Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH IMPLEMENTASI SYARIAH (IMAN DAN TAQWA) DALAM

KEHIDUPAN SEHARI
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh Kelompok 3 :

1. Az Zahrah Aulia Putri (01021282126065)


2. Jihan Rizky Cahyati (01021182126022)
3. M. Rizky Syahputra (01021182126006)
4. Taruna Yuzardi (01021282126048)

Dosen Pengampu:
Endang Switri, M.Pd.I

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
semua limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Implementasi Syariah (Iman dan Taqwa) dalam
Kehidupan Sehari-hari”.

Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Endang Switri, Mp.Pd.I selaku dosen
Pendidikan Agama Islam, atas bimbingannya dalam pengajarannya. Semoga beliau
senantiasa diberi kesehatan selalu dan kepada orang tua kami untuk dukungannya dalam
pembuatan makalah ini.

Harapan kami semoga pembahasan ini dapat bermanfaat sebagai salah satu pedoman
bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman, sehingga senantiasa kami dapat
memperbaiki bentuk atapun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Kami tahu bahwasanya masih banyak kekurangan yang terkandung di dalamnya. Oleh
sebab itu, dengan penuh kerendahan hati, kami berharap kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran demi lebih memperbaiki makalah ini. Terima kasih.

Palembang, 19 September 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................1
12.1Latar Belakang.........................................................................................................................1
12.2Rumusan Masalah....................................................................................................................2
12.3Tujuan.......................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................3
2.1 Konsep Syariah.........................................................................................................................3
2.1.1 PENGERTIAN IMAN DAN TAQWA SECARA UMUM..................................................3
2.1.2 CIRI-CIRI ORANG BERIMAN DAN BERTAQWA.........................................................5
2.1.3 IBADAH MAHDHOH DAN GHOIR MAHDHOH............................................................9
2.1.4 KONSEP MAQASHIDUS SYARIAH..............................................................................10
2.2 Penerapan Syariah..................................................................................................................13
2.2.1 IMPLEMENTASI SYARIAH DALAM KEHIDUPAN SEHRAI-HARI..........................13
2.2.2 DAMPAK MELANGGAR SYARIAH.............................................................................13
2.2.3 CARA MENINGKATKAN IMAN DAN TAQWA..........................................................14
2.2.4 MANFAAT MEMILIKI IMAN DAN TAQWA.........................................................15

BAB III PENUTUP...........................................................................................................................16


3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................16
3.2 Saran........................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak terlepas dari iman dan taqwa untuk mencapai tujuannya
yaitu mencapai ridho Allah SWT. Berbicara keimanan berarti sangat berhubungan dengan
aqidah manusia. Terkait dengan aqidah, iman mengandung makna al-tashdiq yakni
pembenaran terhadap suatu hal, yang tidak dapat dipaksakan oleh siapapun karena iman
terletak dalam hati yang hanya dapat dikenali secara pribadi. Begitu juga dengan ketaqwaan
manusia harus ditanamkan dalam pribadi seseorang sehingga akan mudah dalam setiap
urusannya. Sementara taqwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Oleh karena itu, iman dan taqwa (Imtaq) merupakan dua kata yang selalu
beriringan terhadap kehidupan manusia, khususnya yang beragama Islam. Di dalam iman
dan taqwa ini akan diperhitungkan semua amal-amalan manusia hidup selama di dunia.
Namun pada realitanya, orang-orang sering mengabaikan kedua istilah tersebut, sehingga
tidak terlalu peduli akan pentingnya iman dan taqwa seseorang. Dengan seperti ini,
seseorang akan menjadi karakter dan perilaku yang akan mengiringi kehidupan manusia
saat ini. Melihat situasi saat ini, tantangan begitu meningkat seiring dengan munculnya
perkembangan teknologi. Meskipun sebagian manusia bisa memaksimalkan teknologi
tersebut ke arah yang bermanfaat, namun di sisi lain dengan munculnya teknologi akan
semakin berkurang dalam menanamkan keimanan dan ketaqwaan seseorang.
Di saat kita manusia tidak bisa menyelesaikan atau mengatasi persoalan hidup, itu
pasti lebih memilih lari dari masalah tersebut dan melakukan hal-hal yang menyimpang,
bahkan tidak sedikit dari mereka yang melakukan bunuh diri gara-gara tidak bisa mengatasi
persoalan kehidupan, padahal yang diharapkan adalah husnul khatimah. Oleh karena itu,
iman dan taqwa itu mengambil perannya sebagai jalan keluar atau solusi untuk
menyelesaikan masalah kehidupan tersebut. Ketika seseorang telah bisa memahami dan
menerapkan konsep dari iman dan taqwa tersebut ke dalam kehidupannya, maka ia dapat

