Anda di halaman 1dari 54

1

MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS

PEMERIKSAAN FISIK POST PARTUM DAN PEMERIKSAAN FISIK INVOLUSI


UTERI

DOSEN PENGAMPU :

MAS’ADAH, M.Kep

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

ANNIDA SETYA TAHIRA (P07120421002)


BAIQ AMY SEPTIANNSISA (P07120421004)
BAIQ CANDRI WULAN TUNJUNG.T (P07120421005)
MUHAMMAD SUHAILI (P07120421026)
HARIRI RIZKI (P07120421015)
SYAKIRATUNNIKMAH (P07120421040)
TETEH INTAN LESTARI (P07120421041)
TIWI ANDRIANA (P07120421042)
ZULHAN JAUHARI (P07120421046)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
T.A 2022/2023
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-Nya
sehingga makalah mengenai “Pemeriksaan Fisik Post Partum Dan Pemeriksaan Fisik Involusi
Uteri” ini dapat tersusun sampai dengan selesai.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Keperawatan Maternitas . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Keperawatan Maternitas
yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 6 November 2022

Penulis
3

DAFTAR PUSTAKA

COVER………………………………………………………………………………………1

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………....2

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………....3

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………………...4

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….......4

1.2 Rmusan Masalah……………………………………………………………....................5

1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………….5

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………….....6

2.1 Konsep Teori Post Partum…………………..…………..……………………..…………6

2.2 Konsep Teori Involusi Uteri ……………………………………………………………29

2.3 Pemeriksaan Fisik Post Partum…………………………………………………………38

2.4 Pemeriksaan Fisik Involusi Uteri……………………………………………………….41

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………….44

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..........................44

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...45

LAMPIRAN………………………………………………………………………………..46
4

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada minggu pertama setelah bayi lahir, tubuh ibu akan melakukan beberapa
penyesuaian. Ibu sehabis melahirkan dan selama beberapa hari atau minggu berikutnya.
Perasaan ini disebut dengan “Birth High”. Sebaliknya, ibu sehabis melahirkan juga dapat
merasakan rasa Lelah, depresi, atau bahkan kecewa. Sebagian besar wanita mengalami
perubahan hati yang mendadak dan semua wanita yang baru melahirkan akan merasa Lelah
dan membutuhkan istirahat.
Kelancaran pengeluaran ASI juga dipengaruhi oleh faktor psikologis yaitu kecemasan.
Pada umumnya ibu pasca persalinan sering mengalami kelelahan dan perubahan mood
seperti kecemasan, cemas terhadap dirinya dan cemas terhadap bayinya.
Selain faktor psikologis, banyak hal yang akan mempengaruhi kesehatan ibu
postpartum atau pasca melahirkan baik itu kesehatan ASI yang akan dihasilkan, maupun
kesehatan mental dan fisik lainnya. Perawatan payudara adalah salah satu hal yang haru
menjadi perhatian dalam pemeriksaan ibu postpartum.
Pada masa nifas terjadi perubahan dalam hal fisik dan psikologis ibu berkaitan dengan
perubahan kondisi dari hamil, melahirkan, dan adanya bayi yang baru lahir sebagai anggota
keluarga. Kondisi ini sangat kompleks bila terjadi perubahan yang tidak diinginkan,
misalnya tindakan bantuan pertolongan persalinan dengan alat, operasi, kematian/kecacatan
bayi, kelahiran anak pertama, kelahiran yang tak diinginkan, dan sebagainya. Kondisi ini
menuntut peran perawat yang komprehensif untuk membantu dan memfasilitasi adaptasi
ibu pada masa nifas, proses pengembalian fungsi (involusi uterus dan vagina, serta organ
reproduksi lain) secara retrogresif sekaligus perawatan bayi secara menyeluruh. Jadi dalam
masa nifas ada dua aspek yang harus diperhatikan perawat yaitu ibu (keluarga) dan bayi.
Ibu nifas mengalami involusi uteri, dimana otot-otot Rahim berkontraksi sehingga
pembuluh darah yang terbuka akibat perlekatan plasenta akan terjepit, sehingga pendarahan
postpartum dapat dicegah. Jika tidak melalukan tindakan ini maka akan sangat berbahaya
dan dapat menyebabkan pendarahan. Pendarahan postpartum adalah penyebab paling
5

umum kematian ibu. Lebih dari separuh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan. Pendarahan postpartum dapat disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta,
retensio plasenta, inversi uteri, laserasi jalan lahir dan gangguan pembekuan darah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Post Partum ?
2. Apa yang dimaksud dengan Involusi Uteri ?
3. Bagaimana pemeriksaan fisik pada ibu Post Partum ?
4. Bagaimana pemeriksaan fisik pada Involusi Uteri ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Post Partum
2. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Involusi Uteri
3. Untuk mengetahui Bagaimana pemeriksaan fisik pada ibu Post Partum
4. Untuk mengetahui Bagaimana pemeriksaan fisik pada Involusi Uteri
6

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teori Post Partum


2.1.1 Pengertian Post partum
Periode Post Partum (Pueperium) atau juga sering disebut masa nifas adalah masa
sejak ibu melahirkan bayi (bayi lahir) sampai 6 minggu (42 hari) kemudian. Kadang juga
disebut masa timester IV
Pada masa nifas terjadi perubahan dalam hal fisik dan psikologis ibu berkaitan
dengan perubahan kondisi ibu hamil, melahirkan dan adanya bayi yang baru sebagai
anggota keluarga. Kondisi ini sangat kompleks bila terjadi perubahan yang tidak
diinginkan, misalnya tindakan bantuan pertolongan persalinan dengan alat, operasi,
kematian/kecacatan bayi, kelahiran anak pertama, kelahiran yang tidak diinginkan, dan
sebagainya. Kondisi ini menuntut peran perawat yang komprehensif untuk membantu dan
memfasilitasi adaptasi ibu pada masa nifas, psoses pengembalian fungsi (involusi uterus
dan vagina, serta organ reproduksi lain) secara retrogresif sekaligus diperhatikan perawat
yaitu ibu (keluarga) dan bayi.

2.1.2 Adaptasi Fisik dan Psikologis Pasca Melahirkan (Post Partum)

A. Perubahan sistem reproduksi

1. Involusi Uterus

Menurut Yanti dan Sundawati (2011) involusi uterus atau


pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :

a. Iskemia miometrium. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan


retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta sehingga membuat uterus menjadi relative anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
7

b. Atrofi jaringan. Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian


hormone estrogen saat pelepasan plasenta.

c. Autolysis Merupakan proses penghancuran diri sendiri jaringan


otot yang telah mengendur sehingga panjangnya 10 kali panjang
sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang
terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan
hormone estrogen dan progesterone.

d. Efek oksitosin. Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan


retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah dan
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini
membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan (Yanti dan Sundawati,
2011).
8

Tabel 2.2. Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum

Involusi Uteri TFU Berat Diameter


Uterus Uterus

Plasenta lahir Setingg 1000 12,5 cm


i pusat gram
7 hari (minggu 1) Pertengaha 500 7,5 cm
n pusat dan gram
simpisis
14 hari (minggu Tidak teraba 350 5 cm
2) gram
6 minggu Normal 60 2,5 cm
gram
Sumber : Yanti dan Sundawati, 2011.

a. Involusi tempat plasenta

Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar


dan menonol ke dalam kavum uteri. Segera setelah placenta lahir,
dengan cepat luka mengecil, pada akhirnya minggu ke-2 hanya
sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. penyembuhan luka
bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta
mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini
disebabkan karena diikuti pertumbuhan endometrium baru dibawah
permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat
implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar
endometrium ini berlangsung di dalam decidu basalis. Pertumbuhan
kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat
implantasi plasenta sehingga terkelupas dan tidak dipakai lagi pada
pembuang lochia (Wiknjosastro, 2006).
9

b. Perubahan ligament

Setelah bayi lahir, ligament dan difragma pelvis fasia yang


meregang sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali sepei
sedia kala. Perubahan ligament yang dapat terjadi pasca melahirkan
antara lain : ligamentum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi, ligamen fasia,
jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor (Yanti dan
Sundawati, 2011).
c. Perubahan serviks

Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor,


terkulasi dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus
uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga
perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin. Warna
serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.
Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat
dimasukan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang
dapat masuk. Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks,
robekan serviks dapat sembuh. Namun demikian, selesai involusi,
ostium eksternum tidak sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya
ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-
robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya (Yanti
dan Sundawati, 2011).
10

d. Perubahan vulva, vagina dan perineum

Selama proses persalinan vulva, vagina dan perineum mengalami


penekanan dan peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua
organ ini akan kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul
kembali pada minggu ketiga. Ukuran vagina akan selalu lebih besar
dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
(Wulandari, 2009).
Perubahan pada perineum terjadi pada saat perineum mengalami
robekan. Robekan secara spontan ataupun mengalami episiotomi
dengan indikasi tertentu. Meski demikian, latihan otot perineum
dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan
vagina hingga tingkat tertentu (Wulandari, 2009).
e. Lochea

Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs


plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar
bersama dengan sisa-sisa cairan. Pencampuran antara darah dan
ddesidua inilah yang dinamakan lochia. Reaksi basa/alkalis yang
membuat organism berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam
yang ada pada vagina normal. Lochia mempunyai bau yang amis
(anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-
beda setiap wanita. Lochia dapat dibagi menjadi lochia rubra,
sunguilenta, serosa dan alba (Yanti dan Sundawati, 2011).
Table 2.3. Perbedaan Masing-masing Lochea

No. Lochea Waktu Warna Ciri-ciri

1. Rubra 1-3 Hitaman l desidua, verniks


11

hari caseosa, rambut


lanugo, sisa
mekonium dan sisa
darah.
2. Sanguilental 3-7 pur merah Sisa darah dan
hari lender
3. Serosa 7-14 kecoklatan t darah dan lebih
hari banyak serum, juga
terdiri dari leukosit
dan robekan
laserasi plasenta
4 Alba ˃14 Putih leukosit,selaput
hari lender serviks dan
serabut jaringan
yang mati
Sumber : Yanti dan Sundawati, 2011.

B. Perubahan System Pencernaan

Sistem gastreotinal selama hamil dipengaruhi oleh beberapa


hal, diantaranya tingginya kadar progesterone yang dapat
mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolesterol
darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca
melahirkan, kadar progesterone juga mulai menurun. Namun
demikian, faal usus memerlukan 3-4 hari untuk kembali normal
(Yanti dan sundawati, 2011). Beberapa hal yang berkaitan dengan
perubahan sitem pencernaan antara lain (Yanti dan Sundawati,
2011) :
1. Nafsu makan
Pasca melahirkan ibu biasanya merasa lapar, dan diperbolehkan
untuk makan. Pemulihan nafsu makan dibutuhkan 3 sampai 4 hari
sebelum faaal usus kembali normal. Messkipun kadar progesterone
12

menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami


penurunan selama satu atau dua hari.
2. Motilitas

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna


menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir.
Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat
pengambilan tonus dan motilitas ke keadaan normal.

3. Pengosongan usus

Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini


disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan
dan awal masa pascapartum. Diare sebelum persalinan, enema
sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid
ataupun laserasi jalan lahir. System pencernaan pada masa nifas
membutuhkan waktu untuk kembali normal.Beberapa cara agar
ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain :
Pemberian diet/makanan yang mengandung serat; pemberian
cairan yang cukup; pengetahuan tentang pola eliminasi;
pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
C. Perubahan System Perkemihan

Masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid yang


berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada
pasca melahirkan kadar steroid menurun sehingga menyebabkan
peenurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam
waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah
yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah
melahirka (Saleha, 2009).
Hal yang berkaitan dengan fungsi sitem perrkemihan, antara
lain(Saleha, 2009) :

1. Homestatis Tubuh

Dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang


disebut cairan interstisial. Beberapa hal yang berkaitan dengan
cairan tubuh antara lain edema dan dehidrasi. Edema adalah
13

tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan


keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah
kekurangan cairan atau volume tubuh.

2. Keseimbangan asam basa tubuh

Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan


tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH > 7,4 disebut alkalosis dan jika
PH<7,35 disebut asidosis.

3. Pengeluaran sisa metabolisme racun dan zat toksin ginjal

Zat toksin ginjal mengekskresikan hasil akhir dari metabolisme


protein yang mengandung nitrogen terutama urea, asam urat
dan kreatini. Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil,
agar tidak megganggu proses involusi uteri dan ibu merrasa
nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit
buang air kecil. Hal yang menyebabkan kesulitan buang air
kecil pada ibu post partum, antara lain:
a) Adanya oedem trigonium yang menimbulkan obstruksi
sehingga terjadi retensi urin
b) Diaphoresis yaitu mekanisme ubuh untuk mengurangi
cairan yang retensi dalam tubuh, terjadi selama 2 hari
setelah melahirkan.
c) Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala
janin dan spesme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama
persalinan, sehingga menyebabkan miksi.
d) Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen akan
menurun, hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan, hal ini merupkan mekanisme tubuh untuk
mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dieresis
pasca partum. Kehilangan cairan melalui keringat dan
peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan berat
badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum.
Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil
kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada
masa hamil. Bila wanita pasca bersalin tidak dapat berkemih
14

selama 4 jam kemungkinan ada masalah dan segeralah


memasang kateter selama 24 jam. Kemudian keluhan tidak
dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan ketetrisasi dan
bila jumlah redidu > 200 ml maka kemungkinan ada
gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang
dan dibuka 4 jam kemudian, lakukan kateterisasi dan bila
jumlah residu <200 ml, kateter dibuka dan pasien
diharapkan dapat berkemih seperti biasa.

mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dieresis


pasca partum. Kehilangan cairan melalui keringat dan
peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan berat
badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum.
Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil
kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada
masa hamil. Bila wanita pasca bersalin tidak dapat berkemih
selama 4 jam kemungkinan ada masalah dan segeralah
memasang kateter selama 24 jam. Kemudian keluhan tidak
dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan ketetrisasi dan
bila jumlah redidu > 200 ml maka kemungkinan ada
gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang
dan dibuka 4 jam kemudian, lakukan kateterisasi dan bila
jumlah residu <200 ml, kateter dibuka dan pasien
diharapkan dapat berkemih seperti biasa.
15

D. Perubahan Sistem Muskuloskelektal

Perubahan sistem muskulosskeletal terjadi pada saat umur


kehamilan semakin bertambah, adaptasinya mencakup:
peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat pembesaran
rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat post
partum system musculoskeletal akan berangsur-angsur pulih
kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan,
untuk meembantu mencegah komplikasi dan mempercepat
involusi uteri (Reeder, 2011).
Adapun sistem musculoskeletal pada masa nifas, meliputi:
1. Dinding perut dan peritoneum
Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini
akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang athenis
terjadi diatasis dari otot-otot rectus abdomminis, sehingga
sebagian
16

darri dindinng perut di garis tengah hanya terdiri dari


peritoneum, fasia tipis dan kulit.

2. Kulit abdomen

Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar,


melonggar dan mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot
dari dinding abdomen akan kembali normal kembali dalam
beberapa minggu pasca melahirkan dalam latihan post natal.

3. Strie

Strie adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada


dinding abdomen. Strie pada dinding abdomen tidak dapat
menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang
samar. Tingkat distasis muskulus rektus abdominis pada ibu
post partum dapat di kaji melalui keadaan umum, aktivitas,
parritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu
menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal.

4. Perubahan ligament

Setelah janin lahir, ligament-ligamen, diagfragma pelvis dan


vasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus beerangsur-
angsur menciut kembali seperti sedia kala.

5. Simpisis pubis

Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi, namun demikian, hal


ini dapat menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari
pemisahan pubis antara lain: nyari tekan pada pubis disertai
peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur ataupun waktu
berjalan. Pemisahan simpisis dapat di palpasi, gejala ini dapat
menghilang dalam beberapa minggu atau bulan pasca
melahirkan, bahkan ada yang menetap.
17
18

E. Perubahan Sistem Endokrin

Selama masa kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada


sistem endokrin. Hormone-hormon yang berperan pada proses tersebut,
antara lain (Wulandari, 2009):
1. Hormone plasenta

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormone yang


diprodduksi oleh plasenta. Hormone plasenta menurun dengan
cepat pasca persalinan. Penurunan hormone plasenta (human
placenta lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun
pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam3 jam
sehingga hari ke 7 post partum dan sebagai onset pemenuhan
mamae pada hari ke 3 post partum.

2. Hormon pituitari

Hormone pituatari antara lain : horrmon prolaktin, FSH dan


LH. Hormone prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada
wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu.
Hormone prolaktin berperan dalam peembesaran payudara
untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada
fase konsentrasi folikel pada minggu ke 3 dan LH tetap rendah
hingga ovulasi terjadi.
3. Hipotalamik pituitary ovarium

Hopotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya


mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun
yang tidak menyusui. Pada wanita menyusui mendapatkan
menstruasi pada 6 minggu pasca salin berkisar 16% dan 45%
setelah 12 minggu pasca salin. Sedangkan pada wanita yang
tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40%
setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.
19

4. Hormone oksitosin

Hormone oksitosin disekresikan dari keenjar otak bagian


belakang, berkerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara.
Selama tahap ke 3 persalinan, hormone oksitosin beerperan
dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi,
sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang
produksi ASI dan ekresi oksitosin, sehingga dapat memantu
involusi uteri.

