Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PRA KONSEPSI DAN PERENCANAAN


KEHAMILAN SEHAT

Oleh :
Harpikriati
PO71242220005

PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES JAMBI
TAHUN 2022/2023
TINJAUAN TEORI

A. Perencanaan Kehamilan Sehat

1. Pengertian

Perencanaan kehamilan merupakan perencanaan berkeluarga yang optimal

melalui perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan merupakan

salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian maternal.

Menjaga jarak kehamilan tidak hanya menyelamatkan ibu dan bayi dari sisi

kesehatan, namun juga memperbaiki kualitas hubungan psikologi keluarga

(Mirza, 2008).

Perencanaan kehamilan merupakan hal yang penting untuk dilakukan setiap

pasangan suami istri. Baik itu secara psikolog/mental, fisik dan finansial adalah

hal yang tidak boleh diabaikan (Kurniasih, 2010). Merencanakan kehamilan

merupakan perencanaan kehamilan untuk mempersiapkan kehamilan guna

mendukung terciptanya kehamilan yang sehat dan menghasilkan keturunan yang

berkualitas yang diinginkan oleh keluarga (Nurul, 2013).

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Kehamilan

Menurut Mirza (2008) ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan dalam

merencanakan kehamilan, antara lain:

a. Kesiapan aspek psikologis

Apabila memutuskan untuk hamil, sebaiknya mulai menjalani

konseling prakonsepsi. Konseling ini merupakan berisi saran dan anjuran,

seperti dengan cara melakukan pemeriksaan fisik (pemeriksaan umum dan

kandungan) dan laboratorium. Sebab, tujuan dari konseling prakonsepsi ini

akan mempersiapkan calon ibu beserta calon ayah dan untuk menyiapkan

2
kehamilan yang sehat sehingga bisa menghindari hal-hal yang tidak

diinginkan. Dengan begitu, bisa segera dideteksi bila ada penyakit yang

diturnkan secara genetis, misalnya: diabetes militus, hipertensi, dan

sebagainya. Konseling prakonsepsi dilakukan untuk mencegah cacat bawaan

akibat kekurangan zat gizi tertentu atau terpapar zat berbahaya.

b. Kesiapan fisik

Pengaruh fisik juga sangat mempengaruhi proses kehamilan. Tanpa ada

fisik yang bagus, kehamilan kemungkinan tidak akan terwujud dan bahkan

kalau kehamilan itu terwujud, kemungkinan fisik yang tidak prima akan

memengaruhi janin. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus dilakukan,

antara lain:

1) Mulai menata pola hidup Selain kondisi tubuh, gaya hidup dan

lingkungan juga memengaruhi keprimaan fisik. Akan lebih baik lagi, bila

persiapan fisik ini dilakukan secara optimal kira-kira 6 bulan menjelang

konsepsi.

2) Mencapai berat badan ideal Berat badan sangat besar pengaruhnya pada

kesuburan. Karena berat badan kurang atau berlebihan, keseimbangan

homon dalam tubuh akan ikut-ikutan terganggu. Akibatnya siklus ovulasi

terganggu. Berat badan yang jauh dari ideal juga memicu terjadinya

berbagai gangguan kesehatan.

3) Menjaga pola makan Disiplin membenahi pola makan bukannya tanpa

alasan. Karena, zat-zat gizi akan mengoptimalkan fungsi organ

reproduksi, mempertahankan kondisi kesehatan selama hamil, serta

mempersiapkan cadangan energy bagi tumbuh kembang janin. Caranya

sebagai berikut:

3
a) Mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang. Masukkan

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air dalam menu

makanan sehari-hari secara bervariasi dan dalam jumlah yang pas,

sesuai kebutuhan.

b) Hindari zat pengawet atau atau tambahan pada makanan, karena

dapat menyebabkan kecacatan pada janin dan alergi.

c) Perbanyak makan-makanan yang segar dan tidak terlalu lama diolah,

sehingga kandungan zat-zat gizinya tidak hilang.

d) Olahraga secara teratur

Olahraga memang berkhasiat untuk melancarkan aliran darah.

Peredaran nutrisi dan pasokan oksigen ke seluruh organ tubuhpun

jadi efisien, sebab benar-benar bebas hambatan. Jadi, kondisi seperti

ini dibutuhkan untuk pembentukan sperma dan sel telur yang baik.

Berolahraga secara rutin bisa pula memperbaiki mood karena

meningkatnya produksi hormon endoprin. Tubuh juga jadi sehat dan

bugar. Kalau ini yang terjadi, proses kehamilan, persalinan, serta

kembalinya bentuk tubuh ke keadaan semula jadi lebih mudah. Yang

cocok dilakukan yaitu, olahraga joging, jalan kaki, berenang,

bersepeda dan senam.

e) Menghilangkan kebiasaan buruk

Kebiasaan buruk seperti merokok, minum minuman beralkohol,

serta mengkonsumsi kafein (kopi, minuman 12 bersoda), sebaiknya

dihentikan saja. Sebab, zat yang terkandung didalamnya bisa

memengaruhi kesuburan. Akibatnya, peluang terjadinya pembuahan

4
makin kecil. Sering stress juga bukan kebiasaan yang baik. Apalagi,

kalau sibuk kerja dan lupa istirahat.

f) Bebas dari penyakit

Bila mengidap penyakit tertentu, seperti cacar, herpes, campak

jerman, atau penyakit berbahaya lain, sebaiknya periksakan diri ke

dokter. Sebab, penyakit tersebut bisa membahayakan diri dan janin.