1
2

mengatasi permasalahan hidupnya dengan sebaik mungkin. Perbicangan mengenai konsep


iman dan taqwa menurut tiap-tiap aliran teologi Islam, seperti yang banyak terlihat di
berbagai literatur Ilmu Kalam, acapkali lebih dititikberatkan pada satu aspek saja dari dua
term, yaitu iman dan kebalikannya yaitu kufur. Ini dapat dipahami sebab kesimpulan
tentang konsep iman bila dilihat kebalikannya juga berarti kesimpulan tentang konsep
kufur.
Berdasarkan fenomena di atas, penting untuk meneliti tentang bagaimana
pembinaan iman dan taqwa dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kami memberi
judul penelitian ini dengan judul “Implementasi Syariah (Iman dan Taqwa) dalam
Kehidupan sehari-hari.” Untuk mengenal lebih dalam, makalah ini akan mencoba untuk
mengulas sebaik-baiknya dengan menggali dari berbagai referensi yang ada.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Iman dan Taqwa?
2. Bagaimana ciri-ciri dari orang yang beriman dan bertaqwa?
3. Apa itu ibadah Mahdhoh dan Ghoir Mahdhoh?
4. Bagaimana konsep tentang Maqashidus Syariah?
5. Bagaimana cara meningkatkan iman dan taqwa kita?
6. Apa manfaat memiliki Iman dan Taqwa untuk diri kita?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memahami pengertian dari iman dan taqwa baik secara umum maupun
menurut para ahli
2. Untuk mengetahui ciri-ciri orang yang beriman dan bertaqwa
3. Agar mengenal pengertian dari ibadah Mahdhoh dan Ghoir Mahdhoh
4. Supaya kita mengetahui konsep Maqashidus Syariah
5. Agar kita mengetahui cara meningkatkan iman dan taqwa kita
6. Untuk mengenal manfaat iman dan taqwa dalam diri manusia
2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Syariah (Iman dan Taqwa)


2.1.1 PENGERTIAN IMAN DAN TAQWA SECARA UMUM

Istilah Iman (bahasa Arab:‫ان‬BB‫ )اإليم‬secara etimologis berarti 'percaya'. Perkataan


iman (‫ )إيمان‬diambil dari kata kerja 'aamana' (‫ )أمن‬-- yukminu' (‫ )يؤمن‬yang berarti 'percaya'
atau 'membenarkan'. Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan
secara istilah syar’i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan
dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan
maksiat".
Iman secara umum berarti kepercayaan (yang berkenaan dengan agama),
keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, nabi, kitab, dan sebagainya. Iman diyakini
dalam hati, yaitu dengan mempercayai dan meyakini dengan sepenuh hati adanya alam
semesta dan segala isinya. Membicarakan keimanan berarti membicarakan persoalan
akidah dalam Islam. Pengertian akidah (aqidah dalam bahasa Arab) secara etimologi
adalah kepercayaan. Dalam bahasa Indonesia akidah atau iman adalah kepercayaan atau
keyakinan. Akidah dalam pengertian terminologi adalah iman, keyakinan yang menjadi
pegangan hidup bagi setiap pemeluk agama Islam. Oleh karena itu, akidah selalu
ditautkan dengan rukun iman atau arkan al-iman yang merupakan asas bagi ajaran Islam.
Takwa (taqwa) berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang berarti memelihara,
yakni menjaga diri supaya selamat dunia dan akhirat. Kata Waqa juga memiliki makna
melindungi sesuatu, yaitu usaha berlindung dari berbagai hal yang membahayakan dan
merugikan. Taqwa dalam pengertian etimologi adalah pemeliharaan. Taqwa dalam
pengertian terminologi merupakan iman yang sudah ada di dalam diri setiap muslim yang
terpelihara hingga tercapai tujuan hidupnya, yaitu mengabdi kepada Tuhan. Pengabdian
itulah yang mewujudkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.. Menurut bahasa, takwa
berasal dari bahasa Arab yang berarti memelihara diri dari siksaan Allah SWT, yaitu
dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (Imtitsalu
awamirillah wajtinabu nawahihi).

3
3
4

Taqwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.