5. Hormone estrogen dan progesterone

Volume darah selama kehamilan, akan meningkat. Hormone


estrogen yang tinggi memperbeesar hormone anti diuretic yang
dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan hormone
progesterone mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar
panggul, perineum serta vulva dan vagina.
F. Perubahan Tanda-Tanda Vital

Menurut Varney 2007 pada masa nifas, tanda-tanda vital yang


harus dikaji antara lain:
1.Suhu badan

Suhu wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 0c. pasca melahirkan,
suhu tubuh dapat naik kurang dari 0,5 0c dari keadaan normal.
Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu
melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan. Kurang lebih
pada hari ke-4 post partum suhu akan naik lagi. Hal ini
diakibatkan adanya pembentukan ASI, kemungkinan payudara
membengkak, maupun kemungkinan infeksi pada endometrium,
mastitis, traktus genetalia ataupun system lain. Apabila
20

kenaikan suhu diatas 38 0C, waspada terhadap infeksi post


partum.
2. Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60 sampai 80 kali per


menit. Pasca melahirkan denyut nadi dapat menjadi brikardi
maupun lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali
permenit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan
post partum.

3. Tekanan darah

Tekanan darah adalah tekanan yang dialami oleh pembuluh


arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh
manusia. Tekanan darah normal manusia adalah sitolik antara
90 -120 mmHg dan distolik 60-80 mmHg. Pasca melaahirkan
pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah.
Perubahan tekanan darah lebih rendah pasca melahirkan bisa
disebabkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi
pada post partum merupakan tanda terjadinya pre eklampsia
post partum.

4. Pernafasan

Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16


sampai 20 kali per menit. Pada ibu post partum umumnya
bernafas lambat dikarenakan ibu dalam tahap pemulihan atau
dalam kondidi istirahat. Keadaan bernafas selalu berhubungan
dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak
normal, perrnafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila
ada gangguan kusus pada saluran nafas. Bila bernasar lebih
cepat pada post partum kemungkinan ada tanda-tanda syok.
21

G. Perubahan Fisiologis Pada Sistem Kardiovaskular

Menurut Wulandari, 2009 setelah janin dilahirkan,


hubungan sirkulasi darah tersebut akan terputus sehingga volume
darah ibu relatif akan meningkat. Keadaan ini terjadi secara cepat
dan mengakibatkan beban kerja jantung sedikit meningkat. Namun
hal tersebut segera diatasi oleh sistem homeostatis tubuh dengan
mekanisme kompensasi berupa timbulnya hemokonsentrasi
sehingga volume darah akan kembali normal. Biasanya ini terjadi
sekitar 1 sampai 2 minggu setelah melahirkan.
Kehilangan darah pada persalinan pervaginam sekitar 300-
400 cc, sedangkan kehilangan darah dengan persalinan seksio sesar
menjadi dua kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari volume
darah dan heokonsentrasi. Pada persalinan pervaginam,
hemokonsentrasi cenderung naik dan pada persalinan seksio
sesaria, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal
setelah 4-6 minggu (Wulandari, 2009).
H. Perubahan Sistem Hematologi

Menurut Wulndari, 2009 pada hari pertama postpartum,


kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah
lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga
meningkatkan faktor pembekuan darah.
Menurut Wulandari, 2009 jumlah leukosit akan tetap tinggi
selama beberapa hari pertama post partum. Jumlah sel darah putih
akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa adanya
kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan
eritrosit sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah,
volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah.
Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan kurang lebih 200-
22

500 ml, minggu pertama post partum berkisar 500-800 ml dan


selama sisa nifas berkisar 500 ml (Wulandari, 2009).
2.1.3 Adaptasi Psikologis Pasca melahirkan
Kelahiran bayi akan menyebabkan perubahan yang mendadak dalam keseimbangan
yang tertata pada kehidupan ibu baik secara fisik maupun emosional. Untuk sementara,
hidup yang tertata rapi akan terganggu oleh kelahiran bayi. Beberapa hal yang harus
diperhatikan ibu pasca melahirkan (post partum), yaitu:
a. Adaptasi pasca melahirkan (post partum)
Kembali ke pola kehidupan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun
kebutuhan bayi dengan rileks.
b. Kapan ibu kembali “Normal”?
Pemulihan dan adaptasi akan dipercepat tergantung pada beberapa faktor, misalnya
kasih saying dan pengetahuan ibu berkaitan dengan pengasuhan bayi, kesehatan
fisik dan mental, kondisi keuangan, kesehatan watak bayi, serta dukungan keluarga.
c. Perubahan Seksual
Beberapa wanita dan pria ingin kembali melakukan hubungan seksual setelah
melahirkan. Sementara yang lainnya lebih suka menunggu atau bahkan merasa
takut. Beberapa dokter menyarankan ibu pasca melahirkan untuk menunda
hubungan seksual hingga enam minggu, tetapi hal ini merupakan anjuran yang
kurang tepat. Hubungan seksual lebih aman jika luka jahitan telah sembuh, rabas
vagina berkurang, dan ibu siap melakukannya.
d. Menyesuaikan diri terhadap peran orang tua
Perlu adanya edukasi bagi ibu-ibu yang memiliki anak baik yang pertama kali
maupun yang sudah memiliki anak lebih dari satu untuk mengerti cara mendidik
anak yang baik dan benar.

2.1.4 Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas dan Penangan

1 Infeksi masa nifas


23

Infeksi nifas adalah infeksi yang dimulai pada dan melalui traktus
genetalis setelah persalinan. Suhu 38 0c atau lebih yang terjadi pada
hari ke 2-10 post partum dan diukur peroral sedikitnya 4 kali sehari
(Yanti dan Sundawati, 2011).
Menurut Yanti dan Sundawati (2011) Penyebab dan cara terjadinya
infeksi nifas yaitu:
a Penyebab infeksi nifas

Macam-macam jalan kuman masuk kea lat kandungan seperti


eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari
tempat lain dalam tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri).
Penyebab terbanyak adalah streptococcus anaerob yang
sebenarnya tidak pathogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
b Cara terjadinya infeksi nifas

Infeksi ini dapat terjadi sebagai berikut :

1) Tangan pemeriksa atau penolong

2) Droplet infection

3) Virus nosokomial

4) Koitus

c Factor presdisposisi infeksi nifas: Semua keadaan yang


menurunkan daya tahan penderita seperti perdarahan banyak,
diabetes, preeklamps, malnutrisi, anemia. Kelelahan juga
infeksi lain yaitu pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya,
proses persalinan bermasalah seperti partus lama/macet
terutama dengan ketuban pecah lama, korioamnionitis,
persalinan traumatic, kurang baiknya proses pencegahan infeksi
dan manipulasi yang berlebihan, tindakan obstetrikoperatif baik
pervaginam maupun perabdominal, tertinggalnya sisa plasenta,
selaput ketuban, dan bekuan darah dalam rongga rahim,
24

d Pencegahan Infeksi Nifas

1) Masa kehamilan: mengurangi atau mencegah factor-faktor

2) Selama persalinan

a) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah


lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut
b) Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit
mungkin
c) Perlukaann-perlukaan jalan lahir karena tindakan
pervaginam maupun perabddominan dibersihkan, dijahit
sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas
d) Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi
darah yang hilang harus segera diganti dengan tranfusi
darah
e) Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup
hidung dan mulut dengan masker
f) Alat-alat dan kain yang dipakai dalam persalinan dalam
keadaan steril
g) Hindari PD berulang-ulang

3) Selama masa nifas luka-luka dirawat.

2 Masalah payudara

Payudara berubah menjadi merah, panas dan terasa sakit


disebabkan oleh payudara yang tidak disuse secara adekuat, putting
susu yang lecet, BH yang terlalu ketat, ibu dengan diet jelek,
kurang istirahat, anemia (Yanti dan Sundawati, 2011).
a Mastitis

Mastitis adalah peradangan pada payudara. Mastitis ini dapat


terjadi kapansaja sepanjang periode menyusui, tapi paling
sering terjadi pada hari ke 10 dan harri ke 28 setelah kelahiran
(Yanti dan Sundawati, 2011).
25

a) Penyebab: payudara bengkak akibat tidak disusukan secara


adekuat, bra yang terlalu ketat, putting susu lecet yang
menyebabkan infeksi, asupan gizi kurang, anemi.
b) Gejala: bengkak dan nyeri, payudara tampak merah pada
keseluruhan atau di tempat tertentu, payudara terasa keras
dan benjol-benjol, ada demam dan rasa sakit umum (Yanti
dan Sundawati, 2011).
c) Penanganan: payudara dikompres dengan air hangat, untuk
mengurangi rasa sakit dapat diberikanpengobatan analgetik,
untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotic, bayi mulai
menyusui dari payudara yang mengalami peradangan,
anjurkan ibu untuk meyusui bayinya, anjurkan ibu untuk
mengonsumsi makanan yang bergizi dan istirahat khusus
(Yanti dan Sundawati, 2011).
b Abses payudara

Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara


terjadi apabila mastitis tidah ditangani dengan baik, sehingga
memperberat infeksi (Yanti dan Sundawati, 2011).
a) Gejala: sakit pada payudara ibu tampak lebih parah,
payudara lebih mengkilap dan berwarna merah, benjolan
terassa lunak karena berisi nanah (Yanti dan Sundawati,
2011).
b) Penanganan: teknik menyusui yang benar kompres
payudara dengan air hangat dan air dingin secara
bergantian, tetap menyusui bayi, mulai menyusui pada
payudara yang sehat, hentikan menyusui pada payudara
yang mengalami abses tetapi asi tetapi dikeluarkan, apabila
abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah, berikan
26

antibiotik, rujuk apabila keadaan tidak membaik (Yanti dan


Sundawati, 2011).
c Putting susu lecet

Putting susu lecet dapat disebabkan trauma pada putting susu


saat menyusui, selain itu dapat pula terjadi rtak dan
pembeentukan celah-celah. Retakan pada putting susu bisa
sembuh sendiri dalam waktu 48 jam (Yanti dan Sundawati,
2011).
a) Penyebab: teknik meyusui tidak benar, puting susu terpapar
cairan saat ibu membersihkan putting susu, moniliasis pada
mulut bayi yang menular pada putting susu ibu, bayi dengan
tali lidah pendek, cara menghentikan menyusui yang kurang
tepat (Yanti dan Sundawati, 2011).
b) Penatalaksanaan: cari penyebab susu lecet, bayi disusukan
lebih dahulu pada putting susu yang normal atau lecetnya
sedikit, tidak menggunakan sabun, krim atau alcohol untuk
membersihkan putting susu, menyusui lebih sering 8-12 kali
dalam 24 jam, posisi menyusui harus benar, bayi menyusui
sampai ke kalang payudara, keluarkan sedikit ASI dan
oleskan ke putting yang lecet dan biarkan kering,
menggunakan BH yang menyangga, bila terasa sangat sakit,
boleh minum obat pengurang rasa sakit, jika penyebabnya
monilia, diberi pengobatan, saluran susu tersumbat (Yanti
dan Sundawati, 2011).
c) Gejala: pada payudara terlihat jelas danlunak padaperabaan
(pada wanita kurus), payudara terasa nyeri dan bengkak
pada payudara yang tersumbat.
d) Penanganan: payudara dikompres dengan air hangat dan air
dingin setelah bergantian. Setelah itu bayi disusui, lakukan
27

masase pada payudara untuk mengurangi nyeri dan


bengkak,menyusui bayi sesering mungkin, bayi disusui
mulai dengan pyudara yang salurannya tersumbat, gunakan
bra yang menyangga payudara, posisi menyusui diubah-
ubah untuk melancarkan aliran ASI (Yanti dan Sundawati,
2011).
3 Hematoma

Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat di sepanjang traktus


genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau
perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es,
analgetik, dan pemantauan yang terus-menerus. Biasanya
hematoma ini dapat diserap secara alami. Hematoma yang lebih
besar atau yang ukurannya meningkat perlu diinsisi dan didrainase
untuk mencapai hemostasis. Pendarahan pembuluh diligasi (diikat).
Jika diperlukan dapat dilakukan dengan penyumbatan dengan
pembalur vagina untuk mencapai hemostasis. Karena tindakan
insisi dan drainase bisa meningkatkan kecenderungan ibu
terinfeksi, perlu dipesankan antibiotik spektrum luas. Jika
dibutuhkan ,berikan transfusi darah.
Faktor-faktor pembekuan (Wulandari, 2009).
a Hemoragia postpartum
Menurut Yanti dan Sundawati (2011) perdarahan pervaginam
yang melebihi 500 mililiter setelah persalinan didefinisikan
sebagai perdarahan pasca prsalinan.
Perdarahan pasca persalinan dapat dikatagorikan menjadi 2,
yaitu (Mansyur N, 2014) :
1) Perdarahan post partum primer (early post partum
hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
28

2) Perdarahan post partum sekunder (late post partum


hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam sampai, biasanya
antara dari ke-5 sampai hari ke-15 post partum.
Perdarahan post partum dapat terjadi akibat terjadinya
Antonia uteri dan adanya sisa plasenta atau selaput ketuban,
subinvolusi,laserasi jalan lahir dan kegagalan pembekuan darah
(MansyurN, 2014).
b Subinvolusi

Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola


normal involusi, dan keadaan ini merupakan satu dari penyebab
umum perdarahan pasca partum. Biasanya tanda dan gejala sub
involusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggun
pasca partum. Fundus letaknya tetap tinggi di dalam
abdomen/pelvis dari yang diperkirakan. Kemajuan lochea
seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa,
lalu ke bentuk lochea alba. Lochea ini bisa tetap dalam bentuk
rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pasca
partum. Jumlah lochea bisa lebih banyak daripada yang
diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lochea barbau
menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi (Ramona dan Patricia
2013).
Terapi klinis yang dilakukan adalah pemeriksaan uterus,
dimana hasilnya memperlihatkan suatu pembesaran uterus yang
lebih lembut dari uterus normal. Terapi obat-obatan, seperti
metilergonovin 0,2 mg atau ergonovine 0,2 mg per oral setiap
3-4 jam, selama 24-48 jam diberikan untuk menstimulasi
kontraktilitas uterus. Diberikan antibiotik per oral, jika terdapat
metritis (infeksi) atau dilakukan prosedur invasif. Kuretasi
uterus dapat dilakukan jika terapi tidak efektif atau jika
29

penyebabnya fragmen plasenta yang tertahan dan poli (Mansyur


N, 2014).
c Trombophabilitis

Trombophabilitis terjadi karena perluasan infeksi atau invasi


mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah sepanjang
vena dengan cabang-cabangnya (Mansyur N, 2014).
Adapun tanda dan gejala yang terjadi pada penderita adalah
(Mansyur N, 2014) :
1) Suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke 10-20, yang
disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
2) Biasanya hanya 1 kaki yang terkena dengan tanda-tanda:
kaki sedikit dalam keadaan fleksi, sukar bergerak, salah satu
vena pada kaki terasa tegang dank eras pada paha bagian
atas, nyeri betis, yang dapat terjadi secara spontan atau
dengan memijat betis atau meregangkan tendon akhiles.
Kaki yang sakit biasanya lebih panas, nyeri hebat pada
daerah paha dan lipatan paha, edema kadang terjadi sebelum
atau setelah nyeri.
d Sisa placenta

Adanya sisa placenta dan selaput ketuban yang melekat dapat


menyebabkan perdarahan karena tidak dapat berkontraksi
secara efktif. Penanganan yang dapat dilakukan dari adanya sisa
placenta dan sisa selaput ketuban adalah (Mansyur N, 2014) :
1) Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan
melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah
dilahirkan. Pada kasus sisa plassenta dengan perdarahan
kasus pasca-persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan
kembali lagi ke tempaat bersalin dengan keluhan
30

perdarahan selama 6-10 hari pulang kerumah dan


subinvolusio uterus.
2) Lakukan eksplorasi digital (bila servik terbuka) dan
mengeluarkan bekuan darah dan jaringan bila servik hanya
dapat dilalui oleh instrument, keluarkan sisa plasenta
ddengan cunan vacuum atau kuret besar.
3) Berikan antibiotic.

4 Inversio uteri

Invesio uteri pada waktu persalinan disebabkan oleh kesalahan


dalam memberi pertolongan pada kala III. Kejadian inversio uteri
sering disertai dengan adanya syok. Perdarahan merupakan faktor
terjadinya syok, tetapi tanpa perdarahan syok tetap dapat terjadi
karena tarikan kuat pada peritoneum, kedua ligamentum
infundibulo-pelvikum, serta ligamentum rotundum. Syok dalam hal
ini lebih banyak bersifat neurogenik. Pada kasus ini, tindakan
operasi biasanya lebih dipertimbangkan, meskipun tidak menutup
kemingkinan dilakukan reposisi uteri terlebih dahulu (Sulistyawati,
2009).
5 Masalah psikologis

Pada minggu-minggu pertama setelah persalinan kurang lebih 1


tahun ibu postpartum cenderung akan mengalami perasaan-
perasaan yang tidak pada umumnya seperti meraa sedih, tidak
mampu mengasuh dirinya sendiri dan bayinya. Faktor penyebab
yaitu kekecewaan emosional yang mengikuti kegiatan bercampur
rasa takut yang dialami kebanyakan wanita selama hamil dan
melahirkan, rasa nyeri pada awal masa nifas, kelelahan akibat
kurang tidur selama persalinan dan telah melahirkan kebanyakan di
rumah sakit, kecemasan akan kemampuannya untuk merawat
bayinya setelah meninggalkan rumah sakit. ( Nugroho, dkk 2014).
31

Merasa sedih tidak mampu mengasuh sendiri bayinya dan


dirinya sendiri. Menurut Marmi (2012) faktor penyebab yaitu:
a) Kekecewaan emosional yang mengikuti kegiatan
bercampur rasa takut yang dialami kebanyakan wanita
selama hamil dan melahirkan.
b) Rasa nyeri pada awal masa nifas

c) Kelelahan akibat kurang tidur selama persalinan dan


telah melahirkan kebanyakan di rumah sakit.
d) Kecemasan akan kemampuannya untuk merawat bayinya
setelah meninggalkan rumah sakit.
e) Ketakutan akan menjadi tidak menarik lagi.

2.2 Involusi Uterus


2.2.1 Pengertian
Involusi uterus adalah perubahan keseluruhan alat genetalia ke bentuk
sebelum hamil, dimana terjadi pengreorganisasian dan pengguguran desidua serta
pengelupasan situs plasenta, sebagaimana diperhatikan dengan pengurangan
dalam ukuran dan berat uterus.23
Involusi adalah perubahan retrogresif pada uterus yang menyebabkan
berkurangnya ukuran uterus. Involusi uterus hanya berfokus pada pengerutan
uterus, apa yang terjadi pada organ dan struktur lain dianggap sebagai
puerpurium.16
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke bentuk sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot – otot polos uterus.4
Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua/endometrium
dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta
32

yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada
lokasi uterus, warna dan jumlah lokia.16
2.2.2 Proses Involusi Uterus

Involusi uterus dimulai setelah proses persalinan yaitu setelah plasenta


dilahirkan. Proses involusi berlangsung kira – kira selama 6 minggu. Setelah
plasenta terlepas dari uterus, fundus uteri dapat dipalpasi dan berada pada
pertengahan pusat dan symphisis pubis atau sedikit lebih tinggi.26 Tinggi fundus
uteri setelah persalinan diperkirakan sepusat atau 1 cm dibawah pusat.27 Proses
involusi uterus yang terjadi pada masa nifas melalui tahapan berikut:
a. Autolysis

Autolysis merupakan proses peghancuran diri sendiri yang


terjadi di dalam otot uterine. Enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur
hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari
semula selama kehamilan. Diketahui adanya penghancuran
protoplasma dan jaringan yang diserap oleh darah kemudian
dikeluarkan oleh ginjal. Inilah sebabnya beberapa hari setelah
melahirkan ibu sering buang air besar. Pengrusakan secara
langsung jaringan hipertropi yang berlebihan ini disebabkan
karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.28
33

b. Atrofi Jaringan

Atrofi jaringan yaitu jaringan yang berpoliferasi dengan


adanya penghentian produksi estrogen dalam jumlah besar
yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi
pada otot – otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi
dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan
beregenerasi menjadi endometrium yang baru.28
Setelah kelahiran bayi dan plasenta, otot uterus
berkontraksi sehingga sirkulasi darah ke uterus terhenti yang
menyebabkan uterus kekurangan darah (lokal iskhemia).
Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan
retraksi yang cukup lama seperti tersebut diatas tetapi
disebabkan oleh pengurangan aliran darah ke uterus, karena
pada masa hamil uterus harus membesar menyesuaikan diri
dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi kebutuhannya,
darah banyak dialirkan ke uterus mengadakan hipertropi dan
hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka
pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasa.28
c. Efek Oksitosin

Oksitosin merupakan zat yang dapat merangsang


myometrium uterus sehingga dapat berkontraksi. Kontraksi
uterus merupakan suatu proses yang kompleks dan terjadi
karena adanya pertemuan aktin dan myosin. Dengan demikian
34

aktin dan myosin merupakan komponen kontraksi. Pertemuan


aktin dan myosin disebabkan karena adanya myocin light chine
kinase (MLCK) dan dependent myosin ATP ase, proses ini
dapat dipercepat oleh banyaknya ion kalsium yang masuk
dalam sel, sedangkan oksitosin merupakan suatu hormon yang
memperbanyak masuknya ion kalsium ke dalam intra sel.
Sehingga dengan adanya oksitosin akan memperkuat kontraksi
uterus. 29
Intensitas kontaksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hormon
oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah dan
membantu proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot
uterin akan mengurangi perdarahan. Selama 1 sampai 2 jam
pertama masa nifas intensitas kontraksi uterus bisa berkurang
dan menjadi teratur, karena itu penting sekali menjaga dan
Pengukuran Involusi Uterus

Pengukuran involusi dapat dilakukan dengan mengukur


tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan juga dengan pengeluaran
lokia.11
d. Tinggi Fundus Uterus (TFU).
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan
mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras sehingga
dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada
bekas implantasi plasenta. Pada hari pertama ibu nifas tinggi
fundus uteri kira-kira satu jari bawah pusat (1 cm). Pada hari
kelima nifas uterus menjadi 1/3 jarak antara symphisis ke
pusat. Dan hari ke 10 fundus sukar diraba di atas symphisis.16
Tinggi fundus uteri menurun 1 cm tiap hari. Secara berangsur-
angsur menjadi kecil (involusi) hingga akhirnya kembali
seperti sebelum hamil. 6
Perubahan tinggi fundus uteri pada
masa nifas dapat dilihat pada gambar dan tabel di bawah ini :1
35

Tabel 2.1 : Perubahan Uterus Selama Postpartum

Waktu TFU Bobo Diameter Servik


t
Pada Setinggi pusat 900 – 12,5 cm Lembut
akhir 1000 /lunak
persalina gram
n
12 jam Sekitar 12 – - - -
13 cm dari
atas
symphisis
atau 1 cm di
bawah
pusat/sepusat
3 hari 3 cm dibawah - - -
pusat
selanjutnya
turun 1cm/hari
Hari ke-7 5-6 cm dari 450 – 7,5 cm 2 cm
pinggir atas 500
symphisis gram
atau
½ pusat
symphisis
Hari ke- Tidak teraba 200 5,0 cm 1 cm
14 gram
Hari ke- Normal 60 2,5 cm Menyempi
40 gram t
36

Gambar 2.1 : Perubahan Tinggi Fundus Uteri

Pemeriksaan Tinggi fundus uteri meliputi :

1) Penentuan lokasi/letak uterus.

Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada


diatas atau dibawah umbilikus dan apakah fundus
berada digaris tengah abdomen/bergeser ke salah satu
sisi. 32
37

2) Penentuan ukuran/tinggi uterus.

Pengukuran tinggi fundus uteri dapat dilakukan


dengan menggunakan meteran atau pelvimeter. Untuk
meningkatkan ketepatan pengukuran sebaikanya
dilakukan oleh orang yang sama. Dalam pengukuran
tinggi uterus ini perlu diperhatikan apakah kandung
kemih dalam keadaan kosong atau penuh dan juga
bagaimana keadaan uterus apakah dalam keadaan
kontraksi atau rileks.32 Cara penempatan meteran untuk
mengukur tinggi fundus uteri (TFU) :
 Meteran dapat diletakkan di bagian tengah abdomen
dan pengukuran dilakukan dengan mengukur dari
batas atas symphisis pubis sampai bagian atas
fundus. Meteran pengukuran ini menyentuh kulit
sepanjang uterus.
 Salah satu ujung meteran diletakkan di batas atas
symphisis pubis dengan satu tangan : tangan lain
diletakkan di batas atas fundus. Meteran diletakkan
di antara jari telunjuk dan jari tengah dan pengukuran
dilakukan sampai titik dimana jari mengapit
meteran.32
38

3) Penentuan konsistensi uterus

Ada 2 ciri konsistensi uterus yaitu uterus keras


teraba sekeras batu dan uterus lunak dapat dilakukan,
terasa mengeras dibawah jari-jari ketika tangan
melakukan masasse pada uterus. Dalam mengkaji
konsistensi perhatikan juga apa ada rasa nyeri.16
Bila uterus mengalami atau terjadi kegagalan
dalam involusi tersebut disebut subinvolusi. Subinvolusi
sering disebabkan infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta
dalam uteus sehingga proses involusi uterus tidak
berjalan dengan normal atau terlambat, bila sub involusi
uterus tidak ditangani dengan baik, akan mengakibatkan
perdarahan yang berlanjut atau post partum
hemorrhage.33,34
Ciri – ciri sub involusi atau proses involusi yang
abnormal diantaranya: tidak secara progresif dalam
pengembalian ukuran uterus. Uterus teraba lunak dan
kontraksi buruk, sakit pada punggung atau nyeri pada
pelvik yang konsisten, perdarahan pervaginam abnormal
seperti perdarahan segar, lokia rubra banyak, persisten
dan berbau busuk. 33,34
39

4) Prosedur Pengkajian Tinggi Fundus Uteri

a) Persiapan alat :

 Sebuah bantal

 Matras atau kasur

 Pita centimeter

b) Persiapan dan pemeriksaan pasien:

 Ibu diminta untuk berkemih karena kandung kemih yang


penuh akan menyebabkan atonia uteri.
 Posisikan ibu datar di tempat tidur dengan kepala diletakkan
pada posisi yang nyaman dengan sebuah bantal, karena posisi
terlentang mencegah terjadinya kesalahan pengkajian pada
tinggi fundus.
 Tentukan kekerasan dan konsistensi uterus

 Ukur tinggi fundus uteri dengan menggunkana metlin


 Catat hasil pengukuran.35

e. Lokia

Lokia adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri


dan vagina selama masa nifas. Lokia mempuyai bau yang khas
yang beda dengan bau menstruasi. Lokia di mulai sebagai
suatu pelepasan cairan dalam jumlah yang banyak pada jam
40

pertama setelah melahirkan. Jumlah rata-rata pengeluaran lokia


adalah kira-kira 240-270 ml. Berikut ini adalah beberapa jenis lokia
yang terdapat pada wanita masa nifas yaitu :
1) Lokia rubra berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa-
sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks caseosa, lanugo,
dan mekonium. Ini berlangsung sampai 2 - 3 hari setelah
persalinan.
2) Lokia sanguilenta berwarna merah kecoklatan, berisi darah
dan lendir yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah
melahirkan.
3) Lokia serosa cairan berwarna kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit dan robekan plasenta. Lendir ini
keluar pada hari ke-7 hingga hari ke-14 setelah melahirkan.
4) Lokia alba atau putih, mengandung leukosit, sel desidua, sel
epitel, selaput lendir servik dan serabut jaringan yang mati. Ini
berlangsung selama 2-6 minggu setelah melahirkan.23

2.3 Pemeriksaan fisik Post Partum

1 Vital Sign

Dalam vital sign yang perlu di cek yaitu: suhu, nadi, pernapasan,
dan juga tekanan darah. Suhu tubuh diukur setiap 4 sampai 8 jam
selama beberapa hari pascapartum karena demam biasanya
41

merupakan gejala awal infeksi. Suhu tubuh 38oC mungkin


disebabkan oleh dehidrasi pada 24 jam pertama setelah persalinan
atau karena awitan laktasi dalam 2 sampai 4 hari. Demam yang
menetap atau berulang diatas 24 jam pertama dapat menandakan
adanya infeksi.
Bradikardi merupakan perubahan fisiologis normal selama 6 sampai
10 hari pascapartum dengan frekuensi nadi 40 sampai 70 kali/menit.
Frekuensi diatas 100kali/menit dapat menunjukan adanyya infeksi,
hemoragi, nyeri, atau kecemasan, nadi yang cepat dan dangkal yang
dihubungkan dengan hipotensi, menunjukan hemoragi, syok atau
emboli.
Tekanan darah umumnya dalam batasan normal selama kehamilan.
Wanita pascapartum dapat mengalami hipotensi ortostatik karena
dieresis dan diaphoresis, yang menyebabkan pergeseran volume
cairan kardiovasukuler, hipotensi menetap atau berat dapat
merupakan tanda syok atau emboli. Peningkatan tekanan darah
menunjukan hipertensi akibat kehamilan, yang dapat muncul
pertama kali pada masa pascapartum. Kejang eklamsia dilaporkan
terjadi sampai lebih dari 10 hari pascapartum.
2 Pemeriksaan fisik

a. Kepala dan wajah: inspeksi kebersihan dan kerontokan rambut


(normal rambut bersih, tidak terdapat lesi pada kulit kepala dan
rambut tidak rontok), cloasma gravidarum, keadaan sclera
(normalnya sclera berwarna putih), konjungtiva (normalnya
konjungtiva berwarna merah muda, kalau pucat berarti anemis),
kebersihan gigi dan mulut (normalnya mulut dan gigi bersih,
tidak berbau, bibir merah), caries. Palpasi palpebra, odem pada
mata dan wajah; palpasi pembesaran getah bening (normalnya
tidak ada pembengkakan), JVP, kelenjar tiroid.
42

b. Dada: inspeksi irama napas, dengarkan bunyi nafas dan bunyi


jantung, hiting frekuensi. Payudara: pengkajian payudara pada
ibu post partum meliputi inspeksi ukuran, bentuk, warna, dan
kesimetrisan dan palpasi konsisten dan apakah ada nyeri tekan
guna menentukan status laktasi. Normalnya putting susu
menonjol, areola berwarna kecoklatan, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada bekas luka, , payuadara simetris dan tidak ada benjolan
atau masa pada saat di palpasi.
c. Abdomen: menginspeksi adanya striae atau tidak, adanya
luka/insisi, adanya linea atau tidak. Involusi uteri: kemajuan
involusi yaitu proses uterus kembali ke ukuran dan kondisinya
sebelum kehamilan, di ukur dengan mengkaji tinggi dan
konsistensi fundus uterus, masase dam peremasan fundus dan
karakter serta jumlah lokia 4 sampai 8 jam. TFU pada hari
pertama setinggi pusat, pada hari kedua 1 jari dibawah pusat,
pada hari ketiga 2 jari dibawah pusat, pada hari keempat 2 jari
diatas simpisis, pada hari ketujuh 1 jari diatas simpisis, pada hari
kesepuluh setinggi simpisi. Konsistensi fundus harus keras
dengan bentuk bundar mulus. Fundus yang lembek atau kendor
menunjukan atonia atau subinvolusi. Kandung kemih harus
kosong agar pengukuran fundus akurat, kandung kemih yang
penuh menggeser uterus dan meningkatkan tinggi fundus.
d. Vulva dan vagina: melihat apakah vulva bersih atau tidak,
adanya tanda-tanda infeksi. Lokea: karakter dan jumlah lochea
secara tidak langsung menggambarkan kemajuan penyembuhan
normal, jumlah lochea perlahan-lahan berkurang dengan
perubahan warna yang khas yang menunjukan penurunan
komponen darah dalam aliran lochea. Jumlah lokia sangat sedikit
noda darah berkurang 2,5-5 cm= 10 ml, sedikit noda darah
43

berukuran ≤ 10cm= 10,25 ml, sedang noda darah berukuran


<15 cm= 25ml, banyak pembalut penuh= 50-80 ml.
karakteristik lochea rubra (merah terang, mengandung darah,
bau amis yang khas, hari ke 1 sampai ke 3 post partum),
serosa (merah muda sampai coklat merah muda, tidak ada
bekuan, tidak berbau, hari ke empat sampai hari ke tujuh),
alba (krem sampai kekuningan, mungkin kecoklatan, tidak
berbau, minggu ke 1 samapi ke 3 post partum).
e. Perineum: pengkajian darerah perineum dan perineal dengan
sering untuk mengidentifikasi karakteristik normal atau
deviasi dari normal seperti hematoma, memar, edema,
kemerahan, dan nyeri tekan. Jika ada jahitan luka, kaji
keutuhan, hematoma, perdarahaan dan tanda-tanda infeksi
(kemerahan, bengkak dan nyeri tekan). Daerah anus dikaji
apakah ada hemoroid dan fisura. Wanita dengan persalinan
spontan per vagina tanpa laserasi sering mengalami nyeri
perineum yang lebih ringan. Hemoroid tampak seperti
tonjolan buah anggur pada anus dan merupakan sumber yang
paling sering menimbulkan nyeri perineal. Hemoroid
disebabkan oleh tekanan otot-otot dasar paanggul oleh bagian
terendah janin selama kehamila akhir dan persalinan akibat
mengejan selama fase ekspulsi.

2.4 Pemeriksaan Fisik Involusi Uteri

a. Tinggi Fundus Uteri

Keseluruhan proses involusi uterus disertai dengan penurunan ukuran TFU.


Penurunan TFU terjadi tidak sekaligus tetapi setingkat demi setingkat, berkurang 1-2
cm setiap harinya. Pengukuran TFU dapat dilakukan dengan menggunakan meteran
kertas atau pelvimeter (Widjaja, 2009).
Hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan pengukuran TFU adalah
44

kandung kemih dalam keadaan kosong dan uterus dalam keadaan rileks. Ada dua cara
untuk melakukan pengukuran terhadap TFU, yang dibedakan atas dasar penempatan
meteran, adalah: 1) Meteran diletakkan di bagian tengah abdomen dan pengukuran
dilakukan dengan mengukur dari batas atas simfisis pubis sampai ke batas atas fundus.
Meteran pengukur ini menyentuh kulit sepanjang uterus; 2) Salah satu ujung meteran
diletakkan di batas atas simfisis pubis dengan satu tangan; tangan lain diletakkan di
batas atas fundus. Meteran diletakkan di antara jari telunjuk dan jari tengah dan
pengukuran dilakukan sampai titik dimana jari mengapit meteran.
Involusi uteri dari luar dapat diamati dengan memeriksa fundus uteri yaitu: (1)
Setelah persalinan TFU 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali satu cm diatas
pusat; (2) Pada hari keduaTFU satu cm di bawah pusat; (3) Pada hari ketiga sampai
keempat TFU dua cm di bawah pusat; (4) Pada hari kelima sampai ketujuh TFU
setengah pusat sympisis; (5) Pada hari kesepuluh TFU tidak teraba.
Pemeriksaan uterus meliputi mencatat lokasi, ukuran dan konsistensi antara lain:

(1) Penentuan lokasi uterus, dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada diatas
atau dibawah umbilikus dan apakah fundus berada digaris tengah abdomen atau
bergeser ke sisi kanan atau ke sisi kiri; (2) Penentuan ukuran uterus, dilakukan melalui
palpasi dan mengukur TFU pada puncak fundus dengan jumlah lebar jari dari umbilikus
atas atau bawah; (3) Penentuan konsistensi uterus, ada dua ciri yaitu uterus keras teraba
sekeras batu dan uterus lunak. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan jari-jari tangan
melakukan masasse pada uterus. Bila uterus mengalami atau terjadi kegagalan dalam
involusi tersebut disebut subinvolusi uterus. Subinvolusi uterus sering disebabkan oleh
45

infeksidan atau tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus, bila subinvolusi uterus tidak tertangani dengan
baik, akan mengakibatkan perdarahan yang berlanjut.
Ciri-ciri subinvolusi diantaranya tidak secara progresif dalam pengambilan ukuran uterus.Uterus
teraba lunak dan kontraksi buruk, sakit pada punggung atau nyeri pada pelvik yang konsisten,
perdarahan pervaginam abnormal, lokhea rubra banyak, peristen dan berbau busuk.
b. Lokhea

Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis
yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina
normal. Menurut Vivian (2011), lokhea terdiri dari darah tempat plasenta menempel dan luruhan
dinding rahim yang berkembang sangat besar selama kehamilan. Klasifikasi lokhea tersebut adalah: 1)
Lokhea rubra (cruenta) berisi darah segar dan sisa-sisa selaput plasenta, berlangsung pada hari 1-3
postpartum; 2) Lochea sanguinolenta, berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, keluar pada hari
ke 4-5 postpartum; 3) Lokhea serosa, berwarna kuning kecoklatan, sedikit darah dan serumen 5-10
postpartum; 4) Lokhea alba atau cairan putih setelah hari ke 10.
c. Kontraksi

Ciri kontraksi yang baik adalah dominasi fundus, kontraksi makin lama makin kuat, durasinya
semakin lama dan simetris kerasnya antara kanan dan kiri (Prawiroharjo, 2014). Kontraksi pada uterus
(rahim) akan membuat rahim menjadi cepat bersih, karena kontraksi akan mendorong jaringan sisa
plasenta, sel dinding rahim, sel lemak janin, rambut janin (lanugo) untuk segara keluar dari dari dalam
rahim sehingga tidak menimbulkan infeksi atau komplikasi pasca melahirkan (Dewi, dkk., 2011).
Selain itu, kontraksi akan membuat ukuran rahim kembali seperti semula, yang pada saat hamil
kapasitasnya sebesar janin berat 3-4 kg, dan setelah melahirkan akan mengecil menjadi sekitar 2
kepalan tangan laki-laki dewasa. Sekitar dua minggu kemudian, akibat adanya kontraksi, rahim akan
mengecil lagi menjadi satu kepalan tangan hingga menjadi sebesar telur ayam, sampai akhirnya tidak
lagi dapat teraba di perut.
46

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada masa nifas terjadi perubahan dalam hal fisik dan psikologis ibu berkaitan dengan perubahan
kondisi ibu hamil, melahirkan dan adanya bayi yang baru sebagai anggota keluarga. Kondisi ini sangat
kompleks bila terjadi perubahan yang tidak diinginkan, Involusi uterus adalah perubahan keseluruhan
alat genetalia ke bentuk sebelum hamil, dimana terjadi pengreorganisasian dan pengguguran desidua serta
pengelupasan situs plasenta, sebagaimana diperhatikan dengan pengurangan dalam ukuran dan berat
uterus. Involusi uterus dimulai setelah proses persalinan yaitu setelah plasenta dilahirkan. Proses involusi
berlangsung kira – kira selama 6 minggu. Setelah plasenta terlepas dari uterus, fundus uteri dapat dipalpasi
dan berada pada pertengahan pusat dan symphisis pubis atau sedikit lebih tinggi.26 Tinggi fundus uteri
setelah persalinan diperkirakan sepusat atau 1 cm dibawah pusat. Pemeriksaan fisik ibu post partum
dimulai dari tanda-tanda vital smapaai pemeriksaan genetalia. Sedangkan pada involusi uteri dilakukan
pemeriksaan fisik berupa pemantauan ketinggian fundus dan kontraksi pada uteri.
47

DAFTAR PUSTAKA
Ana Ratnawati, A.Per.Pend.,S.Kep.,Ns, M.Kep.ASUHAN KEPERAWATAN
MATERNITAS.Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.2013. MODUL 3: Asuhan Kebidanan Masa Nifas .Pusdiklatnakes, Badan
PPSDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Tiara Manoe.2019. Asuhan Keperawatan Post Partum pada NY. N. L Dengan G2P2A0 Di Wilayah Kerja
Puskesmas Bakunase, Kota Kupang . Karya Tulis Ilmiah (KTI), Poltekkes Kemenkes Kupang.
48

LAMPIRAN

1. CHECKLIST PEMERIKSAAN FISIK IBU NIFAS

LANGKAH/ TUGAS 0 1
PERSIAPAN
1. Timbangan berat badan
2. Pengukur tinggi badan
3. Tensimeter
4. Termometer
5. Jam/ pencatat waktu
6. Sarung tangan
7. Alat tulis
8. Patella
9. Phantom manusia utuh
10. Set kateter
PROSEDUR
1. Siapkan alat secara lengkap dan pastikan ruang periksa nyaman untuk
pemeriksaan.
2. Jelaskan prosedur dan jaga privacy

3. Cuci tangan dan keringkan

4. Lihat postur dan sikap tubuh


a. Lihat bentuk tubuh dan cara berjalan ibu
b. Pantau keadaan umum ibu dan status emosional ibu
c. Amati tingkat tenaga dan emosi ibu selama dalam kunjungan
5. Ukur berat badan ibu
a. Beritahu ibu untuk ditimbang BB nya, sepatu/sandal dilepas, Barang bawaan di
letakkan dan Jarum timbangan pada titik nol
b. Ibu menghadap ke pemeriksa, ukuran timbangan dilihat dari depan tidak dari
samping
c. Catat apakah berat badannya normal dan naik atau turun dari sebelumnya
6. Ukur tekanan darah ibu
49

a. Beritahu ibu untuk pemeriksaan tekanan darah


b. Ibu dalam posisi duduk atau tidur apabila ibu merasa lemas, Lengan baju kiri
dibuka/disingsing sampai batas bahu, tidak boleh menekan lengan dan harus
longgar
c. Manset dipasang 3 jari di atas lipatan siku (manset tidak dipasang terlalu
longgar dan atau terlalu kencang)
d. Kedua pipa karet persis berada pada arteri brachialis dan tidak menutup siku
e. Air raksa/jarum pengukur berada pada angka nol
f. Air raksa di pompa perlahan-lahan sampai terdengar bunyi denyut nadi,
teruskan pompa sampai 10 mmHg dari batas bunyi
g. Turunkan air raksa perlahan-lahan sampai terdengar bunyi pertama (systole),
teruskan turunkan air raksa sampai terdengar suara terakhir (diastol)
h. Tentukan tekanan darah ibu dan dicatat
7. Ukur suhu ibu
a. Beritahu ibu untuk pemeriksaan suhu ibu, pasang thermometer aksila di ketiak
ibu yang paling dalam jauh dari kita
b. Jepit thermometer dengan cara tangan dilipat dan disilangkan ke dada,sambil
menunggu hasilnya lakukan pengukuran nadi dan respirasi
c. Baca hasil thermometer (± 5-10 menit)
8. Periksa nadi dan respirasi
a. Letakkan kedua lengan ibu hamil terlentang di sisi tubuh
b. Tentukan letak arteri radialis untuk meraba denyut nadi yang akan dihitung
c. Periksa denyut nadi (arteri radialis) dengan menggunakan jari telunjuk, jari
tengah dan jari manis
d. Hitung jumlah/frekuensi nadi dalam satu menit
e. Perhatikan keteraturan irama dan kekuatan denyutan
f. Perhatikan gerakan pernafasan pada dada/diaragma
g. Hitung pernafasan selama 1menit dilakukan upaya distraksi yaitu mengalihkan
perhatian pasien sehingga usahakan pasien tidak mengetahui (blinded) kalau
sedang dihitung frekuensi nafasnya
9. Kenakan sarung tangan pemeriksaan yang bersih/steril.

