Anda di halaman 1dari 11

IKTISYAF

Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019, halaman 42-52


Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Sirrnarasa

SHUHBAH SEBAGAI INTERAKSI KOMUNIKASI


ANTARA MURID DAN MURSYID THORIQOH QODIRIYYAH
NAQSYABANDIYYAH PONDOK PESANTREN SURYALAYA

Feriyanto, Nurhasanah
Komunikasi Penyiaran Islam STID Sirnarasa
feriyanto@stidsirnarasa.ac.id

ABSTRAK
Secara psikologis, manusia membutuhkan seorang motivator yang bisa memberinya
semangat dalam berbagai hal, termasuk dalam beribadah kepada Allah SWT. Dalam tasawuf,
motivator itu biasa disebut mursyid (pembimbing). Adapun seseorang yang mendalami
tasawuf di bawah bimbingan mursyid disebut dengan murid. Dalam perjalanan ini, seorang
murid akan menemukan berbagai hal yang perlu dikonsultasikan dengan orang yang lebih
berpengalaman dan juga (mungkin) pernah mengalaminya. Proses interaksi antara murid dan
mursyid disebut shuhbah. Peresmian hubungan antara murid dan mursyid ditandai dengan
baiat atau talqin. Proses ini didasarkan pada Al Qur‟an, hadits, serta ijma‟ para ulama.
Pentingnya shuhbah bagi murid di antaranya: relaksasi, problem solving (penyelesaian
masalah), mahabbah fillah (cinta yang sejati kepada Allah swt.), mahabbah fi syaikh (cinta
pada syekh), mahabbah fii ikhwan (cinta kepada saudara), ma‟rifat (mengenal Allah swt.),
musyahadah (penyaksian), istiqamah (teguh pendirian/selalu konsekuen), mujahadah
(tekun/rajin/sungguh-sungguh). Ada pengaruh ruhani yang didapatkan, diantaranya ringan
dalam menjalankan ibadah, terjadinya transfer ilmu, energi positif dan spiritual dari sang guru
ke murid. Selain itu, ada pengaruh berkah yang diraih dari tatapan mursyid kepada murid.
Seorang murid yang akan bersungguh-sungguh untuk berjalan bersama mursyidnya dalam
rangka mengosongkan jiwa dari segala penyakit-penyakit dan menghiasinya dengan sifat-
sifat terpuji, mutlak untuk shuhbah kepada mursyidnya. Murid harus duduk bersama mursyid,
mendengarkan taujihad (nasehat) dari mursyid, lalu mengikuti segala arahan dan bimbingan
dari mursyidnya. Ada beberapa motivasi murid melakukan shuhbah, di antaranya cinta
kepada guru, problem solving, dan mengikuti ajakan seseorang. Dengan adanya interaksi
yang intensif antara murid dan mursyid, mursyid memberikan pengaruh dengan member dan
memompa semangat dalam beribadah kepada Allah swt.
Kata Kunci :Suhbah, Komunikasi, Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah Pondok Pesantren
Suryalaya
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang diwahyukan kepada rasul-rasul Allah SWT. untuk diajarkan kepada
manusia. Dibawa secara turun temurun dari satu rasul ke rasul selanjutnya. Islam merupakan
agama yang menghendaki kebersihan lahiriah sekaligus batiniah. Kebersihan lahiriah jasmani
bisa dilakukan dengan membersihkan jasmani atau raga manusia. Kebersihan batiniah
dilakukan dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT. atau berkaitan dengan hati manusia.
Membersihkan hati atau menyucikan jiwa merupakan kewajiban bagi setiap orang,
sebagaimana firman Allah SWT., “Katakan, sesungguhnya Allah mengharamkan keburukan-
keburukan baik yang lahir maupun batin.” Keburukan batin diantaranya dendam, riya,
dengki, dan penyakit hati lainnya. Penyakit hati ini sebagai faktor yang menyebabkan
jauhnya hamba dengan Allah SWT.
Ibrahim bin Adham berkata: “Diantara ciri-ciri kejujuran seorang hamba dalam bertobat dari
dosa adalah bisa menemukan kenikmatan dalam kalbunya yang tidak bisa dinilai. Maka
barangsiapa tidak menemukan kenikmatan dalam kalbunya setelah ia bertobat, maka ia telah
berbohong dalam meninggalkan dosa, dan barangkali dalam waktu dekat ia akan
mengulanginya lagi.”
Kerap kali orang tidak dapat melihat aib dan penyakit hatinya. Dia beranggapan bahwa
dirinya telah sempurna, padahal dia masih jauh dari kesempurnaan. Bagaimana metode untuk
mengetahui penyakit hati tersebut? Dan apakah cara praktis untuk mengobati dan melepaskan
diri darinya?
Jawabannya tidak lain adalah tasawuf. Sebab, tasawuf adalah ilmu yang secara khusus
mengobati aneka ragam penyakit hati, membersihkan jiwa dan menyelamatkan diri dari sifat-
sifat tercela.
Zakaria al Anshari berkata, “Tasawuf adalah ilmu yang dengannya diketahui tentang
pembersihan jiwa, perbaikan budi pekerti serta pembangunan lahir dan batin, untuk
memperoleh kebahagiaan yang abadi.”
Diantara ulama ada yang mengatakan bahwa tasawuf secara keseluruhan adalah akhlak.
Imam Junaid berkata, “Tasawuf adalah berakhlak luhur dan meninggalkan semua akhlak
tercela.” Abu Hasan asy-Syadzili berkata, “Tasawuf adalah melatih jiwa untuk tekun
beribadah dan mengembalikannya kepada hukum-hukum ketuhanan.”
Seperti halnya fiqih ada madzhabnya, demikian juga tasawuf banyak madzhabnya. Madzhab
dalam tasawuf disebut thoriqoh (Bahasa Indonesia: Tarekat). Thoriqoh merupakan bagian
integral dari ajaran Islam. Islam tanpa thoriqoh bukanlah Islam kaffah (keseluruhan) sebagai
yang diajarkan Rasulullah SAW. Islam kaffah adalah Islam yang terpadu di dalamnya aspek
aqidah, syari‟ah, dan hakikat. Dari aqidah lahir tauhid, dari syari‟ah lahir fiqih, dan dari
hakikat lahir tasawuf yang kemudian melahirkan thoriqoh.
Arti dasar thoriqoh adalah jalan. Dan yang dimaksud adalah jalan yang mesti dilalui oleh
seorang salik untuk menuju pintu Allah SWT. Secara keilmuan, thoriqoh dapat dibedakan
dari aqidah dan syari‟ah. Tetapi dalam aplikasinya, thoriqoh tidak bisa dipisahkan dari kedua
aspek tersebut. Itulah sebabnya ada sementara pakar yang menyatakan bahwa thoriqoh

