Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN GANGGUAN KENYAMANAN (NYERI)

Dewi Melliyunita
2208021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
2022/2023
I. KONSEP KEBUTUHAN
1.1 Definisi
Kenyamanan adalah suatu keadaan dimana individu mengalami sensasi yang
menyenangkan dalam berespon terhadap sesuatu rangsangan. Menurut (Tim Pokja
SDKI PPNI, 2018) gangguan rasa nyaman adalaah perasaan kurang senang, lega dan
sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial.
The international association for the study of pain (IASP) mendefinisikan nyeri
sebagai berikut, nyeri merupakan pengalaman ensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan, (Ni Putu
Wardani, 2019).
1.2 Fisiologi
Fisiologi nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis kompleks yang
disebut sebagai nosiseptif (nociception), (Aulia & Ahmad, 2019) yang merefleksikan
4 proses komponen nyata yaitu:
1. Proses transduksi, dimana stimulus noksiu diubah ke impuls elektrikal pada
ujung saraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia,
suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang diterima ujung-ujung saraf
perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh (reseptor meisneri, merkel,
corpusculum paccini golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena trauma baik
trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin,
dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-
reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin,
serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai
sensitisasi perifer.
2. Proses transmisi, proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai
lanjutan proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer
ke medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum
diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamus dan sebagian ke traktus
spinoretikularis. Tractus spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari
organ-organ yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri
yang lebih difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf
disini mempunyai sinaps interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar
dan bermielin. Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris
di cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.
3. Proses modulasi, perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat
(medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik
endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke
kornu posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden yang dikontrol
oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphine, noradrenalin)
dapatmenekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Dimana
posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls
nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi
nyeri sangat subyektif pada setiap orang.
4. Persepsi, hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi,
transmisi dan medulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses
subyektif yang dikenal sebagai persepsi nyer, yang diperkirakan terjadi pada
thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik.
1.3 Patofisiologi gangguan kebutuhan dasar
Rangsangan nyeri diterima oleh nocicetors pada kulit bisa intesitas tinggi
maupun rendah seperti perenggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang
mengalami nekrotik akan merilis K+ dan protein intraseluler. Peningkatan kadar K+
ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada
beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan
peradangan/inflamasi. Akibatnya mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien,
prostaglandin E2 dan histamin yang akan merangsang nosiseptor sehingga
rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia
atau allodynia). Selain itu lesi juga mengaktifkan pembekuan darah sehingga
bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi
oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi
K+ ekstraseluler dan H+ yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin,
bradikinin dan prostaglandin E2 memiliki efek vasidilator meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan
meningkat dan juga terjadi perangsangan nosisepto. Bila nosisepto terangsang maka
mereka melepaskan substansi peptida dan kalsitonin gen terkait peptida, yang akan
merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan fasodilatasi dan meningkatkan
permeabelitas pembuluh darah vasokonstriksi, diikuti oleh vasodilatasi.
Perangsangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri, (Bachrudin, 2017).
1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi
Nyeri merupakan hal kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman
seseorang terhadap nyeri, (Septiani & Ruhyana, 2015) diantaranya:
1. Budaya
Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal sebagai faktor
yang mempengaruhi reaksinyeri dan ekspresi nyeri tersebut. Perilaku yang
berhubungan dengan nyeri adalah sebuah bagian dari proses sosialisasi.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan perbedaan yang telah dikodratkan tuhan. Jenis
kelamin dengan respon nyeri laki-laki dan perempuan berbeda. Hal ini terjadi
karena laki-laki lebih siap untuk menerima efek, sedangkan perempuan sering
mengeluhkan sakitnya dan menangis.
3. Usia
Umur dewasa lebih siap melakukan dengan menerima dampak, efek dan
komplikasi nyeri. Sedngkan diantara keompok usia anak-anak yang masih
kecil memiliki kesulitan memahami nyeri.
4. Lingkungan dan dukungan keluraga
Individu dari kelompok sosiabudaya yang berbeda memiliki harapan pada
orang lain, tempaat mereka menumpahkn keluhan mereka tentang nyeri.
5. Pengalaman sebelumnya
Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian nyeri tanpa pernah
sembuh maka rasa takut akan muncul dan sebaliknya.
1.5 Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi
Menurut (Tim Pokja SDKI PPNI, 2018), gangguan rasa nyaman dibagi menjadi 2
yaitu:
1. Nyeri akut
Nyeri akut merupakan keadaan seseorang mengeluh ketidaknyamanan dan
merasakan sensasi yang tidak nyaman, tidak menyenangkan selama kurang
dari 6 bulan.
2. Nyeri kronis
Nyeri kronis adalah keadaan individu mengeluh tidak nyaman dengan adanya
sensasi nyeri yang dirasakan dalam kurun waktu yang lebih dari enam bulan.
II. RENCANA ASUHAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN
2.1 Pengkajian
2.1.1 Pemeriksaan fisik: Head To Toe
1. Kesadaran
Pengkajian CGS
Tingkat Kesadaran : Composmentis, somnolen, apatis, stupor, soporo koma,
koma
2. Penampilan
Lemah, pucat, dll
3. Vital sign
a. Suhu Tubuh
b. Tekanan Darah
c. Respirasi (jumlah, irama, kekuatan)
d. Nadi (jumlah, irama, kekuatan)
4. Kepala
Bentuk, rambut: warna, kebersihan, rontok, ketombe, dll
5. Mata
Kemampuan penglihatan, ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, konjungtiva
anemis/tidak, sklera ikterik/tidak, alat bantu, adanya sekret.
6. Hidung
Bagaimana kebersihannya, adakah secret, epistaksis, adakah polip, adakah
nafas cuping hidung, pemakaian oksigen.
7. Telinga
Bentuk, hilang pendengaran, alat bantu dengar, serumen, infeksi, tinnitus
8. Mulut dan Tenggorokan
Kesulitan/ gangguan bicara, pemeriksaan gigi, warna, bau, nyeri, Kesulitan
mengunyah/ menelan, posisi trakea, benjolan di leher, pembesaran tonsil,
bagaimana keadaan vena jugularis.
9. Dada
Jantung : Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
Paru- paru : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
10. Abdomen : inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi
11. Genetalia : kebersihan daerah genital, adanya luka, tanda infeksi, bila
terpasang kateter kaji kebersihan kateter dan adanya tanda infeksi pada area
pemasangan kateter, adanya hemoroid
12. Ekstremitas atas dan bawah
a. Inspeksi kuku, kulit (warna, kebersihan, turgor, adanya edema,
keutuhan dll)
b. Capilarry refill
c. Kemampuan berfungsi (mobilitas dan keamanan) untuk semua
ekstrimitas yaitu kekuatan otot, koordinasi gerak dan keseimbangan,
penggunaan alat bantu.
d. Bila terpasang infus : kaji daerah tusukan infus, kaji tanda-tanda
infeksi pada daerah tusukan infus, adanya nyeri tekan yang
berlebihan pada daerah tusukan infus.
13. Kulit
a. Kaji kebersihan, warna, kelembaban, turgor, adanya edema
b. Bila terdapat luka maka kaji keadaan luka (kebersihan luka, adanya
jahitan, ukuran luka, adanya tanda infeksi pada luka, keadaan balutan
luka).
14. Pengkajian Nyeri
P (provokes) : Penyebab nyeri
Q (quality) : Kualitas nyeri
R (radoates) : Penyebaran nyeri
S (severety) : Keparahan nyeri
T (time) : Waktu terjadinya nyeri

