Anda di halaman 1dari 48

1

Struktur ruang internal Kota


Sprawl and Policentric City

K01 Introduction

PL 2102 – Pola Lokasi dan Struktur Ruang

Fika Novitasari, ST., MT.

Perencanaan Wilayah dan Kota – SAPPK ITB


2

Struktur perkuliahan
2. Lokasi industri
Pendekatan (Weber)
neoklasik 3. Wilayah pasar
4. Pendekatan lain (Hotelling)
Individu (perilaku,
struktural,
institusional,
evolusioner)
5. Dispersi
1. Lokasi dalam Pola ruang
ruang 6. Aglomerasi
Sistem internal kota Perdesaan
7. Von Thunen
(Pertanian)
Struktur internal
8. Monosentrik
Agregat
(sistem) Perkotaan
9. Polisentrik
Ranking kota 10. Rank Size Rule
Struktur eksternal
(sistem kota) 11. Hierarkis (Christaller, Losch)
Hubungan antar
kota
12. Jejaring
3

CBD akan penuh, akan kekurangan lahan sehingga terbentuk pusat di lokasi lain

Desentralisasi perkotaan

• Adalah kecenderungan penduduk dan/ atau pekerjaan untuk memencar


menjauhi CBD
4

Desentralisasi perkotaan

• Desentralisasi perkotaan adalah trend umum dengan penduduk dan pekerjaan


menjadi lebih menyebar menjauhi pusat kota
• Pola umum desentralisasi
• Polycentric city
• Sprawling city
5

Polycentric city

• Membentuk sub-pusat (konsentrasi) baru dengan kepadatan tinggi di luar pusat kota

perancis
inggris
6

Polycentric city SBD

• Misalkan terdapat tambahan satu sub-pusat kota di pinggiran (SBD


atau suburban business district).
• CBD tempat pemusatan pekerjaan dan belanja;
• SBD tempat pemusatan belanja saja (grafik)
• Harga sewa lahan maksimum di SBD lebih rendah dari CBD.
• Pekerja di SBD masih harus bepergian ke CBD untuk berbelanja
• Kurva SBD yang menuju CBD lebih landai daripada yang menjauhi CBD.
• Penambahan ongkos ulang-alik ke SBDsebagian tergantikan oleh pengurangan ongkos
berbelanja ke CBD
7

land rent

distance
8

Referensi
• Anderson, W.P (2012) Ecomonic Geography., ch. 18 & 19 New York: Routledge
• Hudalah, D., Viantari, D., Firman, T., & Woltjer, J. (2013) Industrial land development and
manufacturing deconcentration in Greater Jakarta.Urban Geography 34 (7), pp. 950-971.
• Neuman, M. (2005). The compact city fallacy. Journal of planning education and
research, 25(1), 11-26.
• Rogers, R. G., & Gumuchdjian, P. (1998). Cities for a small planet. Basic Books.
• Nelson, Arthur C., Casey J. Dawkins, and Thomas W. Sanchez. "Urban containment and
residential segregation: A preliminary investigation." Urban Studies 41.2 (2004): 423-439.
• Lang, E. R.,Sanchez T, and LeFurgy, J. (2006) Beyond Edgeless Cities : Office
Geography in the New Metropolis
• Lee, Bumso (2007) EDGE, or Edgeless Cities? Urban Spatial Structure In U.S
Metropolitan Areas, Journal of Regional Science, 47 (3) 2007, pp. 479-515.
• Bohl, C.C. (2000) New Urbanism and the City : Potential Application and Implications for
Distessed Inner-City Neighborhoods. Housing Policy Debate 11(4), pp. 761-801.
9

Terimakasih
10

Struktur ruang internal Kota


Sprawl and Policentric City

K02 Penyebab desentralisasi


perkotaan

PL 2102 – Pola Lokasi dan Struktur Ruang

Fika Novitasari, ST., MT.

Perencanaan Wilayah dan Kota – SAPPK ITB


11

Mengapa terjadi desentralisasi perkotaan?


