Anda di halaman 1dari 2

Perayaan Hari Hidup Bakti Sedunia ke-27 KAM

Oleh Fr. Petrus Pit Duka Karwayu, CMF

Hari Hidup Bakti Sedunia, 2 Februari 2023, menjadi kesempatan bagi ribuan biarawan dan
biarawati untuk berkumpul merayakan komitmen religius mereka bersama. Adapun di Keuskupan
Agung Medan, perayaan dirayakan di tiga tempat: Pangururan, Siantar dan di Medan. Untuk
wilayah Medan, perayaan dilaksanakan di Aula STIKES Elisabet dan dihadiri oleh ragamnya tarekat
Hidup Bakti. Dengan tema “Kaum Hidup Bakti Bersekutu”, perayaan diniatkan sebagai komitmen
bagi semua kaum Hidup Bakti di KAM untuk terlibat aktif dalam karya pastoral keuskupan, yang
mana fokus pastoralnya di tahun 2023 adalah “Umat Allah yang Bersekutu”.

Rangkaian Acara

Perayaan diawali dengan penyampaian materi oleh P. Martin, SVD. Dalam materi yang dibagikan, P.
Martin mengingatkan kembali para peserta akan sejarah lahirnya Hidup Bakti dalam gereja dan
perkembangannya, termasuk, masalah-masalah klasik yang kerab dihadapi komunitas Hidup Bakti.
Masalah klasik tersebut adalah tentang dua kecendrungan berlawanan yang bagai simalakama
menjadi pemicu konflik dalam komunitas kebiaraan: mereka yang menginginkan Hidup Bakti
kembali ke pendekatan konservatif, dan mereka yang menginginkan pembaruan tak henti lewat
inovasi.

Apapun itu, sebagaimana Paus Fransiskus pada perayaan Hidup Bakti Sedunia tahun sebelumnya
menyebut, “Saya sangat diteguhkan ketika melihat para pria dan wanita yang lebih tua yang
berbakti dengan mata yang cerah, yang terus tersenyum dan dengan cara ini memberi harapan
kepada yang muda. Marilah kita memikirkan saat-saat ketika kita bertemu dengan orang-orang
seperti itu, dan pujilah Tuhan untuk hal ini. Karena mata mereka penuh dengan harapan dan
keterbukaan terhadap masa depan. Dan mungkin kita akan melakukannya dengan baik, pada hari-
hari ini, mengunjungi saudara dan saudari seiman kita yang lanjut usia, untuk melihat mereka,
untuk berbicara dengan mereka, untuk mengajukan pertanyaan, untuk mendengar apa yang
mereka pikirkan. Saya menganggap ini obat yang bagus” (02/02/2022).

Perayaan kemudian dilanjutkan dengan Misa bersama yang dipimpin langsung oleh Vikep Hidup
Bakti Kam, P. Romaldus Nairun, CMF dan tata perayaannya disertai dengan pembaruan komitmen
kebiaraan oleh seluruh peserta yang hadir. Dalam homilinya, P. Romi bercerita tentang kecemasan
akan hilangnya kemerdekaan dan kebebasan yang dialami manusia-manusia zaman ini. Untuk itu,
menurutnya, kaum Hidup Bakti tidak perlu terjerembab dalam nuansa yang sama, sebab belajar
dari pengalaman Maria, “setiap kali Tuhan memberikan misi kepada sesorang, dia diberitahu
‘jangan takut’”. Perayaan kemudian dilanjutkan dengan makan bersama dan diselingi oleh
pementasan kreativitas dari para Hidup Bakti.

Masa Depan yang penuh Harapan

Dalam konteks refleksi yang diartikulasikan tentang panggilan dan misi untuk persekutuan, untuk
seperasaan dengan Gereja (sentire cum Ecclesia), para biarawan/ti yang hadir diajak untuk
membangun hubungan pertukaran yang lebih dekat dan lebih tajam terutama tentang kerjasama
dengan kaum awam ( VC 54). Untuk membuat “tanggapan mereka lebih efektif terhadap tantangan-
tantangan besar zaman kita” ( VC 54).