Gambar 1.1 Skala nyeri


2.1.2 Pemeriksaan penunjang
1. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Tuliskan data fokus terkait penyakit pada :
1) Pemeriksaan laborat
2) Pemeriksaan Radiologi
3) dll
2. Diit yang diperoleh
3. Therapy
Analisa data
Tgl/jam Data Fokus Problem Etiologi TTD

DS:
…………………………

DO:
………………………...

2.2 Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul


(Tim Pokja SDKI PPNI, 2018):
Diagnosis 1: Gangguan Rasa Nyaman (D.0074)

2.2.1 Definisi
Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan dan sosial.
2.2.2 Batasan karakteristik
Gejala dan tanda mayor:
Subyektif
1. Mengeluh tidak nyaman
Obyektif
1. Gelisah
Gejala dan tanda minor:
Subyektif
1. Mengeluh sulit tidur
2. Tidak mampu rileks
3. Mengeluh kedinginan/kepanasan
4. Merasa gatal
5. Mengeluh mual
6. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Menunjukkan gejala stress
2. Tampak merintih/menangis
3. Pola eliminasi berubah
4. Postur tubuh berubah
5. Iritabilitas
2.2.3 Faktor yang berhubungan
1. Gejala penyakit
2. Kurang pengendalian situasi/lingkungan
3. Ketidakadekuatan sumber daya (mis. dukungan finansial, sosial dan
pengetahuan)
4. Kurangnya privasi
5. Gangguan stimulus lingkungan
6. Efek samping terapi (mis. medikasi, radiasi, kemoterapi)
7. Gangguan adaptasi kehamilan
8. Obesitas

Diagnosa 2: Nyeri Akut (D.0077)

2.2.4 Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
2.2.5 Batasan karakteristik
Gejala dan tanda mayor:
Subyektif
1. Mengeluh nyeri
Obyektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor:
Subyektif
1. Tidak ada
Obyektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
2.2.6 Faktor yang berhubungan
1. Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebih)

2.3 Perencanaan
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) dan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018):
Diagnosis 1: Gangguan Rasa Nyaman (D.0074)

2.3.1 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan


keseluruhan rasa nyaman san aman secara fisik, psikologis, spiritual, sosial,
budaya dan lingkungan meningkat (L.08064) dengan kriteria hasil: Keluhan
tidak nyaman menurun, gelisah menurun, keluhan sulit tidur menurun.
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
Intervensi Rasional
Terapi Relaksasi (I.09326)
Observasi
Identifikasi penurunan tingkat Untuk mengetahui stressor
energi, ketidakmampuan yang mengganggu
berkonsentrasi atau gejala lain kemampuan pasien dalam
yang mengganggu kemampuan berfikir
kognitif
Identifikasi teknik relaksasi Untuk mengetahui apakah
yang pernah efektif digunakan sebelumnya pasien pernah
melakukan teknik relaksasi
Identifikasi kesediaan, Untuk mengetahui
kemampuan dan penggunaan pengetahuan dan
teknik sebelumnya kemampuan pasien dalam
melakuakn teknik relaksasi
sebelumnya yang pernah di
gunakan
Periksa ketegangan otot, Untuk mengetahui tanda-
frekuensi nadi, tekanan darah, tanda vital pasien sebelum
dan suhu sebelum dan sesudah dan sesudah tindakan
latihan latihan relaksasi
Monitor respon terhadap terapi Untuk mengetahui apakah
relaksasi teknik relaksasi yang
digunakan berpengaruh
atau tidak
Terapeutik
Ciptakan lingkungan tenang Untuk memberikan
dan tanpa gangguan dengan kenyamanan pada pasien
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
Berikan informasi tertulis Supaya pasien mengetahui
tentang persiapan dan prosedur tentang persiapan dan
teknik relaksasi prosedur teknik relaksasi
Gunakan relaksasi sebagai Digunakan untuk
strategi penunjang dengan penunjang tindakan dalam
analgetik atau tindakan medis mengurangi rasa kurang
lain, jika sesuai nyaman disamping
penggunaan obat
Eduaksi
Jelaskan tujuan, manfaat, Untuk memberikan
batasan dan jenis relaksasi yang informasi tentang tujuan,
tersedia (mis. musik, meditasi manfaat dan jenis relaksasi
napas dalam, relaksasi otot yang ingin digunakan
progresif) dalam latihan
Jelaskan secara rinci intervensi Untuk memberikan
relaksasi yang dipilih informasi pada pasien
prosedur tindakan latihan
yang dipilih
Anjurkan mengambil posisi Untuk kenyamanan pasien
nyaman dalam latihan
Anjurkan sering mengulangi Untuk mengetahui
atau melatih teknik yang dipilih kemampuan mengingat
pasien setelah melakukan
latihan
Demonstrasikan dan latih Memberikan contoh teknik
teknik relaksasi (mis. napas relaksasi yang dipilih
dalam, peregangan, atau pasien untuk diajarkan
imajinasi terbimbing) kepada pasien

Diagnosis 2: Nyeri Akut (D.0077)