• Perkembangan teknologi (grafik)
• Teknologi transportasi semakin berkembang, ada kereta bandung-jakarta, jarak terasa dekat

• Teknologi rumah tangga


• Teknologi informasi dan komunikasi
ada internet, kita bisa kerja di mana saja
12

Teknologi transportasi
13

Teknologi transportasi
• Penurunan ongkos transportasi menyebabkan kurva penawaran sewa
lahan menjadi landai dan batas kota meluas.
• Teknologi transportasi menyebabkan terjadinya “penurunan” ongkos
transportasi
• Mengapa?
• Ketika memilih moda transportasi, sebagian besar orang tidak hanya
mempertimbangkan biaya yang langsung yang dikeluarkan tetapi juga biaya
implisit, yakni biaya waktu perjalanan
• Dengan waktu tempuh perjalanan lebih cepat berarti kesejahteraan materi
meningkat, mis. memiliki waktu lebih untuk berekreasi, beristirahat, dan
melakukan aktivitas lain
14

Teknologi rumah tangga


• Lemari es. Mengapa?
• Dengan teknologi lemari es,
orang dapat menyimpan bahan
makanan lebih banyak dan lebih
lama sehingga frekuensi
kebutuhan untuk bepergian ke
pasar (CBD) menurun
• Ini berarti nilai kesejahteraan
untuk berada di dekat CBD
berkurang
15

Teknologi informasi dan komunikasi


• Apakah TIK dapat mengurangi
frekuensi perjalanan ke CBD?
bisa zoom atau gmeet di rumah, CBD dianggap sebagai
tempat belajar atau tempat bekerja

• Telecommuting: bekerja jarak


jauh

• Online shopping
jadi tidak perlu datang ke toko
16

Referensi
• Anderson, W.P (2012) Ecomonic Geography., ch. 18 & 19 New York: Routledge
• Hudalah, D., Viantari, D., Firman, T., & Woltjer, J. (2013) Industrial land development and
manufacturing deconcentration in Greater Jakarta.Urban Geography 34 (7), pp. 950-971.
• Neuman, M. (2005). The compact city fallacy. Journal of planning education and
research, 25(1), 11-26.
• Rogers, R. G., & Gumuchdjian, P. (1998). Cities for a small planet. Basic Books.
• Nelson, Arthur C., Casey J. Dawkins, and Thomas W. Sanchez. "Urban containment and
residential segregation: A preliminary investigation." Urban Studies 41.2 (2004): 423-439.
• Lang, E. R.,Sanchez T, and LeFurgy, J. (2006) Beyond Edgeless Cities : Office
Geography in the New Metropolis
• Lee, Bumso (2007) EDGE, or Edgeless Cities? Urban Spatial Structure In U.S
Metropolitan Areas, Journal of Regional Science, 47 (3) 2007, pp. 479-515.
• Bohl, C.C. (2000) New Urbanism and the City : Potential Application and Implications for
Distessed Inner-City Neighborhoods. Housing Policy Debate 11(4), pp. 761-801.
17

Terima kasih
18

Struktur ruang internal Kota


Sprawl and Policentric City

K03 Sprawl and Policentric City

PL 2102 – Pola Lokasi dan Struktur Ruang

Fika Novitasari, ST., MT.

Perencanaan Wilayah dan Kota – SAPPK ITB


19

acak
Sprawling city

 Perkembangan acak, berkepadatan rendah keluar CBD


tidak ada batasan
 Edgeless cities: tempat-tempat pekerjaan baru menyebar di luar CBD tanpa membentuk
konsentrasi/ sub pusat baru
20

Edgeless City (Lang, 2003)


• Edgeless cities terdiri dari kawasan perkantoran yang terletak di luar
pusat kota yang menyebar secara acak, tidak teratur, tanpa ujung/
batas fisik yang jelas.
• Tampak sebagai bangunan-bangunan yang terisolasi yang tidak ramah
pejalan kaki, sulit dijangkau tarnsportasi umum, dan bukan kawasan
campuran
• Edgeless city biasanya ditemukan di luar kawasan perkotaan dengan
harga lahan yang rendah dan peraturan zonasi yang longgar.
21

Edgeless city
22

Polycentric city

• Membentuk sub-pusat (konsentrasi) baru dengan kepadatan tinggi di luar pusat kota
23

Edge City (Garreau, 1991)


• Edge city: pengumpulan pusat usaha, belanja dan hiburan di luar pusat
kota lama yang sebelumnya berfungsi sebagai kawasan perumahan atau
perdesaan
• Kriteria edge city:
1.Memiliki luasan ruang perkantoran yang setara dengan standar pusat
kota yang baik
2.Memiliki jumlah pertokoan setara shopping mall skala sub-wilayah kota
3.Jumlah penduduk yang meningkat di pagi hari dan menurun di malam
hari (jumlah pekerjaan lebih banyak daripada jumlah rumah)
4.Tempat tujuan akhir perjalanan harian (melayani semua kebutuhan
hiburan, perbelanjaan, rekreasi dst)
5.Berumur kurang dari 30 tahun (kota baru)
24

Edge city
25

Kota Baru, kawasan industri


• “Kota baru”: proyek perumahan berskala besar (di atas 500 hektar)
yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas perkotaan (perbelanjaan,
sekolah, hiburan, rekreasi)
• Kota baru mandiri: kota baru yang dilengkapi pusat-pusat pekerjaan
(perkantoran, industri)
• Kawasan industri: tempat pengumpulan kegiatan industri yang
dilengkapi infrastruktur dan fasilitas penunjangnya dan dikelola oleh
suatu perusahaan
26

Proyek-proyek “kota baru” di Jabodetabek


27
28

(Hudalah et al, 2013)


29
30

Referensi
• Anderson, W.P (2012) Ecomonic Geography., ch. 18 & 19 New York: Routledge
• Hudalah, D., Viantari, D., Firman, T., & Woltjer, J. (2013) Industrial land development and
manufacturing deconcentration in Greater Jakarta.Urban Geography 34 (7), pp. 950-971.
• Neuman, M. (2005). The compact city fallacy. Journal of planning education and
research, 25(1), 11-26.
• Rogers, R. G., & Gumuchdjian, P. (1998). Cities for a small planet. Basic Books.
• Nelson, Arthur C., Casey J. Dawkins, and Thomas W. Sanchez. "Urban containment and
residential segregation: A preliminary investigation." Urban Studies 41.2 (2004): 423-439.
• Lang, E. R.,Sanchez T, and LeFurgy, J. (2006) Beyond Edgeless Cities : Office
Geography in the New Metropolis
• Lee, Bumso (2007) EDGE, or Edgeless Cities? Urban Spatial Structure In U.S
Metropolitan Areas, Journal of Regional Science, 47 (3) 2007, pp. 479-515.
• Bohl, C.C. (2000) New Urbanism and the City : Potential Application and Implications for
Distessed Inner-City Neighborhoods. Housing Policy Debate 11(4), pp. 761-801.
31

Terimakasih
32

Struktur ruang internal Kota


Sprawl and Policentric City

K04 Peran Pemerintah dalam


Desentralisasi Perkotaan

PL 2102 – Pola Lokasi dan Struktur Ruang

Fika Novitasari, ST., MT.

Perencanaan Wilayah dan Kota – SAPPK ITB


33

Mengapa terjadi desentralisasi perkotaan?


• nilai komunikasi tatap muka masih sangat
penting untuk kegiatan tertentu (front office)
yang menuntut pertukaran informasi yang
sangat rumit, mis. jasa konsultasi, jasa
keuangan
34

Peran pemerintah
• Pembangunan jalan antar kota
• Pembangunan jalan by-pass/ lingkar kota
• Zoning regulation: batas minimal luas lahan, KDB, KLB
• Kebijakan transportasi publik
35
36

Peran pemerintah/ perencanaan


• Urban containment
• Compact city
• New urbanism
• Dekonsentrasi planologis
37

Urban Contaiment
• Urban containment adalah kebijakan tata ruang yang dirancang untuk
• membatasi pengembangan lahan di luar batas kawasan perkotaan yang telah
didefinisikan
• Mendorong infill development and redevelopment di dalam lingkup batas
kawasan perkotaan
• Tujuan Umum:
•Melestarikan barang publik seperti air, udara, dan lainnya
•Meminimalisir eksternalitas negatif pembangunan
•Meminimalisir biaya penyediaan layanan publik
•Memaksimalkan keadilan sosial (pemerataan pembangunan)
Meningkatkan kualitas hidup
• Hal tersebut dapat dicapai dengan cara mengkombinasikan investasi infrastruktur publik, rencana
tata ruang, dan pengembangan dan penyebaran insentif dan disinsentif untuk mempengaruhi
tingkat, waktu, intensitas, dan lokasi pertumbuhan kota
38
39
40
41

