Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN BERBASIS BIMBINGAN DAN


KONSELING PADA PESERTA DIDIK

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

Mata Kuliah Bimbingan Konseling

Dosen Pengampu: Dr. Desy Ayu Ningrum, M.Psi

Disusun oleh:

Misbahul Ilmi 211310180

Muhammad Dika Fadillah 211310185

Ahmad Fahreza 211310155

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA

JAKARTA 1444 H/2022 M


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat,
taufik dan inayah-Nyalah, makalah ini dapat terwujud. Sholawat serta salam
semoga tetap terlimpah pada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
beserta keluarga sahabatnya dan kepada seluruh umat Islam selaku pengikutnya,
semoga kita semua mendapatkan syafa’atnya di yaumil qiamat nanti.
Makalah ini diajukan kepada ibu Dr. Desy Ayu Ningrum, M.Psi, selaku
dosen pengampu mata kuliah Bimbingan Konseling sebagai tugas kelompok.
Makalah ini berjudul ”Belajar Dan Pembelajaran Berbasis Bimbingan Dan
Konseling Pada Peserta Didik” yang di dalamnya memuat maksud disiplin kelas,
pentingnya penanaman dan strategi disiplin kelas dan fakor-faktor yang
mempengaruhi strategi penanaman disiplin kelas, in syaa Allah dapat bermanfaat
untuk pembacamaupun penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan dan ikut membantu dalam
penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaaat bagi kita semua.
Aamiin.

Jakarta, 2 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Daftar Isi
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Pembelajaran ................................................................................................ 3
B. Belajar Melalui Bermain .............................................................................. 4
C. Tujuan Dan Fungsi Program Pembelajaran ................................................. 5
D. Model Pembelajaran..................................................................................... 5
E. Prinsip-Prinsip Pembelajaran ....................................................................... 9
F. Pembelajaran Dalam perspektif Perkembangan Anak .................................. 13
G. Pembelajaran Holistik ................................................................................ 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 20
A. Kesimpulan ................................................................................................ 20
B. Daftar Pustaka ............................................................................................ 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Susanto (2013), Pengertian pembelajaran merupakan perpaduan dari
dua aktivitas belajar dan mengajar. Aktivitas belajar secara metodologis cenderung
lebih dominan pada siswa, sementara mengajar secara instruksional dilakukan oleh
guru. Jadi, istilah pembelajaran adalah ringkasan dari kata belajar dan mengajar.
Dengan kata lain, pembelajaran adalah penyederhanaan dari kata belajar dan
mengajar (BM), proses belajar dan mengajar (PBM), atau kegiatan belajar mengajar
(KBM).

Kata atau istilah pembelajaran dan penggunaannya masih tergolong baru, yang
mulai populer semenjak lahirnya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no.
20 tahun 2003. Menurut Undang-undang ini, pembelajaran diartikan sebagai proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi
proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik. Namun dalam impelmentasinya, sering kali kata pembelajaran ini di
identikkan dengan kata mengajar.1

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pembelajaran
2. Bagaimana Belajar Melalui Bermain
3. Apa Saja Model Pembelajaran
4. Apa Saja Prinsip-prinsip Pembelajaran

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pembelajaran
2. Mengetahui Belajar Melalui Bermain

1
http://repository.radenfatah.ac.id/13761/2/BAB%20II.pdf

1
3. Mengetahui Model Pembelajaran
4. Mengetahui Prinsip-prinsip Pembelajaran

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran
Pembelajaran adalah sebuah proses interaksi yang dilakukan peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar 2 Dalam sebuah
proses pembelajaran memiliki unsur-unsur di dalamnya yaitu pendidik, peserta
didik, sumber belajar, lingkungan, belajar dan interaksi yang saling berkaitan di
antara unsur-unsur tersebut.

Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses


pembelajaran, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun
sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar
peserta didik yang bersifat internal. Atau dengan kata lain pembelajaran adalah
kegiatan yang sengaja direncanakan dan dirancang sedemikian rupa dalam rangka
memberikan bantuan untuk proses belajar. Dalam proses pembelajaran ada 2 unsur
yang dapat mempengaruhi yaitu unsur internal dan eksternal. Unsur internal yaitu
dari pembelajaran itu sendiri sedangkan unsur eksternal meliputi hal-hal di luar
pembelajaran yang dapat mempengaruhi sebuah proses pembelajaran diri sendiri.
Pada proses pembelajaran membutuhkan stimulus - stimulus untuk dirinya yang
mendukung proses belajar sehingga menjadi lebih optimal. Oleh karena itu sebuah
proses melibatkan tidak hanya satu pihak maka usaha yang berupa stimulus tersebut
bermacam-macam seperti metode dan media yang digunakan untuk sebuah proses
belajar dalam menyampaikan materi pembelajaran.3

Pembelajaran merupakan suatu kombinasi tersusun meliputi unsur-unsur


manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Suatu kesatuan yang saling
berhubungan yang akan menjadi kurang lengkap dan memperlambat tercapainya

2
Achjar Chalil, H. L. (2008). Pembelajaran Berbasis Fitrah. Jakarta: PT Balai Pustaka
(Persero).
3
Gagne dan Briggs. 1979. Pengertian Pembelajaran.
http://www.scribd.com/doc/50015294/13/B-Pengertian-pembelajaranmenurut-beberapa-ahli
(diakses pada tanggal 1 November

3
tujuanpembelajaran apabila salah satu unsur di dalamnya dikurangi atau
dihilangkan.4

B. Belajar Melalui Bermain


Penerapan belajar melalui bermain balok unit dapat meningkatkan kreativitas
anak usia dini pada Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu Khadijah Alkubro
Bangkinang Kabupaten Kampar termasuk dalam kategori baik. Karena hasil
penelitian kelompok eksperimen pada variabel kreativitas anak, nilai rata-rata pre-
test sebesar 13,41 (63,85%) setelah di adakan perlakuan (treatment) meningkat
secara signifikan dengan nilai rata-rata post-test sebesar 18,61 (88,61%). Hal ini
menunjukan bahwa penerapan belajar melalui bermain balok unit, berpengaruh
secara signifikan terhadap peningkatan kreativitas anak. Sedangkan hasil penelitian
kelompok kontrol (konvensional) tidak meningkat secara signifikan pada variabel
kreativitas anak, karena nilai rata-rata pre-test sebesar 13,54 (58,86%) dan nilai
rata-rata post test sebesar 13,63 (59,26%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa
pendekatan konvensional tidak berpengaruh terhadap peningkatan kreativitas anak
usia dini pada Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu Khadijah Alkubro Bangkinang
Kabupaten Kampar.5

Dalam penelitian penerapan belajar melalui bermain, Prasetyono(2007),


menyatakan bahwa bermain bagi anak-anak bukan sekedar bermain, tetapi bermain
merupakan salah satu bagian dari proses pembelajaran. Dalam bermain anak dapat
menerima banyak rangsangan. Selain dapat membuat diri anak senang juga dapat
menambah pengetahuan anak. Dalam proses belajar, anak-anak mengenalnya
melalui permainan karena tidak ada cara yang lebih baik untuk merangsang
perkembangan kecerdasan anak melalui kegiatan melihat, mendengar, meraba dan
merasakan yang kesemuanya itu dapat dilakukan melalui kegiatan bermain

Singer dalam (Kusantanti Yuliani, 2009) mengemukakan bahwa bermain dapat


digunakan anak-anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi

4
Hamalik, O., (2011), Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
5
Mohammad Fauziddin, PENERAPAN BELAJAR MELALUI BERMAIN BALOK UNIT UNTUK
MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI, Vol. 1, No. 3 (2016)

4
dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan
bermain anak memiliki kemampuan untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa
paksaan.

Almy dalam (Calvin A. Colarusso, 2014) menulis bahwa membedakan


karakteristik-karakteristrik bermain membuatnya penting untuk perkembangan
anak. Dalam paper yang disetujui oleh Association for Childhood Education
International (ACEI), Isenberg dan Quisenberry (1988) dalam (Carol Gestwicki,
2016) menyatakan bahwa “bermain adalah prilaku dinamis, aktif dan konstruktif,
yang merupakan bagian penting dan integral dari masa kanak-kanak, balita hingga
masa remaja.

C. Tujuan Dan Fungsi Program Pembelajaran


Pengertian tujuan pembelajaran menurut para ahli dapat dijadikan patokan
dalam memahaminya. Seperti yang telah disebutkan Menurut David E. Kapel dan
Edward L. Dejnozka, tujuan pembelajaran merupakan sebuah deklarasi yang detail
yang dikemukakan dalam sikap dan dimanifestasikan dalam bentuk tulisan agar
bisa dicerna dengan baik dan bisa menjadi hasil yang diinginkan.6

Sedangkan, Henry Ellington (1984) dan Fred Percival menyatakan bahwa


tujuan pembelajaran adalah suatu deklarasi yang jelas dan memperlihatkan
penampilan atau skill dari siswa yang bisa diraih dalam aktivitas pembelajaran.

Selain itu, Robert F Mager, menyebutkan tujuan pembelajaran merupakan sikap


yang akan meraih suatu kompetensi yang telah dicanangkan. Sikap yang dimaksud
adalah fakta yang abstrak maupun konkret. Langkah berikutnya tujuan
pembelajaran diimplementasikan secara global di tahun 1971 termasuk di Indonesia.

D. Model Pembelajaran
Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga
tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model
pembelajaran.Dalam prakteknya, guru harus ingat bahwa tidak ada model

6
https://hot.liputan6.com/read/4376551/tujuan-pembelajaran-manfaat-dan-klasifikasinya-yang-
perlu-diketahui

5
pembelajaran yang palingtepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu,
dalam memilih modelpembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi
siswa, sifat materi bahanajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu
sendiri. Berikut ini disajikanbeberapa model pembelajaran, untuk dipilih dan
dijadikan alternatif sehingga cocokuntuk situasi dan kondisi yang dihadapi.7

1. Kooperatif (Cooperative Learning).


Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluq social
yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab
bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu,
belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi
(sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan
berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena kooperatif adalah miniature dari
hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep,
menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok
kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siawa
heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta
tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Sintaks pembelajaran
koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen,
kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan
2. Pembelajaran Kontektual (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian
atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata
kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi
yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret,
dansuasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Pensip
pembelajarankontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami,
tidak hanyamenonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.

7
Fathurrohman, MODEL-MODEL PEMBELAJARAN, Agustus 2006.

6
Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan
dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi,
penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh),
questioning(eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan,
evaluasi,inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif
dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba,
mengerjakan), inquiry(identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi,
menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi
konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut),
authentic assessment(penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian
terhadap setiapaktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-
objektifnya dareiberbagai aspek dengan berbagai cara).
3. Pembelajaran Berbasis Masalah
Untuk dapat meningkatkan kualitas dalam pembelajaran para ahli pembelajaran
menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktifistik dalam kegiatan
belajar mengajar. Dengan adanya perubahan paradigma belajar tersebut terjadi
perubahan fokus pembelajaran dari berpusat pada guru kepada belajarberpusat pada
siswa. Pembelajaran dengan lebih memberikan nuansa yang harmonis antara guru dan
siswa dengan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berperan aktif
dan mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya.
Pembelajaran yang berpusat pada siswa mempunyai tujuan agar siswa memiliki
motivasi tinggi dan kemampuan belajar mandiri serta bertanggungjawab untuk selalu
memperkaya dan mengembangkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Ada beberapa pembelajaran yang berpusat pada siswa yaitu salah satunya dalah
pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu
metode dalam pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Dalam usaha memecahkan
masalah tersebut mahasiswa akan mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang
dibutuhkan atas masalah tersebut.
Punaji Setyosari (2006: 1) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah
adalah suatu metode atau cara pembelajaran yang ditandai oleh adanya masalah nyata,

7
a real-world problems sebagai konteks bagi mahasiswa untuk belajar kritis dan
ketrampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan.
Gardner (2007) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan
alternatif model pembelajaran yang menarik dalam pembelajaran ruang kelas yang
tradisional. Dengan model pembelajaran berbasis masalah, dosen menyajikan kepada
mahasiswa sebuah masalah, bukan kuliah atau tugas. Sehingga mahasiswa menjadi
lebih aktif belajar untuk menemukan dan menyelesaikan masalah.
Pembelajaran berbasis masalah mempunyai tujuan untuk mengembangkan dan
menerapkan kecakapan yang penting yaitu pemecahan masalah berdasarkan
keterampilan belajar sendiri atau kerjasama kelompok dam memperoleh pengetahuna
yang luas. Dosen mempunyai peran untuk memberikan inspirasi agar potensi dan
kemampuan mahasiswa dimaksimalkan.
Pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.Belajar diawali dengan masalah
b.Masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa
c.Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah
d.Mahasisawa diberikan tanggungjawab yang besar untuk melakukan proses belajar
secara mandiri
e.Menggunakan kelompok kecil
f. Mahasiswa dituntut untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari dalam
bentuk kinerja (I wayan Dasna dan Sutrisno, 2007)
Dari uraian di atas jelas bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah dimulai
dengan adanya permasalahan. Masalah yang dijadikan pembelajaran dapat muncul
dari mahasiswa atau dosen. Sehingga mahasiswa dapat memilih masalah yang
dianggap menarik untuk dijadikan pembelajaran.
4. TGT (Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap
kelompok bisa sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh tugas, setiap kelompok
bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia
kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana
diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu
dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran.
Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi

8
kelas.Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa
pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian
raport.
E. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Berbagai teori tentang prinsip-prinsip pembelajaran yang telah dikemukakan
para ahli yang memiliki persamaan dan perbedaan. Dari prinsip tersebut terdapat
beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat digunakan sebagai dasar
dalam proses pembelajaran, baik pendidik maupun peserta didik dalam upaya
meningkatkan pelaksanaan pembelajaran. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah:
perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan
serta perbedaan individu. Lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

1. Perhatian dan motivasi


Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan pembelajaran, tanpa
adanya perhatian maka pelajaran yang diterima dari pendidik adalah sia-sia. Bahkan
dalam kajian teori belajar terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin
terjadi belajar.8 Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada peserta didik apabila
bahan pelajaran itu sesuai kebutuhannya, sehingga termotivasi untuk mempelajari
secara serius.
Selain dari perhatian, motivasi juga mempunyai peranan yang urgen dalam
kegiatan belajar. Gage dan Berliner mendefinisikan motivasi adalah tenaga yang
menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan
dengan mesin dan kemudi pada mobil. Jadi motivasi merupakan suatu tenaga yang
menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Dengan demikian motivasi
dapat dibandingkan dengan sebuah mesin dan kemudi pada mobil. Motivasi
mempunyai kaitan yang erat dengan minat, peserta didik yang memiliki minat
terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan timbul
motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut.
2. Keaktifan

8
Gage dan Berliner,Educational Psyghology, (Chicago: Rand MC Nally Collage
Publishing Company, 1984), h. 335

9
Belajar merupakan tindakan dan perilaku peserta didik yang kompleks.
Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subyek, yaitu dari peserta
didik dan pendidik. Dari segi pesera didik, belajar dialami sebagai suatu proses,
mereka mengalami proses mental dalam menghadapi bahan ajar. Dari segi pendidik
proses pembelajaran tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal.
Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah mahluk yang
aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan
aspirasinya sendiri. Dimiyati dan Mudjiono mengatakan bahwa ”belajar hanya
dialami oleh peserta didik sendiri, peserta didik adalah penentu terjadinya atau tidak
terjadi proses belajar.”9 Hal ini menunjukkan bahwa belajar tidak bisa dipaksakan
oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya
mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.
3. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman
Dalam diri peserta didik terdapat banyak kemungkinan dan potensi yang
akan berkembang. Potensi yang dimiliki peserta didik berkembang ke arah tujuan
yang baik dan optimal, jika diarahkan dan punya kesempatan untuk mengalaminya
sendiri. Edgar Dale dalam Oemar Hamalik mengemukakan bahwa belajar yang
paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. 10 Dale mengadakan
klasifikasi pengalaman menurut tingkat yang paling kongkrit ke yang paling abstrak
yang dikenal dengan kerucut pengalaman (cone of experience). Teori yang
dikemukakan oleh Adgar Dale tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan
langsung/pengalaman setiap peserta didik itu bertingkat-tingkat, mulai dari yang
abstrak ke yang kongkrit.
Dalam proses pembelajaran membutuhkan keterlibatan langsung peserta
didik. Namun demikian, keterlibatan langsung secara fisik tidak menjamin
keaktifan belajar. Untuk dapat melibatkan peserta didik secara fisik, mental,
emosional dan intelektual, maka pendidik hendaknya merancang pembelajarannya

9
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),
10
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran,Edisi I, ( Cet.II; Jakarta: Bumi
Aksara,1999), h. 90

10
secara sistimatis, melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan
karakteristik peserta didik dan karakteristik mata pelajaran.

4. Pengulangan
Pengulangan dalam kaitannya dengan pembelajaran adalah suatu tindakan
atau perbuatan berupa latihan berulangkali yang dilakukan peserta didik yang
bertujuan untuk lebih memantapkan hasil pembelajarannya. Pemantapan diartikan
sebagai usaha perbaikan dan sebagai usaha perluasan yang dilakukan melalui
pengulangan– pengulangan.9 Pembelajaran yang efektif dilakukan dengan berulang
kali sehingga peserta didik menjadi mengerti. Bahan ajar bagaimanapun sulitnya
yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik, jika mereka sering mengulangi
bahan tersebut niscaya akan mudah dikuasai dan dihafalnya.
Ahmad Zayadi dan Abdul Majid mengatakan bahwa penguatan dorongan
serta bimbingan pada beberapa peristiwa pembelajaran peserta didik dapat
meningkatkan kemampuan yang telah ada pada perilaku belajarnya. Hal ini
mendorong kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan pengulangan atau
mempelajari materi pelajaran secara berulang kali11 Adanya pengulangan terhadap
materi pelajaran yang diberikan mempermudah penguasaan dan dapat
meningkatkan kemampuannya.
Salah satu teori pembelajaran yang menekankan perlunya pengulangan
adalah teori psikologi asosiasi atau koneksionisme dengan tokohnya yang terkenal
Thorndike mengemukakan ada tiga prinsip atau hukum dalam belajar yaitu:
a. Law of readines, belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk
melakukan perbuatan tersebut.
b. Law of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan dan ulangan.
c. Law of effect, yaitu belajar akan bersemangat apabila mengetahuai dan
mendapatkan hasil yang baik12.

11
Ahmad Zayadi dan Abdul Majid,Tadzkiyah; Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam Berdasarkan Pendekatan Kontekstual,Edisi I,Cet.I; Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2005),h.74
12
yaiful, Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Cet. VI ;Bandung: Alfabeta,
2009), h. 54

11
Belajar akan berhasil apabila peserta didik itu memiliki kesiapan untuk
belajar, pelajaran itu selalu dilatihkan/diulangi serta peserta didik lebih
bersemangat apabila mendapatkan hasil yang memuaskan. Fungsi utama
pengulangan adalah untuk memastikan peserta didik memahami persyaratan–
persyaratan kemampuan untuk suatu mata pelajaran, peserta didik akan belajar
dengan mudah dan mengingat lebih lama jika mereka mengulangi apa yang mereka
pahami.
5. Tantangan

Apabila pendidik menginginkan peserta didiknya berkembang dan selalu


berusaha mencapai tujuan, maka pendidik harus memberikan tantangan dalam
kegiatan pembelajaran. Tantangan dalam kegiatan pembelajaran dapat diwujudkan
melalui bentuk kegiatan, bahan, dan alat pembelajaran yang dipilih untuk kegiatan
tersebut. Kurt Lewin dengan teori Medan (Field Theory), mengemukakan bahwa
peserta didik dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan
psikologis. Dalam situasi belajar peserta didik menghadapi suatu tujuan yang ingin
dicapai, tetapi selalu mendapat hambatan yaitu mempelajari bahan ajar, maka
timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu dengan mempelajari bahan ajar
tersebut. Jika hambatan13
6. Perbedaan Individual
Pada dasarnya tiap individu merupakan satu kesatuan, yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Tidak ada yang sama baik dari aspek fisik maupun psikis.
Dimiyati dan Mudiyono berpendapat bahwa “peserta didik merupakan individu
yang unik, artinya tidak ada dua orang peserta didik yang sama persis, tiap peserta
didik memiliki perbedaan satu sama lain. Perbedaan itu terdapat pula pada
karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifatnya.”
Oemar Hamalik mengemukakan bahwa perbedaan individu manusia, dapat
dilihat dari dua sisi yakni horizontal dan vertikal. Perbedaan horizontal adalah
perbedaan individu dalam aspek mental, seperti tingkat kecerdasan, bakat, minat,

13
St. Hasniyati Gani Ali, PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK, Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 1 Januari-Juni 2013

12
ingatan, emosi dan sebagainya. Sedang perbedaan vertikal adalah perbedaan
individu dalam aspek jasmaniah seperti bentuk badan, tinggi dan besarnya badan,
tenaga dan sebagainya. Masing-masing aspek tersebut besar pengaruhnya terhadap
kegiatan dan keberhasilan pembelajaran yang dilakukan.
Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar peserta
didik. Oleh karena itu perbedaan individu ini perlu menjadi perhatian pendidik
dalam aktivitas pembelajaran dengan memperhatikan tipe-tipe belajar setiap
individu. Para ahli didik mengklasifikasi tipe belajar peserta didik atas 4 macam
yaitu:
a. Tipe auditif, yaitu peserta didik yang mudah menerima pelajaran melalui
pendengaran.
b. Tipe visual, yaitu yang mudah menerima pelajaran melalui penglihatan.
c. Tipe motorik, yaitu yang mudah menerima pelajaran melalui gerakan.
d. Tipe campuran yaitu peserta didik yang mudah menerima pelajaran melalui
penglihatan dan pendengaran 14 . Mengetahui perbedaan individu dalam belajar,
memudahkan bagi pendidik dalam menentukan media yang akan digunakan, hal
tersebut sangat urgen dalam pencapaian hasil pembelajaran yang optimal.
F. Pembelajaran Dalam perspektif Perkembangan Anak
Setiap manusia mengalami proses perkembangan yang berlangsung seumur
hidup, namun perkembangan tersebut tidak persis sama antara satu individudengan
individu lainnya, meskipun dalam beberapa hal ada kesamaan perkembangan di
antara individu. Setiap orang mengalami perkembangan termasuk para tokoh-tokoh
besar atau orang yang tidak terkenal. Manusia memulai hidupnya dari sejak menjadi
janin, menjadi bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan tua.

Secara garis besar proses perkembangan manusia terdiri dari proses biologis,
kognitif, dan sosial emosional. Proses biologis menghasilkan perubahan manusia.
Proses biologi meliputi pewarisan gen dari orang tua, perkembangan tubuh meliputi

14
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,1990),

13
pertumbuhan berat badan dan tinggi badan, perkembangan otak, keterampilan
motorik, dan perubahan hormone pada masa puber.

Proses kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, inteligensi, dan bahasa


manusia. Contoh proses kognitif terjadi dalam mengenali benda-benda pada bayi,
menggabung kalimat, menguasai kata, mengingat puisi, mengerjakan soal-soal
matematika, membayangkan sesuatu yang akan terjadi, menemukan jawaban sebab
akibat, atau memahami sesuatu yang tersirat dalam sebuah peristiwa.
Proses sosial emosi merupakan perubahan dalam hubungan manusiadengan
orang lain, perubahan emosi, dan perubahan dalam kepribadian. Bayi belajar
tersenyum kepada ibunya dan orang-orang di sekitarnya, anak laki-laki berkelahi
dan berteman dengan teman sebayanya, perkembangan perasaan anak-anak
terhadap temannya yang berbeda jenis kelamin, perkembangan sikap sosial dan
antisosial pada anak-anak dan remaja, merupakan bagian dari proses social
emoisonal dalam perkembangan manusia.
Ketiga proses tersebut saling berhubungan, misalnya perkembangan sel-sel
otak mendukung perkembangan kognitif, sosial, dan emosional. Sebab di dalam
otak terdapat bagian-bagian yang mengontrol kemampuan berpikir dan kemampuan
bersosialisasi serta kemampuan merasakan emosi terhadap orang lain. Di dalam
perkembangan anak ketiga proses perkembangan tersebut muncul secara
bersamaan sebab semua perkembangan tersebut terjadi dalam satu tubuh.
Para psikolog menyatakan anak-anak mengalami beberapa periode
15
perkembangan. Hurlock menyatakan ada 5 (lima) tahap perkembangan yang
dialami pada masa anak-anak.
Pertama, periode prenatal yaitu periode konsepsi sampai lahir.
Kedua, periode bayi mulai dari kelahiran sampai akhir minggu kedua.
Ketiga, akhir minggu kedua masa kelahiran akhir tahun kedua.
Keempat, awal masa kanak-kanak dua sampai enam tahun.
Kelima, akhir masa anak-anak, enam sepuluh atau dua belas tahun.

15
Hurlock, Developmental, h. 14

14
Montessori menyatakan periode perkembangan anak berdasarkan kepekaan
anak terhadap benda-benda yang ada di sekitarnya. Periode pertama dalam
kehidupan manusia terjadi pada usia 0-6 tahun. Pada usia 0-3 tahun anak-anak
menunjukkan perkembangan mental yang sulit didekati dan dipengaruhi orang
dewasa. 16 Pada usia ini anak-anak mengalami kepekaan yang kuat terhadap
keteraturan, misalnya jika dia biasa melihat sesuatu diletakkan di atas meja, maka
dia akan menangis atau memindahkan barang tersebut ke tempat semula. Pada
periode ini juga anak-anak mengalami kepekaan detail, dimana jika dia melihat
sesuatu dia akan memperhatikan benda tersebut sedetail mungkin, misalnya
memegangnya, menciumnya, atau menjilatnya. Pada periode ini anak-anak juga
mengalami kepekaan tangan dan kaki, sehingga pada masa ini anak sangat suka
menggunakan tangannya untuk memegang, melempar, dan sebagainya serta
menggunakan kakinya untuk berjalan.

Pada usia 3-6 tahun, anak-anak sudah mulai bisa didekati dan dipengaruhi
pada situasi-situasi tertentu. Periode ini ditandai dengan anak-anak menjadi lebih
individual dan memiliki kecerdasan yang cukup untuk memasuki sekolah. Anak-
anak pada usia ini telah menguasai banyak kosakata sehingga mereka sudah lancar
berbicara.

Menurut anak-anak mengalami perkembangan dalam tiga tahap. Tahap


pertama masa bayi dari usia 0-6 tahun. Pada masa ini bayi mengenal dunia langsung
melalui inderanya. Bayi sangat ingin mengetahui halhal yang terjadi di sekitarnya
meskipun dia belum memahami alasannya. Mereka menyentuh segala sesuatu yang
mereka lihat dan menyerap kata-kata yang mereka dengar.
Tahap kedua, masa kanak-kanak dari usia 2 (dua) sampai 12 tahun.28 Pada
tahap ini anak telah memiliki kemerdekaan sendiri; mereka sudah memiliki banyak
keterampilan fisik, kemampuan berbicara, memiliki kemampuan berpikir, dan
membuat abstraksi.

16
Maria Montessori, Obserbent Mind (Madras: The Theosopichal Publishing
House, 1949), h. 24

15
Tahap ketiga, masa kanak-kanak akhir dari usia 12 sampai 15 tahun. Tahap ini
merupakan transisi antara masa anak-anak dan dewasa. Mereka telah memiliki
kekuatan fisik, kemampuan kognitif yang substansial sehingga mampu
mengerjakan tugas-tugas yang bersifat teoritis dan verbal.

G. Pembelajaran Holistik
Istilah holistik mengandung makna menyeluruh atau utuh. Pendekatan holistik
memandang manusia secara utuh, dalam arti manusia dengan unsur kognitif,afeksi
dan perilakunya. Manusia juga tidak bisa berdiri sendiri, namun terkait erat dengan
lingkungannya. Manusia tidak bisa terlepas dari manusia lain, demikian pula
dengan lingkungan fisik atau alam sekitarnya. Manusia juga tergantung kepada
Tuhan yang Maha Kuasa selaku pencipta dan penentu hidupnya(Sawang:2011).

Menurut pusat penelitian dan pelayanan pendidikan Universitas Sanata Darma


(2009) dalam artikel onlinya bahwasanya, pembelajaran holistik (holisticlearning)
adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada pemahaman informasi dan
mengkaitkannya dengan topik-topik lain sehingga terbangun kerangka pengetahuan.
Dalam pembelajaran holistik, diterapkan prinsip bahwa siswa akan belajar lebih
efektif jika semua aspek pribadinya (pikiran, tubuh dan jiwa) dilibatkan dalam
pengalaman siswa.

1. Ciri-ciri Pembelajaran Holistik

Luluk Yunan Ruhendi (2004:187) Paradigma holistik menekankan proses


pendidikan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tujuan pendidikan holistik mengintrodusir terbentuknya manusia seutuhnya


dan masyarakat seutuhnya.

b. Materi pendidikan holistik mengandung kesatuan pendidikan jasmani-rohani,


mengasah kecerdasan intelektual-spiritual (emosional)- ketrampilan, kesatuan
materi pendidikan teoritis-praktis, kesatuan materi pendidikan pribadi-sosial-
ketuhanan

16
c. Proses pendidikan holistik mengutamakan kesatuan kepentingan anak didik-
masyarakat.

d. Evaluasi pendidikan holistik mementingkan tercapainya perkembangan anak


didik dalam bidang penguasaan ilmu-sikap-tingkahlaku-ketrampilan.

2. Metode dan Teknik Pembelajaran Holistic

Pembelajaran holistic dapat dilaksanakan dengan mengunakan berbagai macam


metode dan teknik. Adapun metode dan teknik pembelajran holistic menutur
penelitian dan pelayanan pendidikan Universitas Sanata Darma (2009) yaitu:

1. Metode Pembelajaran Holistik

Metode yang digunakan dalam pembelajaran holistic ada 2 metode yaitu:

a. Belajar melalui keseluruhan bagian otak.

Bahan palajaran dipelajari dengan melibatkan sebanyak mungkin indera; juga


melibatkan berbagai tingkatan keterlibatan, yaitu: indera, emosional, dan
intelektual. Sehingga aspek kognitif , afektif,dan psikomotor dapat berkembang
secra baik dan berkembang sesuai dengan tingkatan pada fase pertmbuhan
manusia.

b. Belajar melalui kecerdasan majemuk (multiple intelligences)

Siswa mempelajari materi pelajaran dengan menggunakan jenis kecerdasan


yang paling menonjol dalam dirnya. Kecerdasan yang digunakan sesuia dengan
karakteristik pembelajaran masing masing. Apakah itu bertipe audio, visual atau
pin audio visual serta tipe belajar yang lain.

2. Taknik Pembelajaran Holistik

Ada beberapa teknik pembelajaran holistic yaitu antara lain:

a. Mengajukan pertanyaan

Siswa menanyakan beberapa terkait beberapa hal seperti:

(1) Apa yang sedang dipelajari?

17
(2) Apa hubungannya dengan topik-topik lain dalam bab yang sama?

(3) Apa hubungannya dengan topik-topik lain dalam mata pelajaran yang sama?

(4) Adakah hubungannya dengan topik-topik dalam mata pelajaran lain?

(5) Adakah hubungannya dengan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari?

b. Memvisualkan informasi

Guru mengajak siswa untuk menyajikan informasi dalam bentuk gambar,


diagram, atau sketsa. Objek atau situasi yang terkait dengan informasi disajikan
dalam gambar; sedangkan hubungan informasi itu dengan topik-topik lain
dinyatakan dengan diagram. Gambar atau diagram tidak harus indah atau tepat,
yang penting bisa mewakili apa yang dibayangkan oleh siswa. Jadi gambar atau
diagram dapat berupa sketsa atau coretan kasar. Setelah siswa memvisualkan
informasi, mereka dapat diminta menerangkan maksud gambar, diagram, atau
sketsa yang dibuatnya

c. Merasakan informasi

Jika informasi tidak dapat atau sukar divisualkan, siswa dapat menangkapnya
dengan menggunakan indera lainnya. Misalnya dengan meraba, mengecap,
membau, mendengar, atau memperagakan

Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki


peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik,
kreatif, dan spritual. Sehingga dalam mengembangan pembelajaran holistic
harus memperhatikan beberapa hal agar supaya pembelajaran dapat berjalan
dengan baik. Menutut Akhmad Sudrajat(2008) hal yang perlu di pertimbangkan
yaitu:

1. Menggunakan pendekatan pembelajaran transformative

2. Prosedur pembelajaran yang fleksibel

3. Pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu

18
4. Pembelajaran yang bermakna

5. Pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran holistik (holistic learning) adalah pendekatan pembelajaran yang
berfokus pada pemahaman informasi dan mengkaitkannya dengan topik-topik lain
sehingga terbangun kerangka pengetahuan . Pembelajaran yang terbangun meliputi
kognitif, afektif dan psikomotor yang kesemua komponen tersebut merupakan
keutuhan dari manusia. Sehingg prinsip yang sesuai dengan pendekatan holistic ini
adalah pembelajaran Humanistik yang lebih tepatnya memanusiakan manusia.

Pendekatan holistic sendiri memiliki berbagai metode dan teknik dalam


penerapanya . metode tersebut adalah Belajar melalui keseluruhan bagian otak dan
Belajar melalui kecerdasan majemuk (multiple intelligences). Sedangkan teknik
yang digunaan dalam pendekat holistic adalah Mengajukan pertanyaan,
Memvisualkan informasi dan Merasakan informasi. Sehingga Pendekatan Holistik
tidak melihat manusia dari aktivitasnya yang terpisah pada bagian-bagian tertentu,
namun merupakan mahluk yang bersifat utuh dan tingkah lakunya tidak dapat
dijelaskan berdasarkan aktivitas bagian-bagiannya. Tidak hanya melalui potensi
intelektualnya saja, namun juga dari potensi spiritual dan emosionalnya

B. Daftar Pustaka
http://repository.radenfatah.ac.id/13761/2/BAB%20II.pdf

Achjar Chalil, H. L. (2008). Pembelajaran Berbasis Fitrah. Jakarta: PT Balai


Pustaka (Persero).

Gagne dan Briggs. 1979. Pengertian Pembelajaran.

http://www.scribd.com/doc/50015294/13/B-Pengertian-pembelajaran menurut-
beberapa-ahli (diakses pada tanggal 1 November

Hamalik, O., (2011), Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

20
Mohammad Fauziddin, PENERAPAN BELAJAR MELALUI BERMAIN
BALOK UNIT UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK
USIA DINI, Vol. 1, No. 3 (2016)

https://hot.liputan6.com/read/4376551/tujuan-pembelajaran-manfaat-dan-
klasifikasinya-yang-perlu-diketahui

Fathurrohman, MODEL-MODEL PEMBELAJARAN, Agustus 2006.

Gage dan Berliner,Educational Psyghology, (Chicago: Rand MC Nally Collage

Publishing Company, 1984), h. 335

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran,Edisi I, ( Cet.II; Jakarta: Bumi

Aksara,1999), h. 90

Ahmad Zayadi dan Abdul Majid,Tadzkiyah; Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam Berdasarkan Pendekatan Kontekstual,Edisi I,Cet.I; Jakarta: Raja


Grafindo Persada,2005),h.74

yaiful, Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Cet. VI ;Bandung: Alfabeta,

2009), h. 54

St. Hasniyati Gani Ali, PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN DAN


IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK,
Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 1 Januari-Juni 2013

Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,1990),

Hurlock, Developmental, h. 14

Maria Montessori, Obserbent Mind (Madras: The Theosopichal Publishing

House, 1949), h. 24

21

Anda mungkin juga menyukai