca merupakan interaktif.
pelajaran Artinya bahwa membaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk
produktif keahlian makna, dengan strategi memaknai teks dan konteks dalam rangka mengontruksi
(SMK) ketika isi pesan dalam bacaan.
praktik kurang Menurut pangesti, (2018) dalam bukunya yang berjudul Desain Induk Gerakan
menarik bagi Literasi Sekolah Edisi 2 menyatakan bahwa program literasi menjadikan sekolah
siswa sebagai organisasi pembelajaran berbudaya literasi kemudian membentuk warga
sekolah yang literat dalam hal (a) baca tulis, (b) numerasi, (c) sains, (d) digital,
(e). finansial, dan (f) budaya dan kewargaan.

Daftar Pustaka
Klein, dkk. (1996). Theaching Reading in the Elementary Grades. Boston: Allyn
nda Bacon.
Pagesti dkk. (2018). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Edisi 2. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.

Kajian Empiris
Menurut Ifat, (2019) dalam penelitiannya yang berjudul strategi pembelajaran
literasi sains untuk anak usia dini menyatakan bahwa strategi pembelajaran
literasi menyatakan penerapan strategi pembelajaran literasi sains pada
pendidikan anak usia dini dimulai dari perencanaan yaitu memutuskan tujuan
pembelajaran, menentukan material, dan setting lingkungan. Pelaksanaan
ditunjang dengan media pembelajaran serta evaluasi dilakukan sesuai indikator
perkembangan. Literasi harus menjadi pijakan awal untuk mengembangkan
segala aspek-aspek perkembangan sehingga literasi dapat terintegrasi dengan
kegiatan pembelajaran.
Menurut Muhammad, (2020) dalam penelitiannya yang berjudul strategi kepala
sekolah dalam meningkatkan literasi membaca siswa di SMA Negeri 1 Kota Kediri
menyatakan bahwa strategi kepala sekolah dalam meningkatkan literasi
membaca siswa yaitu dengan cara antara lain: strategi yang pertama dilakukan
kepala sekolah adalah taraf pembiasaan membacayaitu bagaimana siswa
mampu membiasakan dirinya dengan membaca apapun, tanpa ada
paksaan. Strategi yang kedua strategi adalah literasi membaca diarahkan
kepada literasi membaca religiusdengan membaca ayat suci Al-Qur‟an,
belajar tilawah Al-Qur‟an dengan baik dan benar serta yang terakhir yaitu
membaca terjemahannya.Bagi siswa nonmuslim tetap melaksanakan
kegiatan serupa di tempat berbeda dengan bimbingan khusus dari bimroh.
Strategi yang ketiga, kepala sekolahmembentuk tim literasi, tim literasi
inilah yang akan menjadi pionir literasi, nanti akan juga dibantu oleh
seluruh guru. Dari sini juga didapatkan beberapa faktor pendukung yaitu
kesediaan semua komponen sekolah untuk melaksanakan kegiatan literasi,
pemberian sanksi bagi siswa yang terlambat, dan akan menyediakan pojok
baca. Bertalian dengan faktor pendukung tersebut, faktor penghambatnya
adalah keterlambatan siswa dan belum adanya perpustakaan mini di
setiap sudut kelas.
Menurut Nugrahenti, (2018) dalam penelitiannya yang berjudul peningkatan
kemampuan membaca dan menulis permulaan menggunakan strategi bengkel
literasi pada siswa SD menyatakan bahwa penerapan strategi bengkel literasi
diperoleh data bahwa strategi bengkel literasi dapat meningkatkan kemampuan
akhir siswa dalam membaca menulis permulaan, semua siswa sudah memahami
apa itu literasi. Mereka sudah mengenal tentang literasi dengan bengkel literasi.
Daftar Pustaka
Ifat, dkk. (2019). Strategi Pembelajaran Literasi Sains Untuk Anak Usia Dini.
Jurnal Ilmiah Potensia. 4(2).
Link:
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/potensia/article/view/8241