2.3.3 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan


pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat dan konsisten menurun (L.08066) dengan kriteria hasil:
Keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap protektif menurun, gelisah
menurun, kesulitan tidur menurun, frekuensi nadi membaik.
2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional
Intervensi Rasional
Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, Untuk mengetahui lokasi, karakteristik,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri yang dirasakan pasien
Identifikasi skala nyeri Untuk mengetahui penyebab, lokasi,
skala, kualitas, waktu nyeri yang dirasa
pasien muncul
Identifikasi respon nyeri non verbal Untuk mengetahui tanda dan gejala
obyektif yang dirasakan pasien
Identifikasi faktor yang memperberat dan Untuk mengetahui stressor yang
memperingan nyeri menyebabkan nyeri hilang timbul
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan Untuk mengetahui pengatahuan pasien
tentang nyeri
Monitor efek samping penggunaan Untuk mengetahui efek samping
analgetik penggunaan obat
Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologis untuk Untuk mengurasi rasa nyeri yang dirasa
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, pasien
hipnosis, akupresure, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat Memberikan lingkungan yang nyaman
rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pada pasien
pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur Memberikan waktu pasien untuk
beristirahat
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu Memberikan informasi pada pasien
nyeri tentang penyebab, periode dan pemicu
nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri Memberikan penjelasan pada pasien
tentang strategi meredakan nyeri
Anjurkan monitor nyeri secara mandiri Memberikan penjelasan pada pasien
untuk memonitor nyeri secara mandiri
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk Mengajarkan teknik relaksasi untuk
mengurangi nyeri mengurangi nyeri pasien
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika Untuk mengurangi nyeri yang dirasa
perlu pasien dengan cara farmakologis

III. PEMBAHASAN ASKEP GANGGUAN KEBUTUHAN


Diagnosis keperawatan diatas sejalan dengan penelitian yang dilakuka (Risnah
et al., 2019) dengan judul terapi nonfarmakologi dalam penanganan diagnosis nyeri
akut. Nyeri dapat teratasi dengan cara farmakologi dan non farmakologi yaitu teknik
relaksasi, massage, kompres, terapi musik, distraksi, guide imaginary. Teknik
nonfarmakalogi merupakan salah satu intervensi keperawatan secara mandiri untuk
mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa terapi nonfarmakologi yang efektif dalam menurunkan skala nyeri
pada pasien dengan gangguan rasa nyaman nyeri.
Diagnosis ini juga sejalan dengan penelitian (Aisyah, 2017) dengan judul
manajemen nyeri ppada pasien dengan gangguan rasa nyaman dengan pendekatan non
farmakologis. Nyeri merupakan masalah umum yang terjadi pada pasien yang masuk
klinik maupun rumah sakit. Analgesik secara kontinyu merupakan terapi utama dalam
penetalaksanaan nyeri. Walaupun nyeri ditangani dengan obat-obatan, beberapa teknik
non farmakologi juga dapat membantu mengendalikan nyeri. Teknik-teknik relaksasi
ini pada umumnya aman tearsedia dengan mudah dan dapat dilakukan dirumah atau
dalam lingkungan fasilitas perawatan akut. Penanganan nyeri pada pasien dengan
gangguan kebutuhan rasa nyaman dengan metode non farmakologi telah terbukti dapat
membantu menurunkan nyeri dan efek samping yang ditimbulkan kecil. Sehingga
terapi non farmakologi sangat disarankan dalam menurunkan intensitas nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S. (2017). Manajemen Nyeri Pada Pasien Dengan Gngguan Rasa Nyaman Dengan
Terapi Non Farmakologis. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 1, 2.
Aulia, R., & Ahmad, F. (2019). Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri). EGC.
Bachrudin, M. (2017). Patofisiologi Nyeri (Pain). Jurnal Gema Keperawatan, 13, 7.
Ni Putu Wardani. (2019). Manajemen Nyeri Akut. Jurnal Keperawatan, 6, 9.
Risnah, HR, R., Ulfa, M., & Irwan, M. (2019). Terapi Non Farmakologi Dalam Penanganan
Diagnosis Nyeri Akut. Jurnal of Islamic Nursing, 4, 2.
Septiani, L., & Ruhyana. (2015). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Stikes Aisyiyah Yogyakarta, V, 8.
Tim Pokja SDKI PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Ke-1). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Ke-1). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Ke-1). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai