Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN NEKROPSI HEWAN UNGGAS

Rabu, 23 September 2020

Disusun oleh:

Yustika Trisiana Agun (B04180053)

Dosen Penanggungjawab:

Drh. Mawar Subangkit, MSi, PhD, APVet

DIVISI PATOLOGI
DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
Teknik Nekropsi Unggas
Nekropsi hewan produksi khususnya unggas agak berbeda dengan nekropsi-nekropsi
pada hewan-hewan non produksi. Nekropsi unggas produksi yang sifatnya populatif tidak
cukup hanya dengan menggunakan beberapa sampel (individual case), melainkan perlu
diambil sampel dengan jumlah yang representatif (populative case ) karena ada suatu penyakit
yang bisa muncul dari satu individu saja. Ketika ditemukan diagnosa dari satu sampel harus
dipadukan dengan seluruh diagnosa yang ditemukan di sampel lain. Sehingga akan dirumuskan
suatu penyakit/diagnosa dari semua sampel merepresentasikan keadaan atau kondisi semua
individu dalam satu kandang.

Perbedaan antara unggas dengan mamalia, di antaranya adalah sistem respirasinya,


pada unggas (parabronchii) terdapat air sac. Namun, pada unggas tidak memiliki diafragma,
sehingga treatment yang harus dilakukan untuk nekropsi unggas berbeda dengan treatment
nekropsi pada mamalia. Nekropsi pada unggas kesayangan (individual case) dilakukan
nekropsi individual dan bukan merupakan keharusan apabila penyebab kematiannya sudah
dapat ditentukan dan dapat terlihat secara klinis. Tidak ada panduan yang baku dalam
menekropsi unggas, prinsipnya adalah bagaimana agar bisa mengakses dan mengamati organ-
organ yang berada dalam tubuh unggas tanpa menghilangkan lesio-lesio yang ada.
Pada unggas produksi, nekropsi dilakukan setiap beberapa hari sekali sebagai kegiatan
wajib bernama early wearning system meskipun tidak ada unggas yang mati untuk memastikan
keberadaan beberapa penyakit yang bersifat subklinis. Untuk kegiatan nekropsi idealnya
dilakukan di laboratorium untuk bisa mendapatkan ruangan, sumber air, dan peralatan yang
bersih. Berbeda dengan ketika diharuskan pelaksanaan nekropsi di lapangan yang harus lebih
ekstra berhati-hati terutama pada saat karkas dibuka yang merupakan sumber infeksi. Nekropsi
tidak bisa dilakukan di sembarang tempat, tidak boleh terlalu dekat dengan kandang.
Selanjutnya, cemaran atau limbah sisa nekropsi itu harus benar-benar diperhatikan
pembuangannya.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya lesio pada individu, maka harus terlebih dahulu
mengerti situs viscerum dari ayam. Sebagian besar, penyekait penyakit itu menyerang pada
ayam broiler, berbeda dengan ayam layer yang siklus hidupnya lebih panjang dibandingkan
dengan broiler sehingga ayam broiler harus lebih diwaspadai. Ayam broiler lebih rentan
terhadap penyakit karena dikembangkan secara genetik untuk mengembangkan otot rangka
tetapi tidak diiringi dengan perkembangan otot polos sehingga tidak ada keseimbangan yang
menyebabkan kefatalan. Paru-paru pada unggas menempel pada bagian tubuh karena tidak
memiliki diafragma, sehingga untuk bernafas ayam perlu menggerakkan rangkanya.
Pemotongan paru-paru pada nekropsi unggas bisa dilakukan namun tidak ideal karena sistem
pernafasannya parabronchi.
Pemeriksaan jantung pada mamalia dilakukan pemotongan sejajar dengan sulcus
longitudinal, berbeda dengan pemeriksaan pada unggas yang dilakukan pemotongan melintang
karena ukurannya yang kecil supaya efektif dalam melihat gangguan pada jantung. Ada 4
ruangan jantung pada unggas. Jika jantung kiri mengalami kelainan, maka dapat dilihat
perbedaan pada sistem sirkulasi karena jika satu organ mengalami kelainan maka organ lain
akan mengikuti. Jika jantung kanan mengalami kelainan, maka dapat dilihat terdapat perbedaan
pada organ paru-paru karena darah dari paru-paru harus masuk ke jantung. Sehingga apabila
ada stagnasi di jantung, maka darah dari paru-paru akan sulit masuk ke jantung kiri dan terjadi
hipertensi di paru-paru dan apabila kondisinya kronis akan menjadi eudeme, apabila kondisinya
masih singkat maka akan dilihat kongesti. Apabila terdapat kelainan pada jantung kanan maka
akan ditemukan ascites karena adanya hambatan atau sisa darah yang ada di jantung kana
akibat kelemahan otot jantung sehingga darah dari seluruh tubuh akan masuk sulit masuk ke
jantung.
Teknik nekropsi unggas diawai dari penyiapan alat dan perlengkapan, pemakaian
pakaian nekropsi kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan gejala klinis bertujuan melihat
organ luar yang terlihat patologis pada unggas. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan mukosa
mata, konjunctiva, mukosa lidah, palatum durum, palatum mole, cloaca untuk bisa melihat
gejala patologis. Untuk pengecekan tremor, ayam diangkat. Sebelum melakukan nekropsi
terlebih dahulu diambil sampel darah dari vena brachialis secara perlahan agar pembuluh darah
tidak colaps. Selanjutnya diambil sampel swab trakhea menggunakan cotton bud dengan
mengganjal paruh dengan jari telunjuk dan menekan pangkal paruh menggunakan jari yang
lain dilanjutkan pengambilan swab cloaca.