Muhammad, dkk. (2020). Strategi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Literasi


Membaca Siswa di SMA Negeri 1 Kota Kediri. Indonesian Journal of Islamic
Education Studies. 3(1).
Link:
https://www.ejournal.iai-tribakti.ac.id/index.php/ijies/article/view/1138

Nugrahenti. (2018). Peningkatan Kemampuan Membaca Dan Menulis Permulaan


Menggunakan Strategi Bengkel Literasi Pada Siswa SD. Jurnal Pendidikan Guru
Sekolah Dasar. 7(1).
Link:
https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP/article/view/5341

3. Kurangnya 1. Guru pelajaran Kajian Teoritis


interaksi sosial memiliki Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki kelainan dan
siswa reguler pengusaan kondisi kesulitan belajar secara kompleks yang berbeda dengan teman seusianya.
dengan siswa kelas yang Anakanak dikatakan berkebutuhan khusus, karena mereka memiliki kesulitan
berkebutuhan terbatas tidak bisa belajar lebih besar dibandingkan sebagian besar anak-anak seusia mereka.
khusus ketika memfasilitasi Pelayanan diberikan kepada anak berkebutuhan khusus, karena anak memiliki
pembelajaran di kebutuhan siswa kelainan sejak dari lahir atau karena terkena masalah ekonomi, politik, konflik
kelas. reguler dan siswa sosial dan perilaku yang menyimpang (Ilahi, 2013:138).
berkebutuhan Pelaksanaan belajar adalah tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif dan
khsusu secara psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif
bersama-sama dalam arti berorientasi kearah yang lebih maju dan lebih baik daripada
dalam sebelumnya (Syah,2010:111). Pelaksanaan belajar atau pembelajaran dapat juga
pembelajaran dikatakan sebagai pelaksanaan penyerapan informasi. Pelaksanaan
pembelajaran memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan fisik
maupun psikis ke dalam tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pendidikan Inklusi (PI) juga dimaknai sebagai (1) suatu pendekatan inovatif dan
strategis untuk memperluas akses pendidikan bagi semua Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) termasuk anak penyandang disabilitas, (2) sebagai bentuk
reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti diskriminasi, perjuangan
persamaan hak dan kesempatan, keadilan dan perluasan akses pendidikan bagi
semua, dan (3) sebuah proses dalam merespon kebutuhan yang beragam dari
semua anak melalui peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya, dan
masyarakat, serta mengurangi ekslusivitas di dalam dan darinpendidikan
(Booth, 1996) dalam Joko (2021).
Landaan Hukum Pelaksanaan Sekolah Untuk Anak ABK pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 13 Tahun 2020 Tentang Akomodasi layak
untuk peserta didik penyandang disabilitas

Daftar Pustaka
Ilahi, Mohammad Takdir. (2013). Pendidikan Inklusi: Konsep dan Aplikasi.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Muhibbin, Syah. (2010). Psikologi Pendidikan dengan pendekatan baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Joko, dkk. (2021). Buku Saku Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Di Sekolah
Dasar. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pemerintah Republik Indonesia No. 13 Tahun 2020 Tentang Akomodasi Layak
Untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.

Kajian Empiris
Menurut pendapat Lathifah, (2014) dalam penelitiannya yang berjudul
Pembelajaran Pai Bagi Anak Berkebutuhan Khusus menyatakan bahwa guru
harus memperhatikan siswa ABK dan siswa reguler sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing. Siswa ABK harus mendapatkan perhatian
tambahan dari seorang guru, akan tetapi tidak mengurangi juga perhatian pada
siswa reguler. Perhatian guru pada semua karakter siswa dapat memberikan
stimulus pada proses pembelajaran. Siswa merasa nyaman dan tenang dalam
proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Oleh sebab
itu, guru sebisa mungkin harus bisa memberikan pendampingan pada semua
siswanya di kelas.
Menurut Oki, (2013) menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus
mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan
bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan
dan potensi mereka. Bisa dikatakan Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah :
mereka yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau
sosial, baik dalam tingkat keterbatasan maupun kelebihan. Pembelajaran untuk
anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu
strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing–masing. Dalam
penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya guru
kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya.
Menurut Yuwono, (2010:3) terdapat tiga kegiatan yang harus dilakukan sebelum
melaksanakan pembelajaran dengan anak berkebutuhan khusus, yaitu : 1)
identifikasi anak berkebutuhan khusus; 2) asesmen anak berkebutuhan
khusus; 3) menyususn program pembelajaran individual (PPI).

Daftar Pustaka
Hanum, Lathifah. (2014). Pembelajaran Pai Bagi Anak Berkebutuhan Khusus.
Jurnal Pendidikan Agama Islam. 11(2). 1-12.
Link:
http://ejournal.uin-suka.ac.id/tarbiyah/index.php/jpai/article/view/112-05

Dermawan, Oki. (2013). Strategi Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus


Di Slb. Jurnal Ilmiah Psikologi. 6(2). 886-897.
Link:
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/psy/article/view/2206

Yuwono. (2010). Pandemi Resistensi Antimikroba: Belajar dari MRSA. Jurnal


Kedokteran dan Kesehatan. 1(42). 2837–2850.
Link:
https://repository.unsri.ac.id/11145/
2. Siswa reguler Kajian Teoritis
belum bisa Myers (dalam Hobfoll, 1986) mengemukakan bahwa sedikitnya ada tiga faktor
berinteraksi penting yang mendorong seseorang untuk memberikan dukungan yang positif,
secara bersama- diantaranya: a) empati, yaitu turut merasakan kesusahan orang lain dengan
sama dengan tujuan mengantisipasi emosi dan memotivasi tingkah laku untuk mengurangi
siswa yang kesusahan dan meningkatkan kesejahteraan orang lain. b) Norma dan nilai
berkebutuhan sosial, yang berguna untuk membimbing individu untuk menjalankan kewajiban
khusus karena dalam kehidupan. c) Pertukaran sosial, yaitu hubungan timbal balik perilaku
masing-masing sosial antara cinta, pelayanan, informasi. Keseimbangan dalam pertukaran akan
siswa fokus pada menghasilkan hubungan interpersonal yang memuaskan. Pengalaman akan
diri sendiri pertukaran secara timbal balik ini membuat individu lebih percaya bahwa orang
lain akan menyediakan bantuan.
Pengembangkan penyesuaian diri dan keterampilan sosial individu perlu
dilakukan untuk menjalin interaksi sosial dengan baik. Empati merupakan
dasar utama keterampilan interaksi individu. Empati penting bagi kemampuan
anak untuk menjalin interaksi secara sosial dengan teman sebaya. Ketika anak
mampu berempati, maka ia dapat memahami efek emosional dan sosial
perilakunya pada orang lain. Ia juga mampu menginterpretasi petunjuk-
petunjuk sosial teman sebaya secara akurat dan memahami perhatian yang
diberikan teman sebaya sebaliknya, anak yang kurang memiliki kemampuan
berempati cenderung menunjukkan perilaku agresi terhadap orang lain. Hal ini
berkaitan dengan kurangnya kemampuan untuk menginterpretasi perasaan dan
perilaku orang lain (CCHP, 2010).

Daftar Pustaka
Hobfoll, S, E. (1986). Stress, social support and women : the series in clinical and
community psychology. New York: Herper & Row.
California Childcare Health Program. (2010). Nurturing empathy. California
Childcare Health Program. 23(3). 1-8.

