Anda di halaman 1dari 2

RESENSI NOVEL MENUNGGU BEDUK BERBUNYI

A. Identitas Buku
Judul : Menunggu Beduk Berbunyi
Penulis : HAMKA
Penerbit : Gema Insani
Tahun : 2017
Jumlah Halaman : 118
ISBN : 978 605 250 385 9

B.Sinopsis

Merupakan gabungan dua kisah yang berjudul “Dijemput Mamak” dan “Menunggu Beduk
Berbunyi.

Seperti yang Kita lihat Buku ini sama-sama Mengisahkan Tentang Keadan Ekonomi yang
Membuat Tokoh Tidak Memiliki Pilihan Lain Selain Pasrah Dengan Kehidupannya.
Pada BAB “Dijemput Mamak”
Tokoh Musa dengan Rahmah yang hidup dengan himpitan ekonomi. Musa yang tidak tahan
dengan sindiran Pambayan dan saudara istrinya, hinggga ia memutuskan membawa Rahmah
pergi merantau.
Kehidupan susah dirantau membuat mamak dan keluarga Rahmah kecewa. Rahmah terpaksa
mengikuti keinginan mamaknya untuk pulang kampung. Dan pada akhirnya Musa
mengikhlaskan istri dan anaknya pulang ke kampung karena kehidupan yang serba susah,
sedangakan di kampung Rahmah tergolong keluarga yang memliki banyak harta pusaka.

Pada BAB “Menunggu Beduk Berbunyi”


Tokoh Tuan Syarif yang Terpaksa Berkerja dengan Orang Belanda Sehingga Termasuk
Kepada Kaum Federal yang dibenci Oleh Pejuang Kemerdekaan.
Tokoh tuan Syarif yang tidak ada pilihan lain dalam mencari perkerjaan selain berkerja
dengan orang-orang Belanda.
Dalam menunggu beduk berbunyi, digambarkan masyarakat Indonesia pada masa revolusi
yang terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu kaum feodal, kaum republiken, dan kaum
federalis. Masa ini merupakan masa transisi Indonesia yang masih mencari bentuk negara dan
jati diri bangsa.
Kelebihan buku ini, HAMKA berhasil menyampaikan pandangan tentang adat minagkabau
tanpa mengkritik dengan pedas dan tidak terkesan mengurui.
Zaman dahulu tidak sama dengan zaman sekarang. Hal ini terdapat dalam nasihat tokoh aku
kepada Musa pada halaman 43. " Aku lanjut berkata " Musa, orang dulu, mereka sampai hati
meninggalkan anak istrinya di kampung dan pergi merantau jauh- jauh. (...) Tetapi hidup
seperti ini kian tercecer ditinggalkan zaman. Dahulu sawah ladang cukup, harta benda cukup.
Mamak boleh menanggung belanja hidup anak kemenakannya dan suami hanya sebagai
orang semenda (...)"
Jika kita tilik dengan kehidupan sekarang, banyak anak.muda yang tak lagi fokus untuk terjun
langsung ke sawah dan ke ladang. Terutama bagi mereka yang hidup dir rantau, tentu saja
sawah dan ladang bukan lagi mata pencaharian utama bagi mereka.
Selain itu, melalui kisah ini. Hamka juga seolah ingin memberikan kritikan akan konsep
Mamak kemenakan. Kisah Musa dan Rahmah seolah menepis bahwa Rahma adalah tanggung
jawab Musa. Inilah fenomena yang kurang tepat. Dalam Agama, Rahmah berhak bertahan
dengan suaminya, karena sesungguhnya Rahamah adalah tanggunng jawab Musa, bukan
Mamaknya.

Anda mungkin juga menyukai