44
sebenarnya merupakan inti ajaran Islam. Pernyataan tersebut tidaklah keliru jika yang
dimaksud adalah substansi ajaran thoriqoh yaitu dzikrulloh.
KAJIAN PUSTAKA
A. Interaksi
1. Pengertian Interaksi
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia
sebagai makhluk sosial, terkadang suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak
dapat terlepas dari individu lain atau secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama antara
manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan
seperti inilah akan terjadi sebuah interaksi. Interaksi akan selalu berkaitan dengan istilah
komunikasi atau hubungan.
Interaksi sangatlah penting karena berhubungan dengan kehidupan antara sesama manusia.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), interaksi berarti hal saling melakukan aksi,
berhubungan, mempengaruhi, antar hubungan.
B. Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku “Ilmu Komunikasi dalam Teori dan Praktek”,
istilah komunikasi dalam bahasa Inggris ”Communications” berasal dari kata latin
“Communicatio” dan bersumber dari kata ”Communis” yang berarti “sama”, maksudnya
adalah sama makna. Kesamaan makna disini adalah mengenai sesuatu yang
dikomunikasikan, karena komunikasi akan berlangsung selama ada kesamaan makna
mengenai apa yang dipercakapkan atau dikomunikasikan.
Di dalam ensiklopedia bebas Wikipedia (2009), komunikasi didefinisikan sebagai “the
imparting or interchange of thoughts, opinions, or information by speech, writing, or signs”.
Komunikasi, menurut Wikipedia, adalah proses saling bertukar pikiran, opini, atau informasi
secara lisan, tulisan, ataupun isyarat.
C. Shuhbah
Kata shuhbah berasal dari kata ”shahiba, yashhabu: shuhbatan, wa shahabatan, wa
shihabatan”, yang bermaksud berkawan, berteman, menemani. Menurut Abu Mohamed,
shuhbah sinonim dengan mulazamah yang artinya berdampingan. Maka, istilah shuhbah
bermaksud sahabat yang senantiasa berdampingan. Sahabat ini tidak tertuju kepada yang
berusia sebaya tetapi mencakup semua yang senantiasa berdamping dengan seseorang,
termasuk guru, rekan, dan yang lainnya.
Istilah shuhbah merujuk kepada perdampingan atau persahabatan antara seseorang dengan
seseorang yang lain. Ia lebih merupakan perdampingan atau persahabatan spiritual. Ia bukan
merujuk kepada teman biasa, dalam pengertian teman diskusi dan seumpamanya, malah ia
merupakan persahabatan atau perdampingan sejati yang boleh mengasah ketajaman batin
seseorang dalam memahami perihal yang berkait dengan ma‟rifah (mengenal Allah SWT.)
dan mukashafah (terbukanya tirai atau penghalang hati dari selain Allah SWT.).