Perintah Tuhan berkaitan dengan perbuatan baik, sedangkan larangan Tuhan berkaitan
dengan perbuatan tidak baik. Dengan demikian, orang bertaqwa adalah orang yang
melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang berbuat
baik dan jauh dari perbuatan tidak baik. Inilah yang dimaksud ajaran amar ma’ruf dan
nahi mungkar, mengajak orang kepada kebaikan dan mencegah kepada perbuatan tidak
baik. Tegasnya orang yang bertaqwa adalah orang yang berakhlak mulia

Dalam Al-Quran adapula pengertian Taqwa salah satunya terdapat pada QS Al


Hujurat ayat 13 :

‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا َخلَ ْق ٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّواُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم ُشعُوْ بًا َّوقَبَ ۤا ِٕى َل لِتَ َعا َرفُوْ ا ۚ اِ َّن اَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هّٰللا ِ اَ ْت ٰقى ُك ْم ۗاِ َّن هّٰللا َ َعلِ ْي ٌم‬
‫خَ بِ ْي ٌر‬

Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa taqwa dipahami sebagai yang terbaik


menunaikan kewajiban-Nya. Maka manusia yang paling mulia dalam pandangan Allah
SWT adalah yang terbaik dalam menjalankan perintah dan menjauhi segala larangan-
Nya. Agama Islam mengajarkan kepada umat manusia untuk saling memahami dan
mengenal satu sama lain untuk mendapatkan rahmat dan kasih sayang.
Apabila manusia sudah bertaqwa kepada Allah SWT berarti manusia itu sudah
memupuk imannya. Oleh karena itu, kepercayaan akan adanya Allah SWT akan
membentuk sikap hidup manusia menjadi memiliki perilaku hidup yang berkarakteristik
sifat-sifat terpuji, baik terpuji bagi Allah SWT maupun sesama manusia dan makhluk
lainnya.
Ibnu Katsir mengutip riwayat ibnu Hatim, bahwa Abdullah Ibnu Mas’ud berkenaan
dengan maksud ayat : ”Ittaqullaha haqqa tukatih” berkata: Allah itu ditaati dan jangan
4

dimaksiati, diingat jangan dilupakan, disyukuri jangan diingkari (Ibnu Katsir, Bairut,
5

1981:388). Penafsiran seperti ini sama dengan pendapat Ibnu Abbas dalam tafsir Ibnu Jarir
At-Thabari, (Fairuzzabady tt.;43). Dalam riwayat Ali ibnu Abi Thalhah, Ibnu Abbas
berkata tentang maksud ayat haqqa tuqatih: yaitu hendaklah kamu berjihad di jalan Allah
dengan jihad yang sebenarnya, jangan hiraukan para pencela perjuangan kamu menuju
Allah, tegakkan keadilan walau terhadap diri, orang tua atau anak kalian. (Fairuzzabady, tt,
43)
Dr. Quraisyi shihab setelah mengkaji beberapa pendapat mengatakan bahwa taqwa
pada dasarnya bersumber dari rasa takut, namun dapat meningkat dan meningkat sehingga
mencapai puncaknya sebagaimana yang dimiliki oleh para Nabi, dan oleh karena itu para
nabipun diberi predikat orang-orang bertaqwa (Dr. Quraisyi Shihab, Jakarta, 1992:59). Para
ulama Mutaakhir memandang taqwa sebagai “Kesadaran Ketuhanan”, yaitu kesadaran
tentang adanya Tuhan yang maha hadir dalam setiap saat perjalanan hidup manusia

2.1.2 CIRI-CIRI ORANG BERIMAN DAN BERTAQWA


Setiap insan memiliki ruh rabbaniyah yang melahirkan keimanan kepada Allah SWT,
dengan ruh itu pula manusia bisa sampai kepada Allah. Namun karena manusia memiliki
kadar kemampuan yang berbeda dalam mengaktualisasikan sehingga bisa saja masing-
masing orang mengatakan saya beriman, akan tetapi menurut Allah tidak. Hal ini dapat
dilihat dalam QS. Al-Baqarah ayat 8-9:

