Anda di halaman 1dari 2

Literasi Madrasah Tantangan Orientasi Konsep Dan Upaya Kependidikan Dari Masa Ke

Masa
humaslp3 weeks agoLearning, Opini
“Musuh terbesar dari ilmu pengetahuan adalah mengetahuinya” John C. Maxwell

MzIzzyBq. Senin 9 November 2022

Kegiatan Khotmil Qur’an dan pembinaan di LP Ma’arif kabupaten malang rutin


dilaksanakan setiap bulan di gedung LP Ma’arif Kabupaten. Setiap bulan disini
bergantian kecamatan yang hadir untuk mengaji dan mendengarkan wejanga bimbingan
dari tokoh yang diundang. Sabtu 5 Oktober 2022 lalu Kami melaksnakan acara itu dan
pembinaan disampaikan oleh Drs. K.H. Imam Ma’ruf dari Kepanjen Malang.

Beliau tokoh yang pandai menganalisi dan menyampaikan secara runtun dan lugas,
maklumlah beliau juga mendalami Bahasa dan Sastra Indonesia. KH Imam Ma’ruf
mengajak audiens untuk menganalisis berbagai problematik dan mengajak melakukan
upaya pendidikan dengan pola metodologi pendidikan yang diajarkan oleh
Hadratussyaikh K Hasyim Asy’ari KH. Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adab al-‘Alim wa al-
Muta’allim untuk diterapkan di madrasah-madrasah khususnya madrasah formal di
Kabupaten Malang.

Semenjak saya di LP Ma’rif Kabuapetn Malang. Selain memang Saya juga adalah bagain
terkecil dari madrasah. Saya berpikir untuk menelusuri kembali tentang Madrasah
khususnya di daerah saya dan dinamika problematik, sejarah, dan perkembangan
madrasah hingga orientasi konsep dan upaya kependidikan para tokoh pendidikan Islam
untuk memunculkan kembali masa keemasan yang pernah diraih.

Menelisik dari karya Ulama Tarbiyah kita Prof. Dr. K.H. Muhammad Tolhah Hasan yang
juga salah satu sahabat dari Presiden RI ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid, bahwa dari
sekian banyak madrasah yang termasuk awal berdirinya di Nusantara diantaranya
adalah madrasah yang didirikan oleh Syeikh Amrullah Ahmad di Padang tahun 1909 M,
oleh K.H. Ahmad Dahlan Yogyakarta tahun 1912 M, oleh K.H. Abdul Wahab Hasbullah di
Surabaya tahun 1914 M, oleh Rangkayo Rahmah Al-Yunusiyah di Padang Panjang tahun
1915 M, oleh K.H. Hasyim Asy’ari di Jombang tahun 1919 M, oleh K.H. Masykur di
Malang tahun 1922 M, oleh Engku Zainuddin Labay di Padang Panjang tahun 1923 M,
oleh tengku Daud Beureueh di Blang Paseh-Sigli Aceh tahun 1930 M, oleh Raja Bone
Andi Mappajukki di Watampone (Madrasah Amariah Islamiyah) tahun 1933 M, dan
madrasah as-Sulthaniyah di Sambas Kalimantan Barat tahun 1922 M, dan masih banyak
lagi lainnya.

Nah, dari sejarah tersebut terlihat bahwa Malang memiliki sejarah yang kuat dalam
membangun pendidikan di Indonesia bahkan dalam perjuangan untuk merdeka. Untuk
sejarah perjuangan membangun madrasah di Malang contohnya, dulu K.H. Masykur pada
waktu memulai membuka madrasah di Singosari, setiap pagi Beliau disuruh menghadap
ke kantor Wedono (Pembantu Bupati) bahkan tidak jarang harus menunggu lama. Wedono
atau yang mewakili akan memeriksa mata pelajaran apa saja yang akan diberikan hari
itu. Kalau sekiranya ada perihal yang kurang berkenan, maka pelajaran itu harus
dibuang dan tidak diajarkan. Bahkan, setiap ada tambahan murid baru, haruslah
dilaporkan dan dijelaskan siapa orang tuanya dan berasal dari mana. Apabila mata
pelajaran itu berbahasa Arab, kosa kata yang tidak dipahami artinya harus
dijelaskan secara jelas maksudnya.

Menuju madrasah masa kontemporer tentunya dinamika tantangan yang dihadapi madrasah
mulai bergeser. Salah satunya adalah tantangan orientasi konsep dan upaya
kependidikan di zaman global. Merunut ketika Jatuhnya Granada di Andalusia 1492 M,
jatuhnya Baghdad 1258 M, masa di mana setelah abad ke-a3 M perkembangan kekuasaan
dan peradaban Islam di dunia mengalami kemunduran.

Kemudian, memasuki abad ke-20 dunia diguncangkan dengan kebangkitan Islam dan
gerakan pembaruan dengan munculnya tokoh-tokoh seperti Jamaluddin Al-Afghani,
Muhammad Abduh, rasyid Ridlo, Syakib Arsalan, Ali Mubarak, Muhammad Iqbal. Disusul
dengan munculnya pemikir Islam kontemporer seperti Hasan Al-Banna, Muhammad Quthub,
Abul A’la Al-Maududy, Abul hasan An-Nadwy, Ahmad Syalaby, Umar Muhammad At-Taumy
As-Syaibany, Muhammad Athiyah Al-Abrasy, Ahmad Wahid hasyim, Muhammad Yunus dan
lainnya. Di mana para tokoh bertujuan kembali untuk membangun kembali masa kejayaan
pendidikan Islam dengan visi dan pendekatan berbeda-beda.

Pertama, kelompok yang berpandangan untuk menggali dasar-dasar pendidikan Islam


darikhazanah Islam sendiri, tidak perlu mengadopsi konsep-konsep pendidikan Barat,
ini disebabkan jiwa dan karakter prndidikan Islam sangat religius dan moralis, dan
berbeda dengan jiwa serta karakter pendidikan Barat yang sekuler dan meterialis.

Kedua, kelompok yang tetap berakar kepada ajaran Islam dan nilai-nilainya, namun
dalam banyak hal yang menyangkut proses pendidikan, seperti dalam metodologi
pembelajaran, manajemen pendidikan, teknologi pendidikan agar dapat memanfaatkan
pengalaman dan kemajuan yang dicapai oleh pakar-pakar dari bangsa-bangsa mana saja
baik dari Bangsa Barat ataupun Timur.

Ketiga, kelompok yang ingin lebih pragmatis yakni dengan mengikuti sistm bangsa-
bangsa yang saat ini sudah maju pesat, terutama dari bangsa Barat, baik dari konsep
pembelajaran, metodologi, teknologi, mamanjeman, sistem rekrutmen dan evaluasi,
ditambah dengan pokok-pokok ilmu ke-Islaman (pendidikan agama). Hal ini disebabkan
karena mereka menilai bahwa pakar pendidikan Islam sendiri belum dapat menyiapkan
konsep-konsep pendidikan yang utuh, yang sesuai dengan perkembangan sosio-kultural
yang menguasai kehidupan revolusi industri saat ini, dan belum siap bersaing dengan
bangsa lain khususnya dalam bidang pendidikan. Pertanyaannya adalah, selanjutnya
akan kita laksanakan paradigm yang mana?

Madrasah sebagai lembaga dan sstem pendidikan Islam memiliki karakter yang unik dan
spesifik bila dibandingkan dengan lembaga pendidikan non madrasah. Seperti yang
disampaikan oleh Husni Rahim tentang karakter madrasah yaitu: pertama, karakter
Islami, Madrasah mencerminkan identitas ke_Islaman dalam kurikulum dan proses
belajarnya. Kedua, karakter populis. Madrasah selalu lahir dan berkembang dengan
dukungan masyarakat serta bersifat terbuka bagi semua lapisan masyarakat. Ketiga,
karakter keragaman, madrasah menunjukkan adanya watak fleksibilitas dalam
pelaksanaan pendidikan. Dan keempat, karakter mandiri, bahwa mayoritas madrasah di
Indonesia adalah swasta, tantangan seperti gedung, guru pengajar, biaya
operasional, sarana prasaran dan lainnya ditanggung oleh pendiri bersama
masyarakat.

Di waktu yang berbeda, Prof. Dr. K.H. Imam Suprayogo dalam Buku Menghidupkan Jiwa
Ilmu menyampaikan tantangan pendidikan dalam kemajuan pendidikan Islam di madrasah
dianalisi dari sisi guru khususnya di madrasah, yaitu: Pertama, gurumerasakan bahwa
selama ini terlalu terjadi perubahan kebijakan. Kedua, guru merasakan bahwa
kebebasan dan kemerdekaannya kurang mendapatkan perhatian. Ketiga, guru merasakan
sering adanya manipulasi dan bahkan kebohongan yang terjadi di dunia pendidikan.
Keempat, guru juga merasakan bahwa pendidikan sekarang dijalankan dengan orientasi
pada sikap formalisme yang berlebihan.

Sejarah madrasah yang begitu komples dengan membawa visi pendidikan Islam diikuti
dengan tantangan perjuangan dengan beragam dinamika. Perlu kiranya terus disupport
dalam mebangun intelektual, emosional, sosial sampai kepada kedalaman spiritual.
Mungkin begitulah kiranya, begitulah adanya.

Wallahu a’lam

Penulis: Muhammad Masykur Izzy Baiquni

Anda mungkin juga menyukai