g) Stop pakai kontrasepsi

Apabila memutuskan untuk hamil, hentikan penggunaan

kotrasepsi. Apabila belum berkeinginan untuk hamil maka harus

memakai kontrasepsi. Misalnya, pil, obat suntik, serta susuk KB

mengandung hormone yang brtugas terjadinya ovulasi.

h) Meminimalkan bahaya lingkungan

Lingkungan, termasuk lingkungan kerja, bisa juga berdampak

buruk sebelum hamil. Misalnya, gangguan hormonal atau gagguan

pada pembentukan sel telur. Lingkungan yang sarat mikroorganisme

(jamur, bakteri, dan virus), bahan kimia beracun (timah hitam 13 dan

pestisida), radiasi (sinar X, sinar ultraviolet, monitor komputer, dan

lainnya), dan banyak lagi.

c. Kesiapan Finansial

Persiapan finansial bagi ibu yang akan merencanakan kehamilan

merupakan suatu kebutuhan yang mutlak yang harus disiapkan, dimana

kesiapan finansial atau yang berkaitan dengan penghasilan atau keuangan

yang dimiliki untuk mencukupi kebutuhan selama kehamilan berlangsung

sampai persalinan (Kurniasih, 2010).

5
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan kesiapan finansial,

diantaranya:

1) Sumber keuangan Memiliki anak memang tidak murah. Makanya, perlu

merancang keuangan keluarga sejak jauh-jauh hari. Disadari atau tidak,

anak ternyata membutuhkan alokasi dana yang cukup besar.

2) Dana yang wajib ada Inilah beberapa dana yang wajib disiapkan sebagai

calon orang tua, yaitu:

a) Saat hamil Yaitu biaya memeriksakan kehamilan, pemeriksaan

penunjang (laboratorium, USG, dan sebagainya), serta mengatasi

penyakit (bila ada).

b) Saat bersalin Meliputi biaya melahirkan (secara normal atau operasi

caesar), “menginap” di rumah sakit pilihan, obatobatan, serta biaya

penolong persalinan.

c) Setelah bayi lahir Prioritas keuangan keluarga jadi berubah dan perlu

memperhitungkan masa depan anak.

d. Persiapan Pengetahuan

Dalam merencanakan kehamilan yang sehat dan aman, maka setiap

pasangan suami istri harus mengetahui hal-hal yang berpengaruh dalam

perencanaan kehamilan atau dalam kehamilan. Diantaranya:

1) Masa subur Masa subur adalah masa dimana tersedia sel telur yang siap

untuk dibuahi. Masa subur berkaitan erat dengan menstruasi dan siklus

menstruasi. Adanya hasrat antara suami dan istri adalah sesuatu yang

wajar, penyaluran hasrat tersebut akan memulai hasil yang baik jika

pertemuan antara suami dan istri diatur waktunya.

6
2) Kecenderungan memilih jenis kelamin anak Setiap pasangan yang

menikah pastilah mendambakan anak di tengah kehidupan keluarganya.

Bagi yang telah mempunyai anak berjenis kelamin tertentu, pastilah

menginginkan anak dengan jenis kelamin yang belum mereka miliki,

sehingga lengkap yaitu laki-laki dan perempuan (Nurul, 2013).

e. Kesiapan aspek usia

Pada usia dibawah 20 atau diatas 35 tahun merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi perencanaan kehamilan, karena pada usia tersebut

apabila terjadi kehamilan maka akan beresiko mengalami tekanan darah

tinggi, kejang-kejang, perdarahan bahkan kematian pada ibu atau bayinya,

dan beresiko terkena kanker serviks.

B. Tinjauan Umum Tentang Obesitas Pada Kehamilan

1. Definisi

Obesitas merupakan suatu keadaan yang menunjukan ketidakseimbangan

antara tinggi badan dan berat badan akibat jaringan lemak yang berlebihan dari

dalam tubuh sehingga terjadi berat badan yang berlebih atau obesitas

(Pellonperä et al., 2018). Kelebihan berat badan atau obesitas, umunya dialami

pada wanita hamil di usia berapapun. Namun, obesitas akan meningkat setelah

usia 35 tahun (Freitag, 2014). Kenaikan berat badan normal saat kehamilan

berkisaran 12-16 kg, jika kenaikan yang terjadi lebih dari itu berati ibu beresiko

mengalami kegemukan atau obesitas. Ibu hamil yang obesitas akan membawa

resiko penyakit yang lain seperti hipertensi dalam kehamilan, diabetes

gastasional dan preeklamsia (Yao, 2014).

7
Ibu hamil yang obesitas juga lebih banyak disarankan untuk menjalani

persalinan dengan operasi caesar. Alasannya adalah kegemukan akan membuat

ibu sulit bersalin secara alami dan berisiko komplikasi jika tetap melahirkan

secara alami tak hanya itu, bayipun akan ikut terpengaruh oleh berat badan ibu

yang berlebihan (Freitag, 2014).

Penentuan obesitas menggunakan LILA (Lingkar Lengan Atas) lebih

sering digunakan dibandingkan dengan metode lain seperti pengukuran lingkar

pinggang, penghitungan rasio waist-to-hip circumferrencia, termasuk juga

dengan menggunakan alat- 10 alat seperti USG (Ultrasonografi), CT-scan

(Computed Tomography Scanning) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)

(Davies et al, 2010).

