Anda di halaman 1dari 15

DIPONEGORO LAW JOURNAL

Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017


Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ADVOKAT PELAKU TINDAK


PIDANA SUAP TERHADAP HAKIM
(Studi Kasus Putusan Nomor 1319K/Pid.Sus/2016)

Silvia Daryanti*, Nyoman Serikat PJ, Purwoto


Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
E-mail : silviadaryanti@gmail.com

Abstrak

Didasari oleh keprihatinan terhadap tindak pidana korupsi yang terus merajalela, karena
para pelakunya sudah mencapai seluruh lapisan masyarakat, bahkan para penegak hukum
sekalipun, sehingga pemerintah pun telah menyatakan sikapnya untuk memerangi korupsi. Tetapi
dalam kenyataannya, pelaku tindak pidana korupsi dari tahun ke tahun tetap saja mengalami
peningkatan. Salah satu contoh kasus yang juga diangkat dalam penulisan hukum ini adalah tindak
pidana suap terhadap hakim yang dilakukan oleh OCK yang merupakan seorang Advokat senior di
Indonesia.
Adanya hak imunitas yang diberikan kepada seorang Advokat berdasarkan Pasal 16
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Pasal 7 huruf g Kode Etik Advokat
Indonesia, seringkali menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Hak Imunitas yang diberikan
terhadap Advokat tidaklah berlaku murni, melainkan tetap dalam batasan-batasan tertentu, bisa
dilihat dengan tetap adanya pemidanaan terhadap Advokat yang melakukan tindak pidana, seperti
kasus tindak pidana suap terhadap hakim yang dilakukan oleh OCK, yang mana telah dijatuhkan
putusan pemidanaan dan telah Inkraacht berdasarkan Putusan 1319K/Pid.Sus/2016. Tentu saja
tindakan yang dilakukan oleh OCK ini tidak hanya melanggar ketentuan Hukum Pidana, namun
juga Kode Etik Advokat itu sendiri
Maka penulisan ini menyoroti mengenai pertanggungjawaban pidana seorang Advokat
yang melakukan tindak pidana suap terhadap hakim, baik secara pidana maupun berdasarkan
pelanggaran Kode Etik yang dilakukannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yuridis normatif, dengan mempergunakan data primer dan data sekunder. Teknik yang
dipergunakan dalam pengumpulan data berupa studi dokumen dengan menggunakan bahan hukum
primer, sekunder dan tersier, serta wawancara sebagai pelengkap.
Dari hasil yang didapatkan, yaitu seorang Advokat yang melakukan tindak pidana suap
terhadap hakim, tidak bedanya dengan subjek hukum lainnya, juga diancam dengan Pasal 6 ayat
(1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain diancam secara pidana, bagi Advokat yang
melakukan tindak pidana suap terhadap hakim juga akan diperiksa dan diadili oleh Dewan
Kehormatan karena melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Advokat.

Kata Kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Suap Hakim, Advokat, Kode Etik

1
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

I. PENDAHULUAN (vide, Pasal 1 ayat (1)). Status


Di berbagai belahan dunia, Advokat adalah penegak hukum
korupsi selalu mendapatkan dan sebagai penegak hukum
perhatian yang lebih bebas dan mandiri (vide, Pasal 5
dibandingkan dengan tindak ayat (1)). Tentang status Advokat
pidana lainnya. Dampak yang sebagai penegak hukum ini pada
ditimbulkan dapat menyentuh saat yang sama juga diatur dalam
berbagai bidang kehidupan. Pasal 38 ayat (1) UU Kekuasaan
Korupsi merupakan masalah Kehakiman. Dengan demikian
serius, tindak pidana ini dapat Advokat adalah profesi hukum
membahayakan stabilitas dan sekaligus juga sebagai penegak
keamanan masyarakat, hukum. 1
membahayakan pembangunan Berdasarkan Kode Etik
sosial ekonomi, dan juga politik, Advokat Indonesia, yang
serta dapat merusak nilai-nilai dimaksud dengan Advokat
demokrasi dan moralitas, karena adalah orang yang berpraktek
lambat laun perbuatan ini seakan memberi jasa hukum, baik di
menjadi sebuah budaya. Korupsi dalam maupun di luar pengadilan
merupakan ancaman terhadap yang memenuhi persyaratan
cita-cita menuju masyarakat adil berdasarkan undang-undang yang
dan makmur. berlaku, baik sebagai Advokat,
Faktanya, tindak pidana pengacara, penasehat hukum,
korupsi itu sendiri, khususnya pengacara praktek ataupun
suap di Indonesia sudah begitu sebagai konsultan hukum .
meluas dan sudah merambah ke Mengingat peranan Advokat
segala aspek kehidupan termasuk yang sangat strategis, maka
dalam aspek hukum itu sendiri. disamping adanya Undang-
Perkembangannya terus Undang Nomor 18 Tahun 2003
meningkat dari tahun ke tahun, tentang Advokat, diperlukan pula
baik jumlah kasus yang terjadi, patokan norma perilaku
jumlah kerugian negara yang kepribadian bagi para Advokat
ditimbulkan maupun jumlah dan dalam menjalankan tugas dan
kualitas pelaku yang fungsinya yang disebut dengan
melakukannya. Salah satu profesi Kode Etik Advokat, yang
hukum yang rentan untuk menjadi tolak ukur kepribadian
dilakukannya tindak pidana anggotanya guna mencegah
korupsi, lebih khususnya suap, perbuatan yang tidak etis atau
adalah profesi advokat. bahkan yang dapat menodai citra
Undang-Undang Nomor 18 profesi Advokat, mengingat
Tahun 2003 tentang Advokat profesi Advokat merupakan
secara eksplisit telah mengatur profesi terhormat (officium
bahwa Advokat ialah orang yang nobile).
berprofesi memberi jasa hukum,
baik di dalam maupun di luar 1
http://www.peradi.co/module/uploads/2016/
pengadilan yang memenuhi 02/PENEGAKAN-ETIKA-BAGI-
syarat berdasarkan ketentuan ADVOKAT1.pdf diakses pada 6 Desember
2016, pukul 07.53.