Paus Fransiskus dalam Fratelli tutti juga mendorong kaum Hidup Bakti untuk maju di sepanjang
jalan harapan (FT 55) dan menjadi strategi orang percaya. Bagi Bapa Suci, itulah satu-satunya cara
untuk tidak membiarkan diri diliputi oleh kecemasan dan kesulitan-kesulitan saat ini. Baginya,
panggilan untuk Hidup Bakti tidak muncul dari perhitungan biaya-manfaat yang cermat tetapi
merupakan karunia gratis yang timbul dari kasih Tuhan yang melimpah dan muncul dari
“perjumpaan yang mengubah hidup” (02/02/16). Sadar akan masa lalu dan mensyukurinya, yakin
akan masa depan dan terbuka pada harapan, para Hidup Bakti harus “menjalani masa kini dengan
penuh semangat”, yaitu, tanpa memalingkan pandangan mereka dari tragedi kemanusiaan yang
terluka dan hilang.

Dalam masyarakat yang tampaknya mendorong perselisihan antara budaya yang berbeda, di mana
koeksistensi sosial dikompromikan oleh ketidaksetaraan dan penyalahgunaan sistematis terhadap
yang paling lemah, “pria dan wanita yang dibaktikan dipanggil pertama dan terutama untuk
menjadi pria dan wanita perjumpaan”. Itu artinya kaum Hidup Bakti hendaknya berkolaborasi
dalam penciptaan ikatan sosial yang dicirikan oleh persahabatan dan persaudaraan.

“Saudara dan Saudari untuk Misi”

Tema tersebut diusung dalam Hari Hidup Bakti Sedunia ke-27 dan juga menjadi inspirasi
berjalannya temu kaum Hidup Bakti KAM. Sebagaimana ditegaskan Paus Fransiskus kepada para
Hidup Bakti di Basilika Santa Maria Maggiore, “Para kaum hidup bakti memiliki peran khusus, yang
berasal dari karunia khusus…: bahwa kalian sepenuhnya berdedikasi kepada Tuhan dan Kerajaan-
Nya, dalam kemiskinan, kemurnian dan ketaatan”. Pesan Bapa Suci tentu mengingatkan kita
kembali akan ajakan Konsili Vatikan II, bahwa kaum Hidup Bakti “dikhususkan untuk kesejahteraan
seluruh Gereja” ( LG §44). Menariknya, tema tersebut mengandaikan bahwa dalam proses bermisi,
sebuah ordo atau tarekat religius bukanlah pejuang tunggal. Misi Allah perlu dikerjakan dalam
persekutuan, baik antar lembaga Hidup Bakti maupun dengan kemasyarakatan. Itulah sebabnya,
Bapa Suci di akhir pesannya menyebut, “Hari ini kita merayakan pesta perjumpaan”.

Akhirnya, terlepas dari gerak misi kaum Hidup Bakti yang terlibat dalam persekutuan dengan
gereja lokal KAM, dari prestasi maupun tantangan yang dialami dalam budaya perjumpaan, rasanya
ingatan akan Vita consecrata, perlu ditegaskan. Vita Consecrata mengingatkan kita bahwa tanggung
jawab untuk berpartisipasi dalam misi penginjilan Gereja perlu ditempatkan dalam perspektif
pneumatologis, dengan menunjukkan bahwa “tugas misioner pertama dari kaum hidup bakti
adalah untuk diri mereka sendiri, dan mereka memenuhinya dengan membuka hati mereka
terhadap dorongan Roh Kristus” ( VC §25). Hidup Bakti adalah sebuah philokalia: Roh Kuduslah
yang membuat mereka melihat rahmat dan keindahan ilahi yang memancar dari kemanusiaan
Kristus.

Anda mungkin juga menyukai