Kajian Empiris
Menurut Rifani, (2020) dkk. dalam penelitiannya yang berjudul Lingkungan
Inklusi dan Kemampuan Bersosialisasi: Studi Terhadap Pola Pertemanan Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) menyatakan bahwa semakin baik pengaruh yang
diberikan, maka semakin baik pula kemampuan bersosialisasi ABK. Pengaruh
yang dihasilkan dari interaksi antaara teman sebaya dengan siswa ABK
sangatlah kecil, dan pengaruh tersebut tidak telalu sig- nifikan, dan sisanya
disebabkan oleh faktor yang tidak diteliti. Dari penelitian ini, hasil dari rangkaian
proses sosial yang terjadi dikelas inklusi adalah lebih mengarah kepada hasil
positif. Dimana siswa non ABK dapat menerima siswa ABK dengan baik. Terlihat
ketika seluruh siswa setuju bahwa ABK semangat ketika bertemu dengan teman-
temannya di sekolah.
Menurut Yunita, (2018) dalam penelitiannya yang berjudul dukungan sosial dan
empati pada siswa berkebutuhan khusus berdasar jenjang sekolah menengah
dan perguruan tinggi menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
dukungan sosial teman sebaya terhadap empati pada siswa di lingkungan
sekolah baik pada jenjang SMP, SMK dan mahasiswa di lingkungan perguruan
tinggi.

Daftar Pustaka
Diantika, Rofani dkk. (2020). Lingkungan Inklusi dan Kemampuan
Bersosialisasi: Studi Terhadap Pola Pertemanan Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK). Sosietas Jurnal Pendidikan Sosiologi. 10(1). 765-769.
Link:
https://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article/view/26003

Kurniawati, Yunita. (2018). Dukungan Sosial Dan Empati Pada Siswa


Berkebutuhan Khusus Berdasar Jenjang Sekolah Menengah Dan Perguruan
Tinggi. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi. 14(2). 200-211.
Link:
http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/INSIGHT/article/view/Kur

3. Model Kajian Teoritis


pembelajaran yang Menurut Greenspan dalam Smith,(2002) bahwa model pembelajaran terhadap
diimplementasikan peserta didik berkebutuhan khusus yang di persiapkan oleh guru di sekolah,
kurang maksimal ditujukan agar peserta didik mampu berinteraksi terhadap lingkungan sosial.
untuk bisa Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui penggalian kemampuan
meningkatkan diri peserta didik yang didasarkan pada kurikulum berbasis kompetensi.
interasi Kompetensi ini terdiri atas empat ranah yang perlu diukur meliputi kompetensi
sosial/kerjasama fisik, kompetensi afektif, kompetensi sehari hari dan kompetensi akademik.
antara siswa Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs)
reguler dengan membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing-
siswa yang masing. Dalam penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi
berkebutuhan hendaknya guru kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data
khsusus ketika di pribadi yakni berkaitan dengan karateristik spesifik, kemampuan dan
kelas kelemahanya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembanganya.
Karakteristik spesifik student with special needs pada umumnya berkaitan
dengan tingkat perkembangan fungsional. Karaktristik spesifik tersebut meliputi
tingkat perkembangan sensori motor, kognitif, kemampuan berbahasa,
ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial serta
kreativitasnya.

Daftar Pustaka
Ainsworth, M. dan Smith, N.,et al. (2002). Managing Performance Managing
People: Panduan Praktis untuk Memahami dan Meningkatkan Performance Tim.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Kajian Empiris

Menurut Sunanto, (2016) dalam penelitiannya yang berjudul desain


pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam kelas inklusif menyatakan
bahwa Upaya yang telah dilakukan oleh guru dalam mengajar ABK bersama-
sama dengan anak pada umumnya di kelas inklusif meliputi: (1) Konsultasi
dengan guru SLB, (2) Berdiskusi dengan teman sejawat, (3) Mengajar di kelas
atau ruangan khusus. Desain pembelajaran bagi ABK di kelas inklusif
dikembangkan berdasarkan model pembelajaran kolaboratif dengan prinsip: (1)
fleksibilitas, (2) modifikasi, (3) dukungan. Desain pembelajaran dirancang yang
diperlakukan secara bersama-sama untuk siswa ABK dan non-ABK yang disebut
desain pembelajaran yang inklusif. Komponen-komponen utama dari desain
yang dirancang terdiri dari metode, materi, media, dan evaluasi. Terhadap
komponen-komponen ini harus dilakukan modifikasi agar dapat
mengakomodasi semua keragaman siswa. Dalam pelaksanaan desain tersebut
harus memperhatikan empat aspek penting yang disarankan oleh Sternberg &
Taylor (1986) yaitu: (1) Pengaturan lingkungan fisik, (2) Prosedur pengajaran, (3)
Materi/isi pembelajaran, dan (4) Penggunaan alat yang adaptif.