‫وْ ا ۚ َو َما‬BBBُ‫ر َو َما هُ ْم يُخٰ ِد ُعوْ نَ هّٰللا َ َوالَّ ِذ ْينَ ٰا َمن‬BBB ْ ِ‫وْ ُل ٰا َمنَّا بِاهّٰلل ِ َوب‬BBBُ‫اس َم ْن يَّق‬
ِ ‫اليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ‬BBB ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
َ‫يَ ْخ َد ُعوْ نَ آِاَّل اَ ْنفُ َسهُ ْم َو َما يَ ْش ُعرُوْ ۗنَبِ ُمْؤ ِمنِ ْي ۘن‬
Artinya : “Dan di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan
hari akhir,” padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang
beriman. Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal
mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari.”
Untuk itu ada beberapa indikator atau ciri-ciri orang beriman sebagaimana terdapat
dalam QS. Al-Mu’minun ayat 1-11:
َ ‫قَ ْد اَ ْفلَ َح ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ ۙ الَّ ِذ ْينَ هُ ْم فِ ْي‬
‫وْ نَ ۙ هُ ْم لِل َّزكٰ و ِة‬BBُ‫م ٰحفِظ‬Bْ ‫م ٰخ ِشعُوْ نَ َوالَّ ِذ ْينَ َوالَّ ِذ ْينَ هُ ْم لِفُرُوْ ِج ِه‬Bْ ‫صاَل تِ ِه‬
ْ ‫وْ نَ ۙ اِاَّل ع َٰلٓى اَ ْز َوا ِج ِه ْم اَوْ َما َملَ َك‬B‫ض‬
‫وْ ِم ْي ۚنَ فَ َم ِن‬BBُ‫ ُر َمل‬B‫م َغ ْي‬Bُْ‫اِنَّه‬Bَ‫انُهُ ْم ف‬BB‫ت اَ ْي َم‬ ِ ‫ٰف ِعلُوْ نَ ۙ َوالَّ ِذ ْينَ هُ ْم َع ِن اللَّ ْغ ِو ُمع‬
ُ ‫ْر‬
ٰۤ ُ
‫لَ ٰوتِ ِه ْم‬BB‫ص‬ َ ‫وْ نَ ۙ َوالَّ ِذ ْينَ هُ ْم ع َٰلى‬BB‫ ِد ِه ْم َرا ُع‬BBْ‫ا ُدوْ نَ ۚ َوالَّ ِذ ْينَ هُ ْم اِل َمٰ ٰنتِ ِه ْم َو َعه‬BB‫ك هُ ُم ْال َع‬
Bَ ‫ول ِٕى‬ ‫كَ فَا‬BBِ‫ا ْبت َٰغى َو َر ۤا َء ٰذل‬
‫‪5‬‬

‫ُ ٰۤ‬
‫ك هُ ُم ْال ٰو ِرثُوْ نَ ۙ الَّ ِذ ْينَ يَ ِرثُوْ نَ ْالفِرْ دَوْ ۗ َ‬
‫س هُ ْم فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ نَ‬ ‫ول ِٕى َ‬ ‫ي َُحافِظُوْ نَ ۘ ا‬
6

Artinya : “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam
salatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang
tidak berguna, dan orang yang menunaikan zakat, dan orang yang memelihara
kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka
miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa mencari di
balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui
batas. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan
janjinya, serta orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang yang akan
mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa indikator atau ciri-ciri orang beriman itu adalah

orang-orang yang khusyu’ dalam shalat. Shalat itu memang mudah diamalkan, akan tetapi

sayang sekali banyak orang shalat tetapi kemaksiatan tetap saja dijalankan. Hal itu

disebabkan orang tersebut lalai di dalam shalatnya. Bagi orang tersebut bukanlah pahala

dan kebahagiaan yang didapatkannya tetapi justru dia akan mendapatkan celaka. Di

samping itu, indikator atau ciri-ciri selanjutnya adalah menjauhkan diri dari perbuatan dan

perkataan yang tiada berguna, menunaikan zakat, menjaga kemaluan, kecuali terhadap istri-

istri mereka atau budak yang mereka miliki dan orang-orang yang memelihara amanat-

amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, serta orang-orang yang memelihara

sembahyangnya.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan indikator atau ciri-ciri orang beriman

yaitu : shalat khusyu’, menjauhkan diri dari perbuatan yang tiada berguna, menunaikan

zakat, menjaga kemaluan dan memelihara amanat atau janji.

Dr. Quraisyi Shihab berkata bersama ulama-ulama tafsir mengatakan ungkapan kata
yakni “siksa dan hukuman” sehingga maksud kata-kata tersebut adalah hindarilah siksa
atau hukuman kepada Allah. Menjauhi siksa dan hukuman Allah sudah barang tentu
dengan cara menghindari apa yang dilarangnya dan mematuhi perintahnya. Dr. Quraisyi
shihab setelah mengkaji beberapa pendapat mengatakan bahwa taqwa pada dasarnya
6

bersumber dari rasa takut, namun dapat meningkat dan meningkat sehingga mencapai
puncaknya sebagaimana
7

yang dimiliki oleh para Nabi, dan oleh karena itu para nabipun diberi predikat orang-orang
bertaqwa (Dr. Quraisyi Shihab, Jakarta, 1992:59).
Para ulama Mutaakhir memandang taqwa sebagai “Kesadaran Ketuhanan”, yaitu
kesadaran tentang adanya Tuhan yang maha hadir dalam setiap saat perjalanan hidup
manusia. Penegasan bahwa Allah maha khabir, maha awas, maha mengetahui apa saja yang
dilakukan. Kesadara bahwa Allah maha awas (mengetahui) dan hadir dalam kehidupan kita
sampai pada keyakinan bahwa: tak ada jalan untuk menghindar dari Tuhan dari penglihatan
dan pengawasannya. Kesadaran ini yang mendorong kita untuk menjauhi larangannnya,
mengetahui perintahnya, dan senantiasa berjalan menempuh kehidupan yang lurus, seraya
menjauhi diri dari segala kejahatan dan kesesatan yang justru merugikan diri manusia
sendiri.
Pada QS Al-Baqarah ayat 2-5 terdapat penjelasan tentang ciri-ciri orang yang
bertaqwa, yakni:

‫ َو ِم َّما‬Bَ‫ب َويُقِ ْي ُموْ نَ الص َّٰلوة‬ َ ‫ٰذلِكَ ْال ِك ٰتبُ اَل َري‬
ِ ‫ْب ۛ فِ ْي ِه ۛ هُدًى لِّ ْل ُمتَّقِ ْي ۙنَ الَّ ِذ ْينَ يُْؤ ِمنُوْ نَ بِ ْال َغ ْي‬
َ‫ك ۚ َوبِااْل ٰ ِخ َر ِة هُ ْم يُوْ قِنُوْ ۗن‬ َ ِ‫َرزَ ْق ٰنهُ ْم يُ ْنفِقُوْ نَ ۙ َوالَّ ِذ ْينَ يُْؤ ِمنُوْ نَ بِ َمٓا اُ ْن ِز َل اِلَ ْيكَ َو َمٓا اُ ْن ِز َل ِم ْن قَ ْبل‬
ٰۤ ُ ٰۤ ُ
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬ َ ‫ول ِٕى‬ ‫ك ع َٰلى هُدًى ِّم ْن َّربِّ ِه ْم ۙ َوا‬ َ ‫ول ِٕى‬ ‫ا‬
Artinya : “ Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan
menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, dan mereka yang
beriman kepada (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab)
yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat.
Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang
yang beruntung.”

Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa ciri-ciri orang yang bertaqwa adalah:
a. Beriman kepada yang ghaib (Allah SWT, malaikat-malaikat dan hari akhir.
b. Mendirikan shalat, dan membelanjakan hartanya di jalan Allah.
c. Beriman kepada kitab-kitab Allah.
7
8

Kemudian di dalam Al qur’an surat Ali Imran ayat 136 disebutkan bahwa ciri-ciri
orang yang bertaqwa itu adalah:
a. Orang yang selalu menuju kepada ampunan Allah.
b. Suka menginfakkan sebagian rezeki yang diberikan Allah kepadanya, baik di waktu
lapang ataupun di waktu sempit.
c. Sanggup menahan amarahnya.
d. Memaafkan kesalahan orang lain, berbuat baik, jujur.
e. Apabila berbuat kesalahan, keji dan menganiaya diri sendiri, segera bertaubat dan
mengingat Allah,dan tidak lagi meneruskan perbuatan keji ataupun kesalahan-
kesalahan lainnya.

Ada lagi beberapa kriteria/ciri-ciri orang yang bertaqwa yang disebutkan didalam Al
Qur’an, yaitu:
a. Ali Imran Ayat 76, Barangsiapa menepati janjinya, maka Tuhan menyukai orang-orang
yang bertaqwa.
b. Al Maidah Ayat 8, Tegakkanlah keadilan, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.
c. Al Baqarah ayat 273, Kalau kamu memaafkan, maaf itu lebih dekat kepada taqwa.
d. At Taubah ayat 7, Selama mereka bersifat lurus kepadamu, hendaklah kamu bersikap
teguh hati (istiqamah) kepada mereka, sesungguhnya Tuhan itu menyukai orang-orang
yang taqwa.
e. Ali Imran ayat 200, Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetap bersiap siaga, dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu
beruntung.

Taqwa adalah puncak kehidupan Ibadah, yang selalu dicari oleh setiap muslim.
Tuhan selalu mendorong manusia untuk mencapai tingkatan itu dan berusaha
mempertahankannya setelah mendapatkannya. Sebab taqwa itu akan menanamkan akhlak
mulia, yang efeknya bukan saja untuk menyelamatkan diri sendiri tapi juga untuk seluruh
ummat manusia dimanapun ia berada.
9

2.1.3 IBADAH MAHDHOH DAN GHOIR MAHDHOH


Sebagai ummat beragama, kita tentu memiliki aktivitas keagamaan sesuai
kepercayaannya, yang sering kita sebut dengan istilah Ibadah. Jika dilihat dari KBBI,
Ibadah merupakan perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah SWT yang didasari
ketaatan untuk mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Pengertian ibadah juga dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah dalam Al-‘Ubudiyyah:
‫ واألعمال ْالبَا ِطنَة َوالظَّا ِه َرة‬B‫ْال ِعبَادَة ِه َي اسْم َجامع لكل َما ي ُِحبهُ هللا ويرضاه من اَأْل ْق َوال‬
Artinya : “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup semua yang Allah cintai dan Allah
ridhai, baik ucapan atau perbuatan, yang lahir (tampak, bisa dilihat) maupun yang
batin (tidak tampak, tidak bisa dilihat).” (Al-‘Ubudiyyah, halaman 44)

Di dalam Islam sendiri terdapat berbagai macam ibadah yang dilakukan oleh kita sebagai
umat muslim. Ibadah juga dibagi atau dikelompokkan berdasarkan banyak hal. Yang umum kita
dengar adalah pengelompokkan antara Ibadah Mahdhoh dan Ghairo Mahdhoh.
Secara umum, Mahdhoh memiliki arti murni atau tidak bercampur. Sedangkan Ghairo
Mahdhoh berarti tidak murni atau tercampur dengan yang lain. ada beberapa pandangan terkait
ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah. Namun, umumnya ummat Islam memahami bahwa ibadah
Mahdhoh adalah ibadah yang tidak dapat diwakilkan oleh orang lain, sedangkan ibadah Ghairo
Mahdhoh adalah ibadah yang dapat diwakilkan oleh orang lain.
Menurut Syekh Muhammad al-Ghazali, ibadah mahdhoh adalah segala bentuk aktivitas
yang cara, waktu, atau kadarnya telah ditetapkan Allah SWT dan Rasulullah SAW. Kita tidak
mengetahui tentang ibadah ini kecuali melalui penjelasan Allah dalam Alquran atau penjelasan
Rasul-Nya. Hal ini sesuai dengan kaidah yang berbunyi. "Dalam soal ibadah (mahdhoh)
segalanya tidak boleh, kecuali yang diajarkan Allah dan atau Rasul-Nya." Sementara, ibadah
ghoiro mahdhoh merupakan semua bentuk amal kegiatan yang tujuannya untuk mendekati Allah.
Namun, tempat dan waktunya tidak diatur secara perinci oleh Allah.

 Ciri-ciri ibadah mahdhoh adalah:


1. Merupakan jenis ibadah sejak asal penetapannya dari dalil syariat.
2. Dikerjakan dengan niat mendapat pahala di akhirat.
3. Tidak dapat dijangkau dengan akal.
10

Ciri-ciri ibadah ghoiru mahdhoh adalah:


1. Aktivitas atau ucapan yang awalnya atau sejatinya tidak berupa ibadah, tetapi dapat
berubah bernilai ibadah karena niat dari orang yang melaksanakannya.
2. Dikerjakan dengan maksud memenuhi kebutuhan yang tidak bersifat ukhrawi.
3. Aktivitas yang dilakukan dapat dijangkau secara logis.

Berdasarkan dari definisinya, contoh ibadah mahdhoh adalah salat dan puasa. Salat
merupakan aktivitas yang sejak awal dinilai sebagai ibadah berdasarkan dalil yang ada,
dikerjakan dengan niat bertaqwa dan mendapat pahala di akhirat, dan alasan
pelaksanaannya tak dapat dijangkau oleh akal manusia.
Pada tataran ibadah ghairu mahdhah, biasanya kita mengerjakan sedekah, infak,
belajar, mengajar, berdzikir, dakwah, tolong-menolong dan gotong royong. Awalnya,
sedekah adalah kegiatan memberi sesuai kebutuhan manusia di dunia. Namun aktivitas ini
jadi memiliki nilai lebih tinggi yaitu sebagai ibadah, dan pelaksanaannya dapat dijangkau
secara logis.

2.1.4 KONSEP MAQASHIDUS SYARIAH


Setiap aktivitas pasti didalamnya mengandung tujuan. Begitupun sebuah
syariah. Maqashid syariah bila diartikan secara bahasa adalah tujuan syariah. Tujuan utama
dari maqashid syariah adalah merealisasikan kemanfaatan untuk umat manusia (mashâlih
al-’ibâd) baik urusan dunia maupun urusan akhirat mereka.

Tujuan ini disepakati para ulama karena pada dasarnya tidak ada satupun ketentuan
dalam syarî’ah yang tidak bertujuan untuk melindungi mashlahah. Terlebih syariah sangat
mendorong untuk terciptanya maslahah dalam dua dimensi yaitu dimensi dunia dan
dimensi akhirat. Sehingga substansi dari maqashid syariah sendiri adalah maslahah.
11

Salah satu ulama yaitu Imam Asy-Syatibi merumuskan maqashid syariah  ke dalam 5


hal inti, yaitu:

A. Hifdzun ad-diin (Menjaga Agama)


Agama tidak pernah melakukan pemaksaan kehendak. Syari’ah Islam menjaga
kebebasan berkeyakinan dan beribadah, tidak boleh ada tekanan dalam beragama
sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 256 yang artinya, “Tidak ada
paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat” Menjaga agama dalam maqashid syariah juga bisa
dimaknai sebagai upaya untuk menjaga amalan ibadah seperti shalat, zikir dan
sebagainya serta bersikap melawan ketika agama Islam dihina dan dipermalukan.