Euthanasia dapat dilakukan dengan cara memegang ayam pada pangkal kaki dan sayap
dengan jari telunjuk di antara dua kaki dan sayap. Kemudian dilakukan pemotongan pada 3
saluran, saluran nafas dan pembuluh darah menggunakan pisau yang tajam agar darah dapat
mengalir sempurna dan ayam terus dipegang hingga benar-benar mati. Setelah ayam benar-
benar mati, dapat segera dilalukan nekropsi diawali dengan desinfeksi kulit dan bulu
menggunakan cairan desinfektan. Penyayatan pertama dilakukan pertama kali pada lipat paha
kanan dan kiri untuk dapat menguakkan kaki hingga terlepas antara os femoris dengan
acetabulum sehingga ayam bisa telentang sempurna. Kemudian dilakukan sayatan melintang
pada kulit di bagian abdomen yang dikuakkan ke depan, otot dada beserta pertulangannya akan
terlihat sehingga dapat diamati apabila terdapat kelainan.
Pembukaan rongga thorax dan abdominal untuk dapat melihat organ-organ visceralnya
dengan cara memotong di bagian kanan dan kiri tulang dada. Pemotongan dilakukan dengan
hati-hati, tidak terlalu ke bawah karena dikhawatirkan air sac akan ikut terpotong. Kemudian
dari pemotongan dada tersebut dilanjutkan ke salah satu persendian di bagian clavicula
sehingga rongga dada dapat dibuka secara semupurna. Setelah terbuka semua, situs viscerum
dari kantung hawa dapat terlihat, di antaranya clavicularis air sac, cervicalis air sac, axillary
air sac, anterior thorax air sac, posterior air sac, dan abdominal air sac. Organ visceral lain
seperti hati, proventrikulus, paru-paru, jantung, limpa, usus halus, sekum, gizzard juga dapat
terlihat apakah ada lesion patologi atau tidak.

Pelepasan organ-organ abdomen diawali dengan pemotongan proventrikulus bagian


depan atau pertemuan esofagus yang dikuakkann ke belekang sehingga terlihat organ-organ
dan saluran cerna. Bagian bawah akan terangkat semua termasuk hati dan limpa. Penggantung
gizzard yang bertemu di bagian perineum kemudian diluruskan ke bawah agar bisa diamati
dengan mudah. Setelah masing-masing organ dipisahkan, dilakukan pemotongan empedu
dengan hati-hati supaya tidak merusak kantong empedu dan mengotori jaringan yang akan
diperiksa. Proventrikulus dan gizzard kemudian dibuka pada bagian curvatura mayor sehingga
dapat diamati isi dan mukosanya apakah terdapat keadaan patologia atau tidak.

Pankreas atau lengkung duodenum tidak perlu dilepaskan. Kemudian dilakukan


pembukaan saluran pencernaan bagian atas beserta saluran pernafasan atas dengan pemotongan
di salah satu sisi paruh. Kemudian dilanjutkan dengan pembukaan kulit di bagiab leher dan
akan terlihat vena jugularis, nervus vagus dan thymus terutama pada unggas yang masih muda
akan terlihat jelas. Kemudian bagian trachea, esofagus, hingga tembolok untuk diamati isinya
dan keberadaan keaadaan patologisnya. Selanjutanya pembukaan otak dengan cara membuka
bagian tengkorak atas didahului dengan penyayatan kulit tengkorak selanjutnya dilakukan
pemotongan di bagian otak yang akan dibuka. Untuk melihat bagian medulla spinalis, maka
harus dipastikan bahwa pemotongan dilakukan tepat pada persendian occipitalis kemudian
dipotong bagian kanan kiri dan depan tulang tengkorak agar bisa terbuka sempurna. Otak
merupakan organ lunak yang rentan terhadap trauma sehingga harus sangat hati-hati saat
penguakan ke depan kemudian dibuka bagian meningen untuk melihat otak secara sempurna.
Di bagian abdomen, terdapat ginjal yang dapat diamati dan bursa fabrisius yang berada
di atas cloaca. Untuk pemeriksaan jantung dapat dilakukan dengan pemotongan melintang
sehingga terlihat lumen dan ototnya. Nervus ischiadicus yang berjalan bersama pembuluh
darah juga dapat diperiksa dengan menguakkan musculus semi mebranosus dan musculus semi
tendinosus. Pemeriksaan sendi juga dilakukan dengan pemotongan melintang di persendian
sehingga dapat terlihat permukaan sendi, cairan sendi, dan kelainan patologis lain dapat
ditemukan dalam pemeriksaan. Pemeriksaan sumsum tulang juga dapat dilakukan apabila
diperlukan dengan cara memeriksa tulang panjang terutama os femur yang telah dibersihkan
dari otot-otot yang menyelimutinya kemudian dipotong secara oblique menggunakan tang
tulang sehingga dapat terlihat persendiaanya.

Anda mungkin juga menyukai