Menurut Rudi dkk. Dalam penelitiannya yang berjudul Model, Strategi, Dan
Metode Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Era Pandemi Covid-19
Di SLB Provinsi Kalimantan Tengah menyatakan bahwa model pembelajaran
yang dilakukan pada siswa ABK pada masa pandemi dengan melakukan
pembelajaran kunjungan kerumah. Siswa ABK tidak bisa melakukan model
pembelajaran jarak jauh, model pembelajaran yang tepat untuk siswa ABK yaitu
dengan metode student center atau berpusat pada anak supaya anak dapat
dilatih untuk bisa mandiri. Siswa ABK pada kegiatan pembelajaran dibutuhkan
pendampingan khusus sehingga dapat terfasilitasi dan guru mampu memahami
kebutuhan dan perkembangan potensi yang dimiliki siswa tersebut.

Daftar Pustaka
Juang Sunanto, Hidayat Hidayat. (2016). desain pembelajaran anak
berkebutuhan khusus dalam kelas inklusif. Jurnal Assesment dan Interverensi
Anak Berkebutuhan Khusus. 16(1). 47-55.
Link:
https://ejournal.upi.edu/index.php/jassi/article/view/5738

Hasan, Rudi dkk. (2021). Model, Strategi, Dan Metode Pembelajaran Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) Era Pandemi Covid-19 Di SLB Provinsi Kalimantan
Tengah. Prosiding Seminar Nasional. IAHN Palangka Raya. (5). 161-171.
Link:
https://prosiding.iahntp.ac.id/index.php/seminar-nasional/article/view/157

4. Kurangnya 1. Siswa belum Kajian Teoritis


tingkat analisis terbiasa atau High order thinking menurut taksonomi bloom dianggap sebagai dasar untuk
siswa dalam kurang dalam berpikir tingkat tinggi. Pemikiran tersebut didasarkan pada beberapa jenis
mengerjakan menggerjakan pembelajaran memerlukan proses kognisi yang lebih dari pada yang lain, tetapi
soal-soal berbasis berbagai jenis memiliki manfaat-manfaat yang lebih umum. Dalam taksonomi bloom sebagai
HOTS (Higher salah satu permisalannya, kemampuan yang melibatkan kegiatan menganalisis,
Order Thinking soal-soal berbasis mengevaluasi dan mengkreasi (mencipta) dianggap sebagai bagian dari berpikir
Skill) pada mata HOTS tingkat tinggi. (Pohl, 2000: 1).
pelajaran Menurut Thorne & Thomas (2009:2) menyebutkan bahwa high order thinking
produktif skills adalah proses berpikir pada level yang lebih tinggi dari pada hanya sekedar
keahlian (SMK) mengingat fakta atau menjelaskan kembali sesuatu yang dipelajarinya kepada
orang lain. HOTS menuntut seseorang untuk memahami, menyimpulkan,
menghubungkan fakta dengan konsep, mengkategorikan, memanipulasi,
mencari fakta dalam suatu peristiwa yang terjadi, dan mencari solusi untuk
suatu masalah yang terjadi.
Arwood (2011:130) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tiap individu dapat
menggabungkan konsep-konsep, dari satu konsep kekonsep lain dengan
merangkai kerangka berpikir, mengucapkan, menulis, membaca, melihat, dan
menghitung. Kerangka berpikir tiap individu dapat diolah dan dikembangkan
dengan cara memperdalam pengalaman-pengalaman yang lebih bermakna.
Pengelamanpengalaman tersebut dapat diperoleh melalui pengembangan proses
berpikir kognitif.