45
Imam Abu al-Qasim al-Qushayri, seperti yang tercatat dalam kitab beliau al-Risalah al-
Qushayriyyah (1972), menjelaskan bahwa shuhbah terbagi kepada tiga jenis. Pertama,
shuhbah dengan orang yang lebih tinggi kedudukannya. Maka ia sebenarnya lebih merupakan
suatu khidmat (pengabdian). Kedua, shuhbah dengan orang yang lebih rendah. Maka ia
memerlukan orang yang lebih tinggi bersifat kasih dan rahmat, sedang yang mengikuti (orang
yang lebih rendah) pula bersifat setia dan menghormati. Ketiga, shuhbah dengan yang sama
taraf. Maka ia di bina atas asas ithar, yakni mengutamakan orang lain dan kebijaksanaan.
Pembagian yang dibuat oleh al-Qushayri ini memberi isyarat bahwa konsep shuhbah dalam
konteks ilmu tasawuf dan tarekat mempunyai tujuan yang lebih khusus, bukan sekedar
persahabatan atau perdampingan yang bersifat umum atau pada tahap adat kebiasaan saja.
Jenis shuhbah yang pertama di atas ialah shuhbah seorang murid yang ingin mendapat
bimbingan, tarbiyah dan tarqiyah bersama dengan Mursyidnya. Jenis kedua ialah gambaran
hubungan antara seorang Mursyid yang memberi ta‟lim (pengajaran) dan tarbiyah
(pendidikan) kepada muridnya. Bentuk yang ketiga ialah shuhbah atau persahabatan yang
terjalin antara murid-murid yang berada di bawah bimbingan ta‟lim dan tarbiyah seorang
Mursyid tertentu dalam sebuah tarekat tertentu.
Tradisi shuhbah ini telah dimulai oleh Nabi Muhammad SAW. dengan para sahabat Baginda.
Kalangan para sahabat, dalam tempo jahiliah mereka, tidak mencapai kedudukan yang terpuji
dan derajat yang tinggi, sehinggalah mereka bershuhbah dengan Nabi Muhammad SAW.
serta duduk bersama dengan Baginda. Hal tersebut telah memberi kesan yang amat
mendalam dan merubah personaliti (kepribadian), akhlak serta perjalanan hidup mereka hasil
daripada pengajaran, pendidikan, dan pergaulan serta perdampingan mereka dengan
Rasulullah SAW. Ini ialah karena sesungguhnya Rasulullah SAW. dalam proses shuhbah
tersebut telah mengobati hati mereka dan membersihkan jiwa mereka, menerusi contoh
teladan yang diberikan serta juga menerusi kata-kata Baginda SAW.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan metodologi dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Peneliti
menggunakan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi berasal dari kata “phenomenon”.
Istilah “phenomenon” mengacu pada kemunculan sebutan benda, kejadian, atau kondisi yang
dilihat. Oleh karena itu, fenomenologi merupakan cara yang digunakan manusia untuk
memahami dunia melalui pengalaman langsung. Maurice Merleau Ponty, pakar dalam tradisi
ini, menuliskan bahwa “semua pengetahuan akan dunia, bahkan pengetahuan ilmiah saya,
diperoleh dari beberapa pengalaman akan dunia.” Dengan demikian, fenomenologi membuat
pengalaman nyata sebagai data pokok sebuah realitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persepsi Para Murid Tentang Shuhbah Meliputi Urgensi dan Proses
Menurut Irfan Zidni, shuhbah artinya bergaul, berkumpul bersama. Orangnya disebut
sahabat. Menurut Budi Rahman Hakim, shuhbah adalah riadhoh (latihan spiritual) tertinggi
dalam thoriqoh. Ada tiga komponen dalam shuhbah, di antaranya:
1. Ijtima‟ (berkumpul), bermujalasah (duduk bersama) dengan Mursyid
2. Istima‟ (mendengarkan), baik dengan pendengaran lahir maupun batin