Manusia memiliki kemampuan untuk menyimpan cadangan energi yang

sangat penting apabila diperlukan secara mendadak untuk mempertahankan

hidup. Lemak disimpan sebagai cadangan energi dijaringan adipose dalam

bentuk trigliserida (lemak dalam aliran darah) dan jika dibutuhkan akan

dilepaskan dalam bentuk asam lemak bebas dan digunakan diseluruh tubuh yang

memerlukan sehingga menusia dapat bertahan pada keadaan kelaparan dalam

waktu tertentu, disisi lain adanya cadangan lemak yang berlebihan akan

memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan (Davies et al., 2010).

2. Epidemiologi

Ibu hamil dengan obesitas mencapai 28% dari keseluruhan kehamilan

dengan 8% dikatagorikan sebagai “Extremely obese” dan jumlah penderita

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Keadaan ini menunjukan suatu kondisi

yang sangat serius mengingat komplikasi yang ditimbulkan baik terhadap ibu

8
yang dapat ditimbulkan pada kehidupan selanjutnya serta secara ekonomi akan

membutuhkan biaya yang lebih banyak (Gunatilake, 2011).

Pada tahun 2018 di Indonesia data menunjukan bahwa prevelensi obesitas

pada penduduk usia > 18 tahun sebesar 21,8 %. Data obesitas tiap provinsi

digambarkan pada grafik dibawah ini : 11 Gambar 2.1 Prevelensi status gizi

obesitas penduduk dewasa. Sumber : (Riskesdas, 2018). Obesitas pada

perempuan usia > 18 tahun di indonesia pada tahun 2018 sebesar 21,8%,

meningkat 4,3% dari tahun 2007 (10,5%) dan 7% dari tahun 2013 (14,8%)

dimana prevelensi terendah di nusa tenggara timur 10,3% dan prevelensi

tertinggi di sulawesi utara 30,2% (Riskesdas, 2018).

3. Penyebab obesitas pada ibu hamil

Obesitas dapat disebabkan oleh peningkatan masukan energi, penurunan

dalam mengeluarkan energi atau kombinasi keduanya. Obesitas pada ibu hamil

disebabkan oleh banyak faktor antara lain usia ibu saat hamil, paritas, riwayat

keluarga, pendidikan, status sosial ekonimi dan faktor pola makan. Faktor yang

menyebabkan obesitas pada ibu hamil (Gunatilake, 2011) :

a. Riwayat keluarga

Keturunan adalah salah satu penyebab komponen terbesar yang bisa

memicu obesitas. Hal ini dikarenakan pada saat ibu hamil maka unsur sel

lemak yang ada didalam tubuh yang berjumlah besar dan melebihi batas

normal secara otomatis akan diturunkan pada keluarga. Selain itu riwayat

keluarga seperti gaya hidup dan kebiasaan mengkonsumsi makanan tertentu

dapat mendorong terjadinya obesitas. Penelitian menunjukan bahwa rata-rata

riwayat keluarga memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan.

9
Ibu hamil dengan keturunan obesitas tersebut juga biasanya membutuhkan

waktu lebih lama untuk merasa kenyang (Jeffrey, 2013).

b. Pola makan

Ibu yang sedang hamil membutuhkan banyak sekali makan yang

mengandung nutrisi. Namun, bukan berati ibu hamil boleh memakan apa

saja, beberapa harus harus diperhatikan seperti pola makan secara teratur

saat kehamilan, menjaga nutrisi agar seimbang selama kehamilan. Ibu hamil

dengan obesitas akan makan jika ia merasa ingin makan, bukan karena

kebutuhan akibat lapar. Asupan energi yang berlebih dengan kandungan

lemak dan karbohidrat yang tinggi secara terus menerus tanpa di imbangin

dengan aktivitas fisik yang tepat dapat menyebabkan ibu hamil obesitas.

Pola makan abnormal yang dapat menjadi penyebab ibu hamil obesitas yaitu

makanan dalam jumlah sangat banyak tanpa memperhatikan pola makan

yang benar (Irene, 2009).

c. Aktivitas fisik

Pada dasarnya tingkat pengeluran kalori tubuh dipengaruhi oleh 2

faktor yaitu aktivitas olahraga secara umum dan angka metabolisme basal

atau tingkat energi yang dipertahankan untuk memelihara fungsi minimal

tubuh. Ibu hamil dengan olahraga yang teratur maka pengeluaran kalori

tubuhnya juga teratur, sehingga tanpa adanya kelebihan kalori yang apabila

tersimpan dalam tubuh akan menyebabkan obesitas. Kurang aktivitas fisik

kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya

angka kejadian obesitas pada ibu hamil. Ibu hamil yang tidak aktif

memerlukan lebih sedikit kalori, jika ibu hamil sering mengkonsumsi

10
makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang

selama kehamilan akan mengalami obesitas saat kehamilan (Irene, 2009).

Berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan resiko terserang

penyakit tidak menular diantaranya (Guyton, 2014) :

1) Penyakit kardiovaskular (terutama penyakit jantung dan stroke), yang

merupakan penyebab utama kematian di dunia pada tahun 2012.

2) Diabetes millitus.

3) Kelainan muskuloskeleteal (sendi, otot, saraf dan tulang belakang).

4) Kanker (payudara dan kolon).

4. Patofisiologi

Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori

dari tubuh serta penurunan aktivitas fisik (sedentary life style) yang

menyebabkan penumpukan lemak yang melebihi batas normal. Penelitian yang

dilakukan bahwa mengontrol nafsu makan dan tingkat kekenyangan sesorang

diatur oleh mekanisme saraf dan humoral yang dipengaruhi oleh pola makan,

genetik, lingkungan dan aktivitas. Pengaturan keseimbangan energi diperankan

oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis yaitu mengendalikan rasa lapar dan

kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon.

Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal

eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen (sinyal

sensorik) dan perifer (jaringan adiposa, usus dan jaringan otot) (Lynch et al,

2012).

Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta

menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,

meningkatnya pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 katagori yaitu sinyal

11
pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan

waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida

gastrointestinal yang diperankan oleh kolesistokinin (hormon menyebabkan

kontraksi kadung empedu) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar.

Sinyal panjang diperankan oleh hormon leptin (hormon untuk metabolisme) dan

insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi (Jeffrey, 2013).

Asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa

meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah.

Leptin merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan

produksi Neuro Peptida Y (NPY) sehingga terjadi penurunan nafsu makan.

Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi,

maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada anorexigenic

center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada

sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin sehingga tingginya

kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Jeffrey, 2013).

5. Manifestasi klinis

Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur dan berat badan

meningkat dengan pesat. Berikut bentuk tubuh, penampilan dan raut muka pada

penderita obesitas (Guyton, 2014) :

a. Paha tampak membesar, terutama pada bagian proximal, tangan relatif kecil

dengan jari-jari berbentuk runcing.

b. Kelainan emosi raut muka, hidung dan mulut relatif tampak kecil dengan

dagu berbentuk ganda, wajah bulat dengan pipi tembem.

c. Lengan atas membesar, pada pembesaran lengan atas ditemuka pada bisep

dan trisep.

12
d. Leher relatif pendek.

e. Dada membusung dengan payudara membesar.

f. Perut membuncit (pendulous abdomen) dan striae abdomen.

g. Pubertas ginigenu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal

paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan yang dapat

menyebabkan laserasi kulit.

Pada penderita obesitas sering ditemukan gejala gangguan emosi yang

mungkin merupakan penyebab atau keadaan dari obesitas. Penimbunan lemak

yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa menekan

paru-paru sehingga menimbulkan gangguan pernafasan dan sesak nafas,

meskipun penderita penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan

pernafasan bisa terjadi saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk

semetara waktu (apnue), sehingga pada siang hari penderita merasa ngantuk

(Guyton, 2014).

6. Komplikasi obesitas pada ibu hamil

Ibu hamil dengan obesitas akan memerlukan perawatan yang lebih

dibandingkan ibu hamil dengan berat badan normal, obesitas beresiko tinggi

kehilangan darah yang lebih banyak, komplikasi dari tindakan anastesi, kesulitan

dari teknik operasi dan komplikasi berkaitan dengan penyembuhan luka

(Gunatilake, 2011). Komplikasi obesitas pada ibu hamil sebagai berikut :

a. Komplikasi perinatal dan postpartum

Obesitas meningkatkan resiko terjadinya pendarahan dan infeksi

postpartum, termasuk kegagalan dalam proses laktasi (menyusui), hal

tersebut memungkinkan disebabkan oleh respon prolaktin pada wanita

dengan obesitas sehingga akan meningkatkan pengguna susu formula yang

13
mana cendrung menimbulkan obesitas pada bayi tersebut (Sen et al., 2013).

Beberapa literatur menunjukan bukti bahwa kontraksi uterus pada wanita

obesitas terganggu. Pada obesitas terjadi gangguan proliferasi limfosit (imun

tubuh) sehingga meningkatnya resiko terjadinya infeksi luka jahit pasca

persalinan, infeksi saluran kemih, serta penggunaan antibiotik yang lebih

lama dibandingkan dengan wanita berat badan normal (Sen et al., 2013).

b. Preeklamsia

Preeklamsia merupakan pembengkakan pada ektermitas seperti kaki

dan terjadinya penimbunan cairan tubuh. Akibatnya aliran darah ke janin

terhambat dan dapat berakibat fatal. Obesitas akan meingkat resiko

terjadinya preeklamsia pada ibu hamil. Sebagian besar wanita yang

mengalami obesitas dua sampai tiga kali lebih mungkin untuk mengalami

preeklamsia dibandingkan wanita dengan berat badan normal (Puspitasari,

Setyabudi, 2013).

c. Diabetes gastasional

Diabetes gastasional merupakan jenis diebetes yang hanya terjadi saat

seseorang wanita hamil. Penyakit ini timbul ketika kadar glukosa tinggi dan

meningkatkan resiko ibu mengalami preeklamsia. Jika wanita memiliki

berat badan berlebihan atau mengalami obesitas sebelum kehamilan, maka

resiko terjadinya diebetes gestasional akan meningkat drastis (Roberts et al.,

2011).

d. Operasi caesar

Operasi caesar merupakan proses persalinan dengan melalui

pembedahan dimana irisan dilakukan di perut ibu dan rahim untuk

mengeluarkan bayi. Memiliki berat badan berlebihan atau obesitas akan

14
membuat persalinan normal menjadi lebih sulit atau bahkan tidak dapat

dilakukan. Operasi caesar sebagai satu-satunya pilihan bersalin. Sebab ibu

hamil dengan berat badan 95 kg akan sulit bersalin secara normal dan

banyak komplikasi yang akan terjadi (Guyton, 2014).

Komplikasi yang terjadi pada bayi dari ibu yang mengalami obesitas :

1) Kelainan kongenital

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam struktur bayi yang

timbul sejak awal kelahiran atau kelainan bawaan. Beberapa penelitian

menunjukan peningkatan risiko kelainan kongenital sehubungan dengan

obesitas pada ibu. Kelainan tersebut antara lain Defek Tabung Saraf

(DTS), defek jantung, abnormalitas saluran cerna, dan kelainan

kongenital lainnya pada sistem saraf pusat (Stotland, 2014). Terjadinya

kelainan kongenital tersebut belum sepenuhnnya dipahami

patofisiologi, diperkirakan sehubung dengan kadar hiperglekemia yang

memicu radikal bebas sehingga agen vasokontriktor seperti tromboksan

meningkat dibandingkan dengan agen vasodilator seperti proktasiklin

yang menurun akibat aliran darah terganggu termasuk disini adalah

berkurangnya asupan nutrisi (Stotland et al., 2014).