10. Periksa kepala, muka, mata, hidung dan mulut ibu


a. Beritahu ibu untuk pemeriksaan daerah kepala dan muka
50

b. Periksa daerah kepala (kulit kepala, distribusi rambut)


c. Periksa daerah kulit muka (pucat, oedem, cloasma gravidarum)
d. Periksa konjungtiva (merah muda atau pucat), sklera (putih atau ikterik), dan
ada tidaknya oedema palpebra
e. Periksa daerah hidung (polip, pengeluaran dari hidung)
f. Periksa mukosa bibir (kering, lembab, atau pucat)
11. Periksa daerah leher ibu
a. Beritahu ibu untuk pemeriksaan leher
b. Periksa pembesaran vena leher
c. Periksa pembesaran kelenjar tyroid
d. Pemeriksa berada di depan ibu, kemudian perhatikan apakah terdapat
pembesaran pada leher bagian depan ketika kepala dalam posisi biasa, dan
ketika kepala dalam posisi tengadah.
e. Pemeriksa berada di belakang ibu, raba leher bagian depan (pada kelenjar
tyroid), kemudian ibu diminta menelan, tentukan apakah kelenjar tyroid teraba
atau tidak.
12. Periksa payudara dan aksila (ketiak) ibu
a. Pasien berbaring dengan lengan kiri diatas kepala, kemudian palpasi payudara
kiri secara sistematis sampai ketiak, catat adanya massa, benjolan yang
membesar, pembengkakan atau abses
 Inspeksi dada: lihat payudara ibu (simetris atau tidak), putting susu
(tenggelam atau menonjol), warna putting susu (hitam atau tidak), terdapat
pembesaran payudara
 Palpasi dada: periksa benjolan pada payudara (ada atau tidak ada),
bendungan ASI (ada atau tidak ada), kolostrum (ada atau tidak ada)
b. Ulangi prosedur tersebut untuk lengan kanan
c. Beritahu ibu hasilnya
13. Lakukan pemeriksaan abdomen
a. Pemeriksaan abdominal secara umum dan memeriksa tinggi fundus
uteri ,kontraksi uterus dan memeriksa apakah kandung kemih kosong/penuh
b. Melakukan pemeriksaan karakteristik luka pasca melahirkan jika ibu
melahirkan dengan operasi
c. Periksa ada atau tidak adanya distensi abdomen pada ibu
d. Melakukan pemeriksaan involusi uteri
51

 Mengosongkan kandung kemih/Anjurkan Ibu BAK terlebih dahulu


R/: untuk mengakuratkan data pengukuran saat palpasi
 Menganjurkan dan memposisikan Ibu dengan posisi tidur terlentang
dengan kedua kaki ditekuk
R/: untuk membuat perut ibu tidak teratrik (mengencang bila
diluruskan)
 Palpasi untuk mengukur batas tinggi fundus uteri dengan
menggunakan pita ukur (meteran)
R/: menentukan letak fundus uteri lalu mengukur dengan
meteran untuk memperoleh data yang akurat
 Menanyakan adanya keluhan nyeri saat dipalpasi sambil melihat
respon klien
R/: mengantisipasi adanya keluhan nyeri yang dapat mengindikasikan
masakah baru seperti perdarahan dan lain sebagainya
 Mencatat hasil pemeriksaan tinggi fundus uteri
R/: mendokumentasikan pencatatan pada lembar pemeriksaan involusi
uter
14. Melakukan pemeriksaan genetalia
a. Atur posisi ibu pada posisi litotomi
b. Periksa perineum untuk penyembuhan dari laserasi atau penjahitan episiotomy
c. Perhatikan warna, konsistensi dan bau dari lokia
d. Vulva dan vagina: melihat apakah vulva bersih atau tidak, adanya tanda-tanda
infeksi
e. Uterus: Setelah melahirkan, dilakukan pemeriksaan terhadap tonus uterus untuk
memastikan uterus berkontraksi dengan baik. Pemeriksaan tonus uterus
dilakukan dengan palpasi atau dengan pemeriksaan bimanual (melakukan
pemeriksaan involusi uterus)
f. Serviks: Pada 2-3 hari pertama, ostium serviks masih terbuka sebesar 2-4 cm.
Setelah satu minggu, ostium serviks umumnya menutup atau hanya dapat
dimasukkan satu jari pemeriksa
g. Rektum: Pemeriksaan rectal toucher perlu dilakukan bila terjadi laserasi
perineum berat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai tonus dan integritas
sfingter anal
h. Anus (haemoroid dan perdarahan)
52

15. Periksa Ekstremitas atas dan bawah


a. Atur posisi ibu pada posisi litotomi
b. Lihat adanya oedem dan varises pada kaki
c. Beritahu ibu untuk pemeriksaan oedema dan varies
d. Ibu jari menekan tulang kering sesaat, tentukan apakah ada oedem atau tidak
e. Amati ada atau tidaknya varises pada kedua tungkai
f. Pemeriksaan ekstremitas bawah (khusus) tromboplebitis, edema, varises,
ref.patella
g. Beritahu ibu hasilnya
h. Mencatat hasil pemeriksaan
16. Bereskan pasien dan alat
a. Celupkan sarung tangan yang telah digunakan kedalam larutan untuk
dekontaminasi, lepaskan kedua sarung tangan tadi secara terbalik dan rendam
dalam larutan dekontaminan selama 10 menit.
b. Rapikan pakaian dan persilahkan ibu duduk kembali
17. Cuci tangan dan keringkan

18. Jelaskan hasil-hasil pemeriksaan kepada ibu dan


keluarganya.
19. Dokumentasikan hasil pemeriksaan
53

2. CEKLIST PEMERIKSAAN FISIK INVOLUSI UTERI


Nama :
NIM :
Penguji :
Hari/Tanggal :
Keterampilan :

Dilakukan
No Kegiatan Ya Tidak Ket

1 0
I. ALAT DAN BAHAN
1. Handscoon
2. Meteran gulung
II. INSTRUKSI KERJA
1 Pra Interaksi
• Mengkaji kebutuhan Pusien post partum
• Menyiapkan alat dan bahan untuk melakukan
pemantauan involusi
2 Interaksi
3 Orientasi
• Menyampaikan salam
• Memperkenalkan diri dengan pasien/keluarga (kalau ada)
• Menanyakan nama pasien
• Menjelaskan maksud dan tujuan
• Menjekaskan langkah/prosedur yang akan dilakukan
• Mendekatkan alat dan bahan untuk melakukan
pemeriksaan involusi uteri
• Mencuci tangan
4 Kerja
• Mengosongkan kandung kemih/Anjurkan Ibu BAK
terlebih dahulu
R/: untuk mengakuratkan data pengukuran saat palpasi
• Menganjurkan dan memposisikan Ibu dengan posisi
tidur terlentang dengan kedua kaki ditekuk
54

R/: untuk membuat perut ibu tidak teratrik (mengencang bila


diluruskan)
• Palpasi untuk mengukur batas tinggi fundus uteri dengan
menggunakan pita ukur (meteran)
R/: menentukan letak fundus uteri lalu mengukur dengan
meteran untuk memperoleh data yang akurat
• Menanyakan adanya keluhan nyeri saat dipalpasi sambil melihat
respon klien
R/: mengantisipasi adanya keluhan nyeri yang dapat
mengindikasikan masakah baru seperti perdarahan dan lain
sebagainya
• Mencatat hasil pemeriksaan tinggi fundus uteri
R/: mendokumentasikan pencatatan pada lembar pemeriksaan
involusi uter
5 Terminasi
• Mengevaluasi perasaan pasien
• Memberikan pujian
• Kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
• • Menyampaikan salam
6 Post Interaksi
• Mengelola alat dan bahan yang telah dipakai
• Mencuci tangan
• • Mendokumentasikan tindakan yang telah dikikukan pada
lembar/catatan keperawatan
• Mengelola alat dan bahan yang telah dipakai
• Mencuei tangan
• Mendokumentasikan tindakan yang telah dikakukan pada
lembar catatan keperawatan pasien

Anda mungkin juga menyukai