2
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Pasal 15 Undang-Undang kasasi melalui Putusan Nomor


Nomor 18 Tahun 2003 tentang 1319K/Pid.Sus/2016.
Advokat menjelaskan, bahwa Pidana yang dijatuhkan oleh
advokat bebas dalam Majelis Hakim yang mengadili
menjalankan tugas profesinya OCK pada tingkat kasasi pun
untuk membela perkara yang lebih berat daripada tingkat
menjadi tanggung jawabnya banding dan tingkat pertama,
dengan tetap berpegang pada dengan rincian :
kode etik profesi dan peraturan Tingkat Pertama :
perundang-undangan. Pidana penjara selama 5 (lima)
Konsekuensi dari pasal ini adalah Tahun 6 (enam) bulan, dan denda
bahwa, dalam menjalankan sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga
tugasnya, Advokat harus ratus juta rupiah) subsidair
menjunjung tinggi kode etik pidana kurungan pengganti
profesinya dan peraturan selama 4 (empat) bulan.
perundang-undangan yang Tingkat Kedua :
berlaku. Pidana penjara selama 7 (tujuh)
Salah satu contoh kasus tahun dan denda sebesar Rp.
terkait Advokat yang melakukan 300.000.000,00 (tiga ratus juta
tindak pidana korupsi, atau rupiah) subsidair 4 (empat) bulan
khususnya suap terhadap hakim kurungan.
adalah berikut: Tingkat Akhir :
“Indonesia Corruption Watch Pidana penjara selama 10
(ICW) menyebutkan pengacara (sepuluh) tahun pidana penjara
kondang OC Kaligis sebagai dan denda sebesar Rp.
pengacara ke-10 yang dijerat 500.000.000,00 (lima ratus juta
Undang-Undang Tindak Pidana rupiah) subsidiair 6 (enam) bulan
Korupsi. Berdasarkan data ICW, kurungan.
OC Kaligis merupakan pengacara Dari permasalahan diatas
ke-10 yang dijerat oleh UU maka permasalahan yang dapat
Tindak Pidana Korupsi," ujar disusun antara lain
Peneliti ICW Emerson Juntho 1. Bagaimanakah
dalam keterangan persnya kepada pertanggungjawaban pidana
Beritasatu.com, Rabu (15/7).” Advokat yang melakukan
Sebagaimana dikutip dari tindak pidana suap terhadap
berita di atas, seorang Advokat hakim?
senior yaitu OCKdipidana atas 2. Bagaimanakah
kasus tindak pidana korupsi, pertanggungjawaban Advokat
karena terbukti melakukan kasus yang melakukan pelanggaran
suap terhadap hakim di Kode Etik Advokat dalam
Pengadilan Tata Usaha Negara bentuk pidana?
(PTUN) Medan. Kasus suap
OCK ini pun telah mendapatkan
putusan yang telah berkekuatan II. METODE
hukum tetap, yaitu pada tingkat Metode pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini

3
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

adalah pendekatan yuridis dengan cara studi kepustakaan


normatif. Pendekatan yuridis (library research) yang terdiri
adalah suatu pendekatan yang dari bahan hukum primer, bahan
mengacu pada hukum dan hukum sekunder, dan bahan
peraturan perundang-undangan hukum tersier serta penelitian
yang berlaku2, sedangkan terdahulu yang berkaitan dengan
pendekatan normatif, adalah objek kajian penelitian ini yang
pendekatan yang dilakukan dapat berupa peraturan
dengan cara meneliti bahan perundang-undangan, literatur
pustaka atau data sekunder dan karya tulis ilmiah lainnya,
terhadap azas-azas hukum serta serta wawancara kepada sumber
studi kasus yang dengan kata terkait.
lain sering disebut sebagai Metode analisis data
penelitian hukum kepustakaan.3 menggunakan cara deskriptif
Spesifikasi penelitian ini kualitatif dengan memberikan
menggunakan spesifikasi gambaran secara khusus
penelitian secara Deskriptif berdasarkan data yang
Analitis.Deskriptif yaitu dikumpulkan secara sistematis.
penelitian yang bertujuan Pada penelitian hukum normatif
melukiskan tentang hal di daerah yang menelaah data sekunder,
tertentu dan pada saat maka penyajian data dilakukan
tertentu.4Analitis maksudnya sekaligus dengan analisanya.
dikaitkan dengan teori-teori Sifat analisis deskriptif adalah
hukum yang ada dan/atau bahwa peneliti dalam
peraturan perundang-undangan menganalisis berkeinginan untuk
yang berkaitan dengan objek memberikan gambaran atau
yang diteliti. pemaparan atas subjek dan objek
Jenis dan sumber data yang penelitian sebagaimana hasil
digunakan adalah Data Primer penelitian dilakukan.5
dan Data Sekunder, dimana yang
digunakan adalah bahan hukum III. HASIL DAN
primer, sekunder dan tersier, PEMBAHASAN
serta wawancara sebagai data A. Pertanggungjawaban
pelengkap. Pidana Advokat Pelaku
Metode pengumpulan data Tindak Pidana Suap
yang didasarkan pada sumber Terhadap Hakim
data yang diperoleh dalam Kriminalisasi terhadap
penelitian ini, data dikumpulkan tindak pidana suap
sebenarnya sudah ada pada
2
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Kitab Undang-Undang
Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta Hukum Pidana (KUHP) yaitu
: Ghalia Indonesia, 1982), hal.20. pada Pasal 209, Pasal 210,
3
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
Penelitian Hukum Normatif Suatu 5
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad,
Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Grafindo Persada, 2004),hal.13. Empiris,(Yogyakarta; Pustaka Pelajar,2010)
4
Roni Hanitjo Soemitro,Op. Cit. Hal. 35. Halaman 183

4
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Pasal 419, dan Pasal 420 Tingkat Pertama :


KUHP. Jika dikaitkan dengan Pidana penjara selama 5
studi kasus yang diangkat (lima) Tahun 6 (enam) bulan,
dalam penulisan hukum ini, dan denda sebesar Rp.
maka Pasal yang berkaitan 300.000.000,00 (tiga ratus
dengan tindak pidana suap juta rupiah) subsidair pidana
terhadap hakim adalah Pasal kurungan pengganti selama 4
210 dan 420 KUHP. (empat) bulan.
Pasal 210 dan 420 KUHP Tingkat Kedua
ini kemudian ditarik dan : Pidana penjara selama 7
diatur secara khusus dalam (tujuh) tahun dan denda
Undang-Undang Nomor 20 sebesar Rp. 300.000.000,00
Tahun 2001 tentang (tiga ratus juta rupiah)
Perubahan Atas Undang- subsidair 4 (empat) bulan
Undang Nomor 31 Tahun kurungan.
1999 tentang Pemberantasan Tingkat Akhir
Tindak Pidana Korupsi, : Pidana penjara selama 10
tepatnya pada Pasal 6. (sepuluh) tahun pidana
Dapat dicermati, bahwa penjara dan denda sebesar
setelah diundangkannya Rp. 500.000.000,00 (lima
Undang-Undang ratus juta rupiah) subsidiair 6
Pemberantasan Tindak (enam) bulan kurungan.
Pidana Korupsi, secara Terjadinya tindak pidana
otomatis menggeser korupsi, terkhusus suap-
peraturan terkait suap- menyuap yang dilakukan
menyuap yang terdapat dalam dalam proses peradilan di
KUHP, sesuai dengan asas Indonesia, dapat dikaitkan
Lex Specialis Derogat Lex dengan pandangan Emile
Generalis. Durkheim, bahwa hukum
Selain Pasal 6, Suap- yang berlaku berhubungan
Menyuap dalam Undang- erat dengan moralitas.
Undang Nomor 31 Tahun Menurut Durkheim, hukum
1999 jo. Undang-Undang mengandung empat moralitas,
Nomor 20 Tahun 2001 yaitu :
tentang Pemberantasan - Pertama, ia merupakan
Tindak Pidana Korupsi, moralitas untuk
diatur pula pada pasal 5, 6, merumuskan tindakan
11, 12 dan 13. yang dianggap tidak
Studi kasus berupa tindak bermoral oleh masyarakat.
pidana suap terhadap hakim, Moralitas tindakan yang
sebagaimana diangkat dalam dianggap tidak bermoral
penulisan hukum ini, telah tersebut tercermin dalam
diputus secara Inkracht rumusan hukum pidana.
melalui Putusan Nomor - Kedua, hukum merupakan
1319K/Pid.Sus/2016, dengan moralitas yang
rincian : merumuskan bagaimana

5
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

orang berinteraksi sosial Durkheim, bahwa hukum dan


maupun moralitas fungsi- moral mempunyai kaitan erat
fungsi sosial. Bagaimana diantara keduanya, meskipun
orang tua berinteraksi hukum tidaklah sama dengan
dengan anak, suami moralitas begitu juga
dengan istri, pembeli dan sebaliknya, namun hukum
penjual, dan sebagainya. yang baik bermula dari
Moralitas interaksi sosial moralitas yang baik pula.
ini tercermin dalam Pernyataan diatas
rumusan hukum perdata. memberi artian, bahwa dalam
- Ketiga, hukum merupakan mewujudkan proses peradilan
moralitas bagi para yang bersih dan berasaskan
praktisi hukum pada keadilan, haruslah
(pengacara, polisi, jaksa, diimbangi dengan
hakim) untuk bertindak kepribadian para penegak
secara profesional dalam hukum yang pada pokoknya
pekerjaannya dengan bermoral (baik, jujur,
mengacu pada moralitas bertanggung jawab, adil) dan
praktisi hukum. Moralitas berintegritas tinggi. Hal ini
praktisi hukum ini bahkan diatur sebagai syarat
tercermin dalam asas-asas untuk diangkat menjadi
hukum. Advokat, tepatnya pada Pasal
- Keempat, secara 3 ayat (1) angka 9 Undang-
keseluruhan hukum Undang Nomor 18 Tahun
merupakan moralitas 2003 tentang Advokat.
masyarakat tempat hukum Terkait pemidanaan, dari
tersebut dibuat dan Putusan yang telah
6
dilaksanakan. dipaparkan sebelumnya,
Jika dicermati, dan dapat disimpulkan, bahwa
dengan mengacu pada tidak ada perbedaan mendasar
pandangan Durkheim di atas, antara pertanggungjawaban
maraknya suap-menyuap pidana seorang Advokat yang
dalam proses peradilan dapat melakukan tindak pidana
dinilai sebagai adanya suap terhadap hakim, dengan
permasalahan yang terdapat pelaku suap lainnya selain
pada diri penegak hukum. Advokat. Tindak Pidana Suap
Permasalahan utama yang Terhadap Hakim secara jelas
terdapat pada diri penegak diatur dalam Pasal 6 Undang-
hukum adalah moral dan Undang Nomor 31 Tahun
integritas nya dalam 1999 jo.Undang-Undang
menjalankan tugas. Penulis Nomor 20 Tahun 2001
pribadi sependapat dengan tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yang
6
Muhammad Mustofa, “Suap Menyuap dan merupakan pengkhususan
Mafia Peradilan di Indonesia : Telaah dari Pasal 210 dan Pasal 420
Kriminologis”, Masalah-Masalah Hukum KUHP.
Jilid 42, Nomor 1, 2013.

6
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Pada dasarnya, baik suatu perkara yang


Putusan pada Tingkat didaftarkannya, dan Pasal 6
Pertama yaitu Putusan Nomor ayat (1) huruf a Undang-
89/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jkt. Undang Pemberantasan
Pst., Tingkat Kedua Putusan Tindak Pidana Korupsi secara
Nomor khusus mengatur bahwa
14/PID/TPK/2016/PT.DKI, seseorang yang memberi atau
dan Tingkat Kasasi yaitu menjanjikan sesuatu kepada
Putusan Nomor hakim dengan maksud untuk
1319K/Pid.Sus/2016 telah mempengaruhi putusan
memuat hal-hal yang harus perkara yang diserahkan
ada dalam suatu putusan kepadanya untuk diadili,
pemidanaan sebagaimana diancam dengan pidana
ditetapkan dalam Pasal 197 paling singkat 3 (tiga) tahun
KUHAP, Putusan inipun dan paling lama 15 (lima
telah didukung oleh belas) tahun dan pidana
setidaknya dua alat bukti denda paling sedikit Rp
yang sah, dan hakim 150.000.000,00 (seratus lima
mendapatkan keyakinan puluh juta rupiah) dan paling
karenanya, sebagaimana banyak Rp 750.000.000,00
ditetapkan dalam Pasal 183 (tujuh ratus lima puluh juta
jo. Pasal 184 KUHAP, rupiah).
mengenai penerapan hukum Terkait ketentuan
pembuktiannya telah sesuai mengenai unsur penyertaan
dengan undang-undang dan dan perbuatan berlanjut,
terdakwa telah diberi hak karena tindak pidana suap
untuk didampingi penasihat yang dilakukan OCK yang
hukum sesuai dengan memberikan sejumlah uang
ketentuan Pasal 54 KUHAP. kepada Majelis Hakim PTUN
Berdasarkan analisis Medan dilakukan bersama-
terhadap aturan hukumnya, sama dengan Moh. Yagari
dinilai terbuktinya Dakwaan Bhastara Guntur alias Gary,
Kesatu, yaitu Pasal 6 ayat (1) Gatot Pujo Nugroho, dan Evy
huruf a Undang-Undang Susanti, dan dilakukan secara
Nomor 31 Tahun 1999 beberapa kali dalam waktu
jo.Undang-Undang Nomor 20 yang tidak berjauhan, maka
Tahun 2001 tentang unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1
Pemberantasan Tindak KUHP dan Pasal 64 ayat (1)
Pidana Korupsi jo. Pasal 55 KUHP juga telah terpenuhi.
ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal Baik Putusan Nomor
64 ayat (1) KUHP sudah 89/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jkt.
tepat, karena OCK terbukti Pst., dan Putusan Nomor
telah memberikan sejumlah 14/PID/TPK/2016/PT.DKI,
uang kepada Majelis Hakim keduanya belum sepenuhnya
PTUN Medan demi memenuhi aspek keadilan dan
mengadili dan memenangkan kemanfaatan.

7
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Seorang Hakim memang dan Penyertaan Modal ini


diberikan kebebasan dalam seharusnya sangat bermanfaat
menjatuhkan putusan, namun dan dapat membantu
seorang Hakim tidak boleh kesejahteraan rakyat. Akan
menjatuhkan hukuman yang sangat tidak adil, apabila
lebih rendah dari batas karena perbuatan yang
minimal dan juga tidak boleh dilakukan OCK, menutup
menjatuhkan hukuman yang kemungkinan terkuaknya
lebih tinggi dari batas dugaan kasus tindak
maksimal hukuman yang pidanakorupsi tersebut.
telah ditentukan Undang- Sehingga Hakim pun dalam
Undang. Menurut penulis, menjatuhkan Putusan tidak
sekalipun adanya kebebasan hanya memperhatikan
hakim dalam menjatuhkan keadilan bagi Terdakwa,
putusan, dan telah namun juga bagi masyarakat.
dipertimbangkannya hal-hal Sama halnya dengan asas
yang memberatkan dan kemamfaatan hukum pun
meringankan dari Terdakwa, perlu diperhatikan karena
namun satu hal yang juga semua orang mengharapkan
harus dipertimbangkan yaitu adanya manfaat dalam
dampak yang ditimbulkan pelaksanaan penegakan
terhadap masyarakat. hukum. Jangan sampai
Jika dikaitkan dengan penegakan hukum justru
asas keadilan dan menimbulkan keresahan
kemanfaatan, perbuatan OCK masyarakat. Perbuatan OCK
sebagai Advokat, yang telah menimbulkan rasa
melakukan suap terhadap ketidakpercayaan masyarakat
Hakim, sangat merugikan terhadap penegakkan hukum
masyarakat baik secara di Indonesia. Tidak akan ada
langsung maupun tidak tercipta masyarakat yang taat
langsung. Dilakukannya suap hukum, bila masyarakat itu
oleh OCK terhadap Majelis sendiri tidak percaya terhadap
Hakim PTUN Medan, para penegak hukumnya.
berakibatkan bahwa dugaan Sehingga penjatuhan pidana
terjadinya tindak Pidana terhadap OCK haruslah
Korupsi Dana Bantuan Sosial memenuhi asas kemanfaatan,
(Bansos), Bantuan Daerah baik bagi diri Terdakwa agar
Bawahan (BDB), Bantuan tidak mengulangi tindak
Operasional Sekolah (BOS), pidana lagi, bagi para
tunggakan Dana Bagi Hasil penegak hukum lain agar
(DBH) dan Penyertaan Modal tidak melakukan tindak
pada sejumlah BUMD pada pidana yang sama, dan bagi
Pemerintah Provinsi masyarakat agar terjaga rasa
Sumatera Utara, bisa saja kepercayaannya terhadap
tidak terungkap, padahal baik para penegak hukum.
Bansos, BDB, BOS, DBH

8
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Selanjutnya pada Putusan Pidana yang dijatuhkan oleh


Nomor 1319K/Pid.Sus/2016, Majelis Hakim Agung ini
Mahkamah Agung pada sesuai dengan Tuntutan Jaksa
pokoknya menilai bahwa Penuntut Umum, kecuali
alasan-alasan kasasi Pemohon bagian pidana kurungan
II/Terdakwa tidaklah pengganti denda nya.
beralasan hukum, sehingga Dijatuhkannya pidana
harus dinyatakan ditolak. sesuai Tuntutan Jaksa
Sedangkan alasan kasasi Penuntut Umum, meskipun
Pemohon II/Penuntut Umum belum maksimal sesuai
beralasan hukum, sehingga dengan ketentuan Pasal 6 ayat
dikabulkan. Mahkamah (1) huruf a Undang-Undang
Agung melalui Putusan nya Pemberantasan Tindak
membatalkan Putusan Pidana Korupsi, dirasa cukup
Pengadilan Tindak Pidana untuk memenuhi asas
Korupsi pada Pengadilan kemanfaatan dan keadilan.
Tinggi Jakarta Nomor Majelis Hakim Mahkamah
14/PID/TPK/2016/PT.DKI. Agung dalam Putusan Nomor
yang mengubah Putusan 1319K/Pid.Sus/2016 ini pun
Pengadilan Tindak Pidana telah mempertimbangkan hal-
Korupsi pada Pengadilan hal yang memberatkan dan
Negeri Jakarta Pusat Nomor meringankan dari Terdakwa,
89/Pid. yang mana mencakup dari
Sus/TPK/2015/PN.Jkt.Pst. sisi diri pribadi Terdakwa,
dan memutuskan untuk dan juga akibatnya yang
mengadili sendiri perkara ini. ditimbulkan terdakwa yang
Dalam Putusan Nomor berlaku baik bagi para
1319K/Pid.Sus/2016, OCK penegak hukum lain maupun
dinyatakan terbukti secara sah masyarakat.
dan meyakinkan bersalah Mengenai asas kepastian
melakukan tindak pidana hukum dalam ketiga Putusan
korupsi secara bersama-sama yang dibahas dalam skrsipsi
dan berlanjut. Terkait ini sudah terpenuhi, karena
pemidanaan, pidana yang perbuatan yang dilakukan
dijatuhkan terhadap OCK OCK telah jelas diatur
diperberat menjadi pidana sebelum perbuatan tersebut
penjara selama 10 (sepuluh) dilakukan. Sehingga telah
tahun dan denda sebesar sesuai pula dengan Asas
Rp500.000.000,00 (lima ratus Legalitas, dimana tidak ada
juta rupiah) dengan ketentuan suatu perbuatan yang dapat
apabila denda tersebut tidak dipidana apabila tidak ada
dibayar maka kepada aturan yang mengatur
Terdakwa dikenakan pidana sebelumnya.
pengganti pidana denda Terlepas dari penjatuhan
berupa pidana kurungan pidana pokok yang telah
selama 6 (enam) bulan. diputuskan dalam Putusan

9
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Nomor Tindak Pidana Korupsi


89/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jkt. memungkinkan untuk
Pst., Putusan Nomor dijatuhkannya pidana
14/PID/TPK/2016/PT.DKI tambahan kepada Terdakwa
dan Putusan Nomor yang melakukan tindak
1319K/Pid.Sus/2016, Majelis pidana korupsi sebagaimana
Hakim masih kurang diatur dalam Pasal 2, 3, 5
memaksimalkan pidana yang sampai dengan 14, yaitu
dapat dijatuhkan terhadap berupa :
kasus ini. a. Perampasan barang
Secara normatif, tidak ada bergerak yang berwujud
satu pasal pun di dalam atau yang tidak berwujud
KUHAP yang mengharuskan atau barang tidak
hakim memutus pemidanaan bergerak yang digunakan
sesuai Tuntutan Jaksa untuk atau yang
Penuntut Umum. Hakim diperoleh dari tindak
memiliki kebebasan untuk pidana korupsi, termasuk
menentukan pemidanaan perusahaan milik
sesuai dengan pertimbangan terpidana di mana tindak
hukum dan nuraninya. pidana korupsi
Dengan demikian, dalam dilakukan, begitu pula
hal pidana terbukti, vonis dari barang yang
yang dijatuhkan hakim mengantikan barang-
mungkin saja lebih rendah barang tersebut;
atau lebih tinggi dari tuntutan b. Pembayaran uang
jaksa. Kalau lebih rendah dari pengganti yang
tuntutan jaksa, Komisi jumlahnya sebanyak-
Pemberantasan Korupsi banyaknya sama dengan
biasanya punya standar. harta benda yang
Kalau putusan hakim tak diperoleh dari tindak
sampai dua pertiga dari pidana korupsi.
tuntutan, maka KPK akan c. Penutupan seluruh atau
mengajukan banding.7 sebagian perusahaan
Berlaku pula bagi kasus untuk waktu paling lama
ini, Hakim bisa saja 1 (satu) tahun;
menjatuhkan pidana d. Pencabutan seluruh atau
tambahan terhadap OCK. sebagian hak-hak tertentu
Ketentuan Pasal 18 Undang- atau penghapusan
Undang Nomor 31 Tahun seluruh atau sebagian
1999 jo. Undang-Undang keuntungan tertentu,
Nomor 20 Tahun 2001 yang telah atau dapat
tentang Pemberantasan diberikan oleh
Pemerintah kepada
7
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt terpidana.
577c88908b259/vonis-lebih-tinggi-dari- Berdasar pada ketentuan
tuntutan--boleh-nggak-sih diakses pada Pasal diatas, Majelis Hakim
tanggal 10 Maret 2017 pukul 8.05 WIB

10
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

yang mengadili perkara OCK 2. Dengan pertimbangan


bisa saja menjatuhkan pidana atas berat atau ringannya
tambahan, berupa pencabutan sifat pelanggaran Kode
izin beracara bagi OCK. Etik Advokat dapat
Terlepas dari kewenangan dikenakan sanksi:
Dewan Kehormatan a. Peringatan biasa
Organisasi Advokat, Majelis bilamana sifat
Hakim yang mengadili pelanggarannya tidak
perkara OCK pun berwenang berat.
untuk melakukan pencabutan b. Peringatan keras
izin beracara sebagai Advokat bilamana pelanggarannya
terhadap OCK, terlebih hal berat atau karena
ini berkaitan langsung dengan mengulangi kembali
tindak pidana yang melanggar kode etik dan
dilakukannya. atau tidak mengindahkan
sanksi peringatan yang
B. Pertanggungjawaban pernah diberikan.
Advokat Yang Melakukan c. Pemberhentian sementara
Pelanggaran Kode Etik untuk waktu tertentu
Advokat Dalam Bentuk bilamana sifat
Pidana pelanggarannya berat,
Pada pokoknya, tidak mengindahkan dan
keseluruhan isi dari Kode tidak menghormati
Etik Advokat haruslah ketentuan kode etik atau
dijunjung tinggi dan dipatuhi, bilamana setelah
karena bila tidak maka mendapat sanksi berupa
Advokat tersebut telah peringatan keras masih
melakukan pelanggaran mengulangi melakukan
terhadap Kode Etik Advokat. pelanggaran kode etik.
Kode Etik Advokat pun d. Pemecatan dari
telah secara jelas mengatur keanggotaan organisasi
terkait sanksi-sanksi yang profesi bilamana
dapat dijatuhkan, apabila dilakukan pelanggaran
terjadi pelanggaran terhadap kode etik dengan maksud
Kode Etik Advokat, tepatnya dan tujuan merusak citra
dalam Pasal 16 : serta martabat
1. Hukuman yang diberikan kehormatan profesi
dalam keputusan dapat Advokat yang wajib
berupa: dijunjung tinggi sebagai
a. Peringatan biasa. profesi yang mulia dan
b. Peringatan keras. terhormat.
c. Pemberhentian sementara 3. Pemberian sanksi
untuk waktu tertentu. pemberhentian sementara
d. Pemecatan dari untuk waktu tertentu
keanggotaan organisasi harus diikuti larangan
profesi. untuk menjalankan

11
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

profesi advokat diluar profesinya, namun masing


maupun dimuka dalam batas-batasan tertentu,
pengadilan. yakni haruslah tetap
4. Terhadap mereka yang berdasarkan pada peraturan
dijatuhi sanksi perundang-undangan dan
pemberhentian sementara Kode Etik Advokat.
untuk waktu tertentu dan Menganalisa kasus yang
atau pemecatan dari diangkat dalam penulisan
keanggotaan organisasi hukum ini, yaitu kasus tindak
profesi disampaikan pidana suap terhadap hakim
kepada Mahkamah yang dilakukan oleh OCK,
Agung untuk diketahui maka didapatkan hasil analisa
dan dicatat dalam daftar bahwa selain melanggar
Advokat. ketentuan pidana dalam
Seorang Advokat tidak Undang-Undang Nomor 31
dapat dituntut baik secara Tahun 1999 jo. Undang-
perdata maupun pidana dalam Undang Nomor 20 Tahun
menjalankan tugas profesinya 2001 tentang Pemberantasan
dengan iktikad baik untuk Tindak Pidana Korupsi, juga
kepentingan pembelaan Klien melakukan beberapa
dalam sidang pengadilan, hal pelanggaran terhadap Kode
ini diatur dalam Pasal 16 Etik Advokatsebagai berikut :
Undang-Undang Nomor 18 1. OCK telah mengingkari
Tahun 2003 tentang Advokat. sumpah atau janji yang
Hal ini sejalan dengan telah dilakukannya pada
ketentuan Pasal 7 huruf g saat diangkat disumpah
Kode Etik Advokat, yaitu untuk menjadi Advokat,
bahwa seorang Advokat tepatnya pada lafal bahwa
bebas mengeluarkan dalam menjalankan tugas
pernyataan-pernyataan atau profesi di dalam atau di
pendapat yang dikemukakan luar pengadilan tidak akan
dalam sidang pengadilan memberikan atau
dalam rangka pembelaan menjanjikan sesuatu
dalam suatu perkara yang kepada hakim, pejabat
menjadi tanggung jawabnya pengadilan atau pejabat
baik dalam sidang terbuka lainnya agar
maupun dalam sidang memenangkan atau
tertutup yang dikemukakan menguntungkan bagi
secara proporsional dan tidak perkara Klien yang sedang
berkelebihan dan untuk itu atau akan ditanganinya;
memiliki imunitas hukum 2. OCK telah mengingkari
baik perdata maupun pidana. jiwa kepribadian advokat
Kedua Pasal di atas memang yang tercantum dalam
memberikan hak imunitas Pasal 2 Kode Etik
kepada Advokat dalam Advokat, yaitu bersikap
menjalankan tugas satria, jujur dalam

12
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

mempertahankan keadilan pun dijatuhkan putusan oleh


dan kebenaran dilandasi Dewan Kehormatan agar
moral yang tinggi, luhur dipecat dari keanggotaan
dan mulia, dan yang dalam organisasi profesi.
melaksanakan tugasnya Pertimbangannya adalah
menjunjung tinggi hukum, karena pelanggaran-
Undang-undang Dasar pelanggaran yang dilakukan
Republik Indonesia, Kode oleh OCK sangat merusak
Etik Advokat serta sumpah citra serta martabat
jabatannya. kehormatan profesi Advokat
3. OCK telah melanggar yang wajib dijunjung tinggi
Pasal 3 huruf g Kode Etik sebagai profesi yang mulia
Advokat, yang berisikan dan terhormat (Officium
bahwa Advokat harus Nobile).
senantiasa menjunjung Diatur dalam Pasal 10
tinggi profesi Advokat Undang-Undang Nomor 18
sebagai profesi terhormat Tahun 2003 tentang Advokat,
(officium nobile), karena yang telah disebutkan
perbuatannya sangat tidak sebelumnya, bahwa seorang
mencerminkan Advokat Advokat dapat berhenti atau
yang harusnya bersifat diberhentikan dari profesinya
officium nobile. secara tetap karena dijatuhi
4. OCK telah melanggar pidana yang telah
Pasal 4 huruf b, dengan berkekuatan hukum tetap,
memberikan keterangan karena melakukan tindak
atau arahan yang pidana yang diancam dengan
menyesatkan Klien nya, hukuman 4 (empat) tahun
untuk melakukan suap atau lebih, dan dalam hal ini
terhadap Majelis Hakim, setelah adanya Putusan
agar perkara yang Nomor 1319K/Pid.Sus/2016
ditanganinya dapat maka Putusan pemidanaan
dimenangkan. terhadap OCK telah Inkracht
5. OCK melanggar Pasal 7 atau berkekuatan hukum
huruf c, dengan tetap.
menghubungi hakim tanpa
bersama-sama ataupun IV. KESIMPULAN
diketahui oleh Advokat Berdasarkan uraian yang
pihak lawan (dalam hal ini telah dipaparkan pada
adalah kuasa dari pembahasan dalam bab-bab
Kejaksaan Tinggi Sumut sebelumnya, maka penulis dapat
sebagai Tergugat). mengambil kesimpulan sebagai
Dengan terjadinya berikut :
beberapa pelanggaran 1. Pertanggungjawaban pidana
terhadap Kode Etik Advokat seorang Advokat yang
yang dilakukan oleh OCK, melakukan tindak pidana
maka sudah sepatutnya OCK suap terhadap hakim tidaklah

13
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

berbeda dengan subjek Advokat yang dilakukan oleh


hukum lainnya selain Advokat berupa pidana, maka
Advokat, yaitu berdasarkan sekalipun telah adanya
pada Undang-Undang Nomor Keputusan Dewan
31 Tahun 1999 jo. Undang- Kehormatan, Advokat
Undang Nomor 20 Tahun tersebut masih dapat dituntut
2001 tentang Pemberantasan secara pidana. Mengenai
Tindak Pidana Korupsi, dan sanksi yang dapat dijatuhkan
hasil yang didapatkan dalam hal seorang Advokat
berdasarkan Analisa adalah : melakukan pelanggaran Kode
- Putusan Nomor Etik Advokat berbentuk
89/Pid.Sus/TPK/2015/PN. pidana, terkhusus dalam
Jkt.Pst. dan Putusan kasus yang diangkat dalam
Nomor penulisan skripsi ini, yaitu
14/PID/TPK/2016/PT.DKI Tindak Pidana Suap terhadap
telah tepat dalam Hakim, yang juga telah
menerapkan Pasal 6 ayat mendapat Putusan yang sudah
(1) huruf a, namun In Kracht berupa pidana
pemidanaan yang penjara 4 (empat) tahun atau
dijatuhkan belum lebih, maka sudah seharusnya
memenuhi asas keadilan Advokat tersebut dipecat dari
dan kemanfaatan. keanggotaan organisasi
- Putusan Nomor profesi, atau diberhentikan
1319K/Pid.Sus/2016 dari profesinya secara tetap.
adalah sudah tepat, dan
pemidanaan yang V. DAFTAR PUSTAKA
dijatuhkan pun adalah Soemitro, Roni Hanitijo,
pidana maksimal sesuai Metodologi Penelitian
Tuntutan Jaksa Penuntut Hukum dan Jurimetri,
Umum. Putusan tingkat (Jakarta: Ghalia Indonesia,
akhir ini telah sesuai 1988)
dengan asas kepastian, Soerjono Soekanto dan Sri
kemanfaatan dan keadilan. Mamudji, Penelitian Hukum
- Dari ketiga tingkat Normatif Suatu Tinjauan
Putusan yang dijatuhkan, Singkat, (Jakarta: PT. Raja
ketiganya masih belum Grafindo Persada, 2004)
memaksimalkan pidana Fajar, Mukti dan Yulianto
yang dapat dijatuhkan, Achmad, Dualisme
salah satunya yaitu berupa Penelitian Hukum Normatif
pencabutan hak/izin dan Empiris,(Yogyakarta;
beracara bagi terpidana, Pustaka Pelajar,2010)
sesuai Pasal 18 Undang- Mustofa, Muhammad “Suap
Undang Pemberantasan Menyuap dan Mafia
Tindak Pidana Korupsi. Peradilan di Indonesia :
2. Dalam hal bentuk Telaah Kriminologis”,
pelanggaran Kode Etik

14
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Masalah-Masalah Hukum
Jilid 42, Nomor 1, 2013.
http://www.peradi.co/module/up
loads/2016/02/PENEGAKA
N-ETIKA-BAGI-
ADVOKAT1.pdf diakses
pada 6 Desember 2016,
pukul 07.53.
http://www.hukumonline.com/b
erita/baca/lt577c88908b259/
vonis-lebih-tinggi-dari-
tuntutan--boleh-nggak-sih
diakses pada tanggal 10
Maret 2017 pukul 8.05 WIB

15

Anda mungkin juga menyukai