2) Makrosomia atau kelebihan berat badan

Wanita dengan obesitas, diabetes gastasional beresiko untuk

melahirkan bayi dengan makrosomia yaitu bayi dengan berat badan 90

persentil Large for Gastasional Age (LGA) atau 4,5 kg. Dalam

penelitian menunjukan dari 100 bayi yang lahir dengan LGA, 11

diantaranya berasal dari ibu yang mengalami obesitas sedangkan 4 lahir

dari ibu dengan pregestasional diabetes, hal tersebut menunjukan bahwa

15
prevelensi bayi dengan LGA lebih sering pada wanita yang mengalami

obesitas dibandingkan dengan wanita dengan pregestasional diabetes

(Stotland et al., 2014).

3) Prematuritas

Prematuritas merupakan suatu keadaan yang belum matang, yang

ditemukan pada bayi yang lahir sebelum usia kehamilan mencapai 37

minggu. Prematuritas disebabkan oleh penyakit yang diderita oleh ibu

yang mana resiko kejadiannya meningkat apabila ibu mengalami

obesitas (Yao et al., 2014).

16
4) Antepartum stillbirth

Antepartum stillbirth merupakan saat bayi dilahirkan dalam

keadaan tidak bernyawa, setelah 20 minggu kehamilan. Kematian bayi

sebelum 20 minggu kehamilan disebut keguguran. Peningkatan berat

badan sebelum kehamilan berhubungan dengan kejadian stillbirth,

berhubungan dengan penyakit yang ditimbulkan oleh obesitas seperti

diabetes mellitus dan hipertensi. Penyebab lainnya kelainan

metabolisme ibu seperti hiperlipidemia sehingga terjadinya radang pada

plasenta berakibat menurunnya aliran darah ke plasenta (Huda, 2010).

Resiko terjadinya stillbirth pada ibu hamil dengan oebsitas 2-5 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dengan berat badan normal dan

resikonya meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan.

Obesitas pada kelas III resiko terjadinya stillbirth 1,5 lebih tinggi

dibandingkan dengan obesitas kelas I dan II (Yao et al., 2014).

5) Kejadian obesitas

Ibu hamil dengan janin overnutrisi berpotensi untuk tumbuh

menjadi oebsitas. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami

obesitas memilili masa lemak lebih banyak dibandingkan dengan bayi

lahir dari ibu dengan berat badan normal (Philippe, et all, 2013).

Penting untuk diperhatikan bahwa bayi yang terlahir dari ibu

obesitas 2 kali beresiko untuk menjadi obesitas pada usia 24 bulan dan

anak-anak dengan berat badan yang lebih dari normal cendrung untuk

mengalami berat badan lebih pada usia 12 tahun (Desai et al., 2014).

Pada penelitian di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa tiap

peningkatan 1 kg berat badan bayi baru lahir meingkatkan cendrung

17
sebesar 5% untuk terjadinya obesitas pada saat remaja. Selain itu juga

dari penelitian tersebut menyatakan bahwa bayi yang lahir dengan berat

badan lebih sangat dipengaruhi oleh status berat badan ibu saat sebelum

kehamil maupun selama kehamilan (Paliy et al., 2014).

7. Pencegahan obesitas pada ibu hamil

a. Pengaturan nutrisi dan pola makan

Pengaturan nutrisi dan pola makan pada individu dengan obesitas tidak

sekedar menurunkan berat badan, namun juga mempertahankan berat badan

agar tetap stabil dan mencegah peningkatan kembalinya berat badan yang

telah didapatkan. Kurangi makan yang berlemak, terutama lemak jenuh

karena lemak jenuh akan mempermudahkan terjadinya gumpalan lemak

yang menempel pada dinding pembuluh darah. Konsumsilah sedikit lemak

(30% dari jumlah keseluruhan kalori yang dikonsumsi) dan kurangin

konsumsi karbohidrat yang berlebihan agar berat badan dalam batas normal

(Sulistiyoningsih, 2011).

b. Perbanyak aktivitas

Olahraga dan aktivitas fisik memberikan manfaat yang sangat besar

dalam penatalaksanaan overweight dan obesitas. Olahraga akan memberikan

serangkaian perubahan baik fisik maupun psikologis yang sangat bermanfaat

dalam mengendalikan berat badan. Olahraga diperlukan untuk membakar

kalori dan membuang lemak (Miyata, 2010).

c. Modifikasi pola hidup dan perilaku

Perubahan pola hidup dan perilaku diperlukan untuk mengatur atau

memodifikasi pola makan dan aktivitas fisik pada individu dengan

overweight dan obesitas. Hindarilah atau upaya untuk menurunkan kadar

18
kolestrol darah dan tekanan darah dengan menjaga pola makan.

Memodifikasi kebiasaan dalam gaya hidup jangan hanya mengendalikan

nasihat personal semata tetapi harus pula menangani komponen lingkungan

fisik, ekonomi dan sosial. Mengkonsumsi makanan dalam jumlah sedang

dan mengandung nutrisi, rendah lemak dan rendah kalori (Dewi, 2013).

Gambar 2.1
Mind Mapping Obesitas

19
Gambar 2.2
Pathway Obesitas

Genetik Pola nutrisi Aktivitas sosioekonomi

Obesitas

hiperlipidemia Hiperglikemi

Komplikasi pada ibu


1. DM

2. Preeklamsi

3. Hipertensi

4. SC

20
C. Tinjauan Umum Tentang Kontrasepsi Suntik DMPA

1. Pengertian

d. Kontrasepsi Suntikan DMPA yaitu suntikan kontrasepsi diberikan setiap 3

bulan sekali (Purwoastuti, 2015: 203).

e. Kontrasepsi Suntikan DMPA yaitu KB suntik yang berisi hormon

progesteron saja. Jenis kontrasepsi ini sangat efektif, aman dan dapat dipakai

oleh semua wanita usia reproduksi. Kontrasepsi ini juga cocok untuk ibu

menyusui karena tidak menekan produksi ASI. Akan tetapi kembalinya

kesuburan cukup lama yaitu rata-rata 4 bulan (Yuhedi, LT dan Kurniawati,

T, 2015:80).

f. Kontrasepsi Suntikan DMPA mengandung 150 mg Depo

Medroksiprogesteron Asetat yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara

disuntik intramuscular (di daerah bokong) (Koesno, 2016:MK-43).)

2. Patofisiologi Suntikan DMPA Membuat Tidak Subur

a. Mencegah ovulasi.

b. Mengentalkan lender serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi

sperma.

c. Menjadikan selaput lender rahim tipis dan atrofi.

d. Menghambat transfortasi gamet oleh tuba (Koesno, 2016: MK-43).

21
3. Indikasi dan Kontra-indikasi SuntikanDMPA

a. Indikasi

1) Usia reproduksi, yaitu wanita dengan keadaan organ reproduksi yang

berfungsi dengan baik antara umur 20-45 tahun.

2) Nulipara (belum pernah melahirkan janin yang mampu hidup di luar

rahim)dan yang telah memiliki anak.

3) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektifitas

tinggi.

4) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.

5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui.

6) Setelah abortus atau keguguran.

7) Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi.

8) Tekanan darah < 180/100 mmHg, dengan masalah gangguan pembekuan

darah atau anemia bulan sabit.

9) Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung astrogen.

10) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi.

11) Anemia defisiensi besi yaitu berkurangnya penyediaan besi untuk

eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang mengakibatkan

pembentukan hemoglobin berkurang (Koesno, 2016: MK-45).

b. Kontra-indikasi

1) Hamil atau dicurigai hamil (risiko cacat pada janin 7 per 100.000

kelahiran).

2) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.

3) Tidak dapat menerima gangguan haid terutama amenorhea.

4) Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara.

22
5) Diabetes mellitus (tingginya kadar glukosa darah) disertai komplikasi

(Koesno, 2016:MK-45).

c. Cara Penggunaan

DMPA disuntikkan intra muskular setiap 12 minggu. Dengan

kelonggaran batas waktu suntik, bisa diberikan kurang dari 1 minggu atau

lebih 1 minggu dari patokan 12 minggu (Suratun, dkk, 2017:69).

4. Kelebihan dan Kekurangan suntikan DMPA

a. Kelebihan

1) Sangat efektif.

2) Pencegahan kehamilan jangka panjang.

3) Tidak berpengaruh pada hubungan suami-istri.

4) Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI(Koesno, 2016:MK-44).

b. Kekurangan

1) Sering ditemukan gangguan haid seperti: siklus haid memendek atau

memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak

teratur atau perdarahan bercak (spotting), tidak haid sama sekali.

2) Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus

kembali untuk suntikan).

3) Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut.

4) Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering.

5) Tidak menjamin terhadap penularan infeksi menular seksual, hepatitis B

virus atau infeksi virus HIV.

6) Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian (bukan

karena kerusakan/kelainan pada organ genetalia, melainkan karena

23
belum habisnya pelepasan obat suntikan dari deponya (Koesno, 2016:

MK-44).

5. Efek Samping Suntikan DMPA

g. Gangguan haid

1) Amenorhea, adalah tidak datangnya haid selama akseptor mengikuti KB

selama 3 bulan berturut-turut atau lebih (Suratun, dkk, 2017: 72).

Gangguan tidak haid (Amenore) selama menggunakan KB Hormon

(suntik) adalah wajar karena itu pengaruh dari KB Hormonal tersebut.

Obat KB ini berfungsi menekan hormon reproduksi wanita, yaitu

estrogen dan progesteron (Suratun, dkk, 2017: 74).

Walaupun suntikan hormonal dihentikan terkadang tidak langsung

berdampak (langsung bisa haid) karena akumulasi obat tadi yang

tersimpan dalam lemak tubuh yang butuh waktu untuk terurai.

Walaupun telah berhenti ber-KB hormon biasanya butuh waktu

tubuh untuk menguraikan obat yang terakumulasi dan biasanya

membutuhkan 6 bulan lebih.

1. Cara KB yang dipilih tentu berpengaruh terhadap status kesuburan

karena KB berfungsi untuk mencegah ovulasi. Namun hal ini akan

normal kembali saat KB dihentikan.

2. Prinsip obat yang digunakan untuk menyuburkan kembali adalah

memicu ovulasi sel telur dan memicu timbulnya haid.

Konsumsi vitamin oleh suami, tergantung pada kondisi suami

terutama kondisi spermanya.

3. Masa subur pada tiap orang berbeda-beda tergantung dari panjangnya

siklus haid. Sebaiknya berkonsultasi dengan dokter kandungan.

24
2) Spotting, adalah bercak-bercak perdarahan di luar haid yang terjadi

selama akseptor mengkitui KB suntik.Suntikan DMPA pada umumnya

menyebabkan ketidak seimbangan hormonyaitu hormon progesteron

meningkat sedangkan estrogen menurun, menurunnya estrogen

mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan folikel dan menghambat

penebalan dinding endometrium sehingga menimbulkan perdarahan

bercak dengan durasi yang bervariasi (Suratun, dkk, 2017: 72).

3) Metrorhagie, adalah perdarahan yang berlebihan diluar siklus haid.

Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormon estrogen

sementara hormon progesteron tetap terbentuk. karena persistensi folikel

yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi pada siklus haid dan

pembentukan corpus luteum. Dalam situasi tertentu terjadilah hiperplasia

endometriumatau endometrium yang terus menebal sehingga terjadi

perdarahan yang berlebihan diluar siklus haid. Pada umumnya akseptor

KB suntikan depo progestin akan mengalami hal ini pada awal

pemakaian, hal tersebut merupakan mekanisme penyesuaian diri

terhadap hormone (Suratun, dkk, 2017: 72).

4) Menometorhagie, adalah datangnya darah haid yang berlebihan

jumlahnya tetapi masih dalam siklus haid. Menometorhagie terjadi akibat

ketidak seimbangan hormon. Pada umumnya akseptor KB suntikan

DMPA akan mengalami hal ini pada awal pemakaian, hal tersebut

merupakan mekanisme penyesuaian diri terhadap hormon (Suratun, dkk,

2017: 72).

25
h. Perubahan berat badan (Suratun, dkk, 2017:75).

Penggunaaan alat kontrasepsi hormonal dapat menimbulkan berbagai

efek samping yang salah satu di antaranya adalah perubahan berat badan

akseptor. Hal ini disebabkan oleh hormon progesteron yang mempermudah

terjadinya perubahan karbohidrat dan gula menjadi lemak, sehingga lemak di

bawah jaringan kulit bertambah. Penambahan berat badan merupakan salah

satu efek samping yang sering dikeluhkan oleh akseptor kontrasepsi

hormonal terutama kontrasepsi hormonal suntik KB DMPA (Sari, 2015: 68).

Kelebihan zat-zat gizi oleh hormon progesteron dirubah menjadi lemak

dan disimpan di bawah kulit. Perubahan berat badan ini akibat adanya

penumpukan lemak yang berlebih hasil sintesa dari karbohidrat menjadi

lemak (Rahmawati, 2018: 2).

Beberapa studi penelitian didapatkan peningkatan berat badan akibat

penggunaan kontrasepsi DMPA berkaitan dengan peningkatan lemak tubuh

dan adanya hubungan dengan regulasi nafsu makan. Salah satu studi

menemukan peningkatan nafsu makan yang dilaporkan sendiri oleh wanita

yang menggunakan kontrasepsi DMPA setelah 6 bulan. Hal ini dapat

dihubungkan dengan kandungan pada DMPA yaitu hormon progesteron, ya

ng dapat merangsang pusat pengendalian nafsu makan di hipotalamus

sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan nafsu makan (Sari, 2015: 68).

26
Bagan 2.1
Pathway Amenore Riwayat Kontrasepsi Suntik

Kontrasepsi Suntik

Kontrasepsi kombinasi

Kadar estrogen dan progesteron


dipertahankan tetap tinggi

Tubuh mengansumsikan
kehamilan

Produksi FSH dan LH terhambat

Tidak terjadi ovulasi

Amenore

27
Gambar 2.2
Mind Mapping DMPA

D. Tinjauan Umum Tentang Manajemen Asuhan Kebidanan

1. Pengertian manajemen kebidanan

Manajemen kebidanan adalah satu metode pendekatan pemecahan masalah

yang digunakan oleh bidan dalam proses pemecahan masalah dalam 47

pemberian pelayanan asuhan kebidanan, atau merupakan proses pemecahan

28
masalah yang digunakan oleh bidan serta merupakan metode yang terorganisir

melalui tindakan logika dalam memberi pelayanan (Varney, 2007).

2. Tahapan dalam manajemen kebidanan menurut helenvarney

Proses manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah asuhan kebidanan yang

dimulai dengan pengumpulan data dasar yang diakhiri dengan evaluasi. Tahapan

dalam proses manajemen asuhan kebidanan ada 7 langkah yaitu :

a. Pengkajian dalam pengumpulan data dasar yang lengkap untuk menilai

keadaan klien. Yang termasuk data dasar adalah riwayat kesehatan klien,

pemeriksaan fisik, dan catatan riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang,

pemeriksaan laboratorium. Semua data tersebut di atas harus memberikan

informasi yang saling berhubungan dari semua sumber dan menggambarkan

kondisi ibu yang sebenarnya.

b. Identifikasi diagnose/masalah aktual.

Menginterprestasikan data secara spesifik mengenai diagnose dan masalah.

Kata diagnose dan masalah selalu digunakan namun keduanya mempunyai

pengertian yang berbeda. Masalah lebih sering berhubungan dengan apa

yang dialami oleh seseorang, menguraikan suatu kenyataan yang ia rasakan

sebagai suatu masalah. Sedangkan diagnose lebih sering diidentifikasi oleh

bidan yang berfokus pada apa yang dialami oleh klien.

c. Antisipasi diagnosa/masalah potensial

Dari kumpulan masalah dan diagnosa, identifakasi faktor-faktor potensial

yang memerlukan antisipasi segera tindakan pencegahan jika

memungkinkan atau waspada sambil menunggu dan mempersiapkan

pelayanan untuk segala sesuatu yang mungkin terjadi.

d. Evaluasi perlunya tindakan segera/kolaborasi

29
Proses manajemen kebidanan dilakukan secara terus menerus selama klien

dalam perawatan bidan. Proses terus menerus ini menghasilkan data baru

segera dinilai. Data yang muncul dapat menggambarkan suatu keadaan

darurat dimana bidan harus segera bertindak untuk menyelamatkan klien.

e. Rencana asuhan kebidanan

Rencana tindakan konfrehensif bukan hanya meliputi kondisi klien serta

hubungannya dengan masalah yang dialami klien akan tetapi meliputi

antisipasi dengan bimbingan terhadap klien, serta konseling, bila perlu

mengenai ekonomi, agama, budaya, atau masalah psikologis. Rencana

tindakan harus disetujui klien, oleh sebab itu harus didiskusikan dengan

klien. Semua tindakan yang diambil harus berdasarkan rasional yang

relevan dan diakui kebenarannya serta situasi dan kondisi tindakan harus

dianalisa secara teoritis.

f. Pelaksanaan asuhan kebidanan (Implementasi)

Pelaksanaan rencana asuhan kebidanan (Implementasi) dilaksanakan oleh

bidan dan sebagian dilaksanakan oleh ibu sendiri, dan anggota tim

kesehatan lainnya berdasarkan rencana yang ditetapkan.

g. Evaluasi asuhan kebidanan

Langkah akhir kebidanan adalah evaluasi, namun sebenarnya evaluasi ini

dilakukan pada setiap langkah kebidanan. Pada tahap evaluasi bidan harus

mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan kebidanan yang diberikan

kepada klien. (Varney, 2007).

3. Pendokumentasian asuhan kebidanan (SOAP)

a. Data subjektif

30
Data atau fakta yang merupakan informasi termasuk biodata mencakup

nama, umur, pekerjaan,status perkawinan, pendidikan serta keluhankeluhan

yang diperoleh dari hasil wawancara langsung pada klien atau keluarga dan

tenaga kesehatan lainnya.

b. Data Objektif

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi,

auskultasi, perkusi, serta pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan

laboratorium.

31
c. Assesmen/Diagnosa

Merupakan keputusan yang ditegakkan dari hasil perumusan masalah yang

mencakup kondisi tersebut. Penegakan diagnose kebidanan dijadikan 50

sebagai dasar tindakan dalam upaya menanggulangi ancaman keselamatan

ibu.

d. Planning/Perencanaan

Rencana kegiatan mencakup langkah-langkah yang akan dilakukan oleh

bidan dalam melakukan intervensi untuk mencegah masalah pasien/klien.

(Salmah, 2016: 171).

E. Teori EBM (Evidence Based Midwifery)

1. Pengertian

Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan

pengalaman atau kebiasaaan semata.

Evidence based midwifery adalah pemberian informasi kebidanan

berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggung jawabkan (Gray,

1997).

Praktik kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil

penelitian dan pengalaman praktik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia.

Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi (Jayanti,

2020).

2. Manfaaat Evidence based Midwifery dalam Praktik Kebidanan

Dengan pelaksanaan praktik asuhan kebidanan yang berdasarkan evidence

based tersebut tentu saja bermanfaat membantu mengurangi angka kematian ibu

32
hamil dan risiko-risiko yang dialami selama persalinan bagi ibu dan bayi serta

bermanfaat juga untuk memperbaiki keadaan kesehatan masyarakat.

3. Kategori Evidence Based Menurut World Health Organization (2017)

Menurut WHO, Evidence based terbagi sebagai berikut:

a. Evidenve-based Medicine adalah pemberian informasi obat-obatan

berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan. Temuan

obat baru yang dapat saja segera ditarik dan peredaran hanya dalam waktu

beberapa bulan setelah obat tersebut dipasarkan, karena di populasi terbukti

memberikan efek samping yang berat pada sebagian penggunanya.

b. Evidence-based Policy adalah satu sistem peningkatan mutu pelayanan

kesehatan dan kedokteran (Clinical Governance): suatu tantangan profesi

kesehatan dan kedokteran di masa mendatang.

c. Evidence based Midwifery adalah pemberian informasi kebidanan

berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan.

d. Evidence based report adalah mgmpakan bentuk penulisan laporan kasus

yang baru berkembang, memperlihatkan bagaimana hasil penelitian dapat

diterapkan pada semua tahapan penatalaksanaan pasien.

4. Sumber Evidence Based

Sumber EBM dapat diperoleh melalui bukti publikasi jurnal dari internet

maupun berlangganan baik hardcopy seperti majalah, bulletin, atau CD. Situs

internet yang ada dapat diakses, ada yang harus dibayar namun banyak pula

yang public domain

33
DAFTAR PUSTAKA

Anon, 2017. Proceeding of the National Academy of Sciencees [Diakses 11 Januari


2021].

Profil kesehatan indonesia. (2018). Provil Kesehatan Indonesia 2018 (Vol. 1227, Issue
July). https://doi.org/10.1002/qj

Rini, S. dan F. Kumala. 2016. Panduan Asuhan Nifas dan Evidence Based Pratice.
Yogyakarta : Deepublish

Suherni, & Widyastuti, Y. (2015). Pengaruh Kelas Pranikah Terhadap Tingkat


Pengetahuan Tentang Perencanaan Kehamilan Pada Calon Pengantin Perempuan
Di Ic{Bupaten Sleman, Tahun 2014. Semlnar Kesehatan IllowuJudkan Yogyakarta
Sebagal Kota Lnduetrl Rlset, 231–239.

Varney, H. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. 2007. Jakarta : EGC.

34

Anda mungkin juga menyukai