46
3. Ittiba‟ (ikut) dalam segalanya, semuanya, selamanya, setiap detailnya
Proses edukasi dalam semua thoriqoh sama, melalui kebersamaan dengan Mursyidnya, baik
jasadiyah maupun ruhaniyah, lalu mendengar nasihat, taujihad (arahan) lalu murid mengikuti
segala perkataan Mursyidnya.
Manfaat shuhbah dapat dirasakan secara lahir dan batin. Murid mengharapkan limpahan
berkah dan karomah serta keistiqomahan dari Mursyidnya. Namun, semua itu didapatkan
secara bertahap.
Maksud dari hadits di atas adalah janganlah bersama dengan orang yang hal ihwal, tindakan,
dan ucapannya tidak menunjukan atau tidak membangkitkan untuk ingat kepada Allah SWT.
Dalam kitab Miftahush Shudur karangan Syaikh Ahmad Shohibulfawa Tadjul „Arifin,
dikatakan bahwa, ”Bergaul dengan para tokoh yang telah memiliki banyak pengalaman
praktis sufi di setiap masa menjadikan seorang mu‟min memperoleh mahabbah yang amat
khusus kepada Allah SWT.
B. Shuhbah Sebagai Bentuk Komunikasi Interaksi
Shuhbah dibagi menjadi dua macam, yaitu shuhbah dhohir (fisik) dan shuhbah batin (non
fisik). Shuhbah dhohir adalah ketika murid berada dekat atau berdampingan dengan
Mursyidnya. Sedangkan shuhbah batin adalah ketika murid jauh dengan Mursyidnya, tetapi
hati murid terpaut atau ingat dengan Mursyidnya (ketika mengamalkan amaliah Mursyid).
Meskipun jauh, sebenarnya tidak jarak antara Murid dan Mursyid. Seperti yang disebutkan
dalam kitab Miftahush Shudur, ”Jauh dan dekatnya seorang hamba kepada Allah bukanlah
jauh dan dekat berdasarkan jarak, tetapi jauh karena lalainya hati kepada Allah SWT, dekat
karena hadirnya hati bersama Allah SWT. Jauh disini berarti hijab (tirai penghalang), dekat
berarti kasyf hijab (tersibaknya hijab).”
Di dalam TQN, dikenal istilah robithoh. Robithoh merupakan bentuk dari shuhbah batin.
Secara bahasa, robithoh berarti ikatan atau berhubungan. Secara umum, dalam kitab
Fadhoilusyuhur, robithoh berarti seorang salik membayangkan rupa gurunya dalam
pikirannya atau dalam hatinya, atau membayangkan rupa apapun bahwa itu adalah rupa
gurunya. Apabila robithoh ini telah mendominasi dalam jiwa seorang salik, maka dia akan
mampu melihat rupa gurunya dalam segala sesuatu. Ahli tarekat menyebut hal ini dengan
fana fi syaikh (peleburan diri dalam diri syekhnya).
Sedangkan pengertian secara khusus, robithoh adalah ketika setiap murid, kapanpun,
dimanapun mengamalkan segala bimbingan Mursyid meskipun sedang jauh, baik itu amalan
harian atau bulanan. Setiap kali seorang murid mengikuti bimbingan Mursyidnya, berarti
murid itu sedang robithoh. Karena kedalaman thoriqoh tidak akan terasa atau cukup hanya
dengan berdebat atau berbicara, melainkan dengan amaliyah.
Siapapun yang merasa butuh kepada Mursyidnya, pasti ada dampak, baik besar maupun
kecil, paling tidak ada pengaruh tergantung kebutuhannya. Ada pengaruh ruhani yang
didapatkan, diantaranya ringan dalam menjalankan ibadah, terjadinya transfer ilmu, energi
positif dan spiritual dari sang guru ke murid.