Daftar Pustaka
Pohl, Michael. (2000). Learning to Think, Thinking to Learn : Models and Strategies
to Develop a Classroom Culture of Thinking. Hawker Brownlow Education.
Thorne, A., & Thomas, G. (2009). How to increase higher level thinking. Center
For Development and Learning.
Arwood, E.L. (2011). Language function: an introduction to pragmatic assessment
and intervention for higher order thinking and better literacy. London: Jessica
Kingsley Publisher.

Kajian Empiris
Menurut Moh. Zainal (2018) dalam penelitiannya yang berjudul Strategi
Pengembangan Soal Hots Pada Kurikulum 2013 menyatakan bahwa konsep dan
karakteristik penilaian Higher Order Thinking Skills (HOTS) secara mendalam
dan untuk meningkatkan keterampilan para guru dalam mengembangkan
penilaian HOTS dengan 1) penilaian HOTS adalah Soal-soal yang pada umumnya
mengukur kemampuan pada ranah menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi
(evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6). Karakteristik HOTS yaitu:
mengukur kemampuan berfikir tingkat tinggi, berbasis permasalahan
kontekstual, tidak rutin (tidak akrab), dan menggunakan bentuk soal yang
beragam; 2) langkah menulis item soal HOTS adalah: a) menganalisis KD yang
dapat dibuat item HOTS, b) menyusun kisi-kisi soal, c) memilih stimulus yang
menarik dan kontekstual, d) menulis butir pertanyaan yang sesuai dengan kisi-
kisi, e) membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban; 3)
Keuntungan dari penilaian HOTS adalah meningkat motivasi belajar siawa dan
meningkatkan pencapaian hasil belajar; 4) Sedangkan strategi penyusunan soal-
soal HOTS dilakukan dengan melibatkan seluruh komponen stakeholder di
bidang pendidikan mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah, sesuai dengan
tugas pokok dan kewenangan masing-masing.
Menurut Moh Ismail dan Yeva, (2020) dalam penelitiannya yang berjudul Strategi
dan Implementasi Penyusunan Soal HOTS Kimia Berbasis Lesson Study
menyatakan bahwa strategi penyusunan soal HOTS berbasis lesson study
dilakukan melalui kegiatan: tahap persiapan (plan) berupa penjelasan konsep
HOTS; tahap pelaksanaan (do) berupa langkah-langkah penyusuna soal (analisis
kompetensi dasar, menyusun kisi-kisi soal, membuat stimulus dan indikator
soal, membuat soal dan pedoman penskoran); tahap refleksi (see) berupa diskusi
terhadap hasil pengembangan soal HOTS dan penyelesaian masalah yang
muncul.

Daftar Pustaka
Moh. Zainal. (2018). Strategi Pengembangan Soal Hots Pada Kurikulum 2013.
Journal of Islamic Relligious Education. 2(1). 57-76
Link:
https://jurnal.iainkediri.ac.id/index.php/edudeena/article/view/582

Moh Ismail dan Yeva. (2020). Strategi dan Implementasi Penyusunan Soal HOTS
Kimia Berbasis Lesson Study. Jurnal Pendidikan Kimia. 6(1). 38-48.
Link:
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/orbital/article/view/12169
2. Guru kurang Kajian Teoritis
memberikan soal- Menurut Krulik & Rudnick (1999: 138-139) menyatakan bahwa terdapat empat
soal HOTS pada tingkatan berpikir kritis (level of thinking) yang dikategorikan sebagai berikut: 1)
siswa dalam Mengingat (recall) yaitu keterampilan yang paling rendah yang meliputi
proses kegiatan keterampilan-keterampilan secara reflex, 2) Dasar (basic) keterampilan untuk
pembelajaran memahami konsep suatu masalah seperti menyebutkan pengertian suatu benda
setiap harinya, atau pengertian katakata ilmiah, 3) Berpikir Ktiris (critical thinking) yaitu
misalnya pada keterampilan untuk menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua hal
ulangan harian dalam suatu permasalahan 4) Berpikir kreatif (creative thinking) merupakan
keterampilan berpikir yang sifatnya masih original dan reflektif yang
menghasilkan suatu produk yang kompleks.

Daftar Pustaka
Krulik, Stephen dan Rudnick, Jesse A. 1999. Innovative Task To Improve Critical
and Creative Thinking Skills. Dalam Stiff, Lee V. Curcio, Frences R.(eds).
Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12. 1999 year book. h.138-145.
Reston: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Kajian Empiris
Menurut posma, (2021) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kesulitan
Guru Bahasa Indonesia Dalam Penerapan Pembelajaran Higher Order Thinking
Skills (Hots) Di SMK Swasta Pariwisata Prima Sidikalang menyatakan bahwa
informan belum siap atau kesulitan dalam menerapkan pembelajaran berbasis
HOTS. Pada aspek pelaksanaan pembelajaran, guru masih belum memahami
secara keseluruhan mengenai tentang K13 sehingga membuat informan masih
kesulitan dalam menentukan model pembelajaran yang digunakan dalam
pembelajaran yang dibawakan. Guru juga masih kesulitan dalam penyusunan
baik dalam KI, KD, penyusunan silabus, penyusunan RPP yang sesuai dengan
kurikulum 2013. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti juga menunjukkan
bahwa pembelajaran berbasis HOTS masih belum dipahami baik dalam
pembelajaran HOTS, penyusunan RPP yang berorientasi HOTS, penyusunan soal
atau pertanyaan berbasis HOTS maupun dalam format penilaian dalam
pembelajaran yang berbasis HOTS.
Menurut Riswanda, (2021) dalam penelitiannya yang berjudul Strategi Dan
Evaluasi Pembelajaran Berbasis Hots Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP menyatakan bahwa penerapan strategi dan
evaluasi HOTS dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat ditempuh melalui
kegiatan; (1) orientasi, (2) merumuskan masalah, (3) merumuskan hipotesis, (4)
menganalisis data, (5) menguji hipotesis, (6) menyimpulkan serta membiasakan
peserta didik untuk mencapai level kognitif C6 yaitu mencipta, dalam hal ini
peserta didik dituntut untuk menghasilkan sebuah teks cerita sebagai luaran
pembelajaran.
HOTS harus dilaksanakan dalam proses pembelajaran oleh guru. Hal tersebut
dilakukan untuk meningkatkan kemmapuan berpikir peserta didik menuju
tingkat yang lebih tinggi. Hal ini senada dengan pendapat C. Chindu & Y. Kamin
(2015) HOTS is a major component of creative and critical thinking ang creative
thinking pedagogy can help students develop more innovative adiea, ideal
prespective ang imaginative insight. Dengan melatih HOTS kepada siswa akan
mengeksplor kemampuan dan cara berpikir peserta didik. Kelebihan belajar
HOTS akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya.

Daftar Pustaka
Posma. (2021). Analisis Kesulitan Guru Bahasa Indonesia Dalam Penerapan
Pembelajaran Higher Order Thinking Skills (Hots) Di SMK Swasta Pariwisata
Prima Sidikalang. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 5(2). 34-37.
Link:
https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/Bahastra/article/view/3676

Riswanda. (2021). Strategi Dan Evaluasi Pembelajaran Berbasis Hots Sebagai


Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP.
Proceeding Universitas Muhammadiyah Surabaya. 315-323
Link:
http://103.114.35.30/index.php/Pro/article/view/7885

Chinedu, C. C & Kamin, Y. (2015). Strategies for Improving Higher Order Thinking
Skills in Teaching and Learning of Design and Technology Education. Journal of
Technical Education and Training. 7(2). 35-43.
Link:
https://publisher.uthm.edu.my/ojs/index.php/JTET/article/view/1081

3. Kurangnya budaya Kajian Teoritis


literasi dan Seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi jika
numerasi pada memenuhi indikator-indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi. Menurut
siswa sehingga Krathwohl (2002: 1) menyebutkan beberapa indikator untuk mengukur berpikir
analisis dalam kritis peserta didik yaitu: Menganalisis, Mengevaluasi, Mencipta.
menghadapi soal-
soal HOTS tidak Daftar Pustaka
maksimal Krathwohl, D. R. (2002). A revision of Bloom’s taxonomy: An overview. Theory
intoPractice. 41(4), 212-218.

Kajian Empiris
Menurut Razak, (2021) dalam penelitianya yang berjudul Meta-Analisis:
Pengaruh Soal HOTS (Higher Order Thinking Skill) Terhadap Kemampuan
Literasi Sains dan Lesson Study Siswa Pada Materi Ekologi dan Lingkungan Pada
Masa Pandemi Covid-19 menyatakan bahwa soal HOTS berpengaruh terhadap
kemampuan literasi sains siswa sebesar 45,70 % dan lesson study sebesar 35,19
% dengan effect size sebesar 2,01 kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
soal HOTS (Higher Order Thinking Skill) berpengaruh signifikan terhadap
kemampuan literasi sains dan lesson study siswa pada materi ekologi dan
lingkungan.
Menurut Siti, (2021) dalam penelitiannya yang berjudul Kemampuan Literasi
Matematis Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Tipe Hots Berdasarkan Gaya
Kognitif Siswa Kelas VIII MTs Ma’arif Bakung Udanawu menyatakan bahwa (1)
Kemampuan literasi matematis siswa dengan gaya kognitif FI pada tingkat soal
kemampuan literasi matematis level 3 mampu memenuhi 5 indikator cakupan
literasi matematis. (2) Kemampuan literasi matematis siswa dengan gaya kognitif
FI pada tingkat soal kemampuan literasi matematis level 4 mampu memenuhi 4
indikator cakupan literasi matematis. (3) Kemampuan literasi matematis siswa
dengan gaya kognitif FD pada tingkat soal kemampuan literasi matematis level 3
hanya mampu memenuhi 3 indikator cakupan kemampuan literasi matematis.
(4) Kemampuan literasi matematis siswa dengan gaya kognitif FD pada tingkat
soal kemampuan literasi matematis level 4 belum mampu memenuhi seluruh
indikator cakupan kemampuan literasi matematis.
Budsankom, et all (2015) menjelaskan bahwa there are many factors affecting
HOTS: classroom environment, family characteristic, psychological characteristic
and intelegence. Jadi pembelajaran HOTS akan berjalan dengan efektif
dipegaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan kelas, karakter keluarga,
karakter psikologi peserta didik dan kecerdasan seseorang. Maka guru harus
mempersiapkan dengan matang dan memperhatikan faktor-faktor penting
sebelum melakukan pembelajaran HOTS.

Daftar Pustaka
Razak. (2021). Meta-Analisis: Pengaruh Soal HOTS (Higher Order Thinking Skill)
Terhadap Kemampuan Literasi Sains dan Lesson Study Siswa Pada Materi
Ekologi dan Lingkungan Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan
Biologi. 6(1). 79-87.
Link:
https://jurnal.unsil.ac.id/index.php/bioed/article/view/2930

Siti. (2021). Kemampuan Literasi Matematis Siswa Dalam Menyelesaikan Soal


Tipe Hots Berdasarkan Gaya Kognitif Siswa Kelas VIII MTs Ma’arif Bakung
Udanawu. Skripsi. Program Studi Tadris Matematika. UIN Satu Tulungagung.
Link:
http://repo.uinsatu.ac.id/20421/

Budsankom, P., Sawangboon, T., Damrongpanit, S., et al. (2015). Factors


affecting higher order thinking skills of student: a meta-analytic structural
equation modeling study. Academic Journals. 10(19), 2640-2652.
Link:
https://eric.ed.gov/?id=EJ1080273

Anda mungkin juga menyukai