B. Hifdzun an-nafs (Menjaga Jiwa)

Menjaga jiwa erat kaitannya untuk menjamin atas hak hidup manusia seluruhnya
tanpa terkecuali. Hal ini tercantum dalam QS. Al-Maidah ayat 32 yang
artinya,” barangsiapa yang membunuh seorang manusia,bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka
seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya“

C. Hifdzun Aql (Menjaga Akal)

Akal adalah sesuatu yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Inilah
salah satu yang menyebabkan manusia menjadi makhluk dengan penciptaan terbaik
dibandingkan yang lainnya. Akal akan membantu manusia untuk menentukan mana
yang baik dan buruk.
Penghargaan Islam terhadap peran akal terdapat pada orang yang berilmu, yang
mempergunakan akal-nya untuk memikirkan ayat-ayat Allah. Sebagaimana firman
Allah, SWT dalam QS. Ali-Imran ayat 190-191 yang artinya,
12

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (190), (yaitu) orang-
orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka)

D. Hifdzun Nasl (Menjaga Keturunan)


Salah satu poin penting dalam sebuah pernikahan adalah lahirnya generasi
penerus yang diharapkan dapat berkontribusi lebih baik. Keturunan menjadi penting,
salah satu yang menvelakai penjagaan keturunan adalah dengan melakukan zina.

Dalam Qur’an, Allah berfirman secara tegas mengenai zina yaitu pada QS. An-
Nur ayat 2 yang artinya,

“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya


seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan
hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sebagian orang-orang yang beriman.”

E. Hifdzun Maal (Menjaga Harta)


Menjaga harta adalah dengan memastikan bahwa harta yang kamu miliki tidak
bersumber dari yang haram. Serta memastikan bahwa harta tersebut didapatkan
dengan jalan yang diridhai Allah bukan dengan cara bathil sebagaimana difirmankan
Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 188 yang artinya, “Dan janganlah sebahagian kamu
memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.”
13

2.2Penerapan Syariah
2.2.1 IMPLEMENTASI SYARIAH DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Berikut ini adalah salah satu dari sekian banyak penerapan Iman dan Takwa
dalam kehidupan sehari-hari :
 Perbanyaklah menyimak ayat-ayat  Berdzikirlah yang banyak
Al-Quran
 Rasakan keagungan Allah seperti  Perbanyaklah munajat kepada Allah
yang digambarkan Al-Qur’an dan dan pasrah kepada-Nya
Sunnah
 Tinggalkan angan-angan yang
 Carilah ilmu syar’i muluk-muluk

 Mengikutilah halaqah dzikir  Memikirkan kehinaan dunia

 Perbanyaklah amal shalih  Mengagungkan hal-hal yang


terhormat di sisi Allah
 Lakukan berbagai macam ibadah
 Menguatkan sikap al-wala’ wal-bara’
 Hadirkan perasaan takut mati dalam
keadaan su’ul khatimah  Bersikap tawadhu

 Banyak-banyaklah ingat mati  Perbanyak amalan hati

 Mengingat-ingat dahsyatnya keadaan  Sering menghisab diri


di hari akhirat
 Berdoa kepada Allah agar diberi
 Berinteraksi dengan ayat-ayat yang ketetapan iman
berkaitan dengan fenomena alam

2.2.2 DAMPAK MELANGGAR SYARIAH


Apabila tidak melaksanakan perintah-Nya dan tidak menjauhi larangan-Nya akan
memperoleh :
a. Digolongkan Allah ke dalam golongan sejelek-jelek makhluk yang
melata di permukaan bumi.
b. Kehidupan mereka akan menjadi sempit.
c. Di akhirat nanti mereka akan dimasukkan ke neraka
14

Begitulah janji dan ancaman Allah SWT terhadap orang-orang yang bertaqwa dan
bagi orang-orang yang tidak bertaqwa kepada Allah SWT. Kaum muslimin selalu diajak
dan dianjurkan untuk bertaqwa.
2.2.3 CARA MENINGKATKAN IMAN DAN TAQWA
Ada banyak cara untuk kita sebagai kaum muslimin untuk meningkat keimanan dan
ketaqwaan kita terhadap Allah SWT yakni diantaranya:
1. Menanamkan Rasa Takut kepada Allah
Rasa takut akan menjadikan manusia untuk selalu berfikir terlebih dahulu
atas apa yang akan mereka kerjakan. Perasaan senantiasa diawasi oleh Allah
dimanapun dan apapun yang kita perbuat ini akan membuat kita selalu menjaga
perbuatan kita.
2. Mengerjakan Amalan yang telah Allah perintahkan
Dengan mengamalkan hal-hal yang wajib yang diperintahkan Allah kepada
kita dijamin akan dapat meningkatkan amalan yang lain juga sehingga
ketaqwaan itu senantiasa meningkat
3. Menjaga Nafsu
Salah satu dari sifat manusiawi manusia adalah mempunyai nafsu, nafsu
ini seperti diterangkan pada QS. yusuf : 53 dikatakan bahwa nafsu itu selalu
mengarahkan manusia kepada yang jahat kecuali nafsu yang dirahmati tuhannya.
Maka dari itu pentingnya kita mengarahkan nafsu kita kepada nafsu yang
dibenarkan oleh agama, dengan nafsu yang terarah kita akan dapat menjalani
perintah Allah dengan penuh keyakinan

4. Mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub)


Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa kita itu adalah makhluk yang
lemah, sedang Allah adalah Tuhan yang kebesarannya meliputi semua
penciptaannya, oleh sebab itulah tanamkan pada diri kita bahwa diriyang lemah
ini tidak akan mungkin dapat melakukan sesuatu tanpa pertolongannya .
sehingga kita akan tertanam rasa butuh akan Allah yang bisa menolong kita, oleh
sebab itu hal yang harus kita lakukan dalam rasa keterbutuhan itu ialah
mendekatkan diri kita kepada Allah SWT, karena dengan dekatnya seorang
14

hamba dengan sang


15

khaliq , Allah akan selalu senantiasa membantunya dalam berbagai hal dan akan
mengabulkan doa hambanya jika ia berdoa
5. Menjauhi yang Haram dam yang syubhat
Dampak dari sebuah hal haram akan berakibat buruk pada diri kita dan

mungkin bahkan disekitar kita, karena orang yang selalu mengerjakan sesuatu

yang haram/makan makanan yang haram pasti merugikan dirinya sendiri dan

orang lain. Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Hai

para manusia, sesungguhnya Allah itu Baik (Suci). Tidak mau menerima kecuali

yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang

mukmin sebagaimana apa yang Dia perintahkan kepada para Rasul”

2.2.4 MANFAAT MEMILIKI IMAN DAN TAQWA


Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan
beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.

a. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda


b. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
c. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan.
d. Iman memberikan ketentraman jiwa
e. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah)
f. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konseku
g. Iman memberikan keberuntungan
h. Iman mencegah penyakit.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan
diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Iimaanu ‘aqdun bil qalbi waiqraarun billisaani
wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan
antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan
dan sikap hidup atau gaya hidup. Sedangkan takwa adalah menjadikan jiwa berada dalam
perlindungan dari sesuatu yang ditakuti, kemudian rasa takut juga dinamakan takwa.
Sehingga takwa dalam istilah syar’I adalah menjaga diri dari perbuatan dosa.

3.2 Saran
Dari tauhid menebarkan iman dan aqidah yang membuahkan amal ibadah dan amal
shalih. Akhirya amal ibadah yang dijiwai oleh iman dan dipelihara terus menerus,
menciptakan suatu sikap hidup muslim yang bernama taqwa. Maka apabila dalam suatu
hidup mendapat karunia dan ridha Allah SWT, kalau kita menjadi suri tauladan bagi
orang sekitar, keamanan dan ketenteramannya memiliki sifat-sifat taqwa, seperti disiplin,
menegakkan keadilan, pemaaf, tidak hasad dan balas dendam niscaya akan selalu mudah
dalam berbagai persoalan hidup.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alhasanah. (2020, Desember 13). Pengertian Ibadah Mahdhah dan Ghairu


Mahdhah.
Anggun, P. A. (2017). Implementasi Iman dan Taqwa dalam membangun
Ukhuwah Islamiyah di SMA Nahdlatul Ulama Palembang. Palembang.
Herdianto, D. (2019, November 24). Maqashid syariah : Pengertian, Contoh
dan Hikmah.
Kartini, H. (2012). Taqwa Penyelamat Ummat. Al ‘Ulum Vol.52, 26-35.
Republika. (2016, Januari 30). Mengenal Ibadah Mahdhah dan Ghairu
Mahdhah.
Zulfianto. (2020, Desember 17). Iman dan Takwa : Apa artinya, dan
penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

iii

Anda mungkin juga menyukai