47
Selain itu, ada pengaruh berkah yang diraih dari tatapan Mursyid kepada murid, sebagaimana
dalam kitab Miftahush Shudur: “Nabi Muhammad SAW. bersabda: Beruntunglah orang yang
melihatku dan beriman kepadaku. Beruntung pula orang yang melihat orang yang melihat
orang yang melihat orang yang melihatku dan beriman kepadaku. Beruntunglah mereka dan
bagi mereka tempat kembali yang baik.”
Syaikh „Abdullah as Sullami berkata: “Yang dimaksud beruntunglah orang yang melihatku.
Beruntung pula orang yang melihat orang yang melihat orang yang melihat orang yang
melihatku adalah beruntunglah orang yang keberkahan memandang dan menyaksikanku
berdampak pada dirinya. Beruntung pula orang menyaksikan sahabatku berdampak pada
dirinya. Demikianlah, dari tingkat hal (keadaan spiritual yang menguasai hati) yang satu
tingkat ke tingkat hal berikutnya sampai kepada para orang bijak di kalangan umat Nabi
Muhammad SAW., yakni para wali Allah SWT. di segala jaman. Memandang seorang bijak
atau menyaksikan seorang wali sangat berdampak pada diri orang tersebut.
Ketika shuhbah, bahasa kalbu atau hati yang lebih dominan, karena tasawuf adalah ilmu rasa.
Berinteraksi dengan guru ruhani (Mursyid) tidak hanya melalui lisan, tapi dengan hati pula.
Karena beliau pun dalam mendidik para muridnya dengan hati maka akan sampai ke hati
muridnya.
C. Signifikansi Shuhbah Bagi Murid
Shuhbah menjadi salah satu obat untuk kegersangan hati yang rindu akan nasihat dan kata-
kata bijak. Di dalam shuhbah, ada problem solving (penyelesaian masalah), relaksasi,
mahabbah fillah (cinta yang sejati kepada Allah SWT.), mahabbah fi syaikh (cinta pada
syekh), mahabbah fi ikhwan (cinta kepada sesama), ma‟rifat (mengenal Allah SWT.),
musyahadah, istiqomah, mujahadah (tekun/rajin/sungguh-sungguh), karena syekh Mursyid
adalah sumber utama spiritual.
1. Problem solving (Penyelesaian masalah)
Proses interaksi antara murid dan Mursyid layaknya interaksi seorang anak dan ayahnya.
Seorang murid juga tidak segan-segan menceritakan pengalaman spiritual, baik itu positif
maupun negatif. Proses ini hampir sama dengan proses pengobatan dalam ilmu kedokteran
atau penyembuhan psikis oleh psikiater. Dengan adanya keterbukaan, seorang Mursyid bisa
mendiagnosis apa masalah-masalah yang dihadapi dan bagaimana cara menyelesaikannya,
tentu dengan adanya beberapa hal yang dijauhi.
2. Relaksasi
Setelah mendapat solusi dari masalah yang diberikan Mursyid, maka akan berdampak pada
ketenangan hati dan pikiran. Selain itu, nasihat dan kata-kata bijak yang menyejukkan hati
yang disampaikan oleh Mursyid kepada muridnya. Karena apa yang disampaikan Mursyid
berasal dari hati, maka akan sampai pula ke hatinya muridnya. Dan ini pun akan berdampak
pada ketenangan ketika setiap melakukan ibadah.
3. Mahabbah fiillah (Mencintai Allah SWT.)
Cinta kita hanya layak diberikan kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Tiadalah makhluk yang
layak mendapatkan cinta kecuali sebagai manifestasi atas cinta kita kepada-Nya. Karenanya,

48
cinta terhadap sesama makhluk semesetinya tidak membutakan manusia dari menetapi
ketentuan-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT.:
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah. Mereka mencintai selainNya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-
orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah”. (QS. al Baqarah [2]: 165)
Ibnu Atho‟illah berkata, “Tidaklah kamu mencintai sesuatu kecuali kamu menjadi hamba
baginya, dan Dia tidak ingin kamu menghamba kepada selainNya”.
Oleh karena itu, maka wajar saja apabila hati telah mencintai sesuatu, ia akan datang
kepadanya, tunduk, dan taat kepada seluruh perintahnya. Karena sesungguhnya sang pecinta
yang mencintai dengan seluruh hatinya akan menjadi seorang yang patuh terhadap seluruh
perintah yang dicintainnya. Ketaatan dan kepatuhan inilah yang sebenarnya menjadi hakikat
penyembahan („ubudiyah).
4. Mahabbah fii syaikh
Tanda cinta kepada Allah adalah dengan mengikuti akhlak, perbuatan, perintah, dan sunah-
sunah kekasih Allah SWT. Hal ini telah Allah SWT. isyaratkan dalam firmanNya:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah, dan apa yang dilarangnya maka
tinggalkanlah”. (QS. al Hasyr [59]: 7)
Rasulullah saw. bersabda:
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu, hingga aku lebih ia cintai dari anaknya,
orang tuanya, dan sekalian manusia.” (HR. Ahmad, sepakat juga Turmudzi, Nasa‟i, Ibnu
Majah, dari Anas, shohih)
5. Mahabbah fii ikhwan (Mencintai sesama saudara)
Ketika para murid shuhbah kepada Mursyid di madrasah Mursyid, para murid akan bertemu
dengan murid yang lainnya. Mereka akan bersalaman bahkan hingga berinteraksi.
Rasulullah saw. bersabda:
“Kamu tidak akan masuk surga sehingga kamu beriman, dan kamu semua tidak akan
beriman sehingga kalian saling mencintai. Tidakkah (ingin) aku tunjukkan kepada kalian
sesuatu, yang jika kalian laksanakan niscaya kalian akan saling mencintai? Biasakanlah
salam di antara kalian”. (HR. Muslim)
6. Ma‟rifat (Mengetahui/mengenal)
Ma‟rifat bagi orang awam yakni dengan memandang dan bertafakkur melalui pendzohiran
(manifestasi) sifat keindahan dan kesempurnaan Allah SWT. secara langsung, yaitu melalui
segala yang diciptakan Allah SWT. di alam raya ini. Jelasnya, Allah SWT. dapat dikenali di
alam nyata ini, melalui sifat-sifatNya yang tampak oleh pandangan makhlukNya.
7. Musyahadah (Penyaksian)
Allah SWT. berfirman:

49
“Beribadahlah engkau kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya.” (QS. as Saba [34]:
47)
Abu Said al Kharraz ra. berkata, “Barangsiapa menyaksikan Allah dengan hatinya maka
segala sesuatu selain Dia akan menjauh dan lenyap. Semua akan hilang ketika ada keagungan
Allah SWT. Sehingga yang tersisa dalam hati hanyalah Allah azza wa jalla.”
Musyahadah berarti nampaknya Allah SWT. pada hambanya dimana seorang hamba tidak
melihat sesuatu apapun dalam beribadah, kecuali hanyalah menyaksikan dan meyakini dalam
hatinya, bahwa ia hanyalah berhadapan dan dilihat oleh Allah SWT.
8. Istiqamah (Teguh pendirian/selalu konsekuen)
Yang dapat memberikan manfaat kepada seorang murid adalah konsistensinya dalam bergaul
dengan Mursyidnya dan penyerahan dirinya kepada Mursyidnya seperti penyerahan diri
seorang pasien kepada dokternya.
Dalam Tafsir Ruh al Bayan, Syaikh Ismail Haqqi menyatakan, “Banyak dari kalangan sufi
yang tertimpa beragam penyakit di tengah jalan, pada saat jiwa merasa bosan dengan
berbagai mujahadah dan latihan-latihan spiritual. Ketika itu, setan memperdaya mereka dan
menghembuskan ke dalam jiwa mereka bahwa mereka telah mencapai derajat spiritual
tertentu dan tidak lagi membutuhkan seorang Mursyid. Mereka akhirnya keluar dari
bimbingan sang mursyid dan membuat jalan sendiri sesuai dengan keinginan mereka,
sehingga mereka terjerumus ke dalam kegagalan dan terjerat ke dalam perangkat setan.”
9. Mujahadah (Berjuang/bersungguh-sungguh)
Arti mujahadah menurut bahasa adalah perang. Menurut aturan syara‟ adalah perang
melawan musuh-musuh Allah SWT. (orang-orang kafir yang memusuhi Islam). Dan menurut
istilah ahli hakikat adalah memerangi nafsu amarah bissuu‟ (nafsu yang buruk) dan memberi
beban kepadanya untuk melakukan sesuatu yang berat baginya yang sesuai dengan aturan
syara‟ (agama). Sebagian ulama mengatakan: “Mujahadah adalah tidak menuruti kehendak
nafsu”, dan ada lagi yang mengatakan: “Mujahadah adalah menahan nafsu dari
kesenangannya”.
Dalam al Mufradat fi gharib al Qur‟an, Raghib al Ashfahani mengatakan, “Jihad dan
mujahadah berarti mencurahkan segala kemampuan untuk melawan musuh.”
Yang dimaksud dengan berjuang melawan hawa nafsu bukanlah mencabut habis akarnya,
tapi mengangkatnya dari yang buruk menjadi yang baik dan mengarahkannya sesuai
kehendak dan ridha Allah SWT.
Shuhbah hukumnya wajib. Tidak hanya dalam thoriqoh, tapi wajib juga bagi yang tidak
berthoriqoh. Berdasarkan dalil “Dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar” dan
hadits “Kamu bersama dengan orang yang kamu cintai”. Dalil tersebut memiliki makna yang
sama, yaitu wajib hukumnya seseorang untuk selalu bergaul dengan orang sholeh, dalam
thoriqoh adalah guru Mursyid. Sebagaimana hadits yang berbunyi: ”Hendaklah engkau
bersama Allah. Apabila kamu tidak bisa bersama dengan Allah, maka bersamalah dengan
orang-orang yang selalu bersama Allah.”

50
Sebagaimana bentuk riadhoh yang paling utama, shuhbah pun memiliki godaan yang besar.
Karena shuhbah dilakukan sambil duduk, murid yang hatinya tidak terbuka tidak akan kuat
untuk duduk berlama-lama.
Mutlak bagi seorang murid untuk melakukan shuhbah. Syarat seorang murid untuk agar bisa
ikut kepada Mursyidnya, maka murid harus mencari tahu apa yang akan di ikutinya. Maka
wajib bagi seorang murid untuk ijtima‟, istima‟, dan ittiba‟ bersama Mursyid
KESIMPULAN
Setelah Penulis uraikan dalam penjelasan sebelumnya, kiranya untuk lebih jelasnya dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Seorang murid yang akan bersungguh-sungguh untuk berjalan bersama mursyidnya
dalam rangka mengosongkan jiwa dari segala penyakit-penyakit dan menghiasinya
dengan sifat-sifat terpuji, mutlak untuk shuhbah kepada Mursyidnya. Murid harus duduk
bersama Mursyid, mendengarkan taujihad (nasehat) dari Mursyid, lalu mengikuti segala
arahan dan bimbingan dari mursyidnya. Ada beberapa motivasi murid melakukan
shuhbah, di antaranya cinta kepada guru, problem solving, dan mengikuti ajakan
seseorang.
2. Shuhbah dibagi menjadi dua macam, yaitu shuhbah dhohir (fisik) dan shuhbah batin (non
fisik). Shuhbah dhohir adalah ketika murid berada dekat atau berdampingan dengan
Mursyidnya. Sedangkan shuhbah batin adalah ketika murid jauh dengan Mursyidnya,
tetapi hati murid terpaut atau ingat dengan Mursyidnya (ketika mengamalkan amalan-
amalan dari Mursyid).
3. Pentingnya shuhbah bagi murid di antaranya: relaksasi, problem solving (penyelesaian
masalah), mahabbah fillah (cinta yang sejati kepada Allah SWT.), mahabbah fi syaikh
(cinta pada syekh), mahabbah fii ikhwan (cinta kepada saudara), ma‟rifat (mengenal
Allah SWT.), musyahadah (penyaksian), istiqamah (teguh pendirian/selalu konsekuen),
mujahadah (tekun/rajin/sungguh-sungguh). Ada pengaruh ruhani yang didapatkan,
diantaranya ringan dalam menjalankan ibadah, terjadinya transfer ilmu, energi positif dan
spiritual dari sang guru ke murid. Selain itu, ada pengaruh berkah yang diraih dari tatapan
Mursyid kepada murid.
Saran
1. Bagi lembaga STID Sirnarasa
Dengan adanya penelitian mengenai shuhbah ini, maka diharapkan ada penelitian kembali
dengan masalah yang berbeda, agar melengkapi atau menyempurnakan tulisan ini, karena
masih banyak masalah yang berkaitan dengan tema shuhbah belum terangkat dalam skripsi
ini. Sehingga hasil yang didapat lebih bervariasi dan beragam.
2. Bagi Yayasan Sirnarasa Cisirri
Pemahaman tentang pentingnya shuhbah perlu diperhatikan untuk masyarakat agar bisa lebih
memahaminya. Karena shuhbah tidak hanya untuk yang berthoriqoh, tetapi juga wajib untuk
yang tidak berthoriqoh.

51
Selain itu, penelitian ini semoga memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan dakwah
Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah Pondok Pesantren Suryalaya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani, Sosiologi Skematika Teori dan Terapan, Jakarta: Bumi Aksara, 2012
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, Jakarta: Rhineka Cipta, 2004
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rhineka Cipta, 2004
Ahmad Syabahi, al Falsafah al Akhlaqiyyah, Kairo: Dar al Ma‟arif, 1969 H
Al Qur‟an al karim
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005
Edi Harapan, Syarwani Ahmad, Komunikasi Antarpribadi: Perilaku Insani Dalam
Organisasi Pendidikan, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2014, cet. 1
Gerungan, Psikologi Sosial, Bandung: Refika Aditama, 2004
Ibnu Hajar al Haitsami, al Fatawa al Haditsiyyah
Ismail Haqiqi, Tafsir Ruh al Bayan, vol. II
Joseph R. Dominick, The Dynamics of Mass Communication: Media in the Digital Age, 7th
edition, McGraw Hill, 2002
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: Rineka Cipta,
2010
Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, Jakarta: Rajawali, 1987
Syaikh „Abdul Qadir Isa, Hakikat Tasawuf, Jakarta: Qisthi Press, 2014, cet. ke-14
Syaikh Ahmad Shohibulwafa Tadjul ‟Arifin, Miftahush Shudur, terjemahan Anding
Mujahidin, Jakarta: Laksana Utama, 2005), hal. 114.
Syekh Abdul Gaos Saefulloh Maslul, K.H. Zaenal Abidin Bazul Asyhab, kitab
Fadhoilusyuhur, terjemahan Cecep Alba, Bandung: Wahana Karya Grafika, cet. 1, 2006
Syekh Abdul Qadir al Jailani, Futuhul Ghaib Menyingkap Rahasia-Rahasia Ilahi,
Terjemahan Imron Rosidi, Yogyakarta: Citra Risalah, 200

52
IKTISYAF
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019, halaman 42-52
Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Sirrnarasa

Anda mungkin juga menyukai