Compact City
• Compact city dirancang
untuk lebih efisien dalam
menggunakan sumberdaya
infrastruktur, energi, dan
mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi,
mendorong penggunaan
kendaraan umum,
kendaraan non-polutif dan
berjalan kaki karena
dekatnya jarak antara
permukiman dengan
kegiatan lainnya (toko,
tempat kerja, dan lainnya).
• Compact city dikenal juga
sebagai transit-oriented
development (TOD).
42

Compact City
Karakteristik:
1. Kepadatan permukiman yang tinggi
2. Guna lahan campuran
3. Memiliki batas yang jelas
4. Interaksi sosial dan ekonomi yang tinggi
5. Transportasi multimoda
6. Aksesibilitas yang tinggi
7. Konektivitas jalan yang tinggi (baik untuk pejalan kaki dan sepeda)
8. Rasio ruang terbuka yang rendah
Prasyarat
1. Pengendalian terpusat dalam perencanaan pengembangan lahan
2. Pemerintah memiliki kapasitas keuangan yang cukup untuk membiayai infrastruktur kota
43

Rogers, R. G., & Gumuchdjian, P., 1998


44

New Urbanism

• New Urbanisme adalah gerakan dari arsitek dan perencana


yang mengusulkan strategi berbasiskan desain yang
berlandaskan akan bentuk-bentuk tradisional dari ruang kota
untuk mengurangi pembangunan secara acak di wilayah
pinggiran
• Hal-hal yang dipromosikan berorientasi pada suasana yang
ramah lingkungan dan menumbuhkan nilai komunitas, serta
prinsip-prinsip ekologis
• Prinsip ini percaya bahwa permasalahan perkotaan seperti
kemacetan dan polusi dapat diselesaikan dengan mendorong
masyarakat untuk mengendarai sepeda, berjalanan kaki atau
dengan menggunakan kendaraan umum
45

Dekonsentrasi Planologis
• Definisi dari Dekonsentrasi Planologis ialah upaya dalam
mengembangkan kota-kota kecil dan menengah dengan penyebaran
/pembangunan fungsi inti kota besar ke arah luar dengan harapan
kota-kota tersebut bisa lebih berkembang dan mandiri dan tidak
selalu bergantung pada kota inti/kota besar (primate city)
• Misalnya memindahkan fungsi penting kota ke arah luar kota inti
seperti membangun kampus, industri, pusat pelayanan, dll di daerah
luaran kota besar yakni di kota kecil dan menengah agar mengurangi
beban kota inti atau kota besar (primate city).
46
47

Referensi
• Anderson, W.P (2012) Ecomonic Geography., ch. 18 & 19 New York: Routledge
• Hudalah, D., Viantari, D., Firman, T., & Woltjer, J. (2013) Industrial land development and
manufacturing deconcentration in Greater Jakarta.Urban Geography 34 (7), pp. 950-971.
• Neuman, M. (2005). The compact city fallacy. Journal of planning education and
research, 25(1), 11-26.
• Rogers, R. G., & Gumuchdjian, P. (1998). Cities for a small planet. Basic Books.
• Nelson, Arthur C., Casey J. Dawkins, and Thomas W. Sanchez. "Urban containment and
residential segregation: A preliminary investigation." Urban Studies 41.2 (2004): 423-439.
• Lang, E. R.,Sanchez T, and LeFurgy, J. (2006) Beyond Edgeless Cities : Office
Geography in the New Metropolis
• Lee, Bumso (2007) EDGE, or Edgeless Cities? Urban Spatial Structure In U.S
Metropolitan Areas, Journal of Regional Science, 47 (3) 2007, pp. 479-515.
• Bohl, C.C. (2000) New Urbanism and the City : Potential Application and Implications for
Distessed Inner-City Neighborhoods. Housing Policy Debate 11(4), pp. 761-801.
48

Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai